Anda di halaman 1dari 19

Biografi K.H.

Abdurrahman Wahid
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biografi Tokoh Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Wasid, M. Fil. I

Disusun oleh :
Zainur Rohman (A92219121)
Arinsl Haq M. (A92219078)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puja dan Puji
syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Biografi Tokoh Islam dengan
judul "Biografi K.H. Abdurrahman Wahid" tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.
Wabillahi taufiq wal hidayah.
Wallahul muwafiq ila aqwamit-thariq..
Hidup tanpa konflik kurang menarik......

Tsummassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, 28 Desember 2020

Penulis

K.H. Abdurrahman Wahid | i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Kelahiran ......................................................................................................................... 3
B. Masa Muda...................................................................................................................... 3
C. Keluarga & Karir ............................................................................................................ 9
D. Kontrobusi dan Peran .................................................................................................... 12
E. Karya-Karya Gus Dur ................................................................................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA

K.H. Abdurrahman Wahid | ii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tak terasa sebelas tahun sudah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meninggalkan
kita. Tepatnya pada hari Rabu 30 Desember 2009, di RS. Cipto Mangun Kusumodi
Jakarta, pukul 18.45 WIB akibat komplikasi penyakit yang dideritanya sejak lama.
Meskipun beliau sudah meninggal dunia Tapi ketokohan Presiden RI ke empat ini
tetap menjadi primadona. Kisah dan kebijakan Gus Dur semasa hidupnya memang
banyak memberi inspirasi bagi warga lintas etnis, agama dan golongan sehingga tidak
heran bila masyarat Indonesia sangat mengidolakan sosok Gus Dur. Dalam dunia
kepustakaan, wafatnya Gus Dur tidak di ikuti oleh matinya kreatifitas para penulis untuk
membahas kiprahcucu pendiri NU yaitu Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari
ini.NU adalah suatu organisasi keagamaan (jam’iyah diniyah) yang berbasis di dunia
pesantren dengan para kiai sebagai pemimpinnya.1 Sebaliknya justru kreatifitas untuk
menulis tentang Gus Dur makin menjamur. Ada yang membahas pemikiranya,
pengalaman dan perjuangan hidupnya, tingkah-laku spritualnya hingga lelucon atau
humornya. Idiom-idiom yang lahirpun beragam. Ada Gus Dur sufi, Gus Dur Humanis
seperti yang perna dikatakan oleh tokoh Mahatma Ghadhi bawasanya Gus Dur
adalah My Nationalism Is Humanism.2 Bapak Tionghoa, Gus Dur bapak pluralis dan
sebutan-sebutan lainya. Disisi lain para kritikus juga ikut meramaikan kretivitas itu.
Hingga saat ini mereka masih sibuk menghakimi Gus Dur sebagai bapak liberal,
sesat, dekat dengan yahudi, pembela komunis, walinya setan dan lain-lain.3
Sosok Gus Dur di mata masyarakat adalah tokoh pluralis, yang kerap membela orang-
prang kecil dan kaum minoritas. Dalam perjuangan dan pengorbanan yang Gus Dur
sumbangkan untuk masyarakat Indonesia dalam menegakkan keadilan tanpa memandang
RAS, Suku dan Agama. Sampai detik ini Gus Dur telah menjadi rujukan dasar masyarakat
luar untuk menjalin harmonisasi antar umat beragama. Sehinnga banyak orang yang kagum
dengan sosok Gus Dur, disaat Gus Dur wafat banyak masyarakat yang merasa kehilangan.
Tidak heran setiap harinya ribuan pengunjung berziarah ke makam Gus Dur. Uniknya tidak

1
Solahudin, Biografi 7 Rais A’am PBNU (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2012), 5
2
Muhammad Rifai, Biografi Gus Dur (Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2012), 94.
3
Diakses pada pukul 04.40 wib, Minggu, 03 Januari 2020, https://studylibid.com/doc/3357601/bab-i-
pendahuluan---digilib-uin-sunan-ampel-surabaya

K.H. Abdurrahman Wahid | 1


hanya dari kalangan muslim saja, banyak dari kalangan non-Muslim yang berziarah ke
makam Gus Dur. Tujuan masyarakat berziarah ke makam Gus Dur antara lain dari agar
ingat akan kematian. Selain itu ada pengunjung yang ingin mendapatkan berkah, barokah
dari Gus Dur dan ingin mencontoh perilaku Gus Dur yang baik.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Kelahiran beliau?
2. Bagaimana Sejarah Sepak Terjang Masa Muda beliau?
3. Bagaimana Sejarah Tentang Keluarga & Karir beliau?
4. Apa saja Kontrobusi dan Peran beliau?
5. Apa saja karya-karya beliau?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sejarah Kelahiran beliau.
2. Untuk mengetahui Sejarah Sepak Terjang Masa Muda beliau.
3. Untuk mengetahui Sejarah Tentang Keluarga & Karir beliau.
4. Untuk mengetahui Kontrobusi dan Peran beliau.
5. Untuk mengetahui karya-karya beliau.

4
Diakses pada pukul 04.40 wib, Minggu, 03 Januari 2020, http://digilib.uinsby.ac.id/19036/

K.H. Abdurrahman Wahid | 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kelahiran
Abdurrahman Wahid, beliau lahir dengan nama Abdurrahman Ad Dakhil atau Sang
Penakluk.5 Nama tersebut diambil dari Khalifah Abdurrahman yang berhasil menaklukkan
dan mendirikan dinasti Islam didaerah Spanyol, nama Ad Dakhil tidak popular bagi semua
kalangan Beliau lebih dikenal dengan Abdurrahman Wahid bagi kalangan Masyarakat.6
Gus adalah panggilan kehormatan Khas pesantren kepada anak kiai. Beliau lahir tanggal
4 Agustus 1940 M 7/6 Agustus 1940 M 8 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Putra
pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah putra dari salah seorang pendiri organisasi
besar Nahdlatul Ulama (K.H. Hasyim Asy’ari), yang bernama K.H. A. Wahid Hasyim.
Bahkan jika dirunut lebih jauh ia merupakan keturunan Brawijaya IV yaitu Lembu Peteng,
dengan melalui dua jalur Ki Ageng Tarub I dan Joko Tingkir.9 Sedangkan Ibunya bernama
Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Gus
Dur lahir di rumah pesantren milik kakeknya dari pihak ibu, yakni pesantren milik kyai
Bisri Syansuri. Greeg Barton menerangkan, memang Gus Dur lahir pada tanggal 4 bulan
kedelapan. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tanggal itu adalah menurut kalender Islam,
yakni bahwa Gus Dur lahir pada bulan Sya’ban, bulan kedelapan dalam kalender Islam.
Sebenarnya tanggal 4 Sya’ban 1359 H adalah tanggal 7 September 1940.10

B. Masa Muda
Masa kecil Gus Dur memulai pendidikan secara non formal yaitu belajar agama
dikakeknya sendiri KH. Hasyim Asy’ari sewaktu masih di kota kelahirannya Jombang,

5
Abdurrahman Nusantari. Umat Menggugat Gusdur” Menelusuri Jejak Penentangan Syariat”. (Aliansi Pencinta
Syariat. Bekasi. 2006), hlm. 21.
6
Diakses pada pukul 05.00 wib, Minggu, 03 Januari 2020 http://digilib.uinsby.ac.id/8785/6/bab%203.pdf
7
Diakses pada pukul 15.50 WIB, Selasa 29 Desember 2020
(https://kepustakaanpresiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=3&presiden=gusdur)
8
Abdurrahman Nusantari. Umat Menggugat Gusdur” Menelusuri Jejak Penentangan Syariat”. (Aliansi Pencinta
Syariat. Bekasi. 2006), hlm. 21
9
Muhammad Rifa’i, Gus Dur Biografi Singkat 1940-2009 , (Yogyakarta: Garasi House of Book, 2010), 25.
10
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biography Of Abdurrahman Wahid (Yogyakarta: Lkis, 2006),
hlm. 25.

K.H. Abdurrahman Wahid | 3


ketika ayahnya KH. Wahid Hasyim pindah ke Jakarta pada Tahun 1944 untuk
mengantikan Kakeknya K.H Hasim Asy’ari sebagai ketua Syumubu yang berkantor di
Jakarta, di Jakarta Keluarga KH. Wahid Hasyim bertempat tinggal di Jl. Matraman No 8.11
Berkat tinggal bersama kakeknya yang merupakan tokoh yang banyak di kunjungi tokoh-
tokoh politik dan orang-orang penting lainnya, maka sejak kecil Abdurrahman Wahid
sudah mengenal tokoh-tokoh politik dan orang penting tersebut.12
Pada tahun 1944 juga Gus Dur pindah dari Jombang ke Jakarta dimana ayahnya
menjadi ketua pertama Partai Masyumi, sebuah organisasi yang dibentuk atas dukungan
tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ia kembali lagi ke Jombang. Baru pada tahun 1949
ketika ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama dalam pemerintahan Soekarno,
K.H. A. Wahid Hasyim dan Gus Dur kecil pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana
baru telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang
profesi yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya
menjadi menteri agama. Secara tidak langsung, Gus Dur juga mulai berkenalan dengan
dunia politik yang didengar dari kawan ayahnya yang sering berkunjung dan berdiskusi di
rumahnya. 13
Di Jakarta itulah barulah Beliau masuk kesekolah formal di Sekolah Rakyat (setingkat
SD) sambil belajar disekolah tersebut Beliau dimasukan ayahnya les belajar Bahasa
Jerman kepada Bapak Iskandar yang dulunya bernama Willem Bueller yaitu orang Jerman
yang sudah masuk Islam,14 Beliau juga teman dari ayahnya sendiri, sebelum les dimulai
Pak Iskandar (Willem Bueller) selalu memutarkan piringan hitam musik klasik, dan pada
waktu les dimulai Pak Iskandar selalu menguji kepada Gusdur dengan pertanyaan-
pertanyaan seputar judul dan karya siapa lagu yang baru diputar tersebut, pada Tahun 1953
Beliau lulus dari Sekolah Rakyat (SR) sebuah sekolah bentukan pemerintah hindia belanda
untuk anak pribumi atau SDKRIS yang terletak di jalan samratulangi sekarang. Ketika
mereka pindah rumah dari Jl jawa (Jl. Cokroaminoto) ke taman matraman, ia dan adik-

11
Iip D. Yahya. Gusdur – Berbeda itu asyik. Kanisius. Yogyakarta.2004. hal -
12
Abuddin nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), 339.
13
Diakses pada pukul 05.45 wib, Minggu, 03 Januari 2020, http://digilib.uinsby.ac.id/17044/59/Bab%203.pdf
14
Abdurrahman Nusantari. Umat Menggugat Gusdur” Menelusuri Jejak Penentangan Syariat. Aliansi Pencinta
Syariat. Bekasi. 2006 hal. 22.

K.H. Abdurrahman Wahid | 4


adiknya pindah ke sekolah SD Perwari yang tempatnya tidak jauh dari kediaman mereka,
Hanya aisyah, anak nomor dua yang tetap melanjutkan di SD KRIS hingga lulus.15
Seringkali Dalam menjalankan tugasnya, K.H. A. Wahid Hasyim senang mengajak
putranya menghadiri pertemuan-pertemuan karena hal ini dianggapnya sebagai bagian
terpenting bagi pendidikan anak sulungnya.16 Maka pada hari Sabtu 18 April 1953, Gus
Dur pergi bersama ayahnya untuk suatu pertemuan ke daerah Sumedang, Jawa Barat. Di
perjalanan antara Cimahi dan Bandung, hujan turun sehingga jalan menjadi licin.
Chevrolet putih yang ditumpangi mereka selip dan bagian belakang mobil menabrak truk.
Gus Dur tidak terluka parah, akan tetapi ayahnya luka serius di bagian kepala dan kening.
Mereka dibawa ke rumah sakit, Gus Dur bersama ibunya menunggui K.H. A. Wahid
Hasyim hingga akhirnya pada pukul 10.30 pagi keesokan harinya, K.H. A.Wahid Hasyim
meninggal dunia. Ketika jenazahnya dibawa pulang, Gus Dur menyaksikan penghormatan
yang besar dari masyarakat sepanjang perjalanan yang dilewati iring-iringan menuju
Jombang.17
kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Ekonomi pertama (SMEP) di
Yogyakarta, sambil sekolah Beliau mondok (belajar Bahasa Arab) di Pondok Pesantren
Al-Munawwir Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum, beliau adalah mantan Rois
‘Am PBNU, selama mondok Gus Dur dihadapkan pada suasana yang berbeda dari yang
dirasakan selama berada ditempatnya dahulu, ditempatnya dahulu Beliau dapat
mengekspresikan pemikiranya dengan membaca buku-buku yang berasal dari Negara
Barat, di pondok Beliau dihadapkan dengan buku-buku yang Beliau jumpai selama balajar
di Jombang. Sehingga tidak ada timbul selera untuk belajar pada diri Beliau, beliau
memutuskan untuk pindah/bertempat tinggal diluar pondok dengan alasan ingin hidup
bebas tanpa aturan pondok yang Beliau rasakan sangat memikat. Setelah tidak lagi tinggal
dipondok beliau menemukan tempat tinggal baru dirumah seorang Ketua Tarjih
Muhammadiyah Yogyakarta KH. Junaidi, ditempat tinggal inilah Beliau dapat berinteraksi
dengan dunia luar.
Dengan kata lain selama Abdurrahman Wahid tinggal di Yogyakarta ekspresi
pemikiran Beliau mulai kelihatan, dengan kondisi yang sangat konduktif di daerah

15
Ali Yahya, Sama tapi Berbeda, Potret Keluarga Besar KH. Wahid hasyim. (Jombang: Pustaka Ikapete The
Ahmadi Instiut, 2007), hlm. 166.
16
Greg Barton, Biografi Gus Dur, hlm. 44.
17
Ibid, hlm. 45-46

K.H. Abdurrahman Wahid | 5


tersebut, ditambah lagi dengan kemampuan dalam Bahasa Inggris yang Beliau peroleh
selama belajar di SR dahulu dan sering membaca buku-buku dalam Bahasa Inggris
membuat Beliau memiliki modal untuk mempelajari buku-buku yang dijumpainya di
rumah KH. Junaidi, pada saat itu Beliau Berusia 15 Tahun.
Dengan modal membaca Buku Das Kapital karya Karl Max selama masih sekolah SR
dahulu, membuatnya ingin menamba wawasan pemikiranya sehingga selama bertempat
tinggal disana Beliau sering kali membaca buku-buku filsafat, novel dan buku-buku ilmiah
dari karya-karya penulis besar. Selain kebiasaan Beliau membaca buku-buku dari karya-
karya pemikir Barat Beliau mempunyai hoby yang cukup aneh dilakukan oleh seorang
santri lainya yaitu menonton film-film buatan Negara Eropa dan Amerika yang pada saat
itu sedang membanjiri Yogyakarta, Beliau lulus dari SMEP Tahun 1957.18
Tapi, menurut salah satu literatur yang kami baca. Di Jakarta, kemampuan Bahasa
Arab Gus Dur masih pasif tetapi telah menguasai Bahasa Inggris dengan baik dan mampu
membaca tulisan dalam bahasa Prancis dan Belanda. Dan di kota Yogyakartalah
kemampuan membacanya melesat jauh. Ia aktif mendengarkan siaran radio Voice of
America dan BBC London. Seorang guru SMEP, Rubiah - juga anggota partai komunis -
yang mengetahui kemampuan Gus Dur bahkan memberikan buku karya Lenin “What is
To Be Done”. Dan pada saat yang sama ia juga telah mengenal Das Kapital karya Karl
Marx, filsafatnya Plato dan sebagainya. Dari sini dapat dipahami bagaimana luasnya
wawasan Gus Dur sejak masih remaja.19
Selepas lulus dari SMEP pada tahun 1957 Gus Dur melanjutkan mondok di Pondok
Pesantren Tegalrejo Magelang dibawa asuhan KH. Chuldhori, Pada saat yang sama juga
belajar paroh waktu di Pesantren Denanyar Jombang di bawah bimbingan kakeknya, Kiai
Bisri Syansuri.20 Selama belajar di Pesantren, beliau merasakan suasana yang berbeda dari
sebelumnya, dunia spiritual yang selama di Jombang beliau rasakan muncul kembali, di
pondok inilah Gus Dur memulai pertualangannya, Beliau sering kali melakukan praktek-
praktek sufi dan kerap kali mengunjungi makam-makam wali dan ulama-ulama penyebar
Agama Islam khususnya di Pulau Jawa, Beliau tinggal selama dua tahun. Pada Tahun 1959
paman beliau KH. Abdul Fatah Hasyim memintanya kembali ke Pesantren Tambak Beras
Jombang untuk membantu pamannya mengajar di Madrasah Mu’allimat, selama belajar

18
Diakses pada pukul 06.50 wib, Minggu, 03 Januari 2020, http://digilib.uinsby.ac.id/8785/6/bab%203.pdf
19
Diakses pada pukul 06.50 wib, Minggu, 03 Januari 2020 http://digilib.uinsby.ac.id/17044/59/Bab%203.pdf
20
Greg Barton, Biografi Gus Dur, hlm. 52.

K.H. Abdurrahman Wahid | 6


disana Beliau menemukan seseorang yang pada akhirnya menjadi istri Beliau yaitu Siti
Nuriyah, Siti Nuriyah adalah salah satu murid saat beliau mengajar di sekolah tersebut.
Pada Tahun 1963 Beliau kembali ke Pesantren Krapyak Yogyakarta, karena Beliau sangat
merindukan suasana selama belajar disana, beliau tinggal selama kira-kira kurang lebih
setahunan. Pada saat yang sama Gus Dur juga nyambi bekerja sebagai peneliti untuk
majalah sastra “Horizon” dan majalah kebudayaan “budaya jaya”. 21
Pada tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari kementrian Agama untuk belajar
di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun
ia mahir dalam bahasa arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak Universitas bahwa ia harus
mengambil kelas remidial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu
memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab. Gus Dur terpaksa
mengambil kelas remidial. Di sekolah ia merasa bosan karena harus mengulang pelajaran
yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanannya Gus Dur
sering mengunjungi pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku di mana
ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.22 Menurut Greg Barton, sepanjang
tahun 1964 beiau hampir tidak pernah mengikuti kelas tersebut. Sebaliknya ia
menghabiskan waktu untuk menonton sepak bola, film-film Prancis, membaca di
perpustakaan Kairo, dan ikut serta dalam diskusidiskusi di kedai kopi. Gus Dur bahkan
terpilih menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia sehingga ia dipekerjakan di
kedutaan besar. Praktis, studinya di AlAzhar ini tidak pernah selesai, namun
pengalamannya di Kairo memberikan wawasan yang lebih luas. Baginya, Al-Azhar sangat
mengecewakan dengan studi formalnya, tetapi Kairo memberi manfaat besar dalam
lingkungan sosial dan intelektualnya.23
Gus Dur benar-benar memanfaatkan Mesir sebagai Negara yang meninggalkan jejak
sejarah dan peradaban umat manusia, maka Gus Dur berusaha menggali apa yang ada di
Mesir khusunya berkaitan dengan buku-buku yang tidak ditemukan di kampungnya,
perpustakaan di sana penuh dengan buku, jauh lebih banyak dari pada yang pernah
dilihatnya sebelum ia ke kota ini. Tidak hanya perpustakaan yang dibaca oleh Gus Dur
tetapi dinamika politik Mesir juga menjadi refrensi Gus Dur dalam upaya memperkaya
wawasan keilmuannya dan upaya proses pendewasaan. Gus Dur dengan cermat

21
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur,…, Hlm. 6.
22
M.Hamid, Jejak Sang Guru Bangsa,.... hlm. 34
23
Greg Barton, Biografi Gus Dur, 88-103

K.H. Abdurrahman Wahid | 7


mengamati kondisi Mesir secara seksama, khususnya berkaitan persetruan antara penguasa
Mesir dengan Ikhwanul Muslimin dibawah kepemimpinan Sayyid Qutub itu.24
Di Mesir, Gus Dur sempat pula dipekerjakan di kedutaan besar Indonesia. Pada saat
ia bekerja di kedutaan itulah peristiwa Gerakan 30 September PKI terjadi. Dalam upaya
penumpasan komunis, Mayor Jendral Soeharto yang menangani situasi di Jakarta
memerintahkan kedutaan besar Indonesia di Mesir untuk melakukan investigasi terhadap
pelajar Indonesia di Negara itu dan memberikan laporan kedudukan politik mereka.
Perintah itu ditindak lanjuti pihak kedutaan dan Gus Dur ditugaskan menuliskan laporan.25
Reputasinya sebagai ketua PPI Kairo dan ketika bekerja di kedutaan besar
membantunya mengobati kekecewaannya di Al-Azhar, karena mendapatkan beasiswa ke
Universitas Baghdad. Pada tahun 1966 ia pindah ke Irak dan masuk pada Departement of
Religion di Universitas Bagdad sampai tahun 1970. Perkuliahan di Universitas Baghdad
ini beliau tempuh dengan menyelesaikan ujian strata 2 (S2). Namun sebelum beliau
munempuh ujian tesisnya, profresor pembimbingnya meninggal dunia, sehingga ujian
tesisnya itu tidak dapat dilanjutkan, Karena untuk mencari pengganti beliau sangat
kesulitan. Akhirnya beliau memutuskan pulang kembali ke Indonesia.26
Menurut Greg Barton juga, Universitas Baghdad yang telah mapan sebagai sebuah
Universitas Islam, tetapi tidak seperti Al-Azhar. Pada pertengahan tahun 1960 an,
Universitas ini mulai berubah menjadi Universitas eropa. Universitas Baghdad ini
mengambil manfaat dari kehadiran banyak akademisi terbaik dunia arab. Ironisnya,
banyak dosen favorit Gus Dur adalah orang-orang Kairo, Mesir, yang pindah ke Baghdad
dengan alasan karena kota ini memberikan kepada mereka kebebasan akademik yang lebih
besar dan gaji yang lebih tinggi.27
Di Baghdad Gus Dur juga banyak belajar tentang sejarah, tradisi dan komunitas
Yahudi. Dalam belajar hal ini ia bersahabat dengan Ramin, seorang pemikir liberal dan
terbuka dari komunitas kecil Yahudi Irak di Baghdad. Mereka banyak membicarakan
tentang agama, filsafat dan politik. Salah satu tempat yang paling sering mereka kunjungi

24
Diakses pada pukul 14.04 wib, Minggu, 03 Januari 2020, http://eprints.walisongo.ac.id/7424/4/BAB%20III.pdf
25
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur,…, Hlm.
26
Diakses pada puku 14.19 wib, Minggu, 03 Januari 2020, http://digilib.uinsby.ac.id/835/6/Bab%203.pdf
27
Greg Barton, The Authorized Biography Of Abdurrahman Wahid....., Hlm. 103.

K.H. Abdurrahman Wahid | 8


adalah pasar di samping Taman Bergantung. Di sini terdapat tempat sepi yang tepat untuk
bertukar pikiran tanpa gangguan dan pengawasan.28
Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makan keramat para wali,
termasuk makam Syaikh Abdul Qadir Jaelani R.A., pendiri Jamaah thariqah Qodariyah.
Beliau juga menggeluti ajaran Imam Junaid Al-Baghdadi R.A., seorang pendiri aliran
tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Di sinilah Gus Dur menemukan sumber
spiritualitasnya.29
Setelah lulus, beliau menetap di Belanda dan berharap dapat kesempatan melanjutkan
studi pasca sarjananya di bidang perbandingan agama. Namun kekecewaanlah yang
diperoleh Gus Dur karena seluruh Eropa tidak mengakui lembaga studi Universitas
Baghdad.30 Universitas di Eropa menetapkan prasayarat yang mengharuskan Gus Dur
mengulang studi tingkat sarjana. Selama hampir setahun di Eropa akhirnya beliau kembali
ke tanah air pada tahun 1971 dengan tangan kosong. beliau tidak mendapatkan kualifikasi
formal dari studinya di Eropa.31

C. Keluarga & Karir


Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah, seorang wanita yang beliau kenal ketika
mengajar di Tambak Beras. Nuriyah adalah salah satu muridnya yang begitu menarik,
cerdas dan berpikir bebas sehingga menjadi perhatian para pemuda di lingkunganya. Oleh
karena itu cukup mengherankan bila Nuriyah bisa tertarik dengan guru yang kutu buku,
agak gemuk, serta menggunakan kacamata tebal.32 Awalnya hubungan mereka tidak mulus
karena Nuriyah belum bisa menerima Gus Dur. Sampai akhirnya Gus Dur berangkat ke
Kairo tetapi tetap berkomunikasi dengan Nuriyah melalui surat.
Melalui surat-menyurat tersebut, hubungan mereka semakin dalam dari sekedar
persahabatan ketika di Jombang. Kala itu Nuriyah sering menolak pemberian buku dari
Gus Dur.33 Pada pertengahan tahun 1966 Gus Dur menulis surat kepada Nuriyah dan
bertanya “Siapkah menjadi istrinya?” kemudian Nuriyah membalas, “Mendapatkan teman

28
Ibid, hlm. 109
29
M.Hamid, Jejak Sang Guru Bangsa,.... hlm.35
30
Muhammad Rifa’i, Gus Dur Biografi Singkat, 36
31
Greg Barton, Biografi Gus Dur, 111
32
Ibid, hlm. 58.
33
Ibid, hlm.101.

K.H. Abdurrahman Wahid | 9


hidup bagaikan hidup dan mati, hanya Tuhan yang tahu”. Setelah menerima hasil ujian
yang berakhir kegagalan kemudian, beliau menumpahkan segala kesedihannya kepada
Nuriyah melalui surat. Nuriyah segera membalas dengan kata-kata yang menghiburnya,
“mengapa orang harus gagal dalam segala hal? Anda boleh gagal dalam studi, tetapi paling
tidak anda berhasil dalam kisah cinta”. Gus Dur segera mengirim surat kepada ibunya dan
meminta untuk meminang Nuriyah.34
Dari hasil pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat anak perempuan, Alissa
Qotrunnada, Zannuba Arifah Chafsoh, Anita Hayatunnufus dan Inayah Wulandari.
Sedangkan dalam mendidik anaknya Gus Dur melakukan praktik demokrasi, ia tidak
pernah otoriter kepada anak-anaknya. Gus Dur hanya memberikan arahan dan saran-saran.
Sementara dalam urusan pekerjaan, dari sekembalinya mencari ilmu di luar negeri.
Ketika sampai di Jakarta, sebenarnya Gus Dur masih berharap bisa meneruskan belajar di
Universitas McGill di Kanada. Koneksi dari keluarganya memberikan peluang untuk
mewujudkan keinginan tersebut. Sambil menunggu proses itu, ia banyak menghabiskan
waktu berkeliling pesantren di Jawa. Setelah beberapa bulan di Jakarta, beliau diundang
oleh LSM untuk ikut serta dalam kegiatan Lembaga Pengkajian Pengetahuan, Pendidikan,
Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Pada mulanya LP3ES didanai oleh German Neumann Institute dan kemudian
mendapat bantuan dana dari Yayasan Ford. Lembaga ini menarik bagi para intelektual
terutama yang berasal dari kalangan Islam Progresif dan sosial demokrat seperti Dawam
Rahardjo, Adi Sasono, Aswab Mahasin dan Gus Dur. Salah satu prestasi penting lembaga
ini adalah menerbitkan jurnal Prisma yang selama bertahun-tahun menjadi jurnal ilmu
sosial utama Indonesia dan Gus Dur menjadi salah satu penulis tetap dalam jurnal
tersebut.35
Saat itu beliau mulai mengubah rencananya studi ke McGill dan lebih memilih di
tanah air mengunjungi pesantren yang sedang diserang sistem nilai tradisionalnya. Banyak
kalangan pesantren yang menjalankan program sekolah madrasah di pesantren dengan
silabus negeri hanya demi kucuran dana dari pemerintah. Gus Dur menyambut gembira
gerakan untuk mengubah pesantren, tetapi sangat khawatir karena unsur-unsur tradisional

34
Ibid, hlm. 102.
35
Ibid, hlm. 114.

K.H. Abdurrahman Wahid | 10


dalam pembelajaran mulai diabaikan.36 Karenanya beliau lebih memilih untuk
mengembangkan pesantren.
Pada tahun 1972, Gus Dur mulai memberikan ceramah dan seminar secara teratur
dengan berkeliling jawa. beliau mulai menulis kolom di Tempo dan artikel di Kompas.
Tulisan-tulisan Gus Dur di Tempo dan Kompas mendapat sambutan baik dan dengan cepat
dianggap sebagai pengamat sosial yang sedang naik daun. Akan tetapi honornya dari
seminar dan artikel tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Maka
beliau dan Nuriyah berjualan kacang tayamum dan es lilin di Jombang. Gus Dur
menggunakan skuter pemberian ibunya untuk mengantar 15 termos es lilin ke tempat yang
strategis di kota. Es lilin ini cepat populer dan dikenal dengan nama “Es Lilin Gus Dur”. 37
Gus Dur kemudian ditawari mengajar oleh Kiai Sobary di Madrasah Aliyah di
Pesantren Tambak Beras. Maka beliau pun mengajar Kaidah Fiqh dan setahun kemudian
juga mengajar kitab Al-Hikam, salah satu kitab yang membahas mengenai sufisme dan
tasawuf. Pada tahun 1977, Gus Dur bergabung dengan Universitas Hasyim Asy’ari di
Jombang sebagai Dekan Fakultas Ushuludin. Setahun kemudian, ketika Gus Dur hendak
ke Pesantren Denanyar menggunakan skuternya, ia ditabrak mobil yang mengakibatkan
retina mata kirinya terlepas. Oleh dokter ia disarankan beristirahat agar retinanya dapat
menyatu kembali. Sayangnya Gus Dur bukan orang yang suka berdiam diri, ia tetap
membaca, menulis dan menyampaikan ceramah sehingga retina matanya tidak dapar
menyatu kembali dengan baik.38
Pada tahun 1978 Gus Dur mengalami musibah pada dirinya berupa kecelakaan, ketika
Gus Dur biasa naik motor vespanya dan ingin berbelok ke lingkungan pesantren Denanyar
Jombang, ia tiba-tiba ditubruk oleh mobil. Dan beberapa lama kemudian Gus Dur
mengalami operasi mata, dan secara teratur memeriksakannya ke Jakarta, dan ia kembali
berfikir ada baiknya kalau pindah ke Ibu kota Jakarta.39
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Dan pada awal tahun 1980 Gus Dur
dipercaya atas ajakan dan tawaran kakeknya KH. Bisyri Syamsuri sebagai wakil khatib
syuriah PBNU. Gus Dur juga mendapatkan pengalaman politik pertamanya. Pada
pemilihan umum legislatif 1982, Gus Dur berkampanye untuk partai persatuan

36
Ibid, hlm. 115.
37
Ibid, hlm. 121.
38
Ibid, hlm. 125.
39
Ibid, hlm. 124-125.

K.H. Abdurrahman Wahid | 11


pembangunan, sebuah partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan empat partai
Islam termasuk NU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius
mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku
dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di
lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. beliau diangkat pula sebagai
anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam
Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987. Akan tetapi perannya dalam DKJ dan FFI
mendapat kritikan dari banyak masyarakat, karena dianggap menyimpang dari
kapasitasnya sebagai seorang kyai besar. Apalagi bagi seseorang yang merupakan bagian
dari kepemimpinan nasional Nahdhatul Ulama.40

D. Kontrobusi dan Peran


Pada tahun yang sama (1987) saat Soeharto kembali terpilih menjadi presiden oleh
MPR dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Ideologi
Negara, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon
NU mengenai isu tersebut, pada Musyawarah nasional tahun 1984, banyak orang yang
menyatakan keinginannya untuk menominasikan Gus Dur sebagai ketua PBNU, akhirnya
Gus Dur terpilih dan mendapat tanggapan positif dari pemerintah rezim Orde Baru.41
Di kapal besar NU, melalui tawaran pemikirannya yang brilian tentang “kembali ke
khittah 1926” dengan meninggalkan gelanggang politik praktis, Gus Dur dipilih secara
aklamasi oleh sebuah tim ahlul halli wal aqdi, yang diketuai oleh K. H. R. Asad Syamsul
Arifin, untuk menduduki jabatan sebagai ketua umum PBNU dalam muktamar ke-27 NU
di Pondok Pesantren Salafiah, Sukarejo, Situbondo pada tahun 1984. Gus Dur memimpin
organisasi para ulama yang populer dengan sebutan “kaum sarungan”. Kemenangannya
sekaligus menumbangkan kubu Cipete, sarang para politisi NU. Kemudian, Dalam
muktamar berikutnya, dengan berbagai tantangan yang seru kembali terpilih untuk masa
jabatan kedua, pada saat itu, Soeharto yang terlibat pada pertempuran politik dengan ABRI,
karena Gus Dur selalu mengkritik dan oposisi pada pemerintahan Soeharto yang otoriter,
dan Soeharto membentuk ICMI pada tahun 1990 untuk menarik simpatisan muslim
cendekiawan yang ada pada barisan NU, dan Gus Dur juga membuat forum Demokrasi
untuk menandingi kekuatan ICMI yang sangat sektarian, sampai menjelang musyawarah

40
Ibid, hlm. 131.
41
M.Hamid, Jejak Sang Guru Bangsa,.... hlm.46.

K.H. Abdurrahman Wahid | 12


Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga, mendengar hal
itu Soeharto ingin agar Gus Dur tidak terpilih, dan berkampanye untuk melawan terpilihnya
Gus Dur, tempat-tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi.
Terdapat juga suap menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya kembali. Namun, Gus
Dur tetap terpilih sebagai ketua umum PBNU untuk masa jabatan ketiga.42
Menjelang pertengahan 1998, jabatan ketiga PBNU hampir selesai. Melihat situasi
carut marut Negara ini mengharuskan NU turut andil dalam perpolitikan, akhirnya Gus Dur
membuat PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) bersama-sama tokoh NU lainnya sebagai
wadah bagi masyarakat NU supaya bisa mengikuti pemilihan legislatif pada tahun 1999.
Akhirnya PKB bisa mengikuti pemilihan legislatif.
Pada juni 1999 berlangsung pemilu legislatif dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
mendapatkan suara 12% sementara PDI Perjuangan unggul dari PKB dan memenangkan
33% suara, dan Megawati mengira akan memenangkan pada pemilihan presiden, lalu Amin
Rais membentuk poros tengah, Gus Dur ikut di dalamnya, yaitu koalisi-koalisi partai
muslim, Gus Dur mulai digadanggadang oleh poros tengah sebagai calon presiden, pada 19
oktober 1999, menjelang pemilu presiden, beberapa saat kemudian Akbar Tandjung
sebagai ketua GOLKAR sekaligus pimpinan tinggi Dewan Perwakilan Rakyat DPR,
menyatakan bahwa GOLKAR akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR
kembali berkumpul dan memulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian
terpilih sebagai presiden ke-4 dengan 373 suara, unggul diatas Megawati dengan perolehan
313 suara.43
beliau dikenal sebagai tokoh dunia yang sangat menguasai masalah kerukunan hidup
umat beragama, pluralisme dan penegakan hak asasi manusia. Bagi kaum minoritas, ia
dianggap sebagai pembela utama eksistensi mereka. Masyarakat papua, etnis Tionghoa,
atau umat nasrani menganggap wahid sebagai pembela di tengah tantangan dan ancaman
politis masyarakat atau negara. Karena beliau berprinsip selalu membela kepada yang
lemah dan anti diskriminasi dalam bentuk apapun.44
Selain berani membela hak kaum minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan
pemimpin tertinggi indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada keluarga
PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan

42
Ibid, hlm. 48-49.
43
Ibid, hlm. 53.
44
Ibid, hlm. 77.

K.H. Abdurrahman Wahid | 13


pembersihan PKI oleh orde baru. Gus Dur juga berhasil menghapus cap PKI pada KTP.
Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi, hal tersebut
juga disampaikan Gus Dur pada acara kick Andy “bahwa tugas mengucilkan PKI bukan
tugas negara, apa artinya pemisahan agama dan negara kalau semua hal diurusi negara”
dalam hal ini Gus Dur tampak menempatkan dirinya sebagai orang tertinggi di negeri ini
yang melihat sesuatu secara utuh yang berlandaskan pancasila. Beliau menjadi inspirator
pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama, dan ras di Indonesia
sebagai bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan
pembangunan bangsa yang besar.

E. Karya-Karya Gus Dur


1. Islam kosmopolitan: nilai-nilai Indonesia & transformasi kebudayaan
2. Islamku, Islam anda, Islam kita: agama masyarakat negara demokrasi
3. Pergulatan negara, agama, dan kebudayaan
4. Tuhan Tidak Perlu Dibela
5. Kiai Nyentrik Membela Pemerintah
6. Khazanah Kiai Bisri Syansuri
7. Menggerakkan Tradisi Pesantren
8. Membaca sejarah Nusantara: 25 kolom sejarah Gus Dur
9. Melawan melalui lelucon: kumpulan kolom Abdurrahman Wahid di Tempo
10. Gus Dur menjawab kegelisahan rakyat
11. Pergulatan negara, agama, dan kebudayaan
12. khazanah kiai bisri syansuri: pecinta fiqh sepanjang hayat the wisdom of tolerance: a
philosophy of generosity and peace
13. lusi negara Islam: ekspansi gerakan Islam transnasional di Indonesia
14. Mengurai hubungan agama dan negara
15. enggerakkan tradisi: esai-esai pesantren
Dan masih banyak yang lain-lain, baik itu yang tak tercantum oleh penulis ataupun
kurangnya sumber literatur kami.

K.H. Abdurrahman Wahid | 14


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari segi kultural, Gus Dur melintas tiga model lapisan budaya. Pertama, Gus Dur
bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarki, tertutup, dan penuh etika
formal. Kedua, dunia timur yang terbuka dan keras, dan ketiga, budaya barat yang liberal,
rasional dan sekuler. Semua hal tersebut tampak masuk dalam pribadi dan membentuk
sinergi. Sampai sekarang masing-masing melakukan dialog dalam diri Gus Dur. Inilah
sebabnya Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan sulit dipahami, karena kebebasannya dalam
berfikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya melampaui batas-batas
tradisionalisme yang dipegangi komunitasnya sendiri.

B. Saran
Kami selaku penulis menyadari dengan benar-benar jika makalah ini jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan sudi kiranya tuan-tuan untuk memberikan
saran maupun kritikan yang membangun bagi kebaikan kami selanjutnya kedepannya.

K.H. Abdurrahman Wahid | 15


DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, 2012, Biografi 7 Rais A’am PBNU Kediri: Nous Pustaka Utama.
Rifai, Muhammad, 2012, Biografi Gus Dur Jogjakarta : Ar-ruzz Media.
https://studylibid.com/doc/3357601/bab-i-pendahuluan---digilib-uin-sunan-ampel-surabaya
(Diakses pada pukul 04.40 wib, Minggu, 03 Januari 2020.)
http://digilib.uinsby.ac.id/19036 (Diakses pada pukul 04.40 wib, Minggu, 03 Januari 2020.)
Nusantari, Abdurrahman, 2006, Umat Menggugat Gusdur” Menelusuri Jejak Penentangan
Syariat”. Aliansi Pencinta Syariat. Bekasi.
http://digilib.uinsby.ac.id/8785/6/bab%203.pdf (Diakses pada pukul 05.00 wib, Minggu, 03
Januari 2020.)
https://kepustakaanpresiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=3&presid
en=gusdur (Diakses pada pukul 15.50 WIB, Selasa 29 Desember 2020.)
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biography Of Abdurrahman Wahid
(Yogyakarta: Lkis, 2006), hlm. 25.
Iip D. Yahya. Gusdur – Berbeda itu asyik. Kanisius. Yogyakarta.2004. hal -
Abuddin nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), 339.
Diakses pada pukul 05.45 wib, Minggu, 03 Januari 2020,
http://digilib.uinsby.ac.id/17044/59/Bab%203.pdf
Yahya, Ali, 2007, Sama tapi Berbeda, Potret Keluarga Besar KH. Wahid hasyim, Jombang:
Pustaka Ikapete The Ahmadi Instiut.
Greg Barton, Biografi Gus Dur, hlm. 44.
Diakses pada pukul 06.50 wib, Minggu, 03 Januari 2020,
http://digilib.uinsby.ac.id/8785/6/bab%203.pdf
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur,….
http://eprints.walisongo.ac.id/7424/4/BAB%20III.pdf (Diakses pada pukul 14.04 wib, Minggu,
03 Januari 2020.)
http://digilib.uinsby.ac.id/835/6/Bab%203.pdf (Diakses pada puku 14.19 wib, Minggu, 03
Januari 2020.)
M.Hamid, Jejak Sang Guru Bangsa,....

Anda mungkin juga menyukai