Patofisiologi
Patofisiologi
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena telah melimpahkan
rahmatnya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah patofisiologi yang berjudul’’ upaya pencegahan penyakit infeksi ‘’.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah patofisiologi
dengan dosen pengampuh ;ns.faris sindring,s.kep tidak lupa kami sampaikan terimakasih
kepada dosen pengampuh mata kuliah patofisiologi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini dan teman’’ yang mendukung kelancaran tugas
kami
Akhirnya,kami sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
kami berharap semoga makalah ini bermanfaaat bagi kami khususnya dengan segala
kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sanagt kami harspkan dari prmbaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI…......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN…...................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah…....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah…..........................................................................…2
1.3 Tujuan Penulisan…...............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…........................................................................3
2.1 Pengertian Infeksi..................................................................................3
2.2 Sifat-sifat Penyakit Infeksi Dan Faktor Penyebab Penyakit Infeksi.....5
2.3 Jenis-jenis Penyakit Infeksi Dan Gejala Penyakit Infeksi.....................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan..........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pencegahan infeksi merupakan salah satu bagian terpenting dalam setiap
pembedahan dandimulai sebelum melakukan tindakan operasi (praoperasi). WHO
melaporkan prevalensi infeksinosokomial bervariasi antara 3% - 21%, dan infeksi
daerah operasi (IDO) mencakup 5% - 31%dari total angka infeksi nosokomial. Sekitar
44.000 – 98.000 orang dilaporkan meninggal duniadan menghabiskan biaya 17 – 29
juta dollar setiap tahunnya akibat infeksi paska pembedahan diAmerika. Terjadinya
kejadian infeksi post operasi atau IDO membuat para ahli
bedahmemperhatikan prosedur aseptik yang baik sebelum, selama dan sesudah
operasi (Koes, 2006).Berbagai standar cuci tangan pra operasi telah banyak
ditentukan, seperti larutan antiseptik yangdipilih untuk cuci tangan dan prosedur cuci
tangan yang benar Sampai saat ini belum ada datamengenai antiseptik yang paling
efektif untuk cuci tangan Infeksi nosokomial merupakan masalah yang
kompleks di rumah sakit dengan angkamorbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga
menimbulkan waktu perawatan yang lebih lamaserta biaya yang cukup besar.
Prevalensi infeksi nosokomial di negara maju bervariasi antara5% -15 % di bangsal
rawat biasa serta lebih dari 50% di ruang ICU,dan infeksi daerah operasi(IDO)
dilaporkan sebagai penyebab utama infeksi nosokomial dan mencakup 20%-25 %
daritotal angka infeksi nosokomial (WHO, 2011). Masih tingginya tingkat
kejadian infeksinosokomial, terutama di negara-negara berkembang,
disebabkan oleh beberapa faktorpredisposisi, salah satunya adalah antiseptik yang
digunakan. Antiseptik ini sendiri merupakansenyawa kimia yang digunakan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhanmikroorganisme pada jaringan
yang hidup. Tindakan pre operasi yang sangat penting dilakukanoleh petugas
kesehatan untuk mencegah infeksi ini salah satunya adalah cuci tangan pre
operasimenggunakan antiseptik baik. Setiap prosedur pembedahan sekecil apapun
dapat menimbulkanrisiko infeksi. Pencegahan infeksi merupakan salah satu
bagian terpenting dalam setiappembedahan dan dimulai sebelum melakukan
tindakan operasi(preoperatif). Pengujian efektivitas antiseptik praoperasi akan
berkontribusi padaberkembangnya pemahaman tentang bagaimana mengurangi
risiko infeksi selama dan setelahoperasi. Penelitian mengenai efek Chlorhexidine dan
Povidone Iodine sebagai antiseptik telah banyak dilakukan. Soeherwin dkk (2000)
melakukan penelitian mengenai efek ChlorhexidineGluconate 0,2% sebagai obat
kumur terhadap bakteri sebelum operasi molar 3, menyimpulkanberkumur dengan
Chlorhexidine Gluconate 0,2% efektif mengurangi bakteremia pada operasimolar 3.
Darouche Rabih O et al (2010) melakukan penelitian dengan membandingkan
efekantiseptik antara Chlorhexidine dengan Povidone Iodine pada preoperatif,
menyimpulkan bahwaChlorhexidine lebih efektif dibanding Povidone Iodine
pada pemakaian prepoeratif untukmencegah infeksi postoperatif. Penelitian
Purnomo (2009) menunjukkan terdapat perbedaanefektifitas kombinasi
antiseptik kedua perlakuan sama efektif dalam menurunkan jumlah kumanpada kulit
medan operasi pada swab II antara kombinasi antiseptik Chlorhexidine
GluconateCetrimide – Povidone Iodine 10% (CP2) ataupun kombinasi antiseptik
Chlorhexidine GluconateCetrimide – Alkohol 70% - Povidone Iodine 10%
(CAP2) dengan p <0,001. Kombinasiantiseptik Chlorhexidine Gluconate
Cetrimide – Povidone Iodine 10% (CP3) ataupun kombinasiantiseptik Chlorhexidine
Gluconate Cetrimide – Alkohol 70% - Povidone Iodine 10% (CAP3) 1jam setelah
operasi berlangsung lebih efektif kombinasi antiseptik Chlorhexidine
GluconateGetrimide – Povidone Iodine 10% (CP) dalam menurunkan jumlah kuman
pada kulit medanoperasi fraktur tertutup simple elektif.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konsep pencegahan penularan infeksi tindak
pencegahan dan pengendalian infeksi silang, dan memberikan referensi bagi
mahasiswa STIKESKesehatan Baru serta pembaca lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1PENGERTIAN INFEKSI
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat
sangat
dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan berkembang
biak
pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari reservoir lainnya yang baru dengan cara
menyebar atau berpindah. Penyebaran mikroba patogen ini tentunya sangat
merugikan bagi
orang-orang yang dalam kondisi sehat, lebih-lebih bagi orang-orang yang sedang dalam
keadaan
sakit. Orang yang sehat akan menjadi sakit dan orang yang sedang sakit serta sedang dalam
proses asuhan keperawatan di rumah sakit akan memperoleh “tambahan beban penderita”
dari
penyebaran mikroba patogen ini.Infeksi nosokomial merupakan masalah yang
kompleks d
BAB II
PEMBAHASAN
1. Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat
sangatdinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan
berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari reservoir lainnya
yang baru dengan caramenyebar atau berpindah. Penyebaran mikroba patogen ini
tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, lebih-lebih bagi
orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit. Orang yang sehat akan menjadi sakit dan
orang yang sedang sakit serta sedang dalamproses asuhan keperawatan di rumah sakit
akan memperoleh “tambahan beban penderita” daripenyebaran mikroba patogen
ini.Infeksi nosokomial merupakan masalah yang kompleks dirumah sakit dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga menimbulkan waktuperawatan
yang lebih lama serta biaya yang cukup besar. Secara garis besar, mekanisme transmisi
mikroba patogen ke pejamu yang rentan(suspectable host) dapat terjadi melalui dua
cara yaitu:
A. banyak dilakukan. Soeherwin dkk (2000) melakukan penelitian mengenai efek
Chlorhexidine
B. Gluconate 0,2% sebagai obat kumur terhadap bakteri sebelum operasi molar 3,
menyimpulkan
C. berkumur dengan Chlorhexidine Gluconate 0,2% efektif mengurangi bakteremia pada
operasi
D. molar 3. Darouche Rabih O et al (2010) melakukan penelitian dengan membandingkan
efek
E. antiseptik antara Chlorhexidine dengan Povidone Iodine pada preoperatif, menyimpulkan
bahwa
F. Chlorhexidine lebih efektif dibanding Povidone Iodine pada pemakaian
prepoeratif untuk
G. mencegah infeksi postoperatif. Penelitian Purnomo (2009) menunjukkan terdapat
perbedaan
H. efektifitas kombinasi antiseptik kedua perlakuan sama efektif dalam menurunkan jumlah
kuman
I. pada kulit medan operasi pada swab II antara kombinasi antiseptik Chlorhexidine
Gluconate
J. Cetrimide – Povidone Iodine 10% (CP2) ataupun kombinasi antiseptik Chlorhexidine
Gluconate
K. Cetrimide – Alkohol 70% - Povidone Iodine 10% (CAP2) dengan p <0,001.
Kombinasi
L. antiseptik Chlorhexidine Gluconate Cetrimide – Povidone Iodine 10% (CP3) ataupun
kombinasi
M. antiseptik Chlorhexidine Gluconate Cetrimide – Alkohol 70% - Povidone Iodine 10%
(CAP3) 1
N. jam setelah operasi berlangsung lebih efektif kombinasi antiseptik Chlorhexidine
Gluconate
O. Getrimide – Povidone Iodine 10% (CP) dalam menurunkan jumlah kuman pada kulit
medan
P. operasi fraktur tertutup simple elektif.
Q. B. RUMUSAN MASALAH
R. 1. Apa penyebab infeksi nasokomial?
S. 2. Bagaimana mencegah penularan infeksi?
T. 3. Apa saja tanda dan gejala dari infeksi?
U. C. TUJUAN
V. Untuk mengetahui dan memahami konsep pencegahan penularan infeksi tindak
W. pencegahan dan pengendalian infeksi silang, dan memberikan referensi bagi mahasiswa
STIKES
X. Kesehatan Baru serta 2
a) Transmisi langsung (direct transmission) Penularan langsung oleh mikroba patogen ke
pintu masuk (port d’entrée) yang sesuai daripejamu. Sebagai contoh adalah adanya
sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saatbersin, batuk, berbicara,
atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikrobapatogen.
b) Transmisi tidak langsung (indirect transmission) Penularan mikroba pathogen melalui
cara ini memerlukan adanya “media perantara” baikberupa barang bahan, udara, air,
makanan minuman, maupun vektor.
1) Vehicle-borne
Dalam kategori ini, yang menjadi media perantara penularan adalah barang bahan
yangterkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah
kebidanan, peralatanlaboratorium, peralatan infus transfusi.
2) Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang
memindahkanmikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut.Cara
mekanisPada kaki serangga yang menjadi vektor melekat kotoran sputum yang
mengandung mikrobapatogen, lalu hinggap pada makanan minuman, dimana
selanjutnya akan masuk ke salurancerna pejamu.Cara biologisSebelum masuk ke
tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalamtubuh vektor
serangga, selanjutnya mikroba berpindah tempat ke tubuh pejamu melalui gigitan.
3) Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup
efektif untukmenjadi saran penyebaran mikroba patogen ke pejamu, yaitu
melalui pintu masuk (port d’entrée)saluran cerna
4) Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
terutama untukkebutuhan rumah sakit, adalah suatu hal yang mutlak. Kualitas air
yang meliputi aspek fisik,kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan telah bebas dari
mikroba patogen sehingga aman untukdikonsumsi manusia. Jika tidak,
sebagai salah satu media perantara, air sangat mudahmenyebarkan
mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran
cernamaupun pintu masuk lainnya.
5) Air-borne
Udara bersifat mutlak diperlukan bagi setiap orang, namun sayangnya udara yang
telahterkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dapat dideteksi.
Mikroba patogen dalamudara masuk ke saluran napas pejamu dalam
bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan olehpenderita (reservoir) saat batuk
atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung.Sedangkan dust
merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai / tanah. Penularan
melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup
seperti di dalamgedung, ruangan / bangsal / kamar perawatan, atau
pada laboratorium klinik. Mekanisme transmisi mikroba patogen atau
penularan penyakit infeksi pada manusia sangat jelas tergambardalam uraian di
atas, dari reservoir ke pejamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat
perjalananpenyakit, pejamu yang peka (suspectable host) akan berinteraksi dengan
mikroba patogen, yangsecara alamiah akan melewati 4 tahap.
Tahap RentanPada tahap ini pejamu masih berada dalam kondisi yang relatif
sehat,namun kondisi tersebut cenderung peka atau labil, disertai
factor predisposis yang mempermudah terkena penyakit seperti umur,
keadaanfisik, perilaku kebiasaan hidup, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Faktor–
faktor predisposisi tersebut akan mempercepat masuknya agen penyebab
penyakit (mikroba patogen) untuk dapat berinteraksi dengan pejamu.
Tahap InkubasiSetelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen akan mulai
beraksi, namun tanda dangejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat
mulai masuknya mikroba patogen ke tubuhpejamu hingga saat
munculnya tanda dan gejala penyakit dikenal sebagai masa inkubasi.
Masainkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya; ada yang hanya
beberapa jam, dan adapula yang sampai bertahun-tahun.
Tahap Klinis Merupakan tahap terganggunya fungsi-fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dangejala (signs and symptomps) dari suatu
penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akanberjalan secara
bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderitamasih mampu melakukan aktivitas sehari–hari dan masih dapat
diatasi dengan berobat jalan.Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi
dengan berobat jalan, karena penyakit bertambahparah baik secara objektif
maupun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagimelakukan
aktivitas sehari–hari dan jika berobat, umumnya harus melakukan perawatan.
Tahap Akhir Penyakit Perjalanan semua jenis penyakit pada suatu saat akan
berakhirpula.
Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif.
1) Sembuh sempurnaPenderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi
sel / jaringan / organ tubuhkembali seperti semula saat sebelum sakit.
2) Sembuh dengan cacatPenderita sembuh dari penyakitnya namun disertai
adanya kecacatan. Cacat dapatberbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun
cacat sosial.
3) Pembawa (carrier)Perjalanan penyakit seolah–olah berhenti, ditandai
dengan menghilangnya tanda dangejala penyakit. Pada tahap ini agen
penyebab penyakit masih ada dan masih memiliki potensiuntuk menjadi suatu
sumber penularan.
4) KronisPerjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang
tetap atau tidakberubah (stagnan).
5) Meninggal duniaAkhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan
fungsi fungsi organ yangmenyebabkan kematian.
4. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan
secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya,baik yang telah didiagnosis, diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di
diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien di
diagnosis.Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD,
pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting
sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan
Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi. Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, alat pelindung
diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan lingkungan,
pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas,
penempatan pasien,hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik
menyuntik yang aman dan praktik lumbalpungsi yang aman. Kesebelas
kewaspadaan standar tersebut yang harus diterapkan disemua fasilitas pelayanan
kesehatan, sebagai berikut:
1. Kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bilatangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-basedhandrubs) bila tangan tidak tampak
kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa
kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan
sabunbiasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuhsekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarungtangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih,walaupun pada pasien yang sama.Indikasi kebersihan tangan:Sebelum
kontak pasien Sebelum tindakan aseptic Setelah kontak darah dan cairan tubuh
Setelah kontak pasien Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien Kriteria
memilih antiseptic Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (grampositif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus
dan tuberkulosis,fungi serta endospore).
2. Masker
Terdapat tiga jenis masker yaitu :
a) Masker bedah ,untuk Tindakan bedah atau mecegah menularan droplet.
b) Masker respiratorik ,untuk mencegah penularan melalui airborne.
c) Masker rumzh tangga digunakan di bagaian gizi atau dapur .
Cara memakai masker ;
a) Memegang pada bagian tali (kaitakan pada teliga jika menggunkan kaitan
tali karet atau simpulkan tali dibelakang kepala jkika menggunakan tali
lepas).
b) Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
c) Tekan klip tipis fleksibel (jika ada), sesuai lekuk tulang hidung dengan
keuda ujung jari tengah atau tulunjuk.
d) Membetulkan agar masker melekat dengan erat pada wajah dan di bawah
dagu dengan baik.
e) Periksa ulang untuk memasikan bahwa masker telah melakat dengan
benar.
Pemakaian respirator partikulat untuk pelayanan Kesehatan N95 atau
FFP2 (health care particular respirator), merupakan masker khusus dengan
efesiensi tinggi untuk melindungi seseorng dari partikel berukuran <5 mikron
yang dibawah melalui udara perlindung ini terdiri dari beberapa lapisan
penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada kebocoran.
Maskwr ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Sebelum
memakai masker ini, petugas Kesehatan perlu melakukan fit teste:
a) Ukuran respirator perlu disesuaikan dengan ukuran wajah.
b) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya
cacat atau lapisan yang tidak utuh
c) Memestikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik disemua
titik sambungan.
d) Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan bentuk
hidung petugas. Beberapa keadaan demikian, yaitu:
4. Sepatu pelindung
Sepatu pelindung ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa
benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas,
bahan kimia berbahaya ataupun permukaan licin.
5. Topi pelindung
Melindungi kepala dari pukulan, benturan, atau kejatuhan benda tajam dan berat
yang melayang atau jatuh dari udara. Helm ini juga dapat melindungi kepala dari
radiasi panas, api, percikan bahan kimia ataupun suhu yang ekstrim.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi adalah penyakit yang disebakan oleh mikroba pathogen dan bersifat sangat
dinamis,mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan
berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan ammpu mencari reservoir lainya
yang baru dengan cara menyebar atau berpindah.
Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien yang beresiko
infeksi.pencegahan infeksi nasokonial dapat di artikan sebagi suatu usaha yang di
laukuam untuk mencegah terjadinya penularan infeksi mikroorganisme dari lingkungan
sekitar ,cara mencegahnya yaitu mencuci tangan, penggunaan alat pelindng
diri,penggunaan anti septic serta dekontanminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hastomo, 2009. Infeksi Nosokomial, [Diunduh 11 April 2011]. Tersedia dari:
http://www.scribd.com/doc/21378345/INFEKSI.NOSOKOMIALrumah-sakit
Hermiyanty, 2016. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih di Bagian Rawat Inap RSU
Mokopido Tolitoli Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Tadulako, 2(2), pp. 53-59. Tersedia pada
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index,php/HealthyTadulako/article/download/8 332/6613.
Diakses pada tanggal 19 April 2020.