Anda di halaman 1dari 41

BUPATI TANGERANG

PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG


NOMOR 7 TAHUN 2020

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG,

Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Tangerang memiliki kondisi


geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang
memungkinkan terjadinya bencana, baik disebabkan
oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor
manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu
dapat menghambat pembangunan daerah;

b. bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 24


Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Daerah
merupakan tanggungjawab dan wewenang Pemerintah
Daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu,
menyeluruh, terkoordinasi yang melibatkan semua
potensi yang ada di daerah, sehingga dipandang perlu
diatur dengan peraturan daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun
1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

3.Undang-Undang…
-2-

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang


Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4210);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4828);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4829);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang
Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing
Non Pemerintahan Dalam Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4830);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 310);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana
dalam Penanggulangan Bencana;
12. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 03 Tahun 2018 tentang Penanganan Pengungsi
Pada Keadaan Darurat Bencana (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 827);
Dengan…
-3-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN TANGERANG
dan
BUPATI TANGERANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG


PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Tangerang.
5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintah yang menjadi
kewenangan daerah.
6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tangerang.
7. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disingkat Kepala BPBD adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tangerang.
8. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang
selanjutnya disingkat BNPB adalah Lembaga Pemerintah
Non departemen setingkat menteri.
9. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah langsor.
10. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat dan teror.
11. Penyelenggaraan.....
-4-

11. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah


serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
12. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna.
13. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang.
14. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
15. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
16. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
17. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
18. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana.
19. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
20. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan
hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya Rehabilitasi.
21.Pencegahan…
-5-

21. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
22. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat.
23. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang
terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya
untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat
dampak buruk bencana.
24. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang
yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
25. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok
orang, dan/atau badan hukum.
26. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat
berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang
bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
27. Lembaga internasional adalah organisasi yang berada
dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi
internasional lainnya dan lembaga asing nonpemerintah
dari negara lain di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
28. Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang
dan/atau badan hukum.
29. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh Masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
30. Daerah Rawan Bencana adalah daerah yang memiliki
kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
31. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana.
32.Pengelolaan…
-6-

32. Pengelolaan bantuan bencana adalah kegiatan


penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian bantuan
yang disediakan dan digunakan pada pra bencana, saat
tanggap darurat,dan pasca bencana.
33. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan
yang ditetapkan oleh Bupati untuk jangka waktu
tertentu atas dasar rekomendasi dari BPBD untuk
menanggulangi bencana.
34. Dana kontinjensi bencana adalah dana yang
dicadangkan untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana tertentu.
35. Dana siap pakai adalah dana yang selalu tersedia dan
dicadangkan oleh Pemerintah untuk digunakan pada
saat Tanggap darurat bencana sampai dengan batas
waktu Tanggap darurat berakhir.
36. Dana bantuan sosial berpola hibah adalah dana yang
disediakan Pemerintah kepada pemerintah daerah
sebagai bantuan penanganan pascabencana.
37. Bantuan darurat bencana adalah bantuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar pada saat Tanggap darurat
38. Dana penanggulangan bencana adalah dana yang
digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap
pra bencana, saat Tanggap darurat,dan pasca bencana.
39. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan
undang-undang.
40. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 2

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana bertujuan untuk:


a. memberikan perlindungan kepada Masyarakat dari
potensi dan Ancaman bencana;
b. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
c. mengurangi resiko dan meningkatkan kapasitas
Masyarakat dalam menghadapi bencana;
d. menjaga kelestarian cagar budaya, kearifan lokal, dan
seluruh lingkungan alam berikut keanekaragaman
hayatinya; dan
e. menciptakan perdamaian dalam kehidupan
bermasyarakat serta mencegah timbulnya bencana-
bencana sosial, bencana non-alam, dan Bencana alam.

BAB II…
-7-

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:


a. tanggung jawab dan wewenang Pemerintah Daerah;
b. fungsi dan tugas BPBD;
c. hak dan kewajiban Masyarakat;
d. peran Masyarakat, peran Lembaga usaha dan Lembaga
internasional;
e. penyelenggaraan penanggulangan bencana;
f. data dan informasi kebencanaan;
g. pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana;
h. kerjasama; dan
i. pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.

BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN
WEWENANG PEMERINTAH DAERAH

Pasal 4

Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam


Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Daerah.

Pasal 5

Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan


penanggulangan bencana meliputi:
a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi
yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan
minimum;
b. pelindungan masyarakat dari ancaman dan dampak
bencana;
c. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan
risiko bencana dengan program pembangunan;
d. pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam
anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai;
e. pemulihan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi,
budaya dan lingkungan serta keamanan dan ketertiban
masyarakat; dan
f. pemulihan infrastruktur/fasilitas umum/sosial yang
rusak akibat bencana.

Pasal 6

(1) Wewenang Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan


penanggulangan bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana di
daerah selaras dengan kebijakan pembangunan
daerah;
b.penetapan…
-8-

b. penetapan status dan tingkatan bencana di daerah;


c. pembuatan perencanaan pembangunan yang
memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
d. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam
penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau
kabupaten/kota lain;
e. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi
sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada
wilayahnya;
f. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan
pengurasan sumber daya alam yang melebihi
kemampuan alam didaerah;
g. penertiban pengumpulan dan penyaluran uang atau
barang pada wilayahnya.
h. merumuskan kebijakan pengelolaan bantuan yang
menjamin adanya perlindungan terhadap nilai
budaya, kearifan lokal dan kemandirian masyarakat.

BAB IV
FUNGSI DAN TUGAS BPBD

Pasal 7

BPBD mempunyai fungsi:


a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan Pengungsi secara cepat dan
tepat, efektif dan efisien;
b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Pasal 8

BPBD mempunyai tugas:


a. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan
kebijakan Pemerintah Daerah dan BNPB terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup Pencegahan
bencana, penanganan darurat, Rehabilitasi, serta
Rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan rencana penanggulangan bencana untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun;
c. melakukan penguatan kapasitas terhadap forum
pengurangan resiko bencana;
d. menetapkan standardisasi serta kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan;
e. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta
rawan bencana;
f. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan
bencana;
g. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di Daerah;

h.melaporkan…
-9-

h. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana


kepada Bupati setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
i. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan
barang;
j. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari APBD;
k. memberikan informasi dan pengetahuan tentang
ancaman dan risiko bencana di Daerah;
l. memberikan pendidikan, pelatihan dan peningkatan
keterampilan dalam sistem penanggulangan bencana;
m. memberikan perlindungan sosial dan rasa aman,
khususnya bagi kelompok rentan bencana dalam sistem
penanggulangan bencana Daerah; dan/atau
n. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 9

(1) Setiap orang berhak:


a. mendapatkan pelindungan sosial dan rasa aman,
khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan
tentang kebijakan penanggulangan bencana;
d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian,
dan pemeliharaan program penyediaan bantuan
pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang
berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan
f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme
yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan
bencana.

(2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan


bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

(3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian


karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan
konstruksi.

Bagian…
-10-

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 10

Setiap orang berkewajiban:


a. menjaga kehidupan sosial Masyarakat yang harmonis,
memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
c. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang
penanggulangan bencana.

BAB VI
PERAN MASYARAKAT, PERAN LEMBAGA USAHA DAN
LEMBAGA INTERNASIONAL

Bagian Kesatu
Peran Masyarakat

Pasal 11

(1) Peran Masyarakat dapat dilakukan oleh:


a. perseorangan; dan
b. kelompok/organisasi.

(2) Setiap Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
Penyelenggaraan penanggulangan bencana.

(3) Setiap Masyarakat dapat berperan aktif untuk


mendukung keberhasilan Penyelenggaraan
penanggulangan Bencana di Daerah.

Bagian Kedua
Peran Lembaga Usaha

Pasal 12

Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam


Penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara
tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.

Pasal 13

(1) Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan


kebijakan Penyelenggaraan penanggulangan bencana.

(2) Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan


kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas
melakukan penanggulangan bencana serta
menginformasikannya kepada publik secara transparan.

(3) Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip


kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya
dalam penanggulangan bencana.
Bagian…
-11-

Bagian Ketiga
Peran Lembaga Internasional

Pasal 14

(1) Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah


dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan
bencana dan mendapat jaminan pelindungan dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap para
pekerjanya.

(2) Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah


dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan
secara sendiri-sendiri, bersama-sama, dan/atau bersama
dengan mitra kerja dari Indonesia dengan
memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan
agama Masyarakat setempat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan


penanggulangan bencana oleh Lembaga internasional
dan lembaga asing nonpemerintah berpedoman pada
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB VII
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 15

Jenis bencana yang terjadi di Daerah,meliputi:


a. Bencana alam;
b. Bencana non alam; dan/atau
c. Bencana sosial.

Pasal 16

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan


berdasarkan 4 (empat) aspek meliputi:
a. sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat;
b. kelestarian lingkungan hidup;
c. kemanfaatan dan efektivitas; dan
d. lingkup luas wilayah.

Pasal 17

Dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana terlebih


dahulu dilakukan penetapan dan penentuan keadaan
kebencanaan yang terdiri atas:
a. penetapan Daerah Rawan Bencana;
b. penentuan status potensi bencana; dan/atau
c. penentuan status bencana.

Pasal 18…
-12-

Pasal 18

(1) Dalam Penyelenggaraan penanggulangan bencana,


Pemerintah Daerah dapat:
a. menetapkan Daerah Rawan Bencana menjadi daerah
terlarang untuk permukiman; dan/atau
b. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh
hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
c. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh
hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda
sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan
mengedepankan aspek keselamatan dan kemanusian.

(2) Penetapan Daerah Rawan Bencana sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditetapkan oleh
Bupati.

(3) Penetapan Daerah Rawan Bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan sesuai
dengan ketentuan zonasi daerah.

(4) Setiap orang yang hak kepemilikannya dicabut atau


dikurangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berhak mendapat ganti rugi yang layak atas dasar
musyawarah mupakat dengan memperhatikan
kepentingan umum dan kemanusiaan.

(5) Dalam hal pemberian ganti rugi sebagaimaan dimaksud


pada ayat (4) dalam bentuk relokasi pemukiman,
penentuan tempat tujuan relokasi harus sesuai dengan
kesepakatan para pihak dengan memperhatikan
kemampuan keuangan Daerah.

(6) Relokasi permukiman sebagaimana dimaksud pada


ayat (5) harus memperhatikan kondisi sosial Masyarakat
sekitar daerah tujuan relokasi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Daerah


Rawan Bencana diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 19

(1) Penentuan status potensi bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 huruf b ditetapkan oleh
Bupati.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih


dahulu berasal dari laporan kondisi bencana dari Badan.

Pasal 20

(1) Penetapan status potensi bencana sebagaimana


dimaksud pada Pasal 17 huruf c didasarkan atas
penilaian suatu keadaan bencana pada suatu wilayah
untuk menentukan kebijakan dan strategi
penanggulangan bencana serta penanggung jawab pada
tingkat Daerah.
(2)Status…
-13-

(2) Status potensi bencana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) didasarkan pada pemantauan yang akurat oleh
pihak yang berwenang.

(3) Status potensi bencana sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dibedakan menjadi:
a. awas;
b. siaga; dan
c. waspada.

Pasal 21

(1) Penentuan status bencana di Daerah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 huruf c ditetapkan oleh
Bupati.

(2) Dalam menentukan status bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu Kepala Badan
memberikan laporan mengenai kondisi bencana kepada
Bupati.

Pasal 22

Dalam hal Bupati menetapkan status bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) paling sedikit memuat
indikator yang meliputi:
a. jumlah korban;
b. kerugian harta benda;
c. kerusakan sarana dan prasarana;
d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan; dan
f. dampak pada tata pemerintahan.

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penentuan


status bencana daerah diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Tahapan

Pasal 24

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri


atas 3 (tiga) tahap meliputi:
a. pra bencana;
b. saat Tanggap darurat; dan
c. pasca bencana.

Paragraf 1…
-14-

Paragraf 1
Prabencana

Pasal 25

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan


prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a
meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Pasal 26

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi


tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf a meliputi:
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan Risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis Risiko bencana;
f. penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Pasal 27

(1) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 26 huruf a ditetapkan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.

(2) Penyusunan perencanaan penanggulangan bencana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Daerah
dikoordinasikan oleh BPBD.

(3) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyusunan
data tentang Risiko bencana pada suatu wilayah dalam
waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi yang berisi
program kegiatan penanggulangan bencana.

(4) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengenalan dan pengkajian Ancaman bencana;
b. pemahaman tentang kerentanan Masyarakat;
c. analisis kemungkinan dampak bencana;
d. pilihan tindakan pengurangan Risiko bencana;
e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan
dampak bencana; dan
f. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang
tersedia.

(5) Pemerintah Daerah dalam waktu tertentu meninjau


dokumen perencanaan penanggulangan bencana secara
berkala.
(6)Dalam…
-15-

(6) Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan


penanggulangan bencana Pemerintah Daerah dapat
mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk
melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana.

Pasal 28

(1) Pengurangan Risiko bencana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 huruf b dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk yang mungkin timbul, terutama
dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. pengenalan sistem Peringatan dini;
b. pengenalan dan pemantauan Risiko bencana;
c. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
d. pengembangan budaya sadar bencana;
e. peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana; dan
f. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana.

Pasal 29

(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


huruf c, dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan resiko bencana dengan cara mengurangi
ancaman dan kerentanan pihak yang terancam pidana.

(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi:
a. identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap
sumber bahaya atau Ancaman bencana;
b. kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber
daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur
berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;
c. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-
tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber
ancaman atau bahaya bencana;
d. pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup; dan
e. penguatan ketahanan sosial Masyarakat.

Pasal 30

Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan


pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf d dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur
rencana penanggulangan bencana ke dalam rencana
pembangunan pusat dan daerah.

Pasal 31…
-16-

Pasal 31

(1) Rencana penanggulangan bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) ditinjau secara
berkala.

(2) Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko


tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan
analisis Risiko bencana sebagai bagian dari usaha
penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 32

Persyaratan analisis Risiko bencana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 huruf e disusun dan ditetapkan oleh BNPB.

Pasal 33

(1) Penegakan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 huruf f dilakukan untuk mengurangi
Risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan
tentang tata ruang, standar keselamatan, dan penerapan
sanksi terhadap pelanggar.

(2) Penegakan tata ruang sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sesuai
rencana tata ruang wilayah.

(3) Dalam pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang


wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat
peta Rawan bencana untuk di informasikan kepada
Masyarakat di Daerah Rawan Bencana.

(4) Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan


dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan
pemenuhan standar keselamatan.

Pasal 34

(1) Pendidikan, pelatihan, dan persyaratan standar teknis


penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 huruf g dan huruf h, diselenggarakan untuk
meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan
Kesiapsiagaan Masyarakat dalam menghadapi bencana.

(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
dan Masyarakat, baik perorangan maupun kelompok,
lembaga kemasyarakatan dan pihak lainnya, dalam
bentuk pendidikan formal, non formal dan informal
berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi, dan
gladi.

Pasal 35…
-17-

Pasal 35

(1) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf h,
merupakan standar yang harus dipenuhi dalam
penanggulangan bencana.

(2) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh BNPB.

Pasal 36

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi


terdapat potensi terjadinya bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 huruf b meliputi:
a. Kesiapsiagaan;
b. Peringatan dini; dan
c, Miitigasi bencana

Pasal 37

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan Kesiapsiagaan


penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
Pasal 36 huruf a untuk memastikan terlaksananya
tindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi
bencana.

(2) Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dalam bentuk:
a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan
kedaruratan bencana;
b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini;
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar;
d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi
tentang mekanisme tanggap darurat;
e. penyiapan lokasi evakuasi;
f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran
prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan
g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan
peralatanuntuk pemenuhan pemulihan prasarana dan
sarana.

(3) Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)


merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan
dilaksanakan bersama Masyarakat serta Lembaga
usaha.

Pasal 38

(1) Pemerintah Daerah menyiapkan sarana dan prasarana


umum dan khusus dalam penanggulangan bencana di
Daerah dalam upaya mencegah, mengatasi dan
menanggulangi terjadinya bencana, sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

(2)Sarana…
-18-

(2) Sarana dan prasarana umum meliputi:


a. peralatan sistem Peringatan dini sesuai kondisi dan
kemampuan Daerah;
b. posko bencana beserta peralatan pendukung seperti peta
lokasi bencana, alat komunikasi, tenda darurat, alat
penerangan, kantong mayat dan lain-lain;
c. kendaraan operasional sesuai dengan kondisi Daerah;
d. peta Rawan bencana;
e. rute dan lokasi evakuasi Pengungsi;
f. prosedur tetap penanggulangan bencana;
g. dapur umum berikut kelengkapan logistik;
h. pos kesehatan dengan tenaga medis dan obat-obatan;
i. tenda-tenda darurat untuk penampungan dan evakuasi
pengungsi, penyiapan velbed serta penyiapan tandu dan
alat perlengkapan lainnya;
j. sarana air bersih dan sarana sanitasi ditempat evakuasi
Pengungsi, dengan memisahkan sarana sanitasi untuk
laki-laki dan perempuan;
k. peralatan pendataan bagi korban jiwa akibat bencana;
dan
l. lokasi sementara Pengungsi.

(3) sarana dan prasarana khusus meliputi:


a. media center sebagai pusat informasi yang mudah diakses
dan dijangkau oleh Masyarakat;
b. juru bicara resmi /penghubung yang bertugas
menginformasikan kejadian bencana kepada instansi
yang memerlukan di pusat maupun di Daerah, media
massa dan Masyarakat;
c. rumah sakit lapangan beserta dukungan alat kelengkapan
kesehatan;
d. traumacenter/pusat Pemulihan trauma oleh pemerintah
daerah ataupun lembaga Masyarakat peduli bencana
yang berfungsi untuk memulihkan kondisi psikologis
Masyarakat Korban bencana;
e. alat transportasi dalam penanggulangan bencana; dan
f. lokasi kuburan massal bagi korban yang meninggal apabila
jumlah korban meninggal dalam jumlah yang banyak.

(4) BPBD bertanggung jawab untuk mengoperasionalkan


penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
bencana di Daerah sesuai kewenangannya.

Pasal 39

(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana penanggulangan


kedaruratan bencana, sebagai acuan dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana pada keadaan darurat, yang
pelaksanaannya dilakukan secara terkoordinasi oleh
BPBD.

(2) Rencana penanggulangan kedaruratan bencana dapat


dilengkapi dengan penyusunan rencana kontinjensi.

Pasal 40…
-19-

Pasal 40

(1) alam pelaksanaan Kesiapsiagaan untuk penyediaan,


penyimpanan serta penyaluran logistik dan peralatan
kelokasi bencana, disusun sistem manajemen logistic
dan peralatan oleh BPBD, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) pembangunan sistem manajemen logistik dan peralatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk
mengoptimalkan logistik dan peralatan yang ada pada
masing-masing instansi/lembaga dalam jejaring kerja
BPBD.

(3) Fungsi penyelenggaraan manajemen logistik dan


peralatan adalah:
a. sebagai penyelenggara manajemen logistik dan peralatan
yang memiliki tanggung jawab, tugas dan wewenang di
Daerah;
b.sebagai titik kontak utama bagi operasional
penanggulangan bencana di wilayah bencana yang
meliputi dua atau lebih kabupaten/kabupaten yang
berbatasan;
c. mengoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusian
bantuan logistik dan peralatan di wilayah bencana;
d. sebagai pusat informasi, verifikasi dan evaluasi situasi di
wilayah bencana;
e. memelihara hubungan dan mengoordinasikan semua
lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana
dan melaporkannya secara periodik kepada Kepala BNPB;
f. membantu dan memandu operasi di wilayah bencana pada
setiap tahapan manajemen logistik dan peralatan; dan
g. menjalankan pedoman sistem manajemen logistik dan
peralatan penanggulangan bencana secara konsisten.

Pasal 41

(1) Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


huruf b merupakan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risiko terkena bencana serta
mempersiapkan tindakan Tanggap darurat.

(2) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilakukan dengan cara :

a. pengamatan gejala bencana;b.


b. penganalisaan data hasil pengamatan;c
c. pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisa;
d. penyebarluasan hasil keputusan; dan
e. pengambilan tindakan oleh Masyarakat.

(3)Pengamatan…
-20-

(3)Pengamatan gejala bencana dilakukan oleh


instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis
Ancaman bencana, untuk memperoleh data mengenai
gejala bencana yang kemungkinan akan terjadi, dengan
memperhatikan kearifan lokal.

(4) Instansi/lembaga yang berwenang menyampaikan hasil


analisis kepada BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkat
bencana, sebagai dasar dalam mengambil keputusan
dan menentukan tindakan Peringatan dini.

(5) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Daerah, lembaga
penyiaran swasta, dan media massa di Daerah dalam
rangka mengerahkan sumber daya.

(6) BPBD mengoordinasikan tindakan yang diambil oleh


Masyarakat untuk menyelamatkan dan melindungi
Masyarakat.

Pasal 42

(1)Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud Pasal 36


huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak
yang diakibatkan oleh bencana terhadap Masyarakat
yang berada di kawasan Rawan bencana.

(2) Kegiatan Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), dilakukan melalui:
a. Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang wilayah
yang berdasarkan pada analisis Risiko bencana;
b. Pengaturan pembangunan, penyediaan infrastruktur dan
tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan,
baik secara konvensional maupun modern.

Paragraf 2
Saat Tanggap Darurat

Pasal 43

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat


Tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf b meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan dan sumber daya;
b. penentuan Status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi Masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Pasal 44…
-21-

Pasal 44

Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,


kerusakan dan sumber daya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.

Pasal 45

(1) Dalam hal Status keadaan darurat bencana ditetapkan,


BPBD mempunyai kemudahan akses yang meliputi:
a. pengerahan sumber daya manusia;
b. pengerahan peralatan;
c. pengerahan logistik;
d. imigrasi, cukai, dan karantina;
e. perizinan;
f. pengadaan barang/jasa;
g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau
barang;
h. penyelamatan; dan
i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan akses


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati.

Pasal 46

(1) Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh


Pemerintah Daerah sesuai dengan skala bencana.

(2) Penetapan status darurat bencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) di tetapkan dengan Keputusan
Bupati.

Pasal 47

Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c dilakukan
dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul
akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui
upaya:
a. pencarian dan penyelamatan korban;
b. pertolongan darurat; dan/atau
c. evakuasi korban.

Pasal 48

Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 43 huruf d meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;

c.pelayanan …
-22-

c. pelayanan kesehatan;
d. pelayanan psikososial; dan
e. penampungan dan tempat hunian.

Pasal 49

Penanganan Masyarakat dan Pengungsi yang terkena


bencana dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan,
penempatan pada lokasi yang aman, dan pemenuhan
kebutuhan dasar.

Pasal 50

(1) Pelindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 43 huruf e dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial.

(2) Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


terdiri atas:
a. bayi, balita, dan anak-anak;
b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
c. penyandang cacat; dan
d. orang lanjut usia.

Pasal 51

(1) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f
dilakukan dengan memperbaiki dan/atau mengganti
kerusakan akibat bencana.

(2) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk
menjamin berfungsinya sarana dan prasarana vital
dengan secepatnya, agar aktivitas kehidupan Masyarakat
tetap berlangsung.

Paragraf 3
Pasca Bencana

Pasal 52

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap


pascabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf c meliputi:
a. Rehabilitasi; dan
b. Rekonstruksi.

Pasal 53…
-23-

Pasal 53

(1) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


huruf a dilakukan melalui kegiatan:
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah Masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial ekonomi budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rehabilitasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati.

Pasal 54

(1) Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang
lebih baik, meliputi:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial Masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
Masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan Organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha, dan Masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
h. peningkatan pelayanan utama dalam Masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rekonstruksi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB VIII
DATA DAN INFORMASI KEBENCANAAN

Pasal 55

(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan


pengelolaan data dan informasi bencana.

(2) Pengelolaan data dan informasi bencana kegiatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian,
diseminasi serta pelaporan data dan informasi bencana.

(3) Pengelolaan data dan informasi Kebencanaan dilakukan


oleh Sekretariat BPBD.
(4)BPBD…
-24-

(4) BPBD dalam mengelola data dan informasi bencana


menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi, dengan tatakerja sebagaimana diatur
Peraturan Perundang-undangan.

(5) Data dan informasi bencana yang dikelola tersebut,


antara lain:
a. data pra bencana atau baseline data;
b. data Tanggap darurat; dan
c. data pascabencana.

(6) Informasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


berfungsi untuk:
a. menyusun kebijakan, strategi dan rancang tindak
penanggulangan bencana;
b. mengidentifikasi, memantau bahaya bencana,
kerentanan dan kemampuan dalam menghadapi
bencana;
c. memberikan perlindungan kepada Masyarakat di
Daerah Rawan Bencana;
d. pengembangan sistem Peringatan dini; dan
e. mengetahui bahaya bencana, Risiko bencana dan
kerugian akibat bencana.

BAB IX
PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

Bagian Kesatu
Pendanaan

Pasal 56

(1) Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab


bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Dana Penyelenggaraan penanggulangan bencana


bersumber dari:
a. APBN;
b. APBD; dan/atau
c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong


partisipasi Masyarakat dalam penyediaan dana yang
bersumber dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c.

(4) Dana yang bersumber dari Masyarakat sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) yang diterima oleh Pemerintah
Daerah dicatat dalam APBD.

(5) Pemerintah Daerah menerima dana yang bersumber dari


masyarakat sebagaimana dimkasud pada ayat (3) dan
ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.

(6) Pemerintah Daerah hanya dapat menerima dana yang


bersumber dari Masyarakat dalam negeri.
Pasal 57…
-25-

Pasal 57

(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan APBD sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf b secara
memadai.

(2) Pemerintah Daerah dapat menyediakan Dana siap pakai


dalam anggaran penanggulangan bencana yang berasal
dari APBD yang ditempatkan dalam anggaran BPBD.

(3) Dana siap pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


harus selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan pada saat
Tanggap darurat.

Pasal 58

Dalam mendorong partisipasi Masyarakat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3), Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat:
a. memfasilitasi Masyarakat yang akan memberikan bantuan
dana penanggulangan bencana;
b. memfasilitasi Masyarakat yang akan melakukan
pengumpulan dana penanggulangan bencana; dan
c. meningkatkan kepedulian Masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penyediaan dana.

Bagian Kedua
Pengunaan

Pasal 59

Dana penanggulangan bencana digunakan sesuai dengan


sistem penanggulangan bencana yang meliputi:
a. prabencana;
b. saat Tanggap darurat; dan/atau
c. pasca bencana

Paragraf 1
Prabencana

Pasal 60

Perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, dan


pertanggungjawaban penggunaan dana penanggulangan
bencana yang bersumber dari APBD pada tahap prabencana
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

Pasal 61

Dana penanggulangan bencana pada tahap prabencana


dialokasikan untuk kegiatan dalam situasi:
a. tidak terjadi bencana; dan
b. terdapat potensi terjadinya bencana.

Pasal 62…
-26-

Pasal 62

Penggunaan dana penanggulangan bencana dalam situasi


tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 huruf a meliputi:
a. fasilitasi penyusunan rencana penanggulangan bencana;
b. program pengurangan Risiko bencana;
c. program Pencegahan bencana;
d. pemaduan perencanaan pembangunan dengan
perencanaan penanggulangan bencana;
e. penyusunan analisis Risiko bencana;
f. fasilitasi pelaksanaan dan penegakan rencana tata
ruang;
g. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
penanggulangan bencana; dan
h. penyusunan standar teknis penanggulangan bencana.

Pasal 63

(1) Penggunaan dana penanggulangan bencana dalam


situasi terdapat potensi terjadinya bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 huruf b meliputi:
a. kegiatan Kesiapsiagaan;
b. pembangunan sistem Peringatan dini; dan
c. kegiatan Mitigasi bencana.

(2) Kegiatan Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a menggunakan Dana kontinjensi yang
bersumber dari APBN.

(3) Kegiatan pembangunan sistem Peringatan dini dan


kegiatan Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan c menggunakan Dana kontinjensi
yang bersumber dari APBN.

Paragraf 2
Tanggap Darurat Bencana

Pasal 64

(1) Dana penanggulangan bencana yang digunakan ada


saat Tanggap darurat meliputi:
a. dana penanggulangan bencana yang telah
dialokasikan Pemerintah Daerah;
b. dana siap pakai yang telah dialokasikan pemerintah
daerah dalam anggaran BNPB.

(2) BNPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai


dengan kewenangannya mengarahkan penggunaan
dana penanggulangan bencana.

Pasal 65…
-27-

Pasal 65

Penggunaan dana penanggulangan bencana yang telah


dialokasikan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a, diperuntukan untuk:
a. pelaksanaan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap
lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
b. kegiatan penyelamatan dan evakuasi masyarakat
terkena bencana;
c. pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
Korban bencana;
d. pelaksanaan perlindungan terhadap kelompok rentan;
dan
e. kegiatan Pemulihan darurat prasarana dan sarana.

Pasal 66

(1) Dana siap pakai yang telah dialokasikan pemerintah


daerah dalam anggaran BNPB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b digunakan sesuai
dengan kebutuhan tanggap darurat bencana.

(2) Penggunaan dana siap pakai yang telah dialokasikan


pemerintah daerah dalam anggaran BNPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terbatas pada pengadaan
barang dan/atau jasa untuk:
a. pencarian dan penyelamatan Korban bencana;
b. pertolongan darurat;
c. evakuasi Korban bencana;
d. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
e. pangan;
f. sandang;
g. pelayanan kesehatan; dan
h. penampungan serta tempat hunian sementara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan dana siap


pakai yang telah dialokasikan pemerintah daerah dalam
anggaran BNPB berpedoman pada ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

Paragraf 3
Pasca Bencana

Pasal 67

(1) Perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan,


dan pertanggungjawaban penggunaan dana
penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN
dan APBD pada tahap pasca bencana dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan,


dan pertanggungjawaban penggunaan dana yang
bersumber dari masyarakat pada tahap pasca bencana
dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

Pasal 68…
-28-

Pasal 68

Dana penanggulangan bencana dalam tahap pasca bencana


digunakan untuk kegiatan:
a. Rehabilitasi; dan
b. Rekonstruksi.

Pasal 69

(1) Kegiatan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 68 huruf a meliputi:
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah Masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial ekonomi budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; atau
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

(2) Dalam menyusun rencana Rehabilitasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah harus
memperhatikan:
a. pengaturan mengenai standar kontruksi bangunan;
b. kondisi sosial;
c. adat-istiadat;
d. budaya; dan
e. ekonomi.

Pasal 70

(1) Kegiatan Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 68 huruf b meliputi:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana
b. pembangunan kembali sarana sosial Masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
Masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan Organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan Masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. peningkatan pelayanan utama dalam Masyarakat.

(2) Dalam menyusun rencana rekontruksi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah harus
memperhatikan:
a. pengaturan mengenai standar kontruksi bangunan;
b. kondisi sosial;
c. adat istiadat;
d. budaya; dan
e. ekonomi.
Bagian…
-29-

Bagian Ketiga
Pengelolaan Bantuan Bencana

Pasal 71

(1) Pengelolaan bantuan bencana meliputi:


a. perencanaan;
b. penggunaan;
c. pemeliharaan;
d. pemantauan; dan
e. pengevaluasian terhadap barang, jasa, dan/atau uang
bantuan nasional maupun internasional.

(2) Pemerintah Daerah melakukan pengelolaan bantuan


bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada
semua tahap bencana sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.

Pasal 72

Pada saat Tanggap darurat bencana, BPBD mengarahkan


bantuan bencana yang ada pada semua sektor terkait.

Pasal 73

Tata cara pemanfaatan serta pertanggungjawaban


penggunaan sumber daya bantuan bencana pada saat
Tanggap darurat dilakukan secara khusus sesuai dengan
kebutuhan, situasi, dan kondisi kedaruratan.

Pasal 74

(1) Pemerintah Daerah menyediakan dan memberikan


bantuan bencana kepada Korban bencana untuk jangka
waktu yang ditentukan, antara lain untuk:
a. santunan duka cita;
b. santunan kecacatan;
c. pinjaman lunak untuk usaha produktif;
d. bantuan pemenuhan kebutuhan dasar;
e. pembiayaan perawatan Korban bencana dirumah sakit;
dan
f. perbaikan rumah rusak.

(3) Mekanisme pemberian bantuan bencana kepada Korban


bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pendataan;
b. identifikasi;
c. verifikasi;dan
d. penyaluran.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian


dan besarnya bantuan bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sampaikan dengan huruf d
berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

(5)Ketentuan…
-30-

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian


dan besarnya bantuan bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dan f diatur dengan Peraturan
Bupati.

BAB X
KERJA SAMA

Pasal 75

(1) Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana dan


penanganan Pengungsi di Daerah, Pemerintah Daerah
dapat melakukan kerja sama antar daerah, dengan
Instansi/lembaga pemerintah, BUMN/BUMD, swasta
dan lembaga kemasyarakatan serta pihak lainnya baik
di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

(2) Kerja sama yang dapat dilaksanakan dalam sistem


penanggulangan bencana meliputi:
a. peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas
sumber daya;
b. penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
c. manajemen penanggulangan bencana.

BAB XI
PELAPORAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI

Pasal 76

(1) Penyusunan laporan Penyelenggaraan penanggulangan


bencana dilakukan oleh BPBD.

(2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) bersifat triwulanan/semesteran/ tahunan/
insidentil.

(3) Pelaporan triwulanan/ semesteran/ tahunan/ insidentil


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi laporan
realisasi keuangan dan realisasi capaian hasil kinerja
kegiatan, dilengkapi dengan permasalahan yang dihadapi
dan upaya pemecahan masalah dalam pelaksanaan
kegiatan.

(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan


ayat (3) disampaikan kepada Bupati.

Pasal 77

(1) Pemantauan sistem penanggulangan bencana diperlukan


sebagai upaya untuk memantau secara terus menerus
terhadap proses pelaksanaan sistem penanggulangan
bencana.

(2)Pemantauan…
-31-

(2) Pemantauan sistem penanggulangan bencana dilakukan


oleh BPBD, dan dapat melibatkan instansi/lembaga lain,
sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam sistem
penanggulangan bencana.

(3) Evaluasi sistem penanggulangan bencana dilakukan


dalam rangka pencapaian standar minimum dan
peningkatan kinerja penanggulangan bencana.

BAB XII
PENGAWASAN

Pasal 78

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan terhadap


seluruh tahapan penanggulangan bencana.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi:
a. sumber ancaman atau bahaya bencana;
b. kebijakan pembangunan yang berpotensi
menimbulkan bencana;
c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan
bencana;
d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta
kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam
negeri;
e. kegiatan konservasi lingkungan;
f. perencanaan penataan ruang;
g. pengelolaan lingkungan hidup;
h. kegiatan reklamasi; dan
i. pengelolaan keuangan.

Pasal 79

(1) Dalam melaksanakan pengawasan terhadap laporan


upaya pengumpulan sumbangan, Pemerintah Daerah
dapat meminta laporan tentang hasil pengumpulan
sumbangan agar dilakukan audit.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat
meminta agar dilakukan audit.

(3) Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


ditemukan adanya penyimpangan penggunaan terhadap
hasil sumbangan, penyelenggara pengumpulan
sumbangan dikenai sanksi sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.

Pasal 80

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan


Pasal 79 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan.
BAB XIII…
-32-

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 81

(1) Penyelesaian sengketa penanggulangan bencana pada


tahap pertama diupayakan berdasarkan asas
musyawarah mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak
dapat menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan
atau melalui pengadilan.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 82

(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan


pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi
dengan analisis Risiko bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya
bencana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda
atau barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) tahun atau paling lama 8
(delapan) tahun dan denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun
atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).

Pasal 83

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 82 ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda
paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
(2)Dalam…
-33-

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 82 ayat (2) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) tahun atau paling lama 12 (dua belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 82 ayat (3) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
belas) tahun atau paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).

Pasal 84

Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kemudahan


akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pasal 85

Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan


pengelolaan sumber dana bantuan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah) atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 86

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 82 sampai dengan Pasal 85 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam 81 sampai dengan Pasal 84.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. pencabutan status badan hukum.

BAB XV…
-34-

BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 87

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus


sudah ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 88

Semua kegiatan berkaitan dengan Penyelenggaraan


penanggulangan bencana yang telah ditetapkan sebelum
ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya program dan kegiatan
dimaksud, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 89

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang.

Ditetapkan di Tigaraksa
pada tanggal 2 November 2020

BUPATI TANGERANG,

ttd

A. ZAKI ISKANDAR

Diundangkan di Tigaraksa
pada tanggal 2 November 2020

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANGERANG,

ttd

MOCH. MAESYAL RASYID

LEMBARAN DAERAH KOTA TAGERANG TAHUN 2020 NOMOR 7

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PROVINSI


BANTEN (3,12 )(2020).
-35-

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 7 TAHUN 2020

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

I. UMUM

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Adanya ancaman bencana
di Kabupaten Tangerang baik ancaman bencana alam, bencana non
alam maupun bencana sosial dan adanya kerentanan karena faktor
geografi, geologi, hidrometeorologi, demografi dan lingkungan hidup serta
masih kurangnya kapasitas dalam penanggulangan bencana, menjadikan
Kabupaten Tangerang sebagai daerah yang berpotensi risiko bencana
tinggi. Perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia, yaitu
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah serta semakin terlibatnya
organisasi nonpemerintah telah menimbulkan perubahan mendasar pada
sistem penanganan bencana.
Dalam paradigma baru, penanggulangan bencana adalah suatu
kegiatan terpadu yang melibatkan masyarakat secara aktif. Pendekatan
yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang lebih baik di antara
semua pihak, baik dari sektor pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi serta pemerintah daerah kabupaten/ kota, dengan melibatkan
pula instansi/lembaga, lembaga usaha, dan masyarakat. Kebijakan
otonomi daerah ditujukan untuk memberdayakan pemerintah daerah
dan mendekatkan serta mengoptimalkan pelayanan dasar kepada
masyarakat, sekaligus mengelola sumber daya dan mengurangi risiko
bencana.
Dalam konteks otonomi daerah, ada beberapa prinsip yang
penting untuk diperhatikan dalam kaitannya dengan pelaksanaan
penanggulangan bencana, yaitu:
1. adanya pembagian kewenangan yang jelas antar tingkatan
pemerintahan;
2. adanya pendistribusian sumber-sumber pembiayaan yang jelas dan
memadai untuk melaksanakan kewenangan; dan
3. adanya upaya untuk memberdayakan Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah
daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh. Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3
(tiga) tahap meliputi:
1. prabencana;
2. saat tanggap darurat; dan
3. pascabencana.
Upaya…
-36-

Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan


adanya kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai
dengan peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam
menanggulangi bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah.
Operasi penanggulangan bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan
berkelanjutan. Untuk mendukung pengembangan sistem
penanggulangan bencana yang mencakup kebijakan, strategi, dan
operasi secara nasional, maka dipandang perlu untuk mengetahui sejauh
mana penerapan peraturan yang terkait dengan penanggulangan
bencana di daerah.
Berdasarkan realitas obyektif Kabupaten Tangerang dan idealitas
penanggulangan bencana, maka peraturan daerah tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi penting bagi
pemerintah Kabupaten Tangerang.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
“Pengendalian” dalam Pasal ini dimaksudkan sebagai
pengawasan terhadap penyelenggaraan pengumpulan uang atau
barang berskala provinsi, kabupaten/kota yang diselenggarakan
oleh masyarakat, termasuk pemberian ijin yang menjadi
kewenangan Bupati sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8…
-37-

Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Pengendalian dalam ketentuan ini termasuk pemberian izin
pengumpulan uang dan barang yang dilakukan oleh gubernur
dan bupati/walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan masyarakat rentan bencana adalah
anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan karena
keadaan yang di sandangnya di antaranya masyarakat lanjut
usia, penyandang cacat, anak-anak, serta ibu hamil dan
menyusui.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)…
-38-

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38…
-39-

Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64…
-40-

Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 0720


-41-

Anda mungkin juga menyukai