Anda di halaman 1dari 8

SALINAN

BUPATI BANJARNEGARA
PROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA
NOMOR 8 TAHUN 2022

TENTANG

KAJIAN RISIKO BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANJARNEGARA,

Menimbang : a. bahwa Kabupaten Banjarnegara merupakan daerah


rawan bencana, sehingga perlu perencanaan
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang
menjadi salah satu dasar pembangunan daerah;
b. bahwa untuk memberikan gambaran menyeluruh
terhadap risiko bencana di Kabupaten Banjarnegara
dengan menganalisis Tingkat Ancaman, Tingkat
Kerugian dan Kapasitas Daerah, perlu mekanisme yang
terstruktur;
c. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam
penyusunan kajian risiko bencana, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Bupati;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Kajian Risiko
Bencana;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 nomor 42);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana
Dalam Penanggulangan Bencana;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006
tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2018
tentang Kewaspadaan Dini di Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 121);
8. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;
9. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara
Tahun 2013 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Banjarnegara Nomor 156) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Banjarnegara Nomor 9 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor
2 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana(Lembaran Daerah Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2014 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor
184);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KAJIAN RISIKO


BENCANA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Banjarnegara.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Otonom.
3. Bupati adalah Bupati Banjarnegara.
4. Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara.
5. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
6. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,
dan rehabilitasi.
7. Kajian Risiko Bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan
gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan
menganalisis Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian dan Kapasitas
Daerah.
8. Rencana Penanggulangan Bencana adalah rencana penyelenggaraan
penanggulangan bencana suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
yang menjadi salah satu dasar pembangunan daerah.
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu kawasan untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.
10. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
11. Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita
atau meninggal dunia akibat bencana.
12. Indeks Ketahanan Daerah selanjutnya disingkat IKD adalah instrumen
untuk mengukur kapasitas daerah dengan asumsi bahwa bahaya atau
ancaman bencana dan kerentanan di daerah tersebut kondisinya
tetap.
13. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan
dalam menghadapi ancaman bencana.
14. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukansebagai
upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
15. Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang
didefinisikan oleh lokasinya dengan sistem koordinat tertentu dan oleh
atribut non-spasialnya.
16. Skala peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak
sesungguhnya dengan satuan atau teknik tertentu.
17. Peta Landasan adalah peta yang menggambarkan garis batas
maksimum keterpaparan ancaman pada suatu daerah berdasarkan
perhitungan tertentu.
18. Peta Risiko Bencana adalah gambaran Tingkat Risiko bencana suatu
daerah secara spasial dan non spasial berdasarkan Kajian Risiko
Bencana suatu Daerah.
19. Cek Lapangan (ground check) adalah mekanisme revisi garismaya yang
dibuat pada peta berdasarkan perhitungan dan asumsi dengan kondisi
sesungguhnya.
20. Geographic Information System yang selanjutnya disingkat GIS, adalah
sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi,
analisis, dan penayangan data yang mana data tersebut secara spasial
(keruangan) terkait dengan muka bumi.
21. Tingkat Kerugian adalah potensi kerugian yang mungkin timbul akibat
kehancuran fasilitas kritis, fasilitas umum dan rumah penduduk pada
zona ketinggian tertentu akibat bencana.
22. Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk
melakukan tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat
Kerugian akibat bencana.
23. Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian dengan
Kapasitas Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat
Ancaman akibat bencana.

Pasal 2

Pembuatan kajian risiko bencana bertujuan untuk :


a. pembuatan peta resiko bencana (peta bahaya, peta kerentanan dan
peta kapasitas), peta resiko bencana dan peta risiko multi bahaya
Daerah skala 1:50.000; dan
b. penyusunan kajian resiko bencana sebagai bahan acuan kebijakan dan
rencana aksi yang terkait dengan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di Daerah.

BAB II
PENGKAJIAN RESIKO BENCANA

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang Lingkup Pengkajian Risiko Bencana meliputi :


a. pengkajian tingkat bahaya;
b. pengkajian tingkat kerentanan bencana;
c. pengkajian tingkat kapasitas dalam menghadapi bencana;
d. pengkajian tingkat risiko bencana.

Bagian Kedua
Pengkajian Tingkat Bahaya

Pasal 4

(1) Pengkajian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf


a bertujuan untuk mengetahui dua hal, yaitu luas dan indeks bahaya.
(2) Luas bahaya menunjukan besar kecilnya cakupan wilayah yang
terdampak, sedangkan indeks bahaya menunjukan tinggi rendahnya
peluang kejadian dan intensitas bahaya.

Bagian Ketiga
Pengkajian Tingkat Kerentanan Bencana

Pasal 5

(1) Pengkajian tingkat kerentanan bencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 3 huruf b dilakukan dengan cara menganalisa kondisi dan
karakteristik suatu masyarakat dan lokasi penghidupannya untuk
menentukan faktor-faktor yang dapat mengurangi kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana.
(2) Kajian tingkat kerentanan bencana ditentukan berdasarkan komponen
sosial, budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan.
(3) Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokan dalam 2
(dua) indeks kerentanan yaitu indeks penduduk terpapar dan indeks
kerugian.

Bagian Keempat
Pengkajian Tingkat Kapasitas Dalam Menghadapi Bencana

Pasal 6

(1) Pengkajian tingkat kapasitas dalam menghadapi bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dilaksanakan sesuai dengan kondisi
terkini daerah berdasarkan parameter ukur dalam upaya pelaksanaan
efektifitas penanggulangan bencana daerah, pengkajian kapasitas
dimaksud dilakukan hingga tingkat desa/kelurahan.
(2) Penentuan kapasitas sebagaimana dimaksud ayau (1) berdasarkan
komponen ketahanan daerah dan kesiapsiagaan desa/kelurahan.
(3) Komponen ketahanan daerah berfungsi untuk mengukur kapasitas
Pemerintah Daerah dalam penanggulangan bencana di daerah,
sedangkan komponen kesiapsiagaan desa/kelurahan berfungsi untuk
mengukur kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Bagian Kelima
Pengkajian Tingkat Risiko Bencana

Pasal 7

(1) Dalam pengkajian risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal


3 huruf d yang digunakan untuk dasar penyusunan peta risiko
bencana dan dokumen risiko bencana sangat tergantung pada 3 (tiga)
aspek, yaitu:
a. tingkat bahaya;
b. tingkat kerentanan; dan
c. tingkat kapasitas.
(2) Indek resiko berbanding lurus dengan indeks bahaya dan kerentanan
serta berbanding terbalik dengan indeks kapasitas.
(3) Nilai indeks bahaya dan kerentanan berbanding lurus dengan risiko
dikarenakan potensi bahaya tidak dapat dihilangkan sedangkan
kerentanan pasti akan mengikuti.
(4) Untuk mengurangi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3)
diperlukan peningkatan kapasitas baik dari sektor pemerintah maupun
masyarakat.
(5) Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar penyusunan peta
resiko bencana.

Pasal 8

(1) Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan


pendekatan sebagai berikut :

(2) Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara


ancaman, kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif
tingkat risiko bencana suatu kawasan.
(3) Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko
bencana amat bergantung pada :
a. tingkat ancaman kawasan;
b. tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
c. tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
(4) Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan
besaran 3 (tiga) komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam
bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dimengerti.
(5) Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan
penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan.
Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana.
(6) Upaya pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) berupa :
a. memperkecil ancaman kawasan;
b. mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
c. meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.

Pasal 9

Wilayah Daerah memiliki 8 (delapan) potensi bencana yaitu:


a. gempa bumi;
b. banjir;
c. tanah longsor;
d. letusan gunung berapi;
e. kekeringan;
f. cuaca ekstrem;
g. kebakaran hutan dan lahan; dan
h. banjir bandang.

BAB IV
PRINSIP PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

Pasal 10

(1) Pengkajian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip
pengkajian.
(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan :
a. data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada;
b. integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli
dengan kearifan lokal masyarakat;
c. kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar,
kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan;
d. kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan
risiko bencana.

BAB V
FUNGSI PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

Pasal 11

(1) Hasil dari pengkajian risiko bencana oleh Pemerintah Daerah


digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan
bencana.
(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar bagi
penyusunan rencana penanggulangan bencana yang merupakan
mekanisme untuk mengarusutamakan penanggulangan bencana
dalam rencana pembangunan.
(3) Hasil dari pengkajian risiko bencana oleh mitra Pemerintah Daerah
digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan dan
intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi
risiko bencana.
(4) Pendampingan dan intervensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan dengan berkoordinasi terlebih dahulu dengan program
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
(5) Hasil dari pengkajian risiko bencana oleh tatanan masyarakat umum
digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis
dalam rangka kesiapsiagaan bencana.

BAB VI
POSISI KAJIAN DALAM METODE KAJIAN LAIN

Pasal 12

(1) Metode kajian risiko bencana merupakan sebuah pedoman umum


pengembangan dan pendalaman risiko bencana sesuai dengan
kebutuhan daerah.
(2) Hasil kajian risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk penyusunan kebijakan umum yang nantinya dituang
ke dalam Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Daerah yang
akan menjadi landasan penyusunan Dokumen Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Risiko Bencana.

BAB VII
REKOMENDASI

Pasal 13

(1) Rekomendasi risiko bencana diusulkan dalam upaya penanggulangan


bencana di Daerah khususnya untuk jenis-jenis bencana yang menjadi
prioritas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun mendatang.
(2) Penguatan kelembagaaan maupun pengembangan sistem
penanggulangan bencana di Daerah mengacu pada IKD berdasarkan
hasil kajian 71 (tujuh puluh satu) IKD.
(3) Rekomendasi pencapaian penyelenggaraan penanggulangan bencana
memuat tentang :
a. penguatan kebijakan dan kelembagaan;
b. pengkajian risiko dan perencanaan terpadu;
c. pengembangan sistemin formasi, diklat dan logistik;
d. penanganan tematik dan kawasan rawan bencana;
e. peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana;
f. penguatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana;
g. pengembangan sistem pemulihan bencana
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Banjarnegara.

Ditetapkan di Banjarnegara
pada tanggal 29-3-2022

Plh. BUPATI BANJARNEGARA


TELAH DITELITI OLEH PARAF
SEKDA
WAKIL BUPATI,
ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESRA
KABAG HUKUM Cap ttd,
JFT
SYAMSUDIN

Diundangkan di Banjarnegara
pada tanggal 29-3-2022

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA,

Cap ttd,

INDARTO

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2022 NOMOR 8

Mengetahui sesuai aslinya,


KEPALA BAGIAN HUKUM

SYAHBUDIN USMOYO, SH
Pembina Tk. I
NIP. 19740223 199803 1 006

Anda mungkin juga menyukai