BUPATI BLITAR,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN BUPATI TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR
NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN
BENCANA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalarn Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Blitar.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Blitar.
3. Bupati adalah Bupati Blitar.
4. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Blitar.
5. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disebut Kepala BPBD adalah Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Blitar yang
secara ex-officio dijabat Sekretaris Daerah Kabupaten
Blitar.
6. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana
Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Pelaksana
BPBD adalah Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Blitar yang berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD.
7. Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PD adalah
organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab kepada Bupati dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
-6-
BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati ini sebagai:
a. pedoman penetapan Status Keadaan Darurat Bencana di
Daerah;
b. panduan bagi BPBD, instansi/lembaga/organisasi
terkait, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia dalam penanganan Tanggap Darurat
Bencana di Daerah melalui Sistem Komando Tanggap
Darurat Bencana di Daerah;
c. pedoman dalam penyusunan rencana dan
penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana;dan
d. pedoman pelaksanaan pemberian bantuan bagi Korban
Bencana.
Pasal 3
Tujuan ditetapkannya Peraturan Bupati ini sebagai berikut:
a. tersedianya pedoman dalam menetapkan suatu wilayah
dalam Status Keadaan Darurat Bencana;
-11-
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Bupati 1n1
meliputi:
a. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana;
b. Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana;
c. penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana;dan
d. pemberian bantuan bagi Korban Bencana yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
-12-
BAB III
PENETAPAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA
Bagian Kesatu
Tahapan Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Daerah
Pasal 5
Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Daerah m1
meliputi tahapan:
a. penilaian kondisi/situasi di suatu wilayah di dalam
Daerah karena adanya ancaman/kejadian apakah dapat
dikategorikan darurat Bencana atau tidak;
b. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang dapat
diberlakukan, yaitu Siaga Darurat, Tanggap Darurat,
atau Transisi Darurat ke Pemulihan;
c. penetapan tingkatan Status Keadaan Darurat Bencana
yang dapat diberlakukan; dan
d. prosedur pelaksanaan dalam menetapkan Status
Keadaan Darurat Bencana.
Bagian Kedua
Sistematika
Pasal 6
( 1) Pedoman penetapan Status Keadaan Darurat Bencana
Daerah disusun berdasarkan sistematika yang terdiri
atas:
a. BAB I Pendahuluan;
b. BAB II Penetapan Status Kedaan Darurat
Bencana;
c. BAB III Penetapan Tingkatan Status Keadaan
Darurat Bencana; dan
d. BAB IV Prosedur Penetapan Status Keadaan
Darurat Bencana.
-13-
BAB IV
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA
Pasal 7
( 1) Dalam Status Keadaan Darurat Bencana Daerah, Kepala
BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai
kemudahan akses berupa komando untuk
memerintahkan instansi/lembaga dalam satu komando,
untuk mengerahkan sumber daya manusia, peralatan,
logistik dan penyelamatan.
{2) Fungsi komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan Sistem Komando Tanggap
Darurat Bencana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengena1 Sistem Komando
Tanggap Darurat Bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Bupati
ini.
-14-
BABV
PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
PASCA BENCANA
Bagian Kesatu
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Paragraf 1
Dokurnen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana
Pasal 8
(1) Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana diawali
dengan penyusunan dokurnen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana.
(2) Penyusunan dokurnen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana sebagairnana dirnaksud
pada ayat (1) dilaksanakan rnelalui tahapan sebagai
berikut:
a. persiapan;
b. penyusunan rancangan;
c. penyajian rancangan;
d. konsultasi atau konsolidasi;
e. finalisasi; dan
f. penetapan.
(3) Dokurnen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) terdiri
atas Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana skala Daerah.
(4} Penyusunan dokumen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana sebagaimana dirnaksud
pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 90 (sernbilan
puluh) hari dan dirnulai pada saat Tanggap Darurat
Bencana.
-15-
Pasal 9
Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
berkedudukan sebagai:
a. acuan penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
pasca Bencana berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha;
b. dokumen perencanaan yang diintegrasikan dengan
rencana pembangunan jangka menengah daerah wilayah
terdampak Bencana;
c. dokumen perencanaan yang diintegrasikan dengan
rencana kerja Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
serta perencanaan pembangunan sektor terkait; dan
d. acuan untuk penganggaran yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran
pendapatan dan belanja daerah, dan hibah.
Pasal 10
(1) Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berisi:
a. kondisi wilayah dan kejadian Bencana;
b. Jitupasna;
c. prinsip, kebijakan dan strategi; dan
d. penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana.
-16-
Paragraf 2
Tim Penyusun
Pasal 11
(1) Dalam rangka penyusunan dokumen Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Bupati
membentuk Tim Penyusun.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penyusun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. unsur Pemerintah Daerah; dan
b. pihak lain yang ditunjuk sesuai keahliannya.
(3) Tim Penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. Bupati selaku penanggung jawab;
b. BPBD;
c. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah;
d. PD terkait di lingkungan Pemerintah Daerah; dan
e. masyarakat serta dunia usaha di Daerah.
-18-
Paragraf 3
Pendanaan
Pasal 12
Sumber dana untuk penyusunan dokumen Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana dapat berasal
dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
c. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Bagian Kedua
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Paragraf 1
Rehabilitasi
Pasal 13
Rehabilitasi pasca Bencana meliputi kegiatan:
a. perbaikan lingkungan daerah Bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat bagi
masyarakat yang terdampak Bencana berdasarkan
verifikasi dan validasi;
d. pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang
mengungsi;
e. Pemulihan sosial psikologis;
f. pelayanan kesehatan;
g. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
h. Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya;
-19-
Pasal 14
(1) Perbaikan lingkungan daerah Bencana serta prasarana
dan sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 huruf a dan huruf b mencangkup:
a. sektor permukiman meliputi:
1. kawasan perumahan permanen;
2. kawasan perumahan semi permanen;
3. kawasan perumahan non permanen; dan
4. prasarana lingkungan;
b. sektor infrastruktur meliputi:
1. transportasi meliputi:
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan desa, jembatan nasional, jembatan
provinsi, jembatan kabupaten, jembatan desa,
trotoar, halte bus, terminal (bangunan dan
tempat parkir), kereta api (stasiun, rel kereta
api, jembatan), sarana pendukung.
2. energi meliputi:
a) listrik: genset, Janngan listrik, gardu
distribusi, tiang listrik, trafo;
b) bahan bakar minyak: stasiun pengisian
bahan bakar umum, stasiun pengisian
bahan bakar elpiji, depo bahan bakar
minyak, dan jaringan pipa;
3. pos dan telekomunikasi : bangunan kantor pos,
stasiun televisi (bangunan, menara tranmisi,
jaringan), stasiun radio (bangunan, menara
tranmisi, jaringan), telepon/selular (bangunan,
menara tranmisi, jaringan);
-20-
2. pendidikan:
a) taman kanak-kanak: bangunan, peralatan,
prasarana;
b) sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah:
bangunan, peralatan, prasarana; dan
c) sekolah menengah pertama/ madrasah
tsanawiyah: bangunan, peralatan,
prasarana;
3. lembaga sosial:
a) panti asuhan: bangunan, peralatan,
prasarana;
b) panti jompo: bangunan, peralatan,
prasarana;
c) panti cacat: bangunan, peralatan,
prasarana;
d) panti Rehabilitasi anak: bangunan,
peralatan, prasarana; dan
e) panti Rehabilitasi bina remaja: bangunan,
peralatan, prasarana;
4. olah raga: sarana dan prasarana.
5. agama:
a) mushola/ masjid: bangunan dan peralatan;
b) gereja: bangunan dan peralatan;
c) kelenteng: bangunan dan peralatan;
d) pura: bangunan dan peralatan;
e) wihara: bangunan dan peralatan; dan
f) budaya: candi dan bangunan bersejarah
lainnya yang masuk kategori cagar budaya
sesuai peraturan perundang-undangan;
e. lintas sektoral meliputi:
1. pemerintahan:
a) kantor pemerintahan: bangunan dan
peralatan; dan
b) kantor badan usaha milik negara/ daerah:
bangunan dan peralatan;
2. keuangan/ perbankan:
a) bank: bangunan dan peralatan; dan
-22-
Pasal 15
( 1) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c
merupakan bantuan Pemerintah sebagai stimulan untuk
membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang
mengalami kerusakan akibat Bencana agar dapat dihuni
kembali.
(2) Rumah masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rumah tinggal yang dipergunakan sebagai
tempat hunian bagi masyarakat umum, meliputi:
a. rumah individual, yakni rumah tinggal tunggal
untuk rumah tangga tunggal;
b. rumah bersama, yakni:
1) rumah tinggal tunggal untuk rumah majemuk;
2) rumah gandeng/deret/ panjang;
3) rumah susun;
4) apartemen/kondominium; dan
5) rumah sewa.
(3) Tidak termasuk dalam rumah masyarakat sebagaimana
dimasuk pada ayat (2), yakni:
a. rumah dinas; dan
b. rumah tinggal sementara/akomodasi (homestay,
asrama, tempat kos, wisma tamu, vila dan bungalo).
Pasal 16
(1) Pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang
mengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
d berupa uang tunai untuk tambahan lauk pauk yang
diberikan pada saat berakhirnya Tanggap Darurat
Bencana dan berada di hunian sementara atau hunian
tetap.
(2) Penerima bantuan Jamman hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagi
berikut:
a. seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat yang mengalami Bencana;
-24-
Pasal 17
(1) Pemulihan sosial psikologis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huru.f e meru.pakan pemberian bantuan
kepada masyarakat yang terkena dampak Bencana agar
masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti
sebelum terjadi Bencana serta untuk mencegah dampak
psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan
kesehatan mental.
(2) Pemulihan sosial psikologis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui mekanisme dan teknis
beru.pa:
a. konseling individu maupun kelompok;
b. kegiatan psikososial;
c. pelatihan; dan
d. psikoedukasi.
(3) Pelaksanaan mekanisme dan teknis Pemulihan sosial
psikologis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haru.s
mempertimbangkan:
a. karakter masyarakat;
b. budaya setempat;
c. kearifan konstekstual; dan
d. nilai-nilai kepercayaan yang dipegang teguh
masyarakat setempat.
Pasal 18
(1) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huru.f f meru.pakan kegiatan dalam upaya
memulihkan kembali segala bentuk pelayanan kesehatan
sehingga minimal dapat tercapai kondisi seperti sebelum
terjadi Bencana.
-25-
Pasal 19
(1) Rekonsiliasi dan resolusi konflik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf g merupakan upaya dalam
merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak
yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan
konflik serta memposisikan perbedaan pendapat dan
menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran
dan konflik.
(2) Kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1), diawali dengan penyusunan
rencana teknis rinci rekonsiliasi dan resolusi yang
mencakup aspek:
a. bentuk perselisihan, persengketaan atau konflik;
b. pihak-pihak yang menjadi sasaran kegiatan
rekonsiliasi dan resolusi;
c. permasalahan yang dihadapi oleh para pihak;
d. pihak-pihak yang dipandang dapat berperan sebagai
mediator;
e. skenario, mekanisme dan teknis pelaksanaan;
f. rencana pembiayaan; dan
g. fasilitator yang mengerjakan.
Pasal 20
( 1) Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf h merupakan upaya
untuk memfungsikan kembali kegiatan dan/atau
lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di
daerah Bencana.
-26-
Pasal 21
(1) Pemulihan keamanan dan ketertiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf i merupakan kegiatan
untuk mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban
masyarakat sebagaimana sebelum terjadi Bencana dan
menghilangkan gangguan keamanan dan ketertiban di
daerah Bencana.
(2) Kegiatan Pemulihan keamanan dan ketertiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan:
a. mengaktifkan kembali fungsi lembaga keamanan
dan ketertiban di daerah Bencana;
b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam
kegiatan pengamanan dan ketertiban; dan
c. menyelenggarakan koordinasi dengan PD terkait di
bidang keamanan dan ketertiban.
(3) Kegiatan Pemulihan keamanan dan ketertiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diawali dengan
penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana dan/ atau rencana teknis rinci Pemulihan
keamanan dan ketertiban yang mencakup aspek:
a. kegiatan dan lembaga keamanan dan ketertiban
yang menjadi sasaran;
b. permasalahan yang dihadapi;
-27-
Pasal 22
(1) Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf j merupakan upaya untuk
memfungsikan kembali fungsi administrasi pengelolaan
pembangunan wilayah.
(2) Kegiatan Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan:
a. mengaktifkan kembali petugas pemerintahan;
b. menyelamatkan dan menjaga dokumen negara dan
pemerintahan;
c. memfungsikan kembali peralatan pendukung tugas
pemerintahan; dan
d. mengatur kembali tugas PD terkait.
(3) Kegiatan Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diawali dengan penyusunan
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
dan/atau rencana teknis Pemulihan fungsi
pemerintahan dengan mempertimbangkan karakter,
kondisi dan situasi setempat.
Pasal 23
(1) Pemulihan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf k merupakan upaya
agar berbagai pelayanan publik yang mendukung
kegiatan/kehidupan sosial dan perekonomian wilayah
yang terkena Bencana dapat berlangsung kembali;
(2) Kegiatan Pemulihan fungsi pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
pada:
a. pelayanan kesehatan;
b. pelayanan pendidikan;
c. pelayanan perekonomian;
-28-
Pasal 24
Perbaikan lingkungan, perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
Pemulihan sosial psikologis dan pelayanan kesehatan pada
wilayah Bencana mengacu pada Jitupasna yang telah
disusun yang memuat:
a. data kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, prasarana
dan sarana sebelum terjadi Bencana dan setelah terjadi
Bencana;
b. data kerusakan dan kerugian akibat Bencana;
c. gangguan akses, gangguan fungsi, peningkatan risiko;
d. kajian akibat Bencana, kajian dampak Bencana, kajian
kebutuhan pasca Bencana;
e. perkiraan kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
pasca Bencana yang memuat rencana anggaran biaya
dan gambar desain;
f. potensi sumber daya yang ada di daerah Bencana;
g. rencana program dan kegiatan serta durasi waktu dan
jadwal kegiatan; dan
h. peta tematik yang berisi:
1. peta rona awal;
2. peta kependudukan;
3. peta rencana tata ruang wilayah;
4. peta kawasan rawan Bencana; dan
-29-
Pasal 25
Pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban Rehabilitasi
pasca Bencana berpedoman pada peraturan perundang
undangan yang mengatur tentang mekanisme pelaksanaan
dan pertanggungjawaban anggaran.
Pasal 26
Pelaporan pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi dilaksanakan
berdasar prinsip pemantauan dan evaluasi yang mengacu
dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana yang telah ditetapkan oleh Kepala BPBD yang
tertuang dalam dokumen perencanaan daerah.
Paragraf 2
Rekonstruksi
Pasal 27
Rekonstruksi pasca Bencana meliputi kegiatan:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan Bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organ1sas1
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
-30-
Pasal28
1)
( Pembangunan kembali prasarana dan sarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a
merupakan kegiatan fisik pembangunan baru prasarana
dan sarana untuk memenuhi kebutuhan kegiatan
ekonomi, sosial, dan budaya dengan memperhatikan
rencana tata ruang wilayah provinsi dan daerah.
2
( ) Rencana tata ruang wilayah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat 2
( ) memuat:
a. rencana struktur ruang wilayah;
b. rencana pola ruang wilayah;
c. penetapan kawasan;
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah; dan
e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
3
( ) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan berdasarkan Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana yang memuat perencanaan
teknis dengan memperhatikan masukan dari PD terkait
dan aspirasi masyarakat daerah Bencana.
Pasal29
(1) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat 3
( ) merupakan kegiatan penyusunan dokumen
rencana teknis yang berisikan gambar rencana kegiatan
yang ingin diwujudkan.
2
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disusun secara optimal melalui survei, investigasi,
kajian atau analisis, pembuatan desain dengan
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya lokal,
adat istiadat, dan standar konstruksi bangunan dan
memperhatikan kondisi alam.
3
( ) Perencanaan teknis pembangunan kembali prasarana
dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
mengacu pada Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana juga memuat:
a. rumusan strategi dan kebijaksanaan operasional;
-31-
Pasal 30
( 1) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b
merupakan kegiatan pembangunan baru fasilitas sosial
dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sosial dan kemasyarakatan.
(2) Kegiatan pembangunan kembali sarana sosial
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
berdasarkan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana yang memuat perencanaan teknis dengan
memperhatikan masukan dari PD terkait dan aspirasi
masyarakat daerah Bencana.
(3) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan jenis, karakteristik
dan tingkatan Bencana.
3
- 2-
Pasal31
(1) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) merupakan kegiatan penyusunan dokumen
rencana teknis yang berisikan gambar rencana kegiatan
pembangunan yang ingin diwujudkan.
2
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1
( )
harus disusun secara optimal melalui survei, investigasi,
kajian atau analisis, pembuatan gambar desain dengan
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat
istiadat, dan standar teknis bangunan.
3
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 2
( )
paling sedikit harus memenuhi ketentuan teknis
mengenai:
a. standar teknik konstruksi bangunan;
b. penetapan kawasan; dan
c. arahan pemanfaatan ruang.
(4) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3
( )
meliputi:
a. rencana rinci pembangunan sarana pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, peribadatan,
pemerintahan, perbankan, lingkungan hidup,
keamanan dan ketertiban;
b. dokumen pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
c. rencana kerja;
d. dokumen kerja sama dengan pihak lain;
e. dokumen pengadaan barang dan/atau jasa sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan; dan
f. ketentuan pelaksanaan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Pasal32
1
( ) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
huruf c ditujukan untuk menata kembali kehidupan dan
mengembangkan pola kehidupan ke arah kondisi
kehidupan sosial budaya masyarakat yang lebih baik.
-33-
Pasal 33
(1) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan Bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d
ditujukan untuk:
a. meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi
prasarana dan sarana yang mampu mengantisipasi
dan tahan/ aman Bencana; dan
b. mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih
parah akibat Bencana.
(2) Upaya penerapan rancang bangun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. mengembangkan rancang bangun hasil penelitian
dan pengembangan;
b. menyesuaikan dengan tata ruang;
c. memperhatikan kondisi dan kerusakan daerah;
d. memperhatikan kearifan lokal; dan
e. menyesuaikan terhadap tingkat kerawanan Bencana
pada daerah yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan kegiatan penerapan rancang bangun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh PD terkait
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.
-34-
Pasal34
(1) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf e
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka
membantu penataan daerah rawan Bencana ke arah
lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan Bencana.
(2) Penataan daerah rawan Bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a. melakukan sosialisasi, simulasi dan kampanye
peduli Bencana;
b. mendorong tumbuhnya rasa peduli dan setia kawan
pada lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan
dunia usaha;
c. mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan
kegiatan persiapan menghadapi Bencana; dan
d. pelaksanaan partisipasi dan peran serta lembaga
dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat dilakukan oleh PD terkait yang
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.
Pasal35
(1) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf f ditujukan
untuk normalisasi kondisi dan kehidupan yang lebih
baik.
(2) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui upaya:
a. pembinaan kemampuan keterampilan masyarakat
yang terkena Bencana;
b. pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat
berbentuk bantuan dan/atau barang;
c. mendorong penciptaan lapangan usaha yang
produktif; dan
-35-
Pasal 36
(1) Peningkatan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf h ditujukan untuk
penataan dan peningkatan fungsi pelayanan publik
kepada masyarakat untuk mendorong kehidupan
masyarakat di wilayah pasca Bencana ke arah yang lebih
baik.
(2) Penataan dan peningkatan fungsi pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
upaya:
a. penyiapan program jangka panjang peningkatan
fungsi pelayanan publik; dan
b. pengembangan mekanisme dan sistem pelayanan
publik yang lebih efektif dan efisien.
(3) Pelaksanaan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan PD terkait dan
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.
Pasal 37
(1) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf i
dilakukan dengan tujuan membantu peningkatan
pelayanan utama dalam rangka pelayanan prima.
(2) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan melalui
upaya mengembangkan pola pelayanan masyarakat yang
efektif dan efisien.
(3) Pelaksanaan peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh PD terkait dan dikoordinasikan oleh
Kepala BPBD.
-36-
Bagian Ketiga
Jitupasna
Pasal 38
(1) Jitupasna merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi:
a. pengkajian dan penilaian akibat Bencana;
b. analisis dampak Bencana;
c. perkiraan kebutuhan pasca Bencana;
d. rancangan matriks kegiatan usulan Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana; dan
e. rekomendasi awal terhadap strategi Pemulihan yang
menjadi dasar penyusunan Rencana Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
(2) Pengkajian dan penilaian akibat Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas pengkajian
kerusakan, kerugian, kehilangan/ gangguan akses,
gangguan fungsi, dan peningkatan risiko Bencana.
(3) Analisis dampak Bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas dampak ekonomi dan fiskal,
sosial, budaya dan politik, pembangunan manusia, serta
lingkungan.
(4) Perkiraan kebutuhan pasca Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas kebutuhan
pembangunan, penggantian, penyediaan bantuan akses,
Pemulihan fungsi, dan pengurangan risiko Bencana.
(5) Rancangan matriks kegiatan usulan Rencana Rehabiltasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas tujuan,
keluaran kegiatan, target kinerja, durasi/ jangka waktu
dan perkiraan waktu pelaksanaan.
(6) Hasil Jitupasna merupakan bahan masukan utama
dalam penyusunan Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jitupasna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan petunjuk
pelaksanaan.
-37-
BAB VI
PEMBERIAN BANTUAN BAGI KORBAN BENCANA YANG
BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
Bagian Kesatu
Prinsip
Pasal 39
Pemberian Bantuan bagi Korban Bencana dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
a. cepat dan tepat, bahwa pemberian Bantuan
dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan;
b. prioritas, bahwa pemberian Bantuan harus diutamakan
kepada kelompok rentan;
c. koordinasi, bahwa pemberian Bantuan didasarkan pada
koordinasi yang baik dan saling mendukung;
d. keterpaduan, bahwa pemberian Bantuan dilaksanakan
oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan
pada kerja sama yang baik dan saling mendukung;
e. berdaya guna, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang
berlebihan;
f. berhasil guna, bahwa pemberian Bantuan harus berhasil
guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan korban
bencana dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan
biaya yang berlebihan;
g. transparansi, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan;
h. akuntabilitas, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara
etika dan hukum;
1. kemitraan, bahwa pemberian Bantuan harus melibatkan
berbagai pihak secara seimbang;
J. pemberdayaan, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
dengan melibatkan Korban Bencana secara aktif;
-38-
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pemberian Bantuan
Paragraf 1
Umum
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah menyediakan dan memberikan
Bantuan kepada Korban Bencana.
(2) Pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan untuk meringankan beban masyarakat
Korban Bencana.
Paragraf 2
Jenis Bantuan
Pasal 41
Jenis Bantuan dapat berupa:
a. uang; dan
b. barang.
Pasal 42
(1) Bantuan berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 huruf a, merupakan stimulan yang dapat
diberikan kepada:
a. Ahli Waris/keluarga korban yang meninggal dunia
akibat Bencana;
b. pemilik rumah yang roboh, musnah, terbakar habis,
rusak berat, rusak sedang, atau rusak ringan akibat
terkena Bencana;
-39-
Pasal43
Bantuan berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf b, diberikan kepada Korban Bencana dalam bentuk:
a. penampungan sementara berupa tenda yang
memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat hunian
sementara;
b. bantuan pangan berupa bahan makanan, seperti beras,
mie instan, kecap, sambal/saos, sarden, minyak goreng
dan kebutuhan lain yang sesuai;
c. bahan non pangan berupa peralatan dapur seperti panci,
wajan, sutil, dan kebutuhan lain yang sesuai;
-40-
Bagian Kedua
Kriteria Kerusakan Bangunan Akibat Bencana
Pasal 44
Kriteria kerusakan bangunan akibat Bencana, terdiri atas:
a. rusak berat, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kondisi kerusakan >70% (lebih dari
tujuh puluh persen);
2. bangunan roboh total;
3. sebagian besar struktur utama bangunan rusak;
4. sebagian besar dinding dan lantai bangunan
patah/retak;
5. komponen penunjang lainnya rusak total; dan
6. membahayakan/berisiko difungsikan.
b. rusak sedang, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kerusakan 30%-70% (tiga puluh persen
sampai dengan tujuh puluh persen);
2. bangunan masih berdiri;
3. sebagian kecil struktur utama bangunan rusak;
4. sebagian besar komponen penunjang lainnya rusak;
dan
5. relatif masih berfungsi.
c. rusak ringan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kerusakan <30% (kurang dari tiga puluh
persen);
2. bangunan masih berdiri;
3. sebagian kecil struktur bangunan rusak ringan;
4. retak-retak pada dinding plesteran;
-41-
Bagian Ketiga
Kriteria Penerima Bantuan Akibat Bencana Wabah Penyakit
Pasal 45
Penerima Bantuan akibat Bencana wabah penyakit
merupakan keluarga miskin baik yang terdata dalam Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial maupun yang tidak terdata
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak mendapat bantuan program keluarga harapan/
bantuan pangan non tunai/pemilik kartu prakerja;
b. mengalami kehilangan mata pencaharian (tidak memiliki
cadangan ekonomi yang cukup untuk bertahan hidup
selama tiga bulan ke depan); dan
d. mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit
menahun/kronis.
Bagian Keempat
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Bantuan dan
Pertanggungjawaban Bantuan
Paragraf 1
Pemberian Bantuan dalam Bentuk Uang
Pasal 46
Pemberian Bantuan dalam bentuk uang dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. camat menyampaikan laporan dan permohonan Bantuan
ke Bupati melalui BPBD dengan dilampiri laporan dari
kepala desa/kelurahan, foto dokumentasi, daftar nama
korban, alamat, surat kematian, jenis kerusakan dan
taksiran kerugian dari kepala desa/kelurahan atau
sesuai dengan kejadian Bencana;
-42-
Paragraf 2
Pemberian Bantuan dalam Bentuk Barang
Pasal 47
Pemberian Bantuan dalam bentuk barang dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. camat menyampaikan laporan dan permohonan Bantuan
ke Bupati melalui BPBD dengan dilampiri laporan dari
kepala desa/kelurahan, foto dokumentasi, daftar nama
korban, alamat, jenis kerusakan dan taksiran kerugian
atau sesuai dengan kejadian Bencana;
b. berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, BPBD melakukan analisa kebutuhan sesuai ketentuan
dan Bantuan dapat langsung diberikan setelah
menandatangani berita acara serah terima Bantuan
barang oleh camat atau kepala desa/kelurahan;
c. BPBD menyampaikan laporan realisasi pemberian
Bantuan berupa barang kepada Bupati dan tembusan
disampaikan kepada perangkat daerah yang membidangi
pengelolaan keuangan daerah;
-43-
Paragraf 3
Besaran dan Waktu Pemberian Bantuan
Pasal48
( 1) Besaran Bantuan berupa uang ditetapkan dalam
Keputusan Bupati.
(2) Bantuan berupa barang sebagaimana dimaksud dalam
diberikan pada saat Tanggap Darurat Bencana dan/ atau
pasca Bencana.
4
- 4-
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal49
Biaya yang timbul dalam rangka pemberian Bantuan Korban
Bencana dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
daerah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Peraturan Bupati ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Blitar
pada tanggal 23 Desember 2021
BUPATI BLITAR,
ttd
RINI SYARIFAH
Diundangkan di Blitar
pada tanggal 28 Desember 2C21
ttd
IZUL MAROM
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Blitar memiliki kondisi geografis, geologis,
meteorologis, dan demografis yang bervariatif sehingga menyebabkan
wilayah Kabupaten Blitar rawan terhadap ancaman Bencana alam
maupun non alam akibat ulah manusia. Ancaman Bencana yang
dapat terjadi antara lain Bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi,
tsunami, erupsi gunungapi, banjir lahar hujan, kekeringan, angin
puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, serta wabah penyakit.
Ancaman Bencana tersebut menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan daerah.
Kabupaten Blitar terletak di lereng kaki Gunung api Kelud,
Jawa Timur dan dilewati sungai terpanjang di Jawa Timur yaitu
Sungai Brantas. Kondisi alam serta keanekaragaman penduduk dan
budaya di Kabupaten Blitar menyebabkan timbulnya risiko
terjadinya Bencana karena faktor alam maupun akibat ulah
manusia. Kabupaten Blitar adalah wilayah yang kaya akan
sumberdaya alam, di sisi utara Sungai Brantas wilayah Kabupaten
Blitar merupakan daerah yang memiliki tanah subur dan cocok
untuk budidaya padi, tebu tembakau dan sayur-sayuran, sedangkan
di sisi selatan Sungai Brantas memiliki potensi kapur yang
melimpah.
Kabupaten Blitar memiliki karakter wilayah yang bervariatif,
dari sisi selatan merupakan perpaduan antara dataran rendah dan
dataran tinggi dengan ketinggian antara 150-420 meter dari
2
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
tersedianya acuan dalam menetapkan Status Keadaan Darurat
Bencana yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Tujuan khusus:
a. tersedianya pedoman dalam menetapkan suatu wilayah
dalam Status Keadaan Darurat Bencana; dan
4
C. Prinsip
Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
1. kesesuaian dengan hasil Pengkajian Cepat;
2. koordinasi semua instansi/lembaga terkait;
3. cepat, tepat dan akurat; dan
4. transparan dan akuntabel.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. penilaian kondisi/situasi di suatu wilayah karena adanya
ancaman/kejadian apakah dapat dikategorikan darurat
Bencana atau tidak;
2. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang dapat
diberlakukan (Siaga Darurat, Tanggap Darurat ataupun Transisi
Darurat ke Pemulihan);
3. penetapan tingkatan Status Keadaan Darurat Bencana yang
dapat diberlakukan; dan
4. prosedur pelaksanaan dalam menetapkan Status Keadaan
Darurat Bencana.
BUPATI BLITAR
PROVINS! JAWA TIMUR
BUPATI BLITAR,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KESATU Dengan Keputusan Bupati ditetapkan Status Keadaan
Darurat Bencana ........ uenis Bencana) di Kabupaten
Blitar.
17
IV. PENUTUP
Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana ini adalah
sebagai acuan bagi penyelenggara upaya Penanganan Darurat Bencana di
Kabupaten Blitar. Diharapkan dengan adanya acuan ini penyelenggaraan
upaya Penanganan Darurat Bencana di Kabupaten Blitar dapat
dilaksanakan lebih baik, cepat, tepat, akuntabel dan berhasil guna.
BUPATI BLITAR,
ttd
RINI SYARIFAH
LAMPIRAN II
PERATURAN BUPATI BLITAR
NOMOR 84 TAHUN 2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN
2019 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Blitar memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan
demografis yang berpotensi terjadinya Bencana, baik Bencana alam, non
alam, maupun sosial. Kejadian tersebut dapat menyebabkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan alam, kerugian harta benda dan
dampak psikologis. Tingkat kerawanan Bencana yang tinggi di Kabupaten
Blitar disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan
gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan dan angin puting
beliung.
Kejadian Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga dalam
Penanganan Darurat Bencana perlu adanya koordinasi yang cepat, tepat,
efektif, efisien, terpadu dan akuntabel, agar korban jiwa dan kerugian
harta benda dapat diminimalisir. Untuk melaksanakan penanganan
Tanggap Darurat Bencana tersebut, maka sesuai dengan amanat
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 Pasal 42 ayat (1) bahwa dalam
keadaan status keadaan darurat, Kepala BPBD sesuru dengan
kewenangannya mempunyru kemudahan akses berupa komando untuk
memerintahkan instansi/lembaga dalam satu komando, untuk
mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan, logistik dan
penyelamatan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya memudahkan akses
untuk mengendalikan sektor/lembaga/organisasi dalam hal permintaan
dan pengerahan sumberdaya manusia, peralatan, logistik, imigrasi, bea
cukai dan karantina, perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan
pertanggungjawaban atas uang dan/atau barang, serta penyelamatan
2
C. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan
Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur dan Undang
Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
3
D. Pengertian
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
2. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya Bencana, kegiatan pencegahan Bencana, tanggap
darurat dan Rehabilitasi serta Rekonstruksi.
3. Status Keadaan Darurat Bencana adalah suatu Keadaan Darurat
Bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk jangka
waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang
menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan Bencana dan
dapat dimulai sejak status Siaga Darurat, Tanggap Darurat Bencana
dan Transisi Darurat ke Pemulihan.
4. Siaga Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat potensi Bencana terjadi untuk menghadapi dampak
buruk yang mungkin ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan kelompok rentan dan pengurusan Pengungsi.
5. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian Bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan Pengungsi, serta
Pemulihan prasarana dan sarana.
5
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi pembentukan, organisasi
dan tata kerja serta penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
BABII Pembentukan Sistem Komando Tanggap Tanggap Darurat
Bencana
BABIII Organisasi dan Tata Kerja Komando Tanggap Darurat
Bencana
BAB IV Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana
BABV Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
BABVI Penutup
7
BAB II
PEMBENTUKAN
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA
BAB III
ORGANISASI DAN TATA KERJA
KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA
A. Organisasi
1. Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana merupakan
organisasi satu komando yang bersifat ad hoc, dengan mata rantai
dan gans komando serta tanggung jawab yang jelas.
Instansi/lembaga dapat dikoordinasikan dalam satu organisasi
berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat dibentuk
di semua tingkatan wilayah Bencana baik di tingkat kabupaten/kota,
propinsi maupun tingkat nasional.
2. Struktur organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana terdiri atas
Komandan yang dibantu oleh Staf Komando dan Staf Umum, secara
lengkap terdiri dari:
a. Komandan Tanggap Darurat Bencana;
b. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana;
c. Staf Komando:
1) Sekretariat;
2) Hubungan Masyarakat;
3) Keselamatan dan keamanan; dan
4) Perwakilan instansi/lembaga.
d. Staf Umum :
1) Bidang Operasi;
2) Bidang Perencanaan;
3) Bidang Logistik dan Peralatan; dan
4) Bidang Administrasi Keuangan.
3. Struktur organisasi ini merupakan organisasi standar dan dapat
diperluas berdasarkan kebutuhan dengan rentang kendali maksimal
5 (lima).
4. Sesuai dengan jenis, kebutuhan dan kompleksitas Bencana dapat
dibentuk unit organisasi dalam bentuk seksi-seksi yang berada di
bawah bidang dan dipimpin oleh Kepala Seksi yang bertanggung
jawab kepada Kepala Bidang.
13
BAB IV
PENYELENGGARAAN
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA
B. Permintaan Sumberdaya
Mekanisme permintaan sumberdaya untuk penanganan Tanggap Darurat
Bencana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Komandan Tanggap Darurat Bencana mengajukan permintaan
kebutuhan sumberdaya kepada Kepala BPBD berdasarkan atas
ketersediaan sumberdaya di lokasi dan tingkatan Bencana;
2. Kepala BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkatan Bencana, meminta
dukungan sumberdaya manusia, logistik dan peralatan untuk
menyelamatkan dan mengevakuasi korban, memenuhi kebutuhan
dasar hidup dan memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yang
rusak kepada pimpinan instansi/lembaga terkait sesuai tingkat
kewenangannya;
3. Instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan serta
memobilisasi sumberdaya manusia, logistik dan peralatan ke lokasi
Bencana;dan
4. Penerimaan serta penggunaan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik di lokasi Bencana sebagaimana dimaksud dilaksanakan di
bawah kendali Kepala BPBD dan atau Pemerintah Kabupaten Blitar.
18
BAB V
PELAPORAN, MONITORING, DAN EVALUASI
A. Pelaporan
1. Komandan Tanggap Darurat Bencana berkewajiban membuat
laporan kepada Bupati dengan tembusan kepada Kepala BPBD serta
Instansi/1embaga/organisasi terkait.
2. Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat kewenangannya
mengirimkan laporan harian, laporan mingguan, laporan khusus
dan laporan insidentil tentang pelaksanaan operasi Tanggap Darurat
Bencana kepada Bupati dengan tembusan kepada instansi/lembaga/
organisasi yang terkait.
3. Pelaporan akhir meliputi pelaksanaan Komando Tanggap Darurat
Bencana, jumlah/kekuatan sumber daya manusia, jumlah
peralatan, jumlah setiap jenis/macam logistik dan sumber daya
lainnya serta dilengkapi dengan sistem distribusinya secara tertib
dan akuntabel maksimal 1 (satu) minggu setelah diterbitkan Surat
Keputusan Pemberhentian.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
I
BUPATI BLITAR,
ttd
RINI SYARIFAH