Anda di halaman 1dari 84

BUPATI BLITAR

PROVINS! JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI BLITAR


NOMOR 84 TAHUN 2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR
NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (4),


Pasal 42 ayat (5), Pasal 49 ayat (3), Pasal 50 ayat (2), dan
Pasal 53 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor
3 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana, perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3
Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II
Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur
dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang
-2-

Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam


Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4828);
-3-

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang


Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4829);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 157);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun
2020 tentang Pedoman Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 1781);
10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata
Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan
Dasar;
11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian dan Besaran Bantuan Santunan Duka Cita;
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman
Komando Tanggap Darurat Bencana;
13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 8 Tahun 2011 tentang Standardisasi
Data Kebencanaan;
-4-

14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan


Bencana Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana;
15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyusunan
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1570);
16. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penggunaan Dana Siap
Pakai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 282);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun
2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Blitar;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 7 Tahun
2014 tentang Bantuan Bencana (Lembaran Daerah
Kabupaten Blitar Tahun 2014 Nomor 6/E);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2016 Nomor 10/D, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Blitar Nomor 17);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun
2019 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran
Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2019 Nomor 3/E,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Nomor
43);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 2 Tahun
2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2021-2026
(Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2021
Nomor 2/E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Blitar Nomor 61);
-5-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN BUPATI TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR
NOMOR 3 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN
BENCANA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalarn Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Blitar.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Blitar.
3. Bupati adalah Bupati Blitar.
4. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Blitar.
5. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang
selanjutnya disebut Kepala BPBD adalah Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Blitar yang
secara ex-officio dijabat Sekretaris Daerah Kabupaten
Blitar.
6. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana
Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Pelaksana
BPBD adalah Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Blitar yang berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD.
7. Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PD adalah
organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab kepada Bupati dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
-6-

8. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.
9. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya Bencana,
kegiatan pencegahan Bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
10. Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan sekelompok orang/masyarakat yang
memerlukan tindakan penanganan segera dan memadai.
11. Status Keadaan Darurat Bencana adalah suatu Keadaan
Darurat Bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah untuk jangka waktu tertentu atas dasar
rekomendasi badan yang menyelenggarakan urusan di
bidang penanggulangan Bencana dan dapat dimulai
sejak status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi
darurat ke pemulihan.
12. Penanganan Darurat Bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada Keadaan
Darurat Bencana untuk mengendalikan
ancaman/penyebab Bencana dan menanggulangi
dampak yang ditimbulkan.
13. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat Bencana.
14. Unit Reaksi Cepat BPBD adalah unit yang ditugaskan
oleh Kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya untuk
melakukan kegiatan kaji cepat Bencana dan dampak
Bencana, serta memberikan dukungan pendampingan
dalam rangka Penanganan Darurat Bencana.
-7-

15. Pengkajian Cepat adalah serangkaian kegiatan penilaian


yang dilakukan secara cepat, tepat dan akurat untuk
memberikan gambaran situasi ancaman/kejadian
Bencana, dampak, identifikasi kebutuhan Penanganan
Darurat Bencana dan perkembangannya.
16. Siaga Darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat potensi Bencana
terjadi untuk menghadapi dampak buruk yang mungkin
ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan kelompok rentan dan pengurusan
pengungs1.
1 7. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
Bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan� yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
18. Masa Tanggap Darurat Bencana adalah jangka waktu
tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau
Pemerintah Daerah untuk penanganan darurat.
19. Transisi Darurat ke Pemulihan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera yang meliputi
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok
rentan dan perbaikan darurat.
20. Komando Tanggap Darurat Bencana adalah organisasi
penanganan Tanggap Darurat Bencana yang dipimpin
oleh seorang Komandan Tanggap Darurat Bencana dan
dibantu oleh staf komando dan staf umum, memiliki
struktur organ1sas1 standar yang menganut satu
komando dengan mata rantai dan garis komando yang
jelas dan memiliki satu kesatuan komando dalam
mengkoordinasikan instansi/lembaga/organisasi terkait
untuk pengerahan sumber daya.
-8-

21. Sistem Komando Tanggap Daru.rat Bencana adalah suatu


sistem Penanganan Darurat Bencana yang digunakan
oleh semua instansi/lembaga dengan mengintegrasikan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan dan
anggaran.
22. Sistem Komando Tunggal adalah Komando Tanggap
Daru.rat Bencana yang dipimpin/dikomando oleh 1 (satu)
orang yang berasal dari instansi/lembaga.
23. Sistem Komando Terpadu adalah Komando Tanggap
Darurat Bencana yang dipimpin/dikomando oleh lebih
dari 1 (satu) orang yang berasal dari instansi/lembaga.
24. Staf Komando adalah pembantu Komandan Tanggap
Darurat Bencana dalam menjalankan urusan sekretariat,
hubungan masyarakat, perwakilan instansi/lembaga
serta keselamatan dan keamanan.
25. Staf Umum adalah pembantu Komandan Tanggap
Darurat Bencana dalam menjalankan fungsi utama
komando untuk bidang operasi, bidang perencanaan,
bidang logistik dan peralatan serta bidang administrasi
keuangan untuk penanganan Tanggap Darurat Bencana
yang terjadi.
26. Fasilitas Komando Tanggap Darurat Bencana adalah
personil, sarana dan prasarana pendukung
penyelenggaraan penanganan Tanggap Darurat Bencana
yang dapat terdiri dari pusat komando, personil
komando, gudang, sarana dan prasarana transportasi,
peralatan, sarana dan prasarana komunikasi serta
informasi.
27. Dana Penanggulangan Bencana adalah dana yang
digunakan bagi penanggulangan Bencana untuk tahap
pra Bencana, saat tanggap daru.rat, dan/atau pasca
Bencana.
28. Pemulihan adalah proses kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
Bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan
prasarana pada keadaan semula atau lebih baik dengan
melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi;
-9-

29. Rehabilitasi adalah perbaikan dan Pemulihan semua


aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca Bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan, kehidupan dan
penghidupan masyarakat pada wilayah pasca Bencana.
30. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca
Bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca Bencana.
31. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang telah
dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan
rumah atau tempat tinggal mereka sebelumnya, sebagai
akibat dari dan/atau dampak buruk Bencana.
32. Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana yang selanjutnya
disebut Jitupasna adalah suatu rangkaian kegiatan
pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak,
perkiraan kebutuhan, dan rekomendasi awal terhadap
strategi Pemulihan yang menjadi dasar penyusunan
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana.
33. Tim Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana yang
selanjutnya disebut Tim Jitupasna adalah tim yang
mengkaji dan menilai akibat, analisis dampak dan
perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar penyusunan
rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana.
34. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
adalah dokumen perencanaan yang disusun secara
bersama antara Badan Nasional Penanggulangan
Bencana/BPBD bersama kementerian/lembaga, PD serta
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan atas
Jitupasna untuk periode waktu tertentu.
-10-

35. Bantuan adalah bantuan bagi Korban Bencana untuk


pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri dari
penampungan sementara, bantuan pangan, sandang, air
bersih dan sanitasi, dan bantuan kemanusiaan yaitu
santunan duka cita.
36. Santunan Duka Cita adalah santunan yang diberikan
oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga non
pemerintah berupa uang yang diberikan kepada ahli
waris dari korban bencana yang meninggal dunia.
37. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan
Santunan Duka Cita, dalam hal ini orang tua (ayah atau
ibu), suami atau istri korban, atau anak sah korban.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati ini sebagai:
a. pedoman penetapan Status Keadaan Darurat Bencana di
Daerah;
b. panduan bagi BPBD, instansi/lembaga/organisasi
terkait, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia dalam penanganan Tanggap Darurat
Bencana di Daerah melalui Sistem Komando Tanggap
Darurat Bencana di Daerah;
c. pedoman dalam penyusunan rencana dan
penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana;dan
d. pedoman pelaksanaan pemberian bantuan bagi Korban
Bencana.

Pasal 3
Tujuan ditetapkannya Peraturan Bupati ini sebagai berikut:
a. tersedianya pedoman dalam menetapkan suatu wilayah
dalam Status Keadaan Darurat Bencana;
-11-

b. tersedianya pedoman dalam menetapkan tingkatan


Status Keadaan Darurat Bencana yang diberlakukan di
Daerah;
c. agar pelaksanaan tugas penanganan Tanggap Darurat
Bencana dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, efektif,
efisien, terpadu dan dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
di Daerah;
d. mewujudkan penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi yang merupakan satu kesatuan dalam
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan
terintegrasi dalam perencanaan pembangunan daerah;
e. mewujudkan penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi yang dilakukan dengan tata kelola
penyelenggaraan administrasi yang baik dan benar;dan
f. terlaksananya pemberian bantuan bagi Korban Bencana
yang bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja
daerah.

Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Bupati 1n1
meliputi:
a. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana;
b. Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana;
c. penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana;dan
d. pemberian bantuan bagi Korban Bencana yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
-12-

BAB III
PENETAPAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA

Bagian Kesatu
Tahapan Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Daerah

Pasal 5
Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Daerah m1
meliputi tahapan:
a. penilaian kondisi/situasi di suatu wilayah di dalam
Daerah karena adanya ancaman/kejadian apakah dapat
dikategorikan darurat Bencana atau tidak;
b. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang dapat
diberlakukan, yaitu Siaga Darurat, Tanggap Darurat,
atau Transisi Darurat ke Pemulihan;
c. penetapan tingkatan Status Keadaan Darurat Bencana
yang dapat diberlakukan; dan
d. prosedur pelaksanaan dalam menetapkan Status
Keadaan Darurat Bencana.

Bagian Kedua
Sistematika

Pasal 6
( 1) Pedoman penetapan Status Keadaan Darurat Bencana
Daerah disusun berdasarkan sistematika yang terdiri
atas:
a. BAB I Pendahuluan;
b. BAB II Penetapan Status Kedaan Darurat
Bencana;
c. BAB III Penetapan Tingkatan Status Keadaan
Darurat Bencana; dan
d. BAB IV Prosedur Penetapan Status Keadaan
Darurat Bencana.
-13-

(2) Isi, muatan dan rincian pedoman penetapan Status


Keadaan Darurat Bencana Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Bupati ini.

BAB IV
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA

Pasal 7
( 1) Dalam Status Keadaan Darurat Bencana Daerah, Kepala
BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai
kemudahan akses berupa komando untuk
memerintahkan instansi/lembaga dalam satu komando,
untuk mengerahkan sumber daya manusia, peralatan,
logistik dan penyelamatan.
{2) Fungsi komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan Sistem Komando Tanggap
Darurat Bencana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengena1 Sistem Komando
Tanggap Darurat Bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Bupati
ini.
-14-

BABV
PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
PASCA BENCANA

Bagian Kesatu
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana

Paragraf 1
Dokurnen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana

Pasal 8
(1) Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca Bencana diawali
dengan penyusunan dokurnen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana.
(2) Penyusunan dokurnen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana sebagairnana dirnaksud
pada ayat (1) dilaksanakan rnelalui tahapan sebagai
berikut:
a. persiapan;
b. penyusunan rancangan;
c. penyajian rancangan;
d. konsultasi atau konsolidasi;
e. finalisasi; dan
f. penetapan.
(3) Dokurnen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) terdiri
atas Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca
Bencana skala Daerah.
(4} Penyusunan dokumen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana sebagaimana dirnaksud
pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 90 (sernbilan
puluh) hari dan dirnulai pada saat Tanggap Darurat
Bencana.
-15-

(5) Dokumen perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


pasca Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
(6) Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 9
Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
berkedudukan sebagai:
a. acuan penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
pasca Bencana berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha;
b. dokumen perencanaan yang diintegrasikan dengan
rencana pembangunan jangka menengah daerah wilayah
terdampak Bencana;
c. dokumen perencanaan yang diintegrasikan dengan
rencana kerja Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
serta perencanaan pembangunan sektor terkait; dan
d. acuan untuk penganggaran yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran
pendapatan dan belanja daerah, dan hibah.

Pasal 10
(1) Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berisi:
a. kondisi wilayah dan kejadian Bencana;
b. Jitupasna;
c. prinsip, kebijakan dan strategi; dan
d. penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana.
-16-

(2) Ruang lingkup Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pasca Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
meliputi:
a. sektor permukiman, merupakan perbaikan
lingkungan daerah terdampak Bencana, pemberian
bantuan perbaikan rumah masyarakat, dan
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
b. sektor infrastruktur, merupakan perbaikan dan
peningkatan kembali prasarana dan sarana umum
untuk Pemulihan fungsi pelayanan publik seperti
transportasi darat, laut, udara, pos, telekomunikasi,
energi, sumber daya air, air bersih dan sanitasi;
c. sektor ekonomi, merupakan Pemulihan dan
peningkatan ekonomi lokal, perdagangan dan pasar,
usaha kecil dan menengah, pertanian, perikanan,
peternakan, perkebunan dan pariwisata;
d. sektor sosial, merupakan Pemulihan psikologis
sosial, pemberian bantuan jatah hidup selama
mengungsi, konstruksi sosial dan budaya,
perbaikan dan peningkatan pelayanan kesehatan,
pendidikan dan agama, Pemulihan kearifan lokal
dan tradisi masyarakat, Pemulihan hubungan
antara budaya dan keagamaan, serta
membangkitkan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat; dan
e. lintas sektor, merupakan Pemulihan kegiatan tata
pemerintahan keuangan dan perbankan,
lingkungan hidup dan Pengurangan Risiko Bencana
serta ketertiban dan keamanan dalam sub sektor
pengurangan risiko Bencana sesuai yang tercantum
pada ayat (2) huruf e dibuat berdasarkan
karakterisik Bencana.
(3) Penyusunan dokumen Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana dalam rangka membangun
kembali lebih baik dan lebih aman harus
memperhatikan:
a. hasil Jitupasna;
-17-

b. lingkungan hidup dan daerah aliran sungai;


c. rencana pembangunan jangka menengah daerah;
d. rencana tata ruang daerah;
e. perencanaan sektor yang ada;
f. kajian risiko Bencana;
g. kesehatan masyarakat dan lingkungan sehat;
h. kondisi sosial, adat istiadat dan budaya lokal;
1. kondisi ekonomi lokal;
J. peraturan perundang-undangan dan standar
nasional Indonesia mengenai penyelenggaraan
bangunan gedung dan infrastruktur yang berlaku;
dan
k. standar pelayanan minimal yang ditetapkan
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Paragraf 2
Tim Penyusun

Pasal 11
(1) Dalam rangka penyusunan dokumen Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Bupati
membentuk Tim Penyusun.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penyusun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. unsur Pemerintah Daerah; dan
b. pihak lain yang ditunjuk sesuai keahliannya.
(3) Tim Penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. Bupati selaku penanggung jawab;
b. BPBD;
c. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah;
d. PD terkait di lingkungan Pemerintah Daerah; dan
e. masyarakat serta dunia usaha di Daerah.
-18-

(4) Dalam hal hasil penyusunan dokumen Rencana


Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
membutuhkan analisis dan kajian yang lebih mendalam
dan akurat, penyusunan dokumen Rencana Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana dapat menggunakan
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

Paragraf 3
Pendanaan

Pasal 12
Sumber dana untuk penyusunan dokumen Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana dapat berasal
dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
c. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

Bagian Kedua
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana

Paragraf 1
Rehabilitasi

Pasal 13
Rehabilitasi pasca Bencana meliputi kegiatan:
a. perbaikan lingkungan daerah Bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat bagi
masyarakat yang terdampak Bencana berdasarkan
verifikasi dan validasi;
d. pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang
mengungsi;
e. Pemulihan sosial psikologis;
f. pelayanan kesehatan;
g. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
h. Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya;
-19-

i. Pemulihan keamanan dan ketertiban;


J. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
k. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

Pasal 14
(1) Perbaikan lingkungan daerah Bencana serta prasarana
dan sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 huruf a dan huruf b mencangkup:
a. sektor permukiman meliputi:
1. kawasan perumahan permanen;
2. kawasan perumahan semi permanen;
3. kawasan perumahan non permanen; dan
4. prasarana lingkungan;
b. sektor infrastruktur meliputi:
1. transportasi meliputi:
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan desa, jembatan nasional, jembatan
provinsi, jembatan kabupaten, jembatan desa,
trotoar, halte bus, terminal (bangunan dan
tempat parkir), kereta api (stasiun, rel kereta
api, jembatan), sarana pendukung.
2. energi meliputi:
a) listrik: genset, Janngan listrik, gardu
distribusi, tiang listrik, trafo;
b) bahan bakar minyak: stasiun pengisian
bahan bakar umum, stasiun pengisian
bahan bakar elpiji, depo bahan bakar
minyak, dan jaringan pipa;
3. pos dan telekomunikasi : bangunan kantor pos,
stasiun televisi (bangunan, menara tranmisi,
jaringan), stasiun radio (bangunan, menara
tranmisi, jaringan), telepon/selular (bangunan,
menara tranmisi, jaringan);
-20-

4. rur dan sanitasi perusahaan daerah air


minum (bangunan, reservoir/penampungan
air, jaringan pipa, sarana pendukung), sumur
galian, sumur bor, tempat pembuangan akhir
sampah (bangunan, instalasi pengolahan
sampah);dan
5. sumber daya air irigasi, dam/bendungan,
tanggul;
c. sektor ekonomi produktif meliputi :
1. pertanian: lahan produktif, tanaman, alat dan
perlengkapan;
2. petemakan: kandang/kolam, ternak, alat dan
perlengkapan;
3. industri: industri rumah tangga, industri kecil,
industri besar;
4. perdagangan:
a) pasar tradisional: bangunan dan sarana
pendukung;
b) pasar lokal: bangunan dan sarana
pendukung;dan
c) pasar regional: bangunan dan sarana
pendukung;
5. pariwisata: hotel/ losmen/ penginapan,
restoran/rumah makan, fasilitas pendukung
lainnya;
d. sektor sosial meliputi:
1. kesehatan:
a) rumah sakit: bangunan, peralatan,
prasarana;
b) puskesmas: bangunan, peralatan,
prasarana;
c) klinik: bangunan, peralatan, prasarana;
d) polindes: bangunan, peralatan, prasarana;
dan
e) posyandu: bangunan, peralatan,
prasarana;
-21-

2. pendidikan:
a) taman kanak-kanak: bangunan, peralatan,
prasarana;
b) sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah:
bangunan, peralatan, prasarana; dan
c) sekolah menengah pertama/ madrasah
tsanawiyah: bangunan, peralatan,
prasarana;
3. lembaga sosial:
a) panti asuhan: bangunan, peralatan,
prasarana;
b) panti jompo: bangunan, peralatan,
prasarana;
c) panti cacat: bangunan, peralatan,
prasarana;
d) panti Rehabilitasi anak: bangunan,
peralatan, prasarana; dan
e) panti Rehabilitasi bina remaja: bangunan,
peralatan, prasarana;
4. olah raga: sarana dan prasarana.
5. agama:
a) mushola/ masjid: bangunan dan peralatan;
b) gereja: bangunan dan peralatan;
c) kelenteng: bangunan dan peralatan;
d) pura: bangunan dan peralatan;
e) wihara: bangunan dan peralatan; dan
f) budaya: candi dan bangunan bersejarah
lainnya yang masuk kategori cagar budaya
sesuai peraturan perundang-undangan;
e. lintas sektoral meliputi:
1. pemerintahan:
a) kantor pemerintahan: bangunan dan
peralatan; dan
b) kantor badan usaha milik negara/ daerah:
bangunan dan peralatan;
2. keuangan/ perbankan:
a) bank: bangunan dan peralatan; dan
-22-

b) koperasi: bangunan dan peralatan;


3. ketertiban dan keamanan:
a) Kepolisian Republik Indonesia: bangunan
dan peralatan;dan
b) Tentara Nasional Indonesia: bangunan dan
peralatan;
4. lingkungan hidup:
a) hutan lindung;dan
b) kawasan lindung;
f. pengurangan risiko Bencana meliputi :
1. desa tangguh Bencana;
2. sistem informasi kebencanaan;
3. rencana penanggulangan Bencana dan rencana
kontijensi;
4. survei, penyusunan dan pengelolaan peta
rawan Bencana;
5. diskusi kelompok terarah tentang penataan
ruang berbasis pengurangan risiko Bencana;
6. penataan ruang berbasis pengurangan risiko
Bencana;dan
7. peningkatan kualitas tata ruang kawasan
rawan Bencana berbasis pengurangan risiko
Bencana dan pengelolaan daerah rawan
khususnya daerah aliran sungai, kawasan
hutan lindung, kawasan cagar budaya, dan
kawasan rawan Bencana lainnya.
(2) Peningkatan kualitas tata ruang kawasan rawan
Bencana berbasis pengurangan risiko Bencana dan
pengelolaan daerah rawan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f angka 7 dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-23-

Pasal 15
( 1) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c
merupakan bantuan Pemerintah sebagai stimulan untuk
membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang
mengalami kerusakan akibat Bencana agar dapat dihuni
kembali.
(2) Rumah masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rumah tinggal yang dipergunakan sebagai
tempat hunian bagi masyarakat umum, meliputi:
a. rumah individual, yakni rumah tinggal tunggal
untuk rumah tangga tunggal;
b. rumah bersama, yakni:
1) rumah tinggal tunggal untuk rumah majemuk;
2) rumah gandeng/deret/ panjang;
3) rumah susun;
4) apartemen/kondominium; dan
5) rumah sewa.
(3) Tidak termasuk dalam rumah masyarakat sebagaimana
dimasuk pada ayat (2), yakni:
a. rumah dinas; dan
b. rumah tinggal sementara/akomodasi (homestay,
asrama, tempat kos, wisma tamu, vila dan bungalo).

Pasal 16
(1) Pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang
mengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
d berupa uang tunai untuk tambahan lauk pauk yang
diberikan pada saat berakhirnya Tanggap Darurat
Bencana dan berada di hunian sementara atau hunian
tetap.
(2) Penerima bantuan Jamman hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagi
berikut:
a. seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat yang mengalami Bencana;
-24-

b. diberikan setelah masa transisi Tanggap Daru.rat


Bencana berakhir;
c. Korban Bencana masih tinggal di hunian
sementara/ pengungsian; dan
d. diberikan kepada Korban Bencana secara individu.

Pasal 17
(1) Pemulihan sosial psikologis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huru.f e meru.pakan pemberian bantuan
kepada masyarakat yang terkena dampak Bencana agar
masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti
sebelum terjadi Bencana serta untuk mencegah dampak
psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan
kesehatan mental.
(2) Pemulihan sosial psikologis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui mekanisme dan teknis
beru.pa:
a. konseling individu maupun kelompok;
b. kegiatan psikososial;
c. pelatihan; dan
d. psikoedukasi.
(3) Pelaksanaan mekanisme dan teknis Pemulihan sosial
psikologis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haru.s
mempertimbangkan:
a. karakter masyarakat;
b. budaya setempat;
c. kearifan konstekstual; dan
d. nilai-nilai kepercayaan yang dipegang teguh
masyarakat setempat.

Pasal 18
(1) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huru.f f meru.pakan kegiatan dalam upaya
memulihkan kembali segala bentuk pelayanan kesehatan
sehingga minimal dapat tercapai kondisi seperti sebelum
terjadi Bencana.
-25-

(2) Upaya Pemulihan kembali sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) agar sistern pelayanan kesehatan dapat berfungsi
kembali, yakni meliputi:
a. sumber daya manusia di bidang kesehatan;
b. sarana/prasarana kesehatan; dan
c. kepercayaan masyarakat.

Pasal 19
(1) Rekonsiliasi dan resolusi konflik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf g merupakan upaya dalam
merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak
yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan
konflik serta memposisikan perbedaan pendapat dan
menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran
dan konflik.
(2) Kegiatan rekonsiliasi dan resolusi konflik sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1), diawali dengan penyusunan
rencana teknis rinci rekonsiliasi dan resolusi yang
mencakup aspek:
a. bentuk perselisihan, persengketaan atau konflik;
b. pihak-pihak yang menjadi sasaran kegiatan
rekonsiliasi dan resolusi;
c. permasalahan yang dihadapi oleh para pihak;
d. pihak-pihak yang dipandang dapat berperan sebagai
mediator;
e. skenario, mekanisme dan teknis pelaksanaan;
f. rencana pembiayaan; dan
g. fasilitator yang mengerjakan.

Pasal 20
( 1) Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf h merupakan upaya
untuk memfungsikan kembali kegiatan dan/atau
lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di
daerah Bencana.
-26-

(2) Kegiatan Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diawali dengan
penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana atau rencana teknis rinci Pemulihan
sosial, ekonomi dan budaya yang mencakup aspek:
a. kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya
yang menjadi sasaran;
b. permasalahan yang dihadapi;
c. sumber daya yang tersedia;
d. skenario, mekanisme dan teknis pelaksanaannya;
e. rencana pembiayaan; dan
f. penyelenggara.

Pasal 21
(1) Pemulihan keamanan dan ketertiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf i merupakan kegiatan
untuk mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban
masyarakat sebagaimana sebelum terjadi Bencana dan
menghilangkan gangguan keamanan dan ketertiban di
daerah Bencana.
(2) Kegiatan Pemulihan keamanan dan ketertiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan:
a. mengaktifkan kembali fungsi lembaga keamanan
dan ketertiban di daerah Bencana;
b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam
kegiatan pengamanan dan ketertiban; dan
c. menyelenggarakan koordinasi dengan PD terkait di
bidang keamanan dan ketertiban.
(3) Kegiatan Pemulihan keamanan dan ketertiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diawali dengan
penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana dan/ atau rencana teknis rinci Pemulihan
keamanan dan ketertiban yang mencakup aspek:
a. kegiatan dan lembaga keamanan dan ketertiban
yang menjadi sasaran;
b. permasalahan yang dihadapi;
-27-

c. sumber daya yang tersedia;


d. skenario, mekanisme dan teknis pelaksanaannya;
e. rencana pembiayaan; dan
f. penyelenggara.

Pasal 22
(1) Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf j merupakan upaya untuk
memfungsikan kembali fungsi administrasi pengelolaan
pembangunan wilayah.
(2) Kegiatan Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan:
a. mengaktifkan kembali petugas pemerintahan;
b. menyelamatkan dan menjaga dokumen negara dan
pemerintahan;
c. memfungsikan kembali peralatan pendukung tugas
pemerintahan; dan
d. mengatur kembali tugas PD terkait.
(3) Kegiatan Pemulihan fungsi pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diawali dengan penyusunan
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
dan/atau rencana teknis Pemulihan fungsi
pemerintahan dengan mempertimbangkan karakter,
kondisi dan situasi setempat.

Pasal 23
(1) Pemulihan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf k merupakan upaya
agar berbagai pelayanan publik yang mendukung
kegiatan/kehidupan sosial dan perekonomian wilayah
yang terkena Bencana dapat berlangsung kembali;
(2) Kegiatan Pemulihan fungsi pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
pada:
a. pelayanan kesehatan;
b. pelayanan pendidikan;
c. pelayanan perekonomian;
-28-

d. pelayanan perkantoran umum/pemerintah; dan


e. pelayanan peribadatan.
(3) Kegiatan Pemulihan fungsi pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diawali dengan
penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana dan/atau rencana teknis rinci Pemulihan
fungsi pelayanan publik yang mencakup aspek-aspek:
a. volume/luasan yang akan direhabilitasi;
b. tahapan pengerjaan;
c. besaran biaya;
d. persyaratan teknis pelaksanaannya; dan
e. petugas yang dapat mengerjakan.

Pasal 24
Perbaikan lingkungan, perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
Pemulihan sosial psikologis dan pelayanan kesehatan pada
wilayah Bencana mengacu pada Jitupasna yang telah
disusun yang memuat:
a. data kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, prasarana
dan sarana sebelum terjadi Bencana dan setelah terjadi
Bencana;
b. data kerusakan dan kerugian akibat Bencana;
c. gangguan akses, gangguan fungsi, peningkatan risiko;
d. kajian akibat Bencana, kajian dampak Bencana, kajian
kebutuhan pasca Bencana;
e. perkiraan kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
pasca Bencana yang memuat rencana anggaran biaya
dan gambar desain;
f. potensi sumber daya yang ada di daerah Bencana;
g. rencana program dan kegiatan serta durasi waktu dan
jadwal kegiatan; dan
h. peta tematik yang berisi:
1. peta rona awal;
2. peta kependudukan;
3. peta rencana tata ruang wilayah;
4. peta kawasan rawan Bencana; dan
-29-

5. peta tematik dan konsep penataan ruang jika


dampak yang diakibatkan Bencana membutuhkan
relokasi warga ke daerah yang lebih aman.

Pasal 25
Pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban Rehabilitasi
pasca Bencana berpedoman pada peraturan perundang­
undangan yang mengatur tentang mekanisme pelaksanaan
dan pertanggungjawaban anggaran.

Pasal 26
Pelaporan pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi dilaksanakan
berdasar prinsip pemantauan dan evaluasi yang mengacu
dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana yang telah ditetapkan oleh Kepala BPBD yang
tertuang dalam dokumen perencanaan daerah.

Paragraf 2
Rekonstruksi

Pasal 27
Rekonstruksi pasca Bencana meliputi kegiatan:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan Bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organ1sas1
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
-30-

Pasal28
1)
( Pembangunan kembali prasarana dan sarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a
merupakan kegiatan fisik pembangunan baru prasarana
dan sarana untuk memenuhi kebutuhan kegiatan
ekonomi, sosial, dan budaya dengan memperhatikan
rencana tata ruang wilayah provinsi dan daerah.
2
( ) Rencana tata ruang wilayah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat 2
( ) memuat:
a. rencana struktur ruang wilayah;
b. rencana pola ruang wilayah;
c. penetapan kawasan;
d. arahan pemanfaatan ruang wilayah; dan
e. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
3
( ) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan berdasarkan Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana yang memuat perencanaan
teknis dengan memperhatikan masukan dari PD terkait
dan aspirasi masyarakat daerah Bencana.

Pasal29
(1) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat 3
( ) merupakan kegiatan penyusunan dokumen
rencana teknis yang berisikan gambar rencana kegiatan
yang ingin diwujudkan.
2
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disusun secara optimal melalui survei, investigasi,
kajian atau analisis, pembuatan desain dengan
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya lokal,
adat istiadat, dan standar konstruksi bangunan dan
memperhatikan kondisi alam.
3
( ) Perencanaan teknis pembangunan kembali prasarana
dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
mengacu pada Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana juga memuat:
a. rumusan strategi dan kebijaksanaan operasional;
-31-

b. rencana rinci pembangunan kembali prasarana dan


sarana sesuai dengan rencana induk;
c. rencana kerja dan anggaran;
d. dokumen pelaksanaan;
e. dokumen kerjasama dengan pihak lain;
f. dokumen pengadaan barang dan jasa sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan;
g. ketentuan pelaksanaan pembangunan kembali yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan pihak lain
yang terkait; dan
h. ketentuan penggunaan dana pembangunan kembali
prasarana dan sarana dengan menJUnJung tinggi
integritas dan bebas serta dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Pedoman perencanaan teknis pembangunan kembali
prasarana dan sarana disusun berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh PD terkait dan dikoordinasikan oleh
Kepala BPBD.

Pasal 30
( 1) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b
merupakan kegiatan pembangunan baru fasilitas sosial
dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sosial dan kemasyarakatan.
(2) Kegiatan pembangunan kembali sarana sosial
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
berdasarkan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana yang memuat perencanaan teknis dengan
memperhatikan masukan dari PD terkait dan aspirasi
masyarakat daerah Bencana.
(3) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan jenis, karakteristik
dan tingkatan Bencana.
3
- 2-

Pasal31
(1) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) merupakan kegiatan penyusunan dokumen
rencana teknis yang berisikan gambar rencana kegiatan
pembangunan yang ingin diwujudkan.
2
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1
( )
harus disusun secara optimal melalui survei, investigasi,
kajian atau analisis, pembuatan gambar desain dengan
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat
istiadat, dan standar teknis bangunan.
3
( ) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 2
( )
paling sedikit harus memenuhi ketentuan teknis
mengenai:
a. standar teknik konstruksi bangunan;
b. penetapan kawasan; dan
c. arahan pemanfaatan ruang.
(4) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 3
( )
meliputi:
a. rencana rinci pembangunan sarana pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, peribadatan,
pemerintahan, perbankan, lingkungan hidup,
keamanan dan ketertiban;
b. dokumen pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
c. rencana kerja;
d. dokumen kerja sama dengan pihak lain;
e. dokumen pengadaan barang dan/atau jasa sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan; dan
f. ketentuan pelaksanaan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Pasal32
1
( ) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
huruf c ditujukan untuk menata kembali kehidupan dan
mengembangkan pola kehidupan ke arah kondisi
kehidupan sosial budaya masyarakat yang lebih baik.
-33-

(2) Upaya menata kembali kehidupan sosial budaya


masyarakat dilakukan dengan cara:
a. menghilangkan rasa traumatik masyarakat
terhadap Bencana;
b. mempersiapkan masyarakat melalui kegiatan
kampanye sadar Bencana dan peduli Bencana;
c. penyesuaian kehidupan sosial budaya masyarakat
dengan lingkungan rawan Bencana; dan
d. mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pengurangan risiko Bencana.
(3) Pelaksanaan kegiatan pembangkitan kembali kehidupan
sosial budaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh PD terkait yang berkoordinasi
dengan Kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 33
(1) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan Bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d
ditujukan untuk:
a. meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi
prasarana dan sarana yang mampu mengantisipasi
dan tahan/ aman Bencana; dan
b. mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih
parah akibat Bencana.
(2) Upaya penerapan rancang bangun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. mengembangkan rancang bangun hasil penelitian
dan pengembangan;
b. menyesuaikan dengan tata ruang;
c. memperhatikan kondisi dan kerusakan daerah;
d. memperhatikan kearifan lokal; dan
e. menyesuaikan terhadap tingkat kerawanan Bencana
pada daerah yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan kegiatan penerapan rancang bangun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh PD terkait
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.
-34-

Pasal34
(1) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf e
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka
membantu penataan daerah rawan Bencana ke arah
lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan Bencana.
(2) Penataan daerah rawan Bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a. melakukan sosialisasi, simulasi dan kampanye
peduli Bencana;
b. mendorong tumbuhnya rasa peduli dan setia kawan
pada lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan
dunia usaha;
c. mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan
kegiatan persiapan menghadapi Bencana; dan
d. pelaksanaan partisipasi dan peran serta lembaga
dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat dilakukan oleh PD terkait yang
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.

Pasal35
(1) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf f ditujukan
untuk normalisasi kondisi dan kehidupan yang lebih
baik.
(2) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui upaya:
a. pembinaan kemampuan keterampilan masyarakat
yang terkena Bencana;
b. pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat
berbentuk bantuan dan/atau barang;
c. mendorong penciptaan lapangan usaha yang
produktif; dan
-35-

d. pelaksanaan peningkatan kondisi sosial, ekonomi,


dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh PD terkait dan dikoordinasikan oleh
Kepala BPBD.

Pasal 36
(1) Peningkatan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf h ditujukan untuk
penataan dan peningkatan fungsi pelayanan publik
kepada masyarakat untuk mendorong kehidupan
masyarakat di wilayah pasca Bencana ke arah yang lebih
baik.
(2) Penataan dan peningkatan fungsi pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
upaya:
a. penyiapan program jangka panjang peningkatan
fungsi pelayanan publik; dan
b. pengembangan mekanisme dan sistem pelayanan
publik yang lebih efektif dan efisien.
(3) Pelaksanaan fungsi pelayanan publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan PD terkait dan
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.

Pasal 37
(1) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf i
dilakukan dengan tujuan membantu peningkatan
pelayanan utama dalam rangka pelayanan prima.
(2) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan melalui
upaya mengembangkan pola pelayanan masyarakat yang
efektif dan efisien.
(3) Pelaksanaan peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh PD terkait dan dikoordinasikan oleh
Kepala BPBD.
-36-

Bagian Ketiga
Jitupasna

Pasal 38
(1) Jitupasna merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi:
a. pengkajian dan penilaian akibat Bencana;
b. analisis dampak Bencana;
c. perkiraan kebutuhan pasca Bencana;
d. rancangan matriks kegiatan usulan Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana; dan
e. rekomendasi awal terhadap strategi Pemulihan yang
menjadi dasar penyusunan Rencana Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
(2) Pengkajian dan penilaian akibat Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas pengkajian
kerusakan, kerugian, kehilangan/ gangguan akses,
gangguan fungsi, dan peningkatan risiko Bencana.
(3) Analisis dampak Bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas dampak ekonomi dan fiskal,
sosial, budaya dan politik, pembangunan manusia, serta
lingkungan.
(4) Perkiraan kebutuhan pasca Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas kebutuhan
pembangunan, penggantian, penyediaan bantuan akses,
Pemulihan fungsi, dan pengurangan risiko Bencana.
(5) Rancangan matriks kegiatan usulan Rencana Rehabiltasi
dan Rekonstruksi Pasca Bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas tujuan,
keluaran kegiatan, target kinerja, durasi/ jangka waktu
dan perkiraan waktu pelaksanaan.
(6) Hasil Jitupasna merupakan bahan masukan utama
dalam penyusunan Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jitupasna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan petunjuk
pelaksanaan.
-37-

BAB VI
PEMBERIAN BANTUAN BAGI KORBAN BENCANA YANG
BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH

Bagian Kesatu
Prinsip

Pasal 39
Pemberian Bantuan bagi Korban Bencana dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
a. cepat dan tepat, bahwa pemberian Bantuan
dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan;
b. prioritas, bahwa pemberian Bantuan harus diutamakan
kepada kelompok rentan;
c. koordinasi, bahwa pemberian Bantuan didasarkan pada
koordinasi yang baik dan saling mendukung;
d. keterpaduan, bahwa pemberian Bantuan dilaksanakan
oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan
pada kerja sama yang baik dan saling mendukung;
e. berdaya guna, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang
berlebihan;
f. berhasil guna, bahwa pemberian Bantuan harus berhasil
guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan korban
bencana dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan
biaya yang berlebihan;
g. transparansi, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan;
h. akuntabilitas, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara
etika dan hukum;
1. kemitraan, bahwa pemberian Bantuan harus melibatkan
berbagai pihak secara seimbang;
J. pemberdayaan, bahwa pemberian Bantuan dilakukan
dengan melibatkan Korban Bencana secara aktif;
-38-

k. non diskriminatif, bahwa pemberian Bantuan tidak


memberikan perlakuan yang berbeda terhadap Jen1s
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun;
dan
1. non proletisi, bahwa dalam pelaksanaan pemberian
Bantuan dilarang menyebarkan agama atau keyakinan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Pemberian Bantuan

Paragraf 1
Umum

Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah menyediakan dan memberikan
Bantuan kepada Korban Bencana.
(2) Pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan untuk meringankan beban masyarakat
Korban Bencana.

Paragraf 2
Jenis Bantuan

Pasal 41
Jenis Bantuan dapat berupa:
a. uang; dan
b. barang.

Pasal 42
(1) Bantuan berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 huruf a, merupakan stimulan yang dapat
diberikan kepada:
a. Ahli Waris/keluarga korban yang meninggal dunia
akibat Bencana;
b. pemilik rumah yang roboh, musnah, terbakar habis,
rusak berat, rusak sedang, atau rusak ringan akibat
terkena Bencana;
-39-

c. pengurus/panitia pembangunan/perbaikan tempat


ibadah yang rusak berat/roboh/musnah;
d. petani yang mengalami gagal panen;
e. korban wabah penyakit; dan/atau
f. Pengungsi akibat Bencana.
( )
2 Pemberian Bantuan kepada pemilik rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat 1)
( huruf b, berdasarkan usulan
desa melalui surat keterangan pengajuan Bantuan dari
kepala desa/kelurahan.
(3) Pemberian Bantuan kepada pengurus/panitia
pembangunan/perbaikan tempat ibadah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan atas
rekomendasi BPBD.
(4) Pemberian Bantuan kepada petani yang mengalami gagal
panen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
berdasarkan atas surat keterangan Dinas Pertanian dan
Pangan Kabupaten Blitar dan rekomendasi dari BPBD.
(5) Pemberian Bantuan kepada korban wabah penyakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
berdasarkan atas surat keterangan Dinas Kesehatan
Kabupaten Blitar dan rekomendasi dari BPBD.
( )
6 Pemberian Bantuan kepada Pengungsi akibat Bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
berdasarkan atas rekomendasi dari BPBD.

Pasal43
Bantuan berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf b, diberikan kepada Korban Bencana dalam bentuk:
a. penampungan sementara berupa tenda yang
memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat hunian
sementara;
b. bantuan pangan berupa bahan makanan, seperti beras,
mie instan, kecap, sambal/saos, sarden, minyak goreng
dan kebutuhan lain yang sesuai;
c. bahan non pangan berupa peralatan dapur seperti panci,
wajan, sutil, dan kebutuhan lain yang sesuai;
-40-

d. bahan sandang berupa perlengkapan pribadi seperti


selimut, pakaian perempuan dewasa, kaos, kain batik,
sarung, seragam sekolah, kelengkapan balita, sabun dan
kebutuhan lainnya yang sesuai; dan
e. bentuan air minum kemasan maupun non kemasan
serta air yang dapat dipergunakan untuk kebersihan
pribadi dan rumah tangga yang memenuhi standar
persyaratan kesehatan.

Bagian Kedua
Kriteria Kerusakan Bangunan Akibat Bencana

Pasal 44
Kriteria kerusakan bangunan akibat Bencana, terdiri atas:
a. rusak berat, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kondisi kerusakan >70% (lebih dari
tujuh puluh persen);
2. bangunan roboh total;
3. sebagian besar struktur utama bangunan rusak;
4. sebagian besar dinding dan lantai bangunan
patah/retak;
5. komponen penunjang lainnya rusak total; dan
6. membahayakan/berisiko difungsikan.
b. rusak sedang, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kerusakan 30%-70% (tiga puluh persen
sampai dengan tujuh puluh persen);
2. bangunan masih berdiri;
3. sebagian kecil struktur utama bangunan rusak;
4. sebagian besar komponen penunjang lainnya rusak;
dan
5. relatif masih berfungsi.
c. rusak ringan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. secara fisik kerusakan <30% (kurang dari tiga puluh
persen);
2. bangunan masih berdiri;
3. sebagian kecil struktur bangunan rusak ringan;
4. retak-retak pada dinding plesteran;
-41-

5. sebagian kecil komponen penunjang lainnya rusak;


dan
6. masih bisa difungsikan.

Bagian Ketiga
Kriteria Penerima Bantuan Akibat Bencana Wabah Penyakit

Pasal 45
Penerima Bantuan akibat Bencana wabah penyakit
merupakan keluarga miskin baik yang terdata dalam Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial maupun yang tidak terdata
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak mendapat bantuan program keluarga harapan/
bantuan pangan non tunai/pemilik kartu prakerja;
b. mengalami kehilangan mata pencaharian (tidak memiliki
cadangan ekonomi yang cukup untuk bertahan hidup
selama tiga bulan ke depan); dan
d. mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit
menahun/kronis.

Bagian Keempat
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Bantuan dan
Pertanggungjawaban Bantuan

Paragraf 1
Pemberian Bantuan dalam Bentuk Uang

Pasal 46
Pemberian Bantuan dalam bentuk uang dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. camat menyampaikan laporan dan permohonan Bantuan
ke Bupati melalui BPBD dengan dilampiri laporan dari
kepala desa/kelurahan, foto dokumentasi, daftar nama
korban, alamat, surat kematian, jenis kerusakan dan
taksiran kerugian dari kepala desa/kelurahan atau
sesuai dengan kejadian Bencana;
-42-

b. berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf


a, BPBD dan/atau perangkat daerah terkait melakukan
verifikasi dan mengkaji permohonan Bantuan yang
diajukan, dan dilaporkan kepada Bupati untuk
mendapatkan persetujuan/keputusan;
c. hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
huruf b ditetapkan dalam Keputusan Bupati;
d. berdasarkan persetujuan/keputusan Bupati, perangkat
daerah pengelola keuangan daerah memproses
penyaluran dana Bantuan kepada penerima manfaat
sesuai ketentuan; dan
e. BPBD menyampaikan laporan realisasi dana Bantuan
Korban Bencana kepada Bupati dan tembusan
disampaikan kepada perangkat daerah yang membidangi
pengelolaan keuangan daerah.

Paragraf 2
Pemberian Bantuan dalam Bentuk Barang

Pasal 47
Pemberian Bantuan dalam bentuk barang dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. camat menyampaikan laporan dan permohonan Bantuan
ke Bupati melalui BPBD dengan dilampiri laporan dari
kepala desa/kelurahan, foto dokumentasi, daftar nama
korban, alamat, jenis kerusakan dan taksiran kerugian
atau sesuai dengan kejadian Bencana;
b. berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, BPBD melakukan analisa kebutuhan sesuai ketentuan
dan Bantuan dapat langsung diberikan setelah
menandatangani berita acara serah terima Bantuan
barang oleh camat atau kepala desa/kelurahan;
c. BPBD menyampaikan laporan realisasi pemberian
Bantuan berupa barang kepada Bupati dan tembusan
disampaikan kepada perangkat daerah yang membidangi
pengelolaan keuangan daerah;
-43-

d. Bantuan dan/atau sumbangan dari masyarakat


dan/ atau organisasi non pemerintah diberikan melalui
BPBD kepada Korban Bencana, atau langsung kepada
Korban Bencana setelah berkoordinasi dengan BPBD;
e. kegiatan pencatatan dan pelaporan yang berkaitan
dengan mekanisme pemberian Bantuan mulai dari setiap
tahap didokumentasikan ataupun dicatat dalam suatu
dokumen sebagai bukti pertanggungjawaban sebagai
berikut:
1. pencatatan penerimaan Bantuan meliputi pemberi
bantuan, jumlah, dan jenis bantuan, serta waktu
penyerahan Bantuan;
2. pencatatan penyaluran meliputi penerima Bantuan,
jumlah, dan jenis Bantuan, waktu penyaluran,
lokasi penyaluran Bantuan, serta penanggungjawab;
3. pencatatan persediaan logistik dan peralatan; dan
4. pelaporan hasil penerimaan dan penyaluran
Bantuan disampaikan kepada satuan pelaksana
penanggulangan Bencana/BPBD dengan tembusan
lembaga/ instansi yang memberi Bantuan.

Paragraf 3
Besaran dan Waktu Pemberian Bantuan

Pasal48
( 1) Besaran Bantuan berupa uang ditetapkan dalam
Keputusan Bupati.
(2) Bantuan berupa barang sebagaimana dimaksud dalam
diberikan pada saat Tanggap Darurat Bencana dan/ atau
pasca Bencana.
4
- 4-

Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal49
Biaya yang timbul dalam rangka pemberian Bantuan Korban
Bencana dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
daerah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50
Peraturan Bupati ini berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundang peraturan ini dengan penempatannya dalam
Berita Daerah Kabupaten Blitar.

Ditetapkan di Blitar
pada tanggal 23 Desember 2021

BUPATI BLITAR,

ttd

RINI SYARIFAH

Diundangkan di Blitar
pada tanggal 28 Desember 2C21

SEKERTARIS DAERAH KABUPATEN BLITAR,

ttd

IZUL MAROM

BERITA DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2021 NOMOR 86 / E


LAMPIRAN I
PERATURAN BUPATI BLITAR
NOMOR 84 TAHUN 2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN
2019 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

PEDOMAN PENETAPAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA DAERAH

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Blitar memiliki kondisi geografis, geologis,
meteorologis, dan demografis yang bervariatif sehingga menyebabkan
wilayah Kabupaten Blitar rawan terhadap ancaman Bencana alam
maupun non alam akibat ulah manusia. Ancaman Bencana yang
dapat terjadi antara lain Bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi,
tsunami, erupsi gunungapi, banjir lahar hujan, kekeringan, angin
puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, serta wabah penyakit.
Ancaman Bencana tersebut menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan daerah.
Kabupaten Blitar terletak di lereng kaki Gunung api Kelud,
Jawa Timur dan dilewati sungai terpanjang di Jawa Timur yaitu
Sungai Brantas. Kondisi alam serta keanekaragaman penduduk dan
budaya di Kabupaten Blitar menyebabkan timbulnya risiko
terjadinya Bencana karena faktor alam maupun akibat ulah
manusia. Kabupaten Blitar adalah wilayah yang kaya akan
sumberdaya alam, di sisi utara Sungai Brantas wilayah Kabupaten
Blitar merupakan daerah yang memiliki tanah subur dan cocok
untuk budidaya padi, tebu tembakau dan sayur-sayuran, sedangkan
di sisi selatan Sungai Brantas memiliki potensi kapur yang
melimpah.
Kabupaten Blitar memiliki karakter wilayah yang bervariatif,
dari sisi selatan merupakan perpaduan antara dataran rendah dan
dataran tinggi dengan ketinggian antara 150-420 meter dari
2

permukaan laut. Dari segi topografi bagian selatan merupakan


bagian pesisir dan pegunungan berbatu, sehingga struktur tanahnya
kurang subur. Pada sisi sebelah utara merupakan dataran rendah
dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 105-349 meter dari
permukaan laut. Wilayah ini secara geografis dekat dengan Gunung
Kelud yang masih aktif. Wilayah Kabupaten Blitar meliputi 22
kecamatan terdiri atas 248 desa dan kelurahan yang sebagian besar
berada pada kawasan rawan Bencana baik yang barasal dari letusan
gunung api (Gunung Kelud), hidrometeorologi, Bencana geologi,
Bencana biologi dan Bencana akibat ulah manusia.
Negara telah mengatur tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana dengan mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Salah satu
upaya dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pada saat
tanggap darurat seperti tertuang dalam Pasal 48 huruf b Undang­
Undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah penentuan Status Keadaan
Darurat Bencana. Selain itu, Peraturan Daerah Kabupaten Blitar
Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana juga
menyatakan salah satu upaya dalam Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana pada saat Tanggap Darurat Bencana.
Penentuan atau penetapan Status Keadaan Darurat Bencana
merupakan dasar diberlakukannya kemudahan-kemudahan akses
dalam penyelenggaraan Penanganan Darurat Bencana sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 40 ayat (5) Peraturan Daerah Kabupaten
Blitar Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana yang
mencakup:
1. pengerahan sumber daya;
2. pengerahan peralatan;
3. pengerahan logistik;
4. imigrasi, cukai, dan karantina;
5. penzman;
6. pengadaan barang/jasa;
7. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;
8. penyelamatan; dan/atau
9. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
Selain itu dalam rangka penggunaan dana Belanja Tidak Terduga
(BTT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
3

Daerah untuk kegiatan Tanggap Darurat Bencana, Menteri Dalam


Negeri melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun
2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah
mensyaratkan penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang
dikeluarkan oleh Bupati.
Dalam menetapkan suatu keadaan atau situasi dalam Status
Keadaan Darurat Bencana di suatu wilayah tentunya perlu adanya
satu acuan yang dapat dipedomani baik oleh unsur Pemerintah
maupun Pemerintah Daerah. Selain itu acuan tersebut kiranya dapat
membantu pula dalam menetapkan status Penanganan Darurat
Bencana yang dapat diberlakukan yaitu apakah Siaga Darurat,
tanggap darurat ataupun Transisi Darurat ke Pemulihan.
Selanjutnya juga dapat memberikan panduan di dalam menentukan
tingkatan Keadaan Darurat Bencana yang dapat diberlakukan,
apakah Status Keadaan Darurat Bencana kabupaten, atau provinsi
ataupun nasional. Secara umum pedoman ini memberikan acuan
bagi pelaksanaan tanggungjawab penyelenggaraan Penanganan
Darurat Bencana. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf a Peraturan
Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2021 tentang perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, salah satu tugas BNPB adalah
memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan Bencana yang mencakup pencegahan Bencana,
penanganan keadaan darurat, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi secara
adil dan setara.

B. Tujuan
1. Tujuan umum:
tersedianya acuan dalam menetapkan Status Keadaan Darurat
Bencana yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Tujuan khusus:
a. tersedianya pedoman dalam menetapkan suatu wilayah
dalam Status Keadaan Darurat Bencana; dan
4

b. tersedianya pedoman dalam menetapkan tingkatan Status


Keadaan Darurat Bencana yang diberlakukan oleh
Pemerintah Daerah.

C. Prinsip
Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana dilaksanakan
berdasarkan prinsip:
1. kesesuaian dengan hasil Pengkajian Cepat;
2. koordinasi semua instansi/lembaga terkait;
3. cepat, tepat dan akurat; dan
4. transparan dan akuntabel.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. penilaian kondisi/situasi di suatu wilayah karena adanya
ancaman/kejadian apakah dapat dikategorikan darurat
Bencana atau tidak;
2. penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang dapat
diberlakukan (Siaga Darurat, Tanggap Darurat ataupun Transisi
Darurat ke Pemulihan);
3. penetapan tingkatan Status Keadaan Darurat Bencana yang
dapat diberlakukan; dan
4. prosedur pelaksanaan dalam menetapkan Status Keadaan
Darurat Bencana.

II. PENETAPAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA


A. Mekanisme Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana
· Dalam menetapkan suatu wilayah karena ancaman/kejadian
dapat dinyatakan dalam Keadaan Darurat Bencana atau tidak,
diperlukan adanya indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai
kriteria. Merujuk dari pengertian Bencana yang ada pada Undang­
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
5

timbulnya korban jiwa manus1a, kerusakan lingkungan, kerugian


harta benda, dan dampak psikologis. Hal ini memberikan
pengertian bahwa satu peristiwa atau rangkaian peristiwa dapat
dinyatakan Bencana jika telah memenuhi unsur mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Selanjutnya
situasi dimaksud dapat dinyatakan Keadaan Darurat Bencana bila
memerlukan tindakan segera dan memadai untuk menanganinya.
Penentu pokok yang harus terpenuhi didalam menetapkan suatu
wilayah masuk dalam Status Keadaan Darurat Bencana adalah
adanya unsur yang mengganggu kehidupan dan penghidupan.
Dengan demikian faktor mengganggu kehidupan dan penghidupan
dapat dijadikan sebagai indikator dalam menetapkan kriteria suatu
wilayah dalam Status Keadaan Darurat Bencana atau tidak.
Gangguan kehidupan adalah suatu kondisi yang mengakibatkan
adanya Korban Bencana dan/atau pengungsian. Menurut Undang­
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Korban Bencana adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat Bencana. Orang yang
menderita dapat diartikan sebagai orang/sekelompok orang
yang mengalami Iuka (Iuka berat maupun ringan) atau sakit
atau hilang/belum ditemukan atau yang tetap tinggal di tempat
tinggalnya namun terancam jiwanya sebagai akibat dampak
Bencana;dan
2. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa
atau dipaksa keluar dari ternpat tinggalnya untuk jangka waktu
yang belum pasti sebagai akibat dampak Bencana.
Gangguan penghidupan adalah suatu kondisi yang
mengakibatkan adanya kerusakan prasarana dan sarana, kerusakan
lingkungan, kerugian, dan dampak psikologis dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Kerusakan prasarana dan sarana adalah perubahan bentuk
pada aset dan infrastruktur sehingga terganggu fungsinya
secara parsial atau total sebagai akibat langsung dari Bencana;
2. Kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung
menurunnya kualitas dan fungsi lingkungan sebagai akibat
langsung dari Bencana;
6

3. Kerugian adalah meningkatnya biaya kesempatan atau


hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan ekonomi
karena kerusakan aset sebagai akibat langsung dari Bencana;
4. Dampak psikologis adalah terganggunya kepribadian dan
kemampuan individu dalam menghadapi stress akibat langsung
Bencana.
Apabila satu peristiwa atau rangkaian peristiwa secara
kualitatif telah memenuhi unsur mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat serta memerlukan tindakan segera dan
memadai, maka situasi ini dapat dinyatakan dalam Keadaan Darurat
Bencana. Sedangkan jika hanya salah satu unsur yang terpenuhi
tentunya belum dapat dikatakan dalam Keadaan Darurat Bencana.
Pelaksanaan penetapan Keadaan Darurat Bencana dilakukan
melalui kegiatan:
1. Pengumpulan data dan informasi terkait ancaman/kejadian
Bencana yang ada dan faktor-faktor kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang terganggu, melalui kegiatan
Pengkajian Cepat. Sehingga perlu menetapkan Keputusan
Kepala BPBD mengenai kaji cepat yang memuat rekomendasi
dari dinas teknis terkait kejadian Bencana tertentu;
2. Rapat koordinasi instansi/lembaga terkait untuk menghasilkan
rekomendasi tentang penetapan Status Keadaan Darurat
Bencana. Sebagai bahan rapat koordinasi dimaksud
memanfaatkan laporan hasil Pengkajian Cepat yang dilakukan.
Rekomendasi dari rapat koordinasi instansi/lembaga terkait
berupa:
a. apabila hasil rapat koordinasi menghasilkan rekomendasi
bahwa keadaan/situasi yang ada belum dapat memenuhi
kriteria sebagaimana disebutkan di atas, maka selanjutnya
dapat dinyatakan keadaan tidak darurat Bencana;
b. sebaliknya, apabila hasil rapat koordinasi menghasilkan
rekomendasi bahwa keadaan/situasi yang ada memenuhi
kriteria sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat
dinyatakan dalam Keadaan Darurat Bencana. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, penetapan Status Keadaan Darurat Bencana
7

dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah


sesuai dengan tingkatan Bencana. Untuk tingkat
kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota, untuk
tingkat provinsi dilakukan oleh Gubemur dan untuk
tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden sesuai
kewenangannya.

B. Penjelasan Status Keadaan Darurat Bencana


Pelaksanaan penetapan Status Keadaan Darurat Bencana tidak
berhenti hanya pada saat menetapkan suatu keadaan dapat
dinyatakan darurat Bencana atau tidak, akan tetapi dilanjutkan
sampai dengan Status Keadaan Darurat Bencana yang dapat
diberlakukan. Sesuai dengan penjelasan Pasal 23 Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana bahwa yang dimaksud dengan Status
Keadaan Darurat Bencana dapat dimulai sejak status Siaga
Darurat, tanggap darurat dan Transisi Darurat ke Pemulihan. Pada
masing-masing Status Keadaan Darurat Bencana tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Status Siaga Darurat
Status Siaga Darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman
Bencana sudah mengarah pada terjadinya Bencana ditandai
dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan
sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan
dampak yang akan terjadi di masyarakat. Artinya bahwa
ancaman Bencana pasti terjadi dan telah mengancam
kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat,
hanya saja pada saat status Siaga Darurat diberlakukan
kejadian bencananya belum terjadi. Status Siaga Darurat ini
tentunya hanya dapat diberlakukan kepada jenis Bencana yang
perkembangan ancamannya dapat diamati berdasarkan sistem
peringatan dini dan tidak mendadak. Dalam menetapkan status
Siaga Darurat indikator yang dapat digunakan adalah:
a. lnformasi potensi ancaman Bencana
Adanya potensi ancaman yang sudah mengarah terjadinya
Bencana berdasarkan hasil pantauan sistem peringatan
dini yang digunakan dan rekomendasi yang dikeluarkan
8

oleh instansi teknis yang berwenang terkait perkembangan


potensi ancaman dimaksud.

b. lnformasi ancaman kehidupan dan penghidupan


Adanya rekomendasi dari instansi teknis yang menyatakan
bahwa ancaman Bencana yang akan terjadi dapat
mengancam kehidupan dan penghidupan sekelompok
orang/ masyarakat serta memerlukan tindakan penanganan
segera dan memadai.
Pada saat status Siaga Darurat diberlakukan, upaya
Penanganan Darurat Bencana yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian Cepat situasi dan kebutuhan Penanganan
Darurat Bencana;
b. aktivasi Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
termasuk penyusunan rencana operasi dengan
memperhatikan rencana kontijensi yang pernah dibuat;
c. evakuasi masyarakat terancam;
d. pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terancam;
e. perlindungan kelompok rentan; dan
f. pengendalian terhadap sumber ancaman Bencana.
2. Status Tanggap Darurat
Status Tanggap Darurat adalah keadaan ketika ancaman
Bencana benar-benar terjadi dan telah mengganggu kehidupan
dan penghidupan sekelompok orang/ masyarakat. Dalam
menetapkan status tanggap darurat indikator yang dapat
digunakan adalah:
a. Informasi ancaman Bencana yang terjadi
Adanya ancaman Bencana yang sedang atau telah terjadi
berdasarkan basil fakta lapangan dan rekomendasi yang
dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang terkait
telah terjadinya ancaman Bencana dimaksud.
b. lnformasi ancaman kehidupan dan penghidupan
Adanya rekomendasi dari instansi teknis yang menyatakan
bahwa ancaman Bencana yang terjadi telah mengganggu
kehidupan dan penghidupan sekelompok
9

orang/ masyarakat serta memerlukan tindakan penanganan


segera dan memadai.

Pada saat status tanggap darurat diberlakukan, upaya


Penanganan Darurat Bencana yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian Cepat situasi dan kebutuhan Penanganan
Darurat Bencana;
b. aktivasi Sistem Koman.do Tanggap Darurat Bencana
termasuk penyusunan rencana operas1 dengan
memperhatikan rencana kontijensi yang pemah dibuat;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat korban dan
Pengungsi;
d. pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat korban dan
Pengungsi;
e. perlindungan kelompok rentan;
f. pengendalian terhadap sumber ancaman Bencana; dan
g. perbaikan fungsi prasarana dan sarana vital.
3. Status Transisi Darurat ke Pemulihan
Status Transisi Darurat ke Pemulihan adalah keadaan ketika
ancaman Bencana yang terjadi cenderung menurun/mereda
eskalasinya atau telah berakhir, sedangkan gangguan
kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat
masih tetap berlangsung. Dalam menetapkan status Transisi
Darurat ke Pemulihan indikator yang dapat digunakan adalah:
a. Informasi ancaman Bencana yang terjadi
Adanya ancaman Bencana yang telah terjadi cenderung
menurun/mereda eskalasinya berdasarkan hasil pantauan
lapangan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi
teknis yang berwenang terkait perkembangan ancaman
Bencana dimaksud.
b. Informasi ancaman kehidupan dan penghidupan
Adanya rekomendasi dari instansi teknis yang menyatakan
bahwa perkembangan ancaman Bencana yang terjadi
masih mengganggu kehidupan dan penghidupan
sekelompok orang/ masyarakat serta masih memerlukan
tindakan penanganan segera dan memadai.
10

Pada saat status Transisi Darurat ke Pemulihan diberlakukan,


upaya yang dilakukan meliputi:
a. kaji cepat perkembangan situasi dan Penanganan Darurat
Bencana;
b. tetap mengaktifkan Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana;
c. pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat korban dan
Pengungsi;
d. perlindungan kelompok rentan;
e. pengendalian terhadap sumber ancaman bencana;
f. perbaikan fungsi prasarana dan sarana vital; dan
g. perbaikan awal sosial ekonomi masyarakat korban dan
Pengungsi.

III. PENETAPAN TINGKATAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA


Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
menyatakan bahwa penetapan Keadaan Darurat Bencana dilaksanakan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Keadaan Darurat Bencana dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
Keadaan Darurat Bencana kabupaten, Keadaan Darurat Bencana provinsi
dan Keadaan Darurat Bencana nasional.
Dalam rangka menetapkan tingkatan Keadaan Darurat Bencana
diperlukan indikator-indikator yang dapat menunjukkan perbedaan
keadaan secara nyata. Tingkatan Status Keadaan Darurat Bencana dapat
dinilai berdasarkan indikator-indikator yang menggambarkan kapasitas
daerah dalam Penanganan Darurat Bencana yaitu:
1. Ketersediaan sumberdaya yang dapat dimobilisasi untuk
Penanganan Darurat Bencana yang terdiri dari:
a. petugas / personil;
b. logistik dan peralatan;
c. pembiayaan.
2. Kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengaktivasi Sistem
Komando Tanggap Darurat Bencana yang minimal terdiri dari :
a. Pos Komando Tanggap Darurat Bencana;
b. Pos Lapangan Penanganan Darurat Bencana.
11

3. Kemampuan melakukan penanganan awal keadaan darurat


Bencana yang terdiri dari
a. penyelamatan dan evakuasi korban/penduduk terancam;
b. pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih, sanitasi dan higiene,
pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial
dan penampungan/hunian sementara);
c. perlindungan kelompok rentan;
d. Pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital.

A. Status Keadaan Darurat Bencana Daerah


Status Keadaan Darurat Bencana Daerah dapat ditetapkan atas
pertimbangan bahwa Pemerintah Daerah masih memiliki
kemampuan dalam hal:
1. memobilisasi sumberdaya yang terkait dengan upaya
Penanganan Darurat Bencana meskipun dalam kualitas
maupun kuantitas yang terbatas;
2. mengaktivasi Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana;
3. melaksanakan penanganan awal Keadaan Darurat Bencana
secara terbatas.
Dengan demikian penyelenggaraan Penanganan Darurat Bencana di
wilayah terdampak menjadi kewenangan dan tanggungjawab
Pemerintah Daerah.

B. Prosedur Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Daerah


Prosedur penetapan status Keadaan Darurat Bencana Daerah diatur
sebagai berikut:
1. Atas dasar informasi awal adanya ancaman/kejadian Bencana
dilakukan dengan segera Pengkajian Cepat di tingkat
kabupaten/kota terdampak. Potensi Ancaman Bencana di
Kabupaten Blitar antara lain letusan gunung api (Gunung
Kelud), gempa bumi, banjir, banjir bandang (banjir lahar hujan),
longsor, epidemi, angin putting beliung, kekeringan, tsunami,
kebakaran gedung dan permukiman dan kebakaran hutan dan
lahan;
2. Paling lambat 24 jam setelah hasil kaji cepat diperoleh,
dilakukan rapat koordinasi antara BPBD dan instansi/lembaga
terkait di tingkat kabupaten/kota terdampak untuk
12

menghasilkan rekomendasi terkait penetapan Status Keadaan


Darurat Bencana;dan

3. Bila hasil rapat koordinasi tersebut menghasilkan rekomendasi


untuk ditetapkannya Status Keadaan Darurat Bencana, maka
paling lambat 24 jam setelah rekomendasi dikeluarkan Bupati
terdampak harus sudah menetapkan Status Keadaan Darurat
Bencana. Selanjutnya Kepala BPBD mengoordinasikan
PD/lembaga terkait untuk mengambil langkah-langkah
penyelenggaraan Penanganan Darurat Bencana lebih lanjut.

C. Masa Berlaku Status Keadaan Darurat Bencana


Masa berlaku Status Keadaan Darurat Bencana dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Status Keadaan Darurat Bencana dapat diberlakukan antara 7
(tujuh) sampai dengan 14 (empat belas) hari tergantung dengan
perkiraan penyelesaian penanganan dampak ancaman/kejadian
Bencana atau dapat diperpanjang sesuai dengan hasil kajian
perkembangan situasi di lapangan;
2. Masa berlaku Status Keadaan Darurat Bencana juga dapat
diperpendek atau diperpanjang setelah mempertimbangkan
hasil kajian perkembangan situasi di lapangan. Untuk
perpanjangan masa waktu Keadaan Darurat Bencana harus
dibuatkan surat keputusan perpanjangannya;
3. Pemerintah Daerah selaku penyelenggara penanganan darurat
Bencana wajib membuat pemyataan secara resmi untuk
disampaikan kepada masyarakat terkait dengan berakhimya
status keadaan darurat Bencana. Pemyataan tersebut atas
rekomendasi BPBD;
4. Dana Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pada saat
Keadaan Darurat Bencana bersumber dari APBD Kabupaten,
APBDesa dan sumber lain yang sah dan mengikat;
5. Pendanaan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pada
saar Keadaan Darurat Bencana menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah;
13

6. Pemerintah Daerah dapat menerima dan/ atau mengajikan


permohonan dana dari Pemerintah Provinsi dan/ atau
pemerintah pusat; dan
7. Pemerintah Daerah mendorong patisipasi penyediaan dana yang
bersumber dari masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
D. Format Keputusan Bupati tentang Penetapan Status Keadaan
Darurat Bencana

BUPATI BLITAR
PROVINS! JAWA TIMUR

KEPUTUSAN BUPATI BLITAR


NOMOR: .................... .
TENTANG
PENETAPAN STATUS KEADAAN DARURAT BENCANA (diisi jenis Bencana)
DI KABUPATEN BLITAR

BUPATI BLITAR,

Menimbang a. bahwa sehubungan dengan hasil kajian situasi


lapangan yang menunjukan keadaan yang
mengancam/mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat di wilayah (sebutkan
nama wilayah);
b. bahwa dalam rangka menindaklanjuti
rekomendasi hasil rapat koordinasi BPBD bersama
Perangkat Daerah terkait atas informasi dan hasil
kaji cepat lapangan dipandang perlu adanya
penetapan status keadaan darurat bencana;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Keputusan Bupati tentang Penetapan
Status Keadaan Darurat Bencana ........ (jenis
Bencana) di Kabupaten Blitar;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan. Propinsi Jawa Timur (Berita Negara
14

Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41)


sebagaimana telah diubah dengan Undang­
Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah
Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang­
Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur dan Undang­
Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat dan Daerah lstimewa Jogyakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Ta.mbahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6398);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
15

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 6573);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008


tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6322);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 157);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun
2020 tentang Pedoman Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);
10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman
Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar;
11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Standardisasi Data Kebencanaan;
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
16

Bencana Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman


Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana;
13. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Penggunaan Dana Siap Pakai (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 282);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3
Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Blitar;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Blitar Tahun 2016 Nomor 10/D, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Nomor 17);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3
Tahun 2019 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2019
Nomor 3/E, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Blitar Nomor 43);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 2
Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2021-2026 (Lembaran Daerah Kabupaten Blitar
Tahun 2021 Nomor 2/E, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Blitar Nomor 61);
18. Peraturan Bupati Blitar Nomor ... Tahun 2021
tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Bencana (Betita Daerah
Kabupaten Blitar Tahun 2021 Nomor ...);

Memperhatikan Rekomendasi Hasil Rapat Koordinasi BPBD Bersama


Perangkat Daerah tanggal ... ;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KESATU Dengan Keputusan Bupati ditetapkan Status Keadaan
Darurat Bencana ........ uenis Bencana) di Kabupaten
Blitar.
17

KEDUA Status Keadaan Darurat Bencana sebagaimana


dimaksud dalam Diktum KESATU dalam status ...
(diisi dengan Status Keadaan Darurat Bencana yang
diberlakukan apakah Siaga Darurat, Tanggap Darurat
Bencana, atau Transisi Darurat ke Pemulihan) untuk
wilayah (diisi wilayah desa/kecamatan yang
terdampak).

KETIGA Status Keadaan Darurat Bencana sebagaimana


dimaksud dalam Diktum KESATU berlaku selama ...
(... terbilang) hari, terhitung sejak tanggal ... hingga
tanggal ....

KEEMPAT Status Keadaan Darurat Bencana sebagaimana


dimaksud dalam Diktum KESATU dapat diperpanjang
ataupun diperpendek sesuai kebutuhan
penyelenggaraan penanganan darurat Bencana di
lapangan.

KELIMA Membebankan biaya yang timbul akibat ditetapkannya


Keputusan Bupati ini pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Blitar, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.

KEENAM Akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya


apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan
Keputusan ini.

KETUJUH Keputusan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.
Ditetapkan di Blitar
pada tanggal ....... .
BUPATI BLITAR,

SALINAN Keputusan Bupati ini disampaikan kepada:


Yth. 1. Menteri Dalam Negeri di Jakarta;
18

2. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta;


3. Gubernur Provinsi Jawa Timur di Surabaya;
4. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa
Timur di Surabaya;
5. PD /Lembaga terkait di Provinsi;
6. PD /Lembaga terkait di Kabupaten Blitar.

IV. PENUTUP
Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana ini adalah
sebagai acuan bagi penyelenggara upaya Penanganan Darurat Bencana di
Kabupaten Blitar. Diharapkan dengan adanya acuan ini penyelenggaraan
upaya Penanganan Darurat Bencana di Kabupaten Blitar dapat
dilaksanakan lebih baik, cepat, tepat, akuntabel dan berhasil guna.

BUPATI BLITAR,

ttd

RINI SYARIFAH
LAMPIRAN II
PERATURAN BUPATI BLITAR
NOMOR 84 TAHUN 2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN
2019 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Blitar memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan
demografis yang berpotensi terjadinya Bencana, baik Bencana alam, non
alam, maupun sosial. Kejadian tersebut dapat menyebabkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan alam, kerugian harta benda dan
dampak psikologis. Tingkat kerawanan Bencana yang tinggi di Kabupaten
Blitar disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan
gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan dan angin puting
beliung.
Kejadian Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga dalam
Penanganan Darurat Bencana perlu adanya koordinasi yang cepat, tepat,
efektif, efisien, terpadu dan akuntabel, agar korban jiwa dan kerugian
harta benda dapat diminimalisir. Untuk melaksanakan penanganan
Tanggap Darurat Bencana tersebut, maka sesuai dengan amanat
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 Pasal 42 ayat (1) bahwa dalam
keadaan status keadaan darurat, Kepala BPBD sesuru dengan
kewenangannya mempunyru kemudahan akses berupa komando untuk
memerintahkan instansi/lembaga dalam satu komando, untuk
mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan, logistik dan
penyelamatan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya memudahkan akses
untuk mengendalikan sektor/lembaga/organisasi dalam hal permintaan
dan pengerahan sumberdaya manusia, peralatan, logistik, imigrasi, bea
cukai dan karantina, perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan
pertanggungjawaban atas uang dan/atau barang, serta penyelamatan
2

jiwa. Untuk melaksanakan kemudahan akses di bidang komando


tersebut, perlu disusun pedoman Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana sesuai dengan status penetapan darurat Bencana.

B. Maksud dan Tujuan


Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana ini dimaksudkan sebagai
panduan BPBD, instansi/lembaga/organisasi terkait, Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan Tanggap
Darurat Bencana di Kabupaten Blitar, serta bertujuan agar semua pihak
terkait tersebut dapat melaksanakan tugas penanganan Tanggap Darurat
Bencana secara cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu dan akuntabel.

C. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan
Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur dan Undang­
Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
3

Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 6398);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 176
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
7. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat
Bencana;
8. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8
Tahun 2011 tentang Standardisasi Data Kebencanaan;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun 2010 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Blitar;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Blitar Tahun 2016 Nomor 10/D, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Blitar Nomor 17);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Blitar
Tahun 2019 Nomor 3/E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Blitar Nomor 43);
4

12. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 2 Tahun 2021 tentang


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Blitar
Tahun 2021-2026 (Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2021
Nomor 2/E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Nomor
61);

D. Pengertian
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
2. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya Bencana, kegiatan pencegahan Bencana, tanggap
darurat dan Rehabilitasi serta Rekonstruksi.
3. Status Keadaan Darurat Bencana adalah suatu Keadaan Darurat
Bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk jangka
waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang
menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan Bencana dan
dapat dimulai sejak status Siaga Darurat, Tanggap Darurat Bencana
dan Transisi Darurat ke Pemulihan.
4. Siaga Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat potensi Bencana terjadi untuk menghadapi dampak
buruk yang mungkin ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan kelompok rentan dan pengurusan Pengungsi.
5. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian Bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan Pengungsi, serta
Pemulihan prasarana dan sarana.
5

6. Transisi Darurat ke Pemulihan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan dengan segera yang meliputi pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan kelompok rentan dan perbaikan darurat.
7. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita
atau meninggal dunia akibat Bencana.
8. Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem
Penanganan Darurat Bencana yang digunakan oleh semua
instansi/lembaga dengan mengintegrasikan pemanfaatan sumber
daya manusia, peralatan dan anggaran.
9. Sistern Komando Tunggal adalah Komando Tanggap Darurat
Bencana yang dipimpin/dikomando oleh 1 (satu) orang yang berasal
dari instansi /lembaga.
10. Sistem Komando Terpadu adalah Komando Tanggap Darurat
Bencana yang dipimpin/dikomando oleh lebih dari 1 (satu) orang
yang berasal dari instansi/lembaga.
11. Unit Reaksi Cepat BPBD adalah tim yang ditugaskan oleh Kepala
BPBD sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan kegiatan kaji
cepat Bencana dan dampak Bencana, serta memberikan dukungan
pendampingan dalam rangka Penanganan Darurat Bencana.
12. Komando Tanggap Darurat Bencana adalah organisasi penanganan
Tanggap Darurat Bencana yang dipimpin oleh seorang Komandan
Tanggap Darurat Bencana dan dibantu oleh Staf Komando dan Staf
Umum, memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu
komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas dan
memiliki satu kesatuan komando dalam mengoordinasikan
instansi/lembaga/organisasi terkait untuk pengerahan sumber daya.
13. Staf Komando adalah pembantu Komandan Tanggap Darurat
Bencana dalam menjalankan urusan sekretariat, hubungan
masyarakat, perwakilan instansi/lembaga serta keselamatan dan
keamanan.
14. Staf Umum adalah pembantu Komandan Tanggap Darurat Bencana
dalam menjalankan fungsi utama komando untuk bidang operasi,
bidang perencanaan, bidang logistik dan peralatan serta bidang
administrasi keuangan untuk penanganan Tanggap Darurat
Bencana yang terjadi.
15. Fasilitas Komando Tanggap Darurat Bencana adalah personil, sarana
dan prasarana pendukung penyelenggaraan penanganan Tanggap
6

Darurat Bencana yang dapat terdiri dari pusat komando, personil


komando, gudang, sarana dan prasarana transportasi, peralatan,
sarana dan prasarana komunikasi serta informasi.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi pembentukan, organisasi
dan tata kerja serta penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
BABII Pembentukan Sistem Komando Tanggap Tanggap Darurat
Bencana
BABIII Organisasi dan Tata Kerja Komando Tanggap Darurat
Bencana
BAB IV Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat
Bencana
BABV Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
BABVI Penutup
7

BAB II
PEMBENTUKAN
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana merupakan satu rangkaian


koordinasi dalam kondisi Tanggap Darurat Bencana. Sistem ini harus
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan tahapan
pembentukannya sebagai berikut:
A. Terdapat Informasi Kejadian Bencana
lnformasi kejadian Bencana dapat diperoleh melalui berbagai sumber
antara lain pelaporan, media massa, instansi/lembaga terkait,
masyarakatdan informasi lain yang dapat dipercaya. BPBD melalui Unit
Reaksi Cepat BPBD melakukan klarifikasi atas kejadian Bencana kepada
instansi/lembaga/masyarakat di lokasi Bencana. Informasi tersebut
diperoleh dengan menggunakan rumusan pertanyaan terkait Bencana
yang terjadi, yaitu:
1. Apa : jenis/macam Bencana
2. Kapan : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
3. Dimana : tempat/lokasi/daerah Bencana
4. Siapa/Berapa : siapa korban, jumlah korban, kerusakan dan
kerugian akibat Bencana
5. Mengapa : analisis singkat penyebab kejadian Bencana
6. Bagaimana : analisis sumber daya dan kebutuhan bantuan yang
mendesak

B. Penugasan Unit Reaksi Cepat BPBD


1. Berdasarkan informasi kejadian awal yang diperoleh, BPBD
menugaskan Unit Reaksi Cepat BPBD Tanggap Darurat Bencana,
untuk melaksanakan tugas pengkajian secara cepat, tepat atas
dampak Bencana, serta memberikan dukungan pendampingan
dalam rangka Penanganan Darurat Bencana.
2. Hasil pelaksanaan tugas Unit Reaksi Cepat BPBD tanggap darurat
dan masukan dari berbagai instansi/masyarakat/lembaga terkait
merupakan bahan pertimbangan bagi Kepala BPBD untuk
mengusulkan kepada:
a. Bupati dalam rangka menetapkan status/tingkat Bencana skala
kabupaten;
8

b. Gubernur dalam rangka menetapkan status/tingkat Bencana


skala Provinsi; dan
c. Gubernur untuk mengusulkan kepada Kepala BNPB agar
mengusulkan kepada Presiden RI dalam rangka menetapkan
status/tingkat Bencana skala nasional.

C. Penetapan Status/Tingkat Bencana


Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 2 di
atas dan berbagai masukan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka
Bupati menetapkan status/tingkat Bencana sesuai dengan skala
kabupaten.

D. Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana


1. Kepala BPBD sesuai status/tingkat Bencana dan tingkat
kewenangannya:
a. mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Komando
Tanggap Darurat Bencana;
b. mengusulkan kepada Bupati pembentukan Komando Tanggap
Darurat Bencana;
c. melaksanakan mobilisasi sumber daya manusia, peralatan dan
logistik serta dana dari instansi/lembaga terkait dan/atau
masyarakat; dan
d. meresmikan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana.
2. Ilustrasi pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana dapat
dilihat pada bagan alur sebagai berikut:
10

3. Komandan Tanggap Darurat Bencana dapat dibantu oleh seorang


wakil komandan, Staf Komando dan Staf Umum.
4. Penggantian/pengalihan tugas dan tanggungjawab Komandan
Tanggap Darurat Bencana dengan alasan kenaikan status Bencana
dan/atau karena ada situasi/kondisi khusus dapat dilakukan atas
persetujuan Bupati dan Kepala BPBD.
5. Komandan Tanggap Darurat Bencana mempunyai masa jabatan
7-30 (tujuh sampai tiga puluh) hari dan selanjutnya dapat dialihkan
tugas/mutasi jabatan/penugasan kembali pada fase pasca Bencana.
11

BAB III
ORGANISASI DAN TATA KERJA
KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA

A. Organisasi
1. Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana merupakan
organisasi satu komando yang bersifat ad hoc, dengan mata rantai
dan gans komando serta tanggung jawab yang jelas.
Instansi/lembaga dapat dikoordinasikan dalam satu organisasi
berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat dibentuk
di semua tingkatan wilayah Bencana baik di tingkat kabupaten/kota,
propinsi maupun tingkat nasional.
2. Struktur organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana terdiri atas
Komandan yang dibantu oleh Staf Komando dan Staf Umum, secara
lengkap terdiri dari:
a. Komandan Tanggap Darurat Bencana;
b. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana;
c. Staf Komando:
1) Sekretariat;
2) Hubungan Masyarakat;
3) Keselamatan dan keamanan; dan
4) Perwakilan instansi/lembaga.
d. Staf Umum :
1) Bidang Operasi;
2) Bidang Perencanaan;
3) Bidang Logistik dan Peralatan; dan
4) Bidang Administrasi Keuangan.
3. Struktur organisasi ini merupakan organisasi standar dan dapat
diperluas berdasarkan kebutuhan dengan rentang kendali maksimal
5 (lima).
4. Sesuai dengan jenis, kebutuhan dan kompleksitas Bencana dapat
dibentuk unit organisasi dalam bentuk seksi-seksi yang berada di
bawah bidang dan dipimpin oleh Kepala Seksi yang bertanggung
jawab kepada Kepala Bidang.
13

c. melaksanakan dan mengoordinasikan pengerahan sumber daya


untuk Penanganan Darurat Bencana secara cepat, tepat, efisien
dan efektif;
d. melaksanakan pengumpulan informasi kejadian Bencana
dengan menggunakan rumusan pertanyaan sebagaimana
dimaksud dalam BAB II huruf A, sebagai dasar dalam
perencanaan Komando Tanggap Darurat Bencana; dan
e. menyebarluaskan informasi mengenai kejadian Bencana dan
penanganannya kepada mesia massa dan masyarakat luas.
2. Fungsi Komando Tanggap Darurat Bencana adalah
mengoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronisasikan
seluruh unsur dalam organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana
untuk penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan Pengungsi,
penyelamatan serta Pemulihan sarana dan prasarana dengan segera
pada saat kejadian Bencana.

C. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Organisasi


1. Komandan Tanggap Darurat Bencana
a. Komandan Tanggap Darurat Bencana adalah personil dengan
pangkat/jabatan senior peringkat pertama dalam Komando
Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat dan kewenangannya.
b. Komandan Tanggap Darurat Bencana bertugas:
1) Mengaktifkan dan meningkatkan Pusat Pengendalian
Operasi (Pusdalops) menjadi Pos Komando Tanggap
Darurat BPBD, sesuai dengan jenis, lokasi dan tingkatan
Bencana;
2) Membentuk Pos Komando Lapangan (Poskolap) di lokasi
Bencana di bawah komando Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana BPBD;

3) Membuat rencana strategis dan taktis, mengorganisasikan,


melaksanakan dan mengendalikan operasi Tanggap
Darurat Bencana; dan
4) Melaksanakan komando dan pengendalian untuk
pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dan
penyelamatan serta berwenang memerintahkan para
pejabat yang mewakili instansi/lembaga/ organisasi yang
14

terkait dalam memfasilitasi aksesibilitas penanganan


Tanggap Darurat Bencana.
c. Komandan Tanggap Darurat Bencana bertanggung jawab
langsung kepada Bupati selaku Kepala Daerah sesuai dengan
tingkat dan kewenangannya.
2. Wakil Komandan Tangap Darurat Becana
a. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana adalah personil
dengan pangkat/jabatan senior peringkat kedua dalam
Komando Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat dan
kewenangannya.
b. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana bertugas:
1) Membantu Komandan Tanggap Darurat Bencana dalam
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan
mengendalikan Komando Tanggap Darurat Bencana;
2) Mengoordinasikan tugas-tugas sekretariat, humas,
keselamatan dan keamanan serta perwakilan
instansi/lembaga; dan
3) Mewakili Komandan Tanggap Darurat Bencana, apabila
Komandan Tanggap Darurat Bencana berhalangan.
c. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana bertanggung jawab
Iangsung kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana.
3. Sekretariat
a. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris.
b. Sekretaris bertugas dan bertanggung jawab untuk:
1) Menyelenggarakan administrasi umum dan pelaporan; dan
2) Pelayanan akomodasi dan konsumsi bagi personil Komando
Tanggap Darurat Bencana.
c. Sekretaris bertanggung jawab langsung kepada Komandan
Tanggap Darurat Bencana.
4. Hubungan Masyarakat
a. Hubungan Masyarakat bertugas dan bertanggung jawab untuk:
1) Menghimpun data dan informasi penanganan Bencana
yang terjadi; dan
2) Membentuk jaringan informasi dan komunikasi serta
menyebarkan informasi tentang Bencana tersebut ke media
massa dan masyarakat luas.
15

b. Kepala Humas bertanggung jawab langsung kepada Komandan


Tanggap Darurat Bencana.
5. Keselamatan dan Keamanan
a. Keselamatan dan Keamanan bertugas dan bertanggung jawab
untuk:
1) Menjamin kesehatan dan keselamatan seluruh personil
Komando Tanggap Darurat Bencana dalam menjalankan
tugasnya; dan
2) Menjaga keamanan penanganan Tanggap Darurat Bencana
serta mengantisipasi hal-hal di luar dugaan atau suatu
keadaan yang berbahaya.
b. Kepala Keselamatan dan Keamanan bertanggung jawab
langsung kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana.
6. Perwakilan Instansi/Lembaga
a. Perwakilan Instansi/Lembaga bertugas untuk membantu
Komandan Tanggap Darurat Bencana berkaitan dengan
permintaan dan pengerahan sumberdaya yang dibutuhkan dari
instansi/lembaga.
b. Perwakilan Instansi/Lembaga secara operasional bertanggung
jawab langsung kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana
atas pelaksanaan tugasnya dan secara administratif
bertanggung jawab kepada pimpinan instansi/lembaga terkait.
7. Bidang Operasi
a. Bidang Operasi bertugas dan bertanggung jawab atas semua
pelaksanaan operasi penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan
Pengungsi, penyelamatan, serta Pemulihan prasarana dan
sarana dengan cepat, tepat, efisien dan efektif berdasarkan satu
kesatuan rencana tindakan penanganan Tanggap Darurat
Bencana.
b. Kepala Bidang Operasi bertanggung jawab langsung kepada
Komandan Tanggap Darurat Bencana.
8. Bidang Perencanaan
a. Bidang Perencanaan bertugas dan bertanggung jawab atas
pengumpulan, evaluasi, analisis data dan informasi yang
berhubungan dengan penanganan Tanggap Darurat Bencana
16

serta menyiapkan dokumen rencana tindakan operasi tanggap


darurat.
b. Kepala Bidang Perencanaan bertanggung jawab langsung
kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana.
9. Bidang Logistik dan Peralatan
a. Bidang Logistik dan Peralatan bertugas dan bertanggung jawab:
1) penyediaan fasilitas, jasa dan bahan-bahan serta
perlengkapan tanggap darurat;
2) melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian
dan transportasi bantuan logistik dan peralatan;
3) melaksanakan penyelenggaraan dukungan dapur umum,
air bersih dan sanitasi umum; dan
4) mengoordinasikan semua bantuan logistik dan peralatan
dari instansi/lembaga/organisasi yang terkait.
b. Kepala Bidang Logistik dan Peralatan bertanggung jawab
langsung kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana.
10. Bidang Administrasi Keuangan
a. Bidang Administrasi Keuangan bertugas dan bertanggung
jawab:
1) melaksanakan semua administrasi keuangan;
2) menganalisa kebutuhan dana dalam rangka penanganan
Tanggap Darurat Bencana yang terjadi;
3) mendukung keuangan yang dibutuhkan dalam rangka
Komando Tanggap Darurat Bencana yang terjadi; dan
4) berkoordinasi dengan PD yang membidangi keuangan.
b. Kepala Bidang Administrasi dan Keuangan bertanggung jawab
langsung kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana.
17

BAB IV
PENYELENGGARAAN
SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT BENCANA

Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana


dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
A. Rencana Operasi
1. Rencana operasi komando tanggap darurat merupakan pengaktifan
rencana kontijensi yang telah dibuat pada saat kondisi terdapat
potensi Bencana.
2. Rencana operasi komando tanggap darurat berikut rencana tindakan
operasi penanganan Tanggap Darurat Bencana digunakan sebagai
acuan bagi setiap unsur pelaksana dalam komando.

B. Permintaan Sumberdaya
Mekanisme permintaan sumberdaya untuk penanganan Tanggap Darurat
Bencana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Komandan Tanggap Darurat Bencana mengajukan permintaan
kebutuhan sumberdaya kepada Kepala BPBD berdasarkan atas
ketersediaan sumberdaya di lokasi dan tingkatan Bencana;
2. Kepala BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkatan Bencana, meminta
dukungan sumberdaya manusia, logistik dan peralatan untuk
menyelamatkan dan mengevakuasi korban, memenuhi kebutuhan
dasar hidup dan memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yang
rusak kepada pimpinan instansi/lembaga terkait sesuai tingkat
kewenangannya;
3. Instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan serta
memobilisasi sumberdaya manusia, logistik dan peralatan ke lokasi
Bencana;dan
4. Penerimaan serta penggunaan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik di lokasi Bencana sebagaimana dimaksud dilaksanakan di
bawah kendali Kepala BPBD dan atau Pemerintah Kabupaten Blitar.
18

C. Pengerahan/Mobilisasi Sumber Daya


Pengerahan/mobilisasi sumber daya untuk penanganan Tanggap Darurat
Bencana diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam mengirimkan
sumberdaya harus didampingi oleh personil instansi/lembaga asal
dan penyerahannya dilengkapi dengan administrasi sesuai ketentuan
dan peraturan yang berlaku; dan
2. Apabila instansi/lembaga/organisasi terkait pada tingkat tertentu
tidak memiliki kemampuan sumberdaya yang dibutuhkan, maka
BPBD sesuai dengan tingkat kewenangannya berkewajiban
membantu/mendampingi pengiriman/mobilisasi sumber daya
sampai ke lokasi Bencana.

D. Fasilitas Komando Tanggap Darurat Bencana


Untuk meningkatkan efektivitas dan mempercepat respons penanganan
Tanggap Darurat Bencana, Komando Tanggap Darurat Bencana perlu
menyiapkan dan menghimpun dukungan operasi Penanganan Darurat
Bencana yang terdiri dari:
1. Pos Komando, meliputi Posko Tanggap Darurat dan Poskolap;
2. personil Komando, adalah semua sumberdaya manusia yang
bertugas dalam organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana
dengan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk
penugasan Penanganan Darurat Bencana;
3. gudang, tempat penyimpanan logistik dan peralatan;
4. sarana dan prasarana transportasi, baik yang merupakan fasilitas
dasar maupun spesifik sesuai jenis Bencana;
5. peralatan, baik yang merupakan fasilitas dasar maupun fasilitas
yang spesifik sesuai jenis Bencana;
6. alat komunikasi dan peralatan komputer;
7. data serta informasi Bencana dan dampak Bencana;
8. data dan informasi sumberdaya yang dapat digunakan dalam kondisi
darurat Bencana.
19

E. Sistem Komando Tanggap Darurat


Sistem Komando Tanggap Darurat berdasarkan manaJemen
kepemimpinannya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Sistem Komando Tunggal, sistem komondo yang digunakan pada
kejadian darurat Bencana yang memungkinkan melibatkan 1 {satu)
orang pimpinan instansi atau lembaga baik Pemerintah Daerah, TNI
atau POLRI yang memiliki tanggungjawab fungsional dan geografis
dalam kondisi darurat Bencana dengan satu rencana operasi; dan
2. Sistem Komando Terpadu, sistem komando yang digunakan pada
kejadian darurat Bencana yang memungkinkan melibatkan lebih
dari 1 (satu) orang pimpinan instansi atau lembaga baik Pemerintah
Daerah, TNI atau POLRI yang memiliki tanggungjawab fungsional
dan geografis dalam kondisi darurat Bencana dengan satu rencana
operasi.

F. Pengerahan Sumber Daya


Pengerahan sumber daya di tingkat Kabupaten dilaksanakan dengan pola
sebagai berikut:
1. dalam hal Bencana tingkat kabupaten, Komando Darurat Bencana
dan Bupati mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik sesuai kebutuhan ke lokasi Bencana;
2. apabila kebutuhan tersebut tidak tersedia/tidak memadai, maka
pemerintah kabupaten dapat menerima bantuan dari kabupaten lain
yang terdekat dan meminta bantuan kepada pemerintah propinsi
maupun pemerintah pusat;
3. pelaksanaan pengerahan sumber daya dari asal sampai dengan
lokasi Bencana dilaksanakan dibawah kendali Komandan Tanggap
Darurat Bencana;
4. apabila terdapat keterbatasan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik di tingkat kabupaten, maka BPBD Provinsi Jawa Timur dan
BNPB dapat membantu melalui pola pendampingan; dan
5. pola pendampingan oleh BPBD Provinsi Jawa Timur dan BNPB dapat
berupa dukungan sarana prasarana beserta biaya yang ditimbulkan
termasuk pengadministrasiannya.
20

G. Masa Penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat Bencana


1. Personil Komando Tanggap Darurat Bencana mempunyai lama masa
jabatan/ kerja sesuai dengan Masa Tanggap Darurat Bencana dan
selanjutnya dapat dialihkan tugas/mutasi jabatan/penugasan
kembali pada fase pasca Bencana;
2. Menjelang berakhirnya waktu pelaksanaan operasi Tanggap Darurat
Bencana, Bupati selaku kepala daerah membuat rencana
pengakhiran operasi Tanggap Darurat Bencana dengan
mengeluarkan Surat Perintah Pengakhiran Operasi Tanggap Darurat
Bencana kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai
dengan kewenangannya;
3. Pada hari dan tanggal waktu berakhirnya operasi Tanggap Darurat
Bencana, Bupati selaku kepala daerah memberhentikan Komando
Tanggap Darurat Bencana dengan menerbitkan surat Keputusan
Pemberhentian.
21

BAB V
PELAPORAN, MONITORING, DAN EVALUASI

A. Pelaporan
1. Komandan Tanggap Darurat Bencana berkewajiban membuat
laporan kepada Bupati dengan tembusan kepada Kepala BPBD serta
Instansi/1embaga/organisasi terkait.
2. Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat kewenangannya
mengirimkan laporan harian, laporan mingguan, laporan khusus
dan laporan insidentil tentang pelaksanaan operasi Tanggap Darurat
Bencana kepada Bupati dengan tembusan kepada instansi/lembaga/
organisasi yang terkait.
3. Pelaporan akhir meliputi pelaksanaan Komando Tanggap Darurat
Bencana, jumlah/kekuatan sumber daya manusia, jumlah
peralatan, jumlah setiap jenis/macam logistik dan sumber daya
lainnya serta dilengkapi dengan sistem distribusinya secara tertib
dan akuntabel maksimal 1 (satu) minggu setelah diterbitkan Surat
Keputusan Pemberhentian.

B. Monitoring dan Evaluasi


1. Bupati selaku kepala daerah berkewajiban menerima laporan dari
Komandan Tanggap Darurat Bencana dan memberikan masukan
clan saran kepacla Komanclan Tanggap Darurat Bencana secara
periodik selama kegiatan Tanggap Darurat Bencana berlangsung.
2. Komandan Tanggap Darurat Bencana melakukan rapat evaluasi
setiap hari clan merencanakan kegiatan hari berikutnya. Hasil
evaluasi tersebut cligunakan sebagai bahan laporan harian kepada
Bupati clengan tembusan kepacla Kepala BPBD dan pimpinan
instansi/lembaga terkait.
3. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi Komando Tanggap Darurat
Bencana clilakukan tim pengawas yang clibentuk oleh Bupati.
22

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana ini dibuat agar dapat


dijadikan panduan bagi BPBD, instansi/lembaga/ organisasi terkait, Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia agar tugas Komando
Tanggap Darurat Bencana dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, terpadu,
efektif, efisien dan akuntabel.

I
BUPATI BLITAR,

ttd

RINI SYARIFAH

Anda mungkin juga menyukai