Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK TANGGAP

KEGIATAN
PELATIHAN TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN KONTIGENSI
PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI MALUKU

AMBON, 05 OKTOBER 2022


HOTEL MANISE_AMBON
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Ambon merupakan salah satu kota yang memiliki peranan sangat dominan di
Provinsi Maluku, dimana kota ini selain sebagai satu unit pemerintahan kota tetapi juga
merupakan ibukota Provinsi Maluku. Kota Ambon yang memiliki visi “AMBON YANG MAJU,
MANDIRI, RELIGIUS, LESTARI DAN HARMONIS BERBASIS MASYARAKAT” perlu
dipertahankan bahkan perlu ditingkatkan terutama dalam hal pembangunan. Hasil-hasil
pembangunan selama ini telah dapat dirasakan oleh masyarakat Kota Ambon baik
pembangunan infrastruktur maupun pembangunan ekonomi lokal. Hasil- hasil
pembangunan tersebut perlu dijaga kedayagunaan dan kelestariannya secara terus
menerus.
Namun demikian, hasil-hasil pembangunan dan potensi alam yang ada di Kota
Ambon tersebut tidak terlepas dari ancaman yang dapat merugikan. Salah satu ancaman
yang memiliki potensi merugikan adalah bencana alam maupun bencana sosial. Potensi
bencana tersebut tidak hanya dapat menimbulkan kerugian ekonomis akan tetapi juga dapat
menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Timbulnya korban, kerusakan dan kerugian
tersebut tentunya akan menyebabkan melambatnya proses pembangunan bahkan dapat
mengembalikan pada kondisi yang lebih parah dibandingkan dengan kondisi sebelum
dibangun.
Dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, disebutkan bahwa penyelengaraan penanggulangan bencana merupakan
tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah, selanjutnya pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa
penyelengaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat
dari ancaman, risiko dan dampak bencana.
Penanggulangan bencana tahap pra bencana meliputi kegiatan–kegiatan yang
dilakukan dalam “situasi tidak terjadi bencana” dan kegiatan–kegiatan yang dilakukan pada
situasi “terdapat potensi bencana”.
Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi (Operational Plan) setelah terlebih
dahulu melalui kaji cepat (Rapid Assessment).
Pada situasi tidak terjadi bencana, salah satu kegiatannya adalah perencanaan
penanggulangan bencana (pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008). Sedangkan pada situasi terdapat potensi bencana, kegiatannya meliputi
kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. Perencanaan kontijensi sesuai
dengan pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 dilakukan pada
kondisi kesiapsiagaan yang menghasilkan dokumen Rencana Kontinjensi (Contigency
Plan). Dalam hal terjadi bencana, maka Rencana Kontijensi berubah menjadi rencana

1.2. Landasan Hukum


1. Undang-undang Nomor 07 Tentang Pengesahan Convention on the Elimination of all
Norms of Discrimination Against Women (Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013;

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights


of Person with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana


telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah

Penyakit Menular;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan

Bantuan Bencana;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga

Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 02 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;

11.Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas;


13. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan,
Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap


Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang
Disabilitas;
15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan

Bencana 2020-2044;

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

17. Peraturan Menteri Sosial Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2013 tentang Bantuan Sosial Bagi Korban Bencana;

18. Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Koordinasi Klaster

Pengungsian dan Perlindungan dalam Penanggulangan Bencana;

19.Peraturan Menteri Pemberdayaan PPPA Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perlindungan


Hak Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus;

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar

Pelayanan Minimal;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Daerah
Kabupaten/Kota;

22. Peraturan Menteri PPN Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan
Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas;

23. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2018 tentang

Penggunaan Dana Siap Pakai;

24. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2018 tentang

Penanganan Pengungsi Pada Keadaan Darurat Bencana;


25. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;

26. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 07 tahun 2008
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

27. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 22 Tahun 2010
tentang Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing
NonPemerintah pada Saat Tanggap Darurat;

28. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2012

tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana;

29. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012
tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;

30. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2016

tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana;

31. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2014
tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

32. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 12 Tahun 2014
tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana;

33. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014
tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana;

34. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2014
tentang Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam
Penanggulangan Bencana;

35. Keputusan Presiden Nomor 36/1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights

of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak);

36. SNI 7937:2013 tentang Layanan Kemanusiaan dalam Bencana;

37. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
38. Peraturan Walikota 87 Tahun 2016 Tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota/Kabupaten;

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN


Buku Rencana Kontijensi (RENKON) ini disusun dengan maksud untuk memberikan
gambaran tentang perencanaan Kontijensi sebagai salah satu bentuk kesiapan untuk
menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Tujuan dari penyusunan Buku Rencana Kontijensi (RENKON) ini adalah untuk
digunakan sebagai pedoman bagi Dinas/instansi teknis terkait, pelaksana/penyelenggara
Penanggulangan Bencana dalam upaya Pengurangan Resiko Bencana, dengan
memperhatikan kerjasama lintas pelaku, lintas sector dan lintas fungsi secara terintegrasi
berdasarkan asumsi– asumsi dan kesepakatan–kesepakatan secara bersama.

1.4. RUANG LINGKUP


Ruang Lingkup Rencana Kontijensi ini mencakup kegiatan–kegiatan yang
dirancang untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana/kedaruratan, antara lain:
a. Pengumpulan data/informasi (termasuk sumber daya) dari berbagai unsur (Pemerintah
dan non Pemerintah)
b. Pembagian Peran dan tanggungjawab antar sektor
c. Proyeksi kebutuhan lintas sektor
d. Indentifikasi, inventarisasi dan penyiapan sumberdaya dari setiap sektor
e. Pemecahan masalah berdasarkan kesepakatan–kesepakatan
f. Komitmen/kesepakatan untuk melakukan peninjauan kembali/kaji ulang Rencana
Kontijensi, jika tidak terjadi bencana, termasuk dilaksanakan Geladi.
Yang disusun dengan Tata Urut sebagai berikut:
• Pendahuluan
• Gambaran Umum Wilayah Kota Ambon
• Penilaian Bahaya dan Penentuan Kejadian
• Pengembangan Skenario
• Penetapan kebijakan dan strategi
• Perencanaan Sektoral
• Rencana Tindak Lanjut
• Penutup
1.5. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rangka penanganan terhadap korban yang ditimbulkan oleh bencana Gempa
Bumi maka perlu diambil beberapa kebijakan agar semua korban dapat segera tertolong
dan berbagai fasilitas dan infrastruktur dapat diperbaiki. Sehingga nantinya semua aktifitas
masyarakat dapat berjalan normal kembali.
1.5.1. KEBIJAKAN
Beberapa kebijakan penting yang harus diambil adalah :
1. Mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di daerah dan dapat memenuhi
kebutuhan korban bencana gempa bumi.
2. Mengkoordinasikan kegiatan penanganan darurat bencana yang dilakukan oleh
semua pihak terkait baik lembaga/instansi pemerintah maupun swasta dan relawan.
3. Desentralisasi kewenangan kepada wilayah dalam lingkup Pemerintah Kota Ambon
guna pemenuhan kebutuhan berdasarkan lokasi bencana di setiap kecamatan.
4. Mengalokasikan Dana tak terduga untuk penanganan darurat bencana gempa bumi.

1.5.2. STRATEGI
Strategi penanganan tanggap darurat dilaksanakan oleh masing – masing Dinas
dan Instansi teknis terkait dalam penanggulangan bencana di Pemerintah Kota Ambon
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing–masing yang dikoordinasikan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Ambon dan dilaporkan kepada Walikota Ambon
selaku Kepala Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin efektifitas pelaksanaan
kebijakan Penanggulangan Bencana.
Untuk merealisasikan kebijakan yang telah ditetapkan di atas, maka perlu
dioperasionalkan dalam beberapa strategi, yaitu :
1. Menetapkan status tanggap darurat oleh Walikota Ambon berdasarkan laporan Tim
Reaksi Cepat (TRC)
2. Melaksanakan koordinasi dengan SKPD Teknis/Stakeholder terkait untuk
menentukan posko dan sekaligus menunjuk Inciden Commander (IC).
3. Menentukan Posko utama dan Posko Lapangan di setiap Kecamatan.
4. Memobilisasi seluruh kekuatan personil, sarana prasarana yang ada pada
Pemerintah Kota Ambon, TNI/POLRI, Swasta, Perguruan Tinggi dan Relawan.
5. Menetapkan Rencana Kontinjensi (Renkon) bencana gempa bumi dan tsunami
sebagai Rencana Operasi Tanggap Darurat bencana gempa bumi dan tsunami.
6. Menginventarisasi data korban
7. Menyediakan alat transportasi untuk mengevakuasi korban.
8. Menyediakan tempat hunian sementara pada wilayah terdampak di lokasi yang aman
untuk setiap kecamatan.
9. Tim Posko terdiri dari Tim Kesehatan, Sandang Pangan, Air Bersih, Dapur Umum,
Sanitasi (MCK), Pendidikan dan Tempat Ibadah.
10. Melaksanakan Sistim Komando dan pengendalian tanggap darurat bencana gempa
bumi
11. Memanfaatkan sistim Informasi dan komunikasi baik di tingkat local maupun tingkat
Nasional.
12. Mengoptimalkan manajemen data dan informasi dalam hal pencatatan bantuan yang
diterima dan dikeluarkan untuk korban bencana gempa bumi
13. Relawan yang dikerahkan harus memiliki keahlian sesuai dengan penanganan
tanggap darurat serta memiliki ijin.
14. Melaksanakan identifikasi wilayah terdampak bencana gempa bumi dan tsunami
pada kecamatan-kecamatan yang terkena dampak bencana berdasarkan luas
wilayah.
15. Memberikan data dan informasi hasil identifikasi korban bencana serta kebutuhan
penanganan darurat di wilayah kecamatannya.
16. Melaporkan pengawasan, pengendalian serta evaluasi terhadap setiap kegiatan
penanganan darurat diwilayah kecamatannya yang terdampak bencana.
17. Melaksanakan koordinasi dengan Sekretaris Kota untuk penggunaan Dana Tak
Terduga guna memenuhi kebutuhan tanggap darurat bencana gempa bumi
18. Membuat kebutuhan anggaran sesuai kebutuhan penanganan darurat bencana
gempa bumi
19. Membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tak terduga secara tertib
dan tertanggungjawab dalam rangka accountable.penanganan darurat bencana
gempa bumi
20. Mengevaluasi dan melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan yang sudah
dilaksanakan serta tindak lanjut yang akan dilaksanakan kepada Walikota Ambon
selaku Kepala Daerah.

1.6. PENDEKATAN, METODE, DAN TAHAPAN PROSES


Pendekatan partisipatif diterapkan untuk memastikan bahwa penyusunan rencana
kontingensi ini disepakati oleh multi-pihak yang terlibat dalam penangganan darurat
bencana gempabumi yang memicu tsunami dan likuefaksi akibat Sesar Kairatu dengan
adaptasi kondisi COVID-19 di Kota Ambon.
Kegiatan penyusunan rencana kontingensi ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai
berikut:

1. Penyamaan persepsi: Penyamaan persepsi dilakukan terhadap semua pelaku


penanggulangan bencana tentang pentingnya rencana kontingensi gempabumi
yang memicu tsunami dan likuefaksi akibat Sesar Kairatu dengan adaptasi kondisi
COVID-19,
2. Pengumpulan data dan pembaruan data: Pengumpulan data dilakukan pada semua
sektor penanganan bencana dan lintas administrasi,
3. Verifikasi data: Analisis data sumber daya yang ada kemudian dibandingkan dengan
proyeksi kebutuhan penanganan bencana saat tanggap darurat,
4. Penyusunan dokumen rencana kontingensi, pembahasan dan perumusan dokumen
5. rencana kontingensi disepakati dalam workshop meliputi penilaian bahaya dan
penentuan kejadian, pengembangan skenario, penyusunan kebijakan dan strategi,
perencanaan sektoral dan rencana tindak lanjut,
6. Penandatanganan komitmen dan public consultation atas hasil rumusan rencana
7. kontingensi: Penyebaran atau diseminasi dokumen rencana kontingensi kepada
para pelaku penanggulangan bencana (multi-stakeholders) melalui public
consultation yang membutuhkan komitmen lebih lanjut dari semua pihak.

1.7. UMPAN BALIK


Untuk memastikan bahwa rencana kontingensi ini sesuai dengan situasi dan kondisi
yang terbarukan, maka diperlukan masukan-masukan terutama terkait data, sehingga
perlu dilakukan penerimaan umpan balik melalui lokakarya atau rapat konsultasi.

1.8. MASA BERLAKU DAN PEMUTAKHIRAN


Dokumen rencana kontingensi gempabumi akibat Sesar Kairatu dengan di Kota Ambon
berlaku selama 3 (tiga) tahun. Agar rencana kontingensi sesuai dengan situasi terbaru
seperti misalnya: perubahan dinamika skala bencana, perubahan besaran dan bentuk atau
jenis kerentanan, perubahan kapasitas atau kemampuan sumber daya, dan perubahan
struktur demografis masyarakat, maka dapat dilakukan kaji ulang atau dimutakhirkan
sesuai kebutuhan.

1.9. KONVERSI RENCANA KONTINGENSI MENJADI RENCANA OPERASI


Rencana kontingensi adalah dasar dalam menyusun rencana operasi. Aktivasi
rencana kontingensi dilakukan setelah mendapatkan data dan analisis kaji cepat bencana.

Anda mungkin juga menyukai