PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan
masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan
setelah terjadi bencana. Tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat
antisipatif, melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana. Bencana menimbulkan
berbagai kerusakan dan kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka
kemiskinan di suatu wilayah yang terkena bencana akan meningkat. Hal inilah
yang coba diantisipasi. Di dalam makalah ini penulis akan membahas
bagaimana pemerintah Indonesia membuat kebijakan terkait penanggulangan
bencana. Apakah sesuai dengan penanggulangan bencana yang seharusnya
atau tidak
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apasajakah kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam
bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata?
2. Bagaimanakah pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana?
3. Bagaimanakah upaya pemberdayaan masyarakat terkait penanggulangan
bencana pada destinasi pariwisata?
4. Bagaimanakah mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana?
5. Bagaimanakah kebijakan penanggulangan bencana pariwisata hotel?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah
dalam bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata
Halaman 1
2. Untuk mengetahui pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana
3. Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat terkait
penanggulangan bencana pada destinasi pariwisata
4. Untuk mengetahui mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana
5. Untuk mengetahui kebijakan penanggulangan bencana pariwisata hotel.
D. MANFAAT
Manfaat yang akan di dapat setalah mengetahui tentanag kebijakan
pemerintah Indonesia mengenai kesiapsiagaan bencana destinasi pariwisata
adalah mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tetang kebijakan kebijakan
pemerintah dalam kesiapsigaan bencana untuk melakukan tindakan
kesiapsigaan bencana di daerah destinasi pariwisata kedepannya dalam
melakukan praktkum maupun pekerjaan.
Halaman 2
BAB II
PEMBAHASAN
Halaman 3
4. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana;
5. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan internasional;
6. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan;dan
8. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
Pasal 19
(1) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh Deputi.
Pasal 20
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat.
Halaman 4
Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana
serta pemberdayaan masyarakat.
Pasal 24
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Deputi
Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan
pengungsi;
c. komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat;
d. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
e. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat dan penanganan pengungsi.
Halaman 5
3. Pada Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasal 25
(1) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dipimpin oleh Deputi.
Pasal 26
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana.
Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Deputi
Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana.
Pasal 29
Halaman 6
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan dukungan logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Deputi
Bidang Logistik dan Peralatan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang logistik dan peralatan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
b. pelaksanaan penyusunan perencanaan di bidang logistik dan peralatan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c. pemantauan, evaluasi, analisis, pelaporan pelaksanaan kebijakan
dibidang logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan.
Halaman 7
2. Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh
para pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling
melengkapi.
3. Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan
sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana.
Berbagai kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pendirian Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi
dengan berbagai peraturan pelaksanaan. Sementara proses pengembangan
kebijakan sedang berlangsung, proses lain yang tidak kalah penting adalah
memastikan bahwa provinsi dan kabupaten/kota mulai mengembangkan
kebijakan, strategi, dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah
pengembangan kebijakan di tingkat nasional.
Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya
kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan
peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi
bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah. Operasi penanggulangan
bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan.
Halaman 8
dengan cara penanggulangan bencana dalam hal karakeristik, frekuensi
dan pemahaman terhadap kerawanan dan risiko bencana. Sejak tahun
2001, Pemerintah Indonesia telah memiliki kelembagaan penanggulangan
bencana seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001
tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 111 Tahun 2001. Rangkaian bencana yang dialami
Indonesia khususnya sejak tsunami Aceh tahun 2004 telah mendorong
pemerintah memperbaiki peraturan yang ada melalui PP No. 83 tahun
2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas-
PB). Rangkaian bencana yang terus terjadi mendorong berbagai pihak
termasuk DPR untuk lebih jauh mengembangkan kelembagaan
penanggulangan bencana dengan mengeluarkan UU No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut, diamanatkan
untuk dibentuk badan baru, yaitu Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana (Bakornas-PB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) menggantikan Satkorlak Satlak di daerah. Secara lebih rinci
perubahan yang terjadi dalam sistem penanggulangan bencana di
Indonesia.
Halaman 9
SISTEM LAMA SISTEM BARU
Dasar Hukum Bersifat sektoral Berlaku umum dan mengikat
seluruh departemen, masyarakat
dan lembaga non pemerintah
Paradigma Tanggap darurat Mitigasi, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi
Lembaga Bakornas PB, BNPB, BPBD PROPINSI,
Satkorlak dan Satlak BPBD Kab/Kota
Peran Terbatas Melibatkan masyarakat secara
Masyarakat aktif
Pembagian Sebagian besar Tanggung jawab pemerintah
Tanggung pemerintah pusat pusat, propinsi dan kabupaten
Jawab
Perencanaan Belum menjadi bagian Rencana Aksi Nasional
Pembangunan aspek perencanaan Pengurangan Resiko Bencana
pembangunan (RAN PRB)
Rencana
Penanggulangan Bencana
(RPB)
Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB)
Pendekatan Kerentanan Analilsa resiko
Mitigasi (menggabungkan antara
kerentanan dan kapasitas)
Forum kerjasamaBelum ada National Platform (akan)
antar pemangku Provincial Platform (akan)
kepentingan
Alokasi Anggaran Tanggung jawab Tergantung pada tingkatan
pemerintah pusat bencana
Pedoman Terpecah dan bersifat Mengacu pada pedoman yang
Penanggulangan sektoral dibuat oleh BNPB dan BPBD
Bencana
Keterkaitan Belum menjadiHalaman
aspek 10Aspek bencana harus
Dengan Tata diperhitungkan dalam
Ruang penyusunan tata ruang
D. UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TERKAIT
PENANGGULANGAN BENCANA PADA DESTINASI PARIWISATA
Halaman 11
berpangkal pada tindakan penumbuhan kemampuan masyarakat dalam
menangani dan menekan akibat bencana. Untuk mencapai kondisi tersebut,
lazimnya diperlukan langkah-langkah : (1) pengenalan jenis bencana, (2)
pemetaan daerah rawan bencana, (3) zonasi daerah bahaya dan prakiraan
resiko, (4) pengenalan sosial budaya masyarakat daerah bahaya, (5)
penyusunan prosedur dan tata cara penanganan bencana (6) pemasyarakatan
kesiagaan dan peningkatan kemampuan, (7) mitigasi fisik, (8) pengembangan
teknologi bencana alam.
Saat ini organisasi penanggulangan bencana di Indonesia masih
merupakan lembaga ad hoc. Di tingkat Pusat terdapat Badan Koordinasi
Nasional (BAKORNAS) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi dengan
Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) Wakil Presiden. Di tingkat Provinsi
terdapat Satuan Koordinasi Pelaksana (SATKORLAK) Penanggulangan
Bencana dan Pengungsi. Di tingkat Kabupaten/Kota terdapat Satuan
Pelaksana (SATLAK) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi yang dibentuk
berdasarkan Perpres No.85/2005.
Dalam melakukan manajemen bencana khususnya terhadap bantuan
darurat dikenal ada dua model pendekatan yaitu konvensional dan
pemberdayaan. (Anderson & Woodrow, 1989). Perbedaan kedua
pendekatan tersebut terutama terletak kepada cara melihat : (1) kondisi
korban, (2) taksiran kebutuhan, (3) kecepatan dan ketepatan, (4) fokus yang
dibantukan; (5) target akhir.
Konvensional Pemberdayaan
Korban adalah tidak berdaya dan Korban adalah manusia yang aktif
membutuhkan barang yang harus dengan berbagai kemampuan dan
kita berikan kapasitas
Halaman 12
sehingga kecepatan dan efiensi dampak jangka panjang dari bantuan
adalah prioritas; tidak ada waktu luar dan perlu menghormati gagasan
untuk konsultasi dengan melibatkan dan kapasitas yang ada pada
masyarakat setempat masyarakat setempat
Fokus utama adalah benda fisik dan Walaupun kita memberikan benda-
material benda fisik dan material yang
dibutuhkan, kita harus mendukung
kapasitas dan sisi sosial/kelembagaan
serta sisi sikap/motivasi.
Halaman 13
efek serius yang tidak hanya dirasakan oleh perorangan tetapi juga oleh
seluruh masyarakat terutama yang bertempat tinggal ditempat terjadinya
bencana. Tabel frekuensi kejadian bencana alam dan jumlah korban
berdasarkan time series 1988 - 2007 di Indonesia.
N TAHUN FREKUENSI JUMLAH KORBAN
O MENINGGAL
1. 1988 - 2003 647 Kejadian 2022
2. 2004 Gempa & Tsunami NAD dan Nias 220.000
3. 2005 281 Kejadian 2462
4. 2006 343 Kejadian 10292
5. 2007 342 Kejadian 888
Sumber : Depsos Februari 2008, walhi 2004.
Halaman 14
(5) Peringatan dini terhadap bencana dan penyebarluasan informasi
bencana yang dilakukan secara efektif dengan menggunakan sarana
telekomunikasi adalah faktor kunci bagi kesuksesan pencegahan dan
kesiapsiagaan bencana
(6) Upaya-upaya pencegahan akan sangat efektif bila melibatkan
partisipasi masyarakat lokal (lembaga adat dan budaya setempat),
nasional, regional dan internasional
(7) Kerentanan terhadap bencana dapat dikurangi dengan menerapkan
desain dan pola Pembangunan yang difokuskan pada kelompok-
kelompok masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat
(8) Masyarakat internasional perlu berbagi teknologi untuk mencegah,
mengurangi dan mitigasi bencana, dan hal ini sebaiknya dilaksanakan
secara bebas dan tepat waktu sebagai bagian dari kerjasama teknik
(9) Perlindungan lingkungan merupakan salah satu komponen
pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan pengentasan
kemiskinan dan merupakan upaya yang sangat penting dalam
pencegahan dan mitigasi bencana alam
(10) Setiap negara bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat,
infrastruktur dan aset nasional lainnya dari dampak yang ditimbulkan
oleh bencana.
Halaman 15
c. Masyarakat yang terkena bencana adalah pelaku aktif untuk
membangun kembali kehidupannya
5. Alternatif Kebijakan
Kriteria Pemilihan Alternatif
Kualitatif
Kriteria kualitatif adalah kriteria yang lebih melihat besaran potensi
sebagai sesuatu yang perlu di dayagunakan sebagai bagian dari
strategi penanggulangan bencana alam, yang meliputi :
(1) Pemanfaatan nilai-nilai lokal dan pengetahuan masyarakat
setempat yang terkait dengan penanggulangan bencana alam.
(2) Pemanfaatan inovasi pengetahuan dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan
(3) Pengurangan cakupan resiko bencana alam.
(4) Mekanisme penanggulangan bencana yang mencakup :
- Pengurangan resiko bencana alam sebagai prioritas nasional
maupun daerah
- Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal
tentang bencana yang akan terjadi
- Pembentukan Institusi pelaksana yang kuat, terkoordinasi
dan efektif
- Pengadaan dan perbaikan sistem peringatan dini
- Pengidentifikasian, pengkajian dan pemantauan bencana
alam
- Peningkatan kesiapan menghadapi bencana pada semua
tingkatan masyarakat agar tanggapan yang dilakukan lebih
efektif, sebaiknya lakukan juga kegiatan simulasi bencana
- Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi bencana
- Pemberdayaan peran masyarakat dalam menghadapi
bencana yang didapat dari pengalaman (proses belajar dari
pengalaman sebelumnya)
- Respon pemerintah daerah dan aparatnya dari instansi sektor
dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat
- Terlatih, terorganisasi dan terkoordinasinya tenaga lokal
(Desa/Kelurahan) dalam penanggulangan bencana alam
Halaman 16
- Dibangunnya kesamaan persepsi tentang kebencanaan
dilingkungan masyarakat.
Kuantitatif
Kriteria kuantitatif adalah sejumlah potensi yang terkait
dengan penggunaan teknologi dan suporting sistemnya sebagai
bagian dalam upaya penanggulangan bencana alam yang meliputi:
(1) Pemetaan Daerah Rawan Bencana (gempa bumi, tanah longsor,
bencana, gunung berapi, banjir, dll)
(2) Pengembangan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System /
EWS) didaerah rawan bencana (termasuk pengenalannya
kepada masyarakat)
(3) Tersedianya lokasi yang dijadikan sebagai wilayah aman oleh
masyarakat sesuai dengan penempatan POSKO dari beberapa
lembaga yang mempunyai komitmen dalam penanggulangan
bencana alam
(4) Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana
(5) Adanya dukungan pelayanan terhadap korban bencana
(khususnya di Departemen Sosial) dalam hal ini Direktorat
BSK Bencana Alam Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial
(6) Pendataan kegiatan secara simultan sesuai dengan konsentrasi
permasalahan dan kebutuhan yang ada
(7) Tanggap darurat terhadap korban bencana
(8) Cakupan pemulihan trauma pasca bencana
Halaman 17
pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam
penanggulangan bencana alam.
4. Aktualisasi peran lembaga kemasyarakatan, keagamaan dan
kelembagaan sosial lokal lainnya untuk menjadi bagian dalam
kampanye sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam
penanggulangan bencana alam.
Halaman 18
Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam penanggulangan
bencana di lapangan pada prinsipnya adalah :
1. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat
(Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan
penyusunan program mobilisasi bantuan.
2. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait
dalam penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan,
mempersiapkan sarana pendukung guna memaksimalkan pelayanan.
3. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta
tim surveilas yang terus mengamati keadaan lingkungan dan
kecenderungan perubahan-perubahan yang terjadi.
Kendala koordinasi :
1. Gangguan aksesibilitas
2. Gangguan keamanan
3. Pertimbangan politik
4. Keengganan untuk mengamati tujuan
Halaman 19
5) persyaratan analisis risiko bencana;
6) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7) pendidikan dan pelatihan; dan
8) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
1) Kesiapsiagaan
2) Peringatan Dini
3) Mitigasi Bencana
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.
Halaman 20
b. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.
Halaman 21
upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
l. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi
m. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.
Halaman 22
lembaga pendidikan dan penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
f. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun
pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan
Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan
pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan
dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral
dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan
peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran pendapatan
dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Pemerintah dapat
menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi diperlukannya
dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya dan tatacara
akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang
bersangkutan.Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah,
termasuk badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara
transparan oleh unit-unit koordinasi.
Halaman 23
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana;
4. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.106/PW.006/MPK/2011.
5. Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia
Nomor : PM.106/PW.006/MPEK/2011 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan
Hotel pada Elemen Sembilan t e n t a n g Penanganan Keadaan Darurat berisi :
a. Usaha hotel wajib memiliki prosedur penanganan keadaan
darurat untuk menghadapi keadaan darurat dan diuji secara
berkala untuk dilakukan pada saat kejadian yang sebenarnya.
Pengujian prosedur penanganan keadaan darurat tersebut secara
berkala dilakukan oleh pekerja hotel yang memiliki kompetensi.
Untuk kegiatan pengujian prosedur penanganan keadaan darurat
seperti pada instalasi atau peralatan yang mempunyai potensi
ancaman besar, contohnya uji coba memadamkan kebakaran
dan mengatasi ancaman bom di hotel dikoordinasikan dengan
instansi terkait yang berwenang
b. Usaha hotel wajib menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu
prosedur penanganan keadaan darurat untuk:
1) mengidentifikasi potensi terjadinya keadaan darurat;
2) menangani situasi darurat; dan
3) petunjuk pelaksanaan untuk tim manajemen krisis (crisis
management team).
c. Dalam perencanaan penanganan keadaan darurat, usaha hotel wajib
memasukkan tanggung jawab kepada pihak-pihak terkait.
d. Usaha hotel wajib mengantisipasi situasi darurat, mencegah dan
menurunkan dampak terhadap status keamanan.
e. Usaha hotel wajib menguji secara berkala prosedur penanganan
keadaan darurat agar tetap terlatih dengan melibatkan pihak-pihak
terkait.
Catatan dokumen tentang keadaan darurat mencakup: Rencana Pemulihan
Keadaan Darurat (Disaster Recovery Plan), Rencana Keberlangsungan Usaha
(Business Continuity Plan), Rencana Manajemen Keadaan Darurat
(Emergency Management Plan), Rencana Manajemen Krisis (Crisis
Management Plan), dan prosedur lainnya yang berkaitan. Kegiatan yang
dilakukan untuk pengendalian keadaan darurat di hotel antara lain:
1) Ancaman bom (bomb threat):
Halaman 24
a) pelatihan dasar penanganan bom (training explosive basic
training);
b) pemeriksaan (screening) tamu dan pekerja hotel
c) pemeriksaan latar belakang (background check) oleh pihak
usaha hotel terhadap pekerja hotel tetap dan tidak tetap,
outsourcing, pekerja kontraktor, supplier atau rekanan hotel;
d) pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development/HRD);
e) mempunyai peralatan penanganan bom;
f) melakukan patroli lingkungan;
g) hal-hal yang wajib dilakukan saat mendapat ancaman bom;
h) operator memancing pembicaraan/memperpanjang komunikasi
dengan pihak penelepon gelap;
i) operator menghubungi petugas keamanan (security)
j) petugas keamanan (security) menghubungi pihak polisi; dan
k) petugas keamanan (security) membuat laporan kejadian.
2) Pembunuhan;
a) menyediakan alat perekam CCTV;
b) petugas keamanan (security) melakukan patroli;
c) petugas hotel (bell boy) mengenali tamu & kamar; dan d)
membuat kunci akses di setiap lift/kamar.
3) Perampokan:
a) pekerja hotel dilarang memberikan informasi tentang tamu kepada
yang tidak berkepentingan;
b) kamar wajib selalu tertutup, walaupun sedang dibersihkan; dan
c) barang-barang berharga milik tamu wajib selalu disimpan di
kotak pengaman (safety deposit box)
4) Keracunan Makanan (Food Poisoning):
a) sistem pertama masuk pertama keluar (First In First Out
System/FIFO), masa kadaluarsa (expire date);
b) bahan baku (raw product);
c) sistem penyimpanan (system storage);
d) penanganan persiapan;
e) penyajian dengan aman.
5) Kebakaran.
Tersedianya:
a) peralatan kebakaran;
b) melengkapi alat-alat proteksi kebakaran;
c) alat pemadam api ringan;
d) sistem pipa air (hydrant);
e) sistem alat penyiram (sprinkler);
f) deteksi asap (smoke detector);
g) deteksi panas (head detector);
h) alat untuk mengumumkan informasi ke publik (public announcement);
Halaman 25
i) pintu keluar dalam keadaan darurat (emergency exit)
j) tempat berkumpul (assembly point);
k) tanda jalur evakuasi (evacuation route sign);
l) pemeliharaan (maintenance) peralatan; dan
m) merencanakan dan melaksanakan evakuasi lokal.
6) Penanganan tamu penting (Very Important Person/VIP).
Usaha hotel wajib:
a) melakukan pemeriksaan kepada pegawai yang berkaitan;
b) melakukan pemeriksaaan lokasi;
c) membentuk dan menjaga zona/area terlarang untuk umum;
d) menyediakan seluruh informasi yang berkaitan dengan
pegawai;
e) melakukan pemeriksaan kepada pegawai yang berkaitan;
f) melakukan pemeriksaaan lokasi;
g) membentuk dan menjaga zona/area terlarang untuk umum;
h) menyediakan seluruh informasi yang berkaitan dengan pegawai;
i) memasang dan menguji pengamanan dan perlengkapan komunikasi;
j) merancang posko pusat; dan melakukan pemeriksaan akhir.
7) Unjuk Rasa.
Usaha hotel wajib:
a) menghubungi pihak kepolisian setempat;
b) Tim Petugas Keamanan (Security Team) melokalisir area unjuk
rasa; dan
c) berkoordinasi dengan koordinator unjuk rasa.
8) Gempa Bumi (Earth Quake).
Usaha hotel wajib menetapkan aturan tentang:
a) saat gempa:
(1) diam di ruangan;
(2) lindungi kepala;
(3) berlindung di bawah meja; dan
(4) jauhi dari kaca.
b) setelah gempa:
(1) evakuasi seluruh tamu dan karyawan;
(2) pemeriksaan keadaan gedung;
(3) mengijinkan tamu dan karyawan kembali masuk apabila
dinyatakan aman.
9) Banjir (Flooding).
Usaha hotel wajib :
a) menyediakan pompa penghisap;
b) membersihkan area banjir; dan
c) menyediakan pasir-pasir dalam karung.
Halaman 26
1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3373);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2006 tentang Search and Rescue
(SAR)
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana;
9. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No.
PM.106/PW.006/MPK/2011.
10. Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia Nomor : PM.106/PW.006/MPEK/2011 Tentang Sistem
Manajemen Pengamanan Hotel pada Elemen Sembilan tentang
Penanganan Keadaan Darurat.
Halaman 27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada Pusat terdapat Badan Koordinasi Nasional (BAKORNAS)
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi dengan Ketua Pelaksana Harian
(Kalakhar) Wakil Presiden. Di tingkat Provinsi terdapat Satuan Koordinasi
Pelaksana (SATKORLAK) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi. Di
tingkat Kabupaten/Kota terdapat Satuan Pelaksana (SATLAK)
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi yang dibentuk berdasarkan
Perpres No.85/2005.
Dalam UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana
diamanatkan tentang pembentukanBadan Nasional Penanggulangan
Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dansampai
sekarang Peraturan Pemerintah yang mengaturnya belum terbit.
Dalam kerja penanggulangan bencana di tingkat daerah, biasa dilakukan:
1. Kantor/Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbanglinmas) yang jugamengorganisir Search and Rescue (SAR).
Bertugas meningkatkan kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana.
2. Dinas lainnya seperti Pertambangan dan Energi yang berfungsi sebagai
pengawas tatakelola pertambangan dan energi, mempunyai peta-peta
rawan bencana yang biasanya terkait dengan pertambangan (longsor,
bencana lingkungan). Kemudian Dinas Sosial, Bagian Kesra, DPU dsb
3. Palang Merah Indonesia di daerah masing-masing
4. Pusat Studi Bencana di Universitas terdekat yang dapat memberikan
peta ancaman, mikrozonasi, dan penelitian tentang kebencanaan yang
lain
5. Badan Meteorologi dan Geofisika untuk mengetahui tentang cuaca,
iklim dikaitkan dengan bencana, termasuk peringatan dini yang ada
untuk berbagai jenis bencana.Selain itu terdapat organisasi masyarakat
dan LSM baik nasional, lokal maupun internasionalyang concern
terhadap isu-isu penanggulangan bencana.
B. SARAN
Halaman 28
Kata kunci penanggulangan bencana: Serangkaian upaya
komprehensif dalam pra-bencana, saat bencana dan pasca bencana.
Pemerintah tidak boleh melupakan 3 unsur penting ini dalam
penanggulangan bencana. Indonesia secara peraturan dan kebijakan sudah
membuat 3 unsur penting tersebut, namun dalam pelaksanaan ini belum
terealisasi dengan sempurna. Dalam hal ini Pemerintah perlu mangadakan
promosi dan pelatihan pelatihan bagi kader- kader dan tim medis untuk
dapat terlibat dalam sehingga pelaksanaannya sempurna.
Halaman 29
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 30