Anda di halaman 1dari 11

Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana

Dheana Wiananda Kristy, Fatih Erika Rahmah, Rayhan Radya Cholil

SOP Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana dan UU yang Mengatur

A. Definisi
Berdasarkan Pasal 1 Angka 2, 3, dan 4 UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana
dikategorikan menjadi tiga, yakni bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam, seperti gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, dan banjir. Bencana non-alam adalah bencana yang terjadi karena
peristiwa non-alam seperti gagalnya modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana
sosial adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.
Pasal 1 ayat (5) UU No. 24 Tahun 2007, Penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.1
Pasal 1 ayat (10) UU No. 24 Tahun 2007, Tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.2

B. Tujuan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, Penyelenggaraan
penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam
rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak
bencana.3

1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
2
Ibid.
3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
C. Penanggung Jawab dan Tugas Penanggung Jawab
Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.4
Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.5
Pasal 12 UU 24 No. Tahun 2007, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
mempunyai tugas:6
a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan
sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional;
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran
pendapatan dan belanja negara;
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.

Pasal 18 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 membentuk badan penanggulangan bencana daerah.7

D. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Pasal 3 PP Nomor 21 Tahun 2008, Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi
tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. 8

4
Op. cit. UU No. 24 Tahun 2007
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
Pasal 4 PP Nomor 21 Tahun 2008, Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
tahap prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi: 9
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Pasal 21 PP Nomor 21 Tahun 2008, Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada


saat tanggap darurat meliputi: 10
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber
daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Pasal 55 PP Nomor 21 Tahun 2008, Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada


tahap pascabencana terdiri atas: 11
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.

Pasal 56 ayat (1) PP Nomor 21 Tahun 2008, Rehabilitasi pada wilayah pasca bencana
dilakukan melalui kegiatan: 12
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan

9
Ibid.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.
j. pemulihan fungsi pelayanan publik.

Pasal 75 ayat (1) PP Nomor 21 Tahun 2008, Rekonstruksi pada wilayah pasca bencana
dilakukan melalui kegiatan: 13
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Untuk menunjang pelaksanaan penanggulangan bencana, Pemerintah mengeluarkan


beberapa kebijakan, antara lain: 14

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan
dan Pengelolaan Bantuan Bencana;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Peran serta
Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non pemerintah dalam Penanggulangan
Bencana.;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.

13
Ibid.
14
Tim Konsultan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemerintah Kota Surakarta, “Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penanggulangan Bencana”, Hlm. 13
E. Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penanggulangan Bencana

Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun


2017, Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Pedoman Penyusunan SOP merupakan
acuan bagi setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
dalam menyusun SOP kerja yang efisien, efektif, produktif, dan akuntabel sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.15

Hak Pemerintah saat Terjadi Bencana dan Regulasi yang Mengatur

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU Penanggulangan Bencana, wewenang Pemerintah


dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, meliputi:

1. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan


pembangunan nasional;
2. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan penanggulangan bencana;
3. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
4. penentuan kebijakan kerjasama dalam penanggulangan bencana dengan negara
lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;
5. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai
sumber ancaman atau bahaya bencana;
6. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya
alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
7. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala
nasional.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat beberapa indikator,
yaitu jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas
wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.[5] Sedangkan,
apabila kita mengacu pada Pasal 23 Ayat (2) PP Nomor 21 Tahun 2008 bahwasanya penetapan

15
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2017 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
status dan tingkatan bencana tersebut ditetapkan oleh presiden pada tingkat nasional, gubernur
pada tingkat provinsi, dan bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.

Selain itu, Pemerintah memiliki hak untuk menetapkan daerah rawan bencana menjadi
daerah terlarang untuk pemukiman dan/atau mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh
hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.[6] Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk membentuk unsur pelaksana
penanggulangan bencana yang terbentuk melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).[7]

[1] Pasal 1 ayat 23 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


[2] Pasal 1 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[3] Pasal 3 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[4] Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[5] Pasal 7 Ayat 2 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[6] Pasal 32 Ayat 1 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[7] Pasal 15 Ayat 1 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
[8] Pasal 10 Ayat 2 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
KEWAJIBAN PEMERINTAH TERKAIT PENANGGULANGAN BENCANA
BESERTA REGULASI YANG MENGATUR

Dasar Hukum:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Pasal 616 → Tanggung jawab pemerintah (pusat) dalam menanggulangi bencana:
a. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan
b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana
c. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum
d. Pemulihan kondisi dari dampak bencana
e. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara yang memadai
f. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai
g. Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak
bencana.
Pasal 817→ Tanggung jawab pemerintah daerah dalam menanggulangi bencana:
a. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
sesuai dengan standar pelayanan minimum
b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana
c. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan
d. Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan
belanja daerah yang memadai.

Hak Masyarakat (Pasal 26)18:


(1) Setiap orang berhak:
a. Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok
masyarakat rentan bencana

16
Op cit. UU No. 24 Tahun 2007.
17
Ibid.
18
Ibid.
b. Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana
c. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan
penanggulangan bencana
d. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program
penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial
e. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya
f. Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
(2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
dasar.
(3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang
disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

Berdasarkan Pasal 60 Ayat (1)19, dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab
bersama antara pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah. Anggaran penanggulangan bencana
juga wajib dialokasikan secara memadai.
Berdasarkan Pasal 71 Ayat (1), pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah juga
melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana, yang meliputi:
sumber ancaman atau bahaya bencana; kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
bencana; kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan bencana; pemanfaatan barang,
jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; kegiatan
konservasi lingkungan; perencanaan penataan ruang; pengelolaan lingkungan hidup; kegiatan
reklamasi; dan pengelolaan keuangan [Pasal 71 Ayat (2)]20.

19
Ibid.
20
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

Peraturan.bpk.go.id, “Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana”, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/4833, diakses
pada 26 Januari 2021.

Peraturan.bpk.go.id, “Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 1 Tahun 2019 Badan Nasional


Penanggulangan Bencana”, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/100440/perpres-
no-1-tahun-2019, diakses pada 26 Januari 2021.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2017 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 723).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828).

Bahasan.id, “Memahami Penentuan Status Bencana”, https://bahasan.id/memahami-


penentuan-status-bencana/. Diakses pada 26 Januari 2020.

Kbbi.kemdikbud.go.id, “arti hak”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hak, diakses pada 26


Januari 2021.

Kompas.com, (2020, 4 Januari), Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penanggulangan


Bencana, diakses pada 25 Januari 2021, dari
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/04
/160000069/tanggung-jawab-pemerintah-dalam-penanggulangan-bencana.

Smeru.or.id, “Mendorong Revisi UU Penanggulangan Bencana untuk Membangun Tata Kelola


Penanggulangan Bencana yang Adaftif”,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://smeru.or.id/sites/de
fault/files/publication/pb05_ruu_in.pdf&ved=2ahUKEwjBpr-
AkbnuAhUGYysKHckQCjoQFjAOegQIFRAB&usg=AOvVaw3DDVVnQJaJUJ0iar
c0GUUk, diakses pada 26 Januari 2021.

Tim Konsultan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemerintah Kota Surakarta,
“Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanggulangan Bencana”,
http://ppid.surakarta.go.id/wp-content/uploads/2017/09/sop-kebencanaan-bpbd.pdf,
diakses 24 Januari 2021.
BAGIAN PENDAPAT

Pendapat korban/yang terdampak bencana mengenai kebijakan pemerintah dalam


menangani bencana

1. Ardian, FH UGM 2020


● Kebijakan pemerintah daerah yang kurang responsif untuk penanganan bencana.
Diperlukan waktu tiga hari semenjak banjir mulai berdampak parah untuk pergerakan
pemerintah yang masif, hal itu pun lebih diinisiasi gerakan digital activism masyarakat
melalui tagar twitter, dsb hingga mendapat atensi nasional.
● Kurangnya sumber daya relawan dan evakuasi namun kurangnya upaya pemerintah
untuk mencari solusi atas masalah tersebut. Hal ini menyebabkan proses evakuasi
tidak bisa mengcover seluruh korban karena tidak seimbangnya jumlah relawan dan
luas wilayah yang terdampak. Hal lain semisal keterbatasan alat yaitu ketiadaan
perahu mesin sehingga wilayah yang arus banjirnya deras tidak bisa diakses oleh
perahu karet saja.
● Sangat disayangkan di tengah-tengah bencana alam dan jeritan korban yang meminta
pertolongan. Pemerintah Daerah melalui tim kuasa hukum gubernur mengeluarkan
surat peringatan dan teguran kepada masyarakat yang berisi ancaman untuk
mempolisikan siapa saja yang menarasikan ujaran kebencian, fitnah, dan/atau
pencemaran nama baik terhadap Gubernur Kalimantan Selatan.

2. Arifin, FH UGM 2020 “ kalo di daerah yang kawasan rawan bencana kesiagapannya
bagus sih, pos pantau maupun pos pengungsian selalu siaga terus”

Anda mungkin juga menyukai