Tugas Mata Kuliah Sistem Penghantaran Obat
Tugas Mata Kuliah Sistem Penghantaran Obat
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.1 Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel endotelial dan merupakan bagian
teratas dari lapisan kulit. Epidermis berperan dalam barier fisik, mencegah
hilangnya air dari tubuh, dan mencegah masuknya zat asing ke dalam tubuh. Sel
epidermis saling bertautan secara erat membentuk dermosome. Ketebalan
epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran
2 Universitas Indonesia
3
1 milimeter, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi dan perut (Sherwood, 2010). Epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar
sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis.
Keratosit merupakan komponen selular paling banyak (>90%) dan
berperan dalam fungsi barier dalam kulit. Epidermis dibagi menjadi 5 bagian dan
berkaitan dengan diferensiasi dari keratosit. Proses diferensiasi ini membentuk
lapisan barier stratum korneum (~0.01 mm). Lapisan epidermis terdiri dari:
(Hillery, Andrew, dan James, 2001)
1. Stratum basale atau lapisan basal berperan dalam menggantikan epidermis
yang baru (proses terjadi setiap 20–30 hari). Keratosit yang baru terbentuk
akan mendorong sel yang sudah terbentuk dipermukaan sebelumnya.
2. Stratum spinosum terdiri dari organel sel dan granul pembungkus membran
(membrane-coating granules) atau lamellar yang melekat pada badan Golgi.
3. Stratum Spinosum terdiri dari sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen
yang berfungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan
melawan efek gesekan.
4. Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis yang berperan
dalam barier pertahanan terluar kulit.
Universitas Indonesia
4
2.1.2 Dermis
Dermis memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh
dan merupakan bagian bwah setelah epidermis pada kulit. Dermis terdiri atas dua
lapisan dengan batas tidak jelas, yaitu stratum papilar dan stratum retikular.
Universitas Indonesia
5
Stratum papilare merupakan bagian utama dari papila dermis dan terdiri dari
jaringan ikat longgar. Dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu :
Folikel rambut, Kelenjar keringat, Kelenjar sebacea. Pada stratum ini juga
terdapat fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh
(Sherwood, 2010)
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
akan cenderung kecil. Oleh karena itu, salah satu keuntungan dari
penghantaran transdermal adalah menghindari metabolisme presistemik.
2. Faktor Fisikokimia Obat (Jhawat, vipin, Nancy, 2013)
a. Berat Molekul dan ukuran molekul Obat
Ukuran molekul obat memperngaruhi dalam penetrasinya kedalam kulit.
Molekul Obat yang besar dari 500 Da menyebabkan masalah dalam
pengangkutan perkutan. Semakin besar ukuran molekul obat, semakin
kecil kemampuan dalam terabsorbsi pada kulit.
b. Koefisien Partisi dan Solubilitas
Obat yang memiliki kelarutan baik di lipid mupun air cocok untuk
absorbsi perkutan karena kulit dibentuk dari lapisan lipid bilayer sehingga
obat harus memiliki koefisien partisi yang optimum.
c. Konsentrasi Obat (Hillery, Andrew, dan James, 2001)
Obat yang terabsorpsi pada kulit akan berpindah dari satu lapisan ke dalam
lapisan kulit yang lebih dalam melalui difusi pasif. Difusi pasif adalah
proses perpindahan molekul dari membran yang berkonsentrasi tinggi ke
membran yang berkonsentrasi rendah. Jumlah obat yang terabsorpsi per
unit area permukaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi obat sehingga konsentrasi obat dapat menggambarkan laju
difusi dari obat tersebut.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
2. Rute intercelluler
Pada rute intercellular, transpor molekul obat terjadi melalui rongga antar sel
atau sekeliling sel, sehingga jalurnya lebih panjang dan rumit. Rute yang
dilalui obat dalam kulit akan sangat dipengaruhi oleh koefisien partisi antara
obat dengan membran sel. Dalam hal ini, obat yang bersifat hidrofilik akan
cenderung mengalami rute transcelluler, sedangkan obat-obat yang hidrofobik
akan cenderung melalui rute intercelluler. Mayoritas obat yang diabsorpsi
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
sesuai hukum Ficks dan tidak terdapat proses transport aktif yang teridentifikasi.
Penyerapan perkutan didefinisikan sebagai penetrasi bahan ke dalam berbagai
lapisan kulit dan permeasi melintasi kulit ke dalam sirkulasi sistemik. Langkah –
langkah penyerapan perkutan meliputi :
1. Penetrasi : masuknya zat ke dalam lapisan tertentu
2. Permeasi : Penetrasi dari satu lapisan ke yang lain, yang berbeda, baik secara
fungsional dan struktural dari lapisan pertama.
3. Absorpsi : pengambilan zat ke dalam sirkulasi sistemik.
Universitas Indonesia
12
Obat-obat yang ingin dibuat ke dalam rute transdermal setidaknya memiliki sifat-
sifat : (Xiaoling Li, Bhascara, 2006)
a. Memiliki BM ≤ 600
b. Obat-obat tersebut harus memiliki afinitas baik terhadap fase lipofilik
maupun hidrofilik.
c. Memiliki titik lebur yang rendah
d. Memiliki koefisien partisi yang optimal.
Universitas Indonesia
13
Sistem ini dibuat dengan cara menyiapkan drug reservoir yang dibuat dengan
cara mendispersikan obat secara langsung ke dalam polimer adhesive,
kemudian disebarkan diatas flat sheet dari backing membrane menggunakan
metode solvent casting atau hot melting hingga terbentuk lapisan tipis drug
reservoir. Bahan adhesive harus cocok dengan kulit sepanjang periode
pemberian dan harus compatible dengan obat. Kekurangan dari sistem ini
ialah adanya kemungkinan interaksi antara lapisan adhesif dengan obat atau
eksipien lainnya yang menyebabkan berkurangnya kemampuan lapisan
adhesif menempel pada kulit. Contoh obat yang menggunakan patch dengan
sistem adhesive antara lain litium (pelepasan terkontrol) untuk terapi psikis.
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
(nanoemulsi tipe o/w) atau air yang didispersikan ke dalam minyak (system
w/o). Nanoemulsi dapat stabil untuk waktu yang lama dikarenakan ukuran
droplet yang sangat kecil dan penggunaan suraktan. Nanoemulsi dapat
mengandung obat yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik.
3. Liposom
Liposom adalah lapisan lipid bilayer berongga yang dapat mengandung obat
yang bersifat hidrofilik didalam ini dan obat yang bersifat hidrofobik dilapisan
bilayer. Liposom tersusun atas kolesterol dan fosfolipid. Lipososm merupakan
salah satu bentuk system penghantar obat yang baik karena tidak toksik dan
tetap berada didalam aliran darah untuk waktu yang lama. Liposom terdidi
dari small unilamellar vesicle (25-100 nm), medium-sized unilamelar vesicle
(100-500 nm), large unilamellar vesicles, giant unilamellar vesicles,
oligolamellar vesicles, large multilamellar vesicles dan multivesicular vesicles
(500 nm hingga ukuran micron).
Contoh : Penelitian mengenai peningkatan penetrasi benzcain menggunakan
liposom (Mura et al., 2007).
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
bagian luar yang bersifat hidrofil sehingga dapat membuat obat yang bersifat
lipofil tadi menjadi terdisolusi dengan baik pada sistem transdermal (Barry, 2001).
5. Sistem liposom dan vesikel
Liposom merupakan partikel koloidal yang terbentuk sebagai lapisan
biomolekular yang konsentris sehingga dapat melapisi obat. Liposom berpenetrasi
ke dalam lapisan stratum korneum berinteraksi dengan lipid pada kulit kemudian
melepaskan obatnya atau komponennya yang masuk ke dalam lapisan stratum
korneum (Barry, 2001).
6. Solid lipid Nanoparticles (SLN)
SLN digunakan sebagai pembawa untuk penghantaran vitamin A, vitamin E,
sunscreen, triptolide dan glukokortikoid pada kulit melalui peningkatan penetrasi
ke kulit karena meningkatnya hidrasi di kulit yang disebabkan oleh bentuk oklusiv
film dipermukaan kulit oleh SLN (Barry, 2001).
Universitas Indonesia
23
bercampur secara homogen dengan lipid (Hillery, Andrew, dan James, 2001).
Contoh enhancer yang umum digunakan (Hillery, Andrew, dan James, 2001):
a. Solvents
alcohols – methanol and ethanol; alkyl methyl sulfoxides – dimethyl
sulfoxide, alkyl homologs of methyl sulfoxide dimethyl acetamide and
dimethyl formamide ; pyrrolidones – 2 pyrrolidone, N-methyl, 2-purrolidone;
laurocapram (Azone), miscellaneous solvents – propylene glycol, glycerol,
silicone fluids, isopropyl palmitate.
b. Surfaktan
Surfaktan anionik: Dioctyl sulphosuccinate, Sodium lauryl sulphate,
Decodecylmethyl sulphoxide dll. Surfaktan nonionik: Pluronic F127, Pluronic
F68, dll
c. Zat kimia lain
Urea, N, N-dimethyl-m-toluamide; calcium thioglycolate
Universitas Indonesia
24
Dengan mengasumsikan input yang berlaku untuk obat ini adalah ordo 0, maka:
A (cm2) adalah luas dari sistem penghantaran dan ko (μg cm-1 jam-1) adalah laju
penghantaran steady state ke dalam tubuh. Idealnya, A relatif kecil (sekitar 50 cm 2
atau kurang) dan ko ditentukan melalui peralatan dan kurang dari fluks maksimum
obat (Jmax) yang mungkin memasuki stratum korneum yang memiliki kontak.
Namun terkadang hal tersebut (ko < Jmax) tidak terpenuhi dan Css tidak didapat
tanpa menutupi suatu luas permukaan kulit yang besar. Hal tersebut digambarkan
pada tabel 8.3, dimana suatu “screening kelayakan” telah dilakukan untuk
beberapa obat (Hillery, Andrew, dan James, 2001).
Universitas Indonesia
25
Nilai klirens dan konsentrasi steady state dalam plasma obat-obat tersebut
diambil dari literatur, dan dengan mengasumsikan untuk setiap senyawa, laju
penghantaran steady state ke dalam tubuh mencapai 25 μg cm-2 jam-1. Untuk
beberapa senyawa, fluks yang sangat tinggi (yang umum untuk obat dengan
kemampuan berpermeasi dengan cepat seperti nitrogliserin dan nikotin) adalah
tidak mungkin. Hasil estimasi yang dapat dilihat berupa area patch minimum
(Amin) yang dibutuhkan untuk mencapai target konsentrasi darah (dideterminasi
menggunakan persamaan 8,5 dan 8,6), walaupun dengan nilai k o yang ditentukan
sendiri, hanya beberapa obat yang dapat menjadi kandidat yang masuk akal
(contohnya patch asetaminofen akan membutuhkan menutupi hamper seluruh
ppermukaan tubuh orang dewasa untuk dapat menghilangkan sakit kepala ringan).
Oleh sebab itu, beberapa usaha telah diarahkan untuk meningkatkan J max, seperti
mengurangi fungsi barier / perintang dari stratum korneum sehingga didapatkan:
(a) dosis efektif yang dapat dihantarkan dari patch dengan ukuran yang masuk
akal, dan (b) sistem penghantaran menjaga kontrol laju input (Hillery, Andrew,
dan James, 2001).
Permasalahan yang masih perlu diselesaikan adalah pertanyaan tentang
mekanisme aksi dari peningkat penetrasi yang digunakan sekarang ini, serta
reversibilitas efeknya in vivo. Pertanyaan intinya adalah: “apakah mungkin untuk
merusak stratum korneum tanpa mengiritasi kulit?” perlu diperhatikan lagi, di
samping toksisitas senyawa tersebut pada kulit. Sinergisme dari berbagai
peningkat penetrasi (seperti surfaktan) dan kosolven (seperti propilen glikol,
etanol) telah teramati dan ditentukan, namun belum sepenuhnya dimengerti dan
dioptimalkan dalam hal konsentrasi paling efektif untuk digunakan (Hillery,
Andrew, dan James, 2001).
Regulasi penerimaan harus dipertimbangkan. Persetujuan di Amerika
Serikat untuk suatu peningkat penetrasi bernama Azone sangat sulit, karena
sebagai suatu senyawa kimia yang dikembangkan untuk peningkat permeasi kulit,
senyawa tersebut menjadi subjek tes yang hampir sama detail dengan tes wajib
agen terapetik. Sehingga, untuk saat ini merupakan jalan yang tidak murah untuk
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
Iontoforesis (Iontophoresis)
Iontoforesis didefinisikan sebagai pemfasilitasian penghantaran obat
(terionisasi) melintasi kulit dengan mengaplikasikan potensial elektrik. Gaya
pendorong dapat divisualisasikan secara sederhana menggunakan repulsi
elektrostatik. Praktisnya, perbedaan potensial lintas membran memberikan gaya
tambahan untuk laju pasif solut yang diinduksi oleh gradient konsentrasi (Hillery,
Andrew, dan James, 2001).
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
0,5 mA melintasi kulit manusia (yang secara umum dipercayai sebagai densitas
arus maksimum yang diterima) membutuhkan voltase ~ 1 – 10V. Level densitas
arus yang dapat diterima serta total arus bergantung pada area perawatan dan
durasi jalur arus. Komposisi ionik sistem penghantaran perlu diperhatikan
sehingga diminimisasi kemungkinan kompetisi dengan obat untuk membawa
muatan melintasi kulit (memaksimalkan fraksi muatan yang dibawa obat melintasi
kulit). Namun, perlu ada elektrolit yang cukup untuk menjaga jalur arus dan
memenuhi kebutuhan elektrokimia elektroda. Dan seperti yang telah disebutkan di
atas, untuk senyawa yang besar, dimana elektroosmosis dapat menjadi mekanisme
transport utama, dibutuhkan strategi formulasi berbeda (Hillery, Andrew, dan
James, 2001).
Dewasa ini, di Amerika Serikat, penggunaan peralatan iontoforesis dengan
suatu larutan (injeksi) dari lidokain hidroklorida telah disetujui oleh FDA untuk
induksi anestetik lokal. Contoh lainnya, adalah produk yang terintegrasi dan
dikembangkan untuk pergerakan melalui suatu pipeline digunakan untuk fentanyl
untuk analgesia, serta peralatan lain yang lebih rumit mengandung lidokain.
Sejumlah senyawa lainnya telah berhasil dihantarkan pada uji in vivo yang
terbatas, termasuk peptidomimetik, leutinizing hormone releasing hormone
(LHRH), somastostatin, dan kalsitonin. Di lain pihak, penghantaran insulin masih
belum mencapai apa yang diharapkan (Hillery, Andrew, dan James, 2001).
\Sistem iontoforesis (the Glucowatch Biographer) untuk ekstraksi noninvasif
dan analisis kadar gula sistemik telah disetujui oleh FDA pada awal 2001. Alat ini
menggunakan keuntungan iontoforesis (contohnya laju arus yang menginduksi
pergerakan ion pada kedua elektroda baik masuk dari ataupun keluar ke kulit serta
fenomena elektroosmosis, untuk mensampel gula darah berulang-ulang, tidak
invasif, dan otomatis (Hillery, Andrew, dan James, 2001).
Jalur transportasi iontoforesis melalui kulit ada beberapa metode yaitu
(Hillery, Andrew, dan James, 2001):
(a) transelular, yang melibatkan pemisahan berurutan terlarut dan ion antara sel-
sel lemak interselular ketika bergerak vertikal ke bawah melalui kulit
(b) inter-atau paracellular, yang melibatkan pergerakan ion terlarut melalui jalur-
jalur antara sel-sel lemak di kulit, dan
Universitas Indonesia
30
Gambar 2.14 Rute transport ion obat melewati kulit selama iontophoresis
Universitas Indonesia
31
3) Pengaruh arus
a) Arus dapat diatur dengan mudah
b) Bila terlalu besar dari batasan yang ditentukan à iritasi dan merusak kulit
c) Arus yang diaplikasikan à berbanding lurus dengan fluks sejumlah
senyawa seperti metilfenidat, verapamil, GRH, diklofenak, dan ketorolak
d) Umumnya 0,5 mA/cm2 dinyatakan sebagai arus ionforesis maksimum
pada manusia
e) Arus berpulse à arus yang konstan menurunkan fluks obat (Hillery,
Andrew, dan James, 2001)
4) Material elektroda
a) Studi telah dilakukan untuk elektroda platinum, Ag dan beberapa logam
stainless lainnya
b) Elektroda platinum dan elektroda inert lain seperti nikel à pH drift dan
penggelembungan udara karena dekomposisi air
c) Elektroda dengan potensial redoks lebih rendah dari air à Ag/AgCl lebih
disukai à mencegah dekomposisi air dan menjaga elektronetralitas
(Hillery, Andrew, dan James, 2001)
Universitas Indonesia
32
Diambil dari jurnal: Martanto W., Shawn P.D., Nicholas R.H., Jenny W.,
Harvinder S.G., dan Mark R.P. 2004. Transdermal Delivery of Insulin Using
Microneedles in Vivo. Pharmaceutical Research, Vol 21, No.6.
Insulin merupakan salah satu bahan obat yang memiliki molekul yang sangat
besar. Penelitian ini digunakan dengan tujuan untuk mendesain dan membuat
array yang terdiri dari microneedles padat yang kemudian disisipkan pada kulit
tikus yang telah dibotakkan untuk penghantaran obat yang dalam kasus ini adalah
insulin yang bertujuan untuk mengurangi kadar glukosa dalam darah.
Metode: array yang berisi 105 microneedle (dihasilkan dari lembaran logam
stainless steel yang dipotong dengan menggunakan laser sehingga didapat jarum
dengan ukuran mikro yang sangat baik dan presisi) diinsersi ke dalam kulit tanpa
rambut tikus yang telah dianastesi terlebih dahulu dengan anastesi kemudian
diinduksi dengan streptozocin. Selama dan setelah perlakuan insersi microneedle,
larutan insulin (100 atau 500 U/ml) diletakkan berkontak dengan kulit selama 4
jam. Microneedle dikeluarkan 10 detik, 10 menit, atau 4 jam setelah inisiasi
penghantaran insulin secara transdermal. Kadar glukosa darah diukur secara
electrochemical setiap 30 menit. Konsentrasi insulin plasma ditentukan dengan
radioimunoassay pada akhir percobaan.
Hasil: Array microneedles dibuat dan diaplikasikan secara total pada kulit
tikus yang tidak berambut secara in vivo. Microneedles meningkatkan
permeabilitas kulit pada insulin yang secara cepat dan tetap mengurangi kadar
gula darah sampai pada tingkat serupa pada 0,05-0,5 U insulin yang disuntikkan
secara subkutan. Konsentrasi plasma insulin secara langsung diukur dan berada
pada konsentrasi 0,5-7,4 ng/ml. Semakin tinggi konsentrasi insulin donor maka
waktu insersi semakin singkat dan beberapa kali insersi ulang menghasilkan
turunnya kadar gula darah dan konsentrasi plasma insulin yang semakin tinggi.
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
dahulu kemudian dibagi menjadi 3 grup yaitu grup 1 diberikan carvedilol secara
oral (5 mg/kg), grup 2 diberikan patch formulasi 3 dan grup 3 diberikan patch
formulasi 6 kemudian darah diambil dengan interval waktu 1, 2, 3, 5, 8, 12, dan
24 jam kemudian dilakukan analisa. Berikut hasilnya:
Gambar 2.15 Profil uji permeasi in vitro carvedilol dari patch transdermal dengan
berbagai proporsi etil selulosa dan PVP
Gambar 2.16 Profil uji permeasi in vitro carvedilol dari patch transdermal dengan
berbagai proporsi Eudragit RL: Eudragit RS
Universitas Indonesia
36
Gambar 2.17 Koefisien permeasi kulit in vitro dari patch transdermal melewati
kulit abdomen tikus pada buffer fosfat pH 7.4
Gambar 2.18 Profil studi in vitro setelah pemberian oral dan patch transdermal
pada hewan uji
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
BAB 3
KESIMPULAN
Sediaan adalah salah satu bentuk sediaan topikal yang sistem pemberiannya
mendukung transpor bahan obat dari permukaan kulit melalui epidermis, dermis
dan lapisan lainnya sampai kedalam sirkulasi sistemik. Sistem dari sediaan
transdermal terdiri dari 4 yaitu tipe adhesive, tipe membrane controlled, tipe
matrix dan tipe microreservoir. Pelepasan obat dari bentuk sediaan untuk masuk
ke dalam sirkulasi sistemik melalui kulit adalah dengan proses difusi. Ada
berbagai macam cara yang dapat meningkatkan penetrasi obat, diantaranya
dengan memodifikasi obat atau dengan memodifikasi stratum korneum.
Universitas Indonesia
39
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, A., Dwivedi, S., Ajazuddin, Giri, T. K., Saraf, S., Saraf, S., &
Tripathi, D. K. (2012). Approaches for breaking the barriers of drug
permeation through transdermal drug delivery. Journal of Controlled
Release, 164(1), 26–40. doi:10.1016/j.jconrel.2012.09.017
Chauhan, A. S., Sridevi, S., Chalasani, K. B., Jain, A. K., Jain, S. K., Jain, N. K.,
& Diwan, P. V. (2003). Dendrimer-mediated transdermal delivery: Enhanced
bioavailability of indomethacin. Journal of Controlled Release, 90, 335–343.
doi:10.1016/S0168-3659(03)00200-1
Saroha, K., Yadav, B., & Sharma, B. (2011). Transdermal Patch, A Discrete
Dosage Form. International Journal of Current …, 3(3), 98–108. Retrieved
from http://www.academia.edu/download/30398851/368.pdf
Universitas Indonesia
40
Hillery M.A., Andrew W.L., dan James S. 2001. Drug Delivery Targeting for
Pharmacists and Pharmaceutical Scientists. London: Taylor&Francais.
Jhawat, vicas Chander, Vipin Saini, Sunil Kamboj, Nancy Maggon. 2013.
Transdermal rug delivery system. Approach and advancmenet in drug
absorpsion through skin. Review articel. International Pharm. Sci. Rev.
20(1)
Sharma, N et al. 2011. A review : Transdermal drug delivery system : a tool for
novel drug delivery system. International journal of Drug development &
research. Vol.3
Saroha, K., Yadav, B., & Sharma, B. (2011). Transdermal Patch, A Discrete
Dosage Form. International Journal of Current …, 3(3), 98–108.
Ubaidulla U., Molugu V.S.R., Kumaresan R., Farhan J.A., dan Roop K.H. 2007.
Transdermal Therapeutic System of Carvedilol: Effects of Hydrophillic and
Hydrophobic Matrix on In Vitro and In Vivo Characteristics. AAPS
PharmSci Tech, Volume 8, Artikel 2, Halaman E2-E8.
Universitas Indonesia