Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, No. 3 September 2010, hlm.

447–458
Terakreditasi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007

KEBIJAKAN MONETER, SEKTOR PERBANKAN,


DAN PERAN BADAN SUPERVISI

Ahmad Erani Yustika


Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Jl. MT.Haryono No.165 Malang, 65145
Eka Heni Sulistiani
The Economic Reform Institute (ECORIST)

Abstract
Besides fiscal policy, monetary policy was the main instrument in designing economic policy. of course, the
role of central bank, in this case Bank Indonesia, was so vital in formulating monetary policy. Since some
years ago, Bank Indonesia had decided that the target of monetary policy was only to keep inflation, known
inflation targeting. This policy had a strong point because BI could focus in keeping economic stability.
However, the weakness of this policy was its tendency not to be adaptive with national economic situation,
such as poverty and unemployment problems. Anyway, BI independence also gave a good benefit because BI
could formulate a policy as needed without any intervention from other interest, like politic. However, in the
implementation, the independence should not come into management, including monetary policy manage-
ment. This was the important thing in giving a chance for BSBI (Supervision Board of Bank Indonesia) to
watch BI, including monetary policy, without disturbing BI independence in formulating a policy. Thus, the
purpose of independence still became a domain owned by BI, but the implementation of the policy could be
the object of watching.
Key words: monetary policy, inflation targeting, BI independence

Salah satu tugas terpenting yang harus diemban oleh tara itu, kebijakan moneter berurusan dengan pengen-
setiap pemerintah, khususnya di bidang ekonomi, dalian ekonomi yang memakai instrumen suku bunga,
adalah tercapainya stabilitas ekonomi. Sebab, dengan inflasi, uang beredar, nilai tukar, dan lain sebagainya.
tercapainya stabilitas ekonomi kegiatan-kegiatan Kebijakan moneter ini semuanya berada di bawah
pembangunan (ekonomi) lebih mudah untuk dijalan- kendali Bank Bentral (Bank Indonesia/BI). Kemajuan
kan. Stabilitas ekonomi suatu negara bisa diusahakan dan sekaligus instabilitas sektor keuangan yang luar
dengan banyak jalan, namun hampir pasti bersing- biasa dalam beberapa dekade terakhir turut men-
gungan dengan salah satu dari dua kebijakan berikut, jadikan kebijakan moneter sangat relevan untuk
yakni fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal berkaitan ditelaah sehingga nantinya berpotensi menyumbang-
dengan seluruh instrumen ekonomi yang menggu- kan stabilitas ekonomi yang diidamkan.
nakan sumber daya anggaran negara (APBN). Semen-

Korespondensi dengan Penulis:


A h m ad Er an i Yu st i k a: Telp. +62 341 418 871
E-mail: erani@f e.unibraw.ac.id; erani73@yahoo.com

| 447 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

KERANGKA KEBIJAKAN MONETER pengambilan kebijakan moneter haruslah hati-hati


dan dipertimbangkan secara komprehensif.
Ragam Sasaran Kebijakan Moneter
Problem Kebijakan Moneter
Dalam kaitannya dengan tujuan mencapai sta-
bilitas ekonomi, kebijakan moneter bersifat dinamis Senada dengan ultimate goal kebijakan moneter
dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan suatu nega- yang dikemukakan di muka, Indonesia juga berupaya
ra. Tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal mengatasi problem mendasar seperti yang dialami
yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter oleh negara-negara lainnya. Kebijakan moneter yang
(Pohan, 2008), yakni: (1) Pertumbuhan ekonomi dan diterapkan akan selalu berhadapan dengan tantangan
pemerataan pendapatan; (2) Kesempatan kerja; (3) globalisasi keuangan, sinkronisasi kebijakan fiskal, si-
Kestabilan harga; (4) Keseimbangan neraca pemba- tuasi makro ekonomi, tata niaga, dan kondisi distribusi
yaran yang memengaruhi inflasi (misalnya volatile foods).
Pertumbuhan ekonomi penting untuk mening- Di luar itu, strategi dan kebijakan yang ditem-
katkan pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga puh pemerintah dalam upaya stabilitas ekonomi na-
kerja. Kestabilan harga perlu dijaga untuk mendu- sional mencakup pula sejumlah langkah kebijakan
kung kegiatan perekonomian dan ketenteraman ke- dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Dari
hidupan masyarakat. Demikian pula kondisi neraca sisi kebijakan, langkah-langkah kebijakan moneter
pembayaran yang menjadi rapor transaksi lalu lintas yang ditempuh lebih diarahkan kepada upaya men-
barang dan jasa suatu negara, juga sangat penting ciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Dengan ma-
untuk melihat sejauh mana kekuatan ekonomi na- sih rentannya nilai tukar rupiah dan relatif tingginya
sional. Secara ideal, semua sasaran perekonomian inflasi, kebijakan moneter yang hati-hati (prudent) pa-
tersebut dapat dicapai secara serempak dan optimal. da mulanya lebih ditekankan pada pengendalian jum-
Namun, kerap kali kebijakan yang diambil hanya ber- lah uang beredar melalui pencapaian sasaran opera-
hasil pada sebagian sasaran ataupun bersifat kontra- sional uang primer.
diktif dengan kondisi sasaran yang lain. Sehingga sa- Di sini, jenis kebijakan dan sasaran moneter
ngatlah sulit untuk mencapai semua sasaran secara yang dikawal BI mengalami evolusi sesuai dengan pa-
serempak dan optimal. sang-surut perkembangan ekonomi dan iklim politik
Misalnya, jika bank sentral dalam momentum bangsa Indonesia. Perkembangan ekonomi sangat
tertentu hendak melakukan ekspansi moneter berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan mo-
(melalui penambahan jumlah uang beredar) yang neter, tidak hanya karena kebijakan moneter itu di-
bertujuan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi arahkan untuk memengaruhi berbagai variabel eko-
dan memperluas kesempatan kerja. Langkah itu disa- nomi makro, khususnya inflasi dan pertumbuhan eko-
tu sisi dapat memenuhi sasaran yang ingin dicapai nomi, tetapi juga karena perkembangan ekonomi akan
(pertumbuhan ekonomi), tetapi tindakan tersebut menentukan bagaimana reaksi BI dalam merumus-
dapat berdampak tidak menguntungkan bagi stabi- kan kebijakan moneternya (Warjiyo & Solikin, 2004).
litas harga dan keseimbangan neraca pembayaran Tentu saja, kebijakan moneter yang ditetapkan
karena langkah ekspansi moneter tersebut berpoten-
BI memiliki pengaruh terhadap perekonomian, baik
si menimbulkan inflasi. Sebaliknya, perlakuan ke-
dalam jangka pendek maupun panjang. Korelasi
bijakan moneter yang ketat akan menunjang terca-
kebijakan moneter terhadap perekonomian nasional
painya kestabilan harga dan keseimbangan neraca
biasanya terdiri dari empat jalur, yaitu efek subtitusi,
pembayaran, tetapi konsekuensinya adalah penurun-
efek suku bunga, efek kekayaan, dan efek ekspektasi
an laju pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada
masyarakat (secara ringkas, korelasi kebijakan mone-
meningkatnya tingkat pengangguran. Oleh karena itu,
ter dengan perekonomian dapat dilihat pada Tabel 1).

| 448 |
Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi
Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

Keempat jalur itulah yang menjadi hubungan sebab ka menengah dan komitmen BI untuk mencapai stabi-
akibat antara kebijakan moneter dengan perekonomi- litas harga sebagai tujuan jangka panjang kebijakan
an secara makro. Relasi yang demikian kompleks ini moneter. Demikian pula, penentuan suku bunga yang
pula yang harus menjadi pertimbangan bagi pengam- dapat memengaruhi permintaan agregat juga bagian
bil kebijakan moneter untuk menentukan target kebi- penting dalam formulasi kebijakan moneter. Pada
jakan moneter yang akan dituju dan bagaimana stra- aspek ini, pengaruh perubahan suku bunga jangka
tegi pencapaiannya. pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka
menengah dan panjang. Terakhir, BI juga memutus-
Penargetan Inflasi
kan jumlah uang beredar yang dicapai melalui pene-
Krisis keuangan dan moneter yang terjadi pada tapan sasaran peredaran uang primer di masyarakat.
medio 1997/1998 lalu telah banyak mendorong re- Pencapaian target inflasi yang rendah merupa-
formasi di bidang ekonomi, termasuk reformasi dalam kan agenda besar yang saat ini diemban oleh Bank
strategi kebijakan moneter yang diarahkan untuk Indonesia. Target ini tentunya tidak terlepas dari ke-
mengemban amanat pencapaian target stabilitas rangka kebijakan moneter yang diimplementasikan
harga. Secara singkat, sejak 2001 (dan mulai intensif Bank Indonesia, yaitu inflation targeting. Namun,
dilaksanakan pada 2005) kebijakan moneter dikon- menyadari adanya hal yang bersifat trade-off pada
sentrasikan untuk meraih sasaran tunggal, yakni pencapaian sasaran perekonomian, otoritas moneter
mengendalikan inflasi (inflation targeting/IT). Pera- biasanya harus memilih berbagai alternatif yang
lihan strategi kebijakan moneter menuju IT ini diem- paling memungkinkan dan menguntungkan. Menu-
ban untuk menggantikan amanat-amanat lama yang rut Pohan (2009), alternatif pertama adalah memilih
kurang realistis dipanggul oleh otoritas moneter, mi- salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan
salnya pencapaian target pertumbuhan ekonomi, mengabaikan sasaran lainnya. Alternatif kedua de-
pengurangan pengangguran, dan lain-lain. ngan mengupayakan mencapai semua target dengan
Secara singkat, penargetan inflasi ini melayani risiko tidak ada satupun yang tercapai. Untuk dapat
dua fungsi penting: (1) memerbaiki komunikasi an- menggapai sasaran inflasi yang diinginkan, BI
tara pengambil kebijakan dan publik (masyarakat); memiliki instrumen yang memungkinkan pengen-
dan (2) menyelenggarakan praktik pembuatan kebi- dalian tersebut. Instrumen tersebut di antaranya: (1)
jakan moneter yang disiplin dan akuntabel Operasi pasar terbuka (open market operation), yang
(Bernanke, et. al., 1999). IT dilakukan dengan meng- ditujukan untuk memengaruhi uang inti yang beredar
umumkan kepada publik mengenai target inflasi jang- di masyarakat. (2) Fasilitas diskonto (discount loans),

Tabel 1. Korelasi Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian


Jalur Efek yang Timbul Akibat
Efek substitusi (substitution Kelebihan uang akan dibelanjakan  Permintaan terhadap barang dan jasa
effect) barang dan jasa meningkat
 Produksi meningkat
Efek suku bunga (interest rates Kelebihan uang dibelikan financial  Permintaan terhadap financial assets
effect) assets meningkat
Efek kekayaan (wealth effect) Karena inflasi, masyarakat yang  Perasaan lebih kaya masyarakat akan
memiliki aset riil merasa lebih kaya meningkatkan konsumsi barang dan jasa
Efek ekspektasi masyarakat Masyarakat melakukan antisipasi  Pengusaha meningkatkan harga
(expectation effect) terhadap inflasi  Pekerja meminta kenaikan upah
Sumber: Pohan, 2008.

| 449 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

yaitu surat utang jangka pendek yang diterbitkan oleh antisipatif (forward looking). Mengingat dampak
BI dengan sistem diskonto. Dalam instrumen kebijakan moneter memerlukan waktu hingga
tersebut, BI berfungsi sebagai the lender of the last mencapai tujuan akhir (time lag), maka kebijakan mo-
resort jika ada salah satu bank yang membutuhkan neter harus memerhatikan sasaran inflasi ke depan.
dana talangan bersifat penting dan berpotensi Ketiga, kaidah atau pertimbangan respons kebijakan
sistemik jika tidak dipinjamkan.Giro wajib minimum moneter. Misalnya, dalam hal terjadi tekanan inflasi
atau cadangan wajib (reserved requirements), yaitu ke depan, Bank Indonesia mau tidak mau harus me-
kebijakan BI untuk jumlah dana cadangan yang wajib ningkatkan suku bunga. Keempat, mengacu kepada
ditaruh bank umum di bank sentral. prinsip tata kelola yang sehat (good governance). Dalam
Terdapat empat ciri pokok kebijakan moneter artian harus ada kejelasan tujuan, transparan, dan
dengan inflation targeting framework (ITF). Pertama, akuntabel (Pohan, 2008).
inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter. Sungguh pun begitu, selama pelaksanaan ke-
Artinya, inflasi merupakan prioritas pencapaian bijakan IT ini, kinerja pencapaian target inflasi yang
(overriding objectives) dan acuan (nominal anchor) bagi dicanangkan oleh BI relatif tidak dapat dicapai, entah
kebijakan moneter. Kedua, kebijakan moneter bersifat disebabkan oleh faktor domestik maupun luar negeri

Kerangka Kerja Kebijakan Moneter

Kerangka Operasional Kerangka Strategis

Instrumen Sasaran Sasaran Sasaran


Operasiona Antara Akhir
l
OPT
Sk bunga jk
Fas. Diskonto Sk bunga jk pj Inflasi
pendek
GWM M1, M2, kredit Pertumbuhan ek.
Uang primer
Imbauan, dll

Jangkar
Nominal
Nilai tukar
Besaran moneter
Penargeta Inflation targeting
Output nominal
No explicit nominal anchor

Gambar 1. Kerangka Kebijakan Moneter

Sumber: Satria, 2009

| 450 |
Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi
Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

yang tidak mampu terprediksi sebelumnya. Selain itu, mahan), di antaranya: (i) mudah dipahami oleh
rendahnya pencapaian kinerja pencapaian target masyarakat, karena masyarakat hanya akan melihat
inflasi juga disebabkan oleh lemahnya efektivitas ukuran keberhasilannya pada pencapaian laju inflasi;
instrumen moneter yang digunakan dalam pencapai- (ii) dapat menciptakan ekspektasi yang rendah ter-
an target inflasi. Dalam konteks ini, instrumen hadap inflasi sehingga pada akhirnya dapat mengha-
moneter (base money) dianggap kurang dapat silkan tingkat inflasi aktual sesuai yang diinginkan;
dikendalikan jumlahnya oleh bank sentral, sehingga (iii) dapat menghindari kemungkinan munculnya ke-
berdampak pada rendahnya kinerja pencapaian tar- bijakan yang dapat menimbulkan deviasi terhadap
get inflasi yang ditetapkan oleh BI. Meskipun demi- pencapaian target inflasi (discretionary policy). Namun
kian, kebijakan moneter tidak selamanya berdimensi yang perlu digarisbawahi adalah, meskipun hanya
positif, baik sasaran moneter kuantitas, sasaran infla- satu tujuan implementasi kebijakan inflation target-
si, dan sasaran kurs memiliki keunggulan dan kele- ing tidak semudah yang dibayangkan. Di antara
mahan (ikhtisarnya bisa dilihat pada Tabel 2). penyebabnya adalah banyaknya faktor-faktor mone-
ter dan non-moneter, termasuk di luar faktor ekono-
Dari deskripsi tersebut bisa dikatakan bahwa
mi, yang sangat sulit dikendalikan oleh bank sentral
secara teoritis menempatkan inflasi sebagai anchor
sebagai institusi yang bertanggungjawab atas imple-
kebijakan moneter dalam beberapa aspek memberi-
mentasi kebijakan moneter (Sabirin, 2002; Ismail,
kan manfaat (walaupun tentu saja bukan tanpa kele-
2003).

Tabel 2. Keunggulan dan Kelemahan Sasaran Moneter Kuantitas, Sasaran Inflasi, dan Sasaran Kurs
Sasaran Kuantitas Sasaran Inflasi Sasaran Kurs
Keunggulan Kebijakan moneter yang Kebijakan moneter yang Dapat secara langsung
independen independen mengendalikan inflasi yang
disebabkan oleh barang-
Dapat dipusatkan pada fenomena Dapat dipusatkan pada fenomena barang yang
domestik domestik diperdagangkan secara
internasional
Ada signal dari sasaran antara Penentuan sasaran jelas dan
dalam pencapaian sasaran yang sederhana Berperan secara otomatis
telah ditetapkan dalam pengelolaan
Tidak tergantung pada kestabilan kebijakan atau sasaran
hubungan antara uang dan inflasi moneter
Penentuan sasaran jelas
Meningkatkan akuntabilitas bank dan sederhana
sentral
Dapat mengurangi efek kejutan
yang bersifat inflasioner
Kelemahan Tergantung pada definisi atau Kelambatan signal atau indikasi Kebijakan moneter yang
konsep uang yang digunakan tentang pencapaian sasaran tidak independen

Tergantung pada stabilitas Dapat menyebabkan terjadinya Terbuka untuk motif-motif


hubungan antara uang dan inflasi fluktuasi keluaran (output), jika spekulasi
dan/atau permintaan uang sasaran terfokus pada inflasi
Keterlambatan dan
kemungkinan kehilangan
signal atau indikasi perilaku
kurs
Sumber: Insukindro, 2003.

| 451 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

DINAMIKA SEKTOR PERBANKAN moral hazard yang mengakibatkan adanya bank-bank


bermasalah
Urgensi Stabilitas Sektor Keuangan
BI memiliki wewenang memberikan dan men-
Stabilitas keuangan merupakan hal yang tidak cabut izin atas lembaga dan kegiatan usaha tertentu
boleh diabaikan dalam formulasi kebijakan stabilitas (bank), menetapkan peraturan, melaksanakan peng-
ekonomi secara keseluruhan. Stabilitas keuangan yang awasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap
bermakna menjaga sistem keuangan tetap stabil dan bank. Wewenang tersebut berfungsi mengatur dan
efisien merupakan perhatian utama bank sentral ka- mengawasi bank yang diarahkan untuk mengopti-
rena keberadaannya sangat berpengaruh terhadap malkan fungsi perbankan Indonesia sebagai: (1) lem-
efektivitas kebijakan moneter (Plenderleith, 2009). baga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya seba-
Goeltom (2007) juga menyatakan, stabilitas keuangan gai lembaga penghimpun dan penyalur dana; (2) pe-
menjadi bagian yang penting dalam pertumbuhan laksana kebijakan moneter; (3) lembaga yang ikut
ekonomi setidaknya dikarenakan dua hal. Pertama, berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi
stabilitas keuangan menyediakan jaminan dan ling- serta pemerataan
kungan pendukung bagi nasabah dan investor yang Oleh karena itu, agar tercipta sistem perbankan
menempatkan dananya di dalam institusi keuangan. yang sehat, baik sistem perbankan secara menyelu-
Dengan stabilitas ini, di satu sisi terdapat proteksi ruh maupun individual, dan mampu memelihara ke-
keamanan dan di sisi yang lain institusi keuangan pentingan masyarakat dengan baik, maka untuk men-
lebih mempunyai pilihan atas kelebihan likuditas capai tujuan tersebut BI menyusun pendekatan yang
yang dimilikinya untuk disalurkan kepada beberapa dilakukan dengan menerapkan (Bank Indonesia,
sektor ekonomi. Kedua, stabilitas keuangan akan men- 2009): (1) kebijakan yang memberikan keleluasaan
jadi stimulus penting dalam memperlancar fungsi berusaha (deregulasi). (2) Kebijakan prinsip kehati-
intermediasi, memperkuat operasional dari market hatian bank (prudential banking). (3) Pengawasan
force, meningkatkan alokasi sumber daya pendukung bank yang mendorong bank melaksanakan secara kon-
pertumbuhan ekonomi, dan menambah kesinambung- sisten ketentuan internal yang dibuat sendiri (self
an investasi dalam rangka menaikkan pertumbuhan regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan
ekonomi. operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip
Di sini Indonesia pernah berpengalaman meng- kehati-hatian.
alami krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada Sektor Perbankan: Belajar dari Krisis
pertengahan Juli 1997, yang merupakan contagion
effect regional dari krisis yang dialami negara Asia lain, Sektor perbankan merupakan bagian vital da-
yaitu Thailand. Krisis tersebut diawali dengan jatuh- lam perekonomian yang berfungsi melakukan inter-
nya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Timbulnya mediasi keuangan serta menjamin sistem pembayar-
krisis ini mengakibatkan kepercayaan internasional an yang mendukung dalam proses pembangunan
pada perekonomian Asia, termasuk Indonesia, men- ekonomi. Seiring dengan perjalanan waktu, sektor
jadi goyah. Contagion effect yang terjadi ini wajar ka- perbankan mengalami transformasi dan perubahan
rena pada dasarnya perekonomian negara-negara yang memengaruhi aktivitas bisnis intinya, yang
Asia mempunyai karakteristik serupa (Prasetian- seharusnya menjadi lembaga intermediasi yang ber-
tono; dalam Maski, 2007), seperti: (1) overinvestment peran aktif mendukung kegiatan bisnis yang produktif
yang mengakibatkan kredit macet; (2) overheating dengan memberikan pinjaman modal kerja ataupun
yang ditandai dengan defisit transaksi berjalan; (3) investasi.
utang luar negeri swasta dengan jumlah besar dan Pada saat krisis 1997/1998 dan memasuki re-
dalam jangka pendek segera jatuh tempo; (4) praktik formasi ekonomi, pemerintah dan BI mengeluarkan

| 452 |
Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi
Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

berbagai kebijakan di bidang perbankan. Kebijakan dari bank-bank yang aktif secara internasional. (3)
tersebut antara lain program penjaminan pemerin- Membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara
tah dengan memberikan dana talangan kepada bank- konsisten dengan berpandangan untuk mengurangi
bank yang mengalami rush, pembentukan Badan ‘ketidaksetaraan dalam persaingan’ (competitive in-
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan restruk- equalities) antara bank-bank yang aktif secara inter-
turisasi perbankan (Suseno & Abdullah, 2004). nasional.
Dalam mengatasi krisis perbankan sendiri, ada Meskipun demikian, Basel I dinilai masih memi-
empat kebijakan utama yang dilakukan oleh pemerin- liki beberapa kelemahan, di antaranya (Idroes, 2008):
tah dan BI (Satria, 2009), yakni: pemberian bantuan pendekatan portofolio belum diakomodasi, netting be-
likuiditas bank Indonesia, program penjaminan pe- lum diizinkan, eksposur risiko pasar pada Basel I di-
merintah, pendirian badan penyehatan perbankan regulasi secara samar-samar, dan pendekatan Basel I
nasional (BPPN), dan restrukturisasi perbankan. memberikan pembobotan pada bobot risiko aktiva
Pada saat itu krisis tersebut, pemerintah (mela- yang sama terhadap semua pinjaman korporat tanpa
lui BI) membekukan kegiatan operasional 16 bank memedulikan peringkat kredit dari debitur
umum di Indonesia (Zulverdi, et. al., 2007). Penutupan Kemudian pada 1999 Komite Basel mulai me-
bank tersebut telah mengakibatkan terjadinya pena- ningkatkan kerjasama dengan bank-bank utama dari
rikan dana besar-besaran (bank runs) pada sejumlah negara anggota untuk mengembangkan kesepakatan
bank. Hal ini bila tidak disikapi tentu akan menimbul- modal (capital accord) yang baru. Tujuan utamanya
kan risiko sistemik pada perekonomian. Argumentasi adalah untuk mengarahkan semua risiko perbankan
itu pula yang mendasari BI dan pemerintah untuk ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal
memberikan BLBI. Pemberian BLBI secara umum secara menyeluruh. Kesepakatan baru yang ditetap-
dilakukan untuk mengembalikan tingkat kepercaya- kan dikenal dengan nama kesepakatan Basel II.
an masyarakat, sehingga dapat mengurangi potensi
Desain Pengawasan Perbankan
terjadinya bank runs.
Dalam memonitor kondisi dan aktivitas per- Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI me-
bankan, BI dapat melihat pada laporan berkala dan liputi wewenang sebagai berikut (Bank Indonesia,
laporan lainnya yang diterbitkan oleh bank. Laporan 2009): (1) kewenangan memberikan izin (right to
berkala dapat berdurasi harian, mingguan, bulanan, license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tata ca-
triwulanan, semesteran, tahunan, dan tiga tahunan. ra perizinan dan pendirian suatu bank. (2) Kewenang-
Sementara itu, laporan lainnya dapat berupa laporan an untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewe-
kelembagaan, kepengurusan, operasional, pembina- nangan untuk menetapkan ketentuan menyangkut
an dan pengawasan, transaksi keuangan mencuriga- aspek usaha dan kegiatan perbankan. (3) Kewenang-
kan, serta produk dan aktivitas baru bank. Dengan an untuk mengawasi (right to control), yaitu kewe-
adanya laporan tersebut BI diharapkan dapat meng- nangan untuk mengawasi bank. (4) Kewenangan
awasi kondisi bank maupun dapat mengendus keti- untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction),
dakberesan yang menjangkiti tubuh bank bersangkutan. yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai
ketentuan perundang-undangan.
Di luar itu, BI juga dihadapkan pada problem
implementasi Basel I yang kemudian digantikan oleh Dalam menjalankan tugas pengawasan bank,
Basel II. Tiga tujuan utama dalam mengembangkan saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya ber-
kesepakatan Basel I adalah: (1) meningkatkan kekuat- dasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan
an dan stabilitas sistem perbankan internasional. (2) pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervi-
Menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal sion/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut

| 453 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

bukan berarti mengesampingkan pendekatan berda- ini bukanlah jumlah bank asing terbesar di negara
sarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk berkembang, tepatnya pada peringkat ke 9. Brazil
menyempurnakan sistem pengawasan sehingga da- merupakan negara berkembang dengan jumlah bank
pat meningkatkan efektivitas dan efisiensi peng- asing terbanyak di dunia, yakni sejumlah 56 bank.
awasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan Kemudian secara berurut-turut disusul oleh Panama,
pengawasan yang diterapkan BI akan beralih menja- Polandia, Rusia, Uruguay, Mexico, Argentina, dan
di sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko. Hungaria, di mana jumlah bank asing yang ada di
Tugas BI untuk mengawasi bank menurut negara tersebut masing-masing adalah 43, 34, 28,
Undang-undang No. 23/1999 bersifat sementara. Na- 25, 24, 23, dan 21 bank (Van Horen, 2007).
mun, mengingat amanat pembentukan lembaga DESAIN FUNGSI BADAN SUPERVISI
pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu selambat-
lambatnya tanggal 31 Desember 2002 telah terlampaui, Ruang Lingkup Pengawasan BSBI
sehingga pada Undang-Undang No. 3/2004 ditegas-
Pada masa lalu banyak peristiwa pahit yang
kan kembali bahwa pengawasan terhadap bank akan
membuat posisi BI terpuruk, meskipun dalam bebe-
dilaksanakan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
rapa aspek tertentu kebijakan itu tidak dapat dilepas-
keuangan yang independen yang akan dibentuk se-
kan dari kebijakan lain yang lebih besar (yang diiniasi
lambat-lambatnya pada 31 Desember 2010. Peng-
oleh pemerintah). Kasus kebijakan BLBI dan bailout
unduran batas waktu pembentukan lembaga tersebut
Bank Century merupakan contoh kebijakan BI yang
ditetapkan dengan memerhatikan kesiapan sumber
tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan desain kebijak-
daya manusia dan infrastruktur lembaga tersebut da-
an pemerintah. Dari pengalaman tersebut, publik
lam menerima pengalihan pengawasan bank dari BI.
mendesak perlunya lembaga yang dapat mengawasi
Dengan demikian, peran BI akan lebih difokuskan pa-
BI. Desakan itu disambut oleh DPR RI, dengan dima-
da permasalahan kebijakan moneter.
sukkannya salah satu pasal revisi UU BI No. 3/2004
Sementara itu, hal lain yang juga perlu dicer- sebagai amandemen atas UU No. 23/1999 tentang
mati adalah keberadaan Arsitektur Perbankan Indo- Bank Indonesia. Pasal tersebut tertuang dalam Pasal
nesia (API). API sendiri merupakan suatu kerangka 58A yang menetapkan adanya lembaga pengawas BI
dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat tersebut, yang dikenal dengan sebutan Badan Super-
menyeluruh dan memberikan arah bentuk dan ta- visi Bank Indonesia (BSBI).
tanan industri perbankan untuk rentang waktu 5-10
BSBI dibentuk untuk membantu DPR dalam
tahun ke depan. Arah kebijakan tersebut dilandasi
melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu
oleh visi untuk mencapai suatu sistem perbankan yang
terhadap BI, yang bertujuan mengupayakan pening-
sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan
katan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan
sistem keuangan dalam rangka membantu mendo-
kredibilitas BI. Maksud dari pengawasan di bidang
rong pertumbuhan ekonomi nasional (Bank Indone-
tertentu di sini adalah melaksanakan tugas (Bank In-
sia, 2009:26). Masalah lain yang perlu mendapatkan
donesia, 2009:3): (1) telaahan atas laporan keuangan
perhatian serius dari otoritas moneter adalah jumlah
tahunan BI; (2) telaahan atas anggaran operasional
bank asing yang menjalankan aktivitas usahanya di
dan investasi BI; (3) telaahan atas prosedur peng-
Indonesia, baik melalui kepemilikan langsung mau-
ambilan keputusan kegiatan operasional di luar
pun secara tidak langsung, di mana sampai dengan
kebijakan moneter dan pengelolaan aset BI.
2005 sebanyak 11 bank. Jumlah bank asing di Indo-
nesia ini jauh di atas rata-rata jumlah bank asing di Di samping itu, dalam menjalankan tugasnya
negara berkembang yang hanya sekitar 8 bank di se- BSBI tidak melakukan penilaian terhadap kinerja
tiap negara. Namun, jumlah bank asing di Indonesia dewan gubernur, tidak ikut mengambil keputusan,

| 454 |
Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi
Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

serta tidak ikut memberikan penilaian terhadap kebi- No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, mengingat
jakan di bidang sistem pembayaran, pengaturan dan Dewan Moneter yang beranggotakan menteri-men-
pengawasan bank serta bidang-bidang yang meru- teri yang membidangi keuangan dan perekonomian
pakan penetapan dan pelaksanaan kebijakan mone- serta Gubernur Bank Indonesia bertugas membantu
ter. Hasil telaahan atas laporan pelaksanaan tugas dan pemerintah dalam merencanakan dan menetapkan
wewenang BI tersebut disampaikan kepada DPR, kebijakan moneter, sedangkan kedudukan BSBI
khususnya kepada Komisi XI. Selanjutnya, DPR meng- adalah sebagai pembantu DPR untuk menelaah
evaluasi BI sesuai laporan yang disampaikan BSBI. laporan/prosedur yang terkait dengan kegiatan/ang-
Dari obyek penelaahan yang menjadi tugas garan operasional BI, di luar kebijakan di bidang mo-
BSBI, dikaitkan dengan akuntabilitas BI kepada DPR, neter, perbankan, dan sistem pembayaran (Santoso
dan kewajiban BI menyampaikan laporan kepada & Koentoadji, 2005).
DPR untuk kemudian dievaluasi oleh DPR, terlihat Desain Penguatan Badan Supervisi
bahwa pembentukan BSBI diharapkan dapat mem-
perkuat fungsi pengawasan DPR terhadap kegiatan Fungsi pengawasan yang dilakukan BSBI ber-
operasional dan investasi BI. Dalam kaitannya dengan beda dengan fungsi pengawasan yang dilakukan BI
tugas BI menetapkan dan melaksanakan kebijakan terhadap bank. BSBI hanya bertindak sebagai super-
moneter, perbankan dan sistem pembayaran, eksis- visor yang melaporkan hasil pengawasannya kepada
tensi badan ini tidak mengurangi independensi BI. DPR, khususnya Komisi XI. Sementara BI, selain
Hal ini mengingat dalam melaksanakan tugasnya itu mengawasi juga berfungsi mengatur perbankan.
BSBI tidak boleh mencampuri dan tidak menilai Berdasarkan UU No. 3/2004, BSBI memiliki keterba-
kebijakan BI (di bidang sistem pembayaran, peng- tasan karena tidak melakukan penilaian atas langkah
aturan dan pengawasan bank, serta bidang-bidang kebijakan moneter yang diambil BI. Dalam praktek-
yang merupakan penetapan dan pelaksanaan kebi- nya, sulit untuk memisahkan antara kebijakan (ki-
jakan moneter), serta tidak mengevaluasi kinerja De- nerja) operasional BI dengan kebijakan moneter. Ke-
wan Gubernur (Santoso & Koentoadji, 2005). duanya itu memang terpisah tapi saling terkait antara
Kedudukan BSBI ini sangat berbeda dengan ke- satu dengan lainnya, sehingga seharusnya BSBI dapat
dudukan 2 (dua) badan yang ada pada tatanan kelem- menelaah juga kepada kebijakan moneter agar su-
bagaan yang digariskan pada UU No. 13/1968. Perta- pervisi yang dilakukan dapat optimal. Misalnya, ke-
ma, Komisaris Pemerintah sebagaimana yang pernah bijakan moneter BI yang hendak melakukan kebi-
diatur dalam Pasal 22 s/d 24 UU No. 13/1968 tentang jakan sterilisasi ekses likuiditas melalui SBI (Sertifikat
Bank Sentral, karena Komisaris Pemerintah bertang- Bank Indonesia) pasti akan berpengaruh terhadap
gung jawab kepada Presiden dan tugasnya adalah neraca keuangan BI. Jadi, di sini sulit untuk menelaah
mengawasi BI selaku perusahaan. Dalam kedudukan- secara utuh laporan keuangan/anggaran operasional
nya yang demikian itu, Komisaris Pemerintah mem- BI tanpa masuk ke kebijakan moneter.
punyai hubungan kerja yang bersifat langsung dengan Setelah mencermati hal tersebut, tampaknya
BI, sedangkan dalam hal kedudukan BSBI tidak mem- supervisi yang dilakukan BSBI belum bersifat menye-
punyai hubungan kerja langsung dengan BI, melain- luruh. Hal ini dikarenakan secara langsung tidak ter-
kan dengan DPR. Dalam konteks ini, dalam hal BSBI masuk pengawasan terhadap kebijakan moneter,
mempunyai keperluan untuk berhubungan langsung perbankan, dan sistem pembayaran yang menjadi
dengan BI, maka tentunya badan ini terlebih dahulu domain independensi BI sesuai undang-undang. BSBI
harus memeroleh penugasan dari DPR. juga tidak dapat memberikan penilaian terhadap ki-
Kedua, BSBI juga berbeda dari Dewan Moneter nerja Gubernur BI, mengambil keputusan, dan tidak
sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 8 sd 14 UU bisa memberikan penilaian terhadap berbagai

| 455 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

kebijakan BI. Poin-poin terebut nantinya dapat di- moneter tersebut terkait dengan perkembangan sek-
pertimbangkan sebagai bahan untuk melakukan opti- tor perbankan sebagai kontributor terbesar dalam
malisasi peran BSBI. Harapannya, penguatan peran memberikan akses modal terhadap kegiatan ekonomi
BSBI tersebut dapat meningkatkan kredibilitas BI itu nasional. Di sini, sektor perbankan menjadi bagian
sendiri. Sebab, survei yang dilakukan oleh Blinder yang tidak terpisahkan dari efektif tidaknya kebijakan
(2000) dalam Stella (2005) menyebutkan bahwa pi- moneter yang diproduksi oleh BI. Dalam rangka mem-
hak bank sentral maupun para ekonom sepakat bah- bantu pengawasan DPR terhadap BI dan memper-
wa kredibilitas merupakan hal yang sangat penting baiki mutu kebijakan BI sendiri, UU No. 3/2004 telah
dicapai oleh bank sentral lewat penguatan reputasi memberi ruang untuk membentuk Badan Supervisi
(apa yang dikatakan, itu yang dikerjakan). Bank Indonesia (BSBI). Jika melihat tugas yang di-
Akhirnya, mengacu kepada tugas pengawasan emban BSBI, maka peran dan keberadaan BSBI dalam
BSBI, pengawasan yang baik dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap BI memang dirasakan belum
mengombinasikan pengawasan off site (tidak lang- optimal karena tidak mencakup pengawasan dalam
sung) dan on site (langsung). Dengan begitu, di luar kebijakan moneter. Padahal, dalam banyak aspek,
penguatan supervisi kebijakan moneter, pengawas- kebijakan moneter merupakan kunci kewenangan BI
an yang dilakukan BSBI dapat diformulasikan sebagai yang berdampak terhadap perekonomian, juga terha-
berikut (Warjiyo, 2004). Pertama, BSBI melakukan dap kinerja keuangan. Oleh karena itu, diharapkan
kontak secara teratur dengan BI dan memiliki pema- ke depan supervisi BSBI bisa diperluas ke lingkup
haman yang saksama terhadap alur dan kerangka ke- pengawasan moneter juga. Walaupun begitu, peran
bijakan BI. Kedua, kegiatan BSBI setidak-tidaknya sebagai pengawas dan penelaah tidak berarti BSBI
mencakup tahapan pengumpulan data, pengkajian, berkuasa mengutak-atik kebijakan BI.
dan analisis kebijakan BI. Ketiga, BSBI melakukan ke- DAFTAR PUSTAKA
giatan pembuktian terhadap kebenaran informasi
Bank Indonesia. 2009. Booklet Perbankan Indonesia 2009.
pengawasan melalui on site examination maupun jasa
Vol. 6, Maret 2009. Direktorat Perizinan dan Informasi
auditor (BPK). Keempat, BSBI memiliki ruang untuk Perbankan Bank Indonesia. Jakarta.
melakukan konsolidasi dengan BI.
Bernanke, B.S. et. al. 1999. Inflation Targeting: Lessons from
PENUTUP the International Experience. Princeton University
Press. New Jersey (USA)
Kebijakan dan istrumen moneter dalam bebe-
rapa decade terakhir ini dirasakan menjadi sangat Goeltom, M. 2007. Essay in Macroeconomics Policy: The
Indonesian Experience. Gramedia Pustaka Utama.
penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mem-
Jakarta.
perkuat perkembangan sector keuangan. Integrasi
ekonomi dan sektor keuangan yang berkembang ce- Idroes, F.N. 2008. Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman
Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait
pat makin menambah bobot dari nilai strategis ke-
Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia.
bijakan moneter dalam konstelasi perekonomian na- Rajawali Press. Jakarta.
sional. Di luar itu, kian beragamnya instrumen sektor
keuangan membuat kualitas kebijakan moneter mes- Insukindro. 2003. Kebijakan Moneter yang Tidak Diantisipasi
dan Pengaruhnya terhadap Komponen Pasar Uang
ti terus menerus diperbaiki agat tidak menimbulkan di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Kongres
instabilitas perekonomian. Dalam kasus Indonesia, ISEI Ke-XV di Batu, 13-15 Juli. Tidak dipublikasikan.
beberapa kali pengalaman terperosok dalam krisis
Maski, G. 2007. Transmisi Kebijakan Moneter: Kajian Teoritis
ekonomi dan keuangan menjadi pelajaran yang ber- dan Empiris. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
harga untuk mengelola kebijakan moneter secara Universitas Brawijaya. Malang
lebih baik. Tentu saja, salah satu fokus dari kebijakan

| 456 |
Kebijakan Moneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi
Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

Plenderleith, I. 2009. Re-evaluating Functions: What Should a Tempo Interaktif. 2003. Pembahasan Amendemen UU BI Alot.
Central Bank Do? Dalam John Mendzela dan Nick Edisi 17 Desember 2003. www.tempo.co.id (diakses
Carver (eds.). Central Bank Management. Central Bank pada 19 November 2009).
Publications. UK.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Pohan, A. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT Raja Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Grafindo Persada. Jakarta Indonesia.

Santoso, A. & Koentoadji, H. 2005. Badan Supervisi Bank Van Horen, N. 2007. Foreign Banking in Developing Countries:
Indonesia: Badan Baru yang Membantu Komisi XI Origin Matter. Emerging Market Review, Vol.8, pp.81-
DPR-RI dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan di 105.
Bidang Tertentu terhadap Bank Indonesia. Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Vol. 3, No. Warjiyo, P. & Solikin. 2004. Kebijakan Moneter. Dalam Perry
2, Agustus. www.bi.go.id (diakses pada 17 November Warjiyo. Bank Indonesia Bank Sentral Republik
2009) Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.
Satria, D. 2009. Ekonomi Uang dan Bank: Catatan Teoritis
dan Praktis. Universitas Brawijaya Press. Malang. Zakaria, S. 2006. (Cetakan Kedua). Kebijakan Moneter dan
Perkembangan Ekonomi Indonesia. Dalam Ahmad
Stella, P. 2005. Central Bank Financial Strength, Transparency, Erani Yustika. (ed.). Perekonomian Indonesia:
and Policy Credibility. IMF Staff Papers. Vol.52, No.2. Deskripsi, Preskripsi, dan Kebijakan. Bayumedia.
Malang
Suseno & Abdullah, P. 2004. Kebijakan Perbankan. Dalam
Perry Warjiyo (ed.). Bank Indonesia, Bank Sentral Zulverdi, D., et. al. 2007. Bank Portofolio Model and Monetary
Republik Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta. Pusat Policy in Indonesia. Journal of Asian Economics,
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Vol.18, pp.158-174.

| 457 |

Anda mungkin juga menyukai