Lidia Febrina (2213101031)
Lidia Febrina (2213101031)
STUNTING
Disusun Oleh :
LIDIA FEBRINA
Nim : 2213101031
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai
tugas mata kuliah “Analisa Gizi dan Kebijakan Pangan”. Selama proses penyusunan
makalah ini, dari awal sampai akhir tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.dr Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc.
Ph.D, Sp.GK yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran – saran dan kritikan yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca dan kuhususnya bagi
penulis. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................…..............…i
Daftar Isi.......................................................................................................… ............... .ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................……………….…...............................................1
B. Rumusan Masalah......................………………….....................................................3
C. Tujuan..................................…………………….......................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Stunting.............................................................………………................4
B. Faktor-faktor penyebab stunting...........................................……………..................5
C. Dampak stunting................................................................………………................15
D. 1000 Hari pertama kehidupan ...........................................……………...................16
E. Kebijakan pemerintah terkait stunting................................…………..................….19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................……………...…...........…...22
B. Saran ........................................................................…………………....….............23
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah suatu kondisi pada seorang yang memiliki panjang atau tinggi
badan kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Atau kondisi tinggi badan seseorang
lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umunya atau yang seusia. Stunting
merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidak
cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan
status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang
(malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis).
Faktor asupan makan yang berhubungan langsung dengan status gizi pada balita
dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak baik serta kondisi ketahanan pangan pada
rumah tangga, sehingga secara tidak langsung kedua faktor tersebut dapat
mempengaruhi status gizi balita terkait dengan aspek ketersediaan pangan, kualitas dan
kuantitas pangan, serta cara pemberian makan pada balita. Ketahanan pangan adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga, baik
dari segi jumlah, mutu, dan ragamnya sesuai dengan sosial budaya setempat. Penelitian
di Bangladesh menunjukkan, rumah tangga yang termasuk dalam kategori rawan
pangan ringan dan sedang lebih berisiko untuk memiliki anak yang stunting
dibandingkan dengan keluarga lain yang memiliki ketersediaan pangan berkelanjutan.
Faktor ketersediaan pangan dapat mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga dan
individu. Penyediaan pangan yang cukup menjadi salah satu upaya untuk mencapai
status gizi yang baik, dimana semakin tinggi ketersediaan pangan keluarga maka
kecukupan zat gizi keluarga akan semakin meningkat.
Selain faktor ketersediaan pangan, menurut BAPPENAS faktor ketahanan
pangan yang berpengaruh terhadap kondisi stunting berkaitan dengan akses masyarakat
terhadap pangan yang bergizi. Apabila akses pangan di tingkat rumah tangga terganggu,
terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi) seperti stunting
pasti akan terjadi. Berdasarkan hal tersebut ketersediaan dan akses terhadap pangan
dapat mempengaruhi status gizi pada balita. Pada masa balita, anak sudah tidak
1
mendapatkan ASI dan mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi. Hal tersebut
harus menjadi perhatian orang tua terutama pada proses pemberian makan agar
kebutuhan zat gizi anak tetap terpenuhi. Aspek pola asuh makan meliputi riwayat
pemberian ASI dan MP-ASI serta praktik pemberian makan berpengaruh terhadap
kejadian stunting. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa balita yang memiliki riwayat
pola asuh kurang berisiko 2,4 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan
dengan balita dengan riwayat pola asuh yang baik. Pola asuh pemberian makan
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi stunting pada balita dibandingkan
dengan kebiasaan pengasuhan, kebiasaan kebersihan dan kebiasaan mendapat pelayanan
kesehatan (Bella et al., 2020). Ibu yang memiliki anak stunting cenderung memiliki
kebiasaan menunda memberikan makan pada balita serta tidak memperhatikan
kebutuhan zat gizinya
Masalah malnutrisi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum bisa
diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Berdasarkan SSGI tahun 2022 angka stunting di
Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6 % di tahun 2022. Kemudian dari
data - data survei dan penelitian Riset Kesehatan Dasar (2018)yang menyatakan bahwa
prevalensi stunting severe (sangat pendek) di Indonesia adalah 19,3%, lebih tinggi
dibanding tahun 2013 (19,2%) dan tahun 2007 (18%). 2 Bila dilihat prevalensi stunting
secara keseluruhan baik yang mild maupun severe (pendek dan sangat pendek), maka
prevalensinya sebesar 30,8%. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018
menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama 5
tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Proporsi status gizi; pendek
dansangat pendek pada seseorang, mencapai 29,9% atau lebih tinggi dibandingkan
target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2019 sebesar 28%.
Stunting yang terjadi pada balita dapat berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan intelektual anak. Secara tidak langsung dampak tersebut dapat berakibat
pada penurunan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degenaratif, peningkatan
kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah di masa mendatang. Dampak tersebut
dapat meningkatkan kemiskinan dimasa yang akan datang dan secara tidak langsung
akan mempengaruhi ketahanan pangan keluarga. Stunting pada balita di negara
berkembang dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor lingkungan yang kurang
memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Salah satu faktor lingkungan yang
2
dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada balita yaitu pendapatan orang tua.
Pendapatan orang tua yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena
orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang
sekunder. 7 Sedangkan, apabila pendapatan orang tua rendah maka sebagian besar
pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga dapat
menyebabkan keluarga rawan pangan. Keluarga yang pemiliki pendapatan rendah dan
rawan pangan dapat menghambat tumbuh kembang balita (stunting).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka dapat didapatkan
rumusan masalah, yaitu
1. Apa yang dimaksud dengan Stunting
2. Apa saja faktor-faktor Penyebab Stunting
3. Bagaimana dampak terrjadinya stunting
4. Apa yang dimaksud dengan 1000 hari pertama kehidupan
5. Apa saja kebijakan terkait Stunting
C. Tujuan
Untuk mengetahui
1. Definisi Stunting
2. Penyebab Stunting
3. Dampak\ Stunting
4. Pentingnya 1000 hari pertama kehidupan
5. Kebijakan pemerintah terhadap stunting
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian stunting
dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi refrensi
internasional. Tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek
dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai dengan umur anak
(WHO, 2006). Stunting dapat diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari
pola makan yang buruk dan penyakit. Stunting diartikan sebagai indicator status gizi
TB/U sama dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah
rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan
4
seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis
yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan
B. Penyebab stunting
beberapa penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor
penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya
penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan
kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi
faktor lainnya.
a. Faktor langsung
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan
mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang mengalami kekurangan
gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat
5
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak
konsumsi energi balita berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada
level rumah tangga konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata merupakan
b. Penyakit infeksi
Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat
kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena
penyakit infeksi. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi yang diderita
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi saluran
pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan
hidup dan perilaku sehat (Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti
tentang hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa diare
merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak umur dibawah 5
tahun.
6
b.Faktor tidak langsung
1. Ketersediaan pangan
pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan
protein anak balita di Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek
dari pada standar rujukan WHO 2005 (Bappenas, 2011). Oleh karena itu
penanganan masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja namun
yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk pengeluaran pangan yang lebih
rendah merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek (Sihadi dan
perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian stunting (Nasikhah, 2012).
Selain itu penelitian yang dilakukan di Maluku Utara dan di Nepal menyatakan
bahwa stunting dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor sosial
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut
7
Hb dalam darah untuk menentukan anemia atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas
(LILA) yaitu gambaran pemenuhan gizi masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK
atau tidak; 3) hasil pengukuran berat badan untuk menentukan kenaikan berat badan
a) Pengukuran LILA
kekurangan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama (Kemenkes R.I,
2013). Faktor predisposisi yang menyebabkan KEK adalah asupan nutrisi yang
kurang dan adanya faktor medis seperti terdapatnya penyakit kronis. KEK pada
ibu hamil dapat berbahaya baik bagi ibu maupun bayi, risiko pada saat prsalinan
dan keadaan yang lemah dan cepat lelah saat hamil sering dialami oleh ibu yang
mengalami KEK
cadangan zat gizi yang dibutuhkan oleh janin dalam kandungan tidak adekuat
perkembangannya. Status KEK ini dapat memprediksi hasil luaran nantinya, ibu
yang mengalami KEK mengakibatkan masalah kekurangan gizi pada bayi saat
pendek. Selain itu, ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi dengan
8
berat badan lahir rendah (BBLR). Hubungan antara stunting dan KEK telah
hamil dengan riwayat KEK saat hamil dapat meningkatkan risiko kejadian
b) Kadar Hemoglobin
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin (Hb) pada saat kehamilan. Ada
banyak faktor predisposisi dari anemia tersebut yaitu diet rendah zat besi,
vitamin B12, dan asam folat, adanya penyakit gastrointestinal, serta adanya
Ibu hamil dengan anemia sering dijumpai karena pada saat kehamilan keperluan
akan zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan
sumsum tulang (Wiknjosastro, 2009). Nilai cut-off anemia ibu hamil adalah bila
Akibat anemia bagi janin adalah hambatan pada pertumbuhan janin, bayi
lahir prematur, bayi lahir dengan BBLR, serta lahir dengan cadangan zat besi
kurang sedangkan akibat dari anemia bagi ibu hamil dapat menimbulkan
ibu seperti pingsan, bahkan sampai pada kematian. Kadar hemoglobin saat ibu
semakin tinggi kadar Hb semakin panjang ukuran bayi yang akan dilahirkan
kejadian stunting, sehingga secara tidak langsung anemia pada ibu hamil
9
c) Kenaikan berat badan ibu saat hamil
sebelum ibu hamil. Apabila IMT ibu sebelum hamil dalam status kurang gizi
ibu yang status gizinya normal atau status gizi lebih. Penambahan berat badan
pertama berat badan bertambah 1,5-2 Kg, trimester kedua 4-6 Kg dan trimester
ketiga berat badan bertambah 6-8 Kg. Total kenaikan berat badan ibu selama
Pertambahan berat badan saat hamil merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi status kelahiran bayi. Penambahan berat badan saat hamil perlu
sebaliknya apabila kurang dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
rendah, prematur yang merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak
balita.
jangka panjang anak balita, pada penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2012)
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara berat lahir dengan
kejadian stunting pada balita di Kelurahan Kalibaru. Bayi yang lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
10
2500 gram, bayi dengan berat badan lahir rendah akan mengalami hambatan pada
intelektualnya selain itu bayi lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi
Banyak penelitian yang telah meneliti tentang hubungan antara BBLR dengan
menyatakan hal yang sama bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan
kejadian stunting (Sartono, 2013). Selain itu, penelitian yang dilakukan di Malawi
juga menyatakan prediktor terkuat kejadian stunting adalah BBLR (Milman, 2005).
lahir dengan panjang badan lahir pendek. Bayi yang dilahirkan memiliki panjang
badan lahir normal bila panjang badan lahir bayi tersebut berada pada panjang 48-52
cm. Panjang badan lahir pendek dipengaruhi oleh pemenuhan nutrisi bayi tersebut
Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar panjang badan yang
seharusnya. Berat badan lahir, panjang badan lahir, umur kehamilan dan pola asuh
lahir merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada balita.
11
5. ASI Eksklusif
tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain yang
diberikan kepada bayi sejak baru dilahirkan selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012).
Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat terpenuhi dengan pemberian
ASI saja. Menyusui Eksklusif juga penting karena pada umur ini, makanan selain
ASI belum mampu dicerna oleh enzim-enzim yang ada di dalam usus selain itu
pengeluaran sisa pembakaran makanan belum bisa dilakukan dengan baik karena
ginjal belum sempurna (Kemenkes R.I, 2012). Manfaat dari ASI Eksklusif ini
kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan
stunting disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga, pemberian ASI yang tidak
Eksklusif, pemberian MP-ASI yang kurang baik, imunisasi yang tidak lengkap
dengan faktor yang paling dominan pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak
Eksklusif. Hal serupa dinyatakan pula oleh Arifin pada tahun 2012 dengan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh berat badan
saat lahir, asupan gizi balita, pemberian ASI, riwayat penyakit infeksi,
pengetahuan gizi ibu balita, pendapatan keluarga, jarak antar kelahiran namun faktor
yang paling dominan adalah pemberian ASI. Berarti dengan pemberian ASI
balita.
12
6. MP-ASI
ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan selama pemberian makanan peralihan
yaitu pada saat makanan/ minuman lain yang diberikan bersamaan dengan
pemberian ASI kepada bayi. Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan
yang diberikan pada bayi setelah umur 6 bulan. Jika makanan pendamping ASI
diberikan terlalu dini (sebelum umur 6 bulan) akan menurunkan konsumsi ASI dan
pendamping ASI diberikan terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila
memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan kelompok umur dan
pertama merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting pada balita. Pemberian
MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare hal ini
terjadi karena MP-ASI yang diberikan tidak sebersih dan mudah dicerna seperti ASI.
Zat gizi seperti zink dan tembaga serta air yang hilang selama diare jika tidak
diganti akan terjadi malabsorbsi zat gizi selama diare yang dapat menimbulkan
13
Penilaian stunting secara antropometri
Pengukuran tinggi bada menurut umur dilakukan pada anak umur diatas dua tahun.
jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan
berat badan.
National Canter of Health Statistics (NCHS) dan WHO. Standarisasi pengukuran ini
membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score
adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan Antara nilai individu dan
nilai tengah (median) populasi referent untuk umur/tinggi yang sama, dibagi dengan
score antara lain untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan
indeks dan peredaan umur, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan
dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan
banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan
stunting sesuai dengan “Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran
pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) standar baku
WHO-NCHS.
14
Berikut Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U:
C. Dampak stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia
tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi
muda, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah
besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin,
kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak
pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima
15
Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan perempuan
hubungan antara perawakan orang dewasa yang lebih pendek dan hasil pasar tenaga
kerja seperti penghasilan yang lebih rendah dan produktivitas yang lebih buruk .
mencapai nilai yang lebih rendah, dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih
buruk daripada anak-anak yang normal. Efek merusak ini diperparah oleh interaksi
keterampilan motorik yang terlambat seperti merangkak dan berjalan, apatis dan
Masa 1000 hari pertama kehidupan dimulai sejak pertama kali terjadinya
pembuahan, atau terbentuknya janin dalam kandungan, hingga bayi berusia 2 tahun.
Momen ini merupakan waktu tepat untuk membangun fondasi kesehatan jangka panjang.
Membentuk gaya hidup sehat dan memenuhi asupan nutrisi seimbang sebaiknya mulai
diterapkan sejak awal masa kehamilan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat bisa
mencegah anak mengalami kekurangan gizi, tubuh pendek, diabetes, dan obesitas.
Masa 1000 HPK sangat penting bagi tumbuh kembang anak dan dapat
menentukan perkembangan kecerdasan secara jangka panjang. Tidak optimalnya
perkembangan otak pada masa ini juga akan berpengaruh terhadap kehidupan buah hati
di masa depan. Setelah lahir, dua tahun pertama merupakan masa yang sangat vital
dalam perkembangan kemampuan makan anak. Pada masa ini, perlu memperhatikan
jenis makanan, bentuk makanan, porsi, serta frekuensi makanan yang diberikan kepada
anak.
16
Stimulasi dari lingkungan sekitar juga sangat penting pada 1000 HPK ini sejak
dalam kandungan hingga dua tahun pertama. Stimulasi harus dilakukan sejak dini dan
berulang-ulang supaya pembentukan sinaps (hubungan antarsel saraf otak) semakin kuat.
Nutrisi, stimulasi, dan kasih sayang yang cukup dapat membantu pembentukan sinaps
otak cukup banyak. Kebersihan dan peralatan makan buah hati juga sebaiknya
diperhatikan. Jika kebersihan tidak dijaga, anak akan berisiko mengalami gangguan
pertumbuhan yang tidak optimal, seperti diare dan infeksi saluran napas yang biasanya
menyerang bayi.
Untuk memenuhi kebutuhan makanan sehat, ada lima kelompok makanan yang
perlu dipenuhi asupannya, yaitu biji-bijian, buah-buahan, sayuran, daging, dan susu.
Kelompok makanan tersebut berperan penting dalam proses kehamilan karena kaya
nutrisi sebagai berikut:
1. Asam folat
Nutrisi ini sangat penting untuk dikonsumsi, khususnya saat kehamilan.
Pemenuhan kebutuhan asam folat ini tidak cukup melalui makanan saja,tapi bisa
memperoleh asupan asam folat melalui berbagai suplemen yang diberikan dokter
kandungan.
2. Zat besi
Zat besi berguna untuk meningkatkan volume darah untuk mengantarkan oksigen
ke janin. Kebutuhan zat besi harian selama hamil bisa diperoleh dari makanan
seperti daging merah, ikan, kacang hijau, dan bayam.
3. Omega 3 & DHA
Sumber makanan ini sangat penting dalam perkembangan otak janin sejak di dalam
kandungan hingga lahir, bisa mendapatkan sumber makanan ini dari konsumsi ikan
17
5. Kalsium dan vitamin D
Kalsium dan vitamin D sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi janin.
Keduanya juga berfungsi untuk menyehatkan kulit dan mata. Zat ini bisa
didapatkan dari asupan kalsium dan vitamin D dari susu dan berbagai produk
turunannya.
6. ASI eksklusif
ASI merupakan asupan terbaik bagi anak. Hebatnya lagi, ASI menyesuaikan
dengan usia janin. Kalau misalnya janin lahir prematur, kualitas ASI-nya akan
sesuai untuk bayi prematur. Selain berfungsi membangun kekebalan tubuh, bayi
yang mengkonsumsi ASI tidak akan terkena infeksi.
Karena itu, sebaiknya ibu mempersiapkan kualitas ASI sejak masa kehamilan.
Ini bisa dilakukan dengan mencukupi asupan gizi harian demi kualitas ASI terbaik
setelah anak lahir. Memberikan makanan yang baik, menciptakan situasi yang baik, dan
menjaga buah hati tetap berada di lingkungan yang baik adalah faktor penting yang
sebaiknya diperhatikan dalam 1000 hari pertama kehidupan anak. Inilah awal tumbuh
kembang anak yang kemudian akan berdampak terhadap kecerdasan dan kesehatannya
pada masa mendatang.
Tidak memenuhi nutrisi optimal pada 1000 HPK anak bisa berdampak buruk
terhadap pertumbuhan otak yang tidak optimal. Jika pertumbuhan otak tidak optimal,
18
perkembangan kognitif anak pun akan terhambat. Ini dapat berakibat berkurangnya
kecerdasan buah hati serta ketangkasan berpikirnya. Ketika dewasa, hal ini dapat
berisiko buah hati tidak berprestasi saat di sekolah dan tidak produktif saat bekerja.
Kualitas hidup buah hati di masa depan sangat dipengaruhi gizi yang diterima selama
1.000 HPK. Inilah yang menjadikan masa 1.000 HPK disebut sebagai periode emas
untuk membangun dasar tumbuh kembang buah hati yang solid.
19
Dalam pelaksanaan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting, disusun
rencana aksi nasional melalui pendekatan keluarga berisiko Stunting. Rencana aksi
nasional sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Kepala Badan setelah dikoordinasikan
dengan pimpinan kementerian/ lembaga terkait yang terdiri atas kegiatan prioritas yang
paling sedikit mencakup:
a. penyediaan data keluarga berisiko stunting
b. pendampingan keluarga berisiko Sfimting
c. pendampingan semua calon pengantin / calon Pasangan Usia Subur (PUS)
d. surveilans keluarga berisiko Stunting
e. audit kasus Stunting.
Rencana aksi nasional tersebut dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, Pemerintah
Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupatenfkota, Pemerintah Desa, dan Pemangku
Kepentingan dalam pelaksanaan Percepatan Penurunan Shtnting.
20
Pendampingan semua calon pengantin wajib diberikan 3 (tiga) bulan pranikah sebagai
bagian dari pelayanan nikah. Surveilans keluarga berisiko Stunting digunakan sebagai
pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam Percepatan Penurunan
Stunting. Audit kasus Stunting bertujuan untuk mencari penyebab terjadinya kasus
Stunting sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
menyususn program penanggualangan stunting. Selain itu pemahaman akan bahaya
stunting perlu diketahui disampaikan ke berbagai pihak untuk mengoptimalkan peran
masing masing. Apabila diperlukan , inovasi kebijakan sangat mungkin untuk
dilakukan, dengan memperhatikan kearifan lokal di wila\yah masing masinguntuk
mencapai target penanganan stunting di Indonesia di 2024
23
Daftar Pustaka
24