Anda di halaman 1dari 11

Memahami Menerapkan Menganalisis Mengevaluasi Menciptakan

Mengingat
(C2) (C3) (C4) (C5) (C6)
(C1)

Mendiferensiasikan
Mengorganisasikan Membangun
Menjelaskan Mengartikan
Mengatribusikan Mengecek Merencanakan
Menginterpretasikan
Mendiagnosis Mengkritik Memproduksi
Menceritakan
Memerinci Membuktikan Mengkombinasikan
Menampilkan Memberi
Melaksanakan Menelaah Mempertahankan Merangcang
Menemukenali Mengingat contoh Merangkum
Mengimplementasikan Mendeteksi Memvalidasi Merekonstruksi
kembali Membaca Menyimpulkan
Menggunakan Mengaitkan Mendukung Membuat
Menyebutkan Membandingkan
Mengonsepkan Menentukan Memecahkan Memproyeksikan Menciptakan
Melafalkan/melafazkan Mengklasifikasikan
Memproseskan Menguraikan Memperbandingkan Mengabstraksi
Menuliskan Menghafal Menunjukkan Menguraikan
Mendemonstrasikan Memisahkan Menyimpulkan Mengkategorikan
Menyusun daftar Membedakan Menyadur
Menghitung Menyeleksi Memilih Mengkritik Menilai Mengkombinasikan
Menggarisbawahi Meramalkan
Menghubungkan Melakukan Membandingkan Mengevaluasi Mengarang
Menjodohkan Memperkirakan
Membuktikan Menghasilkan Mempertentangkan Memberi saran Merancang
Memilih Menerangkan
Memperagakan Melengkapi Menguraikan Memberi Menciptakan
Memberi definisi Menyatakan Menggantikan
Menyesuaikan Menemukan Membagi argumentasi Mendesain
Menarik kesimpulan
Membuat diagram Menafsirkan Menyusun kembali
Meringkas
Mendistribusikan Merekomendasi Merangkaikan
Mengembangkan
Menganalisis Memutuskan Menyimpulkan
Membuktikan
Memilah-milah Membuat pola
Menerima pendapat

KKO Ranah Afektif


Karakterisasi
Merespons Menghargai Mengorganisasikan
Menerima Menurut Nilai

(A2) (A3) (A4)


(A5)
(A1)

Melaksanakan
Menunjukkan Merumuskan Berpegang
Membantu
Melaksanakan pada Mengintegrasikan
Menawarkan diri
Menyatakan Menghubungkan
Menyambut Bertindak
pendapat Mengaitkan Menyusun
Menanyakan Menolong Menyatakan
Mengambil prakarsa Mengubah Melengkapi
Memilih Mengikuti Mendatangi Memperhatikan
Mengikuti Memilih Menyempurnakan
Menjawab Melaporkan Melayani
Ikut serta Menyesuaikan
Melanjutkan Menyumbangkan Membuktikan
Menggabungkan diri Menyamakan Mengatur
Memberi Menyesuaikan diri Menunjukkan
Mengundang Memperbandingkan
Menyatakan Berlatih Bertahan
Mengusulkan Mempertahankan
Menempatkan Menampilkan Mempertimbangkan
Membedakan Memodifikasi
Membawakan Mempersoalkan
Membimbing Mengorganisasi
Mendiskusikan
Membenarkan Mengkoordinir
Menyatakan setuju
Menolak Mengajak Merangkai
Mempraktekkan

KKO Ranah Psikomotor


Manipulasi Presisi Artikulasi Naturalisasi
Meniru
(P2) (P3) (P4) (P5)
(P1)

Mendesain
Membangun
Menentukan
Membuat kembali Mengatasi
Menunjukkan Mengelola
Membangun Menggabungkan
Melengkapi Menciptakan
Menyalin Mengikuti Melakukan Koordinat,
Menunjukkan, Membangun
Mereplikasi Melaksanakan Mengintegrasikan
Menyempurnakan Membuat Mencipta
Mengulangi Menerapkan Beradaptasi
Mengkalibrasi menghasilkan karya
Mematuhi Mengawali Bereaksi Mengembangkan
Mengendalikan Mengoperasikan
Membedakan Mempersiapkan Merumuskan
Mempraktekkan Melakukan
Mempersiapkan Memprakarsai Memodifikasi
Memainkan Melaksananakan
Menirukan Menanggapi Memasang
Mengerjakan Mengerjakan
Menunjukkan Mempertunjukkan Membongkar
Membuat Mencoba’ Menggunakan
Menggunakan Merangkaikan
Memposisikan Memainkan
Menerapkan Menggabungkan
Mengatasi
Mempolakan
Menyelesaikan

Taksonomi Bloom merupakan salah satu gebrakan pendidikan yang memberikan pengaruh besar terhadap
bagaimana evaluasi pendidikan bahkan penyelenggaraan pendidikan secara umum dilaksanakan. Mengapa? Karena
Taksonomi ini dapat mengidentifikasi kemampuan berpikir mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling
tinggi. Tentunya saat kita mampu membagi kemampuan berpikir, maka kita juga dapat membuat indikator, soal, dan
evaluasi sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dari tujuan pendidikan.

Sebelum Taksonomi Bloom dikenalkan, berbagai materi, soal, dan pembelajaran yang diberikan di sekolah hanyalah
berupa transfer ilmu dan hafalan semata. Isu tersebut diutarakan oleh Bloom dan kawan-kawan dalam Konferensi
Asosiasi Psikolog Amerika pada awal tahun 1950. Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil
belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa
untuk mengutarakan hafalan mereka saja.

Padahal, tujuan dari pembelajaran di sekolah adalah ingin memaksimalkan potensi diri, kemampuan kognitif
(berpikir), dan keterampilan siswa, bukan sekedar mampu menjawab soal dari hafalan saja. Hal ini juga urgensinya
semakin besar di abad-21 di mana informasi sudah dapat disebarkan dan diakses dengan cepat tanpa harus
mengingatnya. Kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan daya kreasi peserta didik menjadi yang utama,
bukan pengetahuan dan hafalannya saja.

Taksonomi Bloom

Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep
kemampuan berpikir yang dinamakan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom adalah struktur hierarki yang
mengidentifikasikan kemampuan kognitif mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Dalam Taksonomi Bloom, tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu, ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotor. Pada ranah kognitif, memuat tujuan pembelajaran dengan proses mental yang berawal dari
tingkat pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Singkatnya, taksonomi Bloom membagi kemampuan
tingkat berpikir atau kognitif (cognitive) menjadi 6 tingkat, menjadi:

1. C1 – Pengetahuan
2. C2 – Pemahaman
3. C3 – Penerapan
4. C4 – Analisis
5. C5 – Sintesis
6. C6 – Evaluasi

*C merepresentasikan cognitive  yang berarti kognitif.

Revisi Taksonomi Bloom

Seiring perkembangan teori pendidikan, Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme lainnya merevisi
taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut dipublikasikan pada tahun 2001
dengan nama Revisi Taksonomi Bloom (Effendi, 2015, hlm.73).

Pada Revisi Taksonomi Bloom, Tingkatan berpikir tersebut dikelompokkan lagi menjadi dua, yakni C1 hingga C3
sebagai Low Order Thinking Skill  atau kemampuan berpikir tingkat rendah, dan C4 hingga C6 sebagai Higher Order
Thinking Skill yang berarti kemampuan berpikir tingkat tinggi. Setiap poin tingkat kognitifnya juga mengalami sedikit
penyesuaian.

Menurut Tim Pusat Penilaian Pendidikan (2019, hlm.3) dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh Krathwohl dan
Anderson, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:

1. mengingat (remembering),
yakni mengingat kembali suatu fakta atau gagasan;
2. memahami (understanding),
yaitu mampu menerjemahkan suatu konsep, kaidah, atau prinsip;
3. menerapkan (applying),
mampu memecahkan suatu masalah menggunakan metode, konsep, atau prosedur;
4. menganalisis (analyzing),
dapat mengenali, menguraikan, serta mengkritisi suatu struktur, bagian atau hubungan;
5. mengevaluasi (evaluating),
mampu menilai hasil karya, mutu suatu tulisan berdasarkan norma internal, dan
6. mengkreasi (creating),
yaitu dapat menghasilkan karangan, teori, klasifikasi, proposal, tulisan ilmiah, karya.

Untuk memperjelas revisi yang dilakukan oleh Krathwohl & Anderson, berikut adalah perbandingan Taksonomi
Bloom sebelum dan sesudah di revisi.
No. Taksonomi Bloom Revisi Taksonomi Bloom Dimensi Proses Berpikir

C1 Pengetahuan Mengingat

C2 Pemahaman Memahami Lower Order Thinking Skills

C3 Penerapan Mengaplikasikan

C4 Analisis Menganalisis Higher Order Thinking Skills

C5 Sintesis Mengevaluasi
No. Taksonomi Bloom Revisi Taksonomi Bloom Dimensi Proses Berpikir

C6 Evaluasi Mengkreasi

Dalam revisi Taksonomi Bloom ini pula, tingkat berpikir siswa dibedakan menjadi dua yaitu berpikir tingkat
rendah/dasar dan berpikir tingkat tinggi. Menurut Resnick dan Thompson (dalam Dewanti, 2020, hlm. 19) berpikir
tingkat dasar (lower order thinking) hanya menggunakan proses terbatas pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis,
sedangkan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) membuat peserta didik untuk menginterpretasikan,
menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak monoton.

Kini, HOTS atau Higher Order Thinking Skills menjadi fokus utama dalam menyelenggarakan evaluasi pendidikan. Hal
ini tentunya karena tingkat kemampuan berpikir tersebutlah yang dibutuhkan untuk menghadapi abad-21. Dalam
penerapannya, Taksonomi Bloom harus memiliki indikator yang konkret sehingga mampu memberikan gambaran
yang konkret pula pada penilaian kemampuan berpikir peserta didik. Indikator-indikator tersebut disebut sebagai
kata kerja operasional atau disingkat KKO.
Kata Kerja Operasional (KKO)

KKO atau Kata kerja operasional adalah kata kerja konkret yang merepresentasikan bahwa suatu indikator atau
indikasi telah dilaksanakan, sehingga dapat diukur atau dinilai seberapa kuat indikator tersebut muncul dalam diri
peserta didik. Misalnya, jika indikator yang ingin diketahui adalah kemampuan “Menganalisis” maka beberapa kata
kerja operasional yang dapat mewakili indikator tersebut adalah peserta didik dapat “menguraikan”, “mengenali”,
“membandingkan”, “mendeteksi”, “memeriksa”, “mengkritisi”, atau “menguji” suatu materi tertentu.

Indikator “Menganalisis” dapat disampaikan sebagai berikut: “Siswa mampu mengidentifikasi pola penulisan


eksplanasi”. Sementara itu, soal evaluasi yang dapat diberikan berdasarkan kriteria indikator tersebut adalah
“Identifikasi beberapa teks di atas, pola penulisan eksplanasi apa yang digunakan? jelaskan buktinya” atau “Teks di
atas disusun dengan pola penulisan teks eksplanasi apa? Kemukakan alasanmu!”

Kata kerja operasional dibagi menjadi beberapa ranah meliputi: kognitif (kemampuan


berpikir/menalar), afektif (perasaan/karakter/sikap), dan psikomotor (kemampuan fisik/campuran). Menurut Tim
Kemkes (2018) Berikut adalah tabel-tabel kata kerja operasional (KKO) yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan Taksonomi Bloom yang telah direvisi menjadi indikator yang konkret.
NO Kemampuan Akhir Tujuan Pembelajaran Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Tindak Lanjut
Fase Baru Layak Cakap Mahir
Berkembang
1 0 – 40% 41 – 74 % 75 – 85% 86 – 100% Baru Berkembang:
Belum Mencapai
Ketuntasan, Remidial
di Seluruh Bagian

Layak:
Belum Mencapai
Ketuntasan, Remidial
di Bagian yang
Diperlukan

Cakap:
Sudah Mencapai
- Peserta didik
Ketuntasan, Tidak
mampu
Perlu Remidial
mendeskripsikan
sifat-sifat bilangan Mahir:
berpangkat Sudah Mencapai
Ketuntasan, Perlu
Pengayaan atau
Tantangan Lebih

Catatan:
Bila peserta didik
telah tuntas minimal
75% dari seluruh
tujuan pembelajaran,
maka dinyatakan
tuntas mata pelajaran
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai