Anda di halaman 1dari 3
Membedah Struktur Otak LGBT yang Meninggal Oleh thshan Gumilar Dalam sebuah pemberitaan yang dilansir oleh BBC Indonesia berjudul "Bisakah Anda menyembuhkan LGBT?" dan juga Kompas.com berjudul "Ahli Neurologi: Variasi Struktur Otak Pengaruhi Adanya LGBT", berdasarkan navasumber seorang ahli bedah saraf indonesia Dr Roslan Yusni Hassan (Ryu Hassan) mengatakan, lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) itu bukanlah sebuah penyakit. Lebih jauh lagi bahwa orientasi seks terhadap sesama jenis adalah sebuah perbedaan biasa di dalam hidup. Hal ini disebabkan para LGBT mempunyai struktur otak yang berbeda dari orang yang ronhomoseksual. Tidak ada yang bisa "mengutak-atik" struktur otak. Dengan kata lain, jka struktur otak LGBT berbeda dengan yang non-LGBT, hal ini adalah sesuatu yang natural dan alamiah, Karena itulah, yang sudah didesain oleh "pabrik" otaknya (batk dalam segi struktur maupun fungsi), Terimalah LGBT untuk menjadi dirinya sendin, begitu ringkasan pernyataan Ryu Hassan. (Orang awam yang tidak pernah mempelajari otak atau bahkan tidak pernah melihat langsung fotak manusa seperti apa, sebaiknya tidak menerima informasi tersebut tanpa sebuah filter. Karena, filter yang terbaik itu adalab imu, william James, seorang psikolog Amerika Serikat, adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide bahwa otak itu bisa mengorganisasikan (mengubah) dirinya sendiri, Hal itu dikenal untuk hari ini dalam ilmu yang mempelajari o:ak (neuroscience) dengan istilah neuroplastcity, sebuah istilah yang pertama kali dikenalkan oleh Jerzy Konorski, seorang neuroscientist asal Polandia pada 1948, Neuroplasticity mendobrak kebuntuan pemikiran dunia kedokteran yang terkungkung dalam konsep yang salah tentang otak selama tiga abad: otak manusia berhenti berkembang pada umur tertentu, Penemuan konsep ini menyatakan, otak manusia berubah-ubah, baik struktur ‘maupun fungsinya, sampai kapan: pun tergantung dari pengalaman yang dlilakukan. Pengalaman ini meliputi tingkungan, perilaku, pemikiran, persepsi, perasaan, emosi, dan bahkan kebiasaan berimajinasi sekalipun, tak tak ubahnya seperti plastik yang bisa berubah bentuk dan sangat fleksibel. Lalu, apa yang. menyebabkan perubahan tersebut? Jawabannya adalah perilaku dan pengalaman yang kita buat. Donald Hebb, psikolog asal Kanada, mengemukakan sebuah ungkapan yang terkenal, neurons fire together, wire together (saraf yang aktif bersamaan, akan membentuk Jaringan secara bersamaan pula). Pemikiran, perasaan, orientasi seksual, persepsi, termasuk sensasi fisik yang dibayangkan, mengaktifkan ribuan saraf secara bersamean. Ketika sebuah pemikiran ataupun perasaan tersebut diulang terus-menerus, ribuan saraf tersebut akan membentuk dan menguatkan jaringan sistem saraf yang unik untuk pemiki-an atau perasaan tersebut. Adanya konsep neuroplasticity ini menyampaikan bahwa perbedaan struktur otak tidak serta- merta menyebabkan seseorang mempunyai orientasi seksual LGBT. Namun, kebiasaan, pengalaman, dan gaya hidup yang dibanguilah yang bisa mengubah struktur dan fungsi otak hingga menghasilkan orientasi dan perasaan intim terhadap sesama jenis. Menyatakan dengan serta-merta bahwa LGBT disebabkan adanya faktor perbedaan dari struktur otak sangatlah naif dan hal itu tidak berdasarkan pemikiran yang mendalam dan komprehensif dengan mempertimbangkan penelitian yang mutakhir. Untuk bisa menyatakan sebab-akibat, harus melakukan serangkaian penelitian eksperimen yang sudah terul, baik dari ‘seg]validitas maupun reliabilitasnya. Cara kerja sistem saraf amatlah rumit. Perbedaan struktur ataupun fungsi otak bisa berubah karena adanya sebuah pengalaman yang terus-menerus dilakukan. Adanya perbedaan struktur ddan fungsi otak para LGBT bisa disebabkan lingkungan dan kebiasaan yang mereka lakukan; sebagai contoh, di mana dan dengan siapa mereka bergaul, mendiskusikan tentang seks, mempunyal pengalaman yang pahit karena dikecewakan oleh lawan jenis, dan kebiasaan berimajinasi dalam keintiman dengan sesarra jenis. Banyak publik tidak mengetahui bahwa gerakan LGBT untuk bisa diterima di masyarakat luas, sudah dimulai semenjak tahun 60-an, Memang benar bahwa homoseksual tidak lagi dicantumkan sebagal sebuah penyakit mental di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-II) pada 1973. DSM adalah "Alquran'".nya para psikolog dan psikiater di seluruh dunia untuk menentukan kategorisasi penyakit-penyakit mental. DSM selalu direvisi tiap beberapa tahun berdasarkan hasil penelitian yang valid. Pencabutan homoseksual dari DSM pada 1973, yang berdampak pada pandangan bahwa homoseksual bukan lagi sebagai penyakit jiwa, dilakukan bukan berdasarkan hasil penelitian, tetay berdasarkan adanya desakan polit dan demonstras!besar-besaran. Gerakan in! merupakan rentetan dari pergerakan hak kebebasan warga kl hitam Amerika pada 1950-a. Persamaan hak warga kul bitam Amerika inl uga berimbas pada muncunya gerakanfeminis dan juga aktvs gay yang mencapat puncalaya di Amerika pada 1970-an. Jka merujuk pada kacamatasaintfk, pembenaran bahwa homoseksual bukan penyakit mental adalah bukan berdasarkan fkta dan data, mellankan lebih berdasrkan gerakan pol Peneltian pertama kali tentang LGBT, menurut kacamataneuroscience, adslah dengan membandingkan volume (ukuran) otak orang yang normal dan homoseksual yang sudah meninggal. Has! peneltan itu menunjukkan adanya perbedaan antara ukuran otak orang ronfiomaseksual dan hornoseksual. Has! peeltian ni dipublkasikan secara masi i berbagal media Barat pada saat itu. Salah satu prisip ist adalah harus bisa di ulang kembal (repeatable). Ktikapeneltian tu ditelaah kembali, ditemukan bahwa ada sebuah tahapan awal yang tidak sama sebelum melakukan perbandingan. Untuk sampel yang homoseksual, ditemukan bahwa fa telah mengidap HIV dalam kurun waktu yang cukup lama sebelum meninggal. Dengan tidak adanya sistem pertahanan (immune system) di dalam tubuh akibat serangan virus HIV, otaknya terinfeksi oleh virus lain yang menyebabkan mengecilnya ukuran otak orang tersebut. Jadi, perbedaan volume otak itu bukanlah menjadi penyebab mempunyai_ orientasi homoseksual, melainkan disebabkan adanya faktor eksternal. Amat disayangkan bahwa hasil enelitian yang kedua ini tidak pernah terungkap ke publik karena dapat mengancam pergerakan LGBT. Dalam sebuah penelitian ditemukan behwa virus HIV pertama kali ditemukan pada asangan goy yang melakukan hubungan seks melalui anus (rectum). Rectum merupakan tempat "pembuangan” terakhir (buang air besar) yang sangat kotor dan mengandung banyak bakteri, Adanya cairan sperma di dalam rectum dan bercampur dengan bakteri yang kotor, hal ini menjadi awal mula virus HIV. Akan tetapi, berbagai kalangan mengatakan bahwa virus HIV ini berasal karena adanya hubungan seks antara orang Afrika dan monyet. Tentunya, hal ini tak berdasar dan mencoba untuk mengalihkan isu agar homoseksual tidak diangkap sebagai sumber kedatangan virus HIV. Penyebaran HIV begitu cepat dan berimbas ‘tidak hanya di kalangan kaum LGBT, tapi juga memakan korban ribuan bayi yang tak berdosa yang baru terlahir. Mereka tertular HIV serrenjak masih di dalam rahim sang ibu, Pembenaran akan LGBT melalui sudut pandang neuroscience akan berdampak pada masalah lain yang lebih kompleks. ‘Mungkin keluarga kita akan menjadi kortan di kemudian hari, berawal dari pembenaran bbahwa struktur dan fungsi otak LGBT itu adalah alamiah. Selamatkan anak cucu kita dengan memberikan ruang yang lebih bagi keluarga heteroseksual bukan keluarga homoseksual Saya mengimbau bagi para ilmuwan dan para ahli dalam bidangnya masing-masing di negeri ini, seperti dokter ahli (bedah) saraf, psikolog, psikiater, sosiolog, dan ahli hukum, gunakantah ilmu Anda untuk kemaslahatan hidup orang banyak. Berikan informasi yang benar kepada ppublik yang tidak pernah bersentuhan secara mendalam dengan dunia medis, psikologi, saraf otak, dan bidang imu lainnya, imu itu adalah amanah, bukan anak panah yang dengan cepat bisa melesat dan melumpuhkan siapa soja. Memberikan sebuah pernyataan bahwa LGET adalah sebuah variasi dalam kehidupan manusia dan dibunghus atas nama imu pengetahuan adalah sebuah pelacuran intelektualitas dan pembodohan terhadap masyarakat awam yang tak mengenal sulitnya mempelajari otak manusia, Otak tu kecl, hanya sebesar genggaman tangan manusia, Namun, esensi kita sebagai manusia banyak tersimpan di dalam seonggok protein itu. Semakin dipelajari semakin sult begitulah otak Akan tetapl, di dalam kesulitan itulah tersirpan berbagai hikmah yang bisa bermanfaat untuk seluruh umat manusia, Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bisa bermanfaat bagi yang Iainnya, bukan yang bisa membodohi antarsesamanya

Anda mungkin juga menyukai