Anda di halaman 1dari 3

(mencoba) Mendudukkan Kembali Organisasi, Anggota, dan

Masyarakat dalam Gerakan KAMMI

Keduanya menumpahkan keresahannya itu dengan ungkapan "Yo organisasi sing tenanan
ki yo ning ndeso kui Mas", ungkapan itu lahir pukul lima sore, di rumah Pakde yang pada saat
itu baru saja ingin istirahat. Raut mukanya lesu dan punggungnya haus akan sandaran dinding
teras. Pakde Sigit dan Bukde Lastri merupakan Aktivis Senior ganda campuran yang sudah
bertahun-tahun berkecimpung di dunia kemasyarakatan. Sekedar informasi, Pakde Sigit sendiri
pernah menduduki jabatan tertinggi di organisasi KAMMI STIE Hamfara pada tahun 2010,
yakni sebagai Ketua Komisariat (Ketumsat).

Lantas apa yang diungkapkan oleh Pakde Sigit dengan raut muka yang lesu dan
punggung yang pegal-pegal, nyatanya juga berlaku bagi saya yang baru saja mendapat laporan
bocil-bocil kampung yang mengeluhkan permasalahannya pada saya. Bocil tersebut adalah siswa
Sanggar Belajar tingkat dua sekaligus pelaksana TPA (dengan status kelas Sanggar Belajar
tingkat 1). Tidak main-main, permasalahannya bahkan bisa sampai masuk dalam ranah urusan
antar rumah tangga jika tidak ditangani secara tanggap dan benar. Saya membawa permasalahan
itu dan menjadikannya sarana ngaji menjelang Maghrib bersama Pakde Sigit.

Saya baru sadar, nampaknya untuk soal-soal ini tidak pernah saya alami di KAMMI.
Saya tidak pernah terlibat dalam urusan pribadi kawan-kawan kecuali pengumpulan dana kader
yang mendapat musibah atau curhatan kecil. Pikiran saya waktu itu ialah, sebagai anggota, kita
harus memberikan yang terbaik untuk organisasi, “Karena visi, kredo, dan paradigmanya yang
baik, jadi bodoamat dengan segala intrik kecil di dalamnya, cukup hidupi saja organisasi itu
maka semua akan beres” begitulah jalan pikiran saya bergerak.

Bocil yang saya ceritakan adalah anggota Sanggar Belajar di Desa kami. Saya juga harus
bertanggungjawab dengan orangtuanya, yang secara tidak langsung, bertanggungjawab pula atas
keharmonisan rukun tetangga. Saya dengan si bocil, ibunya dan masyarakat seakan menjadi satu
bagian di Sanggar Belajar, kadang sampai tidak tahu siapa objek dan siapa subjek organisasi.
Bahkan ada pula ibu-ibu yang nimbrung di grup Sanggar Belajar.
Dari kejadian tersebut saya berpikir, sepertinya ada yang miss dari ungkapan "Jangan
memikirkan apa yang dapat organisasi beri padamu, tapi pikirkan apa yang dapat kamu beri
untuk organisasi". Kalau organisasi dapat sesuatu, lalu apa itu organisasi, siapa kita? Lalu
organisasi itu untuk siapa? Maka dari itu haruslah kita mendudukkan lagi posisi anggota,
masyarakat, dan organisasi.

Adanya ungkapan tersebut pada akhirnya hanya memisahkan anggota sebagai subjek,
organisasi sebagai objek, dan masyarakat bukan siapa-siapa. Interaksi dengannya (masyarakat)
tidak pernah dilakukan kecuali digunakan sebagai objek nafsu eksistensi. Misal dalam organisasi
sosial, maka gairah eksistensi akan dipuaskan lewat bagi-bagi sembako, ia tidak peduli
bagaimana caranya orang miskin kota dapat mandiri dalam bertahan hidup. Dalam organisasi
pergerakan, ia akan menggunakan isu yang sudah dilempar di media mainstream untuk
memuaskan euforianya, bersumpah-serapah, marah-marah dan lain sebagainya. ia tidak peduli
soal masyarakat, jangankan mendengar keluhan warga sekitar, ia tidak peduli kapan Sekre
Komisariatnya jaga ronda atau kapan jadwal rapat RT/RW berlangsung.

Adanya ungkapan tersebut membuat kita bingung siapa itu organisasi? Jika kita bukan
organisasi apakah senior kita adalah organisasi itu sendiri? Apakah kita digerakkan oleh
ketaklidan, menuruti-mengiyai apa-apa yang organisasi (senior) katakan? Bukan kredo itu yang
kita ucap, “KAMMI hanya bertindak berdasarkan pemahaman bukan taklid”lah yang termaktub
dalam kredo gerakan KAMMI.

Dalam Deklarasi Malang, KAMMI hadir sebagai “Bagian yang tak terpisahkan dari
rakyat”, keterikatan ini adalah sebagai bentuk dari keprihatinan rakyat dan setelahnya akan
berupaya untuk kebaikan rakyat. Dalam Deklarasi itu nampak betul keterikatan atas tiga unsur,
Fahri dan Pak Haryo sebagai perwakilan anggota KAMMI, KAMMI sendiri sebagai organisasi,
dan rakyat sebagai alasan dan tujuan. Artinya adalah, ketiganya adalah satu bagian, rakyat adalah
alasan bagi KAMMI untuk bergerak, dan KAMMI digerakkan oleh anggotanya. Rakyat dan
Anggota adalah alasan KAMMI terus hidup, dan KAMMI bukan apa-apa tanpa keduanya.

Kesimpulan sementara saya adalah, Anggota merupakan bagian dari masyarakat, dan
juga bagian dari organisasi, keduanya (Masyarakat dan Organisasi) dijembatani oleh Anggota.
Ketika posisi Anggota adalah (bagian dari) Masyarakat maka kepentigannya adalah kepentingan
masyarakat, pun jika Anggota adalah (bagian) Organisasi. Mungkin sekarang kita perlu merubah
motto di atas, bukan "Jangan memikirkan apa yang dapat organisasi beri kepadamu, tapi pikirkan
apa yang dapat kamu beri untuk organisasi", “Mari pikirkan apa yang dapat kita beri untuk
KAMMI dan seluruh aspek yang meliputinya”.

Anda mungkin juga menyukai