Anda di halaman 1dari 4

Kita ini sudah terlalu lama dibodohi kating.

Maaf, saya ralat. Kita terlalu lama cuma diem dan nurut dengan doktrin2 kating yang sifatnya
normatif dan ketinggalan zaman, sehingga otak kita tumpul dan hanya bisa menengok ke
belakang. Ibarat pitecanthropus, kita spesies yang cuma bisa melestarikan kapak batu,
sementara sodara2 semanusia kita yang lain sedang sibuk bikin mobil purba dan menanam
saham-sahaman. Dengan kata lain kita tidak cerdas.

Eh? Sama aja? Yauda. Tapi jangan disangka tulisan berikut ini tujuan utamanya untuk
mendiskreditkan kating. Bukan, bukan begitu. Kalaupun tulisan ini ada tujuannya, maka itu
cuma satu: buat kalian. Terserah kalian ingin menyikapi ini sebagai bahan becandaan atau tesis
untuk lulus diploma, yang pasti tulisan ini buat kalian. Bukan buat kating (karena mereka sudah
punya kepala2 lain untuk diajak berpikir) dan bukan buat maba (karena mereka masih hidup
dalam kedamaian kaderisasi sepuluh nopember). Jadi kritik disini isinya buat kalian, buat kita,
buat saya.

Langsung saya mulai dari poin pertama, soal doktrin normatif. Kalian semua pasti sudah hapal
3s yang baru belakangan ini sering terdengar di telinga kita. 3s (yang bukan Senyum, Salam
dan Santuy) itu, dielu-elukan sebagai identitas FTE: Solid, Sosil & SOB. Sebenernya saya ga
masalah-masalah amat dengan apapun identitas yang mau dibawa, dan saya yakin kalian juga
begitu. Toh dari dulu orangtua kita juga ngasih nasihat macem-macem, ada yang disuruh jadi
orang jujur, rajin, bersih, sopan, hemat, ato juga soleh/solehah. So nambah 1-2 "s" sebagai
identity saya kira ga masalah. Nah, masalah itu baru muncul ketika 3s itu kita tarik dari dimensi
normatif ke dimensi aplikatif, dan akhirnya digunakan sebagai alat untuk menilai angkatan.

Gini lho gaes, misalnya kalian selama ini ngerasa angkatan kurang solid, sosil dan gapunya
sense of belonging. Tapi itu based on what? Karena musang dikit yang dateng? Kalo bikin form
di grup dikit yang ngisi? Disuruh foto 300 orang ga ngumpul-ngumpul? Kalo anggapan kalian
mengenai kesolidan, kesosilan dan ke-sense of belonging-an berhenti pada definisi-definisi
simpel tersebut, maka selamat menempuh hidup susah.

Kenapa begitu? Karena jelas, apa-apa yang normatif itu ga bisa diukur secara empiris. Artinya:
subjektif. Maka boleh aja sebagian kalian menganggap angkatan kita tidak solid, itu kan
berdasarkan cara pandang masing-masing. Baik kita maupun para kating tidak pernah benar-
benar merumuskan solid itu seperti apa, apa saja indikatornya dan bagaimana mewujudkannya.
Semua itu ditentukan dengan rasa-rasa kita aja. Jadi kalo sampai sekarang angkatan ini dinilai
tidak solid, sebenernya kita tidak dinilai/menilai secara objektif, tapi subjektif. Kalo kata anak
gaul, kita sedang dijudge.

Maka alhamdulillahirobbilalamin, kating-kating itu dengan besar hati mempersilakan kepada kita
untuk menjadi manusia yang aktif dan mandiri. Dari awal mereka sudah mengharapkan kita
supaya menemukan sendiri apa-apa yang kita butuhkan supaya menjadi angkatan yang baik.
Ibarat kelas di kurikulum 2013, murid jadi yang lebih aktif di kelas presentasi, guru tinggal
nongol, ngasih ulangan dan menilai hasil kerja murid. Tapi berbeda dengan di kelas sewajarnya
dimana guru masih memberikan silabus materi, disini kita disuruh mencari sendiri materi-materi
apa yang bakal dipelajari. Ini ditambah lagi kita harus sadar sendiri kalau ternyata kita butuh
silabus. Kenapa itu semua harus nyadar sendiri? "Biar kalian ngga manja, kayak murid sekolah
lain" kata kating, eh bu guru maksudnya.

Karena kita sudah dibebaskan menentukan sendiri indikator-indikator 3s itu (well, dari awal
sudah subjektif dan kating ga memberikan batas-batas yang jelas akan hal itu pula) maka
saranku buat teman-teman seangkatan sekalian, buatlah indikatornya sendiri dengan prinsip
secocok mungkin (mudah tapi tetep berisi). Lalu penuhilah indikator-indikator tersebut sehingga
kita bisa dengan bangga mengatakan kita sudah 3s kepada kating.

Eh lupa, yang menilai pada akhirnya kan mereka. Jadi 3snya harus sesuai maunya kating. So
lupakan saja apa yang saya katakan diatas. Huh? Kalian mau nebak-nebak maunya kating?
Terus mau dengan khidmat mengikuti ajaran-ajarannya yang pada dasarnya bersifat subjektif?
Saranku janganlah begitu kawan, itu membuang-buang masa muda, hidup kalian pasti susah.
Lebih sehat minum alkohol 3x seminggu. Paling tidak dengan alkohol, kalian cuma berpotensi
hidup susah.

***

Sejenak kita tinggalkan dulu pembahasan kurang penting soal norma-norma diatas. Sekarang
kita masuk ke bahasan yang penting, yaitu soal masa depan. Sayangnya bukan masa depan
kita berdua (tssah), tapi masa depan kita sebagai mahasiswa. Iya, mahasiswa, bosen
ngomongin angkatan mulu.

Sekarang gini gaes, anggeplah masalah diatas sudah beres dan kita semua setuju bahwa solid
itu baik. Tapi sebenernya nilai-nilai yang ingin ditanamkan kating kepada kita tuh masih sesuai
ga sih sama perkembangan zaman?

Curhat sedikit aja sih, kemarin waktu lkmm pratd saya kecewa berat. Bukan, bukan karena
gadapet message corner. Sebenernya itu juga sih, tapi yang paling bikin saya kecewa adalah
tema yang diangkat: Manner, Dedikasi, Solid. Padahal menurut saya waktu di pre-test muncul
pertanyaan temanya apa, ada jawaban yang saya kira lebih cucok dan pantas untuk dipilih.
Saya lupa detail pilihannya, tapi yang pasti disana ada kreatif/inovatif. Dan baik saya, bapak
Jokowi dan bahkan om Elon Musk sepakat bahwa di masa ini kita lebih membutuhkan pribadi-
pribadi yang inovatif dan berpikiran kedepan.

Bukannya apa-apa, tapi kok ya nilai-nilai yang selama ini dibawa para kating ke hadapan kita itu
ya saya kira cocoknya buat tentara-tentara. Lha iya kan? Tentara itu kan harus solid,
berdedikasi dan punya manner terhadap atasan. Sebenernya maksudnya kating menanamkan
nilai-nilai militerisme dalam kehidupan berangkatan kita itu apa? Mau melestarikan Orba?
Sebenernya lagi-lagi ga terlalu masalah juga kalau memang nilai-nilai yang ingin ditanamkan
diadopsi dari militer. Lagipula tidak sepenuhnya juga militer itu buruk. Yang buruk ialah ketika
nilai-nilai itu yang menjadi fokus utama pembangunan, dengan meninggalkan nilai-nilai
mahasiswa sebagai akademisi. Maksudnya nilai-nilai mahasiswa disini ya kemampuan untuk
berpikir ilmiah, membahas isu-isu di masyarakat atau mungkin sekedar mendiskusikan masa
depan organisasi kemahasiswaan, Himatektro misalnya. Tapi ngga, yang ditekankan selalu
solid, jumlah angkatan, jumlah kehadiran. Ini mahasiswa berasa PNS, dihantui daftar hadir
melulu.

Padahal diluar sana masih banyak persoalan masyarakat. Masalah listrik-listrikan, komputer-
komputeran atau biomedik-biomedikan bertumpuk-tumpuk tanpa dipedulikan. Ga pernah
rasanya kita sebagai mahasiswa ikut menghasilkan sesuatu untuk mengatasi hal tersebut.
Paling banter cuma penugasan isu keprofesian, yang itu kita cari sendiri, tulis sendiri, ngepost
sendiri tanpa ada diskusi atau pencerdasan-pencerdasan lainnya. Apa mungkin para kating
sudah biasa mendiskusikan masalah-masalah tersebut tanpa ngajak-ngajak kita? Semoga
begitu. Jangan sampai ternyata cuma sibuk ngurusin dapur yang ga beres-beres.

Intinya, saya rasa nilai-nilai yang kating ingin kita lestarikan sudah rada-rada ketinggalan
zaman. Memang mungkin masih dibutuhkan solid, sosil, SOB itu, tapi ya tentu pada porsi yang
sewajarnya, tidak selalu menjadi bahasan utama pada setiap kita berjumpa. Kalau cuma solid,
sosil, SOB masyarakat kampung manapun sanggup menjalani. Justru menjadikan hal tersebut
fokus utama pengembangan kita di kampus, saya rasa merupakan hal yang mubazir. Masih
banyak nilai-nilai keren lainnya yang sesuai dengan perkembangan zaman, kritis-solutif
misalnya.

Mungkin kekhawatiran utama para kating (saya harap begitu, bukan karena hanya melanjutkan
tradisi) ada pada jumlah angkatan kita yang besar. Kating mungkin selalu memroyeksikan
kondisi mereka terhadap kondisi kita. Bagi mereka, yang pada dasarnya berumpun satu tektro,
kita tiga departemen adalah satu jurusan juga. Padahal saat ini, garis-garis pembatas
antardepartemen itu sudah cukup jelas karena ruang lingkup kita yang membesar menjadi
fakultas. Sekarang pertanyaannya apakah tidak boleh bagi kita menyikapi tektro, tekkom, dan
biomed sebagai keluarga masing-masing, sebagaimana para kating menyikapi himatektro
sebagai satu keluarga? Toh adanya tiga keluarga dalam satu rumah susun tidak lantas
menjadikan mereka suka berkonflik dan tidak bersatu. Tidak lantas menjadikan mereka saling
tidak berteman dan saling tidak peduli. Jadi kenapa masih khawatir dengan solid-solidan?

***

Yah, mungkin cukup segitu dulu. Narasi panjang diatas mungkin bisa membuktikan kalo apa-
apa yang salah di angkatan tidak sepenuhnya salah komting. Ada pula kesalahan-kesalahan
kating (dan tentunya kami kaum apatis) didalamnya. So, jangan terlalu stress fren. Perangkat
en temen-temen aktif lainnya udah bekerja secara bagus (you see what i did there), tinggal
gimana kita memperbaiki komunikasi. Karena saya yakin, tiap kepala di fte 2018 pasti punya
pendapatnya masing-masing mengenai apa yang sedang kita alami. Cuma gaada wadahnya
aja untuk nampung itu semua (ya bayangin aja cuy 300an orang musti ngomong pas musang,
mo selese tiga hari?). Seperti kata orang telkom, "komunikasi pangkal kaya." Jangan cuma
omongan-omongan kating aja yang kita catet trus bagiin ke grup, tapi bahkan notulensi musang
aja gaada. Kalo omongan kating selalu dianggep arif dan penuh kewaskitaan, tapi saran dan
kritik temennya yang 'bergesekan' dengan pandangan dan kebijaksanaan kating dijudge dan
diremehkan. Jadinya kayak omongan-omongan kating itu lebih berharga daripada omongan
temen-temen kita, padahal mah ga gitu juga. Saling mendengarkan gaes, itu kuncinya.

Jumat, 13 September jam 3 pagi


Akmal, gabisa tidur

Anda mungkin juga menyukai