Anda di halaman 1dari 141

1|Martua P.

Butarbutar
Gerak UOUS
Idealisme, Komitmen, Intuisi, Cita

Penulis: Martua P Butarbutar


Editor: Juan P Siagian

Tahun 2021

2|Martua P. Butarbutar
DAFTAR ISI

CATATAN
PENGANTAR

I. GMKI KINI DAN MASA DATANG


II. MENJADI GARAM DAN TERANG
III. GMKI DAN PERANAN SOSIAL
IV. GMKI DAN OIKUMENISME
V. POLITIK DALAM UMAT KRISTEN
VI. DEMOKRATISASI DAN KEKRISTENAN
- GMKI dan Kehidupan Demokrasi
- Kritik dan Kekritisan Dalam Kehidupan
VII. OIKUMENISME DAN KEKRISTENAN KITA
- Kekristenan dan Kehidupan Sosial Masyarakat
- Oikumenisme Kekristenan
VIII. PANCASILA DAN STABILITAS POLITIK DAERAH
- Pemantapan Nilai Pancasila
- Keterkaitan Hubungan Sosial
PENUTUP

3|Martua P. Butarbutar
NOTE
GMKI hanya batu loncatan, bukan tujuan akhir. Mungkin banyak
yang setuju dengan pernyataan saya ini. Tetapi saya yakin juga banyak
yang tidak setuju, terutama teman-teman yang sedang asyik ber-GMKI,
sedang bereuforia melayani di GMKI sebagai pengurus atau anggota
biasa. Sepertinya adalah suatu kebanggaan bisa menggunakan kordon
dan baret GMKI. Sedanga semangat-semangatnya melalui GMKI bisa
berbuat banyak bagi gereja, perguruan tinggi dan masyarakat. Tidak
ada salah yang dengan itu semua. Namun jangan lupa, berGMKI ada
masanya, dan masa-masa yang lebih penting adalah justru ketika kita
sudah menyelesaikan kuliah, menyelesaikan berGMKI sebagai anggota
biasa dan masuk ke dalam kehidupan bermasyarakat. Ya, GMKI adalah
tempat belajar untuk mempersiapkan diri kita terjun ke masyarakat.
Jangan jadikan GMKI tujuan akhir.

Kalau kita belajar berGMKI dengan baik, maka ketika masuk ke


masa kehidupan bermasyarakat kita akan memiliki pondasi yang baik.
Punya pengalamanan berorganisasi yang bisa diterapkan dalam
pekerjaan. Paham bagaimana harus berkehidupan yang oukemenis di
tengah-tengah pluralisme. Memiliki idealisme yang tinggi untuk
berpolitik dengan santun. Menurut saya, di buku ini Bung Martua
mengupas hal-hal dasar bagaimana berGMKI yang baik, apa itu
idealisme ber-GMKI. Kemudian Bung Martua memetakan posisi kader
GMKI di masyarakat ketika harus menerapkan idealismenya di tengah-
tengah masyarakat yang plural. Buku ini pada akhirnya mengajarkan
bagaimana kita menjadi kader GMKI yang baik, justru setelah selesai
ber-GMKI. Saat di mana orang lain melihat hasil kita ber-GMKI dan kita
bisa dengan bangga menyatakan, “Saya belajar di GMKI.”

Jakarta, Juni 2021

Samuel Pasaribu, ST

4|Martua P. Butarbutar
Praktisi Telekomunikasi
Mantan Ketua Cabang GMKI Palembang
Mantan Pengurus Pusat GMKI

Martua P. Butar Butar saya kenal sebagai aktivis yang rajin dan
mau bercanda di tengah tengah acara GMKI yang berlangsung tahun
1990an lebih bernuansa formal. Ketekunan Martua mencatat dan
menghayati terminologi oikoumenisme dan nasionalisme pada 1990an
hingga 2000 an yang kompleks dan “berat“ sesungguhnya mesti
diacungi jempol. Tidak semua mahasiswa yang berorganisasi memiliki
energi dan kesanggupan untuk menekuni topik perbincangan yang
terkait dengan urusan negara, bangsa dan gereja. Martua adalah bagian
yang berbeda, ia diberikan kecukupan waktu dan pemahaman agar
mengumpulkan topik-topik perbincangan publik yang mengemuka di
kalangan aktivis mahasiswa kristen. Setidaknya terdapat dua hal dua hal
besar yang riuh rendah diperbincangan oleh mahasiswa kristen saat itu
yaitu oikoumene dan nasionalisme.

Sebagaimana diketahui bahwa mahasiswa yang berorganisasi di


GMKI berasal dari beragam sukubangsa dan bermacam-macam pula
bidang ilmu yang meraka pelajari. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya
dan menantangnya bagi sang mahasiswa untuk menyelami dua
terminologi oikoumene dan nasionalisme. Mungkin bukanlah suatu
masalah rumit bagi mahasiswa yang berasal dari ragam ilmu sosial,
namun bagaimana bagi mereka yang berkutat dengan arah buku
eksakta, marketing dan teknologi mungkin saja mereka kesulitan. Sudah
pasti jalan keluarg bagi mahasiswa untuk mempelajari sesuatu selalu
berlaku peptah dimana ada kemauan tentu saja ada jalan. Nah, pada
masa muda itulah kesetiaan kaum muda mau belajar yang bukan sambil
lalu namun sungguh sungguh menggumuli dan mendalami kedua topik
besar tadi tentu akan memberikan manfaat bagi mahasiswa itu sendiri
dan memperkuat wawasannya berorganisasi di GMKI.

5|Martua P. Butarbutar
Tahun 1998 riuh dengan gelombang gerakan reformasi untuk
menurunkan rezim otoriter, di kalangan civitas GMKI juga arah diskusi
dan percakapan sedikit banyak menggali arah kontribusi aktivis GMKI
bagi konteks perjuangan pada zamannya. Oikoumene dan nasionalisme
seakan jadi kemudi bagi pemikiran yang berlaga dalam gelanggang
reformasi Indonesia kala itu. Beruntunglah mahasiswa yang memiliki
kedalaman pengetahuan memahami Oikoumene dan nasionalisme.
Manakala pemikiran tersebut melekat dan berurat berakar dalam hati
dan benak sebagian besar aktivis GMKI, mereka memiliki pengetahuan
dan keahlian bagaimana menyikapi topik hangat dan terkini mengenai
reformasi saat itu.

Euforia Reformasi 1998 banyak menyisakan pelajaran berharga


bukan saja bagi aktivis mahasiswa yang menjadi pelaku langsung ,
namun bagi aktivis mahasiswa masa kini pun masih relevan. Saya tidak
akan terlalu jauh mengulas riuh rendah peranan mahasiswa 1990an
hingga 2000an, saya ingin mencatat bahwa tradisi GMKI untuk memilah
dan mengedepankan topik-topik yang bersinggungan dengan realitas
bangsa, masyarakat, gereja dan perguruan tinggi seringkali dibungkus
dalam menggali dua bagian pikiran oikoumen dan nasionalisme yang
saya sebutkan di atas. Kader GMKI yang mampu memahami ciri
organisasinya yang bergerak pada dua ranah tadi akan menjadi aktivis
yang mampu melihat cakrawala yang lebih luas. Mereka adalah
bagaikan aktivis yang berdiri di pundak para raksasa pemikiran dua arus
tersebut. Tentu saja GMKI tidak diajak untuk terlalu fanatik pada dua
arus pemikiran itu, justru aktivis GMKI diminta berpikr kritis untuk
merefleksikan apakah pemikiran itu masih konst=tekstual dan relevan.

Martua pada buku ini juga mengetengahkan pendekatan yang


lazim digunakan oleh petinggi GMKI baik pada aras Pengurus Pusat dan
Pengurus Cabang melalui kegiatan Audiensi. Pada sisi lain meskipun
marak terjadi demonstrasi yang tumpah ruah di jalanan> Aktivis GMKI
memiliki berbagai ide dan 1001 cara menyampaikan dan
mengungkapkan pendapat mahasiswa. GMKI tetap menjalin

6|Martua P. Butarbutar
komunikasi yang elegan dengan pemimpin daerah maupun tingkat
pusat melalui audiensi yang elegan. Namun tak dapat disangkal tahun
1990an hingga 2000an warnanya dan ‘tone‘ gerakan mahasiswa
sungguh warna- warni. Tugas kitalah yang mengawal dan memastikan
bahwa reformasi yang diprakarsai oleh mahasiswa pada masa itu dapat
kita kawal hingga saat ini. Dan Martua satu dari sebagian dari aktivis
GMKI yang memelihara tradisi mengumpulkan pemikiran-pemikiran dan
terminologi yang berkembang pada masa mereka menjadi aktivis
mahasiswa. Upaya mengumpulkan dan mencatat aktivitas serta macam
ragam dari peristiwa masa lalu adalah upaya yang mesti diapresiasi.
Jangan sampai cerita itu menjadi puing-puing yang berserakan tanpa
arah, dan menyulitkan para penerus GMKI untuk menyelami dan
memahami peristiwa masa lalu agar dia mampu bercermin dengan
keaadaan mereka yang hari berkesempatan sebagai aktivis GMKI.

Palangka Raya, Juni 2021.

Yanedi Jagau
Mantan Pengurus Pusat GMKI
Direktur Borneo Institute

Selamat atas penulisan buku dari saudara Martua. Semoga apa yang
menjadi bagian isi buku ini, bisa menjadi perhatian dan pembelajaran
untuk kader GMKI. Saya senior GMKI Medan dan kini menjadi bagian
dari senior GMKI Batam, Provinsi Kepri. Saya melihat, keberadaan buku
ini bisa menjadi role dalam pembangunan organisasi. Buku ini
memberikan pesan moral dan garis-garis penting untuk menjaga
eksistensi GMKI tidak keluar dari kediriannya sebagai organisasi yang
bergerak, membawa nama mahasiswa (intelektual), kekristenan dan ke-
Indonesia-an (nasionalisme). Selamat dan sukses untuk kehadiran buku
ini dalam memberikan pencerahan bagi kaum muda kristen ditengah
tantangan globalisasi dengan perkembangan teknologi, yang juga terus
bergerak maju.

7|Martua P. Butarbutar
Ir Onward Siahaan, SH, MHum
Perkumpulan Senior GMKI Kepri
Pengusaha-Politisi

Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpilih. Demikian saya melihat


buah pikir dari tulisan saudara Martua ini. Butuh waktu buat saya untuk
menuliskan komentar ini mengingat materi yang disajikan penulis bukan
sekedar tulisan biasa. Banyak sekali aspek dan implementasi di medan
pelayanan GMKI yang bisa kita rasakan ketika membaca buku ini. Buku
ini menyajikan semesta ber GMKI sekaligus bisa menjadi buku biru
(panduan) dalam kita berpikir, bertindak sekaligus berempati dalam
medan pelayanan kita. Pada akhirnya, apakah kita sekedar terpanggil
menjadi anggota saja, atau kita akan terpilih menjadi bagian darah biru
GMKI yang terus menyuarakan suara kenabian ditengah masyarakat
Indonesia dan dunia, adalah pilihan ditangan kita semua. Buku ini
sunggug representasi dari kritik, pemikiran, keresahan sekaligus ide
dalam mereposisikan Kembali apa yang kita sajikan dalam aspek
pelayanan kita selama ini. Selamat buat saudara Martua Butar-Butar,
dan terimakasih dan hormat saya atas tulisan yang kalua meminjan
istilah sekarang, isinya daging semua!

Juan Siagian, SE
Coach & Motivator
Mantan Ketua Cabang GMKI Palembang

Mencoba membaca arah pikiran saudaraku teman sepergerakan Martua


Butarbutar bahwa Pemuda Kristen tidak boleh hanya sekedar ada
(existance) tapi juga punya kepekaan terhadap hidup (living). Hidup
pemuda Kristen di era milenial ini adalah hidup yg penuh dengan
tantangan maka menjawab itu pemuda Kristen harus mengasah dirinya,

8|Martua P. Butarbutar
melatih dirinya agar adaptif sehingga bisa menjawab arus perubahan
zaman. Pemuda Kristen juga bukan hanya punya tanggung pribadi tapi
juga jawab kebangsaan yaitu mendorong pluralisme juga
multikulturalisme menuju Indonesia yg damai sejahtera, semua ini
harus bertumpu pada Firman Tuhan dengan memprakarsai kebaktian
kebaktian sebagai pembentukan pribadi pribadi ilahi. Jadi buku ini
yhendak menyatakan bahwa proses perjuangan pemuda Kristen dalam
menggumulu panggilan dan pengutusanNya harus bertumpu pada nilai
nilai kekritenan. Selamat berkarya dalam karya Tuhan Yesus jurusslamat
kita adinda Martua Butarbutar. Ut Omnes Umum Sint'. Shalom.

Edwin Moniaga, SH, MH


Dosen
Senior GMKI Manado
Mantan Pengurus Pusat GMKI

Melalui buku ini, kedepan orang kristen, selain kader GMKI, bisa lebih
mengenal dan memahami GMKI. Seperti apa GMKI yang sebenarnya,
bisa kita pahami lebih dalam, melalui buku ini. Tentu selain
eksistensinya di luar, namun apa yang menjadi tuntutan organisasi, hisa
dipahami dalam buku ini. Perkembangan teknologi tidak akan
menghilangkan esksistensi GMKI. Perkembangan zaman, harus menjadi
bagian dari GMKI dan sebaliknya, GMKI menjadi bagian dari
perkembangan zaman itu. Tapi kekristenan yang menjadi roh GMKI
tetap harus eksis untuk menjaga kader-kader, sebagai anak Tuhan yang
bertumbuh. Buku ini bisa bisa menjadi bacaan untuk menambah
wawasan kader GMKI. Kembali, isinya buku ini bisa menjadi pegangan
dalam pergerakan di organisasi, terutama dalam medan pelayanan
GMKI. Syalom.

Christo E Sitorus, SH, MH


Hakim Pengadilan Negeri Batam

9|Martua P. Butarbutar
Senior GMKI Palembang

GMKI boleh saja sudah berumur 71 tahun, tetapi semangat gerakan


tidaklah berubah; semangat seorang kader setia. Situasi dan kondisi di
tiga medan pelayanannya sudah pasti bertransformasi seiring zaman
tetapi orientasi dan ciri dasar pergerakan tetaplah sama; oikumenis,
kritis dan obyektif.

Untuk terus hidup dan relevan di zamannya, GMKI memang harus


menyesuaikan diri (adaptif) dengan lingkungan medan pelayanannya:
perguruan tinggi, gereja dan masyarakat, tetapi tidak perlu
menyimpang dari garis tugas panggilannya; marturia, koinonia dan
diakonia. Cara yg akan berubah, tujuan haruslah setia dengan cita cita
pendiriannya.

Kumpulan tulisan yang dibukukan adinda Martua Butarbutar


mengungkap pemikiran seorang kader tentang GMKI. Poin poin di atas,
saya extract dari artikel artikel di buku tersebut. Saya pikir, buku ini
sangat perlu kita baca untuk mengingatkan kita akan apa dan
bagaimana seharusnya berGMKI. Kendatipun banyak ditulis di
penghujung abad 20, terasa tetap relevan di abad 21 ini.

Viator Butarbutar
Dosen
Senior GMKI Pekanbaru

Saya mengenal Adinda Martua Butarbutar ini tahun 2003 akhir, saat dia
ke Batam. Setelah saya tahu dia pernah ber GMKI dan pernah Ketua
GMKI Palembang. Komunikasi kami intens. Menjadi teman diskusi
terkait dengan pergerakan di Batam, Provinsi Kepri. Hingga kami
bergabung di GAMKI tahun 2004 dan dibeberapa organisasi Kekristenan
lain sampai saat ini.

10 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Buku yang dirajut Martua ini, menjadi cerminan apa yang baik dan ideal
dalam pergerakan GMKI. Ada prinsip-prinsip yang harus tetap dalam
pergerakan GMKI. Semoga kehadiran buku ini, mampu membuat,
mendorong dan menjaga kadernya menjaga idealismenya. Hidup
ditengah tengah kondisi masyarakat Batam yang pluralisme tidak
membuat kita ini tercecer.

Pasca mahasiswa, kader atau senior GMKI bisa tetap bis menonjol
dalam dunia kita, seperti halnya saudara Martua dalam dunia kerjanya.
Saya berharap Martua ini terus konsisten dengan prinsip hidupnya yang
selalu dilandasi kebenaran dan idealis, begitu juga konsisten
membesarkan keberadaan GMKI di bumi segantang lada provinsi Kepri
ini dengan tetap konsisten membesarkan dan berperan aktif di
Perkumpulan Senior GMKI Kepulauan Riau.

Ferry M.Manalu
Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Kepri
Forum Senior GMKI Kepri

Membaca buku ini membuat kita meyadari tantangan GMKI dalam era
globalisasi ini. Tidak dapat dipungkiri kehadiran teknologi membuat
pergeseran di berbagai elemen kehidupan, termasuk organisasi. Akan
tetapi pergeseran ini seharusnya menuju ke arah yang lebih baik,
termasuk GMKI. Dalam buku ini juga menuntun kita membuat GMKI
menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Mengutip kalimat dari yang disampaikan penulis, bahwa GMKI bukan


soal untung rugi, tapi melayani. Hal ini yang selalu saya yakini ketika
menjadi pengurus, tetapi terkadang dilematis. Tetapi tujuan GMKI yang
menghadirkan syalom Allah juga menguatkan dan tetap konsisten
dalam menjadi pengurus.

11 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Selain itu, kehadiran buku ini juga bisa menjadi penguatan bagi para
pembaca baik itu kader GMKI ataupun yang bukan. Karena tidak hanya
sekedar terori namun juga disertai sharing pengalaman yang berharga
dari penulis ketika menjadi pengurus ketika itu. Semoga pembaca juga
merasakan hal yang sama. Selamat berkarya selalu senior, bang Martua
Butar Butar. Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian, Ut Omnes
Unum Sint, Syalom.

Margaretha Nainggolan
Mantan Sekretaris Cabang GMKI Batam

Membaca buku ini membuat kita meyadari tantangan GMKI dalam era
globalisasi ini. Tidak dapat dipungkiri kehadiran teknologi membuat
pergeseran di berbagai elemen kehidupan, termasuk organisasi. Akan
tetapi pergeseran ini seharusnya menuju ke arah yang lebih baik,
termasuk GMKI. Dalam buku ini juga menuntun kita membuat GMKI
menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Mengutip kalimat dari yang disampaikan penulis, bahwa GMKI bukan


soal untung rugi, tapi melayani. Hal ini yang selalu saya yakini ketika
menjadi pengurus, tetapi terkadang dilematis. Tetapi tujuan GMKI yang
menghadirkan syalom Allah juga menguatkan dan tetap konsisten
dalam menjadi pengurus.

Selain itu, kehadiran buku ini juga bisa menjadi penguatan bagi para
pembaca baik itu kader GMKI ataupun yang bukan. Karena tidak hanya
sekedar terori namun juga disertai sharing pengalaman yang berharga
dari penulis ketika menjadi pengurus ketika itu. Semoga pembaca juga
merasakan hal yang sama. Selamat berkarya selalu senior, bang Martua
Butar Butar. Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian, Ut Omnes
Unum Sint, Syalom.

12 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Memikul salib sebagai pengikut Kristus adalah suatu hal yg sangat sulit
di masa sekarang. Kehidupan kaum muda yang penuh dengan
pengaruh lingkungan dan tantangan arus kehidupan kaum muda yang
cenderung menjauhkan kaum muda dari Tuhan menjadi tantangan
tersendiri. Melayani dan menjadi saksi kristus lewat pergerakan menjadi
wujud nyata pikul salib bagi kaum muda. Buku ini sangat menginspirasi
kaum muda Kristen yang bergabung di GMKI, bagaimana melayani
Tuhan di 3 medan pelayanan (gereja, masyarakat dan perguruan
tinggi). Semoga setiap orang yg membaca nya, khususnya kaum muda
dapat terus di ingatkan bahwa pergerakan kita belum selesai..Tinggi
Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian. UOUS...

Margareth Silvia Hutabarat, SH


Mantan Bencab GMKI Palembang

13 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Buku ini menjadi kenangan atas pemahaman terhadap eksistensi pergerakan
bersama GMKI saat itu. Memahami, organisasi itu akan selalu dinamis. Ada
tantangan atau hambatan. GMKI itu bukan hanya sebuah organisasi, tempat
berkumpul mahasiswa kristen. Ada misi orang-orang percaya kepada Tuhan
Yesus, untuk menghadirkan Syalom Allah. Sebagai generasi muda Kristen,
ada proses yang terjadi, sehingga dia hidup dan bergerak sebagainamanya.

Dipersembahkan untuk kader GMKI yang selalu berkomitmen dengan


pelayanan. Untuk bacaan, yang pada saatnya bisa memahami tentang
pelayanan di organisasi ini. Baik menjadi bagian atau tidak bagian secara
langsung, dari GMKI.

14 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Sukses Selalu Untuk Keluarga Besar Sigaol, Tobasa.
Selalu dalam doa untuk N Dermawan Manurung, G Hannah P Butarbutar,
Evelyn Tesalonika P Butarbutar, Matthew P Butarbutar, Hobby P
Butarbutar/Lasmaida Tampubolon dan keluarga. Keluarga Op Juventus
Butarbutar dan Keluarga Op Irma Butarbutar, Op Gloria (T Manurung)/br
Aruan dll

15 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
PENGANTAR

Seorang pengusaha dan investor Amerika , Mark Cuban,


mengatakan, tidak ada yang pernah mengubah dunia dengan
melakukan apa yang dilakukan orang lain. Itu prinsip dan keyakinan
seorang dan atau mungkin banyak orang. Mengubah dunia, menjadi
tujuan akhir dari filosofi itu. Namun, sebelum tujuan akhir, maka ada
banyak kebijakan, tindakan yang akan berjalan, sebagai proses menuju
tujuan akhir. Sebelum mencapai tujuan, proses yang akan berjalan,
orang, kumpulan orang atau elemen atau organisasi harus melakukan
proses dengan baik. Disinilah GMKI menjaga nilai-nilai kehadirannya
sebagai organisasi yang bergerak dengan mempertahankan visi dan
misinya, sebagai tujuan akhir.

Sama halnya dalam beberapa kesempatan bincang-bincang


dengan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Jumaga Nadeak,
di kediamannya, dia memberikan pandangan atas GMKI kini.
Memberikan catatan penting untuk selalu dilakukan GMKI, selalu eksis
ditengah masyarakat. GMKI diharapkan, hadir sebagai elemen
masyarakat, yang membawa eksistensi umat Kristen dengan suara
yang mencermikan idealismenya. Bergerak dan bersuara sebagai
bagian dari masyarakat Kristen dan Indonesia. Berdiri didepan dalam
kesempatan untuk menyatakan yang benar dalam perjuangan
keumatan hingga cita-cita Indonesia yang pluralis.

UOUS yang menjadi bagian dari judul buku ini, merupakan


kepanjangan dari Ut Omnes Unum Sint. Motto GMKI dan terukir dalam

16 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
logo organisasi ini, yang tidak lepas dari visi dan misi organisasi, yang
hidup ditengah medan layannanya. Ut Omnes Unum Sint, berasal dari
bahasa Yunani, yang terjemahan bahasa Indonesia, Supaya Mereka
Semua Menjadi Satu. Asa pergerakan UOUS menjadi harapan, sekaligus
tantangan dimasa depan. Ditengah pergerakam organisasi. Saat masyarakat
akan sibuk dengan teknologi yang menghubungkannya dengan komunitas
digitalnya atau dunia digital, maka organisasi apapun akan mendapat tantangan
sendiri. Sehingga, kesiapan mereka akan mendesain pergerakan sangat penting.

Intuisi, idealisme, komitmen dan Cita menjadi bagian yang tidak


terpisahkan proses yang dijalani kader GMKI, dalam langkahnya
sebagai organisatoris. Disisi lain, nilai organisasi tidak berubah sebagai
bagian perjuangan mencapai visi dan misi. Sehingga, banyak cara bisa
dilakukan, namun tujuannya tetap satu, untuk visi GMKI. Garis pergerakan
tidak akan hilang oleh perkembangan zaman.

Materi buku ini merupakan ide yang muncul pada tahun 1998 sampai
2000. Tulisan didalamnya, merupakan tulisan lama, yang sebagian besar belum
terpublikasikan. Ada juga diantara tulisan, yang terpublikasikan di media cetak.
Tulisan-tulisan saya yang lama itu, dikumpulkan tanpa mengubah lagi isinya,
dengan maksud untuk menjadikan, sebagai buku digital.

Menjadikan buku ini, sebagai kenangan atas ide atau pemikiran yang
muncul saat aktif di GMKI. Namun harapan, bisa menambah pemahaman atau
wawasan atas mereka yang membaca, terutama dari kalangan muda GMKI dan
yang masih aktif di GMKI. Sehingga, tata bahasa didalamnya belum berubah
seperti halnya saat aktif memimpin kepengurusan GMKI Palembang.

17 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Pada materi buku ini, ada saya bahas terkait kemasyarakat, ke-
Indonesia-an dan politik. Namun, topik-topik itu juga tidak lepas dari
kehidupan GMKI dan kadernya. Namun topik-topik itu saya sajikan, lebih pada
nilainya. Demikian dengan topik yang membahas terkait dengan kehidupan
gereja ditengah-tengah dinamika sosial politik di Indonesia saat awal reformasi.
Tapi masih tetap relevan untuk menjadi renungan dalam kehidupan GMKI
dewasa ini.

Rangkaian isi ini kemudian disusun dengan bantuan senior GMKI


Palembang, Juan P Siagian, untuk mengedit. Tentu, dengan masa-masa yang
sudah dilalui bersama di GMKI, beliau akan bisa memahami materi buku ini.
Sehingga, jika ada yang kurang sesuai, dapat mengoreksi untuk perbaikan atau
pengembangan materi.

Perkembangan teknologi diera digital saat ini, mendorong penulis untuk


merangkai tulisan yang sebelumnya belum terpublikasiakn, untuk menjadi buku
digital. Mengeluarkan dari tumpukan lembar-lembar tulisan lama saya. Tulisan-
tulisan itu menjadi bagian dari ide atau pemikiran, yang muncul dulu, saat aktif
di organisasi bernama GMKI. Tidak ada perubahan yang berarti saya lakukan,
untuk mengubah isi atau gaya penulisan isi dan konten buku.

GMKI merupakan organisasi yang dinamis dan memiliki nilai dalam


setiap pergerakan, untuk menghadirkan syalom Allah. Ditengah perkembangan
zaman, terutama teknologi digital, dia harus tetap hidup dengan mengikuti
perkembangan itu. GMKI bisa menyesuaikan pergerakan dengan
perkembangan teknologi itu.

Tehnologi hanya bagian dari cara dan bukan tujuan. Nilai-nilai dasar
GMKI tidak bisa bergeser, apa lagi hilang. Nilai-nilai yang menjadi cermini visi

18 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dan misi GMKI itu, harus tetap hidup, terpelihara dan berkembang dalam dunia
ke-mahasiswa-an. Sehingga, mahasiswa dimasa mendatang, menjadi anak-anak
Tuhan, yang menyerahkan diri pada perkembangan teknologi.

Selain teknologi yang menjadi tantangan dalam menjaga eksistensi


GMKI, tentu tantangan lain juga ada di tiga medan layanannya. Namun
tantangan-tantangan itu harus dilalui GMKI, untuk menjadikannya, sebagai
organisasi yang lebih besar dan tetap eksis dalam membantu mahasiswa, hidup
dan berkembang dengan tujuan bersama, menghadirkan Syalom Allah.

Buku ini tidak tulisan menjadi tulisan hebat dan pemaparan mendalam,
namun setidaknya bisa menjadi satu refrensi, sebagai sumbangan pemikiran.
Buku ini juga tetap memperhatikan refrensi pendiri dan penggerak GMKI
dalam sejarah hidupnya.

Sebagai kata akhir, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas


kebersamaan untuk semua kader GMKI, atas eksistensi bersama dimasa
sebelumnya, baik sebagai kader dan pengurus di GMKI Palembang. Kembali
ucapan terima kasih terlontar untuk bang Juan Siagian serta senior GMKI yang
memberikan endorsement atau pandangan/catatan atas eksistensi GMKI.

Semua senior yang menyampaikan endorsement, mewakili generasi


kepengurusannya, akan melengkapi pandangan atas buku ini. Termaksud
kepada mantan Pengurus Pusat GMKI di zamannya, yang memberikan
endorsment. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi eksistensi GMKI
kedepan.

Terima kasih untuk rekan-rekan BPC GMKI Periode 1997-1999,


periode 1999-2001 dan periode 2001-2003. Rekan-rekan pimpinan organisasi

19 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Kelompok Cipayung, tahun 1999-2001. Serta pimpinan cabang GMKI dari
wilayah lain serta Pengurus Pusat GMKI periode 2000 sampai 2002.

Batam, Juni 2021

Martua P Butarbuta

20 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI KINI DAN MASA DATANG

Pertanyaan seputar kekwatiran akan kehidupan GMKI dimasa yang


akan datang belakangan ini semakin berkumandang, dimana ada semacam
kekwatiran apakah GMKI masih ada pada 20 tahun mendatang atau hanya
namanya ada tetapi secara ciri gerakan dia mati. Hal itu tentunya sangat
kontradiktif dengan apa yang diharapkan oleh Dr. Johanes Leimena’ dalam
pidatonya pada tanggal 9 Februar 1950 dalam momentum rekonsiliasi antara
CSV of Java dan PMKI yang melahirkan GMKI.

Dimana, Johanes mengatakan, “GMKI jadilah pelopor dari setiap


kebangkitan yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia, GMKI
jadilah tempat pelatihan (loerschool) bagi setiap orang yang peduli dan ingin
bertanggungjawab bagi kelangsungan hidup bangsa ini “dengan demikian ia
mengakar baik dalam gereja, maupun Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai
bagian dari Iman dan roh, ia berdiri ditengah-tengah dua Proklamasi :
Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan injilNya dan Proklamasi Kemerdekaan
Nasional”.

Dalam pernyataanya tersebut GMKI diharapkkan menjadi ujung tombak


dari perubahan, dia menjadi terang dan garam ditengah medan pelayananya.
GMKI tidak sekedar menyemarakkan keberadaan organisasi mahasiswa dan
pemuda tetapi memberikan wama, rasa dan terang ditengah kehidupan medan
layanannya.

Perjalanan organisasi (GMKI) yang sudah cukup panjang tentunya


dilalui dengan jatuh bangunnya organisasi yang sesungguhnya bila direspon

21 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
secara positif akan membangun kedewasaan. GMKI hidup diantara tiga dunia
yang saling berkaitan yaitu : dunia mahasiswa, dunia kekristean dan dalam
masyarakat indonesia yang pada hakekatnya visi untuk mencapai dan
memelihara kesejahteraan manusia yang berkumpul didalamnya.

GMKI yang memposisikan diri sebagai pelaku pelayan ditengah medan


layanannyammerupakan kompieksitas dari kedirian kader gerakan diatas
tanggungjawab bersama untuk gereja masyarakat dan perguruuan tinggi.
Fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini
merupakan sebuah pergumulan bersama anak bangsa dan bukan semata-mata
tanggungjawab politisi serta birokrat. Disini kembali GMKI digugat sebagai
gerakan kader.

Dalam buku Revitalisasi Eikumene Di Indonesia yang diterbitkan PGI


yang menggugat keberadaan GMKI yang dulunya menjadi sumber kader
pemuda kristen. Bagaimanapun permasalahan yang dihadapi tidak terlepas dari
eksistensi GMKI sebagai gerakan kader. Fenomena politik di indonnesia yang
diwarnnai dengan banyaknya KKN olleh ambruknyya moral para politisi dan
birokrat telah membawa GMKI pada refleksi identitas gerakan yang juga
diwarnai kader gerakan sebagai gerakan yang hidupp secara individu dan
menjadi gereja yang incognito.

Tidak bisa dipungkiri bahwa isu KKN tidak terlepas dari kader GMKI
yang juga kader gereja. Aktualisasi kehadiran GMKI dalam kehadiranya
ditengah masyarakat harus dilihat sebagai bentuk kongkrit dari sebuah upaya
perwujudan syaloom Allah. Belakangan bahwa fenomena kehadiran GMKI
yang memposisikan sebagai gerakan moral kembali diguggat. Apakah cukup
bagi GMKI untuk membuat perubahan dimasyarakat dengan sebuah gerakan
moral?

22 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Sebagai sebuah organisasi yang mempersiapkan kader-kader gerakan
yang paripurna (kreatif, kritis, positif, realistis dan berperilaku etis) sebagai
terang dan garam maka upaya persiapan dan pembinaan merupakan ujung
tombak kehidupan organisasi disampim mempersiapkan genarasi penerus
bangsa juga demi kesinambungan hidupnya. Dengan demikian maka
mahasiswa (kader GMKI) menjadikan GMKI sebagai wadah untuk
meningkatkan kemampuan, ketrampilan serta kualitas intelektualnya.

Sebagai elemen pergerakan, komitmen GMKI untuk mengisi pergulatan


pergerakan dalam kampus cukup jelas, hal ini tertuang dalam medan pelayanan
GMKI yang menempatkan wilayah kampus_ sebagai kancah strategis untuk
mengaktualisasikan visi dan misinya. Basis kekuatan dari pergerakan kampus
adalah kemampuan mengolah wacana yang berangkat dari pergulatan
intelektual, namun sejauh mana pergulatan wacana itu dapat sampai pada
wacana publik itulah yang sering kali terabaikan.

GMKI harus tetap sebagai gerakan independen, artinya keberpihakan


terhadap keadilan dan kebenaran, merupakan kepentingan yang harus tetap
dijaga. Kehidupan seorang kader GMKI inilah yang akan menjadi cerminan
perwujudan terang dan garam dalam upaya mewujudkan Syaloom Allah dengan
menampakkan wawasan sikap kepribadian Kristiani.

Dalam proses pelayanan GMKI sesungguhnya juga merupakan proses


kaderisasi menuju kader yang paripurna. Pada era globalisasi ketergantungan
antara pribadi masyarakat dan juga antara negara akan sangat kuat. Tetapi tidak
bias di pungkiri bahwa ketergantungan tersebut berangkat dari nilai-nilai
individualistik, dimana ketergantungan itu tercipta akibat begitu kuatnya
pengaruh yang diakibatkan satu pribadi dan satu negara dengan pribadi dan
negara yang lain.

23 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Satu pribadi akan memberikan perhatian terhadap pribadi lain
dikarenakan dia membutuhkan pribadi itu secara sosial politik, ekonomi dan
budaya. Apakah itu salah? Jawabanya tentu tidak tetapi hal itu kurang tepat.
Ketergantungan itu seharusnya bukan karena kita memikirkan diri kita tapi
karena kita memikirkan mereka.

Kalau begitu apa efek dari globalisasi yang menciptakan hegemoni


komersial terhadap GMKI? Tentunya efek yang ditimbulkan ada karena GMKI
hidup dalam dunia yang dihuni oleh manusia-manusia tersebut. Peluang GMKI
dalam mempertahankan kehadirannya sebagai organisasi pemuda, akan
dipengaruhi sampat dimana GMKI dapat melakukan penyadaran terhadap
mahasiswa Kristen. Akan hakekat kehadiran kekristenan dan sampai dimana
GMKI dapat merespon kebutuhan mahasiswa Kristen.

GMKI tidak akan menjadi bagian penting dari kehidupan mahasiswa


apabila tidak dapat memberikan sesuatu yang berarti bagi kehidupan mahasiswa
tersebut. Belakangan ini gugatan terhadap eksistensi agama yang tidak mampu
memberikan kenyamanan, kebahagiaan dan kesejahteraan terhadap kehidupan
umat manusia tentunya juga akan berpengaruh terhadap keberadaan GMKI
yang merupakan organisasi mahasiswa yang didalamnya merupakan kumpulan
dari orang-orang yang percaya terhadap Tuhan Yesus (Kekristenan).

Kader gerakan yang merupakan gereja yang hidup harus memberikan


sumbangan pemikiran penolakan akan hal (agama tidak memberikan
kesejahteraan biarpun menjanjikan) itu dari perilaku hidup. Hidup secara
inklusi ditengah warga negara dan juga warga gereja akan menjadi cerminan
dari perwujudan cita-cita gerakan.

24 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Solidaritas bagi sesama menjadi bagian yang sangat penting. Apakah
bentuk solidaritas itu cukup dilakukan dengan kajian, diskusi, pernyataan
sikap/seruan moral? Ditengah tuntutan akan partisipasi aktih dalam
membangun solidaritas kemanusiaan dalam bentuk diatas, GMKI perlu
mengkaji alternatif Jain dalam membangun solidaritas dalam bentuk kegiatan
yang lebih kongknit dirasakan oleh masyarakat.

Secara iman maka gerakan kita bukan gerakan individu yang terikat
ataupun mengikatkan diri dengan komunitas lainya dikarenakan eksistensi
komunitas lainnya mempengaruhi komunitas kita, akan tetapi gerakan kita
adalah gerakan individu yang tergabung dalam GMKI untuk membangun dan
mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai tanggungjawab iman kita
(Pembukaan AD GMKI Alinea IV)

Sebagai generasi muda,, agen pembaharuaan, aktivis oikumenne yang


mempunyai tanggungjawab imannya atas pembaharuan hidup manusia,, dan
disinilah GMKI dituntut untuk peka dalam melihat fenomena yang terjadi
diketiga medan pelayanannya. Tidak mengherankan GMKI selalu senang
berbicara tentang nasionalisme/kebangsaan karena sesungguhnya tulah salah
satu pilar GMKI.

GMKI adalah bagian integral dari bangsa sehingga apa yang menjadi
pergumulan masyarakat adalah juga pergumulan GMKI. Dalam kehidupannya
GMKI mencoba untuk membuka diri, tidak bersifat ekslusif terhadap orang-
orang yang berbeda. Nilai-nilai perjuangan GMKI inilah yang menjadi
cerminan dari salah satu pilar GMKI yaitu Nasionalisme (sering disebut sikap
kebangsaan) yang merupakan satu identitas kebersamaan, satu sikap mencintai
bangsa dan siap berkorban untuk itu. Sebab, hidup atau hancur sebuah bangsa

25 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
sangat tergantung kepada intensitas nasionalisme rakyatnya. Kekompakan
rakyat berarti kekukuhan negara.

Berkembangnya isu desentralisasi ataupun otonomi cabang harus


disikapi secara hati-hati agar tidak menghilangkan ataupun mengikis nilai-nilai
kolektivitas gerakan. Perubahan dan perkembangan jaman yang terjadi tentunya
tidak akan bias dilepaskan dari GMKI. Isu otonomisasi cabang dipandang
perlu, disamping menanggapi perkembangan jaman juga melihat kebutuhan
organisasi ditingkat cabang yang menghadapi fenomena yang berbeda pula
sesuai konteks daerah tempat cabang berada.

Sistem otonomi GMKI yang membuka peluang pelaksanaan kerjasama


antara cabang dengan luar negeri harus direspon dengan pelaksanaan program
yang lebih menyentuh kemanusiaan untuk membantu mengangkat
kesejahteraan masyarakat dengan pola yang lebih praktis (tidak selamanya dari
diskusi kediskusi tetapi dari diskusi ke kejian dan aplikasi).

Mungkin bagi sebagian orang permasalahan birokrasi dan aturan seperti


ini tidaklah populis tetapi jangan lupa bahwa tidak biasa disangkal sekalipun
bukan kebenaran sejati tapi sejarah membuktikan di Indonesia, bagaimana
begitu reformasi bergulir maka kreativitas pemuda meledak dengan
menjamumya organisasiorganisasi pemuda/mahasiswa.

Hanya dalam proses internalisasi mereka tidak begitu peduli dan


terkadang mengkritik organisasi seperti GMKI yang memandang perlu
birokrasi, penatalayanan organisasi. Bagi mereka fungsi organisasi yang
terpenting dalam pergerakan yang menyentuh permasalahan yang terjadi
ditengah masyarakat. Tapi karena cenderung sifatnya reaksioner maka hidup
dan pergerakannya juga tidak bertahan lama. Mereka tidak mau terikat birokrasi

26 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
organisasi dan memandang pendidikan kader yang lebih penting adalah
pendidikan yang diperoleh oleh aktivisnya dari keterlibatan pada pergerakan
organisasi ditengah masyarakat yang dilanda masalah.

Ketika masalah telah terselesaikan, mereka kebingungan untuk mencari


format pergerakannya. Disinilah GMKI perlu belajar dan kehadiranyapun
memang bukan hanya menjawab permasalahan yang dihadapi medan
pelayanannya, tetapi juga bagaimana mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan itu.

Untuk melaksanakan hal itu maka organisasi juga butuh kekuatan untuk
berdiri dan bergerak. Maka disinilah peraturan main organisasi yang
menertipkan untuk lebih teraturnya fungsi perangkat organisasi dan bukan
menghambat Jangan karena kecenderungan masyarakat Kristen kearah
fundamentalis maka GMKI juga mengubah pola pergerakannya, tetapi GMKI
harus bersama dengan masyarakat lainya memberikan penyadaran kondisi
masyarakat yang pluralistic dimana gereja hidup dan harus berbuah. Apakah
kita akan menebar kebencian? Atau cinta kasih yang hidup untuk semua
masyarakat?

Kehidupan GMKI yang berlangsung selama ini dalam medan pelayanan


masyarakat begitu banyak mendapat sorotan ketika GMKI harus mengambil
langkah yang berbeda dari gereja seperti penyampaian pernyataan atas realitas
yang terjadi ditengah bangsa dan negara. Secara lembaga GMKI bukanlah
gereja dan bukan partai politik tetapi warga GMKI merupakan warga gereja dan
warga negara maka GMKI tidak akan menutup mata dengan apa yang terjadi
dimedan layanannya (gereja, masyarakat dan perguruan tinggi).

27 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Pertanyaan seputar kekwatiran akan kehidupan GMKI dimasa yang
akan datang semakin berkumandang hendaknya tidak menyurutkan kita tetapi
lebih menguatkan dan memotivasi. GMKI yang dibangun diatas landasan yang
kuat yaitu nasionalisme dan oikumenisme dan membawa tanggungjawab dari
Tuhan Yesus Sang Kepala Gerakan yang kekal dan tak habis oleh waktu dan
perputaran roda kehidupan akan mampu bertahan apa bila eksistensi diri Sang
Penguasa Dunia itu mampu diaktualisasikan GMKI.

Pilar GMKI inilah sebenamya yang menggiring GMKI dalam


perjalanannya dengan ciri-ciri yang membawa identitas gerakan sebagai
gerakan kader, evagelisasi, moral, oikumenisme untuk memberikan cahaya
terang dan menjadi garam ditengah medan pelayanannya. Paradigma oikumenis
dan nasionalis menyatu, berdialektika, dan saling menguatkan bagi perjuangan
dan pelayanannya dengan mentranspormasikan nilai dan orientasi tujuan yang
tuntas dari semangat kelompok yang primodialistik menuju semangat
kebangsaan yang nasionalistik, yang berakar pada prinsip dan kesepakatan
bernegara.

Hal ini hanya bisa tercapai jika timbul “kesadaran transformatif” untuk
mengembangkan konteks primordial menjadi konteks Indonesia yang melewati
batas-batas primordial tersebut, dimana tidak ada seorang atau suatu kelompok
yang menjadi dominan dan mensubordinasi terhadap yang lain. Dalam frame
seperti ini, fungsi dan peranan setiap institusi masyarakat sangatlah penting dan
diperlukan Kehidupan nasionalis ini juga harus kita warnai dalam GMKI dan
politik pecah belah seperti isu Timur vs Barat kita hindari. Dalam regenarasi
harus kita pegang teguh objektivitas karena organisasi yang dibangun puluhan
atau bahkan ratusan tahun sekalipun akan dapat musnah dalam satu
periode/generasi

28 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI bukanlah Tuhan Yesus yang kekal, GMKI adalah sebuah
organisasi yang terdiri dari orang-orang dan mempunyai sistem yang
berdialektika dengan zaman dan sewaktu-waktu dapat bubar atau hilang
termakan zaman. Pdt, Eka Dharma Putera PhD dalam bukunya Menguji Roh
mengatakan “orang yang hidup visi dan misi yang pasti adalah hidup dengan
penuh isi dan mati dengan penuh arti. Hidup demi prinsip dan mati demi prinsi.
Dan mungkin inilah yang juga diamini oleh Jr. Edward Tanari (Ketua Umum
GMKI periode 1996-1998) pada media Perkantas yang mewawancarainya
ditengah gejolak tuntutan reformasi dimana beberapa pimpinan umat kristiani
menggugat sikap GMKI yang bersikap kritis terhadap pemerintahan pada saat
itu mengatakan,” lebih baik GMKI mati karena ditekan pemerintah daripada
GMKI mati karena tidak berbuat apa-apa sehingga ditinggalkan oleh
mahasiswa”.***

29 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
MENJADI GARAM DAN TERANG

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar dengan apakah dia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain di buang dan diinjak orang. Kamu
adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak akan mungkin
tersembunyi “ Matius 5 : 13-16

Menjadi pengurus di GMKI, tentu punya tanggungjawab tersendiri atas


pergerakan organisasi. Tentunya berbeda ketika hanya sebagai anggota biarpun
sebelumnya saya mengetahui kepanitiaan yang banyak menuntut perhatian dan
konsentrasi. Dalam kepanitiaan saya merasa sebagai anggota biasa dan hal itu
sangat lah sesuai dengan apa yang menjadi realitas dalam kehidupan organisasi.
Tuntutan kepada pengurus memang sangat banyak dan hal itu juga kami
lakukan sewaktu saya masih dalam posisi anggota biasa dengan peran di
organisasi sebagai panitia.

Hal diatas juga saya alami setelah jadi pengurus cabang tetapi dalam hal
ini bukan saya lagi yang jadi penuntut tetapi saya yang di tuntut. Fenomena
yang seperti ini merupakan permasalahan yang begitu sering dihadapi terutama
di GMKI kususnya dalam internal organisasi serta sedikit berbeda dengan
pelayanan GMKI keluar organisasi. Pelayanan GMKI di ketiga pelayanan tidak
lah seperti halnya dalam tubuh organisasi yang cenderung menimbulkan siapa
yang melayani dan siapa yang di layani.

Pemahaman tentang arti pelayanan terkadang diwarnai dengan tuntutan


bagi pengurus untuk melayani, tapi sebaliknya pengurus juga melakukan hal

30 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
yang sama. Fenomena ini tentunya tidak akan timbul tanpa melupakan arti
tanggungjawab. Penyadaran akan tanggungjawab ini sesungguhnya menjadi hal
yang utama dan proses penyadaran ini lah perlu interaksi antar pengurus dan
juga anggota.

Ketika berbicara mengenai pelayanan maka GMKI sebagai organisasi


pelayanan harus memaknai itu sebagai cirinya yang tentunya menjadi ciri dari
civitas gerakan. Gelombang kehidupan di tengah masyarakat, gereja dan
perguruan tinggi yang dijalankan oleh organisasi dan civitasnya harus dengan
suatu aktualisasi iman yang memberikan landasan moral dan etika dalam
dinamika kehidupan organisasi dan pelakunya. Keberhasilan sebuah organisasi
termasuk GMKI bukan di gambarkan oleh lembaga, tetapi oleh civitasnya,
karena GMKI juga merupakan organisasi kader yang menghasilkan kader-kader
sebagai mana yang terdapat dalam anggaran dasar dan tujuan GMKI yaitu:

1. Mahasiswa Kristen dan warga perguruan tinggi lainnya kepada


pengenalan akan Yesus Kristus selaku penebus dan memperdalam iman
dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
2. Membina kesadaran selaku warga Gereja yang esa di tengah-tengah
mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbarui
masyarakat, Manusia dan Gereja.
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan
bertanggungjawb dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah
masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa dan
menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian keadilan,
kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.

31 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Berangkat dari tujuan tersebut maka GMKI hanya merupakan sarana
yang mempersiapkan cara melaksanakan pelayanan di tengah ketiga medan
pelayanannya untuk menjadikan mereka sebagai pelayan-pelayan yang
bertanggung jawab bagi bangsa, masyarakat dan sesamanya sebagai tanggung
jawab yang di berikan Tuhan.
Kalau orang berlomba-lomba ataupun berkompetisi dalam menduduki
jabatan strategis untuk melayani di GMKI, itu sangat wajar dan bukanlah hal
yang melanggar arti dari sebuah pelayanan. Paling tidak efek atau akibat yang
ditimbulkan dan keterlibatan pelayanan itu menjadi sebuah harapan. Jadi
harapan itu ada kalau kita berbuat sesuatu dan bukan menunggu akan terjadi
sesuatu yang lebih baik dengan berpangku tangan karena kompetisi akan
membangkitkan gairah, semangat dan tentunya itu sangat berarti.

Kalau dalam dunia bisnis dia akan berbicara pada untung rugi atau
dengan kata lain “seandainya saya berbuat sesuatu atau memberikan sesuatu,
apa yang saya dapatkan?”. Padahal hakikat dasarnya adalah, ketika kita berbuat
sesuatu berarti itulah pelayanan kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang
berkewajiban untuk memelihara ciptaannya dan mengasihi sesama. Keterlibatan
civitas gerakan GMKI secara langsung dalam aktivitas kehidupan organisasi di
tengah masyarakat, gereja dan perguruan tinggi akan membentuk jiwa-jiwa
pelayan pada diri segenap civitas dan pribadi seorang nasionalis sekaligus
oikumenis.

Kesiapan dan ketangguhan kader ini tentunya tidak datang begitu saja,
dan dalam hal ini GMKI melakukan proses pendidikan kader yang akan
menciptakan kader gerakan sebagai garam dan terang. Proses pendidikan kader
ini dilakukan melalui tahapan sistim kaderisasi yaitu :

32 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
1. Pendidikan kader formal: pendidikan kader yang didapatkan ataupun
dilakukan melalui pendidikan yang terpola dan berkesinambungan
seperti mabim, pola dasar pendidikan kader (PDSPK) GMKI dll
2. Pendidikan kader non formal: seperti keterlibatan di kepanitiaan
ataupun kepengurusan.
3. Pendidikan kader informal: keterlibatan mengikuti diskusi-diskusi
baik antar intern organisasi maupun ekstern organisasi.

Dengan demikian sesuai dengan yang terdapat dalam modul PDSPK


GMKI maka pendidikan kader GMKI tersebut diatas diharapkan dapat
membantu mahasiswa agar menjadi ilmuan dan cendikiawan yang tangguh
serta paripurna didalam menjalankan panggilan imannya yang dapat
menyeimbang kan iman dengan pengetahuan dan teknologi, membantu
mahasiswa agar menjadi ilmuan dan cendikiawan kristen yang dapat
menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab demi harkat dan kesejahteraan
umat manusia dan lingkungannya, membantu mahasiswa agar menjadi ilmuan
dan cendikiawan yang nasionalis dan memahami kedudukannya sebagai warga
Kristen dan warga Negara Indonesia.

Ketiga sistim pendidikan kader diatas sesungguhnya harus dilandasi


oleh suatu tanggung jawab dari setiap kader akan kehidupannya secara pribadi
dalam kehidupan organisasi dan dalam kehidupan di tengah masyarakat yang
pluralis. Apapun yang dia dapat dari proses pendidikan kader tanpa dibebani
oleh sebuah tanggungjawab akan pelayanan maka akan begitu sia-sia dan
tentunya proses pendidikan kader yang berkeseimbangan akan juga
menentukan perjalanan kehidupan organisasi serta kelangsungan hidup
organisasi yang pada akhirnya dapat mencapai visi, misi dan tujuan organisasi

33 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
maupun individu. Dengan sebuah tanggung jawab yang terbeban di pundaknya
maka diharapkan akan tercipta kader-kader yang:

1. Tinggi iman adalah kemampuan menampakkan wawasan sikap


kepribadian kristiani dan menjadi berkat bagi orang lain. Intelektual
bukan dicirikan oleh aktivitas berpikir intrinsik yang dimiliki oleh
semua orang namun oleh fungsi yang mereka jalankan.
2. Tinggi ilmu merupakan kemampuan kader untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kreativitasnya melalui medan pelayanan.
3. Tinggi pengabdian adalah kader yang mempunyai mentalitas mengabdi
sebagai suatu sikap dasar yang cepat tanggap dengan kondisi, yang
karena hasil yang didapatkannya, maka ia mau membagi kepada orang
lain.

Untuk itu ke depan, GMKI secara perlahan harus memperhatikan proses


pengkaderannya, yang mesti menjadi subsitusi dan proses pendidikan formal di
perguruan tinggi. Dengan demikian maka mahasiswa (kader GMKI)
menjadikan GMKI sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan,
keterampilan serta kualitas intelektualnya, karena hal itu sangat penting untuk
dapat menjadi garam dan terang. Untuk menjadi garam dan terang tidak lah
cukup hanya bermodalkan keintelektualan ataupun iman saja tetapi kedua-
duanya harus ada dalam diri setiap kader dengan satu motivasi untuk
pengabdian.

Pelayanan itu merupakan sebuah cara yang begitu jauh dari keinginan
untuk melakukuan sesuatu demi pribadi tetapi berorientasi pada pelaksanaan
tanggung jawab di tengah medan layanan GMKI dan juga dalam kehidupan
sehari-hari, karena Tuhan Yesus juga berkata , barang siapa ingin menjadi besar
di antara kamu, hendak lah ia menjadi pelayanmu dan barang siapa yang ingin

34 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
menjadi terkemuka hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya ( Markus 10:
436). Dari nats alkitab tersebut dengan jelas menggambarkan betapa besarnya
dan berarti kita diantara sesama kita dan dihadapan Tuhan ketika kasih itu
hidup dalam diri kita. Ketika kita menyadari tanggungjawab terhadap
kehidupan sesama ciptaan Tuhan dan memahami alkitab sebagai tangungjawab
yang harus di jalankan untuk kemuliaan Tuhan dengan cara ataupun metode
yang mungkin berbeda dengan seorang penginjil ataupun pendeta. Karena
bagaimana pun kita harus menyadari bahwa kita adalah seorang aktivis
oikumene dan aktivis pelayan Tuhan.

Antara kehidupan organisasi dan civitas nya tentunya tidak akan jauh
berbeda karena civitas akan mencerminkan organisasi. Tanggung jawab civitas
gerakan sebagai umat Tuhan yang bersekutu dalam wadah GMKI tentunya juga
akan membawa lembaga pada penampakan diri di tengah-tengah kehidupan
medan layannya. GMKI harus membawa kader yang di gerakkan kader itu
sendiri pada pelayanan di ketiga medan pelayanannya sehingga secara nyata
GMKI juga tidak hanya bergerak dan berpartisipasi pada komunitas nya
ataupun Kristen saja sebagai mana yang difirmankan oleh Tuhan pada Filipi 2 :
4 “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,
tetapi kepentingan orang lain juga”, dengan demikian kehidupan mahasiswa
Kristen yang melalui GMKI menghantarkan mahasiswa Kristen pada tempat
yang demikian terhormat dari apa yang mereka lakukan, akan membawa
mereka pada apa yang di sebut garam dan terang dunia.

Kaum muda intelektual kristen sebenarnya cukup banyak, tetapi begitu


sedikit yang peduli akan arti kehadiran kaum Kristen terhadap dunia. Mereka
memiliki potensi khusus dengan keintelektualnya, punya potensi
kepelbagiannya dan potensi keberagaman latar belakang kehidupan sosial.

35 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Untuk menjadi garam dan terang maka ada suatu tuntutan yang tidak
terhindarkan buat segenap umat kristiani untuk berinteraksi dengan masyarakat
ataupun linkungan nya (inklusif). Bagaimana pun ketika sudah bersikap
eksklusif maka tanggung jawab yang begitu besar akan terlewatkan dan
tentunya hal itu bukan lah suatu tindakan yang bijak sana dari hamba Tuhan
yang mengaku orang beriman.

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak akan pernah terlepas dari
saling ketergantungan dengan hidup orang lain biarpun dia bersandar kepada
kebesaran Tuhan tetapi dia harus menunjukkan diri sebagai contoh yang
bersandar kepadanya. Pola hubungan manusia ini dilandasi oleh cinta kasih
kepada sesama yang akan membawa manusia kepada keselamatan yang di
ijinkan melalui Kristus Yesus, dan interaksi ataupun rasa tolong menolong,
pengorbanan yang di sertai dengan keikhlasan merupakan manifestasi dari cinta
kasih itu sendiri.

Dalam kehidupan di medan pelayanan gereja dan sebagai anak kandung


gereja maka GMKI meberikan sumbangan pemikiran sebagai partisipasi
terhadap gereja untuk kemajuan pelayanan. GMKI dalam konteks pelayanan
bukan mengambil alih tugas gereja ataupun menggantikan fungsi-fungsi gereja,
tetapi GMKI membantu gereja dalam mengaktualisasikan dirinya ditengah
masyarakat, bangsa dan perguruan tinggi.

Kasih yang menjadi ciri orang Kristen harus berwujud pada kebersamaan
dan tanggung jawab dari antara yang satu dan yang lain. Makanya pengartian
diakonia (melayani) itu tidak sempit pada komunitas tertentu ataupun lembaga
tertentu, tetapi pada semua umat manusia.

36 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Keberadaan ragam organisasi ataupun lembaga kristiani jangan dilihat
sebagai kemiskinan persatuan, tetapi itu merupakan kekayaan yang terbentuk
dari kreativitas yang harus di hargai dan kekayaan itu ada kalau itu dipahami
sebagai suatu kekuatan yang saling berhubungan dan saling mendukung satu
dengan yang lain.

Hanya tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan GMKI di medan layan


gereja terkadang harus berbenturan dengan ketidak pahaman atupun ketidak
berterimaan gereja terhadap eksistensi GMKI ketika GMKI memberikan kritik
dan saran terhadap gereja ataupun sebaliknya. Tetapi itu merupakan suatu cara
yang perlu dilihat sebagai bentuk pelayanan ataupun kepedulian GMKI akan
kemajuan gereja dan kritik atau saran yang di maksud di dasari oleh tanggung
jawab dan kepedulian.

Perlu di ingat bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini baik para
hamba tuhan dalam gereja sekalipun seperti pendeta, penginjil, evangelis yang
menggerakkan kehidupan gereja. Pendeta sekali pun bukanlah Tuhan dan
sangat wajar kalau mereka membuat kesakahan atau kekeliruan. Sepantasnya
mereka juga menerima saran atau kritik dari orang-orang yang bertanggung
jawab atas kekristenan sebagai bahan intropeksi tanpa di iringi oleh egoisme
identitas.

Dalam pelayanan GMKI di medan layanan masyarakat, GMKI tentunya


akan mengambil bagian sebagai bagian dari bangsa dan Negara Indonesia.
GMKI harus berpartisipasi dalam pembangunan dan kehidupan bangsa karena
bagaimana pun itu menjadi tanggungjawab yang harus dipikul. Hal ini juga di
tegaskan oleh pendiri GMKI Dr. Johannes Leimena Dr. J. leimena pendiri sekaligus ketua I
GMKI lahir di lateri, ambon 6 maret 1905.mengikuti kongres pemuda II tahun 1928 mewakili jong ambon
pada
pidatonya pada tanggal 9 Februari 1950 dalam momentum rekonsiliasi antara

37 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
CSV of java dan PMKI yang mungkin harus dilakukan di Indonesia, GMKI
jadilah tempat pelatihan (loerschool) bagi setiaporang yang peduli dan ingin
bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup bangsa ini, dengan demikian ia
mengakar baik dalam gereja, maupun nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai
bagian iman dan roh, ia berdiri di tengah-tengah dua proklamasi : proklamasi
Tuhan Yesus Kristus dengan injilnya dan proklamasi kemerdekaan nasional.

Dari apa yang disampaikan pendiri GMKI tersebut maka dapat kita lihat
beberapa harapan yang yang harus dilakukan GMKI yaitu :

a. GMKI jadi tempat pelatihan yang dalam hal ini menjadikan GMKI sebagai
inkubator pemimpin ataupun kader yang memiliki kompetensi pengetahuan
dan kecakapan ataupun keterampilan pembinaan keintelektualan civitas
gerakan.
b. Pelopor dari setiap kebangkitan dengan kader serta kehidupan organisasi
yang menunjukkan tanggungjawabnya bagi kelangsungan hidup bangsa ini
melalui pelayananya dimasyarakat sebagai tanggung jawab sosial dan moral
dalam kehidupan berorganisasi, bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Harapan yang di sampaikan oleh pendiri GMKI di atas tentunya tidaklah
berlebihan karena komunitas civitas gerakan juga memungkinkan hal itu dan
sebagai suatu cara untuk menjawab dan mewujudkan diri kader gerakan dan
juga secara organisasi sebagai garam dan terang.
Seperti halnya yang telah di sampaikan diatas bahwa GMKI harus
mempersiapkan kadernya demikian juga kader harus siap menjadi garam dan
terang dengan dilandasi motivasi memenuhi panggilan iman untuk bertanggung
jawab atas sesamanya seperti yang di firmankan dalam Yakobus 2 : 17-18,

38 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
“demikian juga dengan iman: jika iman itu tidak di sertai perbuatan, maka iman
itu pada hakekatnya adalah mati”.
Dalam kehidupan GMKI sebagai organisasi kader dan pelayanan maka
GMKI harus melakukan langkah-langkah seperti pendidikan kader yang pada
hakekatnya sebagai persiapan kader yang mampu menjawab tantangan jaman
dan tentunya tidak takluk oleh keganasan jaman.
Langkah pembinaaan kader di GMKI sendiri untuk mewujudkan pelayan-
pelayan yang tinggi iman dan pengabdian, pada hakekatnya mengandung
prinsip pembinaan yang di bagi dalam prinsip pendidikan kader yaitu seperti
halnya yang terdapat dalam modul pola dasar sistim pendidikan kader (PDSPK)
yaitu :
1. Kreativitas : seorang kader haruslah memiliki daya cipta yang tinggi
untuk dapat berbuat di lingkungannya
2. Retrainibilitas: tidak pernah ada pendidikan yang mampu menjawab
segala persoalan apalagi dalam jaman yang senantiasa berubah ini
demikian pula dalam menyelesaikan pendidikan yang tiada batas.
Prinsip yang baik dari suatu pendidikan adalah kalau dia mampu
menimbulkan ransangan bagi peserta didik untuk mengukur
kemampuannya, dengan kata lain peserta didik tergairahkan untuk
menambah dan menyempurnakan apa-apa yang telah diperolehnya.
3. Kritis: kemampuan dalam melahirkan kreativitas dan melatih diri
kembali (retrainibilitas) hanya dapat terjadi jikia sikap-sikap dan
pandangan kritis tidak di haramkan. Pendidikan kader harus
menyiapkan anggota-angota yang senang dengan kritik atau sikap
kritis, mengingat pemikiran bahwa tiada manusia yang sempurna.
4. Positif: sikap positif tentunya agar seorang kader dapat menerima
keberadaan orang lain menurut apa adanya. Juga agar setiap kader

39 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
tidak serta merta menolak atau apriori terhadap pandangan pemikiran
orang lain.
5. Realistis: sikap realistis adalah sikap yang penuh perhitungan, yang
mengetahui kekurang-kekurangan atau kelebihan yang terdapat
dalam sebuah pandangan atau sikap.
6. Perilaku etis: sikap-sikap etis yang di kembangkan itu antara lain
mencakup kebenaran, ketulusan, kejujuran dan belas kasihan.
Dengan kebenaran hati, sikap kader dituntut memperjuangkan
kebenaran dengan seluruh dimensinya yang mencakup, keadilan,
perdamaian dan kesejahteraan di dalam seluruh aspek kehidupan
mereka. Dengan ketulusan dan kejujuran berarti kader GMKI akan
akan berperilaku tulus dan jujur, tidak saja kepada diri sendiri
terutama kepada sesama dan Tuhan. Dengan belas kasihan
bermakna, seluruh kader akan selalu berupaya mewujudkan nilai-
nilai kasih dalam realita konkrit.

Prinsip-prinsip pendidikan kader tersebut diyakini akan mampu


menciptakan kader handal dalam suatu zaman yang menuntut kehidupan
masyarakat yang lebih dewasa, demokratis dan keberpihakan kepada
kebenaran, keadilan melalui cinta kasih Kristus. Kader gerakan sebagai
penggerak organisasi menjadi perwujudan dari gerakan itu sendiri yang dapat
mempertahankan eksistensinya, dengan menjaga kesesuaian visi proses dan
output aksi dan lingkungan sekitar organisasi. Dalam artian bahwa organisasi
tersebut mampu memetakan problematika dan kebutuhan lingkungannya secara
tepat dan melakukan solusi baik pada level kebutuhan maupun pada level
tindakan.

40 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Sebagai organisasi yang bersifat kekristenan, kemahasiswaan dan
keindonesiaan, GMKI memiliki potensi yang merupakan kapasitas yang
dimiliki GMKI untuk menjawab kebutuhan medan layanannya. Potensi yang
mengemuka di GMKI adalah gerakan pemikirannya (intelektualitas). Eksistensi
GMKI akan banyak ditentukan lingkungannya dan harus bisa bergerak tumbuh
dan berakar dalam lingkungannya. Eksistensi GMKI juga berkaitan dengan
ketiga ciri medan pelayanannya. Meskipun ada yang berpikir bahwa GMKI
harus menitik beratkan pada proses pendidikan kader sebagai tanggung jawab
atas identitas gerakan yang di sandangnya sebagai gerakan kader, tetapi saya
berpandangan bahwa antara pendidikan kader dengan gerakan pelayanan punya
hak untuk di jalankan secara bersamaan dan seimbang sehingga menghasilkan
kader yang siap menjadi saksi dengan ketangguhan imannya.

Sangat jelas bahwa pelayanan yang dilakukan oleh GMKI sebagai


tanggungjawabnya seperti halnya yang terdapat dalam pembukaan anggaran
dasar GMKI alinea IV “maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap gereja
yang di tempatkan oleh Tuhan didalam perjalanan sejarah bangsa dan Negara
Indonesia , untuk menyatakan kehadirannya dan kehidupan yang bertanggung
jawab bersumber pada alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan
dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Rohkudus yang
mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan
perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan
negara”

Sebagai organisasi kepemudaan yang anggotanya adalah mahasiswa,


maka medan pelayanan perguruan tinggi adalah tempat dimana GMKI menguji
berbagai kebijakan dan program pengkaderan yang menunjang tugas pokok
anggotanya, yaitu belajar (harus disadari bahwa seorang anggota GMKI

41 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
pertama-tama stastusnya adalah mahasiswa baru menjadi anggota GMKI,
bukan sebaliknya menjadi anggota GMKI baru menjadi mahasiswa).

Dalam kehidupannya di medan layan perguruan tinggi dan sebagai kaum


intelektual maka GMKI harus mampu menunjukkan dirinya sebagai bagian dari
kumpulan kaum intelektual. Sebagai elemen penggerak mahasiswa, komitmen
GMKI untuk mengisi pergulatan pergerakan dalam kampus cukup jelas, hal ini
tertuang dalam medan pelayanan GMKI yang menempatkan wilayah kampus
sebagai kancah strategis untuk mengaktualisasikan visi dan misinya. Namun
yang menjadi pertanyaan, sejauh mana posisi dan pola GMKI dalam dinamika
pergerakan kampus, serta langkah-langkah strategis apa yang harus dilakukan
GMKI untuk membawa pergerakan kampus dalam bingkai pergerakan
reformasi. Basis kekuatan dari pergerakan kampus adalah kemampuan
mengolah wacana yang berangkat dari pergulatan intelektual, namun sejauh
mana pergulatan wacana itu dapat sampai pada wacana publik itulah yang
sering kali terabaikan.

GMKI adalah kelanjutan pelayanan gereja di perguruan tinggi dengan


berbagai karakteristik gereja. Sebagai mana gereja menempatkan alkitab
sebagai dasar, maka ini pula yang menjadi dasar bagi GMKI

Untuk itu kedepan, GMKI secara perlahan harus memperhatikan proses


pengkaderannya, yang harus menjadi subsitusi dari proses pendidikan formal di
perguruan tinggi. Dengan demikian maka mahasiswa (kader GMKI)
menjadikan GMKI sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan,
keterampilan serta kualitas intelektualnya yang tidak di berikan oleh perguruan
tinggi. Kunci perubahan dalam dinamika perguruan tinggi adalah mahasiswa,
sebab mahasiswa merupakan basis ketentuan dari eksistensi perguruan tinggi,
sehingga perubahan harus dimulai dari bagaimana pola gerakan-gerakan

42 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
mahasiswa untuk secara sinergi mampu membawa setiap gerakan kampus
dalam frame intelektual yang independent (gerakan moral). Disinilah letaknya
eksistensi GMKI yang mengaku sebagai gerakan pemikiran, harus mampu
menempatkan diri sebagai elemen penggerak, dan pola gerakan GMKI harus
tetap sebagai gerakan independen, artinya keberpihakan terhadap kebenaran
obyektif merupakan kepentingan yang tetap harus di jaga.

GMKI hadir dan berpartisipasi aktif dalam proses reformasi1998Dok :


Kompasiana.com

Pemaknaan kader sebagai garam dan terang maka dia harus ada sebagai
berkat untuk sesamanya (bukan hanya umat kristiani) tapi ditengah-tengah
segenap umat Allah. Kader gerakan harus menjadi kader yang inklusif di
tengah pluralitas bangsa, sehingga pilar oikumenisme dan nasionalisme menjadi
bermakna dan hidup melalui gerakan yang dilakukan sebagai garam dan terang
dunia. Sebagai garam maka dia harus larut sehingga garam itu memberikan
rasa.

43 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Menjadi garam dan terang yang mampu mewarnai perjalanan kehidupan
bangsa dan negara maka kader GMKI harus kreatif (memiliki daya cipta) untuk
dapat berbuat dilingkungannya, kritis namun positif (dapat menerima
keberadaan dan pandangan serta pemikiran orang lain), realistis dan berperilaku
etis. Dengan kepribadian kader seperti tersebut diatas dan mentalitas pengabdi
sebagai suatu sikap dasar yang cepat tanggap dengan kondisi yang karena hasil
yang di dapatkanya, maka ia mau membagi kepada orang lain sehingga dia
akan menjadi berkat yang akan selalu memberikan rasa yang lezat dan menjadi
cahaya dalam kekelaman.

44 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI DAN PERANAN SOSIAL

"Sesunggunya kasih itu tidak terlepas dari mereka yang manbutuhkannya,


ketika kasih itu kamu hadirkan ditengah-tengah sesamamu, sesungguhnya
kamu telah mangasihi Tuhan Allahmu, dan dengan demikiankamu telah
menjadi garam dan terang dunia. karena Tuhan Jug berkata “kasihilah
sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri”

Tahun 1966 Negara Republik Indonesia bergejolak, setelah sebelumnya


(tahun 1965) PKI (Partai Komunis Indonesia) melakukan aksinya yang dikenal
dengan Gerakan 30 September (G3OSPKI). Pernberontakan dari keterpurukan
ekonomi terjadi dan hal itu juga terjadi pada bulan Mei 1998. Ketakutan
menyelimuti Warga Negara Indonesia etnis China akibat penjarahan yang
dilakukan sebagian masyarakat. Dimana-mana terjadi demonstrasi yang
menyampaikan rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah dan keterpurukan
ekonorni semakin dalam.
Keterpurukan ekonomi yang semakin dalam setelah memasuki krisis
ekonomi begitu terasa terutama pada golongan ekonomi lemah dan kesenjangan
itu semakin nyata. Penjarahan yang terjadi tidak dapat dipungkiri akibat ketidak
mampuan ekonomi lemah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Banyak
organisasi yang melakukan studi dan banyak yang melakukan bakti social
seperti pasarmurah dll, terkadang timbul dalam benak saya bahwa ada sebagian
besar yang melakukannya dengan penuh ketulusan karena kesadaran, tetapi ada
juga yang melakukan karena keterpaksaan.

45 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Ketika masyarakat ekonomi lemah bereaksi, terihat jelas bagaimana
realitas kehidupan masyarakat di Indonesia, bagaimana interaksi antara
masyarakat sangat kurang ada yang mempermasalahkan tingginya pagar-pagar
rumah mewah yang ada dilingkungan masyarakat. Banyak yang menyadari
bahwa tidak selamanya berlindung dibalik kekayaan akan selalu aman dan
selamat.
Pada tahun 1998 saya mengikuti kuliah umum disalah satu hotel dengan
pembicara pada saat itu seorang pengusaha dia membawa rekannya seorang
etnis China dan memperkenalkannya sebagai seorang yang begitu perhatian
terhadap rnasyarakat ekonomi bawah dan masyarakat pribumi, hal ini memang
baru dalam tahun-tahun belakangan, bagaimana dia memperkenalkan seseorang
yang secara komunitas etnis dan golongan ekonomi dalam posisi tidak
menguntungkan ditengah masyarakat.
Pelajaran yang sangat berharga tentunya selalu melihat kesalahan dan
menjadikan pengalaman sebagai sesuatu yang sangat berharga. Para
konglomerat dan ekonomi menengah keatas berlomba-lomba untuk selalu dekat
dengan sesame mereka yang kaya mencoba adu kekuatan dengan suatu realitas
kemiskinan dilingkungannya. Mereka tidat menyadari bahwa mereka juga
merupakan komunitas yang tidak terpisahkan dari masyarakat kecil tersebut.
Apakah kasih itu benar-benar hadir ditengah mereka ketika interksi yang terjadi
hanya untuk sesama kelompok saja? Permasalahan social seperti ini tentunya
tidak memandang siapa dan kasih itu hadir untuk segenap masyarakat yang ada,
demikian juga gereja sebagai tubuh kristus yang juga dicerminkan oleh GMKI
sebagai bagian integral dari gereja.
Kehidupan GMKI sebagai sebuah organisasi yang hidup ditengah umat
“Kristen” beragama dan membawa ataupun menyandang nama merupakan
identitas begitu besar dan berat untuk dipertanggungjawabkan. Hal ini terjadi

46 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
karena memang untuk menjadi bagian dari umat beragama itu begitu beratnya
karena selain itu banyak tugas yang diemban oleh GMKI dalam kehidupannya
yang sudah menjadi konsekuensi dari nama yang dia miliki.
Sadar tidak sadar buat sebagian masyarakat kristen khususnya
mahasiswa kristen, membawa nama GMKI tentrmya akan lebih diterima
daripada membawa nama lembaga kristen lainnya ketika berinteraksi dangan
komrmitas umat beragama ataupun komponen lainnya. Hal ini tentunya tidak
terlepas dari apa yang dilakukan oleh GMKI dalam kehidupannya sebagai
bagian dari kehidupan bangsa/Negara dan umat manusia yang merupakan
cerminan dari ideologi gerakannya (Nasionalis/kebangsasnnya).
Ketika saya harus berpikir tentang bagaimana menjadi garam dan terang
itu yang menjadi firman tuhan, saya menemukan banyak ruang yang harus
dimasuki GMKI dan begitu banyak sikap dan tindakan yang sejalan dengan
firman Tuhan itu yang bisa dilakukan oleh GMKI. Penyampaian suara kenabian
kebenaran dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia tentunya menjadi
salah satunya disamping begitu banyak peran yang harus dilakukan GMKI
termasuk pembinaan kader yang mampu menjadi garam dan terang, interaksi
dan sikap keberpihakan GMKI terhadap masyarakat lemah melalui gerakan
yang lebih menyentuh dan lain-lainnya.

47 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Gubernur Sumatera Selatan, Rosihan Arsyad saat menyampaikan sambutan pada
pembukaan Konsultasi Wilayah II di Palembang 2002

Kalau jalan menuju kerajaan Bapa hanya satu yaitu melalui Kristus Yesus
maka harus dipahami diri dari Kristus itu sendiri sebagai simbol kasih,
kebenaran dan keadilan. Perwujudan dari Yesus ditengah-tengah umat manusia
itu sendiri yang harus diterjemahkan lebih luas lagi. Tanggungjawab yang
terbeban dan bagaimana GMKI harus hidup sebagai gerakan untuk kemuliaan
tuhan tentunya dapat dilihat pada alinea II pembukaan anggaran dasar GMKI
sebagai respon GMKI terhadap anugrah Allah dan bentuk respon adalah syukur
“AnugrahNya yang dinyatakan dalam memanggil manusia untuk percaya dan
mengucap syukur dalam piñata pelaynan alam semesta, mewujudkan iman,
pengharapan dan cinta kasih dalam ke hidupan se hari-hari”

48 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI harus menunjukkan dan menghadirkan nilai-nilai tersebut sebagai
nilai-nilai kristiani yang hidup ditengah masyarakat melalui gerak langkah yang
diwarnai oleh GMKI bersama komponen lainnya. Partisipasi GMKI ketika
GMKI menyuarakan kebenaran dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara tentunya partisipasi yang masuk pada gerak kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara. Ketika GMKI harus memberikan seruan moralnya dalam
aspek kehiduapan masyarakat yang menyangkut kehidupan sosial,politik,
budaya dll tentunya bukan langkah yang akan membawa GMKI pada
kehidupan politik praktis. Begitu pentingnya pemahaman tanggungiawab kader
gerakan sebagai manusia yang dimandatkan oleh Tuhan untuk memelihara
mahluk yang bergerak di bumi.
Perihal batas gerak kehidupan organisasi yang seharusnya sebagai
organisasi yang tidak berorientasi pada politik praktis harus menjadi perhatian
yang serius karena dalam praktek kehidupannya hal yang menyimpang dari
identitas organisasi sangat dimungkinkan dalam perkembangan kehidupan
organisasi kedepan.
Pembukaan Dasar GMKI menjadi penegasan sekaligus pegangan
dalam memegang teguh komitmen pergerakan seperti halnya yang terdapat
pada alinea I yang menjadi pengakuan Iman GMKI” “sesungguhnya Yesus
Kristus, Anak Allah dan Juru selamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta.
KehadiranNya dalam sejarah ialah perbuatanAllah untuk menebus dan
menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitanNya yang
menjadikan semuanya baru dan sempurna.
Pada pembukaan Anggaran dasar tersebut terlihat jelas bahwa GMKI
terpusat kepada Yesus Kristus (Christocentris), dan hal ini tidak untuk dirubah
baik pada wacana pergerakan maupun dalalam praktek kehidupan sehari-hari
selama masih menyandan"kekristenan" Tentunya dalam kehidupannya

49 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
pembangunan iman merupakan yang terutama dalam kehidupan umat beragama
dan hal itu juga senantiasa dilakukan oleh GMKI,sebagaimana tiga tinggi yang
dicita-citakan GMKI yaitu tinggi Iman, Ilmu dan Pengabdian, maka iman
menjadi sesuatu hal yang paling mendasar.Tetapi perlu kita sadari bahwa iman
merupakan hal yang harus diaplikasikan dalam kehidupan dan tentunya seorang
yang beriman bertindak, berperilaku dan berbuat tentunya berdasarkan nilai
iman itu sendiri dengan suatu. Karena iman tanpa perbuatan ibarat kapal tak
bermesin dan GMKI sebenarnya merupakan gereja yang incognito dengan
pergerakan suara kenabiannya. Iman kita merupakan iman kritis, iman yang
senantiasa memperhitungkan konteks keberadaannya dan iman yang mampu
memberikan jawaban konstruktif terhadap persoalan sekitar kita. Untuk
menjadi garam dan terang maka dibutuhkan aktualisasi iman ditengah-tengah
bangsa dan masyarakyat.
Berbagai permasalahan yang timbul dalam setiap perjalanan kehidupan
mahasiswa karena memang itu menjadi suatu hal yang wajar terjadi pada masa
transisi sikologis dari seorang remaja beranjak menjadi dewasa.Ketika
memasuki bangku kuliah dia dihadapkan pada pilihan-pilihan yang akan
membawa dia pda situasi sulit untuk menentukan pilihan mana yang terbaik
untuk dilakukan.
Dalam kehidupan kita harus bijak dan kejujuran harus punya batas
tertentu dan disini kita sedikit-demi sedikit mengurangi keluguan kita untuk
menghadapi hidup tentunya dengan menjadikan firman Tuhan sebagai filosofis
kehidupan yang benar. Dalam tubuh GMKI mengalir darah gerakan dengan
cirinya sebagaiorang kristiani dan bagian dari masyarakyat yang senantiasa
mengalir dalam urat nadi kehidupan. Bagaimanapun juga pengenalan akan
GMKI sebagai satu organisasi. Kristen yang bergerak dalam masa dimana
Indonesia sebagai domilisinya mempunyai tanggung jawab imannya maka

50 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI menjadi bagian dari perjalanan kehidupan bangsa dan negara.GMKI
berdiri diatas pluralisme masyarakat Indonesia sesuaiamanat yang tercermin
dari pilar/ideologi gerakan yaitu Oikumenisme dan Nasionalisme.Tanggung
jawab yang terbeban dipundak itu merupakan juga cerminan dari namanya yang
jugamenjadi cirinya yaitu :
a. Ciri kemahasiswaan hendaknya menegaskan bahwa sebagai
lambang komunitas inteligensia muda ia senantiasa
menampakkan sikap analitis, kritis, keingintahuan dan
proaktif untuk mencari yang benar dari setiap apa yang
terjadi. Sebagaiorganisasi kepemudaan yang anggotanya
adalah mahasiswa, maka medan pelayanan Perguruan Tinggi
adalah tempat dimana GMKI menguji berbagai kebijakan dan
program pengkaderan yang menunjang tugas pokok
anggotanya,yaitu belajar. (Harus disadari bahwa seorang
anggota GMKI pertama-tama statusnya adalah mahasiwa
baru menjadi enggota GMKI, bukan sebalik nya menjadi
anggota GMKI baru menjadi mahasiswa). Dengan demikian
maka mahasiswa (kader GMKI) menjadikan GMKI sebagai
media untuk meningkatkan kemampuan, ketrampilan serta
kualitas intelektualnya yaag tidak diberikan oleh Perguruan
Tinggi. Cukupan medan pelayanan GMKIjuga tidak terlepas
dari asalnya dan dimana dia hidup yaitu, bahwa civitas
gerakan berasal dari kelompok intelektual yang
beridentitaskan mahasiswa,kelompok kristiani yang
mempercayai Yesus Kristus, civitas gerakan berasal dari
sebuah masyarakat dan hidup ditengah masyarakat.

51 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
b. Ciri kekristenan penekanannya pada fungsi pelayanan yang
dimainkan oleh GMKI, yaitu kehadirannya dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan rohani, bagi mahasiswa Kristen di
Perguruan Tinggi sehingga dengan demikian GMKI adalah
wujud kehadiran gereja di perguruan tinggi yang fungsional,
geraja yang incognito (tersamar).
c. Ciri ke-Indonesia-an hendaknya memberikan arti bahwa
GMKI adalah bagian inlegral dari bangsa sehingga apa yang
menjadi pergumulan masyarakat adalah juga pergumulan
GMKI. Dalam kehidupannya GMKI mencoba untuk membuka
diri, tidak bersifat ekslusif terhadap orang-orang yang
berbeda. Sehingga GMKI dalam memainkan peran oikumenis
dan Nasionalismenya tidak terbalas kepada suatu komunitas
tertentu saja. Demikianlah GMKI juga semua orang dituntut
mengakui perbedaan-perbedaan yang ada dalam maasyarakat
yang majemuk

Ciri GMKI diatas merupakan cerminan langkah perjalanan yang dilakukan


sebagai agen perubahan dalam kehidupan umat manusia menuju perwujutan
syaloom Allah dalam sendi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat
Indonesia. Ketika berbicara tentang masyarakat Indonesia tentunya yang
menjadi cakupan dari masyarakat tersebut bukanlah masyarakat Kristen tetapi
masyarakat secara umum. Nilai-nilai kekristenan yang tentunya yang akan
dihidupkan oleh GMKL Harus diresponi sebuah gerak yang dilakukan GMKI
dalam masyarakat secara positif sebagai tanggung jawab yang tidak akan
pernah bias dilepas sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. GMKI dan

52 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
masyarakat kristiani lainnya harus bersikap inklusif dan tidak partikularisme'
(menjauhkan diri dari komunitas lain).
Menggambarkan akan arti kehadiran serta bagaimana GMKI .hadir tidak
terlepas dari panggilan imannya sebagai kaum intelektual/mahasiswa Kristen
yang hidup ditengah bangsa Indonesia dan tidakdiperuntukkan untuk
masyarakat Kristen semata Sebagai tanggung jawabnya terhadap bangsa dan
negara maka di tuntut akan tanggung jawabnya mewujudkan syalom Allah
(kesejahteraan, keadilan dan kebenaran). Dalam setiap program yang
dilaksanakan oleh GMKI tidaklah melupakan Penciptanya.Setiap kegiatan yang
dilakukan terlebih dahulu dengan doa. Kalau ada yang mengatakan
organisasinya selalu berdoa, kebaktian penelaahan Alkitab, pemurnian dan
bentuk-bentuk kegiatan lain yang tujuannya, menjadikan komponen organnya
memahami Alkitab, mengerti Alkitab sehingga mengatakan rohaniah dan
mereka paling benar tentunya tidak sepenuhnya benar. Tidak bisa dipungkiri
bagaimana GMKI begitu kesulitan ketika harus melakukan partisipasi yang
nyata dalam bentuk pemberian bantuan dana ataupun sumbangan pangan
kepada masyarakat yang membutuhkan, tetapi sebagai kumpulan dari orang-
orang dan juga mahasiswa GMKI mempunyai strategi dan cara baik sebagai
media untuk menyalurkan bantuan dan tentunya ide-ide yaag disampaikan baik
kepada pemerintah ataupun gereja yang mampu.

Masyarakat Indonesia yang pluralistik memang disatu sisi menjadi tantangan


dan hambatan dalam melakukan interaksi social ditengah masyarakat. Ketika
GMKI melakukan aksi sosial, tidak jarang kita jumpai masyarakat yang enggan
untuk menerimanya karena berembusnya isu kritenisasi dan tentunya hal ini
menjadi suatu permasalahan. Permasalahan-permasalahan memang tidak
menjadi seperti ini penghalang dan untuk lebih memperlancar pelaksanaan

53 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
kewajibannya GMKI harus bersama-sama dengan komponen
masyarakatlainnya. Ketika bergulirnya reformasi dengan diikuti euphoria
kebebasan ditengah kehidupan masyarakat dan ditandai dengan munculnya
kerusuhan, penjarahan ditengah kehidupan ekonomi yang sangat
memprihatinkan maka GMKI bersama kelompok pemuda kebangsaan lainnya
membentuk FKPI (Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia).
GMKI tentunya tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan masyarakat
dan tentunya tidak dapat menutup mata melihat permasalahan socialyang ada.
Sebagai umat kristiani harus disadari akan arti salib yang dalam kehidupan
GMKI diterjemahkan sebagai tanggung jawab untuk berjuang dan berkorban
dalam memperbaharui kehidupan manusia dan masyarakyat, menyelamatkan
mereka yang menderita yang mendapatkan tekanan ekonomi, politik dan
pemerkosaan hak-hak azasi manusia baik ditengah-tengah perguruan tinggi
maupun ditengah-tengah masyarakatluas. Peranan GMKI dalam kehidupan
sosial masyarakat ini juga merupakan kesadaran GMKI akan panggilan Tuhan
terhadap masyarakat dan bangsa Arti salib bagi GMKI dalam lencana
organisasi adalah harus berjuang dan berkorban untuk memperbaharui
kehidupan manusia dan masyarakyat, menyelamatkan mereka yang menderita,
yang mendapatkan tekanan ekonomi, politik dan pemerkosaan hak-hak azasi
manusia baik ditengah-tengah perguruan tinggi maupun ditengah-tengah
masyarakat luas.
Warga GMKI yang juga merupakan warga gereja tentunya harus
mengerti akan tanggung jawabnya, jangan sampai kehidupannya sebagai garam
dan terang menjadi wacana yang tenggelam oleh fanatisme sempit. Ketika
sebagian orang mengatakan GMKI sekuler dan selalu menggugat akan
keberadaan GMKI sebagai organisasi Kristen, akan mejadi permasalahan yang
begitu berat karena bagaimanapun mereka akan begitu sulit untuk menyadari

54 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
tanggung jawabnya sebagai umat Tuhan. Tolak ukur yang selalu mereka pakai
dalam melihat keberadaan umat Kristen dan organisasi/lembaga Kristen sebagai
bagian dari gereja adalah intensitas pembinaan rohani seperti penelaahan
Alkitab, kebaktian, persekutuan doa serta cara lain yang mengkhususkan
dirinya pada penginjilan. Padahal proses tersebut hanya salah satu cara untuk
memahami kehendak Tuhan dan tentunya langakah selanjutnya
mengaplikasikan iman itu seperti apa yang dikehendakiNya.
Saya banyak menemui mahasiswa Kristen yang menjadikan Yesus
Kristus sebagai Idola dan saya pikir hal itu menjadi tidak baik ketika tidak
mencerminkan kehidupannya sebagaimana cermin kehidupan seorang Kristen.
Seorang Kristen tentunya mempercayai Kristus Yesus sebagai Juru Selamatnya,
tetapi apakah itu cukup? Firman Tuhan mengatakan "Engkau percaya bahwa
hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun percaya akan hal itu
dan mereka gemetar". Firman Tuhan tersebut menjelaskan bahwa disamping
kepercayaan itu harus ada perbuatan yang menjadi cerminan kepercayaan itu.
Tunjukkan bahwa engkau mempercayai Tuhan Yang Esa, Yang Agung, Maha
Baik, Maha Pengasih dan Maha Pemurah.
Gereja sebagai lembaga yang menjadi tempat persekutuan orang yang
percaya kepada Yesus Kristus harus menyikapi hal ini, bahwa mereka hadir
sebgai garam dan terang dunia dan harus mampu mangarahkan kehidupan
jemaat kearah terang dan garam. Dilema kehidupan gereja yang seakan menjadi
sangat inklusif tersebut juga dirasakan bukan hanya di Indonesia sendiri, seperti
halnya John Stott dalam bukunya, Isu-isu Global, mengatakan betapa ironisnya
pandangan hanya untuk mengkonsentrasikan diri pada penginjilan saja. Dengan
menggeser pemecahan persoalan dunia ke Zaman akhir, mereka tanpa sengaja
telah mengeluarkan Allah dari sejarah Tanpa mereka sadari mereka telah
nenempatkan Allah diluar pagar sebagai pemilik yang absen dan tak berkuasa

55 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
lagi, yang sama sekali telah kehilengan kontrol atas dunia-Nya dan sejarah
umat manusia.
Karena gereja menitik beratkan kekudusannya gereja undur dari dunia,
dan ini langkah yang keliru karena ia menjadi terisolasi dengan dunia. warga
gereja juga merupakan bagian dari bangsa dan masyarakat dan peranan gereja
ataupun tugas yang gereja adalah menjadi garam dan terang dunia.
Kehidupan warga gereja dengan warga masyarakat lainnya hendaklah
diperhatikan sebagai kehidupan yang saling membutuhkan, saling melengkapi
dan tidak terpisahkan. Apa yang menjadi tugas gereja tentunya menjadi tugas
GMKI dan ini harus disadari sebagai satu ikatan untuk keduanya akan
keberadaanya. GMKI juga warga gereja dan pemuda kristen dalam pengenalan
akan Yesus Kristus danmengembangkan spiritualitas dan membina kesadaran
bergereja dan bermasyarakat. GMKI merupakan gerakan yang tidak sedikit
melakukan dan mencoba melakukan tugas dari gerejak karena tritugas
panggilan gereja juga merupakan rumusan dari tujuan GMKI.
Di tengah arus reformasi dan kepedulian gereja yang minim terhadap
kondisi sosial kemasyarakatan, GMKI telah mencoba mengaktualisasikan
dirinya sebagai umat lainnya yang peduli terhadap permasalahan di masyarakat.
Tentunya konsistensi dari pergerakan GMKI untuk mencapai visinya menjadi
harga mati dalam mempertahankan pergerakannya dan permasalahan sosial
menjadi permasalahan yang tidak akan boleh terlewatkan dan senantiasa harus
menjadi perhatian dan bahan studi sebagai bagian dari tanggung jawab gerakan
kepada Sang Kepala Gerakan.
Anda tidak boleh membiarkan kelaparan dan kesengsaraan menimpa
masyarakat dan pelayanan sosial juga tidak dilakukan atas kekwatiran dan
ketakutan.Saya hanya lebih kawatir ketika umat kristiani dan gereja
melakuakan aksi sosial dan solidaritas kepada masyarakat dilandasi oleh

56 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
keinginan untuk dipandang terhormat dan juga keinginan untuk tidak'diganggu
komunitas lainnya dan bukan karena keinginan menjalankan
tanggungjawabnya.
Ketika pelaksanaan aksi sosial dan interaksi sosial ditengah masyarakat
yang pluralistik seperti di Indonesia dilakukan atas keinginan yang egois seperti
itu maka bagaimanakah kehidupan umat kristiani sebagai daerah mayoritas
kristiani? Apakah tanggungjawabnya yang semu itu akan muncul? dan
mungkinkah Syaloom Allah itu hadir? dan yang pasti Syaloom Allah akan hadir
dari sebuah tanggungjawab yang dijalankan umatNya.
Demikian maka GMKI telah memposisikan dirinya dalam garda terdepan
perjuangan kernanusiaan. Berbagai persoalan kemaausiaan yang muncul dalam
masyarakat sangat diwarnai dengan potret kejahatan terhadap kemanusiaan.***

57 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI DAN OIKUMENISME

Ketika mereka menghadapi kesulitan, mereka mengingat saudaranya


yang ada di gereja lainya, dan mereka ingin duduk bersama, berbicara tentang
kebersamaan yang penting dan harus dilaksanakan, tetapi apakah itu untuk
sementara?

Tahun 1996 saya memasuki GMKI sebagai anggota bisa melalui masa
perkenalan yang saya sendiri tidak begitu nikmati sebagai suatu proses
memasuki kehidupan organisasi. Perkenalan saya dengan Oikumenisme dan
Nasionalisme dimulai ketika saya diterima di GMKI dan bukan dari gereja yang
salama ini menjadi tempat saya bersekutu dengan Tuhan. Pendidikan dari
lingkungan saya di desa tempat tinggal saya (Sigaol) yang mayoritas beragama
Kristen sesungguhnya tidaklah terlalu baik kalau harus berbicara Oikumenis,
biarpun belakangan ini semakin terbuka untuk itu. Tidak bisa dipungkiri dalam
kehidupan masyarakat Indonesia agama sangat berpengaruh dan begitu nyata
mempengaruhi pola piker masyarakat. Disamping agama, adat istiadat juga
begitu hidup terutama di daerah pedesaan.

Apabila ada agama ataupun gereja tertentu yang menentang adat istiadat
maka jangan harap gereja itu akan berkembang lebih baik dalam kehidupan
masyarakatnya dan ketika gereja juga dapat berinterraksi dengan
masyarakatnya maka geraja akan menjadi begitu hidup dalam diri masyarakat
tersebut. Ketika gereja sudah hidup dalam masyarakat maka akan nyata seperti
apa gereja itu memberikan kabar baik.

58 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Saya menyadari akan adanya ketidak hidupan jiwa Oikumenis dalam
umat gereja ketika saya sadari bahwa Oikumenis ataupun keesaan gereja itu
baru saya kenal di lingkungan yang sangat jauh tetapi dekat dengan gereja.
Keesaan gereja bukalah sebatas wacana yang dilemparkan kepada umat gereja
tetapi seharusnya dihidupkan dalam diri umat gereja. Kalau di desa tempat
saya, kurang bisa menerima gereja diluar Lutheran karena begitu kuat
menentang adat istiadat (menurut mereka) maka di daerah dimana saya mulai
diperkenalkan dengan Oikumenis terjadi perebutan jemaat ( penginjilan
terhadap orang Kristen sendiri). Seharusnya adat bukan menjadi pola
kehidupan utama tetapi seharusnya gereja dapat menjadikan adat istiadat
sebagai sarana penyampaian kabar baik dan kasih. Demikian halnya dengan
gereja, sangat tidak relevan menjadukan jemaat sebagai lahan untuk digarap
tetapi manjadikan meraka begitu menyadari akan kasih Kristus (membina dan
membiarkan mereka pada pilihan hatinya untuk menentukan tempat beribadah
di gerejanya.)

Permasalahan yang timbul menyangkut keesaaan gereja seperti tersebut


di atas tentunya menjadi perhatian serius dari GMKI dan selalu diwujudkan
GMKI dalam gerak langkahnya manjalankan kehidupannya. Gerak langkah
kehidupan GMKI tentunya menjadi hal yang penting untuk melihat arah
perjuangannya, karena hal tersebut menyangkut eksistensinya sebagai gerakan
yang hidup. Sebagai pilarnya yang menjadi kekuatan untuk melangkah dalam
upaya mencapai cita-citanya maka GMKI menetapkan pilarnya “Oikumenis /
keesaan gereja dan Nasionalisme / kebangsaaan” ditengah kehidupanya sebagai
bagian dari gereja dan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi
Oikumenis dan Nasionalisme tersebut merupakan reinkernasi dari visi GMKI
untuk mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, dan keadilan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang dalam dialektika Iman dibahsakan sebagai

59 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
perwujudan syaloo, Allah. Ideologi tersebut semakin dipertegas dari Amsal
GMKI yaitu UT OMNES UNUM SINT. GMKI tentunya menyadari
keberadaan gereja yang terdiri dari berbagai denominasi san masyarakat yang
sangat pluralistic. GMKI sebagai bagian dari gereja dan masyarakat bukanlah
lahir dari kelompok orang untuk sekelompok orang. Syaloom Allah tidak akan
hadir ketika kasih itu kita hadirkan ditengah –tengah sebagaian orang karena
kasih itu untuk semua biarpun tidak semua dapat mengerti akan kasih itu dan
menerimanya.

Harus disadari bahwa hidup dalam sebuah komunitas masyarakat


kepelbagaiannya (pluralitasnya) dan gereja dengan kepelbagiannya harus
berjalan dengan kasih sehingga hidup semakin indah dan menjadikan perbedaan
sebagai kekayaan yang akan saling melengkapi dan membuthkan. Ketika
perbedaan menjadi perdebatan yang membawa kepada perpecahan dan menjadi
salah satu dari sekian banyak kemungkinan terjadinya kehancuran, maka tidak
dapat dibayangkan bagai maan hidupnya manusia. Manusia bukanlah makhluk
yang sempurna dan selalu tidak akan sama antara satu dengan yang lain baik
yang satu agama, ras, golongan, dan satu garis keturunanpun sekalian

Bagaimana GMKI melaksanakan tugas pelayanannya sebagai garam


dan terang bagaimana dia hidup dengan ideology gerakannya, tentunya akan
lebih banyak dipengaruhi bagaimana dia memahami arti ideology tersebut,
sehingga langkah selanjutnya dia akan maju dan bukan mundur. Untuk itulah
maka Oikumenis dan Nasionalisme sebagai ideology gerakan perlu
diterjemahkan secara lebih rinci dan mendalam sehingga masyarakat dan gereja
menyadari akan kehadiran GMKI sebagai bagian dari intelektual muda yang
akan menjadi ujung tombak perjuangan untuk menciptakan kesejahteraan,
keadilan, kemakmuran dalam kasih Tuhan.

60 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Ketika apa yang dilakukan oleh lembaga dan oerganisasi Kristen
khususnya GMKI yang merupakan salah satu organisasi yang dihuni oleh
gereja-gereja yang hidup dengan latar belakang keintelektualannya dan
kekritisannya dengan gerak yang layak mereka lakukan yaitu sumbangan
pemikiran sebagai bentuk kekritisannya maka terkadang hal ini menjadi
perdebatan pada sebagian kader dan gerej, siapakah GMKI?

Benarkah GMKI merupakan anak kandung gereja sebagaimana yang


dipahami GMKI dan sebagaimana yang disampaikan GMKI selama ini
termasuk seperti yang tertulis dalam pembukaan anggaran dasar GMKI alinea
III” Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku Gereja
yang Esa, Am dan Rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar
keselamatan dan pembebasan bagi pembaruan manusia dan alam semesta.”
Sebagai kesadaran GMKI selaku bagian integral dari gereja dan tugas gereja?

Pertanyaan seperti ini sering muncul ketika kekritisan,sumbangan


pemikiran GMKI dalam kehidupan umat kristiani/gereja kurang diterima dan
juga peranan serta perhatian gereja dipandang sangat kurang terhadap GMKI
dan pertanyaan ini muncul dibanyak dikalangan citivas GMKI. Hal seperti ini
juga pernah muncul ketika pada oktober 2000 pengurus pusat GMKI
mengadakan seminar dan lokakarya (Semiloka) Aksi pelayanan GMKI diketiga
medan pelayanannya termasuk gereja. Apakah itu merupakan klaim belaka dari
GMKI atau suatu realita yang harus diterima oleh kedua-duanya?

Saya teringat akan apa yang disampaikan oleh seseorang tentang Barita
LH Simanjuntak, yang kurang disenangi oleh beberapa pendeta pada sidang
raya PGI tahun 2000 di Palangkaraya. Pada saat itu Barita menyampaikan
pernyataannya sebagai Ketua Umum GMKI dengan semangat dan tegas sebagai
mana biasanya dia. Dia menyampaikan pernyataannya yang memprotes

61 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
pergerakan PGI sebagai lembaga umat dalam menyikapi permasalahan sosial
politik yang terjadi di tanah air selama kepengurusannya. Menilai pergerakan
PGI tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat termasuk GMKI.

Menanggapi hal itu saya hanya menyampaikan bahwa dia sampaikan baik
sebagai seorang yang mewakili organisasi maupun sebagai umat Kristen
dengan tujuan untuk menghindari terulangnya kesalahan dimasa yang akan
datang. Hal itupun saya dengar dari seseorang (kader GMKI) pada kongres
XXVII GMKI di Bali tetapi tidak pernah saya tanggapi karena saya berpikir dia
punya pijakan yang berbeda dengan orang yang pertama. Orang yang pertama
memberitahukan dan ingin mendengar tanggapan saya (saat itu saya sekretaris
cabang GMKI Palembang) dan mungkin juga ingin dan juga mungkin karena
ketidaksetujan dia akan sikap pendeta itu.

Orang yang kedua yang menemui saya berpijak pada sentimen terhadap
pengurus pusat saat itu (menilai dari pembicaraan dia) dan saya tidak
menyalahkan dia sebagai yang ambisius dan orang yang sentimen tetapi saya
menyalahkan dia sebagai seorang kader gerakan yang harusnya realistis, positif
dan kritis terhadap permasalahan. Diatas beberapa sikap itu saya lebih
menyesalkan sikap para pendeta yang seharunya merenungkan dan bila perlu
menanggapi dengan sikap seorang hamba Tuhan. Itulah refleksi yang menjadi
bagian dari keberhasilan yang akan dicapai maka para pendeta juga harus kritis
(mampu mengkritisi dan mampu dikritisi)

Pemahaman yang salah apabila kebenaran dipandang milik seorang


pendeta biarpun kebenaran dan kebaikan seharusnya selalu dalam hidupnya dan
mungkin harus menjadi cirinya. Kesalahan merupakan bagian dari kebenaran,
tanpa ada yang salah maka tidak ada yang benar dan sebagai manusia kesalah

62 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
tidak mungkin terlepaskan dari hidupnya karena ukuran kesalahan dan
kebenaran dinilai secara nyata oleh manusia itu sendiri.

Meskipun mengacu pada alkitab sebagai firman Tuhan tetapi manusia


selalu memiliki pandangan/ penafsiran yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain. Seharusnya para pendeta merenungkan hal itu dan menjadikannya
sebagai bahan refleksi karena itulah sifat yang lebih dewasa dan tindakan yang
lebih baik untuk membuka lembaran selanjutnya.

Gereja jangan alergi dengan perubahan karena gereja sendiri harus


berubah. Perbuhan dalam geraja yang dimaksud tentunya bukan perubahan cirri
ataupun visi, tetapi dalam menujukan cirri dan juga visinyadia harus bisa
berubah sesuai perkembangan zaman dan tantangan agar pergerakan gereja itu
dapat diterima perkembangan zaman itu sendiri.

Gereja sebagai lembaga merupakan media yang berfungsi sebagai tempat


pembinaan iman dan tempat bersekutu bagi orang-orang yang percaya pada
Yesus, dan secara lembaga dia akan melakukan tugas untuk bersaksi, bersekutu
dan melayani. Lebaga gereja tentunya memiliki jemaatyang bersekutu dan
terdiri dari berbagai golongan ataupun komunitas. Dengan latar belakang orang
–orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan secara administratif disebut
sebagai orang Kristen. Tempat berkumpulnya orang yang percaya Yesus
Kristus Juru S`lamat manusia (umat Kristiani) inilah yang disebut Gereja secara
kelembagaan.

Mengapa GMKI ada dan seperti apa wujudnya sebagai organisasi Kristen
yang Oikumenis dan nasionalis tentunya akan menjadi perbincangan yang
sangat panjang sebagaimana kehidupan yang berliku biarpun waktunya singkat.
Tetapi dalam hal ini saya memahami kehadiran GMKI dari apa yang dia

63 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
lakukan selama ini dalam suatu kehidupan nyata di tengah-tengah gereja,
perguruan tinggi dan masyarakat

GMKI hadir tidak terlepas dari kebutuhan mahasiswa Kristen yang


merupakan gereja yang hidup, wujud GMKI juag merupakan wujud gereja
sebagai bait Allah dan hal ini juga tergambar dari tiga aspek rumusan tujuan
GMKI yaitu:

1. Aspek marturia atau kesaksian


2. Aspek koinonia atau persekutuan
3. Aspek diakonia atau melayani

Tiga aspek rumusan tujuan dari GMKI ini merupakan tri tugas
panggilan gereja dan tentunya tidak ada larangan bagi mereka yang mendirikan
GMKI untuk menjadikan ketiga hal tersebut diatas menjadi tiga rumusan
tujuannya. Hanya rumusan tujuan GMKI dalam proses aktualisasi untuk
mencapai tujuan GMKI akan sedikit berbeda dengan lembaga gereja tetapi
bukan berarti menyimpang dari kehendaknya Yesus Kristus. Perbedaan tersebut
me3njadi kekayaan yang dimiliki oleh umat Tuhan dan seperti halnya yang
terdapat dalam I kor 12: 4 yang berbunyi “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu
Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan satu tuhan” dan pada ayat selanjutnya
dijelaskan bahwa keberagaman pelayanan itu ada yang dengan melakukan
perbuatan, dengan hikmad dan ada dengan pengetahuan.

Tri tugas panggilan gereja yang juga menjadi rumusan tujuan GMKI
tersebut sebenarnya tidaklah berlebihan dan memang seharusnya demikian
mengingat keberadaan GMKI yang menjadi kumpulan dari orang yang beriman
kepada Yesus Kristus atau pun gereja yang hidup harus memahami tri tugas
tersebut di atas bukan hanya diemban oleh gereja secara lembaga tetapi akan

64 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
lebih dominan dilaksanakan oleh gereja yang hidup dan dengan demikianlah
makanya GMKI dinyatakan sebagai gereja yang incognito ataupun yang
tersamar.

Sebagai gereja yang incognito atau yang tersamar maka kegiatan-


kegiatan GMKI juga tidak akan jauh dari cirri-ciri kehidupan kristiani dan itu
juga yang dilakukan GMKI sebagai umat Tuhan yang hidup ditengah
masyarakat sebagai garam dan terang .

Rumusan kegiatan ataupun aktivitas GMKI yang disebut dengan panca


kegiatan GMKI adalah:

a. Berdoa/beribadat
b. Belajar
c. Bersaksi
d. Bersosial
e. Berekreasi
Panca kegiatan inilah yang selama ini dilakukan GMKI dalam kehidupannya
sebagai anak kandung gereja dan bukan sebagai oposan gereja ataupun secara
lembaga gereja yang baru. GMKI harus selalu menjadi bagian dari gereja (anak
kandung) yang dewasa dan tentunya lebih dari sekedar anak kandung yang
berusia anak-anak yang selalu dibimbing dan terkadang diatur oleh gereja tetapi
GMKI dan gereja harus manjadi mitra dalam pelayanan.

Pelembagaan gereja sebagai tempat bersekutunya orang-orang Kristen


(orang yang percaya kepada kristus) tentunya memberikan batasan-batasan bagi
umat manusia yang percaya kepada Kristus untuk diakui sebagai orang yang
mempercayai Yesus Kristus sebagai juru slamatnya. Apakah harus yang
menjadi orang Kristen secara administratif yang akan masuk kerajaan Allah?

65 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Tentunya tidak, karena menuju kerajaan Allah adalah melalui Yesus dan buka
melalui gereja ataupun orang-orang yang tercatat sebagai orang Kristen ataupun
tercatat di satu gereja tertentu tetapi gereja menjadi gereja yang hidup dengan
cerminan akan kasih Kristus.

Keberadaan GMKI yang membawa identitas Kristen tentunya


membawa dampak akan tanggung jawab yang harus dia pikul. Selain GMKI
merupakan organisasi dari kumpulan orang-orang Kristen atau yang mengkui
Yesus Kristus menerima asas dan tujuannya dia juga menjadi bagian dari gereja
yang hidup . bagaimanapun juga identitas Kristen yang menyandang
kekristenan selain mereka percaya Yesus Kristus juga berasal dari berbagai
denominasi gereja yang ada secara administratif. Mereka berkumpul dari
berbagai denominasi menjadi satu dalam kehidupan organisasi GMKI yang
mengambil amsal “UT OMNES UNUM SINT “ (Supaya mereka menjadi satu
adanya, yohannes 17 : 21 a) yang juga mencerminkan ke Oikumenisannya
GMKI. Jadi jelaslah bahwa gereja merupakan sebuah medan yang harus
dilayani oleh GMKI. Kemudian juga suatu hal perlu kita cermati adalah bahwa
sesungguhnya anggota GMKI juga merupakan anggota jemaat dari gereja.
GMKI adalah kelanjutan pelayanan gereja di Perguruan tinggi dengan berbagai
karestik gereja . sebagaimana gereja menempatkan Alkitab sebagai dasar, maka
ini pula yang menjadi dasar bagi GMKI sebagai bagian dari gereja menyadari
panggilannya secara khusus yaitu untuk bersekutu, bersaksi dan melayani

Tidak dapat dipungkiri bagaimana gereja mempertanyakan GMKI


ketika GMKI mereka katakana sebagai organisasi yang sekuler dan tentunya hal
itu menggambarkan bagaimana GMKI bukanlah anak kandung gereja. Hal
seperti ini tentunya akan berbeda ketika hubungan antara GMKI dan gereja
(sebagai lembaga) harmonis dan GMKI banyak memberikan pelayanan rohani

66 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dalam membantu pelayanan gereja, seperti bakti gerejani, vocal grup
Penalaahan Alkitab, kebaktian , dan juga kegiatan lainnya yang sifatnya
kerohanian. Tentunya hal ini timbul bukan semata-mata karena gereja hanya
menuntut jemaatnya hanya boleh melayani di gereja sebagai pengabdian dan
pembinaan kerohanian dan persekutuan untuk Tuhannya, tapi juga karena
gereja tidak sepenuhnya mengenal dan memahami GMKI sebagai kumpulan
kaum intelektual Kristen yang hidup dan bertanggung jawab kepada Yesus
sebagai tanggung jawab Iman yang dia lakukan melalui pengabdiannya di
gereja sebagai bagian dari gereja, maha siswa sebagaimana indentitas kaum
inelektual yang disandangnya dan di masyarakat sebagai garam dan terang
sebagai cerminan dan tanggung jawabnyaterhadap bangsa dan Negara dimana
dia hidup dan sebagaimana diamanatkan oleh Kritus Yesus untuk saling
mengasihi bukan hanya kepada orang Kristen tetapi kepada sesamanya.

Saya ingat perbincangan dengan para beberapa pendeta pada waktu dan
tempat berbeda mengatakan bahwa GMKI harus berubah dalam menjalankan
tugas pelayanannya, tidak pada permasalahan sosial politik saja tetapi pada
bentuk pelayanan kepada mahasiswa Kristen dengan program yang berorientasi
kepada pemahaman dan penalaahan Alkitab/Firman Tuhan. Pernyataan seperti
ini tentunya tidak boleh ditolak begitu saja untuk menjadi masukan, tetapi harus
menjadi bahan refleksi terhadap pergerakan .

Perlukah GMKI berubah seperti halnya yang disampaikan oleh pendeta


tersebut? Apakah memang GMKI sudah sejauh yang mereka bayangkan
meninggalkan kehidupan umat Kristen? Paling tidak apa yang mereka
sampaikan merupakan bentuk perhatian mereka terhadap GMKI sebagai bagian
dari krekistenan/gereja. Mereka peduli dengan GMKI dan sebagai anak

67 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
kandung gereja. GMKI harusnya bergerak dengan menunjukkan jati diri
sebagai anak kandung gereja.

Sebagai bagian dari gereja, GMKI harus hidup diantara denominasi


gereja tersebut. Khususnya kaum Kristen yang menjadi kumpulan dari orang-
orang yang percaya Yesus Kristus sebagai juru selamatnya memiliki berbagai
macam aliran dalam kehidupannya untuk menyampaikan kabar baik. Ada
aliran Calvinis, Lutheran, Kharismatik, Pentakosta, dll. Wacana yang
mengemuka ketika mereka dipertemukan adalah wacana kesatuan dalam tubuh
Kristus , tetapi apakah kesatuan itu benar-benar nyata? Piagam “saling
mengakui saling menerima” (salah satu dari dokumen keesaan gereja yang
dirumuskan oleh PGI) samapai saat ini masih merupakan wacanan yang
berkembang dan belum menjadi sisi kehidupan gereja dan hidupnya menjadi
hidup menjadi hidup yang semu ketika mereka harus berada dalam satu meja
dan jauh dari jangkauan umat gereja.

Denominasi itu muncul bukanlah disebabkan oleh perbedaan latar


belakang pendidikan, latar belakang suku, daerah tapi karena perbedaan
keyakinan menuju keselamatan dan tetunya perbedaan pandangan bagaimana
memahami Tuhan itu sendiri. Perbedaan penafsiran terhadap alkitab tentunya
menjadi perbedaan yang sangat wajar karena hal itu disebabkan sebagaimana
logika manusia tidak mudah untuk disamakan terutama terhadap yang tidak
dapat dilihat secara nyata.

GMKI tidak melihat permasalahan yang paling mendasar dalam


kehidupan manusia pada pandangn-pandangan tersebut di ataas tetapi ketika
umat Kristen percaya akan Yesus kristus sebagai jalan keselamatan maka
mereka telah menjadi gereja yang hidup.

68 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI terbeban untuk menjadi seperi itu dan secara lembaga GMKI
akan melakukan pembinaan kepada setiap mahasiswa yang mempercayai
Kristus Yesus sebagai juru slamatnya. Dalam perjalanannya GMKI tidak
menitik beratkan pergerakan pada pengenalan akan dogma ataupun aliran
gereja tertentu, karena memang hal tersebut menjadi pokok bahasan yang tidak
baik dalam kehidupan GMKI sebagai organisasi uang Oikumenis. GMKI harus
berdiri diantara denominasi gereja dan memahami kesatuan dalam kristus untuk
jalan keselamatan dan kristus sebagai cerminan dari kebenaran, kesejahteraan,
keadilan dan kasih.

Bagaimanapun juga Oikumenisme harus menjadi bagian dari kehidupan


yang dijalankan oleh GMKI dan kader GMKI harus memahami itu sebagai
suatu keharusan. Kader gerkan harus menjadi aktivis Oikumnisme karena itu
menjadi tuntutan pergerakan untuk memelihara keberagaman dan persatuan
dalam tubuhKristus. Kita dipanggil untuk mewujudkan Tri tugas panggilan
gereja yang juga menjadi rumusan tujuan GMKI dan itu mutlak karena
komitmen iman terhadap motto “Ut Omnes Unum Sint”.

Gereja adalah tubuh Kritus. Tubuh Kristus terdiri dari berbagai anggota
yang paling berbeda namun tidak saling terpisah, maupun tidak saling
bertentangan. Jadi dapat kita artikan bahwa gereja itu hidup hidup,sebagai mana
layaknya tubuh kita. Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari kesatuan
Umat-Nya yang beragam itu (Ef2 : 12 dan Gal 3 : 26-29).

Gereja juga, sebagaimana sering dikatan sebagai bait suci yang


merupakan tempat bersekutu bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Tempat bersekutu sebagai tempat berkumpul, berbagi rasa, dan tidak melulu
terbelenggu oleh sakramen-sakramen.

69 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Perjalanan gereja-gereja di Indonesia dalam dekade terakhir ini diwarnai
dengan berbagai pergumulan konteks pelayanan baik secara internal maupun
eksternal gereja. Upaya untuk mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa (GKYE)
di Indonesia diperhadapkan dengan masih banyaknya Gereja anggota PGI yang
masih terbelenggu dengan tradisi dan latar belakang denominasi gereja masing-
masing, sehingga semangat Oikoumenisme masih dilihat secara formal dan
tidak menyentuh dimensi substansial.

Keesaan yang perlu dikembangkan adalah keesaan yang fungsional


bukan organisatoris sentralistik : berfungsi bersama-sama mengusahakan dan
memeliharakehidupan.

Generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani


bagi pembangunan nasional, perlu ditingkatkan pembinaan dan
pengembangannya serta diarahkan menjadi kader penerus perjuangan bangsa
dan manusia pembangunan yang berjiwa pancasila. Pembinaan dan
pengembangan generasi muda merupakan tanggung jawab bersama antara
orang tua, keluarga, masyarakat, lingkungan dan pemerintah serta ditunjukan
untuk meningkatkan kwalitas generasi muda.

Apakah kemajuan zaman ini lebih cenderung merupakan pengingkaran


terhadap hakikat manusia itu sendiri sehingga harga manusia selalu
diperhitungkan dengan prinsip ekonomis (untung rugi serta efisiensi-efektifitas)
yang kemudian menyelimuti manusia sebagai makhluk sosial dan
mengefisiensikan segala sesuatu termasuk cinta kasih. Cinta kasih tidak lah
efisien atau seketika seperti ballpoint yang ketika ditekan mengeluarkan tinta.

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan pernah terlepas


dari saling ketergantungan dengan hidup orang lain. Pola hubungan manusia ini

70 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
hendaknya dilandasi dengan cinta kasih. Rasa tolong menolong pengorbanan
yang disertai dengan keikhlasan menrupakan manifestasidari cinta kasih itu
sendiri. Padangan hidup seperti ini merupakan wujud dari garam dan terang
dunia seperi yang diajarkan oleh agama kita. Cinta merupakan suatu tindakan
yang aktif, buka merupakan suatu perasaan yang pasif, kita berdiri diatas cinta
tidak jauth kedalamnya. Oleh sebab itu sikap aktif cinta itu dapat dilukiskan
dengan menekankan bahwa cinta itu terutama member bukan menerima.

Dalam konteks masyarakat sekarang perlu kita sadari bahwa member


segala sesuatu yang terus menerus tanpa disertai dengan pembinaan,
pencerahan merupakan sesuatu hal yang mencoba mengingkari bahwa mereka
yang kita berikan tersebut merupakan manusia yang utuh yang mempunyai
tubuh jiwa dan roh serta kebutuhan terhadap hal-hal yang lebih mendasar
seperti kebutuhan akan mental rohaniah. Hal ini tidak lah lebih pada upaya
untuk tidak memanjakan dan menjadikan mereka objek dari rasa kasihan kita,
karena mereka dan kita sebenarnya sama-sama makhluk sosial yang berarti
merupakan subjek dalam hidup ini dan didalam cinta kasih itu sendiri.

Sebagai gerakan Oikumenis, GMKI juga telah lama mencoba


menjembatani perbedaan yang ada dalam diri gereja, GMKI mencoba
merangkul dan mengajak pemuda/pemudi gereja untuk duduk satu meja dan
memmikirkan banyak hal dalam kehidupannya sebagai warga gereja, warga
masyarakat.

Dalam pergerakan mahasiswa, visi oikumenis mempertemukan


beberapa gagasan sekaligus kesungguhan menjadi iman Kristen, perhatian pada
masalah sosial politik nasional dan internasiaonal serta pengembangan
kebersamaan antara orang Kristen yang berbeda aliran. Gerakan Oikumenis
di Indonesia adalah pula transpormasi nasionalisme dalam kekristenan di

71 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Indonesia. Sebagai gerakan oikumenis GMKI harus dapat mengaktualisasikan
dirinya sebagai media pemersatu diantara perbedaan lembaga gereja.

Satu hal yang sangat disayangkan bahwa tindakan tersebut sepertinya


bukan tindakan yang diharapkan oleh oleh warga / pemuda gereja. Mungkin
yang diharapkan adalah berdoa bersama-sama, bernyanyi bersama-sama.

Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ini GMKI dituntut


peduli dan menjawab permasalahan yang dihadapi gereja dan lebih sering lagi
melakukan aksi dan pelayanannya. Disatu sisi GMKI Palembang harus
menyadari bahwa apa yang dilakukan terhadapa gereja berjumlah optimal dan
dalam hal ini GMKI dan gereja haruslah intropeksi diri dalam aksi dan
pelayanan masing-masing.

Sebagai bagian dari kehidupan gereja GMKI harus menjadi pelopor dan
penggerak terjadinya pembaharuan dalam kehidupan spiritual jemaat / gereja
dan konsep-konsep gereja yang esa. Hubungan yang baik antara gereja dan
GMKI haruslah menjadi kenyataan yang mengiringi sejarah perjalan hidup
GMKI dan gereja dan mampu untuk saling mendukung dalam mewujudkan
Syalom Allah di dunia.

Pemahaman tentang keberagaman ini tentunya akan menjadi suatu


langkah yang harus selalu di kembangkan dan sikap saling menghargai selalu
dipelihara oleh setiap umat gereja menuju keesaan gereja. Mengembangkan
suatu dasar perjuangan bersama dimana adanya pemahaman tentang tugas dan
fungsi masing-masing lembaga yang dilandasi oleh prinsip saling menompang.
Umat gerejalah yang akan menjadi penentu keesaan itu sendiri dan menjadi
perhatian yang secara khusus harus diberikan oleh pengurus gereja untuk
menjadikan umat Tuhan satu dalam Tuhan dan bukan dalam gereja tertentu.

72 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Relasi gereja dengan lembaga-lembaga keumatan merupakan suatu
posisi strategis yang perlu ditingkatkan, kenyataan selama ini menunjukan
bahwa sikap sendiri-sendiri adalah pilihan yang tidak strategis untuk
menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi gereja dan lembaga-lembaga
keumatan terkesan berada “mimpi” dan “ruang” yang berbeda dan mengarah
pada tujuan yang berbeda pula. Hal ini tergambar dari berbagai kasus yang
terjadi, dimana cara serta tujuan dari penanganan yang berbeda mengakibatkan
terjadi, “benturan” yang serius diantara gereja dan lembaga keumatan.

Oleh sebab itu yang perlu dikembangkan adalah suatu dasar perjuangan
bersama, dimana adanya pemahaman bersama tentang fungsi dan tugas masing-
masing secara jelas, yang dilandasi oleh prinsip”saling menopang”. Prinsip
saling menopang ini, merupakan strategi yang mampu mengakomodir berbagai
fungsi dan peran masing-masing lembaga, agar apapun gerak dan upaya
masing-masing, tetap dilandasi oleh kesadaran akan tujuan bersama untuk
saling menguatkan. Pada titik ini, adanya pemahaman bersama tentang gerak
dan arah perjuangan, menuju tujuan yang sama.***

73 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
POLITIK DITENGAH UMAT KRISTEN

Manusia hidup selalu punya tujuan, dalam menjalani kehidupan manusia


membentuk kelompok untuk mencapai tujuannya tanpa harus merugikan
kelompok lainnya karena pada akhirnya kehidupan itu menjadi persembahan
untuk Tuhan.

Kehidupan masyarakat Indonesia belakangan ini menjadi sorotan dunia


internasional mulai dari lengsernya Suharto sebagai presiden digantikan B. J
Habibie. Kemudian naiknya Abdulrahman Wahid (Gus Dur) yang kemudian
diganti oleh Megawati. Suatu proses yang begitu cepat (dalam 3 tahun 3 kali
pergantian presiden). Pada masa pemerintahan orde baru bagaimana politik itu
di tabukan untuk menjadi konsumsi masyarakat umum sehingga menciptakan
pemerintahan yang otoriter. Wacana yang mentabukan politik sebagai
komsumsi umum dalam kurun waktu 32 tahun tentunya bukan hal yang mudah
untuk menghilangkan wacana tersebut dari bayangan yang harus dilakukan oleh
umat manusia, terutama umat kristiani yang jauh sebelum itu menjadi wacana
yang berkembang untuk dihindari.

Dalam kehidupan umat kristiani hal-hal yang menyangkut politik


menjuadi suatu proses kehidupan yang selalu di hindari, tentunya politik yang
menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin kondisi seperti ini
di akibatkan oleh sejarah negara pada zaman romawi dulu dan di tambahkan
dengan terjadinya peristiwa yang mengakibatkan umat Kristen terpecah setelah
lahirnya protestan oleh Martin Luther.

74 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Siapapun tidak lah boleh menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut
karena peristiwa tersebut menjadi peristiwa yang akan membawa umat kristiani
pada suatu masa dimana ia selalu hati-hati melangkah dalam jalan kebenaran
dan menjadi suatu perjalanan bagi umat kristiani yang kembali mengingatkan
kita pada ketidak sempurnanaan manusia siapapun dia, baik seorang jemaat
biasa, majelis gereja, pendeta, pimpinan sinode gereja dan yang lebih tinggi
sekalipun.

Dalam kehidupan umat Kristen selanjutnya terutama gereja, politik


kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hal yang selalu di hindari, dan
tentunya itu menjadi hal yang baik untuk gereja sebagai Lembaga keumatan.
Kondisi ini tentunya tidak sepenuhnya baik bagi kehidupan umat kristiani
karena bagaimanapun juga umat kristiani tidak akan bisa dilepaskan dari
kehidupan politik kalau ingin menjadi garam dan terang.

Dalam kehidupan bergereja, selain pengenalan akan Tuhan Yesus sebagai


Juru Selamat tentunya akan ada pembinaan moral dan etika dan ini sangat baik
dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat. Ketika seorang kristiani
menjadi politikus tentunya harapan dari gereja dia akan menjadi politikus yang
jujur, dan selalu berpihak pada masyarakat kecil. Tapi permasalahannya apakah
dia bisa menjadi politikus yang bijak? tentunya tergantung dari bagaimana dia
melakukan keputusan publik dengan melibatkan kondisi, situasi, dan
bagaimana dia memutuskannya.

Terkadang apa yang secara tidak langsung di sepakati oleh masyarakat


luas bahwa politik itu tabu tentunya sepenuhnya tidak bisa di benarkan dan
sepenuhnya tidak bisa di salahkan karena bagaimana pun realitas yang terjadi di
masyarakat menjadi penilaian dari masyarakat itu sendiri tapi masyarakat juga
perlu memahami arti dari kehadiran politik yang sebenarnya. Dalam kehidupan

75 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
politik di Indonesia, realitas yang terjadi di tengah masyarakat menunjukkan
bahwa dalam dunia perpolitikan kebenaran menjadi hal yang mudah menjadi
salah dan demikian sebaliknya. Bagaimana para politikus juga menjadikan
nama rakyat sebagai tameng untuk membenarkan diri dan berlindung di balik
kesalahan.

Dari realitas yang terjadi itu apakah kita bisa mengatakan politik itu tabu?
tentunya tidak karena pembelokan dari arti yang sebenarnya politik itu adalah
pelaku politik itu sendiri. Politik dalam arti sebenarnya tidaklah kotor. Politik
itu menjadi bagian dari seni (cara) untuk meraih tujuan. Namun, oleh pelakunya
yang bertindak tidak benar sehingga seakan-akan menjadi cerminan dari
kelicikan.

Melihat dari beberapa kondisi dan permasalahan diatas maka sebagai


sumbangan yang harus nyata dari gereja adalah membentuk manusia Kristen
yang sesuai dengan cermin kehidupan kristiani (jujur, bijaksana, berpihak pada
kebenaran dan masyarakat kecil). Sekalipun gereja sebagai lembaga keumatan
tidak akan terjun dalam kehidupan politik praktis dalam kehidupan bangsa dan
negara tetapi dia akan menjadi pewarna dan garam melalui pribadi-pribadi
jemaat yang di bentuknya. Secara dalam kelembagaan juga gereja harus selalu
peduli dengan kondisi yang terjadi di masyarakat dan memberikan sumbangan
pemikiran untuk kemajuan bangsa dan negara.

Gereja harus melaksanakan tugasnya sebagai alat Tuhan untuk


mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaan
tanggungjawabnya gereja perlu untuk mengetahui batasan-batasan yang tidak
boleh di lalui untuk menghindari independensi dan objektivitas gereja. Gereja
jangan di eksploitasi sebagai alat politik untuk mewujudkan kepentingan sempit
kekuasaan politik dari kelompok tertentu.

76 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Suatu realitas yang terjadi belakangan yang tanpa di sadari oleh agama
(termasuki gereja) adalah distorsi fungsi agama dalam masyarakat. Agama
dalam kehidupan masyarakat, pada dasarnya berfungsi untuk melakukan
kontrol sosial bagi jalannya pembangunan serta memberikan landasan etik,
moral dan spiritual. Tetapi kenyataannya, terjadi agamanisasi politik dan
politisasi agama (kepentingan politik sering menunggangi kepentingan agama,
dan sebaliknya kepentingan agama menunggangi kepentingan politik). Hal ini
mengakibatkan fungsi agama menjadi kabur, dan agama sering di jadikan
sebagai alat untuk menindas manusia dan kemanusiaannya.

Kedamaian dan perdamaian menjadi sesuatu yang mahal dalam


masyarakat. Sebab masyarakat telah terpecah dalam sikap yang di pengaruhi
oleh persepsi sempit keagamaan, kondisi ini menimbulkan, perasaan curiga
yang saat tertentu menjadi potensi konflik dalam masyarakat. Bagaimanapun
juga politik tidak untuk di hindari, karena hal itu menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat dan masyarakat itu termasuk umat kristiani.

Perjuangan (politik) nilai adalah bagaimana mahasiswa/pemuda kristiani


dan gereja memberikan kontribusi pemikiran yang obyektif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat luas. Mahasiswa/pemuda kristiani tidak membuat
kriteria untuk mendukung seorang figure (melihat seorang figure untuk
membuat kriteria) tetapi mahasiswa/pemuda kristiani membuat kriteria untuk
mendapatkan seorang figur yang ideal menurut kriteria itu sendiri. Di
sampaikan oleh Dr. J. Leimena dalam makalahnya yang berjudul “Gereja,
Negara dan keinsafan politik”, dokumen No : 8/KSN-GMKI/84 dengan
mengatakan : dilapangan ekonomi, sosial, ideologis teristimewa dilapangan
politik masyarakat Kristen harus berpikir dan bekerja atas 4 macam :

77 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
1. Dasar christocentris : sebab kita mengakui bahwa pemerintah adalah
hamba Allah dan pemerintah menjalankan menjalankan kewajibannya
atas nama Tuhan. Kita mengetahui bahwa kita hidup dalam dunia yang
pecah belah oleh karena dosa, dan sebab itu kita harus berusaha untuk
meninggikan nama Tuhan di dalam dunia ini.
2. Dasar demokrasi, yang bertanggung jawab sebab demokrasi yang tidak
mengandung pertanggung jawaban berarti “demo crazy” kita berfikir
atas dasar demokrasi, yang mengandung pula arti keadilan sosial.
3. Dasar nasional, oleh sebab nasib seluruh bangsa Indonesia pada
permulaan perjuangan adalah menjadi pertaruhan bangsa kita, dan oleh
karena persatuan bangsa Indonesia menjadi tujuan kita semua.
4. Dasar kenegaraan, oleh karena kita insyaf bahwa jatuh bangunnya
republik Indonesia ini berarti pula jatuh bangunnya seluruh bangsa
Indonesia yang sudah menjadi bangsa yang merdeka.

Dok : Kompasiana

Sebuah buku yang berjudul “Kewarganegaraan yang bertanggungjawab”


mengenang Dr. J Leimena karya Peter D. Laimahallo dan foto kanan Dr. J.
Leimena ditengah-tengah pemimpin bangsa Indonesia.

Dr. J. Leimena menyatakan hal ini di sadari oleh pengalaman bangsa


Indonesia dalam upaya mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia dan juga

78 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
rakyat Indonesia sebagai mahluk yang merdeka. Hal ini di tandai dengan
pernyataan berikutnya dalam makalah itu yaitu :

Pada dasarnya fakta Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 merupakan


suatu penolakan terhadap praktek penjajahan yang di tandai dengan
diskriminasi, kemerdekaan dengan eksploitasi, subordinasi, pembodohan dan
pemiskinan. Kemerdekaan dengan demikian merupakan suatu kenyataan
sejarah yang berangkat dari prinsip :

1. Emansipasi, yaitu semangat pembebasan, bebas dari berbagai


prakteki penjajahan;
2. Demokrasi, yaitu semangat untuk mengatur diri da menentukan
nasib sendiri, tidak ter suborbinasi, tidak dipaksa; dan
3. Kesejahteraan, yaitu semangat untuk terpenuhinya semua kebutuhan
dan hidup sesuai dengan hakekat kemanusiaannya. Keseluruhan
aspek, struktur, proses dan perilaku dalam bernegara seharusnya
berjalan dalam semangat di atas. Dengan demikian praktek
bernegara yang tidak memanifestasikan semangat tersebut
bertentangan dengan prinsip dan kesepakatan 17 Agustus 1945,
yang merupakan pengingkaran terhadap hakekat Indonesia

Perlu terjadi transformasi nilai dan orientasi tujuan yang tuntas dari
semangat kelompok yang primodiolistik menuju semangat kebangsaan yang
nasionalistik, yang berakar pada prinsip dan kesepakatan bernegara 17 Agustus
1945. Hal ini hanya bisa tercapai jika timbul “kesadaran transformative” untuk
mengembangkan konteks primordial menjadi konteks Indonesia yang melewati
batas-batas primodial tersebut, dimana tidak ada seorang atau suatu kelompok
yang menjadi dominan dan mensubordinasi terhadap yang lain. Dalam frame

79 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
seperti ini, fungsi dan peranan setiap institusi masyarakat sangatlah penting dan
di perlukan.

Pernyataan diatas tidaklah menjadi bagian dari perjuangan kelompok


masyarakat tertentu saja tetapi menjadi perjuangan dari seluruh masyarakat dan
lembaga yang hadir ditengah mereka. Bagaimana Gereja dan umat kristiani
tidak boleh menutup mata dengan realitas yang terjadi serta harus selalu
memperjuangkan kedaulatan rakyat sebagai suatu tanggungjawab pelayanan.
Hanya bentuknya berbeda dari lembaga politik dan juga politikus tetapi dia
punya visi yang sama untuk kesehjateraan umat manusia.

Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan tersebut maka perlu


penghargaan terhadap keberadaan sesama dan rakyat harus mendapat haknya
dalam bangsa sebagai pemilik yang dimandatkan Tuhan. Disinilah fungsi
masyarakat kristiani dan lembaga kristiani sebagai bagian dari bangsa, dan
tentunya karena politik merupakan bagian dari kehidupan masyarakat maka
kehidupan politik tidak bisa dihindari tetapi diwarnai oleh umat kristiani
sebagai gereja yang hidup dan peranan gereja menjadi institusi yang fungsional
memperjuangkan nilai kebenaran melalui suara kenabian.

Hal ini menjadi tantangan dan dalam kehidupannya umat kristiani akan
selalu diperhadapkan dengan berbagai tantangan. Tentunya sangat begitu
nikmat apabila dapat menjadikan tantangan sebagai kebutuhan untuk
pendewasaan dan mengatasinya untuk kelanjutan kehidupan umat manusia dan
langkah selalu optimis menjadi warna dari langkah umat kristiani karena firman
Tuhan juga mengatakan untuk selalu hidup dalam pengharapan.

Hidup dengan penuh tantangan akan menjadi hidup yang sangat indah
apabila dalam diri kita selalu ada pengharapan dan tantangan yang dapat

80 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dilewati, tentunya merupakan keberhasilan yang istimewa. Hanya bagaimana
menjadikan umat Kristen mampu melewati rintangan itu maka disinilah
peranan GKMI dan lembaga kekristenan.

Filsuf Yunani, Socrates pernah mengatakan “hidup yang tidak teruji


bukanlah kehidupan yang berharga”. Pernyataan itu cukup populer hingga saat
ini, sebagaimana dikutip dari Wikipedia.org. Bagi Socrates agar kehidupan itu
menjadi suatu kehidupan yang telah teruji maka harus ada suatu keberanian
untuk mempertahankan keyakinan meskipun ancaman kematian menjadi resiko
yang harus di jalani.

Sejalan dengan itu, tentunya sebagai umat Kristen harus menyadari


tanggungjawab dan menjalankan, dengan memikul salib. Itu menjadi penegasan
atas tanggungjawab sebagai umat Kristen. Tanpa penegakan atas suatu
keyakinan yang dijalani umat manusia bukanlah kehidupan yang layak untuk
diperjuangkan. Demi kekukuhan untuk memegang prinsip semacam ini , hidup
ternyata tidak cukup sekadar mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana
manusia berprilaku tetapi bagaimana manusia harus mengatur prilaku bagi
dirinya. Dengan alasan semacam ini, aktifitas manusia lalu tidak sekadar
dipahami dalam pengertian makna kata perilaku pada tataran empiris tetapi
harus juga melibatkan pengertian aturan moral.

Pada intinya etika bersangkut paut dengan adanya kewajiban dari umat
manusia untuk melakukan pembedaan terhadap apa yang benar (Right) dan
yang salah (Wrong). Artinya, manusia diharuskan untuk berbuat yang benar
dan sebaliknya harus menghindarkan perbuatan yang salah. Namun layak pula
dicatat bahwa keharusan dalam konteks etika, harus dipahami dalam keharusan
moral (Moral Ought). Dalam rumusan lain keharusan dalam konteks berbeda

81 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dengan keharusan logis (Logical Ought) dan juga berbeda dengan keharusan
yang bijak (Prudential Ought).

Untuk membedakan nya marilah kita melihat pernyataan-pernyataan


berikut. Jika seseorang menyatakan ‘empat dibagi dua adalah dua‘ maka
pernyataan semacam ini lebih menyampaikan keharusan logis. Ia disebut
dengan keharusan logis, karena untuk tiba pada kesimpulan bahwa ‘empat
dibagi dua menjadi dua‘ seseorang tidak perlu memiliki adanya keyakinan
moral. Yang dibutuhkan adalah hanya sekedar keterampilan matematis.

Pernyataan semacam ini juga tidak mengandung makna keharusan moral


tetapi sekadar keharusan yang bijak. Alasannya adalah karena keharusan
semacam itu dilakukan atas suatu prasyarat yaitu adanya keinginan atau hasrat.
Berbeda dengan dua keharusan yang terdahulu, maka keharusan moral tidak
dibuat atas dasar kemampuan berpikir yang logis dan juga bukan atas dasar
suatu prasyarat.

Misalnya jika ada pernyataan ‘seseorang harus mengasihi sesamanya’.


Keharusan semacam ini jelas tidak membutuhkan kemampuan berpikir logis.
Tidak diperlukan seorang ahli matematika terkenal untuk memahaminya.
Pernyataan semacam ini juga tidak dilakukan atas dasar suatu persyaratan.
Mengasihi dianggap sebagai kewajiban bagi umat manusia karena mengasihi
adalah perbuatan yang benar dan membenci adalah perbuatan yang salah. Sama
halnya dengan pernyataan ‘manusia harus bersikap adil dalam berhubungan
dengan sesamanya’.

Kewajiban untuk bersikap adil ini dilakukan karena ketidakadilan


(injustice) dipandang sebagai perbuatan yang salah dan keadilan (justice)
adalah perbuatan yang benar. Karena itu pula berbicara tentang keharusan

82 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
moral adalah berbicara tentang keharusan yang berlaku bagi semua orang dan
dilakukan dengan suatu komitmen tanpa atribut gelar dan kekayaan.

Belakangan sering kita dengar dikotomi antara paradigma teologis dan


paradigma kebangsaan. Pendapat sebagian masyarakat Kristiani dan juga
mahasiswa Kristen yang menyatakan GMKI sangat sekuler dan lebih banyak
bermain dalam bidang Politik. Keprihatinan kita saat ini ketika mereka tidak
pernah mengenal perjuangan GMKI. Disinilah sebenarnya fungsi GMKI
sebagai garam dunia dan partisipasi politik GMKI adalah partisipasi politik
moral ataupun nilai. Kenyataan yang sesungguhnya bertolak belakang dengan
apa yang dituduhkan adalah ketika seorang Pimpinan jemaat ataupun Pendeta
berpolitik praktis.

Paradigma Oikumenis dan nasionalis menyatu berdialektika, dan saling


menguatkan bagi perjuangan dan pelayanannya. Penolakan terhadap kehidupan
politik ini tidak jarang kita dengar dari kalangan umat kristiani, tetapi dalam
kenyataannya mereka melakukannya dalam politik praktis.Tapi dalam realistis
kehidupan selanjutnya memasuki era reformasi, umat Kristen semakin banyak
menyadari kehadirannya ditengah umat bangsa perlu mewarnai perjalanan
kehidupan bangsa sebagai sebuah tanggung jawab, tetapi sangat ironis hal itu
juga diikuti para elit gereja (Pendeta). Ketika Pemilu tahun 1999 dilaksanakan
dimana ada sebagian dari elit gereja menjadi bagian dari struktur lembaga
politik, biarpun mengatas namakan pribadi tetapi tentunya dia tidak boleh
melepaskan identitas dia sebagai elit gereja.

Untuk menunjukan perhatian dan partisipasinya dalam kehidupan


masyrakat dengan perjuangan moral mahasiswa berpolitik. Berpolitik disini
bukanlah dalam artian politik praktis melainkan politik moral atau politik hati

83 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
nurani. Politik nurani dan kebenaran yang dilakukan GMKI tentunya sesuai
dengan keberadaan kadernya yang beridentitaskan mahasiswa.

Memang ada gugatan apakah gerakan mahasiswa sebaiknya moral atau


gerakan politik? Sebenarnya gerakan moral dan gerakan politik bukan pilihan
hitam putih bagi mahasiswa karena keduanya tidak bisa dipisahkan bagi
mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat. Gerakan moral yang dibuat oleh
mahasiswa dalam hal ini GMKI merupakan gerakan moral itu berhubungan
dengan praktek politik yang tidak sesuai dengan harapan masyarakyat. Gerakan
Moral yang dibuat oleh mahasiswa dalam hal ini GMKI merupakan gerakan
moral itu berhubungan dengan praktek praktek politik yang tidak sesuai dengan
harapan masyarakyat.

Memang terkadang sulit membedakan mana yang politik praktis dan


mana yang tidak dan ada juga yang mengatakan politik itu tidak ada yang tidak
praktis. Tetapi sebenarnya ini harus kita bedakan untuk mendapatkan benang
biru partisipasi gereja dan GKMI dalam kehidupan ditengah tengah bangsa dan
Spritualitas edisi pertama 1999, BKS PGI-GKMI
negara. Menurut Romo YB. Mangunwijaya
bahwa ‘ikut mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan demi mendatangkan
keadilan, solidaritas, dan kesejahteraan bagi semua masyarakyat tanpa
terkecuali’. Kalau ada organisasi Kristiani dan lembaga Kristiani diluar Gereja
yang mempunyai kegiatan kegiatan yang sifatnya pembinaan rohani saja dalam
mencapai missinya, harus dimengerti bahwa mereka hadir dengan bentuk
seperti itu. GMKI hadir bukanlah hanya untuk berdoa, kebaktian, bernyanyi,
menelaah Alkitab, tetapi juga untuk melayani digereja, perguruan tinggi dan
masyarakat, dengan bentuk yang lainnya juga yang sesuai dengan
pergerakannya.

84 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Dalam upaya mewujudkan visinya GMKI tidak akan lepas dari kehidupan
masyarakat dan itu harus dipahami sebagai bentuk pelayanan GMKI .
Kehidupan masyarakat tidak akan lepas dari permasalahan sosial dan politik
karena hal itu merupakan bagian dari masyarakat. Keterlibatan nama GKMI
dalam politik bukanlah politik praktis, tetapi politik moral dengan menyuarakan
suara kenabian ataupun kebenaran dalam menyikapi permasalahan yang ada
dimasyarakat. Keterlibatan GMKI juga terlepas dari keberadaan GKMI yang
merupakan bagian dari masyarakat, bangsa dan negara. Seperti yang dikatakan
Dr. J. Leimena (Pendiri GKMI), “Kita jangan menjauhkan politik, sebab kita
tidak memandang politik sebagai suatu cara untuk meraih kekuasaan tetapi
suatu seni untuk melakukan pelayanan”.

Disinilah fungsi gereja dan lembaga Kristen sebagai gerakan pemikir


yang memberikan sumbangan pemikiran bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Menurut Dr. J. Leimena yang dalam makalahnya yang berjudul
Pendiri I
Gereja, Negara dan Keinsafan Politik pada KSN GMKI tahun 1984 *
GKMI lahir di Lateri, Ambon 6 Maret 1905. Mengikuti kongres pemuda II tahun 1928 mewakili jong Ambon

Kehidupan gereja dan warga gereja dalam negara juga mendapat respon dari
mengatakan : “Meskipun sekarang ini kita belum mempunyai satu paham sosial
politik, ekonomi, dan sosial namun kita sebagai kaum Kristen mempunyai satu
ikatan terhadap gereja, dan satu ikatan terhadap Negara, oleh karena kita
bukan saja sebagai anggota anggota gereja tetapi juga warga Negara
Indonesia.”

Pernyataan tersebut keluar tentunya tidak terlepas dari realitas umat


kristiani yang menempatkan tanda tanya dibelakang hubungan orang Kristen
dan Negara meskipun ia mengakui dan menyebutkan dirinya warganegara
Indonesia dalam banyaknya paham-paham tersendiri terhadap hubungan itu.

85 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
PEMILU 2019 sudah tidak ada lagi perwakilan Partai berbasis Kristen. Sementara
untuk posisi DPD hanya ada 134 Bakal Calon di seluruh Indonesia yang beragama
Kristen.

Gereja sebagai lembaga tentunya punya sikap tersendiri dan harus


melakukan pelayanan dengan sumbangan pemikiran kebenaran untuk
kesejahteraan umat manusia. Gereja sebagai lembaga juga harus menjadi terang
karena gereja tidak dapat membiarkan umat Kristen yang juga warga Negara
tertindas, melakukan kesalahan dan berada pada posisi yang sulit. Sumbangan
pemikiran tentunya dilakukan bagi semua masyarakat dan gereja harus
menjadikan warga gereja sebagai warga negara yang taat hukum, menjadi
pejuang kebenaran dan keadilan yang berdiri pada iman yang kokoh.

Hal ini juga yang dilakukan oleh GKMI sebagai bentuk pelayanannya
ditengah masyarakat yang tentunya dilakukan untuk kepentingan umat kristiani
tetapi untuk keadilan, kebenaran menuju kesejahteraan. GMKI sebagai
organisasi non-partisan yang bergerak di ketiga medan pelayanannya yaitu

86 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
gereja, perguruan tinggi, dan masyarakat dengan pilar Nasionalisme dan
Oikumenisme dituntut untuk selalu eksis dalam kehidupan medan layannya dan
berdiri diatas seluruh kepentingan masyarakat gereja dan perguruan tinggi
dengan nilai kebenaran dan keadilan serta kasih yang selalu berada
dipundaknya. Keintelektualan pergerakan GMKI sebagai gerakan nilai harus
ditunjukkan dengan pergerakan yang menghargai nilai itu sendiri tanpa
memandang individu tetapi melihat sebuah kebenaran dengan kriteria keadilan
untuk menjawab kebutuhan medan layannya.

Kehidupan GMKI yang berlangsung selama ini dalam medan pelayanan


masyarakat begitu banyak mendapat sorotan ketika GMKI harus mengambil
langkah yang berbeda dari gereja seperti penyampaian pernyataan atas realitas
yang terjadi ditengah bangsa dan Negara. Secara lembaga GKMI bukanlah
gereja dan bukan partai politik tetapi Warga GMKI merupakan warga gereja
dan warga Negara maka GMKI tidak akan menutup mata dengan apa yang
terjadi dimedan pelayanannya. Disamping pembinaan civitas GMKI agar
memiliki iman yang kuat, moral serta etika maka GMKI juga harus
menyampaikan suara kenabiannya ditengah masyarakat untk kesejahteraan
masyarakat. Nilai nilai perjuangan GMKI inilah yang menjadi cerminan dari
salah satu pilar GMKI yaitu Nasionalisme (sering disebut sikap kebangsaan)
yang merupakan satu identitas kebersamaan, satu sikap mencintai bangsa dan
siap berkorban untuk itu. Hal ini disebabkan bahwa kejayaan atau kehancuran
sebuah bangsa juga sangat tergantung kepada intensitas nasionalisme
rakyatnya, dimana kekompakan rakyat berarti kekukuhan negara.

Secara sederhana, nasionalisme bisa kita pahami sebagai perasaan dan


keyakinan untuk menjadi sebangsa dengan manusia manusia lain. Ini
mengandung arti bahwa sejumlah manusia dalam sebuah wilayah tertentu

87 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
secara politik merasa ikhlas bersatu menjadi sebuah bangsa dan hidup dalam
kawasan sebuah negara. Pemahaman ini menekankan faktor keihklasan untuk
menjadi satu bangsa . Selama keihklasan tersebut masih ada, maka keutuhan
negara dan bangsa tersebut akan terus berlangsung.

Sehingga menjadi penting, mengamati dan mencari tahu lebih jauh,


makna nasionalisme itu hidup dalam diri kehidupan masyarakat, termaksud
GMKI. Sehingga, isu kedaerahan di GMKI harus dikikis, saat proses dan
dinamika organisasi berjalan. Seperti halnya dalam dinamika dalam proses,
seperti di Kongres, Konfercab dan lainnya. Objektivitas harus dibangun, tanpa
melihat asal-usul daerah seorang kader. Sikap itu akan membangun
nasionalisme kader GMKI.

Penulis memberikan catatan nasionalisme dan GMKI, karena ini menjadi


salah satu tantangan didalam organisasi sendiri. Punya pengalaman, saat
seorang kader GMKI dari salah satu cabang Kalimantan yang juga merupakan
orang batak sendiri dengan sedikit tergesa-gesa mengatakan bahwa untuk saat
ini yang terutama asal bukan orang Batak (saat momen Kongres). Saya hanya
bisa berpikir bahwa dia bukan kader yang buruk dalam organisasi ini. Saya
memahami pilar dari organisasi yaitu Oikumenisme dan Nasionalisme dan saya
juga yakin bahwa dia tahu akan hal itu. Tapi dia tidak memikirkan bahwa
tindakannya telah mematahkan semangat Nasionalisme itu sendiri.

Pemahaman tentang ke-Intelektualan dalam pergerakan GMKI yang


merupakan cirinya yang juga tercermin dari kader gerakan, hilang sesaat ketika
ada kader menyampaikan sikap politis yang tidak rasional tersebut menjelang
pemilihan pimpinan organisasi ataupun pengambilan keputusan yang
seharusnya tidak diwarnai isu primordial seperti itu.

88 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Disinilah GMKI sebagai gerakan yang berpilarkan nasionalisme
mengambil peranan dan menunjukkan Ideologi itu hidup dalam dirinya melalui
sikap kader dalam mempertahankan keutuhan bangsa dalam kerangka persatuan
melalui perjuangan kemanusiaan yang harus hidup juga dalam kehidupan
Organisasi.

Kehidupan politik memang bukan merupakan kehidupan yang tidak


terhindarkan tetapi merupakan kehidupan yang tidak untuk dihindari. Kalau
untuk menjadi garam dan terang apakah kita harus pada satu gerak dengan
metode gerak yang sama? Ketika Politik dapat dihindarkan dan dipisahkan dari
kehidupan masyarakat maka politik harus dihindari. Tetapi saya hanya
memandang bahwa kenyataan masyarakat yang tidak begitu menyukai
kehidupan politik adalah berangkat dari realitas pelaksanaan politik yang tidak
sehat lagi karena bagaimana tidak baiknya pelaku pelaku politik dalam
menjalankan kehidupan politik. Dengan demikian tindakan yang sangat penting
untuk dilakukan lembaga gereja dan secara khusus GMKI adalah membentuk
masyarakat Kristen dan civitas gerakan secara khusus menjadi manusia yang
taat akan Tuhan dengan etika, moral mental dan idealisme yang kokoh untuk
memperjuangkan kebenaran, keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan sebagai
wujud Syalom Allah didunia.

Gereja secara kritis harus mampu menghadirkan citra keberpihakan


kepada rakyat banyak dan tidak berpihak kepada kekuasaan yang menindas
dan korup. Gereja dengan kekuatan moral dan spritualnya, hendaknya mampu
menegakkan keadilan, mengusahakan kesejahteraan rakyat, demokratisai yang
berkedaulatan rakyat, hak azasi manusia, menjadi mediator yang mesra antara
umat dan pemerintah, serta tetap kritis terhadap upaya penegakan hukum. Oleh
sebab itu gereja mesti mendorong adanya relasi yang positif antar seluruh

89 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
agama dan pemeluknya, yang dilandasi oleh ras persamaan dan
kesamaderajatan, sebagai suatu bangsa yang menghargai eksistensi dan
kepelbagaian yang ada.

90 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
DEMOKRATISASI DAN KEKRISTENAN

Dalam suatu komunitas / kelompok, mereka punya satu visi tetapi


mereka tidak akan sama dalam pemikiran dan juga pandangan untuk mencapai
visi itu, mereka harus berpikir bagaimana mewujudkan visi tersebut dengan
langkah bersama sama dan saling menerima diantara mereka yang berbeda,
maka proses demokrasi akan menjadi jalan yang cukup baik untuk dapat
melangkah kaki komunitas /kelompok tersebut.

Dalam bukunya yang berjudul “Runaway World” Anthony Giddens


mengatakan bahwa Demokrasi akan menjadi kekuatan untuk menghadapi
resiko dan ketidakpastian baru yang ditimbulkan oleh globalisasi yang
diprediksinya mampu merombak tradisi dan juga yang berhubungan dengan
agama. Dia memberikan analisa bahwa demokrasi yang dimotori oleh sikap
toleransi kosmopolitan bertarung melawan fundamentalisme dan kalau
demokrasi yang menang, maka terbuka jalan untuk menjinakkan dunia yang
lepas kendali.

Anthony Giddens sebenarnya secara jelas mengatakan bahwa begitu


sentralnya peranan demokrasi pada sebuah kemajuan dan kebaikan masyarakat
dunia. Tentunya hal ini akan bertentangan dengan pemahaman orang orang
fundamentalisme agama yang mempercayai akan hidup manusia yang telah
disetting oleh ALLAH dan selalu “ Berserah dengan Allah sepenuhnya”. Hal
ini juga bertolak belakang dengan sistim pemerintahan diktator dan monarki
karena dalam sistim ini masyarakat hanya menjadi obyek yang cenderung
dijadikan “robot”.

91 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Saya tidak ingin membahas terlalu jauh tentang suatu proses demokrasi
dalam konteks kebutuhan masyarakat dunia, hanya bagaimana demokrasi hidup
ditengah umat kristiani dan mengapa hal itu perlu ada, ini yang ingin sedikit
saya bicarakan agar menjadi suatu pemikiran untuk menghidupkan demokrasi
dalam diri kader GMKI sebagai gereja yang terselubung dan kembali
mengingatkan akan pentingnya demokrasi itu, karena bagaimanapun mereka
harus menghargai eksistensi komunitas lainnya.

Ketika harus berbicara tentang demokrasi, maka bayangan banyak orang


akan mengarah pada politik dan akan jauh dari kehidupan gereja dengan bangsa
tidak jauh biarpun setelah abad XX gereja mencoba memisahkan nya sekalipun
dalam kegiatan struktural gereja demokrasi menjadi praktek kehidupannya.

- Kekristenan dan Politik

Kejatuhan Soeharto dari tampuk pimpinan negara Indonesia oleh


kekuatan arus bawah menandai tumbangya otoriterisme. Kekuatan demokrasi
semakin menjamur termasuk yang mejadi pilar politik pendukung penguasa
otoriter menformat gerakarnya untuk dapat bergabung dengan kelompok
(prodemokrasi).Secara cepat komponen bangsa bersiap dan juga
mempersiapkan perangkat hukum dan undang undang memasuki transisi
demokrasi. Salah satu produk keputusan yang dipandang menjadi bagian dari
sistem demokrasi itu adalah tentang peserta pemilu/kepartaian.
Kran demokrasi dibuka dan ditandai dengan menjamurnya partai –
partai politik dan dengan alasan kebebesan politik juga banyak partai yang
lahir, tidak terlepas partai politik Kristan. Kelahiran partai politik Kristen juga
tentunya mernbawa dampak munculnya politisi kristen ditingkat nasional dan

92 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
daerah. Transisi demokrasi dibuka, yang punya minat terjun kedunia
perpolitikan dan yang merasa terpandang dimata masyarakat berpesta dan
Indonesia masuki era partai. Membentuk partai sudah seperti membentuk
kelompok belajar, dan tentunya tidak begitu baik melihat kondisi social dan
pisikologis masyarakyat Indonesia.
Mungkin akan ada yang menolak partai politik yang berlabelkan agama
“Kristen” sebagai partai politik kisten tapi realitanya menunjukkan hal itu
tidak terbantahkan. Melihat jumlah partai yang cukup besar maka tidak pantas
kita mengatakan bahwa masyarakyat Indonesia mengalami krisis Ekonomi,
karena untuk membentuk satu partai butuh materi yang cukup banyak dan juga
pemerintah harus mengeluarkan dana yang banyak untuk dana partai dalam
menyukseskan pemilu.
Telah terjadi krisis moral yang sangat dasyat di Indonesia ditandai
dengan ketimpangan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia. Bagaimana
jumlah pengangguan baik yang sudah tersedia di lndonesia maupun yang akan
pulang dari negeri Jiran Malaysia akan menambah beban ekonomi yang harus
direspon secara positif. Ditengah kondisi pahit dan sangat tidak baik itu tokoh
politik dan yang secara cepat/instant menjadi ditokoh politik membentuk partai
dengan milyaran rupiah.
Permasalahan dan kondisi riil perpolitikan Indonesia tersebut bukanlah
terlepas dari orang-orang kristen sebagai pelaku ketidak adilan ditengah
permasalahan sosial tersebut. Pertambahan dan pertumbuban partai politik
kisten juga cukup subur dengan berbagailatar belakang pembentukannya.
Banyaknya partai kristen pada awalnya tetapi dalam perjalanannya juga
tidak menutup kemungkinan menjadi partai terbuka dan itu akan dipengaruhi
hembusan angin politik, biarpun terbukanya kadang kecil dan kadang lebar dan
kadang pintunya tertutup. Ketika pimpinan partai berdiri di atas mimbar umum

93 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dia menyatakan partainya partai terbuka dan bukan partai aliran agama tertentu
tetapi ketika dia berdiri di mimbar satu komunitas agama Kristen maka dia akan
rnenyatakan bagaimana partai itu perlu didukung karena akan menjadi sarana
penyaluran aspirasi umat Kristen. Ibarat pepatah,”dimana bumi dipiiak di situ
langit dijunjung” atau menyesuaikan diri pada kepentingan partai.
Apakah kelahiran partai - partai politik kristen ini disebabkan oleh
tumbuh suburnya “ fundamentalisme” kristiani, ketidakpuasan dengan partai
politik yang ada dan tokoh politik yang sudah dimiliki Indornsia" atau
keinginan menunjukkan eksistensinya dan sampai yang cukup buruk yaitu
mencari penghidupan yang Iebih mewah dan kedudukan yang lebih tinggi?
Perlu dicermati dan disadari bahwa kemunculan partai politik kriistiani
ini bias juga dikatakansebagai kemunculan minoritas kuantitas tetapi mayoritas
kreatifitas. Pertimbangan melihat prospek partai Kristen ke depan dan tentunya
perlu kontrol yang ketat dari masyarakat agar partai kristen bisa dirinya sebagai
partai Kristen bukan dari namanya tetapi dari gerak kehidupannya.
Selalulah membela kebenaran untuk keadilan bukan umat Kristen yang
harus dibela, tetapi kebenaran yang juga merupakan salah satu dari nilai
kekristenanlah yang pantas dibela. Sebagai orang Kristen yang ditugaskan
menjadi garam dan terang dunia harus mejadi kaum intelektual yang inklusif
dan bukan eksklusif dengan partainya sendiri. Karena dengan berjuang bersama
keminoritasannya maka dia akan semakin minoritas.
Kemunculan partai politik Kristen dengan figur yang ditampilkan dalam
berbagai versi target-target pemilu untuk menjadi presiden,wakil presiden
ataupun sekedar mewamai, menunjukkan keragaman misi untuk mencapai visi
kekristenan itu sendiri. Dari apa yang mereka ingin capai perlu ada kritis dari
umat Kristen sebagai kontrol karena akan berpengaruh pada upaya untuk
menghadirkan kesejahteraan melalui perjuangan kebenaran dan keadilan.

94 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Realitas sosial politik umat Kristiani yang ada mencerminkan bahwa
kesadaran sebagai warga Negara dengan pelayannan bidang politik semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya kwantitas politisi kisten dan padai
politik kristen pada dasarnya banyak umat kristen yang menolak dan hal ini
ditandai sikap sebagian politisi yang lebih memilih partai-partai yang tidak
berlabelkan “agarm”. Seperti yang dikatakan Pdt Dr. Martin L. Sinaga bahwa
bukan partai Kristen yang perlu tetapi orong-orang Kristen secara politik yang
perlu.
Penolakanini bukan berarti politisi dan umat kristen akan menggadaikan
partai politik kristen tetapi perjalanan dan pergerakan partai politik kristen
harus tetap dikontrol sekalipun tidak menjadi bagian dari partai tetapi karena
menjadi bagian dari kekristenan itu. Dengan pernyataan tersebut bukan berarti
kita harus lari dari politik tetapi bagaimana kita memposisikan diri dalam
politik sebagai pembawa damai, maka kita berada pada suatu sikap seorang
negarawan yang menjadikan nasionalisme sebagai garda. Didalam perjuangan
itu memang perlu umat kristiani perlu partai politik tetapi hendaknya kita lebih
dewasa dalam rnenyikapi hal ini dengan pemahaman hidup diantara
masyarakat. Nilai hidup inklusif dan profesionalisme umat kistiani dan elite
gereja dibutuhkan sehinggakita menjadi pembawa damai, dan pembawa
harmoni hidup kondusif.
Kedepan perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya agar partai Kristen
jangan sampai eksklusif minoritas ataupun eksklusif mayoritas ditengah
masyarakat karena umat Kristen tidak selamanya benar. Pada akhimya dalam
proses politik yang dijalani partai politik eksklusif akan ditinggalkan.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan tersebut maka perlu
penghargaan terhadap keberadaan sesame dan rakyat harus mendapatkan
haknya dalam bangsa sebagai pemilik yang dimandatkan Tuhan. Disinilah

95 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
firngsi masyarakyat kristiani dan lembaga kistiani sebagai bagian dari bangsa
dan tentunya karena politik merupakan bagian dari kehidupan masyarakat rnaka
kehidupan politik tidak bisa dihindari tetapi diwarnai oleh umat kristiani
sebagai gereja yang hidup dan peranan gereja menjadi institusi yang fungsional
memperjuangkan nilai kebenaran melalui suara kenabian sebagaimana yang
diungkapkan Dr. J. Leimena, “Kita jangan menjauhkan politik, sebab kita tidak
memandang politik sebagai suatu cara untuk meraih kekuasaan tetapi suatu seni
untuk melakukan pelayanan”. .
Dalam dunia politik ada banyak pendapat yang menggambarkan tentang
demokrasi, agama dan hubungannya seperti halnya Komarudin Hidayat yang
mengatakan dalam buku “Demokratisasi Politik , Budaya dan Ekonomi” ( Tiga
Model Hubungan Agama dan Demokrasi);

“Demokrasi merupakan produk dan aktualisasi penalaran manusia sebagai


mahluk sosial dan bertolak belakang dengan agama yang diyakini datang dari
Tuhan. Perilaku agama selalu mencari rujukan sabda Tuhan dan berusaha
mencari justifikasi dariNya, sedangkan demokrasi lebih menitik beratkan pada
persoalan manusia dan legitimasinyapun diperoleh dari sesamanya”.
Mengamati pendapat dari Komaruddin Hidayat dan apa bila kita mengiyakan
sepenuhnya maka kita akan secara cepat mengatakan bahwa di GMKI
Demokratisasi menjadi ancaman bagi legitimasi kekuasaan Tuhan. Ketika suatu
proses demokrasi terjadinya ataupun berjalan di GMKI maka kecenderungan
civitas dan masyarakyat yang melihatnya akan meluihat suatu proses politik
dalam organisasi mahasiswa Kristen.

Dalam paraktek kehidupan, umat manusia mau tidak mau legitimasinya


diperoleh dari manusia dengan memilih seorang dari antaranya tentunya dengan
terlebih dahulu menggumuli dan juga mendoakannya agar dia memilih yang

96 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
terbaik. Prakek seperti inilah yang berlaku juga dalam kehidupan umat
beragama khususnya gereja seperti halnya gereja yang memilih ketua sinode.

Tuhan Allah yang menciptakan manusia dan alam semesta telah


memberikan pikiran, hati nurani, mandat dan memelihara segala mahluk yang
ada dibumi dan mengatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia itu segambar
denganNya. Berangkat dari hal itu maka manusia mempunyai nilai kebenaran
yang seiring dengan nilai kebenaran Tuhan dan melihat dimensi kehidupan
manusia itu sendiri maka jelas bahwa antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain punya perbedaan yang perlu disamakan dan punya persoalan yang
berbeda yang perlu diselesaikan dengan menggabungkan berbagai pemikiran
agar solusi yang dihasilkan minim dengan konsekuensi, karena setiap
keputusan yang kita ambil punya konsekuensi.

Demokrasi berasal dari kata Yunani, Demos dan Kratos. Demos berarti
Rakyat dan Kratos berarti Pemerintahan. Jadi Demokrasi berarti pemerintahan
rakyat. Mula mula istilah demokrasi dipakai di Yunani Kuno dan kemudian
meluas dinegara lain. Pengertian pokok demokrasi ialah hak-hak asasi manusia
dan peran serta masyarakat. Demokrasi berkaitan dengan berbagai aspek
kehidupan

Pada mulanya demokrasi hanya berarti di bidang politik saja dengan


ruang lingkup pergerakan dipemerintahan, tetapi berkembang luas mencakup
bidang hak asasi lain seperti hak berkumpul dan berpendapat, hak memilih dan
dipilih, dan sebagainya. Namun yang paling banyak dibahas adalah demokrasi
yang berhubungan dengan pemerintahan dan hubungan dengan keberhasilan
kepemimpinanya. Landasan pokok atau gagasan dasar dari suatu pemerintahan
demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia bahwa pada dasarnya manusia

97 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungannya antara yang satu
dengan yang lain.

Pengertian pokok demokrasi yang mempunyai pengakuan tentang


adanya hak-hak asasi manusia dan peran serta masyarakat mengalami
perubahan sejalan dengan terjadinya pertumbuhan dan kemajuan yang pesat
dalam pelaksanaannya antara satu Negara dengan yang lainnya. Perbedaan itu
disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakatnya terutama karena faktor-
faktor politik, ekonomi, sosial serta faktor lainnya.

Demokrasi erat hubungannya dengan HAM serta peran serta rakyat.


Namun sejalan dengan perkembangan jaman, demokrasi mengalami perubahan
tertentu karena faktor ekonomi, politik, social dan budaya. Bentuk demokrasi
negara yang satu akan berbeda dengan bentuk demokrasi negara lain dan
bentuk demokrasi itu pada suatu masa tertentu akan berbeda dengan bentuk
demokrasi pada masa yang lain,

Pada sebuah masyarakat perlu dikembangkan kesadaran untuk terlibat


dalam menentukan perubahan kultur kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal
tersebut dirasakan sangat penting dilakukan agar terciptanya suatu masyarakat
yang memiliki nilai-nilai luhur dan tradisi intelektual sehingga nantinya akan
terbangun sebuah masyarakat yang beradab, berperikemanusiaan dan
berperikeadilan

Dalam kerangka itu dapat disebut sebagai cita-cita menuju kepada


negara modern dan demokratis serta penciptaan civil society. Upaya tersebut
tidak dapat terealisasi tanpa adanya partisipasi aktif dan kesamaan visi dari
seluruh anak bangsa untuk melakukan gerakan pemikiran yang konstruktif,
progresif, dan konseptual. Dengan prasyarat tersebut akan didapati hal yang

98 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
terprediksi secara signifikan suatu proses perubahan yang pasti sebagaimana
diharapkan.

Proses penempatan kedudukan seseorang dalam lingkaran kekuasaan


tersebut harus melalui kualitas sumber daya manusia dan mekanisme
demokratisasi. Pada sisi lain yang tidak kalah penting adalah pembangunan
infrastruktur yang memiliki watak mandiri, kritis, dan progresif. Substansi dari
hal itu adalah menunjukan majunya Bangsa Indonesia, kontrol langsung
terhadap jalannya kehidupan negara dan memperkuat kedudukan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan negara serta menciptakan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa (good government).

Demokrasi bukan cuma dibidang politik atau skala kekuasaan


kenegaraan tetapi juga merasuk ke segala bidang kehidupan, termasuk
keagamaan, dan tidak terlepas dari kehidupan GMKI sebagai organisasi. Istilah
demokrasi dikenalkan oleh Herodutus sekitar tiga ribu tahu lalu di Mesir Kuno
yang telah menjadi simbol retorika politik hampir seluruh dunia. Proses
demokrasi juga tidaklah hanya berlangsung di Negara-negara melalui sistim
pemerintahan ataupun melalui pelaksanaan pemerintahan tetapi demokrasi juga
berlangsung di GMKI.

Demokrasi dalam pengertian menyeluruh tidak dapat direduksi hanya


kepada mekanisme-mekanisme pelaksanaan yang antara lain melahirkan
kekuasaan mayoritas yang mungkin berlangsung atas kerugian minoritas.
Demokrasi itu sesungguhnya sebuah proses yang bersumber dari rakyat
dan berakhir kepada rakyat. Proses demokrasi tidak terlepas dari kebebasan dan
keterbukaan.

99 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Keterbukaan dari keleluasaan yang merupakan unsur dari demokrasi
tentunya tidak terlepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud
adalah melakukan tindakan-tindakan yang berasal dari dirinya sendiri tanpa
dipaksakan pihak luar dengan mengetahui dan menyadari apa yang
dilakukannya dengan melihat aturan-aturan yang ada. Maka proses demokrasi
adalah proses tidak terlepas dari tanggung jawab moral terhadap pelaksanaan
keterbukaan dan kebebasan itu. Demokrasi itu akan menunujukan
perkembangan apabila berlangsung sesuai dengan proses demokrasi yang
sesungguhnya, karena demokrasi itu akan berkembang seperti apa yang
dikatakan oleh Nurkholish Madjid bahwa demokrasi itu dinamis bukan statis
sehingga tidak mengherankan jika prinsip-prinsip demokrasi itu beragam. Suatu
demokrasi disebut demokrasi selama ia bergerak menuju kepada yang lebih
baik.

Setiap tujuan yang dicapai secara demokrasi akan memiliki keabsahan


yang lebih tinggi dari pada tujuan yang dicapai tidak melalui cara yang
demokratis seperti yang dikatakan Albert Camus, “tidak ada pertentangan
antara cara dan tujuan, jika cara membenarkan cara yang digunakan, maka
cara yang digunakan itu sendiri ikut membenarkan tujuan yang dicapai.”

Demokrasi sebagai suatu cara tentunya akan sangat menentukan tujuan


yang dicapai dan ini merupakan suatu proses yang akan ada di GMKI sebagai
sebuah lembaga yang memiliki pelaku-pelaku demokrasi dalam suatu
organisasi. Demokrasi juga menuntut persamaan hak di depan umum. Yang
menjadi pertanyaan adalah apa pengaruh demokrasi terhadap GMKI sebagai
organisasi pelayanan ? Sampai sejauh mana demokrasi itu berlangsung dan
bermanfaat buat GMKI?

100 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Bertolak dari pemikiran etika semacam ini, menarik untuk mengkritisi
perjalanan proses demokratisi di GMKI dalam tiga tahun terakhir. Seperti
diketahui, dengan meminjam pendapat Bertrand Russuel (1940), landasan etika
politik demokrasi terletak pada pengakuan bahwa persoalan – persoalan yang
kontroversial harus diputuskan dengan argumen dan bukan dengan kekerasan.
Karena itu, secara etik, tindakan kekerasan adalah suatu tindakan yang salah
dalam proses berdemokrasi.

Yang dipandang benar dalam proses berdemokrasi adalah bahwa


argument harus diungkapkan melalui suatu perdebatan yang bebas dan bukan
dengan nada ancaman. Artinya, tidak hanya pandangan satu kelompok yang
diijinkan untuk didengar melainkan pandangan dari seluruh kelompok. Ciri
kebebasan berpendapat semacam inilah yang membedakan antara pemerintahan
yang demokratis dengan pemerintahan yang bukan demokratis.

Bila hanya mengijinkan hadirnya pandangan satu kelompok saja, maka


pemerintahan semacam itu disebut dengan pemerintahan yang sewenang–
wenang. Karena itu, seorang demokrat yang sejati, bahkan ketika ia tengah
berkuasa, haruslah mengindarkan perbuatan yang mengakibatkan tidak
terungkapnya pandangan dari lawan politiknya. Ia sebaliknya harus berupaya
untuk memberikan fasilitas yang setara kepada setiap pihak sehingga seluruh
pendapat yang ada dapat didengar dan membiarkan hasil dari berbagai pendapat
yang ada itu untuk diungkapkan pada berbagai diskusi dan perdebatan.

Karena itu pula landasan etik lainnya yang mendasari debat dalam
konteks demokrasi adalah nalar (reason) dan bukan purbasangka (prejudice).
Manusia dipandang memiliki nalar untuk melakukan pilihan yang terbaik bagi
dirinya. Purbasangka, apakah itu dalam bentuk sentimen agama, budaya dan
ras, bukanlah dasar dari penggelaran debat dalam proses demokratisasi. Namun

101 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
perlu pula digaris bawahi bahwa pendapat mayoritas, sebagai hasil dari
perdebatan yang bebas, tidak harus diterjemahkan sebagai pendapat yang
absolut.

Kalau pendapat mayoritas diartikan sama dengan pendapat absolut maka


yang muncul adalah sekadar keharusan logis-matematik dan bukan keharusan
moral. Jika ini yang terjadi maka itu artinya demokrasi telah masuk ke dalam
jebakan tirani mayoritas, karena disamping argumen dan nalar, maka landasan
etik lainnya yang mendasari demokrasi adalah hadirnya sikap tenggang rasa
(toleration). Alasan utama mengapa tenggang rasa menjadi diperlukan adalah
karena penilaian yang dilakukan oleh manusia (human judgement) tidak pernah
sempurna (fallible). Walau manusia memiliki nalar namun harus pula diingat
bahwa kemampuan nalar memiliki keterbatasan untuk memberikan penilaian
yang sepenuhnya objektif. Kosekuensi dari pemahaman etik semacam ini
adalah bahwa demokrasi melalui suara terbanyak bukanlah kebenaran.

Karena itu pula, dari sudut pandang etika, demokrasi dapat dikatakan
tengah mengalami proses penyepelean maka jika kekerasan lebih diutamakan
dari pada perdebatan yang bebas, jika purbasangka lebih dominan dari pada
nalar, dan jika suara mayoritas dianggap sebagai suara kebenaran yang lalu
membumi hanguskan kebutuhan akan sikap tenggang rasa. Pada gilirannya,
pengabaian terhadap landasan – landasan etika demokrasi ini dapat dengan
mudah dapat bermuara pada munculnya sikap yang tidak rasional berupa
kebencian kolektif (collective hatred) dan histeria masa (mob hysteria), serta
tindakan manipulasi proses demokrasi dalam pelembagaan politik formal.
Dalam konteks kekinian di Indonesia, pertanyaannya kemudian adalah tidakkah
proses penyepelean etika demokrasi itu kini tengah berjalan? Karena itu,
tanggung jawab untuk meletakkan landasan etika politik demokrasi tidak dapat

102 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dibebankan pada satu kelompok saja tetapi harus menjadi tanggung jawab
keeluruhan kekuatan politik, baik itu pada tingkat elit dan masa.

Di GMKI mungkin masih ada orang yang tidak berfikir tentang proses
demokrasi yang berjalan dan apabila demokrasi di perbincangkan, maka dia
akan mengasumsikan sebagai hal yang tidak wajar mengingat GMKI sebagai
organisasi pelayanan dan bukan politik.

Demokrasi juga merupakan suatu proses yang tidak akan lepas dari
pelayanan khusus GMKI yang merupakan organisasi. GMKI merupakan
organisasi yang mempunyai tujuan dan harus berproses dalam mencapai
tujuannya. Apa yang menjadi ciri demokrasi ada di GMKI seperti tuntunan
transparansi dan kedaulatan anggota. GMKI sebagai organisasi kader, bergerak
menuju tujuan untuk dihasilkan untuk kader. Sebagai organisasi pelayanan
GMKI berbentuk sebagai bentuk pelayanan wajibnya untuk kemuliaan Tuhan
sebagai Kepala Gerakan.

Sesungguhnya prinsip kepemimpinan konsistensi juga bercirikan


demokrasi sekalipun untuk lembaga umat seperti gereja, meskipun pendeta –
pendeta dipandang sebagai orang yang harus ditaati dan dihormati, tetapi
mereka tidak memiliki otoritas karena firman Tuhan juga berkehendak pada
pelaksanaan kepemimpinan melalui kasih dan bukan paksaan. Dengan kasih
dan untuk menunjukkan kasih, maka ada sebenarnya proses yang harus
melibatkan orang yang kita kasihi termasuk dalam pengambilan keputusan.

Pelayanan tentunya tidak identik dengan kerelaan termasuk kepada


kerelaan pribadi melakukan kerelaan pribadi, melakukan kewajiban juga
kerelaan dari orang sekitar dalam menerima yang lainnya. Maka kepemimpinan
GMKI juga merupakan kepemimpinan pelayanan yaitu, kepemimpinan yang

103 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
menghargai orang lain dan dengan sukarela tugas kepemimpinan tanpa pamrih
yang bersumber dari otoritas yang diberikan anggota terhadap pemimpinnya
dan GMKI.

Proses demokrasi di GMKI juga tidak terlepas dari Anggaran


Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI yang memberikan kedaulatan kepada
anggota melalui pengambilan keputusan dilakukan anggota dan juga proses
akhir dari perjalanan yang akan kembali ke anggota sebagai pemegang
kedaulatan, seperti yang terdapat di Dalam Pembukaan AD GMKI yang
dijelaskan bahwa “GMKI berdiri oleh mahasiswa dan pertama – tama
untuk mahasiswa dan lingkungan dimana mahasiswa itu ada”. Tetapi
dalam konteks kekristenan kita harus memahami bahwa keseluruhan dari proses
yang dilakukan mempunyai tujuan akhir untuk kemuliaan Tuhan.

Kalau demokrasi bukanlah tujuan tetapi suatu cara, maka hasil yang
didapatkan tujuan yang ingin dicapai tidak terlepas dari caranya karena caranya
merupakan gambaran dari tujuan seperti yang diungkapkan oleh Ferdinan
Lassalle (salah seorang pendiri gerakan buruh Jerman) “Jangan kami
ditunjukkan hanya tujuan, tanpa cara. Sebab tujuan dan cara di dunia ini
sedemikian terjalin mengubah salah satu akan berarti mengubah salah satu yang
lainnya juga. Setiap cara yang berbeda akan menampakkan tujuan yang lain”.

Untuk menunjang demokrasi hendaklah dibarengi dengan komitmen


dan cita – cita luhur dari segenap komponen dan tekad untuk mewujudkan
secara nyata komitmen dan tekad untuk mewujudkan secara nyata komitmen itu
dalam setiap kegiatan positif di organisasi. Menurut DR TB Simatupang,
sistem demokrasi politik disemua tempat dan jaman pada umumnya
menghadapi tiga segi dalam tugasnya:

104 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
1. Segi yang statis : mencakup tugas untuk mempertahankan eksistensi,
integritas, kepribadian, stabilitas, keamanan masyarakat, bangsa dan
Negara.
2. Segi yang dinamis : mencakup tugas untuk mengusahakan
pertumbuhan, perkembangan, peningkatan dan demikian juga
perubahan dan pergantian disemua bidang masyarakat.
3. Segi Etis : Mencakup tugas untuk semakin menerapkan nilai – nilai dan
cita – cita dari masyarakat, bangsa dan Negara seperti kebebasan,
persamaan, persaudaraan, keadilan, partisipasi rakyat, dan ruang bagi
kritik, koreksi, dan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan.

A. GMKI dan Kehidupan Demokrasi


Kalau berbicara demokrasi dan GMKI, maka saya lebih banyak berbicara
proses karena itulah yang akan menunjukkan seperti apa demokrasi di GMKI.
Demokrasi kalau dilihat dari arti harfiahnya sangatlah sederhana tetapi
pandangan terhadap demokrasi sangat banyak dan beragam termasuk proses
perjalanan demokrasi.
Saya sepakat dengan pandangan para ahli bahwa demokrasi adalah cara
dan bukanlah tujuan. Demokrasi sangat penting dan perlu untuk GMKI karena
GMKI juga mempunyai sistim yang membuka peluang adanya demokrasi.
Untuk menciptakan dan melakukan dan menjalankan proses demokrasi
maka perlu pertimbangan – pertimbangan yang mendasar tentang kedaulatan itu
sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Alex’s De Togueville dalam buku
Democracy in America, “Bahwa demokrasi ala amerika adalah pada
hakikatnya merupakan sebuah sistim yang memberi peluang pada yang
mayoritas bertindak semaunya. Demokrasi Amerika adalah sebuah sistim
diktator mayoritas. Pendapat seperti ini sebenarnya merupakan sesuatu yang

105 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
lazim kalau melihat mekanisme taktis dari demokrasi, sehingga Antonio
Gramsci, yang merupakan filsuf Italia dan menelurkan pemikiran tentang
hegemoni, menggambarkan demokrasi sebagai kekuatan mayoritas dan
memberikan gagasan Hagemoni sebagai gagasan politiknya.
Namun terlepas dari itu maka demokrasi di GMKI tidak dapat hanya
dipahami pada sistim pelaksanaan konstitusi saja tetapi juga melalui dinamika
yang terjadi demi perbaikan berdasarkan prinsip keterbukaan dan nilai – nilai
pelayanan yang dapat menghargai kemanusiaan dan hak asasi dari setiap
orang.
Dengan memberikan kedaulatan pelayanan penuh terhadap anggota
maka anggota akan bebas dan terbuka dalam bertindak karena roh dari
demokrasi itu juga adalah kebebasan ataupun keterbukaan. Hanya kebebasan
dan keterbukaan itu harus didasari oleh kemandirian pikiran dan kemandirian
tindakan dengan melihat seperti apa kehendak dari organisasi itu.

B. Kritik dan Kekritisan Dalam Kehidupan

Kritik akan sangat membangun dalam kehidupan peradaban manusia


karena ketidak sempurnaan manusia itu sendiri membuka peluang untuk saling
melengkapi sesama mereka. Pendekatan antar sesama akan membantu manusia
mengembangkan pola pikir. Ketika saya menuntut kepada yang lainnya
menjalankan tugasnya bukan semata – mata untuk alasan menjalankan
program, tetapi lebih dari itu untuk menunjukkan bahwa dia bertanggung jawab
akan tugas yang diembannya. Bagaimanapun besar ataupun kecilnya tanggung
jawab yang diemban tentunya punya nilai yang sama sebagai sebuah kewajiban,
hanya berbeda implikasi sesudah dijalankan.

106 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Ditengah masyarakat dengan politik anti demokrasi, kritik tidak akan
mendapat tempat yang baik domata penguasa dan jaringannya. Demikian juga
dalam sebuah Negara yang hegemoni kekuasaannya kuat. Dr. J. Leimena
dalam ceramahnya berjudul Bentuk Negara yang kita kehendaki mengatakan
“Demokrasi hanya bisa bertumbuh dan berkembang baik dalam satu Negara
dimana kekuasaan Negara disandarkan atas hukum dan kesadaran dan dimana
tiap warga Negara mempunyai hak terhadap Negara, maka Negara itu
haruslah merupakan Negara hukum demokrasi”.

Kekritisannya tentu tidak terlepas dari keterbukaan yang menjadi roh


dari demokrasi itu sendiri. Kekritisan yang saya maksud adalah, bagaimana
anggota mendukung berjalannya dan terciptanya proses demokrasi itu dengan
orientasi pemikiran untuk membangun GMKI dalam mencapai tujuan. Anggota
GMKI harus mampu melihat mana yang baik (benar) dan mana yang salah serta
bagaimana caranya untuk membuat proses itu sesuai dengan tujuan dari
organisasi. Di GMKI sebagai organisasi pelayanan anggota harus mampu
menyikapi perjalanan organisasi itu dan memberikan padanya dengan titik tolak
kebenaran tanpa berpikir dia akan dapat apa, karena itulah ciri dari kader
GMKI.

107 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
GMKI Palembang saat ikut aksi demonstrasi tahun 1998, mendukung
reformasi.

Seiring dengan perjalanan reformasi yang terjadi di Indonesia hal ini juga
sedikit banyak berimbas terhadap GMKI, kalau saya katakan kekritisan anggota
itu semakin terlihat dengan menyuarakan apa yang ada dalam pikirannya untuk
GMKI itulah kenyataannya. Tapi sesungguhnya sebagai pelayanan maka
kekeritisan itu tidaklah hanya berbicara tentang sesuatu hal tetapi harus diikuti
juga dengan tindakan dan perilaku seorang pelayan yang sesungguhnya di
GMKI semuanya adalah untuk melayani.

Partisipasi kita dituntut, tidak hanya partisipasi mulut tetapi juga


partisipasi tindakan konkrit. Sebagai seorang mahasiswa yang intelek maka
anggota GMKI tidak bisa tergantung dengan pemikiran seseorang karena justru
itu yang akan menghambat proses demokrasi itu memiliki etika dan manfaat.

108 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Dengan diiringi oleh sikap anggota yang lebih terbuka dan bebas
menyampaikan pendapatnya maka demokrasi itu dapat berjalan karena
demokrasi itu sesungguhnya memerlukan sistim yang mendukung dan adanya
partisipasi aktif dari pelaku demokrasi.

Tanggung jawab terhadap organisasi disini merupakan tanggungjawab


moral terhadap kemajuan organisasi. Seorang kader dalam warna demokrasi
dengan melakukan tindakan dan perbuatan, harus dilandasi rasa
tanggungjawab, sehingga dia juga mampu mempertanggung jawabkan apa yang
dilakukan. Jadi dia harus melakukan sendiri tindakan itu atas kehendak dirinya
dan apa yang diinginkannya dengan melihat apa yang menjadi tuntutan dan
kehendak organisasi.

Oleh karena itu, bertanggung jawab dalam arti tindakan dilakukan benar
– benar keluar dari dirinya dan tidak dipaksakan dari luar dan tentunya orang
yang bertanggung jawab adalah orang yang berakal. Tanggung jawab pribadi
yang tinggi merupakan tuntutan untuk demokrasi. Seiring dengan tanggung
jawab ini, maka komitmen merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan
dari dua ini merupakan dasar dari kita untuk berbuat di luar motivasi yang
dimiliki.

Ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan kalau kita punya keinginan untuk
membangun GMKI menjadi organisasi yang kuat dan mampu bertahan untuk
mencapai visinya. Seperti yang dikatakan Abdurrahman Wahid bahwa
“demokrasi sudah menjadi keharusan karena itulah sistim yang mampu
mempertahankan pluralisme”. Mengapa demokrasi sangat penting bagi GMKI?
Kalau mengikuti pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur), maka di GMKI
juga demokrasi harus menjadi keharusan karena civitas GMKI ada diantara
keberbagaian gereja, suku, daerah dan pemikiran. Artinya dalam GMKI tidak

109 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
memandang perbedaan gereja yang mencirikan prinsip demokrasi yaitu
persamaan.

Terkadang memang proses demokrasi itu sendiri mengalami kemunduran


atau kebablasan ketika sistim dan juga pelaku dari sistim itu sendiri tidak
menerima suatu proses dan memahami makna dari demokrasi. Hal itu harus
selalu ada komunikasi antar sesama pelaku itu sendiri tentang sebuah sistim dan
konstitusi, karena demokrasi tidak statis, tetapi dinamis dan bergerak sesuai
kebutuhan dan perkembangan. Kalau pun proses demokrasi di GMKI semakin
nyata itu tidak terlepas dari proses yang terjadi di Indonesia dan ditransfer oleh
anggota GMKI.

Perbedaan – perbedaan yang ada harus mampu ditutupi oleh demokrasi


untuk membentuk organisasi yang demokratis. Perbedaan kultur sosial, budaya
dan pendapat harus menjadi wacana yang membangun, ketika kita menghargai
perbedaan itu sebagai kewajaran. Kalau demokrasi itu berjalan dengan baik
dalam GMKI, maka kader – kader gerakan akan menjadi kader yang memiliki
kedewasaan berfikir dan dewasa dalam berperilaku.

Kalau demokrasi dengan prinsipnya, yaitu kebebasan, keterbukaan dan


persamaan dengan dibarengi rasa tanggung jawab, kemandirian dalam
bertindak, maka akan tercipta kader – kader unggulan dan terhindar dari
hegemoni senior ataupun yang dituakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
GMKI itu tindakan hegemoni itu selalu timbul dan akhirnya satu orang dapat
menyetir beberapa orang.

Ada yang berpendapat bahwa ilmu itu menjadi racun manusia. Memang
hal ini sering terjadi ketika ilmu itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Pemikiran Gramci tentang hegemoni sebenarnya menjadi kekuatan yang sangat

110 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
positif dalam kehidupan manusia apabila kita berbicara tentang kepentingan
yang lebih besar, hanya setiap pemikiran, kemajuan, perkembangan, selalu
mempunyai efek ataupun akibat yang ditimbulkan baik akibat buruk maupun
akibat baiknya.

Tetapi kalau saya berpandangan bahwa hegemoni seseorang terhadap


GMKI sangatlah tidak baik karena akan menjauhkan seorang kader itu
menampakkan cirinya yang berasal dari dirinya sendiri, tetapi dia akan
menyebabkan cirri itu mati dengan sendirinya. Seharusnya GMKI itu menjadi
agen demokrasi yang selalu menunjukkan jiwa demokrasi itu hidup dalam dia.
Kalau sampai dari hal yang kecil saja kita tidak mampu, seperti menghidupkan
organisasi secara demokratis, maka tidak perlu berharap banyak akan
tercapainya cita – cita GMKI.

Sebagai kaum intelektual kader GMKI harus berbicara secara objektif,


bertindak secara objektif dan berbicara tentang kepentingan organisasi untuk
mencapai tujuannya dan visinya. Sebagai organisasi pelayanan, maka kader
juga harus bertindak sebagai seorang pelayan bukan bertindak sebagai seorang
politikus.

Biarpun organisasi identik dengan politik, tetapi dalam organisasi


pelayanan seperti GMKI, demokrasi itu untuk menunjang aktivitas pelayanan
itu. Jangan semua tindakan yang dilakukan GMKI itu dinilai secara politik
karena kerugian yang sangat besar ketika kita ingin berpolitik ataupun
menerapkan strategi politik kita di GMKI dan satu hal yang paling baik apabila
itu dilakukan pada media yang sebenarnya dengan membaca ciri GMKI. Ketika
setiap proses yang terjadi sudah dinilai secara politis, maka yang lainnya juga
akan cenderung menanggapi secara politis, maka akan terjadi pertarungan
politik yang mengakibatkan kemunduran organisasi.

111 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Belakangan ada pendapat dalam GMKI bahwa orang yang lurus – lurus
dalam artian mengesampingkan kepentingan orang lain dan pribadi dengan
mengutamakan kepentingan organisasi akan tergilas sendiri. Jadi berangkat dari
sini kader gerakan berusaha bertindak dan mengambil kebijakan harus berfikir
bagaimana dia nantinya akibat itu dan bukan bagaimana organisasi.

Pelayanan sudah mengalami pergeseran makna dari yang sesungguhnya


di GMKI. Saya banyak melihat dan belajar dari proses yang sesungguhnya saya
jalani di GMKI dan saya menyadari demokrasi itu sebenarnya terhambat oleh
segelintir orang dan kalau itu diamati juga terjadi pada setiap momen
pengambilan keputusan, mulai dari hal yang kecil sampai yang lebih besar.

Perbedaan pendapat terkadang dipandang sebagai perbedaan pandangan


peolitik ataupun perbedaan aliran politik dan ada yang berusahan bagaimana
keputusan itu berpihak pada dia dan keputusan membuka ruang kelemahan
serta akibat dari keputusan itu dia bias diuntungkan.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa ketidak berdayaan GMKI adalah
akibat dari ketidak berdayaan anggota dalam menjalankan status pelayan yang
disandangnya. Kemunduran GMKI ketika penyelesaian permasalahan internal
organisasi sudah mendominasi kebutuhan yang akan dipenuhi, maka GMKI
terkadang maju untuk mundur. Kecenderungan politik yang terjadi di GMKI
sebenarnya kecenderungan politik yang memundurkan proses pergerakan
karena demokratisasi itu belum tercermin sehingga hegemoni seorang dengan
yang lain dan proses pencapaian tujuan pribadi serta egoisme pribadi sangat
dominan.

Kalau kita ingin bergerak lebih jauh maka kita harus menghargai sebuah
proses dan demokrasi itu adalah proses. Tanggung jawab sebagai kader gerakan

112 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
bukan sebatas pada proses pengambilan keputusan, tetapi juga pada proses
pelaksanaan keputusan. Pahamilah kolektivitas sebagai tanggung jawab bukan
topeng perlindungan dari objektif melihat segala sesuatu yang terjadi
berdasarkan pemikiran dari nuranimu sendiri dan bukan orang lain karena itulah
kekuatan mahasiswa yang bercirikan intelektualitas. Yang saya takutkan ketika
ada yang berdiri di atas kepentingan pribadi dan berlindung pada kolektivitas
dan menyeret pelayanan. Jangankan untuk mewarnai kehidupan Gereja,
masyarakat dan perguruan tinggi, untuk berdiri sendiri adalah hal yang sangat
sulit.

Proses demokrasi dalam kehidupan organisasi (GMKI) hal ini sudah


keharusan karena untuk menentukan yang terbaik hal ini juga dibutuhkan dan
tidak ada manusia yang paling baik dan benar karena hanya Tuhan satu –
satunya. Paling tidak untuk menjawab kebutuhan yang mendekati kebenaran
yang hakiki dan sesuai dengan kehendak Tuhan maka proses pelaksanaan
demokrasi tentunya sangat diperlukan. Dengan demikian suara mayoritas yang
mewakilinya juga tidak selamanya menjadi kebenaran karena kalau
kemandirian pikiran sudah tidak ada, percayalah bahwa yang terbaik adalah apa
yang menurut nuranimu sendiri bukan menurut apa yang lebih pintar.
Mencermati hal itu maka suatu sistim ataupun konstitusi akan menjadi
perangkat dan bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme demokrasi.

Di Indonesia sendiri dan bahkan disebagian besar dunia mengatakan


bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dan saya akan memperhatikan ini
dalam melanjutkan pembahasan saya selanjutnya. Kecenderungan gereja
memandang agama dan demokrasi sebagai suatu hal yang berbeda
menyebabkan gereja itu bersikap otoriter dalam mengambil dan melaksanakan
kebijakan (gereja sebagai institusi). Tetapi sesungguhnya gereja dalam

113 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
kehidupannya sebagai lembaga masih mendua dalam hal ini, disatu sisi
pimpinan dan pengurus gereja berlaku otoriter tetapi disisi lain mereka berlaku
demokratis (sebagian).

Dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan pimpinan sinode


sudah berdasarkan musyawarah ataupun suara terbanyak tetapi dalam
mengambil dan melaksanakan kebijakan mereka masih mengacu pada seorang
figur pimpinan itu sendiri. Gereja sebagai lembaga biarpun dipahami sebagai
datangnya dari Tuhan tetapi hendaknya dia dipahami sebagai lembaga yang
tidak akan lepas dari kekurangan dan gereja merupakan media pembinaan
terhadap masyarakat umum dan masyarakat Kristen sebagai makhluk ciptaan
Tuhan.

Dalam kehidupan gereja juga seharusnya kewibawaan pimpinan,


pendeta dan orang yang lebih tua tidak dipahami sebagai pemegang hak veto
tetapi keberadaan kaum muda harus dipandang sebagai sesuatu yang pantas
dihargai. Pemahaman bahwa pendeta merupakan hamba dan wakil Tuhan harus
dipahami bahwa dia mengabdi untuk Tuhan dan bukan berarti sepenuhnya
kebenaran ada pada dia. Kita harus berfikir realistis terhadap keberadaan
pendeta, kalau kita bertitik tolak dari kehadiran Yesus Kristus dengan murid –
muridnya yang dalam kehidupannya di dunia banyak menentang arus mayoritas
yang bertolak belakang dengan prinsip demokrasi karena menurut-Nya salah
tentunya suatu hal yang bias dipahami karena dia sendiri adalah Tuhan dan
berbeda dengan pendeta ataupun penatua. Biarpun mereka diyakini sebagai
pilihan Tuhan yang akan mengabdikan dirinya untuk kemuliaan Tuhan tetapi
murid Yesus sendiri (Yudas Iskariot) masih ada yang menghianati ataupun
melakukan kesalahan.

114 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Dalam kehidupan demokrasi di GMKI sendiri hal ini akan menjadi
pertimbangan sekalipun seorang pemimpin itu diyakini sebagai pilihan Tuhan
melalui orang – orang yang berpartisipasi pada Kongres atau Konperensi
Cabang. Tetapi dalam kehidupan demokrasi termasuk GMKI harus dipahami
bahwa firman Tuhan merupakan pijakan dan tentunya fungsinya kekristenan itu
juga sebagai fungsi control dan fungsi pembentuk moral & etika.

Perbedaan merupakan kekayaan demokrasi yang rentan dengan


perpecahan apabila proses demokrasi tidak berjalan baik. Dalam GMKI fungsi
pengawasan juga berjalan beriringan dengan fungsi pelaksanaan pelayanan.
Lembaga legislasi di GMKI adalah Kongres, untuk tingkat nasional dan
konpercab untuk tingkat lokal.

Ditengah masyarakat hegemoni kritik menjadi sangat langka, dan


disebuah Negara yang hegemoni kekuasaannya kuat maka kritik tidak akan
mempengaruhi. Bagi Gramsci proses hegemoni terjadi apabila cara hidup, cara
berfikir, dan cara pandang pemikiran masyarakat bahwa terutama kaum ploletar
telah meniru dan menerima cara berfikir dan gaya hidup dari kelompok elit
yang mendominasi berhasil diambil oleh mereka yang didominasi.

115 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Proses Kongres atau Konferensi Cabang maupun beraudiensi merupakan
bagian iklim demokrasi yang dibangun oleh GMKI

Demokrasi yang begitu luas itu merupakan suatu kehidupan yang begitu
baik dalam suatu komunitas, masyarakat, bangsa dan termasuk GMKI apabila
masyarakat, dan civitas dalam GMKI mengerti akan kebenaran, mampu berfikir
positif dengan menghargai keberadaan yang lainnya, realisits dan tidak berpijak
diatas kepentingan sempit.

Sekalipun demokrasi lebih di identikkan dalam suatu proses kehidupan


politik tetapi proses demokrasi itu sendiri sesungguhnya ada dalam kehidupan
sebagian lembaga gereja dan GMKI. Proses kehidupan demokrasi dalam GMKI
akan membantu terjadinya demokratisasi di tengah masyarakat, dan menjadi
pendidikan untuk kader gerakan sebagai bagian dari masyarakat.

116 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
117 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
OIKUMENISME DAN KEKRISTENAN
KITA

Dalam hari-hari perjuangan kekeristenan di dalam upaya mewujudkan


kesejahteraan masyarakat, study tentang peranan kekeristenan rnenjadi topik
yang tiada habisnya dan selalu berkembang sesuai dengan konteks kehidupan
masyarakat Indonesia Dalam sejarah pergerakan kekeristenan ini pula muncul
pertanyaan-pertanyaan gugatan yang dialamatkan kepada gereja-gereja tentang
kehidupannya di tengah masyarakat dan juga kehidupan gereja di tengah
kepelbagaiannya (oikumenisme).
Tidak bisa dipungkiri fuhwa study-study tesebut menghasilkan solusi-
solusi cemerlang baik dari konsep wacana maupun konsep strategi
implementasi. Hanya dalam perjalanan untuk upaya implementasi muncul
banyak pertanyaan kembali sehingga hasil study dan kajian yang seharusnya
diinplementasikan menimbulkan reaksi untuk kembali mengkaji sehingga ibarat
lingkaran setan permasalahan kajian yang menghasilkan kajian kembali.
Problematika kehidupan sosial masyarakat dan pergerakan
oikumenisme memang tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial masyarakat dan
juga pluralisme gereja. Realitas sosial masyarakat Indonesia berada pada titik
dimana ia berdiri ditengah suku, agama dan ras yang sangat pluralistik,
demikian juga dengan kehidupan gereja yang mengupayakan adanya keesaan
gereja di tengah kepelbagaiannya.
A. Kekristenan dan Kehidupan Sosial Masyarakat
Di tengah pergerakan bangsa yang sangat pluralistik gereja tentunya dituntut
untuk mengambil peran sebagai bagian dari masyarakat dan juga kehadirannya

118 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
sebagai tubuh dan bait Allah bersama-sama dengan komponen masyarakat
lainnya berupaya mewujudakan syalom Allah. Gereja tidak akan berfugsi
apabila bersikap inklusif dan juga bukan berarti menjadi sama dengan dunia.
Gereja tentunya harus memertahankan jati dirinya sehingga dapat rnenjadi
garam dan terang dunia. Persoalan tentang gereja yang menjadi tubuh dan
orang-orang dengan satu gerak kehidupan yang seolah-olah memisahkan diri
dari masyarakat dan dari perjalanan kehidupan masyarakat dengan
memfokuskan diri pada penginjilan dengan kekudusannya, telah menimbulkan
persoalan tentang hakekat manusia dan gereja. Harapan akan pola hidup
masyarakat kristen yang inklusif juga disampaikan oleh Pdt. Eka Darmaputra
PhD Menguji Roh. Penulis Pdt. Eka Darmaputera PhD
“Kita tidak mencoba tawar menawar dengan agama lain tapi kita perlu
mengubah citra agama sebagai monster menjadi lebih ramah. Jangan
mempertuhankan agama kita. Kita meyakini agama kita tetapi tidak perlu
mempersetankan agama lain. Kita bersedia mati demi agama kita tetapi tidak
perlu membunuh.
Gereja sebagai lembaga yang menjadi tempat persekutuan orang yang
percaya kepada Yesus Kristus harus menyikapi fenorena yang terjadi ditengah
dan harus menyadari arti kehadirannya yang menjadi garam dan terang dunia.
Umat kristen harus memposisikan dirinya delam garda terdepan perjuangan
kemanusiaan.
Berbagai persoalan kemanusiaan yang muncul dalam masyarakat sangat
diwarnai dengan potret kejahatan terhadap kemanusiaan. Menurut John Stott3
“hanya mempunyai dua pilihan sikap dalam kehidupan dunia yaitu, menolak
dunia dengan cara berpaling dari padanya dan komitmen keikut sertaan dalam
keprihatinan kita menghadapkan wajah kita pada dunia”

119 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Harus disadari bahwa segala mahluk yang ada di dunia ini merupakan
mahluk ciptaan Tuhan dan Tuhan telah memandatkannya kepada kita umat
manusia untuk memeliharanya. Inilah tanggungjawab iman kita sebagai mahluk
social dan kesadaran akan tanggung jawab social ini juga tidak terlepas dari
kewajiban umat kristiani dan manusia secara umum sebagaimana yang terdapat
pada “Kej 50:20 dan Maz 145:9”. John Stott4 mengatakan “betapa ironisnya
pandangan hanya untuk mengkonsentrasikan diri pada penginjilan tok Dengan
menggeser pemecahan persoalan dunia ke Zaman akhir, mereka tanpa sengaja
telah mengeluarkan Allah dari sejarah. Tanpa mereka sadari mereka telah
menempatkan Allah diluar pagar sebagai pemilik yang absen dan tak berkuasa
lagi, yang sama sekali telah kehilangan kontrol atas dunia-Nya dansejarah
umat manusia”.
Karena gereja menitikberatkan kekudusannya gereja undur dari dunia
dan ini langkah yang keliru karena ia menjadi terisolasi dengan dunia. Warga
gereja juga merupakan bagian dari bangsa dan masyarakyat dan peranan gereja
ataupun tugas yarga gereja adalah menjadi garam dan terang dunia, iman kita
merupakan iman kritis, iman yang senantiasa konteks keberadaannya dan iman
yang mampu memberikan jawaban konstruktif terhadap persoalan sekitar kita.
Untuk merjadi garam dan terang maka dibutuhkan aktualisasi iman ditengah-
tengah bangsa dan masyarakat.
Warga gereja yang merupakan warga masyarakat juga harus menyadari
bagaimana warga gereja merupakan bagian yang penting dari keutuhan
Indonesia. Pemahaman tentang oikumenisme jangan hanya tatara kehidupan
bergereja semata tetai oikumenisme ini hendaknya menjadi gerak kehidupan
umat kristiani dalam kesehariannya dengan semangat nasiormalisme
(oikumenisme kemasyarakatan).

120 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Urnat kristen adalah bagian integral dari bangsa sehingga apa yang
menjadi pergumulan masyarakat adalah juga umat Kristen. Dalam
kehidupannya umat kristen mencoba untuk membuka diri tidak bersifat
eksklusif terhadap orang-orang yang berbeda. Demikianlah umat kristen juga
semua orang dituntut mengakui perbedaan-perbedaan yang ada dalarn
masyarakat yang rnajemuk. Masyarakat krisiani lainnya harus bersikap inklusif
dan tidak partikularisme: (menjauhkan diri dari komunitas lain) bandingkan
dengan Filipi 2 : 4 “Dan janganlah tiap -tiap orang hanya memperhatihan
kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”.
Umat kristen tentunya tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan
masyarakat dan tentunya tidak dapat menutup mata rnelihat permasalahan
sosial yang ada. Sebagai umat kristiani harus disadari akan arti salib yang
dalam kehidupannya diterjemahkan sebagai tanggungjawab untuk berjuang dan
berkorban dalam memperbaharui kehidupan manusia dan masyarakyat,
menyelamatkan rnereka yang menderita, yang mendapatkan tekanan ekonomi,
politik dan pemerkosaan hak-hak azasi manusia ditengah-tengah masyarakyat
luas.

B. Oikumenisme Kekristenan
Kata oikumenisme pada mulanya tidak terkait dengan kehidupan
gerejani pada konsili Nicea 325 yang merupakan konsili oikumenis pertarna
menjadi istilah pertama. Gerrit Singgih dari Universitas Duta wacana
mengemukakan gerakan “oikumene lahir dari kalangan yang menghayati misi
dan pekabaran injil pada dekade 1920an seperti John Mott, tokoh dari World
Student Christian Federation (WSCF) yang juga seorang founding father
Dewan Gereja-gereja Dunia5

121 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Keesaan gereja tidak semata-mata kesatuan umat kristen dalam suatu
lembaga persekutuan gereja-gereja dan pertukaran mimbar tetapi secara
bersama-sama dan menjadi tanggungjawab kolektif umat kristen ditengah
bangsa yang pluralistik.
Harus disadari bahwa hidup dalam sebuah komunitas masyarakat
dengan kepelbagaiannya (pluralitasnya) dan gereja dengan kepelbagaiannya
harus berjalan dengan kasih sehingga hidup semakin indah dan menjadikan
perbedaan sebagai kekayaan yang akan saling melengkapi dan membutuhkan.
Ketika perbedaan menjadi perdebatan yang membawa kepada perpecahan dan
menjadi salah satu dari sekian banyak kemungkinan terjadinya kehancuran,
maka tidak dapat dibayangkan bagairnana hidupnya manusia. Manusia
bukanlah mahluk yang sempurna dan selalu tidak akan sama antara satu dengan
yang lain baik yang satu agama, suku, ras, golongan,dan satu garis keturunan
sekalipun. Perbedaan tersebut menjadi kekayaan yang dimiliki oleh umat Tuhan
dan seperti halnya yang terdapat dalam I Kor 12 : 4 yang berbunyi “Ada rupa-
rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan tetapi satu
Tuhan.” Th. Sumartana menuliskan bahwa “oikumenikus menunjuk pada
seluruh tempat dibumi yang dihuni manusia. Ekumene rnenunjuk pada ruang
lingkup tugas dan hakekat gereja yaitu : gerakan untuk mempersatukan guna
menjaga kesatuan turutama panggilan untuk menyelenggarakan kehidupan
sejahtera bagi umat manusia dan seluruh ciptaan Tuhan”6.
Oikumene juga menjadi suatu reinkarnasi dari doa Yesus Kristus yang
terdapat dalam Yohanes 17 : 21a “Supaya mereka semua menjadi satu” yang
juga menjadi motto GMKI dan diadopsi dari motto WSCF. Gerakan oikumene
yang diharapkan sebagai pemersatu dan nrenjadi kesatuan gereja-gereja yang
menembus tembok-tembok gereja yang satu dengan yang lainnya. Kehidupan
gereja yang hidup ditengah-tengah masyarakat belum menunjukkan suatu

122 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
perkembangan yang maju dalam upaya mewujudkan persatuan diatas
kepelbagaian gereja dan persatuan diatas pluralistiknya masyarakat Indonesia.
Sekalipun akan sangat sulit untuk mencapai5 hal tersebut tetapi bagi kita
itu menjadi tanggungjawab. Betapa sulitnya mempersatukan kepelbagaian
gereja ini dirasakan juga oleh salah satu tokoh kristen dan jugu tokoh gereja Dr.
T.B. Simatupang yang mengatakan, “menyatukan laskar-laskar pejuang
menjadi angkatan perang RI ternyata lebih mudah dibanding menyatukan
gerejadi Indonesia”7.
Dalam perkembangan selanjutnya peran sentral yang akan diambil oleh
pemuda sebagai aktivis oikumene akan memberikan arti pada generasi yang
mendatang tentang kehidupan yang serasi. Beberapa pendapat mengatakan
bahwa permasalahan yang timbul juga adalah ketidak menjemaatnya dokumen
keesaan gereja. Penjemaatan keesaan gereja merupakan ujung tombak bagi
terciptanya keesaan gereja. Pada tataran irplernentasi upaya mewujudkan cita-
cita gereja yang esa harus lebih beroriertasi pada interaksi yang rnenembus
ruang dan batas dogma gereja yang satu dengan gereja yang lain. Implementasi
yang lebih menonjol pada saat ini hanya pada batas dan lembaga yang menjadi
wadah dari orang-orang dan lebih banyak keesaan itu dipahami pada tataran elit
gereja.
Sekalipun oikumenisme kekristenan menjadi isu sentral dari gereja
tetapi terciptanya keesaan gereja harus melalui kolaborasi sikap dan tindakan
warga gereja dan juga lembaga-lembaga kekristenan lainnya. Menurut teolog
Th. Sumartana, ada tiga pilar utama pendukung oikumenisme yaitu badan-
badan Zending, Gerakan Mahasiswa Kristen, Gerakan Nasional
Indonesia8. Upaya memaksimalkan lembaga-keumatan organimsi kepemudaan
/kemahasiswaan kristen dan relasi lainnya akan menjadi titik tolak yang cepat
menuju keesaan gereja. Relasi gereja dengan lembaga-lembaga keumatan suatu

123 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
posisi strategis yang sangat penting, kenyataan selama ini bahwa sikap sendiri-
sendiri adalah pilihan yang tidak strategis untuk menghadapi berbagai
permasalahan yang terjadi terjadi Gereja dan lembaga-lembaga keumatan
terkesan berada dalam “mimpi” dan “ruang” yang berbeda dan mengarah pada
tujuan yang berbeda pula. Hal ini tergambar dari berbagai kasus yang terjadi,
dimana cara serta tujuan dari penanganan yang berbeda mengakibatkan
terjadinya “benturan” yang serius diantara gereja dan lembaga keumatan.
Keesaan gereja harus ditempatkan dalam konteks masyarakat yang majemuk
dan secara langsung harus dicari fungsi dan peranannya

124 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
PANCASILA DAN STABILITAS POLITIK

Heraclitus (540-480 SM) mangatakan, bahwa semuanya yang ada di


alam ini tak ada yang tidak terus bergerak dan selalu berubah. Satu-satunya
yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Namun bagi Bangsa
Indonesia, ada satu yang tidak berubah, dasar Negara dan pandangan hidup,
Pancasila.
Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, telah jelas menyebut
Pancasila sebagai dasar Negara. Pancasila menjadi pandangan hidup Bangsa
Indonesia. Selain itu, Pancasila menjadi pegangan hidup, pedoman hidup dan
petunjuk hidup. Sebagai jiwa bangsa Indonesia, Pancasila selalu tertanam
dalam setiap pergerakan kehidupan masyarakat yang tercercermin dalam sikap
mental dan tingkah laku serta sikap mental serta tingkah lakunya.
Seharusnya, Pancasila menjadi falsafah hidup yang mempersatukan
Bangsa Indonesia. Dinamika politik lokal, di era otonomi daerah, berjalan.
Pejabat publik di daerah, bertransformasi mengikuti perkembangan politik dan
menjadi lebih terbuka. Namun disisi lain, muncul kehidupan politik di daerah
yang melibatkan masyarakat, saat ada kebutuhan politik pihak tertentu.
Kepemimpinan di daerah perlu mencari format penataan kehidupan
yang berdiri diatas pilar kebangsaan. Nilai kebangsaan yang termaktub dalam
Pancasila dan UUD 1945, seperti gotong royong, solidaritas dan toleransi,
seperti tidak hidup dalam masyarakat saat ini. Nilai kebangsan kita seperti
terkikis oleh tumbuhnya sikap individualistik, obsesi dan ambisi pribadi
maupun kelompok. Banyak birokrat dan elite politik terlibat dalam kasus
korupsi, yang pada awal kehadirannya mengatasnamakan masyarakat.

125 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Disisi lain, ada elemen masyarakat yang bermental instan dan aparat
hukum dan keamanan, menjadi bagian dari kebobrokan yang terjadi. Satu per
satu politisi dan birokrat di daerah tersangkut kasus korupsi. Dilain pihak,
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, diwarnai perilaku hidup
instan. Kehidupan politik di daerah seperti tanpa etika. Publik disuguhkan
perilaku politik tanpa etika dari birokrat, politisi hingga penegak hukum.
Masyarakat seperti mengalami kondisi yang dilematis, dimana ada
kebutuhan sosial yang tidak direspon pemerintah. Aksi politik seperti tidak
memberikan harapan masyarakat dan tidak menjawab kebutuhan pembangunan.
Sikap dan tindakan pemerintah, politisi dan masyarakat, menjadikan produk
hukum, ibarat sekedar cendramata dari pengambil keputusan dan kebijakan.
Kondisi yang tidak tergambar saat reformasi tercetus, namun sudah diingatkan
untuk tidak terjadi.
Namun dalam perkembangannya, Bangsa Indonesia mengalami
degradasi identitas, saat memasuki era globalisasi. Era globalisasi, membawa
masyarakat pada kemudahan mendapat akses informasi, komunikasi dan
lainnya. Namun, nilai kebangsaan kita seperti terkikis, dan kehidupan mutakhir
mengarah pada individualistis. Indonesia yang memiliki banyak wilayah,
berbagai suku dan agama, menjadi negara dengan masyarakat plural. Ini
kekuatan sekaligus kelemahan jika tidak tertata dengan baik.
Pada hakikatnya politik adalah masalah kekuasaan, kekuasaan suatu
pemerintah terhadap warganegara dan rakyatnya berdasarkan hukum yang
berlaku dalam suatu pemerintahan negara. Dalam bidang politik dalam negeri
dimantapkan sesadaran kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 bagi setiap warga negara sehinggadapat terjamin
kelancaran usaha mencapai tujuan nasional.

126 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Sebagai sebuah demokrasi baru, perkembangan politik di Indonesia
sejak tiga tahun terakhir belum menampilkan munculnya norma-norma
demokrasi. Antara lain, yang sangat esensial adalah norma budaya demokratis
untuk menyelesaikan konflik secara damai (peaceful resolution of conflict).
Dalam rangka mencapai sasaran itu termasuk di dalamnya usaha-usaha
untuk menciptakan, mengkonsolidasikan, dan memanfaatkan kondisi serta-
situasi untuk memungkinkan terlaksananya proses-proses pembaharuan
kehidupan politik sehingga dapat diciptakan keadaan dengan sistem politik
yang benar-benar demokratis.
Stabilitas politik di daerah sebagai salah satu faktor penentu keamanan,
pertumbuhan ekonomi dan menjadi persoalan yang selalu mengemuka.
Dinamika poltik menjadi alasan dari proses yang berjalan, namun tidak bisa
dipungkiri jika stabilitas politik itu mempengaruhi kondisi psikologis
perekonomian, sosial dan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Proses demokratisasi dalam kehidupan politik masyarakat saat ini,
stabilitas politik menjadi proses yang mempengaruhi investasi dan
perekonomian masyarakat. Namun disisi lain, kita merasakan kejenuhan
masyarakat atas tontonan yang mulai membosankan bagi masyarakat.
Pertarungan elite politik berjalan dengan pengatasnamaan masyarakat, walau
dalam perjalananya masyarakat dititik yang tertinggal. Tujuan mulia dari nilai
kebangsaan kita, tertinggal oleh kepentingan perseorangan dan kelompok.
Sistem demokrasi yang memberikan ruang publik dalam berpartisipasi,
sebagai pemilik otoritas, terkadang harus menyaksikan hasil akhir dari
mekanisme politik yang mengecewakan. Masyarakat didera persoalan ekonomi.
Namun, sadar atau tidak, sistem demokrasi ini memberikan ruang bagi
masyarakat untuk mencegah kehancuran ekonomi. Menurut pemenang Nobel

127 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
ekonomi beberapa tahun lalu, Amartya Sen, sistem demokrasi lebih mampu
diatasi sistem demokrasi dibanding sistem otoriter.

- Pemantapan Nilai Pancasila

Situasi politik di daerah, dalam beberapa tahun belakangan ini,


banyak diwarnai konflik kepentingan antar kelompok. Politik memang
membutuhkan legitimasi dari masyarakat, sehingga tidak jarang, untuk
mendapat legitimasi, elite politik melibatkan masyarakat, atas tindakan yang
tidak sesuai norma-norma, nilai-nilai hukum atau peraturan perundangan.
Selayaknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis
terhadap institusi-institusi yang tidak adil.
Pada akhirnya, masyarakat dalam posisi, menanggung beban atas
kesalahan elemen diatasnya. Masyarakat menjadi korban dari ketidakadilan
yang berjalan, atas nama kepentingan masyarakat. Sadar atau tidak, kita seperti
mengalami situasi yang dilematis untuk menyikapi persoalan saat ini. Namun,
perlu dipahami, pemantapan nilai-nilai Kebangsaan harus berjalan untuk,
meminimalisir persoalan yang dihadapi masyarakat. Perlu menjaga stabilitas
politik di daerah.
Kita mesti menyadari, bahwa wawasan, kesadaran dan semangat
kebangsaan yang kita miliki selama ini, tidak dapat tidak lahir dan tumbuh
dalam satu konteks situasi tertentu yang kini telah berubah. Itulah sebabnya
dikatakan, kita tidak dapat begitu saja mengandaikan bahwa kebangsaan yang
pernah memainkan fungsi dan peran vital pada masa lalu, dengan sendirinya
akan berfungsi sama pada konteks yang jauh berbeda. Sesuatu yang tidak
dengan sadar dan telaten kita pelihara, akan luntur bahkan membusuk termakan
usia.

128 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Saat ini kasus korupsi, mewarnai pemberitaan disetiap media, baik
nasional dan lokal. Berita kekerasan baik karena alasan ekonomi, kecemburuan
sosial, perpecahan ditengah masyarakat dan lain-lainnya, berlangsung dan
mengancam keutuhah kita.
Perilaku parasit terhadap tugas kenegaraan, seperti berjalan tanpa
kendala, baik dilingkungan birokrasi, politisi hingga elemen masyarakat. Tidak
hanya dipusat, perilaku yang tidak jauh terjadi di daerah. Banyak kasus korupsi
yang diproses, termasuk dugaan korupsi yang menguap dengan sendirinya.
Gerakan politik, hukum, sosial dan keagamaan, harus bergerak secara
perlahan menuju perbaikan kehidupan masyarakat. Jika tidak, kondisi ini akan
membawa kita pada titik kehancuran. Satu hal yang mempengaruhi stabilitas
politik didaerah, selain elemen masyarakat, politisi, birokrat dan penegak
hukum di daerah itu sendiri, situasi politik di pusat. Perilaku politik ditingkat
nasional, masih terus berdampak pada masyarakat di daerah.
Efek bola salju dari perilaku politik, mampu memunculkan antipati
terhadap proses politik, sehingga mengganggu stabilitas politik di daerah. Perlu
pemantapan nilai-nilai kebangsaan tertanam dalam kebijakan pemerintah. Kita
tidak berhak menyalahkan satu elemen atau pemerintahan atas kondisi saat ini.
Kita punya kewajiban dalam menjaga stabilitas politik di daerah,
dengan etika politik yang berjalan. Pemerintah dan politisi daerah harus
menyadari, daerah masih kerangka nasional, dan raja kecil di daerah harus
dihindari. Pemerintah dan legislator daerah, hanya peserta dalam proses
discourse.
Kepemimpinan dan masyarakat di daerah harus mengambil peran
sebagai penentu keberlangsungan nilai kebangsaan Indonesia. Kepemimpinan
dan masyarakat di daerah, merupakan penentu pergerakan kebangsaan.

129 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Globalisasi yang berjalan, jangan sampai mendera Bangsa Indonesia.
Pintu terbuka untuk industrialisasi dalam mendorong perekonomian masyarakat
lokal. Namun, harus ada etika dan nilai yang menjadi kontrol pengembangan
ekonomi di daerah. Perlu langkah-langkah konkrit dalam mengatasi persoalan
kebangsaan, seperti menjadikan nilai kebangsaan, kontrol kehidupan ekonomi,
sosial dan politik. Nilai kebangsaan mencakup nasionalisme.
Kehidupan masyarakat di daerah, dimasa reformasi dan otonomi daerah,
tercenderung membawa masyarakat berada pada persimpangan jalan. Pancasila
yang seharusnya menjadi perekat antar elemen masyarakat dalam kehidupan,
belum hidup secara baik ditengah masyarakat. Nilai kebangsaan sering
terabaikan oleh primordialisme yang semakin marak.
Sadar atau tidak sadar, saat ini semua kekuatan masih terpecah hingga
daerah. Elite politik sibuk dengan orientasi politik, pragmatisme berfikir.
Bahkan, pragmatisme berfikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok, seperti
hal yang lumrah berjalan saat ini. Masyarakat dan pemimpin mengalami krisis
kebangsaan dalam membangun. Nilai kebangsaan seperti mata uang dan
barang, yang dilakukan sebagai alat transaksi politik, untuk kepentingan sesaat.
Idealisme politik seperti digariskan Pancasila, menjadi nilai yang tawar.
Saat ini, kita dihadapkan pada potensi perpecahaan ditengah
masyarakat. Ada ancaman akibat degradasi moral pemimpin, menyebabkan
pengaruh negatif bagi masyarakat. Masyarakat seperti disuguhkan arti sebuah
perjuangan, yang tidak mencerminkan nilai kebangsaan. Pemimpon di daerah
harus bergerak dalam membangun nilai kebangsaan, yang strategis dalam
perkembangan masyarakat yang utuh.
Satu hal yang perlu ditanamkan, nilai kebangsaan ini akan menjadi
perekat kehidupan masyarakat. Beberapa hal yang perlu ditanamkan dalam
membangun dan mempertahankan nilai kebangsaan, masyarakat harus

130 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
mendapat perlakuan yang adil dan tidak menerima kebijakan yang
diskriminatif.
Nilai-nilai kebangsaan menjadi etika bagi penyelenggara negara.
Sedangkan sebagai ideologi nasional, nilai-nilai kebangsaan melandasi
pandangan atau falsafah hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan
tersebut mewujud dalam realita kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk
(pluralistik) yang menjadi kesepakatan dalam membangun kebersamaan.
Nilai kebangsaan merupakan penata dasar ketahanan nasional Indonesia.
Namun dalam perjalanannya, nilai kebangsaan ini seperti tekikis dengan
globalisasi yang membawa pelaku politik pada sikap individualistik, yang
kemudian menjalar masuk dalam kehidupan masyarakat .

Perbedaan orientasi kepentingan menjadi penyebab melemahnya nyawa


kebangsaan. Nilai kebangsaan tidak melekat pada perjalanan proses politik dan
hukum. Ini menjadi persoalan, yang menyebabkan ancaman pada ketahanan
nasional. Nasionalisme kita terkesan hanya pada tataran ideologi. Tidak diikuti
dengan sikap dan kebijakan yang berjalan.
Ketidakadilan yang diterima masyarakat, erat kaitannya atas kasus
hukum yang berjalan saat ini. Kasus hukum yang banyak terjadi, baik korupsi,
kekerasan fisik dan lainnya, menjadi ancaman serius bagi ketahanan nasional.
Sadar atau tidak, nilai kebangsaan tertanam dalam pergerakan
kehidupan elemen masyarakat, yang akan mempertahankan keutuhan bangsa
Indonesia. Ketahanan Nasional Indonesia, akan banyak ditentukan dengan
persamaan cita-cita bersama. Memang, dalam beberapa tahun belakangan ini,
ada aktivitas wakil rakyat, utamanya di MPR RI, mensosialisasikan empat pilar
kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal
Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

131 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
Namun, sosialisasi itu tidak cukup mendorong penguatan ketahanan
nasional. Perlu gerakan melalui kebijakan politik, hukum dan ekonomi untuk
membangun ketahanan nasional, dengan nilai kebangsaan. Nilai kebangsaan
tidak cukup melalui teori namun harus gerakan pada substansi yang hidup
ditengah masyarakat.
Posisi ideal bagi bangsa kita, harus menjamin keadilan untuk
masyarakat. Masyarakat dan pemerintah harus sama-sama kuat dalam sebuah
sistem yang dibangun diatas potensi bangsa. Nilai kebangsaan ini yang penting
untuk dipahami dan dijalankan. Saat itu berjalan dan ketahanan nasional
terjaga, maka kita akan berdaulat atas negara kita.
Penting untuk menjaga dan mengembangkan hak masyarakat. Jika
tidak, akan muncul perlawanan terhadap ketidakadilan, yang mengganggu
stabilitas nasional. Gangguan atas stabilitas ketahanan nasional, akan menjadi
ancaman terhadap keutuhan bangsa. Ancaman ini akan membawa Indonesia
pada disintegrasi bangsa.
Potensi konflik horizontal dan vertikal harus diantisipasi dengan
kebijakan yang sesuai tuntutan hukum dalam menciptakan rasa keadilan. Jika
ketidakadilan berjalan, maka rasa tidak nyaman dan aman, akan mengancam
kepecayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sehingga dibutuhkan komitmen
dan kesadaran untuk hidup bersatu dari masyarakat.

Perlu menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan


membangun kelembagaan yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal ini, pemerintah harus menjalankan
kontrol atas berkembangnya primodialisme yang sempit. Menanamkan nilai
kebangsaan dalam kehidupan masyarakat, akan mampu mencegah disintegrasi
bangsa.

132 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
- Keterkaitan Hubungan Sosial

Sesuai Tap MPR Nomor VI/MPR/2001, etika kehidupan berbangsa


adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan
nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Penting dipahami, hal ini bagian dari budaya politik yang harus
dibangun.
Politik dibangun dengan garis-garis etika, berdasarkan nilai kebangsaan.
Etika poltik ini yang akan menyelesaikan konflik kepentingan yang membawa
masyarakat masuk dalam pusaran konflik. Disini peran nilai kebangsaan
menjadi kontrol atas individu masyarakat dan pemimpin dalam menjalankan
tanggungjawabnya sebagai warga negara.
Praktek kekuasaan bersifat personal, harus dihapus, sehingga proses
pembangunan berjalan dengan baik, melalui aktivitas kolektif pemimpin dan
masyarakat. Etika politik harus terbangun secara kolektif dan tidak hanya
bersifat parsial serta adhoc. Realitas politik saat ini, memberikan gambaran,
antara kekuatan dan kepentingan elite.
Perlu disadari, cara-cara berpolitik birokrat dan politisi, berdampak bagi
kehidupan masyarakat di daerah. Rasionalisasi elite politik di daerah, seperti
mengabaikan etika politik. Kondisi ini akan membahayakan kehidupan
masyarakat yang heterogen. Etika politik seharusnya dijaga dan ditularkan
dalam kehidupan masyarakat.
Pentingnya etika politik dimaksudkan untuk proses yang baik dalam
proses pembangunan masyarakat. Membangun etika politik, perlu sikap dan
komitmen, serta langkah yang diambil bersama. Etika politik harus terbangun

133 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
dalam kultur dalam etos dan semangat nasional dan nilai fundamental
masyarakat di daerah. Gaya politik harus lebih inklusif seperti tuntutan
perkembangan kebutuhan sistem di daerah.
Keterkaitan hubungan sosial kita dengan orang lain, penting untuk
dipahami bersama. Perlu membangun hubungan sosial dan politik, sesuai
dengan etika politik Indonesia. Hubungan baru dibangun diantara blok-blok
kepentingan yang hadir ditengah masyarakat daerah.
Elite politik harus menanamkan nilai kebangsaan dan mendorong
hidupnya etika politik. Etika politik berkaitan erat dengan moral dalam dimensi
politis, kehidupan masyarakat. Perbedaan pendapat harus dipahami sebagai
bagian kehidupan masyarakat demokratis. Gejolak ditengah masyarakat, harus
diselesaikan dengan dialog. Budaya gotong royong yang terkikis, harus
dibangun kembali, sehingga keterkaitan antar elemen masyarakat, mengakar.
Penting untuk diingat, stabilitas politik di daerah, akan terjaga melalui
kehidupan politik yang ber-etika berjalan ditengah masyarakat. Elite politik,
baik pemerintah dan legislatif, harus menjaga nilai kebangsaan dalam
menjalankan tugas, sebagai aparatur dan wakil rakyat, untuk menjaga stabilitas
politik di daerah. Masyarakat di daerah harus didorong untuk memahami,
kehidupan di daerah harus berorientasi pada pengembangan kehidupan
masyarakat secara nasional.
Aparatur pemerintahan daerah harus berpikir progresif, sehingga
mampu memberikan kepuasan terhadap masyarakat yang dilayaninya.
Pemimpin di daerah, merupaka pemerintah yang paling dekat dengan
masyarakatnya. Harus mampu meletakkan telinga disetiap derap kaki
masyarakat dan bersama-sama berjalan, menelusuri lorong kebutuhan
masyarakat. Harus diciptakan kehidupan politik yang dinamis dan mendapat

134 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
kepercayaan masyarakat. Menjaga stabilitas politik di daerah, perlu pemantapan
nilai-nilai Kebangsaan dan menjaga etika politik.***

135 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
PENUTUP

Perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia dan secara


khusus masyarakat Kristen, termaksud mahasiswa Kristen,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Untuk itu, menjadi
bagian tidak terpisahkan, dari eksistensi masyarakat Kristen dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, GMKI hadir untuk memperkuat.

Sebagai kelompok intelektual, GMKI hadir untuk menjadi


bagian yang identik dengan intelektualitas, kekristenan sekaligus ke-
Indonesia-an. GMKI menjadi bagian dari mahasiswa, menjadi
bagian dari Kekristenan dan Indonesia. Bagaimana GMKI bergerak,
ciri dan identitas itu tidak boleh bergeser. Karena kekuatan
pergerakan GMKI ada pada intelektualitas, moralitas dan keimanan
yang menjadi ciri kehadirannya di tengah perguruan tinggi, gereja
dan masyarakat.

Zaman boleh berubah, teknologi boleh berubah, namun


gerakan mahasiswa Kristen di Indonesia, harus tetap ada dan eksis.
Cara bergerak, cara melangkah boleh mengikuti perkembangan, tapi
nilai yang dibawa dan tercermin, harus tetap.

Teknologi menjadi infrastruktur pendukung gerakan, dan


tidak mengurangi eksistensi apa lagi, sampai mematikan esksistensi

136 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
gerakan. GMKI harus tetap menjadi kontrol dan mampu
menerjemahkan Syalom Allah yang dihadirkan di dunia, dengan
cara yang terus berkembang, sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan.

Melalui proses yang berjalan di internal GMKI, maka penting


untuk dijaga idealisme kader. Idealisme kader akan menjadi wajah
organisasi. Idealisme kader akan membawa GMKI sebagai
organisasi besar dan memiliki arti penting dalam perubahan lebih
baik untuk masyarakat. Idealisme akan membentuk mindset kader
sebagai kader yang siap menjalankan pengabdian di tiga medan
layanan. Idealisme akan memberikan dorongan, terbentuknya
mindset pelayan, bagi kader.

Demikian dengan mindset akan terbentuk dalam diri kader


GMKI ketika memahami visi, misi, tujuan dari kehadiran organisasi
secara hakiki. Pasca menjalani proses kaderisasi di GMKI, akan
membawa pada objektivitas berfikir dan bertindak secara hakiki dari
doktrin kebenaran dalam Kekristenan, untuk kehidupan kadert.

Namun tidak kalah penting, bagaimana kader dan organisasi


untuk menjalankan setiap komitmen yang disepakati. Baik dengan
organisasi, dengan kader, dengan medan layanan hingga dengan diri
sendiri. Komitmen menjadi bagian penting dari diri kader GMKI
untuk menjaga hubungan harmonis diinternal organisasi. Komitmen

137 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
juga bagian penting untuk membangun hubungan dengan eksternal.
Komitmen tidak hanya membangun organisasi, namun diri kader
dalam memperkuat organisasi. Maju, berkembang atau sukses
perjalanan sebuah organisasi, tidak akan lepas dari komitmen yang
terbangun dan dijalankan, sebagai dedikasi untuk sampai pada
tujuan.

Komitmen menjadi bagian penting dalam upaya menjaga


perjalanan, sesuai dengan digariskan untuk menuju cita yang
harapkan. Cita menjadi penting sebagai bagian dari visi
mewujudkan Syalom Allah di dunia. Cita tujuan yang mungkin bagi
sebagian orang abstrak atau pikiran verbal. Namun itulah impian
yang jauh dari mudah untuk diwujudkan, tapi harus tetap dijalankan
upaya menuju arah itu. Arah menuju pencapaian visi organisasi
dalam mewujudkan Syalom Allah.

Untuk itu, maka intuisi positif kader akan terdorong untuk


membangun kehidupan lebih baik. Intisi sebagai firasat dari alam
bawah sadar kader akan tercipta melalui dinamika organisasi yang
baik.Dengan proses yang berjalan diinternal organisasi, dengan
dinamika yang berjalan, akan mempengaruhi kekuatan intuisi kader.
Intuisi kader akan membantu eksistensi organisasi di tiga medan
layanan GMKI. Rasionalisasi kader akan muncul dengan proses
kaderisasi secara matang dalam organisasi, termaksud dengan

138 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
perjalanan di medan pelayanannya.Kembali, penting untuk diingat,
semaju apapun teknologi berkembang, namun nilai gerakan yang
dibawa tetap harus harus tetap eksis, sebagai kontrol. Menjaga
kemanusiaan ciptaan Tuhan atas umatnya, sehingga teknologi
berkembang, menjadi pendukung kehidupan masyarakat dan bukan
sebaliknya.

139 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
DAFTAR PUSTAKA

1. Samuel P Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga

2. Jhon Stott, Isu-Isu Global, Yayasan Komunikasi Bina Kasih

3. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB),


www.lppkb.wordpress.com

4. Buku Panduan Konsultasi Wilayah GMKI Wilayah II tahun 1998

5. Modul pola dasar sistim pendidikan kader (PDSPK) GMKI

6. Isu-isu Global, menantang kepemimpinan kristiani, penulisJohn Stott


7. Revitalisasi Eukumene Di Indonesia, penyunting Pdf Dr Robert Borrong &
Drs Supardan
8. Majalah Komunikasi Yayasan Bina Darma Edisi no.08/II/Mei 2000
9. Menguji Roh. Penulis Pdt. Eka Darmaputera PhD
10. Jimly Asshiddiqi, www.jimlyschool.com, artikel konsepsi nilai demokratis,
kebersamaan dan ketaatan hukum dalam meningkatkan pemahaman nilai-nilai
konstitusi.
11. Samuel P Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga
12. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB),
www.lppkb.wordpress.com
13. Majalah Komunikasi Yayasan Bina Darma Edisi no.08/II/Mei 2000

140 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r
PENULIS

Martua P Butarbutar, lahir di Silimahuta, 02 September 1978.


Merupakan anak pertama dengan satu adik bernama Hobby P Butarbutar, dari
pasangan Pestamin Butarbutar (+) dan Heddi Manurung (+). Menikah dengan N
Dermawan Manurung dan memiliki anak, Gloria Hannah P Butarbutar, Evelyn
Tesalonika P Butarbutar dan Matthew P Butarbutar.

Penulis sebelumnya sudah menggeluti pergerakan GMKI, saat menjadi


anggota, Sekretaris Caban hingga Ketua Cabang. Dinamika organisasi tingkat
nasional dirasakan melalui berbagai agenda-agenda organisasi hingga pernah
terpilih menjadi Formatur Pengurus Pusat GMKI pada Kongres 2000 di Bali.

Kini penulis menjalani kehidupan di Batam, Provinsi Kepri. Pernah


menjadi Staf Ahli di DPRD Kota Batam dan Staf Ahli DPD RI untuk anggota
DPD RI dari Dapil Provinsi Kepri.

Penulis mengeluarkan beberapa buku dengan salah satunya berjudul,


Hedonisme Arus Balik Demokrasi.

141 | M a r t u a P . B u t a r b u t a r

Anda mungkin juga menyukai