Anda di halaman 1dari 3

Kisah Kasih, Keluh, dan Kesah

IMMawati Dzuhrida Saskia Pratiwi

(Ketua Bidang RPK PK IMM Kasman Singodimedjo

Periode 2019-2020)

Aku sampai disini, melihat dunia yang belum pernah ku lihat. Terbuka meski aku tak

membuka, jalan dengan sendirinya menjelma. Sayap ini menuntunku terbang dan jatuh di dunia

baru dengan erat. Minggu 20 Oktober 2019, dengan kitab suci sebagai saksi ku memulai langkah

baru untuk menjadi bagian dari keluarga ini. Pukul 17.05 WIB arlojiku kala itu, diri

berkomitmen dan berjanji akan membersamai dalam mewujudkan Ikatan yang berkemajuan

sekaligus menggembirakan. Ikatan yang senantiasa berjuang dalam hal membaikkan hidup

banyak orang. Ikatan yang dengannya seseorang akan kembali merindu dan termangu ketika

memikirkannya.

Ya,, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah biasa orang menyebutnya dengan IMM.

Disinilah ku memutuskan melabuhkan hati dalam berjuang dan belajar, menebar kebermanfaatan

bagi Agama, Negara, dan sesama. Tidak ada keterpaksaan ataupun yang memberiku arahan

dalam berjalan. Akulah yang merute-nya sendiri, melalui hati dan nurani.

Karena “Cinta dan Agama itu sama, tidak ada paksaan didalamnya”.

Aku yang dulu terkurung dalam ruang yang hanya menimbun kemampuan. Aku yang

dulu apatis tak peduli dengan lingkungan. Aku yang dulu hanya pintar berdefinisi tanpa bisa

melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Kini, Aku yang dulu mulai belajar...,, belajar untuk

berubah menjadi diri yang lebih baik, mulai berperan untuk urun angan dan juga turun tangan.

IMM mengajarkanku banyak hal. Memberikan kesan yang mendalam bagi setiap hati yang
memilihnya untuk jadi tempat pulang. Belum genap setahun ku membersamai gerakan ini, tapi

mereka sudah terlampau erat mencuri hati. Tentang segala kisah dengan keluh kesah dan gelisah,

sudah ku dapatkan. Naif memang, jika ku katakan tidak ada duka yang ku rasakan dalam

membersamai mereka. Ketika Aku berfikir untuk meninggalkan, berhenti dan menyerah... lagi-

lagi selalu ada alasan untukku bertahan dan kembali berjuang. Teringat dengan kata-kata dari

Mr. Kasman Singodimedjo,

“Een Leidersweg is Een Lij-denweg. Leiden is Lidjen, yang artinya Jalan Pemimpin bukanlah

Jalan yang mudah. Memimpin adalah Jalan yang Menderita”.

Jika disini ku hanya mencari kenyamanan semata, maka jujur rebahan atau tidur di kasur

kamar tercinta jauh lebih nyaman. Namun Ikatan ini, telah menyadarkanku tentang pentingnya

kepedulian, Aku belajar bahwa keshalehan tidak hanya diukur dari individualnya saja tetapi juga

dilihat dari output sosialnya, baik berupa kasih sayang pada sesama, sikap demokratis, harmonis,

serta memberi bantuan kepada yang membutuhkan. Dan itu semua ku dapatkan dalam Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Surakarta.

Aku yang dulunya hanya “Kaum Clicktivism”, merasa sudah menjadi aktivis ketika nge-

retweet atau nge-like postingan-postingan yang berbau politik, HAM, ataupun bentuk-bentuk

ketidakadilan lainnya di sosial media. Aku yang berfikir bahwa perjuangan menuntaskan

ketidakadilan hanya sebatas gerakan jari jempol saja. Sekarang Aku menyadari semuanya, IMM

telah memberikan pelajaran bagaimana harus besikap dalam melihat banyak kejadian, bagaimana

diri memberikan kontribusi untuk melahirkan gagasan dan mengupayakan perubahan, dan

bagaimana Ikatan dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.


Namun, belakangan kita terpaksa mengurung diri dan menghabiskan waktu untuk belajar

mencintai rumah. Suara-suara Pemerintah menyerukan kita untuk tidak dekat-dekat.

Memberikan jarak agar tidak bersua dalam waktu yang cukup lama. Jangan marah... Ini hanya

upaya meminimalisir wabah. Jeda yang diciptakan semesta, semata-mata supaya lebih giat kita

memesan takdir melalui doa. Bohong jika ku katakan tak rindu. Aku masih merindukan semua

yang hilang tentang Ikatan ini. Tenang ku dirumah, mengingat diskusi-diskusi kecil di warung

kopi. Mengingat-ingat perdebatan-perdebatan dibalik dinding dingin komisariat. Merindukan

obrolan kita tentang bangsa berbasis data, tentang aktivis yang hilang, tokoh-tokoh pemberontak,

tak lupa juga cerita cinta, kasih dan sayang di dalamnya. Meski begitu, IMM tak akan berhenti

bergerak, Ikatan ini akan tetap berjuang menjalankan peranannya masing-masing dengan

tupoksinya yang berbeda-beda. Betul kata Lek Nin,

“Selemah-lemahnya IMAN dalam pergerakan adalah nulis caption di sosial media kita”

Gawai-lah yang sekarang seolah-olah menjadi senjata paling ampuh. Semua agenda,

diskusi, rapat dan lainnya seketika langsung berpindah ke dunia maya. Rindu yang tak bisa

menjanjikan temu, hanya bisa melebur lewat layar 2inci di tempat ku tidur saat ini.

Maju terus Ikatanku!! Abadi Perjuangan!!

- Dari Aku yang senantiasa Merindu -

Anda mungkin juga menyukai