Anda di halaman 1dari 6

ANTARA CARA DAN TUJUAN

Beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2006, saya bertemu dengan mindoan
(dua pupu) saya yang sudah lama tidak bertemu. Dik Mulyotanoyo satu
tahun di bawah saya, dulu pernah kost di rumah saya saat sekolah STM,
sedang saya di SMA. Tahun 1973 saya kuliah lebih dulu dan tahun
berikutnya beliau lulus dan kabarnya bekerja di pabrik gula di Sulawesi
Selatan, yaitu di Takalar. Kami tidak pernah bertemu sampai malam itu,
ketika sama sama melayat ke Pejarakan Probolinggo, di rumah bude yang
meninggal. Sekarang beliau ada di grup WA BTD dan di grup CAA 1.
Kami ngobrol, beliau ceritera setelah pensiun dini tahun 2001, membeli
truk dan menjalankan profesi sebagai sopir truk. Sambil menjalankan truk,
beliau mencoba bisnis ini, bisnis itu tetapi gagal semua. Saya tidak begitu
memperhatikan bisnis apa saja karena bagi saya itu tidak penting. Bisnis
itu hanya cara mencapai tujuan. Sejak tadi tujuannya belum disampaikan,
jadi saya stop pembicaraannya dan saya katakan (dalam bahasa jawa,
tetapi saya Indonesiakan) :”Stop . . . stop. . sejak tadi dik Mul cerita apa
yang dikerjakan, melakukan ini dan itu. Sebenarnya dik Mul ingin
memiliki penghasilan berapa?. Kalau dik Mul fokus ke kerjanya, maka
hanya kerjanya yang didapat, bukan uangnya. Kalau ingin dapat
uangnya, ya fokus pada hasilnya. Sebenarnya ingin mendapat
penghasilan berapa ?”. Beliau terdiam mendengar pertanyaan saya itu,
mungkin hal seperti ini belum pernah dialami. Akhirnya setelah menghela
nafas panjang, keluar lah jawabannya :”Kalau saya sih, sebagai sopir truk
dapat 5 juta sebulan sudah sangat bersyukur”. Oo begitu ? kok nggak 10
juta ?. Kemudian beliau mengatakan :”Kalau 10 ya lebih senang”. Saya
mengangguk angguk dan menulis angka 10 juta sebulan. Kemudian saya
tanyakan :”Dik Mul, enak mana dapat 10 juta dengan 20 juta ?”. Beliau

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 1


mengatakan :”Apa bisa ?”, saya katakan bahwa Bill Gate dapat 20 juta
itu hanya beberapa detik, masa sebulan segitu nggak bisa dapat ?. Beliau
masih berargumen lagi :”Bagaimana caranya sopir truk dapat 20 juta
sebulan ?”. Saya katakan bahwa kalau sopir truk dapat 20 juta sebulan ya
akan mati, mau kerja berapa jam?. Beliau menanyakan kerja apa bisa
mendapat 20 juta?. Saya jawab tidak tahu, itu terserah yang diatas. Kita
hanya bisa menentukan apa yang diinginkan, yaitu penghasilan 20 juta.
Caranya bukan tugas kita untuk menemukan karena pasti nggak ketemu.
Setelah berdebat cukup lama, akhirnya beliau menyerah dan mau
mendapat penghasilan 20 juta sebulan. Saya minta beliau membuat
keputusan untuk memiliki penghasilan 20 juta sebulan. Beliau
mengiyakan, dan saya tulis di kertas, 20 juta/bulan.
Lama kami berpandangan, kemudian sambil tersenyum saya bertanya lagi
:”Enak mana dik penghasilan 20 juta dengan 50 juta ?”. Beliau
tersinggung dan mulai marah, dikira saya mempermainkannya. Tetapi
saya katakan bahwa saya serius. Kami kembali berdebat antara mungkin
dan tidak mungkin, kerja apa dan sebagainya. Akhirnya beliau
menyepakati untuk memutuskan memiliki penghasilan 50 juta sebulan.
Saya minta beliau menuliskan angka Rp. 50.000.000,-, di bawahnya nama
beliau, kemudian ditempelkan di dinding samping tempat tidur. Setiap
malam supaya dilihat, dirasakan senangnya mendapat penghasilan sekian
dan bayangkan apa yang bisa dilakukan dengan penghasilan sekian.
Rasakan saja senangnya, jangan kemrungsung (ingin segera mendapat)
dan mencari-cari bagaimana caranya.
Banyak orang yang salah menerapkan metode ini dengan berpikir terus
mana ?? mana ?? kapan ?? kapan ??. Bukannya mendapat penghasilan
besar, mereka malah mempunyai hutang besar. Sekali lagi rasakan saja
senangnya, jangan terburu dan bertanya tanya bagaimana caranya atau
mempertanyakan bisa apa tidak ?. Yakin dan pasrah. Hanya itu !!
Terakhir, beliau setengah saya paksa untuk hadir di Leadership Seminar.
Saya tega menjual tiket 600 ribu kepada beliau untuk melihat “dunia lain”,
dunia yang sayapun dulu tidak membayangkan itu ada. Karena tanpa itu,
percuma saja kita bicara berjam jam. Beliaupun hadir meskipun katanya
harus nunut kendaraan dari Lumajang ke Surabaya.
Kehidupan terbuka selapis demi selapis. Sekarang beliau sudah memiliki
beberapa pabrik dupa yang dikirim ke Bali, beberapa kendaraan niaga
maupun pribadi. Beliau bisa meluangkan waktu dan uang untuk umrah,
menyalurkan hobbynya traveling naik motor dengan teman temannya.
Yang selalu beliau ingat adalah kata kata saya :”Kalau dik Mul fokus ke

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 2


pekerjaan, maka yang didapat adalah pekerjaan. Kalau ingin hasilnya,
fokus ke berapa penghasilan yang ingin diperoleh”

Jika melihat gambar slide diatas, sebagian besar kita terjebak di pekerjaan,
bukan hasil. Kolom sebelah kanan yaitu hasil tidak pernah ditunjukkan
kepada kita. Orang tua kita tidak berani, guru kita juga sama saja, semua
hanya menunjukkan kita ke kolom tengah. Setiap kali kita ditanya kalau
besar besok jadi apa, jawaban yang diharapkan adalah kolom tengah.
Seolah olah dengan menjadi dokter, guru, dosen, bupati, polisi, tentara,
semua masalah sudah selesai. Padahal masalahnya baru dimulai. Pikiran
sadarnya menginginkan yang sebelah kanan, bawah sadarnya
menginginkan yang tengah. Disanalah pertarungan seumur hidup yang
terjadi pada kebanyakan orang. Mereka bekerja keras mencari uang,
kemudian membuangnya untuk kenikmatan, kemudian bekerja keras
untuk mendapat lebih banyak dan membuang lagi lebih banyak. Mereka
terjebak kepada ilusi bahwa kalau memiliki barang barang mewah seperti
rumah, mobil, baju bagus, tas bagus, mereka akan lebih bahagia. Padahal
sama sekali tidak. Bawah sadat kita yang menjebak kita pada kehidupan
yang disebut hedonic treadmill. Demi apa ? Demi tujuan tunggal pikiran
bawah sadar sebagian besar orang, yaitu membuat tuannya terus
bekerja keras mencari nafkah. Karena memang itulah yang dimasukkan
ke kepala kita saat kita kecil. Bekerja itu bagus, menganggur itu jelek.
Banyak orang yang akhirnya hanya berputar putar saja di dua kolom
proses. Belajar kemudian bekerja, merasa ada yang kurang, belajar lagi,
mengambil S2, atau S3, atau informal ikut kursus. Setelah itu bekerja lagi,
kemudian belajar lagi, dan bekerja lagi, dan belajar lagi dan bekerja lagi
dan belajar lagi. Coba Anda lihat ada berapa banyak sertifikat di almari
besi anda ?. Apalagi yang bekerja di bidang kedokteran, keperawatan,
atau pendidikan. Sistem memaksa kita untuk belajar lagi dan belajar lagi.
Padahal tujuan kita sebenarnya adalah ke kolom hasil di paling kanan.
Tetapi seperti ada tembok tebal yang tidak bisa kita tembus.
Kalau saja sejak kecil kita sudah dibiasakan untuk berpikir hasil, bukan
kerja, maka langitlah batasnya. Apalagi kalau itu dilakukan sejak balita,
maka anak itu akan aman karena pikiran bawah sadarnya akan
menuntunnya sendiri menuju hasil. Sejak awal pikiran bawah sadarnya
bekerja untuk mencapai penghasilan yang besar. Jalan kesana akan dibuka
lebar. Pekerjaan atau cara bukan lagi menjadi prioritas, hasil yang menjadi
tujuan. Sekolah dan bekerja bukan lagi menjadi tujuan seperti sekarang
ini, tetapi menjadi alat atau cara. Tentu saja bawah sadar kita akan

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 3


memilihkan alat atau cara yang tepat untuk mencapai hasil/tujuan.
Caranya pasti mengikuti hukum hukum alam dan spiritualitas karena
dikendalikan pikiran bawah sadar. Bukan dikendalikan pikiran sadar.
Saya dulu mengalami itu, yaitu FOKUS PADA CARA, bukan pada hasil.
Selama bertahun tahun setelah membaca buku Cashflow Quadrant dan
Rich Dad Poor Dad karangan Robert T Kiyosaki, saya tidak melakukan
hal yang benar, karena cara yang ditunjukkan tidak cocok untuk saya.
Saya mencari jalan lain mendapatkan penghasilan pasif seperti main
saham, valas, investasi macam macam dan semuanya gagal. Sekarang
saya baru tahu bahwa pola pikir saya belum siap untuk main di kuadran
kanan. Apalagi kalau tujuannya untuk mendapatkan hasil yang besar.
Ini mirip dengan pensiunan direktur perusahaan besar. Perusahaannya
memang perusahaan kuadran kanan, tetapi di perusahaan itu, hanya satu
orang yang pola pikirnya sudah di kuadran kanan yaitu pemiliknya,
karena dia yang membangun sistem. Sedang sang direktur hanya
pelaksana sistem (kuadran kiri). Setelah pensiun kemudian mencoba
berbisnis dengan cara kuadran kanan (bekerjasama dengan orang lain),
sebagian besar akan bangkrut. Itu sebuah keniscayaan karena dia bermain
bukan di wilayah nya. Bahkan Tanri Abeng yang dikenal sebagai manajer
1 milyar tidak bisa membuat usaha sendiri. Beliau pernah mengatakan itu
sebagai “kutukan orang tua”, yaitu selalu gagal membangun bisnis sendiri.
Setelah belajar sehari di Sirnagalih (materialisasi), sayapun tahu bahwa
hasil yang lebih penting, bukan cara. Pak Haris Suhyar mengatakan
bahwa kita bisa meminta apa saja yang belum ada di dunia. Asal kita bisa
memikirkannya, Tuhan sudah punya. Apapun yang ada di dunia sekarang
ini, tadinya tidak ada, sampai ada orang yang memikirkannya, maka
terwujudlah benda itu. Sebut saja sendok, garpu, sisir, ballpoint, potlot,
kursi, meja, handphone, mobil, becak, motor semuanya tadinya tidak ada,
sampai ada orang yang memikirkannya dan fokus kepadanya. Jadi fokus
saja pada hasil yang ingin dicapai, biarlah Tuhan yang nanti mencarikan
caranya. Kalau kita yang memikirkan caranya, otak kita tidak akan
sampai. Bahkan bisa bisa penuh siasat dan merugikan orang lain, karena
pada dasarnya kita memang egois. Kita 10.000 kali lebih tertarik kepada
diri kita dibanding tertarik kepada orang lain (e book Skill With People).
Kalau Anda menginginkan penghasilan pasif 100 juta per bulan,
kemudian ngotot melakukan cara yang Anda kenal, maka bukan tidak
mungkin Anda akan seperti pak Budi di CD CL 138 Pseudosuccess
Syndrome (Johannes Simatupang). Pak Budi terpaksa meninggal karena
ngotot pada cara yang dia inginkan, bukan yang Tuhan sudah carikan.

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 4


Penghasilan pasif 100 juta sebulan hampir pasti tidak pernah ada di
pikiran sebagian besar dari Anda. Apalagi cara mendapatkan penghasilan
sebesar itu, karena kalau tahu pasti sudah Anda lakukan. Kalau toh Anda
pernah diajak orang melakukan cara yang benar menuju penghasilan pasif
100 juta itu, Anda pasti tidak tertarik, atau tertarik sebentar kemudian
berhenti dengan berbagai alasan. Mulai tidak punya modal, tidak punya
keahlian, terlalu tua, gengsi atau apapun tergantung jalan yang
ditunjukkan. Itu bisa Anda baca di buku Zero Resistance Selling oleh
Maxwell Maltz, pengarang Psycho Cybernetics Mutakhir (1960). Buku
yang menjadi rujukan atau induk hampir semua buku pengembangan diri.
Maxwell Maltz mengisahkan seorang laki-laki yang sehari harinya bekerja
dengan teratur, berangkat pagi dan pulang petang. Hidup nyaman dengan
isteri dan anak, sudah merasa puas dengan kehidupannya. Tiba tiba di
pangkuannya jatuh sebuah kaset (jaman itu belum ada CD) yang berisi
ajakan sebuah “bisnis masa depan”, atau dia diajak ke sebuah pertemuan.
Orang itu menjadi semangat, dan mulai menjalankan bisnis itu. Tetapi dari
hari ke hari, bawah sadarnya terus memberontak, ada bisikan bisikan (dari
amygdala) ‘kamu tidak pantas melakukan itu’, ‘kamu tidak mungkin
berhasil melakukan itu’, ‘aneh aneh saja kau ini’. Akhirnya dia akan
berhenti melakukannya, menyerah karena pikiran bawah sadar 9x lebih
kuat dari pikiran sadarnya.
Satu satunya cara agar Anda bisa melakukan bisnis/investasi yang
memberi penghasilan pasif besar adalah dengan mengubah pola pikir di
bawah sadar. Dari pola pikir bekerja (proses) menjadi hasil, dari pola pikir
miskin dan tidak punya uang menjadi pola pikir kaya dan memiliki
banyak uang. Itulah yang dilakukan dalam 3 tahap perubahan di grup
Building The Dream dan Program Lanjutan ini. Soal apa bisnis atau
investasinya nanti, terserah Mekanisme Sukses Otomatis Anda. Tidak ada
seorangpun yang bisa mendikte atau mengaturnya. Anda hanya menyetel
tujuannya, dan dia akan mencapainya seperti peluru kendali.
Bisnis atau pekerjaan Anda yang lama, hampir pasti bukan jalan menuju
penghasilan pasif 100 juta sebulan. Bagaimana mungkin Anda semangat
mengerjakan sesuatu yang belum ada di pikiran bawah sadar Anda ? Itu
sebabnya saya selalu menolak ajakan beberapa teman untuk kerjasama di
bisnis atau investasi yang dia ikuti. Karena bisnis / investasi itu sudah dia
pilih saat dia masih belum memiliki pola pikir penghasilan pasif atau
memiliki plafon rejeki tinggi. Dan mereka sekarang semangat sekali
mengerjakan bisnisnya. Anda tahu sendiri apa itu artinya ?. Saya tidak
perlu melakukan analisa atau penelitian pada bisnis itu.

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 5


Di berbagai buku, hanya ada 4 jalan untuk menuju penghasilan pasif yang
besar. Seperti yang tercantum di flow chard di bawah ini, yaitu investasi,
konglomerasi atau korporasi, waralaba dan networking.

Inilah flowchard yang tahun 2000 saya tolak karena saya sudah berusia 46
tahun, tanpa modal dan keahlian bisnis, tetapi ingin bebas finansial dan
waktu. Kalau Anda lihat flowchard itu, Anda tahu saya harus kemana.
Sudah pasti saya tidak mau karena saya masih waras. Saat itu saya belum
memiliki program bebas finansial dan waktu di bawah sadar. Hanya
berupa keinginan keinginan sambil lalu dan angan angan saja.
Dengan memiliki program bawah sadar penghasilan pasif 100 juta
sebulan, bawah sadar Anda menjadi Mekanisme Sukses Otomatis (MSO).
Hanya satu yang akan menghambatnya, yaitu ego Anda. Tetapi bahkan
ego Andapun tidak bisa menyetopnya, hanya menghambat saja. Pada
akhirnya nanti Anda akan dibawa ke jalan yang memang seharusnya
ditempuh. Entah yang mana dari ke 4 cara itu, hanya bawah sadar Anda
yang tahu. Mungkin seperti saya dulu, yaitu jalan yang sekarang tidak
Anda sukai. Semakin benci, semakin mudah dirubah menjadi cinta.
Anda beruntung, karena bawah sadar Anda tidak peduli dengan Anda. Dia
hanya peduli dengan tujuan yang sudah ditanamkan, yaitu Anda memiliki
penghasilan pasif 100 juta sebulan, 2 – 5 tahun dari sekarang. Itulah yang
akan dia kejar, sampai Anda menghapus program itu dan menggantinya
dengan program lain. Mungkin itu program miskin Anda yang lama.

Surabaya, 26 November 2017,


Sigit dan Wati

Antara Cara dan Tujuan – dr. Sigit Setyawadi SpOG Page 6

Anda mungkin juga menyukai