Frasa itu yang biasa mewakili definisi IM secara singkat. Mulai bergerak di
tahun 2010, beberapa orang mungkin sudah mendengar tentang IM, beberapa lagi
belum. Ada yang terlibat aktif di dalamnya. Ada yang terlibat tidak terlalu dalam.
Ada yang hanya mendengar dan menebak-nebak isi di dalamnya. Ada juga yang
Jika kamu termasuk orang yang tidak peduli apa itu IM, kamu bebas untuk
memilih skip bab ini. Tak perlu merasa tak enak, aku juga pernah melakukannya
pada beberapa buku. Namun, jika kamu tertarik menyimak bagian kisahku dengan
Kini, ketika hidup lebih mudah bagi warganet mendapatkan informasi, web IM
sudah lebih lengkap untuk memberimu informasi formal tentang IM. Media sosial
dan media massa bisa membantumu memahami seperti apakah dunia IM itu.
Sebut saja program Lentera Indonesia-nya Net TV atau laman kitabisa.com yang
rajin dimasuki kampanye IM. So, masyarakat bisa mendapatkan lebih banyak
kisah dan perspektif disana, sementara aku dalam tulisan ini hanya ingin
Dalam semesta IM, aku ada dalam bagian terlibat di dalamnya. Cukup dalam
untuk layak dikatakan keluarga IM, namun tidak begitu dalam untuk mengetahui
dapur keajaiban dalam organisasi itu. Mereka yang benar-benar tahu sedalam-
1
dalamnya IM, bisa kamu temui di kantornya yang sekarang ada di Senayan
Bawah. Kamu bisa bertemu officer, atau bahkan pendirinya. Mereka senang
Kesan Pertama IM
Aku mendapatkan informasi tentang IM di tahun 2011. Saat itu masih kuliah
muda, jurusan apapun itu, untuk mengajar dan tinggal di suatu tempat yang
Seniorku berkata, "Saat diwawancara, kita akan ditanya. 'Kalau saat penugasan
ibumu sakit, apa yang akan kamu lakukan?' Soalnya kita diminta berkomitmen
agar tinggal selama satu tahun di tempat penugasan tanpa pulang. Kalau orangtua
Nyatanya, itu hoax. Kalau ada keluarga inti kita meninggal dunia, tentu saja kita
bisa minta izin pulang. Hanya saja perjalanan yang jauh biasanya tidak
seniorku menceritakan dengan ekstrim mengenai IM, aku malah tergiur dengan
program semacam itu. Sebagai warga Parahyangan dari lahir hingga kuliah, maka
bisa tinggal di luar Jawa Barat tiba-tiba menjadi salah satu mimpiku.
Pekerjaannya juga hanya mengajar, aktifitas yang sudah aku lakukan sejak SMP,
yaitu mengajar anak SD mengaji. Alasan sederhana yang membuatku yakin bisa
melakukannya adalah karena rasanya aku mau dan aku bisa. Saat kamu
2
menemukan pekerjaan yang kamu yakini bahwa kamu mau dan kamu bisa,
kejarlah.
Mimpi itu datang selewat, sampai aku kembali mendengar kabar IM di tahun
ke pelosok. Sudah pasti ini adalah organisasi yang sama karena saat itu belum
Atau mungkin sudah banyak tapi aku yang kurang update info. Meski baru
sekedar tertarik, namun aku sudah mulai memasukan progam IM ini pada goal list
selepas sarjana. By the way, aku belajar di jurusan Ilmu Keperawatan. Apakah
aku berniat menjadi perawat? Ya, tapi membuat list A to Z membuatku membuka
surprise you.
Saat itu yang kupikirkan bukan tentang heroisme pengabdian atau mewujudkan
Indonesia di belahan yang lain. Aku ingin tahu seperti apa tempat yang mereka
katakan pelosok dengan Bahasa dan kehidupan yang berbeda. Kapanpun itu,
dengan tujuan apapun nanti, setidaknya aku ingin menginjak tanah Sumatera,
sekian ratus kabupaten, kenapa hanya daerah ini, itu, dan lain-lain yang didatangi?
Itu adalah pertanyaan seksi yang sering kudapat tapi tidak bisa kujelaskan secara
3
pasti. Jawaban diplomatisnya, semua keputusan untuk memilih lokasi sudah
melalui assessment dan berbagai pertimbangan tim officer IM. Berdoa saja agar
daerah. Dari Pemda akan kembali dikaji desa-desa mana saja yang akan didatangi
oleh IM. Terjadilah kerjasama yang dijalin IM dan Pemda untuk 5 tahun ke
tanggung, dan 5 tahun dianggap waktu yang pas untuk melihat perubahan tanpa
Lima tahun kerjasama yang dijalin itu diwakili oleh Pengajar Muda (PM).
Seorang PM akan bertugas selama satu tahun, maka selama 5 tahun di sebuah
desa akan ada 5 orang PM yang datang silih berganti ke desa tersebut. Di tahun
setahun.
Kami, Pengajar Muda, diumpamakan sebagai bola utama dalam permainan biliar.
Sementara officer IM akan datang setahun sekali dalam kegiatan site visit di
tengah tahun ke kabupaten dan ke beberapa desa yang bisa dijangkau untuk
melaksanakan agendanya beberapa hari saja. Dengan skema seperti ini bisa
4
dibayangkan bahwa orang-orang desa hanya mengenal kami saja sebagai utusan
dari IM. Kami adalah wajah IM, juru bicaranya IM, dan apapun yang kami
Dalam satu tahun, IM mengirim bola-bola biliarnya dalam dua gelombang. Yang
pertama akan berangkat di setiap bulan Desember dan disebut PM Ganjil karena
Dalam perjalanan ini, aku adalah PM angkatan ke-10 yang berangkat Juni 2015.
Istilah lainnya adalah Pelari Terakhir. Sampai akhirnya aku diterima jadi PM, aku
belum mengerti apa maksudnya Pelari Terakhir. Aku kira itu adalah simbol dari
pekerjaan kami yang harus dilakukan secara cepat, kalau bisa sambil berlari.
Macam Running Man. Tapi ternyata maksudnya adalah posisi kami diibaratkan
pelari terakhir dari pekerjaan estafet yang dilakukan di sebuah daerah selama 5
tahun. Baru ketika pelatihan aku tahu kalau aku adalah PM terakhir di satu daerah.
Sampai aku mendaftar, bayanganku hanya sebatas aku akan tinggal di sebuah desa
selama setahun dan mengajar di SD. Sudah. Tapi ... jeng, jeng, saat pertama kali
diterima menjadi Pengajar Muda, aku dikirim sebuah email yang berisi tentang
outcome mapping.
Apa ini? Nggak mirip materi anak SD, deh? Bagaimana aku bisa menjadi bola
5
kompleksitas sistem sosial? Sederhana di luar. Rumit di dalam. Pergerakan IM
siapapun bisa melakukannya; mengajar anak SD, tinggal di desa, membuat surat
nya lebih rumit dengan berbagai teori manajemen sosial. Kukatakan rumit karena
saat SMA aku masuk kelas IPA dan saat kuliah aku lebih banyak mempelajari
patofisiologi dan anatomi tubuh. Kini aku harus mempelajari teori dan praktik
sosial.
discover (menemukan potensi atau hal-hal yang baik), dream (bayangkan apa
dibuat).
Satu lagi yang sederhana namun tak mudah adalah membuat pertanyaan yang
"Cita-citamu mau jadi koki? Kok kamu nggak daftar Master Chef, sih?"
Dikatakan kurang tepat karena itu pertanyaan sempit yang terfokus pada Master
Chef. Memang kalau mau jadi koki, harus daftar Master Chef? Sementara
6
pertanyaan yang bisa dikatakan tepat adalah: "Kalau kamu ingin jadi koki,
Selama satu tahun, sebagai Pengajar Muda, aku menerima beberapa pertanyaan
tentang IM. Dan juga setelahnya jika bertemu dengan orang yang tahu aku pernah
jadi PM. Jika kamu ingin FAQ dan jawaban versi IM, bisa dilihat di
Pertanyaan itu tetap muncul meski IM sudah 5 tahun di daerah tersebut karena
saat aku bertugas salah satu founder dan face IM, Anies Baswedan, dipilih
program Pemerintah. IM sebuah yayasan swasta dan Pak Anies adalah salah satu
saja. Contohnya dengan bank untuk pembukaan rekening PM, dengan produk
susu yang dalam iklannya mengajak untuk donasi dengan 'shake to care', dengan
program teve untuk publikasi. Selain itu, IM juga membuka kesempatan kepada
setiap orang yang ingin berdonasi dengan nama Iuran Publik. Maka jika ditanya
7
"Selesai tugas bisa diangkat jadi PNS, ya?"
program SM3T yang setelah program bisa dipromosikan menjadi PNS. Perbedaan
lainnya antara IM dengan SM3T adalah IM sarjana segala jurusan dan program
yayasan, sementara SM3T khusus untuk sarjana Pendidikan dan dari program
Pemerintah. Jadi tidak ada pengaruhnya status kita sebagai alumni PM dengan
seleksi CPNS.
"Kalau tidak diangkat jadi PNS, lantas saat tugas selesai apa pekerjaan PM?"
start up, perusahaan swasta/multi nasional, sampai yang bersekolah lagi di dalam
maupun luar negeri. Tidak ada keterikatan formal antara Indonesia Mengajar
pembaruan dari strateginya. Ada saja ide-ide baru yang mereka keluarkan seakan
menyeimbangkan dengan sifat dasar manusia, unik dan adaptif. IM pun seringkali
yang mereka harapkan kami pegang. Beberapa ada yang cukup mudah
dipraktekkan, beberapa lagi abstrak dan ambigu, ada pula yang kontroversial
8
Saat ditugaskan ke daerah, ada empat penjelasan pendekatan program IM yang
Ini penting. Waktu pelatihan, sih, aku merasa ini adalah sebuah prinsip yang biasa
dan mudah dilakukan. Toh jikalau IM tidak memberiku uang atau barang yang
dititip untuk warga desa, ya aku pun tidak akan kasih uang atau barang. Kita juga
bukan sinterklas yang bisa memberikan apapun yang mereka inginkan. Namun
tergerak untuk memberikan uang/barang lalu aku menahannya, apakah itu lebih
karena prinsip IM tersebut atau pada akhirnya aku akan berpikir aku ini pelit.
"Buk, nanti jas hujannya buat aku, ya. Buat aku pakai menoreh ke ladang." Ujar
salah seorang warga saat aku berjalan-jalan di desa memakai jas hujan berwarna
biru muda.
Di lain waktu murid SMP-ku yang ukuran badannya memang sama denganku
berceloteh, "Buk, kalau nuan nanti pulang ke Jawa, baju-bajunya ada yang nda
Mereka pun dengan senang hati akan menerima jika kamera dan ponselku tidak
akan kubawa. Aku tidak heran dengan permintaan mereka karena PM-PM
bisa karena berat, bukan barang yang mendesak untuk dibawa, dan sekalian untuk
9
kebun dan pelampungnya di rumah orangtua angkatnya. Kedua barang itu pun
digantung dan dipajang di rumah itu tanpa dipakai seakan barang keramat.
untuk guru-guru di sekolah. Jadi saat guru memakai batik tersebut, dia akan
berkata, "Yang ini batik jamannya Pak ini .... Kalau jamannya Ibu itu batiknya
terbaik yang ingin kami jejakkan. Tapi aku pun tak menyalahkan pemberian-
pemberian itu karena pada akhirnya aku pun melakukannya, memberikan batik
dan barang-barangku yang tak kubawa pulang. Kenapa? Mereka pun sebisa
burung Ruai. Jika mereka memiliki barang berharga, aku yakin mereka juga ingin
memberikannya.
Di sisi lain, akan ada saat dimana uang memang harus keluar meski itu bukan
Olahraga Siswa Nasional), dulu dikenal dengan nama Porseni. Mana mungkin aku
atau kecamatan, lalu mereka kehabisan air minum. Akhirnya pasti aku belikan
Mengenai beri-memberi barang ini juga pernah jadi bahan diskusi WA Grup
dalam sebuah video untuk meminta seragam dan sepatu kepada Presiden Jokowi.
10
Kenapa diantara kita tidak terpikirkan melakukan hal itu? Karena selama tinggal
seragam dan sepatu. Aku kasihan kalau mereka datang ke sekolah tapi gurunya
tidak ada. Aku kasihan kalau mereka dapat hukuman dengan cara ditampar. Aku
kasihan kalau mereka harus berhenti sekolah karena harus bekerja. Aku kasihan
pada anak yang tiap hari datang ke sekolah tapi dia tidak mengerti sedang belajar
apa.
Lalu apakah guru muda di Bengkayang itu salah karena telah memfasilitasi anak-
anak tersebut meminta barang? Aku tak akan menjawabnya sendiri. Ini bisa jadi
perdebatan panjang yang berakhir dengan seri. Aku senang telah mengkonfrontasi
Himbauan lain yang senada dengan kalimat di atas adalah PM jangan menerapkan
konsep One Man Show, bersinar sendiri seperti Tamatoa di film Moana. Jangan
juga berharap lampu sorot akan terus mengarah pada PM. Kita hanya bola biliar
yang menjadi penghubung stik biliar untuk menyentuh para aktor utama. Dalam
istilah IM, kita menyebutnya 'aktor lokal'. Mereka adalah orang-orang yang perlu
desanya.
dalam sebuah kegiatan, menciptakan rasa memiliki orang tersebut pada kegiatan
yang diikutinya. Itulah yang diharapkan saat akhirnya para aktor lokal percaya diri
untuk kelak membuat program itu sendiri tanpa keberadaan IM. Setelah
11
bergabung dengan IM, aku belajar bahwa kesuksesan sebuah program bukanlah
saat kegiatan tersebut terlaksana saja. Tapi seberapa mandirinya para aktor lokal
melaksanakan progam itu dan seberapa luas kolaborasi yang tercipta. Mantap.
manusia memang dekat dengan perubahan, maka setiap hal baik diharapkan
berubah semakin baik, hingga berubah kembali menjadi sesuatu yang tak
disangka bisa dia lakukan. Ketika ada yang melihat suatu daerah penempatan IM
dan dianggap lokasinya kok 'Kurang IM' karena tidak terlalu pelosok, dekat
ibukota, fasilitas dan gurunya mencukupi. Lalu kenapa IM tetap datang kesana?
Hey... selalu ada yang bisa diberdayakan dan dikembangkan sekecil apapun.
Selama daerah itu bukan Finlandia, kurasa aktivitas pendidikan terbaik tetap harus
dikembangkan.
Hal yang paling umum selain berbicara fasilitas pendidikan dan metode
pembelajaran adalah mengenai mental pendidikan, ada murid yang pesimis, kita
fokuskan agar dia optimis. Saat dia sudah optimis, kita dorong untuk melakukan
sesuatu. Saat dia sudah sukses melakukan sesuatu, dipancing terus agar bisa
melampaui hal-hal yang tak ia duga. Bisa jadi itulah dasar yang membuat seorang
anak hulu sungai Kapuas yang tinggal di hutan akhirnya bisa menjadi finalis
Perilaku juga bisa benar-benar sesuatu yang terlihat dalam keseharian, seperti
12
menyepelekan pelajaran, dan hal-hal lain yang biasanya dianggap 'Ah kayak gitu
mah sudah biasa.' tapi sebenarnya bisa berubah lebih baik, kan.
Lima tahun adalah waktu yang panjang. Bayangkan apa yang biasanya bisa
dicapai dalam lima tahun; seorang balita beralih menjadi anak-anak atau sepasang
setahun sekali. Kenyataannya satu tahun memang cukup lama bagi seseorang
untuk tinggal di sebuah desa. Namun waktu satu tahun waktu yang cukup untuk
melewati berbagai perayaan tahunan, bermacam musim, dan satu tahun kehidupan
satunya daerah penugasanku yang berakhir di bulan Juni 2016. Lalu apa yang
terjadi pada mereka setelahnya? Seperti apa hubungan antara IM dengan daerah?
Aku tahu dan percaya bahwa officer IM memiliki strategi sustainability untuk
daerah yang sudah ditinggalkan PM-nya. Namun dari kacamataku sendiri, jujur,
melainkan efek jangka panjang yang akan didapatkan oleh PM dan para aktor
lokal. Sesuatu yang akan terus membara di dalam dirinya, kenangan yang
13
Definisi Pengajar Muda
Indonesia Mengajar mengajak Anda yang memiliki semangat mengabdi dan cita-
cita tinggi untuk memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus
mengajar/jadi-pengajar-muda/)
Satu hal faktual yang aku sadari saat mendaftar menjadi Pengajar Muda (PM)
adalah kata 'selama setahun'. Apakah aku punya semangat mengabdi? Bercita-cita
tinggi memberikan pendidikan yang baik untuk generasi penerus? Aku sendiri
tidak berani mengiyakan. Jadi kalau ada yang ragu untuk mengikuti kegiatan
semacam ini karena alasan 'Ah, aku orang biasa. Aku tak tahu apa itu semangat
mengabdi. Aku tak yakin bisa memberikan pendidikan yang baik.' Well, tidak
pernah ada yang tahu dan yakin mengenai potensi dirinya jika dia tidak memulai
meng.ab.di:
Menurutku kata mengabdi dipilih karena kita memberikan segenap jiwa untuk
satu daerah yang motivasinya bukan balas budi. Berbeda jika aku tinggal dan
membuat program di desa sendiri, rasanya itu lebih cocok dikatakan kewajiban.
14
Lalu, apa itu berbakti atau berbuat bakti yang ada pada definisi mengabdi?
bak.ti
1.n pernyataan tunduk dan hormat; perbuatan yang menyatakan setia (kasih,
hormat, tunduk)
Eratnya kata mengabdi dengan berbakti membuatku jadi menyimpulkan satu hal.
Keinginan kita mendaftarkan diri di program ini, dengan kesadaran penuh bahwa
kita akan dijauhkan dari tanah kelahiran. Jadi ini bukanlah bentuk pengabdian
pada satu desa atau satu lembaga, tapi mengabdi dan berbakti kepada Indonesia.
Kita secara sukarela bersedia dikirimkan ke sebuah tempat, kemanapun itu, karena
Abdi Setahun hanya julukan yang kubuat. Sesuai dengan kata mengabdi yang
kusebutkan sebelumnya. Mirip seperti pekerjaan Aparat Sipil Negara (ASN) yang
juga diberi julukan Abdi Negara. Kami mendapatkan imbalan finansial dari
pekerjaan ini, namun kami tetaplah seorang Abdi. PM adalah Abdi yang dituntut
lebih inisiatif, adaptif, memiliki kemampuan decision making yang baik, bisa
Selama satu tahun, PM juga harus bisa mengabdikan diri untuk menjadi seseorang
yang mungkin baru baginya. Misalnya, aku yang terlahir dan besar di lingkungan
yang homogen lantas dikirim ke tempat yang heterogen, multietnis, dan multi
15
sejatinya memiliki keyakinan sebagai seorang yang skeptis terhadap agama lalu di
Di samping itu masih ada aturan IM yang tidak bisa kita sepelekan seperti tidak
keluar daerah penempatan selama setahun kecuali saat cuti dan tidak menerima
mau mengusahakan kemampuan maksimalnya untuk hal yang dia abdikan. Dalam
hal ini adalah cita-cita untuk memberikan pendidikan yang baik untuk generasi
penerus bangsa.
Daftarlah menjadi Pengajar Muda, jika Anda memiliki kepedulian sosial serta
menghargai dan berempati terhadap orang lain adalah bekal penting yang perlu
(https://indonesiamengajar.org/dukung-indonesia-mengajar/jadi-pengajar-muda/)
Seperti apakah itu kepedulian sosial? Saat kamu secara sukarela membagikan
berita orang yang membutuhkan donor darah, artinya kamu memiliki kepedulian
sosial. Setinggi apa dan setulus apa, penilaiannya bisa berbeda. Jangan pula
para aktivis yang bisa menjadi PM. Jika kamu pernah tergabung dengan sebuah
16
kelas yang memiliki seorang ketua kelas dan kamu adalah staffnya, maka itu
Seperti tes psikologi yang kini sudah bisa kita pelajari dari internet, biasanya ada
instruksi kepada peserta untuk menggambar sebuah pohon, padahal sudah banyak
artikel yang membahas bagaimana cara menganalisa gambar pohon sehingga kita
bisa saja mengaturnya agar gambar pohon kita menunjukan kepribadian yang
bagus. Tapi bagaimana jika kepribadian dari gambar pohonmu, karena dibuat-
buat, jadi berbeda dengan kepribadian dari hasil tes psikologi numerik, misalnya.
Itu malah akan membuatmu dinilai jadi orang yang labil dan tidak menjadi diri
sendiri. Atau kamu berusaha menampilkan kepribadian yang tegas dan terstruktur
tapi ternyata yang dibutuhkan oleh IM bukanlah orang yang seperti itu.
pengalaman organisasi lebih banyak dengan jabatan yang lebih tinggi pernah
mendaftarkan diri menjadi PM, namun bukan dia yang IM butuhkan. Ada juga
seorang mahasiswa S2 dengan nilai akademis yang sangat baik namun ternyata
Menurutku IM hanya membutuhkan orang yang pas dan seimbang. Tak apa jika ia
memiliki nilai rata-rata dalam kepedulian sosial atau jiwa kepemimpinan, asalkan
ia memiliki kemampuan untuk belajar dan sangat adaptif. Terlalu idealis kadang
tak pas. Memiliki banyak ekspektasi juga tidak diharapkan. Bukan hanya latar
17
kemampuanmu untuk membuka diri pada pengalaman dan pembelajaran yang
baru.
Syarat utama untuk menjadi Pengajar Muda adalah Warga Negara Indonesia,
belum menikah dan sehat secara fisik dan mental serta bersedia ditempatkan di
daerah terpencil selama satu tahun. Diwajibkan sudah lulus kuliah Strata 1 (S1)
minimal satu tahun. Perihal usia, diutamakan di bawah 29 tahun dan memiliki
mengajar/jadi-pengajar-muda/)
Dua syarat yang membuat PM memiliki tingkat keberagaman tinggi ialah Warga
Negara Indonesia dan sarjana seluruh jurusan. Dengan dua kategori itu, maka
banyak bergabung menjadi PM. Bahkan aku curiga bahwa IM punya formula
Meski sebenarnya PM tersebut berasal dari Aceh atau Fak-Fak, mereka umumnya
daerah, dengan kehadiran orang luar seperti inilah yang membuat mereka masih
18
"Orang-orang harus daftar jadi PM supaya punya kesempatan untuk merasakan
Kabupaten Kapuas Hulu, dalam kampanye 'Kenapa Kamu Harus Jadi Pengajar
Muda'.
Selain Kris, ada juga sesama Pengajar Muda VI Kabupaten Kapuas Hulu yang
bernama Rifki Furqan, dia bercerita mengenai satu tahun yang bermakna selama
penugasannya. "Ada salah satu anak gue yang juara di tingkat nasional. Itu tidak
hanya membanggakan kita sebagai pengajar, punya kepuasan batin, tapi juga
kebanggaan satu kampung, kebanggaan suku mereka, dan juga kebanggaan bagi
diri dia sendiri yang bisa menjadi inspirasi buat dia nanti. Ketika menjadi
Pengajar Muda kita tinggal dengan orang lain. Kita tinggal di dalam komunitas
yang berbeda. Suku, agama, ras, geografis, itu semua menjadi tantangan yang
keputusan secara kontekstual. Jadi, pelajaran yang paling penting buat gue
masalah ini harus pakai cara ini, dan apapun itu. Jadi nggak pakai sudut pandang
Layaknya kobaran api yang berawal dari satu percikan kecil. Kisah-kisah
menakjubkan diawali oleh sinyal-sinyal halus yang lewat melalui pikiran. Sedikit-
keputusan besar. Hampir semua Pengajar Muda memiliki dilema tersendiri saat
memutuskan untuk membelokkan hidupnya pada dunia ini. Ada yang harus
19
bertentangan dengan keluarganya, berdebat di tempat kerjanya, dan juga tawar
Siapapun bisa menjadi Pengajar Muda jika dia adalah seorang sarjana yang
seorang pengangguran tanpa pengalaman kerja, apakah dia ternyata lulusan S2,
atau sudah bekerja dengan posisi yang bagus. Selama dia bisa melalui satu hari
yang menentukan.
Aku mengisi formulir daring Pengajar Muda di bulan Desember 2014, enam bulan
setelah lulus sarjana keperawatan. Seharusnya setelah lulus langsung daftar kuliah
Profesi Ners, tapi aku berencana menundanya selama enam bulan. Dalam masa
enam bulan itu, aku menjadi enumerator pada survey lapangan yang dilakukan
Badan Litbang Kesehatan Kemenkes dan kegiatan sosial lainnya. Sambil sesekali
menjadi Ners. Itulah kenapa akhirnya di bulan keenam itu aku malah mengisi
formulir Pengajar Muda. Satu dari beberapa sinyal-sinyal halus yang lewat di
pikiranku.
Selanjutnya aku menjadi satu diantara banyaknya orang yang menjadi seorang
petaruh pada gambling-nya satu hari yang menentukan. Total seleksi PM ada
empat tahap; seleksi administrasi online, Direct Assesment (DA) selama satu
hari, Medical Check Up (MCU) selama satu hari, dan Pelatihan Intensif selama
dua bulan. Setelah semuanya terlewati barulah seseorang secara resmi menjadi
PM.
20
Ketika memutuskan untuk mengikuti DA Indonesia Mengajar, seharusnya aku
mengikuti kuliah PPN, aku tidak bisa ikut Ujian Kompetensi Keperawatan dan
artinya aku belum dikatakan sebagai perawat. Jadi aku ini adalah Sarjana
Biasanya mereka yang tidak melanjutkan kuliah PPN akan dikomentari, "Sayang
sekali sudah jadi sarjana keperawatan tapi tidak bisa menjadi perawat. Kalau tidak
jadi perawat, lantas mau kerja apa? Sayang banget ilmunya kalau diendapkan
begitu saja. Mau jadi apa dunia kesehatan kita kalau para sarjana keperawatan
Nah, apalagi jika jalannya belok dari sarjana keperawatan menjadi seorang aktivis
sosial. Semakin lah dikomentari, "Kalau memang suka dunia mengajar, kenapa
dulu tidak kuliah pendidikan saja? Kalau mau memberdayakan suatu desa, kenapa
Abaikan komentar-komentar itu. Semakin kita larut pada komentar orang lain,
maka kita semakin meragu untuk melakukan sesuatu. Padahal kata Michael
Useem, "Every move you make is scrutinized for its meaning, its performance, its
adequacy." Jadi, pergerakan apapun yang kamu lakukan akan selalu memiliki
Dan akhirnya aku memilih jalan paling sulit, paling panjang, dan paling gambling.
Pagi itu di Jakarta Selatan, aku dibonceng salah seorang kader PKK dari Cilandak
21
menuju lokasi DA. Agak gugup karena tak ingin terlambat, rasa gugupnya mirip
Dalam satu hari kita melalui enam tahap assessment. Dimulai sekitar jam 8 pagi
dan selesai jam 4 sore. Tahap awal adalah mengisi beberapa psikotes yang umum
ditemui saat melamar pekerjaan. Setelahnya kami dibagi ke dalam kelompok kecil
wawancara oleh 2 orang secara bergantian, simulasi mengajar dengan materi yang
Alurnya tidak sama untuk setiap kelompok kecil. Misalnya ketika kelompokku
wawancara. Assessment setiap tahun pun bisa jadi berubah, selepas penempatan
aku pernah sekali menjadi relawan assessor DA dan saat itu introducing digabung
Dalam rimba sosial yang baru kita temui, komunikasi adalah jembatan terpenting
dalam assessment yang hanya satu hari ini, diri sendiri yang terbaik yang ingin
Hanya satu part assessment yang akan aku ceritakan, dan menurutku pengaruhnya
kuat untuk meloloskanku atau tidak, yaitu saat perkenalan. Tidak ada penjelasan
poin-poin apa saja yang perlu diperkenalkan, jadi kita harus berpikir sendiri apa
yang harus orang ketahui tentang kita. Tentu saja tidak jauh dari nama, alamat,
22
pendidikan, dan pekerjaan. Tapi karena ini adalah sebuah assesment, kita pun jadi
"Tidak ada?" Ulangnya. "Yakin tidak ada yang mau jadi inisiator perkenalan?"
Aku tergiur tapi aku gugup setengah mati. Aku juga belum berpikir akan
Halo, nama saya Sarah, asli sunda. Lahir di Tasikmalaya, besar di Kabupaten
Klise.
Kemudian seorang peserta mengangkat tangan dengan penuh percaya diri. Dari
awal aku melihatnya di lobi, dia sudah berkenalan dengan seluruh peserta DA, hal
yang tidak berani aku lakukan untuk menghindari kecanggungan. Aku lebih mahir
berbicara one by one daripada menjadi pusat perhatian. Aku hanya akan
Dia tampil dengan powerful, penuh percaya diri. Di awal sebelum perkenalan dia
pagi putera-puteri terbaik bangsa. Saya yakin kalian yang hadir disini adalah ..."
Dst... apakah itu keren? Iya, tapi saranku jangan membuat orang lain
merasa insecure. Dalam assessment ini kamu tidak dituntut untuk terlihat hebat,
tapi hangat.
Ada lagi yang memperkenalkan diri dari sebuah daerah yang jauh dari ibukota,
sekolah di inpres, dan ayahnya sudah tiada. Sejujurnya aku tidak tahu arah
23
ceritanya kemana, tapi yang aku tahu IM bukan tempat untuk dikasihani tapi
"Dulu aku sekolah di Aliyah swasta di sebuah kampung yang muridnya sedikit
sekali, hanya belasan di satu kelas. Karena kurang ruang kelas, kakak angkatanku
diberi sekat berupa triplek, sebelah untuk angkatan kami yang dan sebelahnya lagi
untuk adik kelas kami. Jadi ketika kelas kami sedang hening, aku bisa
Aku berusaha untuk menceritakan hal ini sewajarnya. Tanpa mengeluh, tanpa
"Lantas aku berencana kuliah," lanjutku, "dan aku satu-satunya murid yang sibuk
daftar PMDK, USM beberapa kampus, dan SNMPTN. Tahun 2010, kan,
SNMPTN masih pakai ujian tulis. Temanku yang lain berencana melamar kerja ke
pabrik, menikah, mencari pekerjaan lain, atau kalaupun kuliah mencari yang
mudah dan murah. Aku gila-gilaan belajar karena aku ingin kuliah di kampus
SMA Negeri dan bimbel saja belum tentu bisa masuk PTN, apalagi dari
sekolahmu ...'. Aku tahu maksudnya apa. Tapi aku berpikir tidak ada bedanya
sekolah dimanapun, dua tambah dua di kota hasilnya tetap sama dengan dua
tambah dua di desa. Maka aku terus belajar selepas UN hingga akhirnya aku lulus
24
SNMPTN di Unpad. Banyak yang bilang 'kok bisa?' Dan kujawab 'kenapa juga
harus ga bisa?'"
Aku kira kisah itu cukup. Tidak berlebihan. Maka aku melanjutkan dengan cerita
lain.
"Saat usiaku 17 tahun, tahun 2009, aku pertama kali membuat facebook. Di data
informasi ada isian cita-cita, saat itu aku berpikir semua kolom harus diisi, maka
aku berpikir apa ya cita-citaku? Apa hal yang ingin aku kerjakan di masa depan?
Lantas aku tulis; penulis, guru, dan aktivis. Aku rasa itu yang paling mungkin aku
lakukan nantinya. Ketika akhirnya aku kuliah di Keperawatan, aku mulai berpikir
ketiga cita-cita itu nggak sinkron dengan kuliahku, maka aku hapus dari
informasi facebook dan mulai melupakannya. Tapi entah kenapa selama kuliah
hal-hal yang aku lakukan tidak jauh dengan tiga hal itu. Aku kuliah, tapi separuh
waktuku aktif di BEM. Di BEM pun kegiatanku adalah menulis. Dan aku
aktivis sosial, mengajar, dan bisa menuliskan cerita tentang sebuah desa asing
Dan itulah langkah awalku hingga bisa sampai pada saat ini, saat aku
ROMANSA PELATIHAN
25
Tes Kesehatan di sebuah klinik yang sudah ditunjuk. Dan aku pun menunggu
Pengajar Muda di bulan April 2015. Cemas berbalut antusias. Takut namun juga
penasaran. Akan seperti apa petualangan ini jadinya. Di bulan itu juga aku melalui
ulang tahunku yang ke-23 dan memulai langkah pertama menjadi bagian dari
Mengajar yang masih terletak di Jl. Galuh. Kami mengikuti seremoni sederhana,
Wisma tempat pelatihan kami terletak di Jatiluhur, Purwakarta. Terdiri dari dua
barak, yang dibagi untuk laki-laki dan perempuan. Kamar mandi dan jemuran
panjang dan meja bundar tempat kami makan atau bersantai dengan pemandangan
waduk jatiluhur yang tenang. Hanya berjarak beberapa meter dari barak, ada
lapangan olahraga yang kami pakai setiap pagi dan terdapat pula aula tempat kita
Beruntung bagiku yang Sunda tulen dan Jabar banget ini berada di Purwakarta.
Rasanya masih feel like home. Apalagi aku sering ke Purwakarta saat kakakku
26
tinggal setahun disini, ikut suaminya yang sedang mengikuti program internship
dokter. Tapi dengan kesundaanku ini, aku jadi diandalkan untuk beberapa
kegiatan yang perlu interaksi dengan warga asli Purwakarta. Misalkan saat tugas
mendapatkan insight dari pertemuan tersebut. Tentu saja warga asli disana lebih
Adalagi tugas fun day. Yeah, bersenang-senang saja menjadi tugas. Kami
diberikan waktu satu hari untuk pergi keluar dari Wisma. Kemanapun. Tapi
dengan misi foto-foto dan ada laporan keuangannya. Tugas itu membuatku jadi
juru bicara kelompokku untuk menghadapi tukang angkot, tukang bakso, dan
tukang lainnya. Juga saat kami diberi tugas untuk berangkat ke Kareumbi di
ditentukan. FYI, lebih dari separuh hidupku kuhabiskan di Cicalengka. Jadi aku
tahu benar jalan kesana. Meski berada di Kab. Bandung, tapi dari Purwakarta kita
tidak bisa memakai angkutan umum ke Bandung. Hal itu hanya akan membuat
angkutan arah Tasik atau Garut. Ini jadi kurang seru karena ada orang Cicalengka
lari. Hidup di barak dengan berkegiatan dari jam 5 pagi sampai jam 9
malam. No gadget. Aliran listrik dimatikan saat malam. Disepakati untuk tidak
keluar barak kecuali hari Minggu. Mengantuk saat materi ceramah dan mencuri
27
garing. Pre test, post test, brain storming, membuat presentasi dengan gambar,
hidup kami dihiasi oleh kertas buram, sticky note, masking tape, dan spidol
warna-warni.
Ada satu hal lagi yang menjadi ikon kehidupan pelatihan ini. Ada satu materi
dengan tepat, positif, dan membangun. Ada dua tahapan di dalamnya, pertama
agar sesuatu yang menurut kita kurang baik bisa kita sampaikan dengan tujuan
“Sar, aku senang deh kalau lihat kamu makan selalu tepat waktu, jadi nggak
kesiangan buat ikut ikut materi (feedback positif). Tapi kayaknya porsimu terlalu
banyak, ya, kamu jadi susah menghabiskannya. Kayaknya lebih baik kalau
Ini lebih baik daripada kita pakai kalimat negatif, “Sar, kamu jangan buang-buang
makanan, dong. Aku lihat kalau kamu makan pasti nggak pernah habis. Kan
mubazir.”
Nah, di satu sesi kita pernah belajar untuk memberikan feedback kepada teman
yang lain dengan cara berpasang-pasangan. Poin dari feedback adalah hal baik dan
hal yang perlu ditingkatkan selama pelatihan dari diri teman kita. Ternyata sesi ini
28
menarik dan jadi malah ajang curhat selama pelatihan, kami jadi bisa berbagi
barak.
So, dengan dalih feedback inilah kami sering melihat dua orang berpasangan
mengobrol di lingkungan barak. Kalau sesama lelaki atau sesama wanita tentu
bisa bisa dilakukan di dalam barak. Tapi kalau sepasang lelaki dan wanita tengah
Trik PDKT melalui saling memberi feedback lebih populer daripada love box.
Jadi ada sekumpulan box kecil di dinding sebelum pintu keluar utama barak.
Masing-masing dari kami punya satu box disana untuk diisi orang lain,
ada box yang selalu menggembung karena banyak isinya sampai rusak,
ada box yang sampai akhir pelatihan masih terlihat utuh karena kurang sentuhan.
Itu box-ku kayaknya, deh. Dan ada lagi sesi namanya angel-I-don’t-know, dimana
selama pelatihan kamu punya satu orang yang harus kamu perhatikan secara
rahasia dan di sisi lain kamu juga diperhatikan oleh seseorang secara misterius. Di
akhir pelatihan baru terbongkar bahwa aku mendapatkan angel seorang wanita
dan orang yang aku perhatikan pun seorang wanita. Biasa aja, ya.
29
Lain lagi cerita mengenai adaptasi makanan. Menu di pelatihan itu enak-enak dan
bergizi. Setiap hari pasti ada sayur dan buah. Tapi ada satu masa di saat kita akan
mendapatkan menu sederhana. Nasi dan ikan asin, nasi dan jengkol, atau nasi dan
daun papaya. Saat itu pilihannya makan nasi dan jengkolnya, makan nasinya saja,
atau nggak makan sama sekali. Kupilih yang pertama. Sebenarnya ada teman
yang memiliki kecap dan abon tapi penasaran juga seperti apa rasanya makan
jengkol. Hasilnya adalah sekarang aku jadi suka jengkol. Cuma digoreng tanpa
Lalu ada adaptasi budaya. Ini proyek rahasia lainnya dari panitia. Meski begitu
sudah banyak yang menceritakannya dari mulut ke mulut atau melalui blog. Dan
akan kuceritakan sedikit disini. Adaptasi budaya adalah sesi dimana kamu akan
dihadapkan pada situasi yang baru, berbeda, dan beberapa hal yang membuat
mengernyit, kebingungan, menangis, berteriak, bahkan berkata kasar. Inti dari sesi
ini adalah, apa respon spontan kamu saat dihadapkan pada budaya yang berbeda,
sulit dimengerti, dan tidak ada yang bisa kamu lakukan selain … kebingungan.
Yep, ini adalah persiapan sebelum kita nyemplung dan bingung di tanah orang
nanti.
Kehidupan kita selama dua bulan bukan hanya di barak pelatihan, kok. Seperti
yang diceritakan sebelumnya bahwa kami punya tugas fun day, pelatihan fisik di
Tapi yang paling berkesan adalah pelatihan fisik di Ciwidey. Kami menjelajah
30
sesuai dengan kelompok penempatan dengan dibekali materi navigasi
sebelumnya.
Dengan baju hijau army, sepatu boots yang besar dan berat dan nggak ada yang
pas di kakiku, lengkap dengan ransel gunung yang harus dibawa sendiri. Kami
sama di lokasi tugas nanti. Nama gunung yang kami jelajahi adalah gunung
Tikukur dan kami dibekali makanan untuk sampai di lokasi. Karena makanan
yang diberikan kepada kami terbatas dan masih ada 3 hari lagi di gunung, maka
Itu bukan ide bagus. Keesokan harinya, tanpa ampun, semua makanan yang ada di
tas kami disita. Entah itu makanan yang diberikan panitia atau yang kami bawa
dari barak seperti permen dan vitamin. Dengan teoritisnya kami diberi materi
mengenai tumbuhan apa saja yang bisa kami makan di hutan tersebut. Aku
menyimak, tapi yang sampai di ingatanku hanya begonia, pakis, dan jantung
pisang. Padahal banyak sekali yang diperkenalkan. Saat itu rasanya aku siap
Kita juga nggak difasilitasi tenda tapi membuat rumah-rumahan, apalah namanya,
dari kayu, dedaunan, dan rotan. So, kami membagi diri menjadi dua kelompok.
Yang satu membuat hunian, dan yang lainnya mencari makanan. Aku ikut tim
pencari makan. Itulah hari dimana melihat jantung pisang sama lezatnya dengan
melihat daging ayam. Di hari pertama tidak ada kesulitan untuk menemukan
tumbuhan yang bisa dimakan, tapi keesokan harinya kami jadi berebut dengan
31
kelompok lain karena rasanya semua tumbuhan di hutan itu sudah pindah ke perut
Saat itu aku merasakan masa-masa terberat dalam hidup hanya untuk mencari
sejumput tumbuhan yang padahal nggak enak-enak amat karena kita memasak
tanpa bumbu apapun. Aku nggak tahu wajahku sudah sepucat apa saat itu. Ada
perasaan siap tumbang di sela-sela langkah kaki, hanya saja ternyata tubuhku
lebih manis dari mentimun yang biasa kumakan. Jadi kami makan sebanyak-
banyaknya saking laparnya. Eng, ing, eng … lalu perjalanan kami berikutnya
berubah menjadi siksaan karena aku lemas tiada tara. Ya, aku baru ingat kalau
Seperti biasa, ada sesi refleksi di setiap materi. Aku ingat apa yang aku ucapkan
saat itu, yaitu rasa takjubku kepada diri sendiri karena ternyata aku sanggup
melalui semua hal-hal yang rasanya tidak mungkin. Jika sendirian, aku pasti
sudah menyerah. Tapi aku melihat yang lain tetap berjalan tegap dengan ransel
gunung kami yang berat dan sepatu boots yang kebesaran. Satu orang saja yang
tumbang, mungkin aku tergiur untuk menyerah juga. Dan aku tahu masing-masing
Melimpah sekali materi di dalam pelatihan yang hanya dua bulan itu. Mulai dari
berkesan. Kalau diceritakan satu-satu, tidak akan ada habisnya. Simulasi mengajar
32
yang membuat kelasku tawuran dengan kelas sebelah. Juga malam seni yang
membuatku belajar tarian Dayak. Atau Kegiatan Belajar dan Bermain yang
se-Purwakarta. Saat itu aku dapat kelompok pulau Maluku Utara dan sebelumnya
Mengingat kompleksnya kehidupan kami di masa pelatihan, wajar jika ada yang
tidak bisa move on dari romansanya. Bahkan ada juga yang merasa masa pelatihan
kehidupan, masa pelatihan pun adalah miniatur kehidupan yang sama. Penuh
PERANTAUAN PERTAMA
Katanya orang Sunda tidak banyak yang merantau. Aku baru tahu itu justru saat
aku hendak merantau. Aku pikir hanya keluargaku saja yang tidak memiliki
prinsip untuk pergi merantau, alasannya karena tidak ada yang dicari di luar Jawa
Barat.
Lahir dan sekolah dari dasar, menengah, dan kuliah di Jawa Barat, jadi aku
berpikir bahwa aku pasti akan berkarir di tanah Sunda ini. Pendidikan, bisnis, dan
membentang luas untuk dijelajah. Lantas apa yang dicari di luar Jawa Barat? Dulu
aku tidak pernah mempertanyakan itu, hingga akhirnya aku akan pergi dan
33
sekarang aku tahu apa yang dicari, sebuah rasa syukur atas apa yang sudah
dimiliki. Sebuah rasa keterikatan dengan mereka yang berbeda suku dan budaya.
Konon katanya, sejak tragedi perang Bubat, muncul perintah dari kerajaan untuk
mengisolasi diri bagi orang Sunda. Sejak saat itu orang Sunda menciptakan zona
nyaman di areanya sendiri. Mungkin itulah kenapa orang Jawa Barat katanya
kreatif. Kita memang harus kreatif menciptakan dunia yang menyenangkan disaat
“Orang Sunda mah nunutur bujur indung.” Yang artinya, “Orang Sunda itu
mengikuti pantat ibunya.” Maksudnya, dia tidak akan pergi jauh-jauh dari ibunya.
masyarakat Jawa Barat, aku baru mengenal tentang kehidupan perantauan. Aku
memiliki sahabat yang berasal dari Bukittinggi dan aktif di Unit Pecinta Budaya
Minangkabau (UPBM), namanya Ria. Disaat aku pulang seminggu sekali karena
jarak antara Unpad dan rumahku hanya 1-2 jam perjalanan, sahabatku ini akan
tinggal di kosan meskipun libur selama seminggu. Ria hanya pulang ke kampung
halamannya selama dua tahun sekali. Dan satu hal yang paling mencolok dari
persahabatan kita adalah perbedaan Bahasa daerah. Ria hanya akan memakai
Bahasa minang di UPBM dan ketika aku melemparkan jokes berbahasa Sunda
kepadanya, itu tidak akan lucu karena untuk menjelaskan maksud dari jokes-nya
34
Maka, dua hal itulah yang aku antisipasi ketika akan merantau. Tidak pulang
seminggu sekali dan tidak memakai Bahasa sunda dalam keseharian. Aku pun
Apa rasanya saat mengetahui bahwa tempatku selama setahun adalah Kalimantan
Barat? Antusias, lantas menangis cemas. Bukan cemas karena akan pergi ke
Kalimantan, tapi cemas akan reaksi Mama saat mengetahui bahwa anak gadisnya
ini akan tinggal di Kalimantan selama satu tahun. Perantauan memang bukan
Hanya sedikit yang aku tahu tentang Kalimantan. Kata kuncinya; Hutan, orang
utan, dayak. Lalu muncul desas-desus mengenai ilmu you-know-what itu yang
Aku tidak menampik hal-hal ghaib dan metafisika, tapi aku tidak percaya rumor
apalagi hoax. Dari desas-desus itu, yang tidak aku yakini adalah ketika ada orang
Analisaku adalah, (1) hanya hal-hal besar atau prinsipil yang bisa membuat orang
marah dan dendam hingga ingin mencelakakan kita, (2) jika ilmu itu benar
adanya, pasti atas sekehendak Allah dan aku selalu memohon Allah menjagaku,
(3) sebelum aku datang, sudah ada Pengajar Muda lain yang tinggal disana, dan
mayoritas tinggal di Kalimantan. Hal itu pernah jadi bahasan di program tv on the
spot dengan judul ‘Tujuh Suku di Indonesia yang Paling Ditakuti’. Tapi selain
35
suku Dayak, di Jawa Barat juga ada suku yang ditakuti yaitu suku Badui karena
terkenal akan debusnya dan kebal terhadap senjata tajam. Nyatanya, saat aku
berkunjung ke Desa Kanekes, tempat suku Badui berada, mereka amat ramah dan
tidak menyeramkan.
So, aku tidak menyimpan banyak ekspektasi dan imajinasi dengan daerah yang
akan aku datangi. Apakah aku bisa tinggal disana? Apakah aku bisa makan,
mandi, dan tidur dengan nyenyak? Bagaimana dengan akses transportasi dan
komunikasi? Ah, hanya satu yang menjadi keyakinanku, ‘Jika orang-orang desa
itu bisa bertahan hidup bertahun-tahun disana, maka aku pun pasti bisa hidup
DAYAK ENSILAT
Dayak Ulu Kapuas adalah sebutan untuk suku Dayak di Kapuas Hulu. Pernah
dengar sungai Kapuas? Sungai terpanjang di Indonesia. Nah, hulu sungainya ada
Beberapa sub suku Dayak meyakini bahwa mereka bermigrasi besar-besaran dari
Sanggau setelah legenda Tampun Juah, yaitu hukuman adat untuk Juah yang
menyukai saudara sepupunya atau sepupu satu kali. Jika kamu punya sepupu
dekat, anak kandung dari saudara kandung orangtuamu, itulah yang disebut
sepupu satu kali. Aku belum pernah mendapatkan cerita langsung mengenai
Sub suku dari Dayak Ulu Kapuas banyak bertebaran di Kapuas Hulu, salah
satunya adalah warga asli di sekitar sungai Ensilat yaitu Dayak Ensilat. Mereka
36
bermigrasi dari hilir sungai Kapuas dan mendiami hulu sungai Kapuas sebagai
Melayu setelah agama Islam dari daerah Sintang masuk ke daerah ini. Ada
anggapan orang dulu mengenai suku dan agama, yaitu jika kamu memeluk agama
Islam maka kamu menjadi orang Melayu, tapi jika kamu tidak beragama Islam
maka kamu masih orang Dayak. Beberapa orang Dayak yang masuk Islam tidak
mudah untuk mengubah begitu saja kehidupannya menjadi orang melayu terutama
dalam hal bahasa, maka ada yang disebut sebagai Melayu Senganan yang menjadi
Jika dalam struktur pemerintahan ada kepala desa, maka dalam adat kelembagaan
temenggung, dewan adat desa, dan dewan adat dusun. Tugas temenggung adalah
adat yang tidak mampu diputuskan oleh ketua adat dusun maupun desa.
Jika ada permasalahan, maka diselesaikan di tingkat dusun terlebih dahulu. Jika
perkaranya tidak selesai, maka dinaikkan ke tingkat desa. Jika tidak terselesaikan
juga, maka perkara dinaikkan lagi ke tingkat Temenggung. Hal-hal yang diatur
dalam hukum adat adalah berladang, mencari madu, nuba, sumber air bersih, dan
hutan adat. Ada pula aturan adat terkait pranata sosial mencakup adat perkawinan,
adat kelahiran, adat kematian, adat salah basa/tata krama/sopan santun, dll.
Contoh pelanggaran hukum adat yaitu salah basa karena bergurau dengan
37
kata yang tidak pantas seperti menghina, mengadu domba, membicarakan
kekurangan seseorang atau sejenisnya. Bayangkan hal itu diatur di tingkat desa,
tidak akan ada haters dan buzzer penebar kebencian yang bersarang di desa-desa
Tapi hukum adat sudah jarang dipilih karena denda atau sanksinya lebih berat
daripada hukum pemerintahan. Pada akhirnya banyak pula yang memilih jalur
kekeluargaan untuk menjaga keharmonisan satu sama lain. Padahal banyak hal
dari kearifan lokal seperti hukum adat ini yang masih bisa menjaga kehidupan
manusia yang mulai tidak manusiawi. Asal tidak dinodai oleh keegoisan dan
Perahu dan Malin Kundang yang terkenal sebagai ikon kisah anak durhaka, maka
di Badai pun ada legenda yang terkenal sebagai asal mula desa Landau Badai.
dipercaya memiliki kerajaan alam gaib dengan makhluk penjaga yang disebut
berwarna kuning, buaya putih, dan buaya hitam. Ada juga yang mengatakan
bahwa puaka tersebut berbentuk ular yang sangat besar dan panjang. Seperti aliran
sunga Kapuas yang meluas, maka legenda itu pun mengalir hingga ke daerah
Pada zaman dahulu kala, hiduplah sebuah keluarga dengan dua anak laki-laki
bernama Landau dan Badai. Keluarga kecil ini hidup dengan sederhana di pinggir
38
sungai Ensilat. Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka hendak pergi ke ladang,
Tetapi ayah dan ibu tidak memperbolehkan mereka untuk ikut. Untuk menghibur
kedua anaknya, sang ibu pun berkata, “Nak, nanti kalau ayah dan ibu sudah
sampai di ladang, ibu akan membawakan bunga berwarna merah dari ladang
untuk kalian. Bunga itu akan ibu hanyutkan di sungai. Nanti kalau kalian melihat
ladang. Sambil menanti kepulangan ayah dan ibunya, kakak beradik tersebut
duduk di tepi sungai menanti bunga merah yang akan dihanyutkan sang ibu.
Mereka tak pernah meninggalkan sungai, dari mulai bermain disana dan
melakukan aktivitas seharian di sungai karena tak ingin melewatkan bunga dari
hanyut di sungai.
bunganya. Namun setelah didekati, ternyata bunga yang mereka ambil bukan
kiriman dari ibunya, melainkan jelmaan dari puaka yang menjaga Sungai Ensilat.
Puaka tersebut membuat mereka ketakutan dan dengan sekejap mata mereka
Ketika ibu dan ayah pulang dari ladang, mereka berdua merasa heran karena
39
“Pak, dimana anak-anak kita? Sudah sore begini tapi belum pulang juga.”
“Entahlah, mungkin Landau dan Badai masih bermain. Nanti juga mereka akan
pulang.”
Namun sampai hari gelap, kedua anak mereka tidak terlihat. Ayah dan Ibu pun
mencari anak-anak mereka dan juga meminta bantuan warga. Mereka mulai
mencari di tepian sungai, karena ibunya telah berjanji akan mengirim bunga lewat
sungai.
jeritan seakan menyahut suara warga yang memanggil-manggil nama Landau dan
Badai. Warga pun mencari sumber suara yang ternyata terdengar dari dalam
kembali suara jeritan dan warga pun mencoba menggali lagi. Akhirnya banyak
Galian yang dibuat semakin dalam sehingga membentuk sebuah teluk. Sampai
akhirnya galian tersebut terhenti pada sebuah pohon yang sudah lama tumbang
dan telah terkubur oleh tanah. Warga melanjutkan galian pada pohon tersebut
karena terdengar suara jeritan yang bersumber dari dalam sana. Tanpa pikir
panjang mereka terus menggali dan tak disangka dari lokasi galian tersebut keluar
40
air berwarna merah. Persis seperti warna merah darah. Semakin pohon tersebut
ditebas, semakin banyak warna merah darah yang merembes melalui aliran
sungai. Warga pun terus menggali dan mencoba memanggil kembali, namun tidak
Warga pun menyadari, seiring derasnya air berwarna merah darah yang keluar
dari galian, pencarian mereka sudah selesai. Ujung pencarian itu berhenti di
sebuah pohon tua yang akarnya sudah terkoyak. Kini lokasi penggalian warga itu
dikenal dengan nama Teluk Badai. Dan untuk mengenang tragedi pencarian kedua
anak tersebut, yang membuat banyak orang bermukim disana, mereka membuat
Di Landau Badai tidak ada sumber listrik. Ada generator desa dari PNPM, namun
kami harus membeli sendiri minyaknya. Saat iuran warga sedang lancar, maka
generator akan dinyalakan dari jam 6 sore sampai jam 10 malam. Namun jika
iuran sedang macet atau generator sedang rusak, maka kami menikmati malam
bertabur bintang. Tidak segelap seperti di Baduy yang memang menolak memakai
Kepala Sekolah dan Kepala Desa hampir setiap malam menyalakan generator
pribadinya.
Pengajar Muda datang ke Landau Badai sejak Juni 2011. PM pertama sebagai
pembuka jalan antara IM dan warga Landau Badai adalah Surahmansah Said yang
datang ke Badai tahun 2011-2012, panggilannya Pak Surah, asli Makasar dan
41
perawakannya atletis. Menurut warga, tawanya menggelegar dan menular,
membuat yang lain tersihir untuk ikut tertawa dan betah berlama-lama ngobrol
yang bagus dan setiap sore ramai dengan anak-anak yang bermain dan
berolahraga. Kak Surah juga yang mengajak mereka membuat karnaval 17-an
Landau Badai.
Kak Yana oleh murid-murid di Badai, dan dipanggil Nyitnyit oleh teman-
temannya. Di tahun inilah Landau Badai menjadi tuan rumah Porseni tingkat
Kecamatan. Suasananya meriah dan sampai sekarang event itu berkesan bagi
warga Landau Badai dan kegiatan pramukanya pun sangat dibanggakan oleh
anak-anak. Pembawaan Kak Yana yang tegas namun penyayang sangat berkesan
di hati mereka. Tak ada yang tidak menangis saat Kak Yana, maupun Kak Surah,
pergi meninggalkan desa. Warga selalu menceritakannya seakan itu adalah hari
Anna Minhatul Maula atau Kak Opi melanjutkan tugas Kak Yana di tahun 2013-
2014, dia berasal dari Jawa Barat sepertiku, tepatnya di Majalengka. Kak Opi
memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak anak-anak dan warga masih
terbayang-bayang dengan sosok Kak Surah dan Kak Yana. Sementara itu tugas
orang-orang di desa dengan jangkauan yang lebih luas, minimal dengan orang-
orang di Kabupaten. Itulah kenapa yang paling berkesan dari tahunnya Kak Opi
42
adalah anak-anak mengikuti Festival Danau Sentarum dan menampilkan Tari
Saman disana.
PM ke-4 yang berarti PM sebelum aku adalah Asep Ismail yang bertugas di tahun
2014-2015. Dia manusia paling kocak menurutku dan sangat diterima di semua
kalangan, baik anak-anak maupun orang tua. Semua kenangan tentangnya adalah
Dari keempat pendahuluku itu, aku hanya pernah bertemu dengan Asep di masa
transisi selama dua minggu. Namun aku hampir tahu kegiatan yang lainnya tanpa
bertemu mereka karena semua warga tidak akan pernah bosan menceritakannya
padaku. Dari mulai PM mana yang pernah kehilangan barang, PM mana yang bisa
berenang, pernah diajak kemana saja, pernah diberi apa saja, dan pernah ada
kejadian apa saja. PM yang ini digodain bapak itu, PM yang itu pernah bertengkar
dengan murid yang ini, dan semuanya yang sempat mereka ceritakan berulang-
ulang.
Sekejap, kadang, aku merasa terbebani saat mereka seolah berharap aku
melakukan sesuatu yang pernah dilakukan Kak Surah, atau seandainya aku seperti
Kak Yana, atau betapa rindunya mereka pada Kak Opi, dan kayaknya aku nggak
sekocak Asep. Tapi aku memang tidak datang untuk memenuhi ekspektasi semua
warga. Jika tidak begitu, aku tidak bisa menjadi diri sendiri dan sibuk menjadi apa
Semua PM pendahuluku menjadi wali kelas, kecuali Asep. Awalnya aku diberi
tahu Asep bahwa aku harus mengambil sedikit tanggung jawab di sekolah karena
tugasku di tahun ke-5 ini akan membuatku sering meninggalkan sekolah dan lebih
43
banyak berakifitas di ibukota, yaitu Putussibau. Namun sifat asertifku tidak
setegas itu, apalagi melihat wajah memohon para guru yang memintaku jadi wali
kelas.
Di Landau Badai ini ada SMP Satu Atap (Satap) yang dirintis ketika Kak Surah
bergabung dengan SD. Jadi, di Landau Badai aku mengajar matematika dan IPA
untuk kelas 5 dan 6. Sesekali masuk kelas bawah jika gurunya sedang tidak ada.
Antara SD dan SMP Satap yang paling kekurangan guru adalah SMP. Maka di
SMP aku membantu mengajar Bahasa Inggris kelas 7, 8, dan 9, matematika kelas
Delegasi tugas dari IM sebenarnya hanya mengajar SD. Tapi situasi di lapangan
mendorongku untuk menghabiskan banyak waktuku di SMP. Jika dilihat dari segi
mereka tumbuh belajar bersama PM. Misalnya, ketika tahunnya Kak Yana, dia
menjadi wali kelas anak-anak kelas 6 SD dan mereka digembleng oleh Kak Yana
untuk menghadapi UN SD. Ketika aku datang anak-anak itu sudah kelas 9 SMP
dan aku menjadi wali kelas mereka yang mana aku melanjutkan gemblengan Kak
Dari semua yang dialami warga, ada satu yang paling berkesan dan tidak sulit
diceritakan karena terekam dalam sebuah program tv. Di tahun penugasan Kak
Yana, ada salah satu mitra IM yang membuat program tv di lokasi penugasannya,
dituliskan sebagai program acara yang bekerja sama dengan Indonesia Mengajar.
44
Tidak semua Pengajar Muda di seluruh penempatan punya kesempatan menjadi
desa yang memiliki kesempatan pernah dikenal oleh penonton Lentera Indonesia
di masa-masa awalnya yang masih berdurasi 1 jam. Melalui acara itulah aku
tersebut ada di youtube dengan judul Lentera Indonesia, Pulau Landau Badai.
Landau Badai dianggap sebuah pulau karena dikelilingi oleh aliran sungai Silat,
sungai Pengga, dan Gurun Inggud. Sesuai dengan defnisinya di KBBI, pulau
adalah tanah atau daratan yang dikelilingi air, baik itu laut, sungai, atau danau.
Jadi tidak salah ketika program tv Lentera Indonesia memberi judul Pulau Landau
Badai pada edisi menceritakan Pengajar Muda ke-4 di Landau Badai. Berikut aku
Khatulistiwa ini terus berkembang meski masih ada juga sebagian daerah yang
tertinggal.
Kalimantan Barat ini terletak di hulu sungai Silat, salah satu anak sungai Kapuas
Badai. Mobil hanya bisa sampai Nanga Ngeri. Untuk mencapai Landau Badai,
hanya bisa melalui transportasi sungai. Bila cuaca bagus, warga menggunakan
sepeda motor dan menempuh jalan di perbukitan yang curam. Untuk penerangan
45
pun hanya mengandalkan genset. Listrik hanya menyala sejak jam 6 sore hingga
jam 10 malam.
Indonesia tidak kekurangan guru, namun distribusi guru yang tidak merata juga
inilah, Gerakan Indonesia Mengajar hadir pada tahun 2010. Mengirim sarjana ke
berbagai pelosok tanah air untuk mengisi kekurangan guru. Pengajar Muda akan
Kapuas Hulu yang tidak hanya menyalakan semangatku untuk terus belajar, tapi
juga memupuk rasa persaudaraan dan persahabatan. Suatu ikatan emosi yang
belum tentu aku alami kalau aku tidak pernah hidup di pelosok tanah air
Indonesia.
Di sungai Silat, aku biasa bermain dengan anak-anak Landau Badai. Aku
berusaha menjadi bagian dari mereka melalui alam Kapuas yang kaya. Di
sepanjang aliran sungai Silat, banyak warga melakukan mamay, yaitu tradisi
mendulang emas di tepi sungai. Rekan-rekan guru juga biasa menekuni profesi
mamay ini.
Bangunan sekolah telah direnovasi sejak tahun 2012. Namun, jumlah guru disini
masih kurang kaena kami juga harus menyelenggarakan pendidikan SMP Satu
Atap. Disini aku menjadi guru bantu bagi empat guru PNS dan tiga guru honor,
yaitu Bu Nurlela, Pak Ruslan, Pak Auzi, Pak Sarbi, Pak Ahmad, serta Bu Kokom
46
Bercerita mengenai Landau Badai, baiknya kuceritakan dari perjalanan pertamaku
kesana.
14 Juni 2015.
Dari Jakarta, kami terbang menuju Pontianak, Kota Khatulistiwa yang panasnya
sedang buruk. Ketika turun dari pesawat, kawan-kawan dengan tegang bercerita
mengenai 45 menit yang menegangkan saat hendak landing karena pesawat hanya
berputar-putar saja menunggu saat yang tepat untuk turun. Aku hanya
mendengarkan dan mengatakan wah? iya? masa sih? karena dalam perjalanan
ragaku tertidur pulas. Itu perjalanan pertamaku menaiki pesawat dan aku
ibukota Kapuas Hulu. Nama bandaranya Pangsuma. Namun saat itu adalah
perjalanan pertama kami, jadi dengan alasan agar kami pernah merasakan
perpaduan antara bus yang sudah tua dan jalanan yang tak sempurna.
Di lintas selatan Kalimantan Barat ini, yang terkenal adalah jalanan di Sosok dan
Sanggau, bus tidak akan berhenti bergoyang dan membuatku terpental-pental. Itu
bukan kiasan karena badanku benar-benar naik turun menghantam jok. Dalam
keadaan tertidur pun aku masih bisa merasakan kepalaku dihentak-hentakkan, tapi
47
Kami sempat berhenti untuk sholat dan makan di Rumah Makan Padang, yang
bisa dinobatkan sebagai rumah makan paling tersebar merata di Indonesia. Setara
Kami berangkat dari Pontianak jam 1 siang dan sampai di Kota Putussibau pada
keesokan harinya jam 7 pagi. Kurang lebih delapanbelas jam dan sampailah kami
Aku kira Jakarta adalah kota paling hot yang pernah aku singgahi. Ternyata
Putussibau lebih panas lagi. Apalagi buatku yang tinggal di Kabupaten Bandung.
Selama tinggal di tanah Kapuas, aku pernah merasakan suhu udara sampai 40
derajat Celsius. Seakan enggan hidup lagi, keluar terasa dibakar, di dalam rumah
terasa dipanggang.
Karena ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan di tingkat kabupaten, kami
harus ke Putussibau sebulan sekali. Maka selama setahun itu, berkali-kali aku
Waktu tempuh satu kali perjalananku adalah 10 jam, jika dihitung sebulan sekali
aku melakukan perjalanan pulang dan pergi, maka selama setahun aku
Tujuh. Dua. Satu. Itu angka yang selalu kuulang jika Mama menelepon dan
bahwa aku harus menaiki bus sejauh 190 km selama 7 jam. Menaiki motor di
jalanan desa selama 2 jam. Dan berakhir dengan 1 jam di atas perahu. Dengan
perjalanan seperti itu, aku harus menyisihkan paling tidak 1 juta rupiah untuk
48
perjalanan pulang-pergi. Itu sudah termasuk makan siang di Nanga Tepuai dan
Aku selalu menaiki Bus Perintis setiap kali menuju Simpang Bongkong.
Berangkat jam 7 pagi, istirahat di Nanga Tepuai jam 12 siang, dan sampai di
Bongkong sekitar jam 2 siang. Saat berangkat dari Putussibau, kita sebaiknya
memesan tiket terlebih dahulu karena armadanya tidak banyak. Jika kamu terburu-
buru dan tidak sempat memesan tiket bus, berdoa saja pada hari itu tidak banyak
yang bepergian dan masih ada kursi yang kosong. Bus yang aku tumpangi adalah
dan Sintang. So, desa penempatanku lebih dekat ke Sintang daripada Putussibau.
Yang berbeda ketika kita menaiki bus di Putussibau dengan di Bandung adalah
kamu akan melihat kantong plastik bergantungan di atas kepalamu. Kantong itu
sengaja disiapkan oleh pihak bus untuk penumpang yang muntah sepanjang jalan.
Mungkin karena perjalanan yang jauh, bau-bauan yang ramai menyerang hidung,
atau karena tranpsortasi bus adalah hal yang jarang bagi warga. Selain kantong
plastik, kamu juga akan melihat banyak helm digantung. Tandanya, jarak rumah
mereka dari jalan raya sangat jauh sehingga mereka harus membawa helm
kemana-mana karena setelah turun dari bus mereka akan menaiki motor.
Biasanya aku akan tertidur di separuh perjalanan hingga tiba di Nanga Tepuai
untuk makan siang. Disanalah aku akan turun, mencuci muka, dan makan
menuju Simpang Bongkong, aku jarang tertidur kecuali jika dalam kondisi sangat
49
lelah. Terlebih lagi pemandangan di luar jendela hanya dikuasai pepohonan.
Hijau, hijau, dan hijau. Bukannya aku tak suka, tapi itu membuatku semakin
mengantuk dan tidak tahu sudah sampai mana. Jika berkendara di Bandung, aku
akan melihat plang-plang jalanan untuk mengetahui sudah sampai mana. Disini,
Ada satu yang paling aku sukai setiap kali menaiki Bus Perintis. Sopirnya orang
sunda, Men. Wuhuuu! Hal itu aku konfirmasi saat mengobrol dengan
kondekturnya yang ternyata asli dari Bogor. Tuh kan, orang Sunda juga ternyata
yang terdengar dari speaker bus adalah suara khasnya Ebiet G. Ade dan Nining
paaasrah. Beuh … diantara para penumpang yang memakai Bahasa Hulu, rasanya
aku ingin berteriak, “Hey, hey, aku tahu lagu ini loh? Kalian tahu, nggak? Nggak,
ya? Mau aku nyanyiin nggak? Ini lagu bagus loh.” Terus nge-rap. “Rumasa,
kuring rumasa, hirup di dunya, pinuh ku dosa, laku lampah sakahayang ….”
Aku tahu itu norak dan garing jadi nggak aku lakukan.
Jalanan lintas selatan dipenuhi dengan jembatan kayu kecil. Membuatku jadi
hapal rambu-rambu yang menunjukan sungai. Yang aku ingat di Bandung banyak
rambu-rambu dilarang stop dan dilarang parkir. Di sepanjang jalan ini kedua
rambu-rambu itu tidak ada sama sekali. Warga disini bukan hanya bisa parkir
dimanapun mereka mau karena lahannya luas, tapi setelah parkir pun mereka
jarang mencabut kunci motornya. Mereka sangat yakin tidak ada yang akan
50
mencuri motornya atau jika ada yang mencuri motor pun sejauh apa sih motornya
Setelah puluhan jembatan kayu, aku akan melalui sebuah jembatan besar,
dibawahnya mengalir aliran sungai Ensilat, salah satu anak sungai Kapuas. Dilihat
dari arah Putussibau, sebelah kiri adalah aliran sungai dari hulu dan sebelah kanan
adalah aliran sungai menuju hilir. Jika sudah melewati jembatan ini, tandanya bus
akan segera sampai di Simpang Bongkong dan aku akan mulai merapikan
pakaianku; jilbab berwarna gelap dengan motif bunga sakura, kaos dan outer
kebesaran, celana gunung yang juga kebesaran, dan sepatu merah muda yang
Hulu.
Hanya ada dua warung di Simpang Bongkong, biasanya aku menunggu di warung
sekaligus rumah makan dan tempat cuci motor. Lebih ramai dan tempat duduknya
pun nyaman. Jika ingin diturunkan di warung ini, aku hanya perlu bilang, “Bang,
turun di kolam, ya.” Bukan artinya aku akan nyemplung ke kolam tapi maksudnya
Disinilah pertama kali aku bertemu dengan Kokom, yang kelak jadi saudara
angkatku, dia memboncengku saat pertama kali menuju Landau Badai. Seperti
Pada saat kuliah, naik motor terlamaku adalah satu jam di atas motor, dari
mampir dulu di UPI. Saat itu rasanya adalah naik motor terlelah karena aku
51
tidak bisa tidur nyenyak. Nah, perjalanan naik motor dari Bongkong menuju
Badai menjadi dua jam terlama dalam hidupku. Mungkin itu seperti jarak alun-
alun Bandung ke Lembang, tinggal lurus saja, tapi bedanya jalan disini adalah
jalan desa. Berbatu, berlubang, dan berdebu. Dan karena aku tengah menuju
daerah hulu yang berbukit-bukit, maka jalananpun menanjak dan menurun dengan
tajam. Saat musim hujan, ada beberapa titik luapan sungai yang membuatmu
harus mengangkut motor memakai kayu panjang atau dinaikkan ke dalam papan
“Di Jawa kamu pernah melihat jalanan yang seperti ini nggak, Sar?” tanya
Kokom.
Hanya orang Kalimantan yang mengatakan aku orang Jawa, maksudnya pulau
Jawa.
“Ada, sih. Tapi nggak sepanjang ini.” Jawabku sambil bergumam dalam hati, ya
Allah ini kapan sampainya. “Dan nggak securam ini tanjakannya.” Tambahku.
Ya, nun jauh di sebuah pedesaan di Kabupaten Garut sana, aku pernah punya
teman yang berasal dari Kamasri, di kaki gunung Kancil. Waktu itu jalan ke
Kamasri masih kecil dan menanjak, melewati perkebunan yang mirip hutan. Naik
“Ya, beginilah jalan menuju desa kami, Sar, terpencil dan jauh dari keramaian,”
ujar Kokom kembali. “Tapi kalau kondisinya nggak seperti ini, kalian nggak akan
datang kesini, kan. Aku bersyukurnya disitu. Bisa bertemu kalian. Bisa mengenal
Indonesia Mengajar. Itu semua hal yang aku syukuri dari semua ini.”
52
Berkali-kali dia mengatakan bersyukur terhadap Indonesia Mengajar dan
pertemuan dengan Pengajar Muda, termasuk denganku, namun aku merasa bukan
siapa-siapa. Faktanya, aku belum melakukan apa-apa saat itu selain merepotkan
hati mengenai ini kapan sampainya … desanya dimana, ya … ini kok hutan semua
… bukan berarti aku tidak menikmati perjalanan, ini hanya rasa cemas dan
sering melamun dan berpikir mengenai rutinitasku di desa. Melalui hutan dengan
Selama perjalanan, motor yang aku tumpangi benar-benar berguncang. Ketika itu
bola kasti tepat di dekat ujung alis, aku mendapat perawatan di UGD dan di-
kelopak mataku lebam biru seperti korban KDRT. Ternyata guncangan di dalam
bus dan motor membuat cairan benjolanku memaksa turun ke area mata dan
Perjalanan motor berhenti di desa sebelum Landau Badai, namanya Nanga Ngeri.
Kami berhenti disana karena akses darat dari Nanga Ngeri menuju Landau Badai
masih sulit dilalui. Itu artinya perjalanan berguncang naik turun sebelumnya
53
Perjalanan terakhirku adalah menaiki sepit, diambil dari
kata speed atau speedboat. Tapi jangan bayangkan speedboat canggih yang biasa
menggunakan mesin generator. Seperti yang ada di film Tanah Surga Katanya.
Perahu yang menjemputku dari Nanga Ngeri adalah perahu Bapaknya Ayu, masih
Lungu.
perjalanan ini menuju hulu sungai. Jika sebelumnya aku digoyang di dalam bus
sungai Ensilat.
Sungai yang mengalir di kaki Bukit Sagu ini dihiasi pepohonan Sengkuang yang
tegap berdiri bagai prajurit penjaga alam. Namun, saat masih di hilir, terlihat
warna keruh dari pencemaran tambang emas. Ada beberapa titik pepohonan yang
juga terlihat gundul. Sisa perlakuan eksploitasi hutan dari perusahaan yang pernah
lama beroperasi disini. Tapi makin ke hulu, keheningan hutan dengan berbagai
Aku menjalani skema perjalanan tersebut selama beberapa bulan saja, karena jalan
darat dari Nanga Ngeri menuju Landau Badai mulai diperbaiki sehingga aku tak
54
perlu memakai perahu lagi. Toh aku tidak bisa berenang jika terbawa arus saat
mendorong perahu yang mogok. Saat itu terjadi, aku hanya diam di atas perahu
Ngeri, sementara yang lain turun untuk mendorong perahu. Like a princess and I
hate that.
perjalanan yang dipenuhi oleh guncangan dan goyangan. Saat aku menuliskan ini
aku sendiri tidak menyangka bahwa aku pernah melalui perjalanan ini berkali-kali
KEARIFAN LOKAL
Tepung Tawar
Hari-hari pertama Pengajar Muda diisi dengan agenda kandau (berkunjung) dan
tidak bisa meriah karena kedatanganku bertepatan dengan bulan Ramadhan. Tapi
menurutku itu sudah amat meriah karena seluruh warga desa hadir berkumpul di
Asep memberitahuku bahwa aku harus menyiapkan baju yang siap kotor. Nah loh,
mulai bertanya-tanya mau diapain. Yang terpikirkan hanya adat siraman, mungkin
aku akan disiram-siram. Tapi apapun itu yang jelas aku sudah siap. Seperti saat
Di setiap acara pisah-sambut, kami akan diberi kesempatan untuk berkenalan dan
55
kami menampilkan profil kami dengan video. Berniat untuk menampilkan hal
yang unik, masing-masing dari kami menarikan tarian khas daerah kami sebelum
Tapi aku tidak mungkin menari disini, tidak ada musik dan aku akan mati gaya.
Maka aku memilih untuk menyanyikan lagu tentang Kapuas Hulu yang baru aku
"Laju, laju... perahu laju... mutar haluan hilir ke hulu. Rindu, rindu ... hatiku rindu
Mereka menyambutku dengan tepuk tangan saat aku bernyanyi, rasanya gugup
"Maaf aku baru hapal bait pertama saja." Setelah terkekeh kecil aku pun
Dan di akhir acara ritual itu pun datang, namanya tepung-tawar. Tradisi menolak
bala yang menjadi bagian dari budaya melayu. Biasanya diadakan dalam acara
PM yang datang.
Malam itu aku dipersilakan duduk dengan dua baskom di hadapan. Satu baskom
berisi cairan tepung beras, dan satunya lagi dedaunan. Dilengkapi dengan pisau
dapur. Seharusnya aku mulai was-was melihat ada pisau dalam ritual ini, tapi
mengingat aku bukanlah PM pertama dan PM sebelumnya pasti sudah melalui ini
56
Asep ikut duduk di sampingku dan mulailah antrian warga mengular menghampiri
pada air beras, dan dicipratkan padaku sambil berdoa. Setelahnya, pisau
Inilah salah satu pengalaman paling berharga dalam perantauan ini. Merasakan
ritual adat budaya Melayu ditambah suara musik Jepin yang menemani malam
Gawai Dayak
Sebelum gawai dipublikasikan sebagai padanan kata gadget, aku lebih dulu
mengenal kata gawai dayak. Jadi awalnya agak aneh saat sekarang orang-orang
Kata gawai yang merupakan pembentuk kata pegawai memiliki arti kerja atau
pekerjaan, nah sementara itu sejarah gawai dayak memiliki hubungan dengan
pekerjaan sebagai petani karena pada sejarahnya gawai dayak adalah sebuah pesta
panen raya. Hubungan gawai dengan gadget? Yaah, itu biar dibahas orang lain.
Gawai adalah tradisi tahunan suku Dayak dan sudah jadi perayaan resmi sampai
tingkat pemerintah provinsi yang dikenal dengan nama Pekan Gawai Dayak
(PGD), tapi selama tinggal disana aku belum pernah menghadiri gawai Dayak
karena saat tinggal disana gawai dayak hanya diselenggarakan oleh setiap sub
berisi suku dayak. Gawai dayak tingkat kabupaten yang menggabungkan semua
57
suku dayak se-Kapuas Hulu baru mulai diselenggarakan bulan Juli 2018 oleh
Forum Ketemenggungan Kapuas Hulu. Berita baiknya lagi forum ini sedang
Dayak. Disana memang masih ada beberapa rumah betang yang dijadikan hunian,
beruntungnya aku pernah singgah di rumah betang Melapi dan Nanga Nyabau.
Kembali lagi ke gawai dayak. Aku memang tidak punya banyak cerita mengenai
gawai selain dapat dari kata orang. Katanya suka ada lomba-lomba permainan
khas dayak seperti pangkak gasing, katanya banyak tarian dan pertunjukan suku
dayak, katanya banyak pameran yang isinya mandau, sape, baju dayak, dan semua
yang dayak banget, dan kata-kata yang lainnya yang bisa juga ditemukan di mesin
pencari.
Intinya sih ya, gawai dayak adalah budaya bersyukur, budaya berkumpul, dan
budaya untuk menyadarkan kepemilikan akan apa yang harus dijaga, diantaranya
yang harus dijaga ya budaya itu sendiri. Dan juga menjaga keserasian
Berada di tanah orang, dengan budaya berbeda, sudah pasti membuat toleransiku
meningkat. Termasuk dalam hal menerima mitos dan kepercayaan. Di Badai dan
beberapa desa lain, ada budaya belepus. Ada juga yang melafalkannya melepus.
Asal katanya adalah pusa, lalu beberapa mengatakan bepusa hingga ada yang
Oke, akan kujelaskan. Jadi, jika ada makanan atau minuman yang sudah tersaji di
depan kita dan kita tidak bisa memakan atau minumnya karena suatu alasan, maka
58
kita harus belepus dengan cara menyentuhkan telapak tangan kita pada makanan
tersebut. Ada pula yang mengatakan cukup menyentuh bagian bawah tempat
makannya saja.
makanan atau minuman memang tidak boleh ditolak. Minimal diseruput lah.
Bahkan kalau makanan sudah tersaji padahal waktu sholat sudah datang maka
disarankan untuk makan terlebih dahulu. Mungkin itu juga keyakinan yang
awalnya mereka tahu, namun meluas dengan harusnya dilakukan belepus, kalau
Kata kempunan dipakai seperti kata pamali. Ditujukan pada sesuatu pantangan
atas keyakinan dari leluhur, jika tidak diikuti kamu akan celaka. Jadi ada beberapa
melakukan belepus. Hanya beberapa warga, terutama orang tua, yang masih
menjaga tradisi ini. Saat aku disuguhi makanan dan aku bilang sudah kenyang
atau sedang puasa, maka mereka akan bilang. "Belepuslah nanak kempunan."
Kerupuk Basah
59
Waktu tinggal di Kapuas Hulu aku belum hobi memasak, jadi aku belum pernah
mencoba membuat kerupuk basah sendiri. Tapi kalau ditanya apakah rasanya
enak, hmm menurut lidahku itu adalah makanan disana yang paling enak dan
bikin nagih.
Nama lokal dari kerupuk basah ini temet. Pertama kali dengar kerupuk basah itu
langsung terbayang seblak, kerupuk mentah yang dilayukan. Iya, nggak? Tapi
basah karena ini adalah adonan kerupuk yang belum di-finishing. Untuk jadi
kerupuk, adonan tepung dan ikan belida atau toman akan dipotong bulat pipih,
dikeringkan, dan jadilah kerupuk mentah. Tapi karena hanya sampai pengukusan
Meski temet sudah ada di beberapa kabupaten di Kalbar, tapi menurutku temet
Kapuas Hulu tetap juaranya. Ada banyak juga penjual temet yang biasa
mengemas untuk dikirim atau dibawa untuk oleh-oleh, tapi dengan catatan
packing-nya harus rapi karena temet baunya khas, bisa nggak dikasih izin masuk
MATA PENCAHARIAN
Nugal
Setahun menjadi Pengajar Muda rasanya tidak lengkap kalau belum pernah
ikut nugal dan aku berkesempatan untuk ikut nugal di ladang Pak Ahmad, salah
satu guru di SDN Landau Badai. Sore itu aku berangkat bersama Kokom. Hampir
60
menjelang magrib, jadinya suasana menuju ladang yang terletak di tengah hutan
sedikit horor.
area ladang ditebang kemudian dibakar, namanya nunu huma. Mereka perlu
membakarnya untuk membersihkan ladang, lalu sisa pembakaran itu bisa menjadi
Kegiatan ini menjadi dilematis karena bencana kabut asap kemudian muncul di
akhir tahun 2015. Beberapa kali sekolah kami diliburkan karena tidak mungkin
beraktivitas di luar rumah. Jarak pandang hanya beberapa meter dan aku bisa
merasakan debu menyapu wajah. Ada 3 hal yang dianggal menjadi penyebab
utama kabut asap; pembakaran hutan oleh perusahaan sawit, pembakaran ladang
untuk bertani, dan kemarau panjang. Tapi aktivitas membakar ladang tidak
sebanding dengan perusahaan sawit saat membuka lahan. Di tahun 2016 spanduk
berisi peringatan untuk tidak membakar ladang terpasang di desa. Entah apakah
Setelah nunu huma, maka pemilik ladang bersiap untuk nugal. Kegiatan nugal ini,
sebelumnya Pak Ahmad sudah mengumumkan tanggal berapa dia akan nugal, dan
berangkatlah puluhan warga di tanggal tersebut ke ladang Pak Ahmad. Muda, tua,
laki-laki, perempuan. Nugal ini dilakukan pagi sekali, maka kami menginap di
rumah kayu yang terletak di ladang Pak Ahmad. Malamnya kami membuat api
61
Pagi hari setelah sarapan yang dibuat oleh para ibu-ibu, kami memulai nugal.
Proses awal dari menanam padi. Bapak-bapak dan pemuda membawa tugal, kayu
benih padi. Sesekali aku sibuk dengan kamera untuk mengabadikan momen itu.
menampilkan wajah penuh bekas arang nunu huma. Hasil dari keisengan tangan-
Noreh
Selain berladang, mayoritas mata pencaharian warga Badai adalah petani karet
mengambang di sungai agar tetap lembab. Di belakang rumah Kokom, ada tong
besar berisi getah karet. Hampir semua warga Badai tahu bagaimana
caranya menoreh.
Aku pernah mencoba menoreh saat ikut Kokom dan keluarga berladang. Memang
tidak mudah dan butuh keterampilan, tapi kegiatan menoreh ini membuatku jadi
Konon di tahun 2010 harga karet melejit hingga Rp 15.000/kg. Kenaikan harga
karet itu membuat banyak warga Badai yang mendadak kaya. Beberapa warga
ramai membeli alat elektronik baru atau motor baru dari hasil penjualan getah
62
karet. Tapi memasuki tahun 2012, harga karet menurun dari mulai Rp 8.000/kg
sampai ketika aku datang di tahun 2015 hanya dihargai Rp 3.000/kg. Itu adalah
harga yang dibayar oleh pengepul, warga tidak bisa menjual langsung ke pabrik
yang terletak di Sintang karena hasil panen yang terbatas, sementara pabrik hanya
Jika kenaikan harga karet membuat warga mendadak kaya, maka turunnya harga
karet yang drastis membuat warga patah semangat. Entah apa pastinya penyebab
harga karet bisa terjun bebas, mungkin memang benar ada penurunan harga karet
di pasar global, mungkin juga benar bahwa kualitas getah karet di Indonesia mulai
menurun. Tapi mayoritas warga masih menggantungkan diri pada harga karet.
Beberapa ada yang mulai mencari usaha lain dari mulai berdagang hingga menjadi
pekerja di lahan sawit, namun menjadi penoreh adalah jati diri mereka dan
Ingin rasanya bisa memancing mereka agar bisa membuat inovasi lain dari bahan
olah karet, atau mengajak mereka menciptakan lahan pekerjaan baru. Tapi aku
bukan manusia serba bisa dan penuh ide. Berkebun saja aku tidak bisa. Kadang
aku bercuap-cuap di depan murid SMP bahwa suatu saat mereka bisa
lebih baik, atau menciptakan solusi dari keterbatasan listrik dan sinyal mereka.
Nge-Jek
63
Selain bertani, menoreh, berdagang, dan menjadi pekerja sawit, ada satu mata
pencaharian lagi yang populer di Badai. Bekerja di tambang emas tradisional atau
Pencarian pegawai tambang emas ini dilakukan dari mulut ke mulut ketika ada
bos tambang emas yang sedang membutuhkan orang. Lebih seringnya lokasi
penambangan emas dilakukan di desa Lubuk Rubin, cukup dekat dari Badai. Ada
juga yang menambang sampai lokasi terjauh di hulu sungai Kapuas, Bungan Jaya.
Bahkan ada yang sampai pergi ke Sumatera untuk menjadi pekerja dompeng.
sambil nge-jek. Biasanya yang diperbolehkan untuk pergi nge-jek adalah mereka
yang baru lulus kelas 6 SD sampai anak SMP. Tugas mereka disana adalah
ini, aku pernah meminta Rudiman, anak murid kelas 9 SMP, untuk menuliskan
Oleh Rudiman
Kerusakan alam dan lingkungan kini sudah makin memprihatinkan. Seperti yang
terjadi di sekitar desaku yaitu desa Landau Badai. Salah satu penyebabnya
Kerugian secara fisik berupa maraknya terjadi penyakit kulit, infeksi telinga,
infeksi mata, dan lain sebagainya. Penyakit ini pada umumnya disebabkan para
64
pekerja yang berada di dalam lubang galian terkena air yang sudah tercampur
akibat bekas galian dan dalam waktu yang cukup lama tidak dapat kembali
seperti sediakala. Selain itu, bertambah banyaknya dataran rendah dan hutan
lereng, bukit, bahkan di atasnya. Penggundulan hutan sendiri terjadi karena ini
dimaksudkan agar pada saat bekerja tidak ada yang membahayakan jiwa pekerja,
namun walaupun demikian tidak jarang terjadi kerugian jiwa seperti ditimpa
tanah, ditimpa dahan pohon besar yang sudah lapuk, dan berbagai macam faktor
mudah banjir dikarenakan hutan yang sudah gundul tidak direboisasi atau
pemuda dan pemudi sebagai penentu masa depan bangsa di daerah ini putus
sudah mengikuti kegiatan penambangan baik usia SD, SMP, dan bahkan yang
65
Di penambangan emas juga banyak pengaruh yang menjerumuskan kita ke hal-
hal negatif seperti merokok dan minum-minuman keras. Kebanyakan mereka yang
merokok dikarenakan merasa sudah bisa mendapat uang sendiri. Selain itu juga
Kemudian salah satu penyebab banyak warga yang lebih memilih menambang
emas adalah merosotnya nilai harga beli getah karet, yang menjadi andalan
jika menoreh tidak banyak memakan tenaga dan waktu. Sebaliknya menambang
sampai sekarang air di sungaiku seperti ada jadwalnya, yaitu Senin-Kamis itu
warga Landau Badai beberapa tahun ke depan yang disebabkan mandi, minum,
66
Naudzubillahi mindzalik!
Nuba
Nuba adalah kegiatan menangkap ikan saat sungai sedang surut-surutnya. Dalam
Nyatanya, nuba memang hanya bisa dilakukan saat musim kemarau panjang, atau
disebut nuba karena mereka memakai tuba akar sebagai racun alami yang
ditebarkan ke sungai.
Tuba digeprek atau dihancurkan sampai halus lalu diperas airnya untuk nanti
ditenggelamkan ke sungai. Ekstrak tuba itu bisa membuat ikan mabuk hingga
mengambang di sungai dan mudah ditangkap. Katanya kegiatan itu tidak akan
Kegiatan nuba ini akan diawali di desa paling hulu dari aliran sungai Ensilat. Jika
menunggu aliran tuba sampai ke Badai, bisa jadi kita kehabisan, maka di hari
ketika nuba ramai dilaksanakan di Nanga Lungu, desa sebelah hulunya Badai,
kami pun beranjak kesana. Aku pergi bersama rombongan Pak Rojali, Kepala
SMPN Satap Landau Badai, dan beberapa murid SMP. Kebanyakan dari kami
membawa tombak dan jaring ikan. Bersamaan dengan rombongan dari desa yang
Saat itu rasanya tengah berlangsung hari raya sungai karena setiap meternya
dipadati orang yang berburu ikan. Lebih dari 3 desa warga yang datang mewakili.
Tujuanku sendiri kesana sebenarnya hanya menonton dari atas perahu dan
67
sesekali merecoki anak-anak yang mencari ikan. Aku tak ikut menceburkan diri
tidak ada yang pernah ikut nuba karena kemarau tak begitu panjang di tahun
mereka bertugas. Mereka tidak merasakan nuba, pun tidak merasakan kabut asap.
Ya, nuba adalah berkah lain dari kemarau panjang setelah musibah kabut asap
Pekerja Sawit
PT Sinar Mas sudah membuka lahan sawit di Kecamatan Silat Hulu. Kabarnya
desa Landau Badai sudah sering ditawari untuk tanahnya dibeli dan dijadikan
kebun sawit, tapi warga menolak. Kabarnya lagi ada negosiasi untuk warga yang
ingin menjadi pekerja sawit maka harus ikut mengupayakan perluasan kebun
Warga di desa lain yang sudah dikelilingi kebun sawit ada yang berpendapat
bahwa warga Badai tidak berpikir tentang keuntungan tanahnya dijadikan kebun
sawit. Dapat uang dari jual tanah, dapat juga pekerjaan di kebun sawit, pikir
Meskipun tanah Badai tidak tersentuh perusahaan sawit, ada beberapa warga
Badai yang menjadi pekerja sawit di desa lain. Hal itu membuat mereka harus
68
Di suatu kegiatan sosialisasi PTN untuk anak SMA, kami pernah mendatangi
SMA dimana desanya sudah dikelilingi kebun sawit. Lalu aku melempar
pertanyaan kepada mereka, "Jadi, untuk apa kalian sekolah? Jika untuk makan
kalian tinggal turun ke sungai, untuk mendapatkan nasi kalian tinggal pergi ke
ladang, dan untuk mendapatkan uang kalian tinggal bekerja di perusahaan sawit
atau tambang emas. Masih ada yang berpikir untuk melanjutkan sekolah?"
Aku tidak berekspektasi tinggi dengan respon mereka. Mungkin ada yang
mengiyakan bahwa tidak seharusnya mereka sekolah, toh mereka tinggal di desa
yang film motivasi semacam Laskar Pelangi bukan tontonan utama. Tapi ternyata
"Itu memang benar, Kak. Ada tambang emas dan kebun sawit di sekeliling kami.
Tapi itu semua bukan milik kami. Kami punya ladang dan sungai untuk makan,
tapi hidup bukan hanya untuk makan. Uang bisa didapatkan dari bekerja untuk
orang lain, tapi ada yang lebih berharga dari itu semua, Kak. Yaitu ketika kami
punya bekal untuk otak kami, ketika sekolah bisa membuat kami pintar dan kami
TEMPAT WISATA
Di suatu pagi, aku dan anak-anak akan melakukan karyawisata. Kegiatan yang di
akhir pekan sekaligus menjadi wahana belajar dari alam. Kami menuju Gurung
Inggud, sebuah jeram kecil yang letaknya jauh di dalam hutan Landau Badai. Bu
Kokom, Pak Ruslan, dan Bu Nurlela juga turut mendampingi. Anak-anak begitu
69
Setelah berjalan sekitar satu jam, akhirnya kami sampai juga di tujuan. Ketika
Anak-anak sangat riang, mengakrabkan diri dengan air Gurung Inggud yang
segar. Pak Ruslan pun turut larut dalam keceriaan anak-anak. Rupanya selain
mandi, ia juga asyik menjaring ikan di Gurung Inggud. Dengan belajar dari
alam, aku yakin kesadaran untuk menjaga kelestarian alam pada anak-anakku
Gurung Inggud adalah ikon Landau Badai. Siapapun pendatang yang sedang
Airnya jernih dan banyak bebatuan besar dengan aliran sungai yang deras.
bisa berenang. Padahal ada dua target pribadiku yang ingin kucapai di Kapuas
Hulu. Bisa berenang dan bisa mengendarai motor. Tiga bulan di Kapuas Hulu,
aku bisa mengendarai motor. Tapi sampai setahun, aku tetap tidak bisa berenang.
Gurung Inggud sudah dimasukan sebagai objek wisata dalam program desa
Landau Badai. Masih perlu meningkatkan akses informasi dan transportasi untuk
mengenalkan Gurung ini. Saat satu tempat terkenal dengan objek wisatanya yang
layak dikunjungi, lokasi itu akan ramai dan keramaiannya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Setidaknya orang yang main ke Gurung Inggud bisa jajan
70
Lokasi wisata juga jadi perhatian khusus di tingkat kabupaten. Salah satu alasan
orang-orang belum familiar dengan nama Putussibau atau Kapuas Hulu adalah
karena jarang ada wisatawan yang datang kemari. Tidak banyak media yang
penelitian atau acara penjelajahan. Saat kami mendapatkan tamu yang datang
untuk menjadi pemateri pun kami tidak punya banyak pilihan tempat untuk
Pilihan utama untuk menikmati pemandangan Kapuas Hulu adalah Taman Alun,
dan Selatan. Konon di tepi sungai ini tumbuh pohon Sibau dan menjadi muasal
kota ini dinamakan Putussibau, yaitu tempat pohon Sibau yang terputus oleh
Lokasi wisata lainnya adalah Mupa Kencana "Danau Piang Kuak" yang biasa
kami sebut Danau Mupa. Satu-satunya tempat di Kapuas Hulu yang menyediakan
Bebek Engkol, flying fox, dan fasilitas outbond lainnya. Tempat ini pernah kami
Kalau mencari spot yang instagramable dan Kalimantan banget pilihannya adalah
rumah adat melayu yang dikelola oleh MABM (Majelis Adat Budaya Melayu)
dan rumah betang. Di Putussibau masih ada rumah betang yang difungsikan untuk
hunian yaitu Rumah Betang Melapi Patamuan yang ditempati oleh Suku Dayak
Taman, sementara rumah betang untuk tempat wisata baru mulai dibuat pada
tahun 2018. Bentuk rumah betang ini juga bisa kalian temui di TMII, sih.
71
Jika memiliki waktu yang cukup untuk menjelajahi Kapuas Hulu, maka banyak
danau, riam, sungai, gurung, hutan yang bisa didatangi seperti Taman Nasional
Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Jaraknya cukup jauh dari
satu hari pulang pergi. Oh ya, Danau Sentarum ini dikenal memiliki keunikan
sebagai danau yang akan mengering seperti padang rumput saat musim kemarau
tiba.
Di sisi lain, temanku selalu berpendapat bahwa keindahan alam di Kapuas Hulu
tidak selalu baik jika dijadikan objek wisata. Dengan resiko pencemaran dan
kerusakan alam yang akan terjadi saat banyak manusia yang datang kemari, hal itu
utamanya. Segala hal yang dihadirkan di dunia ini memang menjadi tempat
manusia belajar. Jika pembukaan objek wisata baru malah membuat kesalahan
bagi manusia, maka sejatinya manusia harus terus belajar berbuat benar. Dan itu
tidak akan berhenti selama Bumi berputar. Pertanyaannya adalah mungkin nggak,
sih, manusia akan sadar? Apa mungkin mereka berhasil mendapat pelajaran?
KAPUAS BEKANDAU
Berbicara antara pedesaan dan Putussibau bukan hanya jauh dari segi jarak,
namun juga fasilitas dan informasi yang diterima. Beberapa desa di Kapuas Hulu
masih disebut pedalaman karena memang jarak dari satu desa ke desa lainnya
72
saling berjauhan. Maka menjadi penyambung lidah dan penyampai kisah dari desa
Beberapa diantaranya ada Aday, Awick, Beni, Oddy, Wandi, Novi, Nella, dll dari
Putussibau Art Community (PAC), ada Yetry dari pegawai pemerintah, Pak Dede,
Bu Dina, Pak Fahmi, dll dari Guru Figur, dan juga Kak Dwi dari SD IT Insan
bertambah. Bahkan ada kegiatan Kapuas Bekandau yang diikuti oleh Ibu Bupati
Bekandau adalah bahasa hulu dari berkunjung. Dalam acara kandau ini ada dua
kegiatan utama, pertama adalah Kelas Inspirasi seperti yang sudah pernah di
musisi dari Putussibau Art Community (PAC), polisi, tentara, dan pegawai
pemerintah. Di beberapa tempat juga ikut hadir tenaga kesehatan bahkan pelukis.
Kegiatan kedua adalah sharing positif yang tujuannya adalah berbincang dengan
orang-orang penting di desa seperti kepala desa, kepala adat, kepala sekolah,
kepala komite, sesepuh, dan tokoh desa lainnya. Sharing ini juga diikuti dengan
Pendidikan Kapuas Hulu. Dari proyek perjalanan ini aku hanya ikut mendatangi
73
Selimbau, melewati Danau Sentarum yang mengering saat kemarau dan meluap
saat penghujan. Di Semalah aku sempat menjadi guru tamu di kelas 5 yang isinya
hanya 7 orang. Berbeda dengan Desa PB Penai di Kecamatan Silat Hilir. Desa
yang mayoritas warganya keturunan Dayak Cina ini memiliki sekolah dengan
jumlah murid yang banyak, satu kelas muridnya bisa puluhan. Berdekatan dengan
Penai, aku ikut perjalanan ke Dusun Sungai Putat. Sebuah dusun yang masih
berupa hutan dan dikelilingi kebun sawit dengan jumlah rumah yang tidak
banyak.
Tempat lain yang kudatangi adalah Nanga Lauk. Dialiri langsung oleh Sungai
Kapuas di pinggir desanya, jalanan Nanga Lauk memakai gertak kayu untuk
keperluan mengambil air, mandi, mencuci, menaruh sampan, dan untuk tempat
memancing ikan. Jadi selama di Nanga Lauk kita sama sekali tidak berjalan di
atas tanah melainkan di atas kayu yang dibangun langsung di atas sungai Kapuas.
Suasana yang sama yang aku dapatkan di Semalah dan Jongkong. Tapi Jongkong
bukan desa penempatan PM, aku pernah kesana karena mendampingi kontingen
Akhirnya tiba giliran Landau Badai yang didatangi oleh rombongan Kapuas
warga desa untuk menampilkan hal terbaik yang mereka punya, seperti keahlian
tari anak-anak untuk membuka Kelas Inspirasi dan pertunjukan musik Jepin untuk
Dangkan, Silat Hulu, sembari menjemput Pak Polisi dan Babinsa yang akan ikut
74
mengisi Kelas Inspirasi. Sore itu hujan turun tanpa jeda, jalanan desa licin dan
becek. Menjelang magrib datanglah kabar sebuah truk pengangkut pasir terjebak
di jembatan kayu menuju Landau Badai. Truk itu membuat mobil tidak mungkin
hari sudah gelap. Pada saat itulah aku harus melakukan decision making dengan
cepat. Apakah aku akan meminta warga desa menjemput kami naik perahu
dengan resiko air sungai meluap karena hujan, ataukah kami menginap saja di
Dangkan dan berangkat besok subuh, atau aku harus mencari warga Dangkan
Aku memilih yang ketiga, karena menaiki perahu malam hari dari Dangkan
hingga Badai terlalu beresiko, ada riam yang cukup sulit dilalui bahkan saat cuaca
sedang baik, menginap pun tidak ada bedanya jika ternyata besoknya truk itu
belum bisa dipindahkan. Apalagi waktu yang kami miliki tidak banyak untuk
Maka malam itu juga kami berangkat dengan enam motor, menerobos hujan dan
gelapnya malam. Di siang hari saja perjalanan ini sangat menantang, maka malam
itu aku membuat para tamuku kerepotan, salah satu motor bahkan hampir
terjungkal saat melewati tanjakan yang curam. Yeah, sorry ... but this is jungle
guys.
Kami mendatangi Nanga Lungu terlebih dahulu, menginap semalam dan keesokan
paginya melakukan kegiatan Kelas Inspirasi dan Sharing Positif bersama warga
75
Nanga Lungu. Selepas makan siang kami menaiki perahu menuju Landau Badai.
pakaian rapi. Hei, itu bukan ideku tapi para tamu yang datang cukup tersanjung
PBBAB, dan teman-teman PAC mengenalkan lagu Anak Bintang. Lagu yang
dibuat sebagai wujud kolaborasi antara Aday, warga Kapuas Hulu dan Ketua
PAC, dengan Kak Lisa, Pengajar Muda 10 yang juga koordinator PM Kahul.
Menyisihkan resah
76
Menertawakan kehidupan
Berdegup hatiku
Menyinari dirimu
Malamnya kami berkumpul dengan warga di rumah Pak Salikin sebagai Kepala
Desa. Awick sebagai perwakilan penggerak memberikan dua buah dus besar
berisi buku yang kemudian dikelola oleh Kokom sebagai perpustakaan desa
bernama Badai Baca. Kami bercengkrama hingga malam, ditemani iringan musik
jepin, kami belajar menarikan tarian belangkah hingga tengah malam dan
Keberadaan para penggerak di Landau Badai tidak sampai 24 jam, namun kesan
kedatangan mereka akan berbekas dan selalu menarik untuk diceritakan berulang-
ulang. Bukan lagi tentang kedatangan Pengajar Muda sebagai bintangnya, tapi
sesama warga Kapuas Hulu dari Putussibau yang datang mengunjungi warga
Badai. Bahkan warga Nanga Dangkan saja sering berseloroh, "Saya orang sini,
77
tapi tidak pernah ke Landau Badai. Kamu yang dari Jawa mau jauh-jauh ke hulu
sana. Bingung juga saya kalau kesana mau ngapain, tidak ada saudara."
Dan itulah misi Kapuas Bekandau ini, menjadikan sesama warga Kapuas Hulu
bersaudara.
PARA KEPALA
Aku sangat bangga di salah satu desa terpencil di Republik ini kampiun-kampiun
Pendidikan terus hadir, tumbuh, dan beraksi nyata. Mereka berkarya dengan
tulus, bekerja dalam sunyi, meski langka apresiasi dan jauh dari publikasi.
“Pertama saya datang ini, kan, seingat saya pertama rumah penduduk ... waktu
itu belum nyampe 20 rumah mungkin. Masih hutan semua. Termasuk sekeliling
Pak Ruslan adalah guru yang paling lama mengajar di sekolah kami. Dia bukan
warga asli desa ini. Ia mulai mengajar di Landau Badai sejak tahun 1984. Pak
Ruslan juga pernah menjadi Kepala Sekolah hingga akhirnya dia digantikan oleh
Kepala Sekolah yang baru. Sekarang, setelah hampir 30 tahun, Pak Ruslan masih
“Cuma sekarang ... sudah puluhan tahun sekarang ini, karena sudah berkeluarga
disini, kan. Jadi kebetulan juga ada lah sedikit untuk tambahan, kebun, nambah-
nambah hasil daripada gaji. Betah lah disini. Kalau Pemerintah mengizinkan
Pak Ruslan adalah legenda pendidikan di Landau Badai. Beliau adalah salah satu
pengajar pertama saat sekolah baru dibuka di Badai. Bersama Pak Sem, yang kini
78
mengabdi dan tinggal di Nanga Lungu, mereka bersosialisasi dan mengenalkan
masih harus diyakinkan tentang pentingnya bersekolah dan para orang tua cukup
Saat Pak Ruslan menjadi pendatang baru di Badai sebagai guru muda, kondisi
desa pastilah jauh lebih terpencil dari pada saat aku datang. Tidak ada banyak
kenyamanan yang ditawarkan Landau Badai membuat Pak Ruslan betah tinggal di
tengah hutan ini. Pak Ruslan pun menjadi Kepala Sekolah terlama di SDN 05
Landau Badai dan seiring waktu berlalu ia menikah dengan warga Landau Badai
Menjadi Kepala Sekolah di Kapuas Hulu bukanlah suatu jabatan yang banyak
bersedia ditempatkan dimana pun. Sementara itu beban kerja Kepala Sekolah
bagian hulu atau bagian terdalam hutan memiliki banyak tantangan. Satu contoh
bukan hanya listrik dan sinyal yang sulit didapat, kadang masih harus ada berkas
yang dibawa ke Dinas Pendidikan dan sang Kepala Sekolah harus melewati
Setelah Pak Ruslan, kepemimpinan SDN 05 Landau Badai dipegang oleh Pak
Sussardi yang berasal dari Silat Hilir. Saat Kak Surah dan Kak Yana bertugas
79
disana, mereka ditemani oleh Pak Sus yang tinggal di sebuah rumah khusus guru
di Badai. Pak Sus sering diceritakan sebagai sosok pemimpin yang demokratis
dan humoris, mau belajar dan sangat mendukung kegiatan PM di Badai. Dia juga
bekerja keras ketika menghadapi penilaian akreditasi sekolah dan terbukti dengan
Tak lama Pak Sus bekerja dan tinggal di Landau Badai, dia digantikan oleh Pak
Kamarudin atau Pak Udin. Dia juga berasal dari Nanga Tepuai, namun tidak
membawa keluarganya tinggal di Landau Badai. Dia pun hanya bertahan dua
tahun sebagai Kepala Sekolah. Ketika aku bertugas, Pak Udin sedang dalam
proses pemindahan.
Sama seperti para pendahulunya, Bu Nur bukanlah warga asli Landau Badai
maupun Silat Hulu. Bu Nur berasal dari Kecamatan Selimbau dan datang ke
Landau Badai pada tahun 1992. Dari pertama beliau diangkat sebagai guru hingga
aku datang kesana, Bu Nur mengajar di Landau Badai dan tidak pernah
ladang di Badai. Bu Nur adalah orang tua angkat Kak Yana dan kisahnya
Aku bersyukur memiliki rumah kedua di Landau Badai. Selama satu tahun disini
aku tinggal Bersama Bu Nurlela, rekan guru yang sudah kuanggap ibuku sendiri.
80
teman bagiku dari bersenda gurau sampai membahas hal-hal serius bersama. Bu
“Kalau menurut saya Aryana tinggal dengan saya itu adalah rezeki yang tak bisa
.. tak dapat dinilai lah bagi saya. Ya, alhamdulillah lah dia bisa tinggal dengan
MERAYAKAN PERBEDAAN
Selain sungai Silat, satu aliran sungai yang lebih kecil juga mengalir di tengah-
membelah desa menjadi dua dusun. Yakni dusun Sumbermaju dan Dusun Nanga
Pengga. Ada sekitar 200 kepala keluarga di Landau Badai, dua pertiganya tingal
Islam, sedangkan Dusun Nanga Pengga dihuni oleh sekitar 40 kepala keluarga.
Anak-anakku yang berasal dari dua dusun sudah terbiasa dalam keberagaman.
Untuk memupuk rasa cinta terhadap perbedaan, sekolah kami menerapkan jam-
jam khusus untuk berdoa. Tiap pagi sebelum memulai pelajaran di sekolah. Siswa
Siswa katolik di sekolah kami lebih dari 20 orang. Setiap pagi, sebelum memulai
pelajaran, mereka juga selalu membaca injil, dan berdoa bersama. Seminggu
sekali, mereka dikumpulkan dalam satu kelas, dari kelas 4 hingga kelas 8 untuk
81
sukarela menjadi guru agama bagi murid-murid Landau Badai yang beragama
dan tidak membeda-bedakan. Itulah tujuan utama kita." Jelas Pak Mateus.
Umumnya pertemanan anak-anakku dari dua dusun baru terjalin saat mereka
duduk di kelas 4 SD. Di Nanga Pengga ada sebuah sekolah kecil, namun hanya 3
kelas. Sehingga, ketika naik ke kelas 4, anak Nanga Pengga akan meneruskan
Begitu pula pertemanan yang terjadi antara Rudiman dan Oka dari Sumbermaju.
Kedua muridku ini bersahabat dengan Very dan Gema dari nanga Pengga sejak
kelas 4 SD. Biasanya setiap hari Minggu, mereka akan bermain bersama setelah
"Akrab, kalau kesini nggak pernah berkelahi," kata Rudiman. "Terus kemana-
mana bareng, terus kita sering ke Nanga Pengga kalau setiap hari Minggu.
Alam Bumi Kapuas yang kaya memberi banyak kesempatan bagi mereka untuk
kearifan hidup yang utama tentang cinta kasih bahwa perbedaan adalah
pengalaman diri sendiri. Aku tumbuh dalam lingkungan homogen, sunda dan
muslim, kami pernah memiliki penghuni kamar sewa beragama Kristen, namanya
82
Mas Bambang dari Jawa dan bekerja di pabrik karet di dekat rumah. Aku ingat
"Jangan dipegang kitabnya. Kita nggak boleh pegang kitab agama lain."
Seseorang di rumahku melarang. Saat itu aku masih SD dan itu pengalaman
pertamaku bersinggungan dengan non muslim. Dan aku hanya bisa menebak-
Bertemu dengan suku melayu, aku merasa sudah seperti keluarga. Menurutku
wajah melayu tidak jauh berbeda dengan wajah orang-orang di pulau Jawa. Jadi
rasanya tidak ada yang asing saat aku bertemu muka dengan warga Landau Badai.
keponakanku sendiri dan itu membuat kami akrab seperti tante dan keponakan
betulan. Melihat bapaknya Kokom, aku teringat ayah temanku yang bernama Pak
Husein. Melihat Pak Salikin, Kepala Desa Landau Badai, malah mirip kepala
Merasa hangat di tengah warga Melayu, aku ternyata perlu beradaptasi dengan
warga suku Dayak di Nanga Pengga yang memiliki kekhasan sendiri. Mereka
tidak banyak bicara dan dusunnya lebih sepi, tapi ketika sudah berlama-lama di
Di Minggu pagi aku pernah duduk di teras rumah pendeta Nanga Pengga yang
suatu malam, aku juga pernah singgah di Gereja Persekutuan Sidang Kristus
83
(GPSK) Nanga Lungu, duduk di perpustakaan gereja dan terdengar seorang
Tanpa menjadi Pengajar Muda, dua pengalaman itu tidak akan pernah aku
rasakan. Bahkan bertahun-tahun setelah bertugas dari sana pun aku sama sekali
tidak pernah bersinggungan dengan gereja. Aku tahu selalu ada perdebatan
tentang boleh tidaknya muslim memasuki gereja atau boleh tidaknya berteman
baik dengan non muslim. Bagiku pribadi ada tiga prinsip saat menjalani
kehidupan bersama warga non muslim; tidak membuat kita melakukan sesuatu
yang haram, masih menunjukan jati diri keislaman kita, dan tidak membuat orang
Di Nanga Pengga, rumah yang sering aku kunjungi adalah rumah Jean, murid
kelas 7 yang sangat cerdas, cantik, dan sopan. Bisa dibilang Jean adalah murid
favoritku, oh mungkin tepatnya sosok remaja yang aku kagumi. Dia punya gaya
komunikasi yang baik, tidak berlebihan, tidak begitu pemalu. Pada acara Kapuas
Bekandau dia memberanikan diri mengajak bicara Pak Polisi secara pribadi,
juara lomba catur di Kapuas Hulu. Jean tidak akan pernah terlupakan. Ah, jadi
kangen Jean.
Rumah anak murid lainnya yang sering kudatangi adalah Jupari, murid kelas 9
yang memiliki banyak potensi namun kurang percaya diri. Di awal aku mengajar,
Jupari masih murid dengan kepintaran rata-rata. Lama kelamaan dia mulai
84
menunjukan kegigihannya dan akhirnya bisa masuk juara tiga di kelasnya.
Keahlian utamanya ada pada sepak bola. Di setiap pertandingan, dia selalu jadi
bintangnya. Seperti pada saat melawan Nanga Lungu dan dia mencetak dua gol.
Setelahnya setiap dia berpapasan denganku, Jupari akan berteriak, "Buk, dua gol,
Buk!"
Kemudian ada rumah Pak Mateus, guru pelajaran agama Katolik di SMP Satap.
Di awal tahun kedatanganku, Pak Mateus berhenti menjadi guru agama. Kami pun
Pada satu hari aku pernah salah masuk kelas, aku kira kelas yang kumasuki berisi
anak kelas 8 yang muslim tapi ternyata isinya adalah murid-murid Katolik yang
tidak sedang melakukan apa-apa karena tidak ada guru. Aku kaget dan meminta
maaf karena salah masuk, tapi Jean dan beberapa murid lainnya malah merengek
padaku.
"Buk, masuk kelas kami jak lah, Buk. Semabak belajar apa jak meh. Bayah kami
Aku tak kuasa menolak. Mereka memintaku untuk mengajar di kelas mereka,
terserah belajar apa, yang jelas jangan disuruh mencatat terus. Sudah beberapa
85
"Aok meh. Nanak tunggu kejap. Ibuk ka meri tugas dulu ke kelas lain." Sahutku
yang berarti aku meminta mereka menunggu sembari aku memberi tugas kepada
Mereka bersorak tanda senang, sementara aku langsung memutar otak apa yang
akan aku ajarkan di jam pelajaran agama di depan murid-murid Katolik ini. Jadi,
buka buku agama Katolik. Mungkin kalau aku membaca buku ini sehari
sebelumnya, aku bisa membayangkan apa yang bisa kusampaikan hari ini. Tapi
skiming yang kulakukan hari itu tidak membantuku, jadi aku berimprovisasi.
"Oke, hari ini kita akan belajar mengenai sejarah agama," ujarku mantap. Sesuai
peraturan yang kami sepakati, selama proses belajar mengajar kami menggunakan
"Sekarang masing-masing dari kelompok buat 3 pertanyaan yang kalian ingin tahu
tentang sejarah agama. Silakan berdiskusi dengan teman satu kelompok kalian
Beberapa tampak bersemangat, beberapa lagi kebingungan dan hanya diam saja.
sementara aku mengisi materi di kelas lain. Sepuluh menit yang kuberikan telah
habis dan aku mengumpulkan semua pertanyaan dalam beberapa carik kertas.
Kupilih beberapa pertanyaan yang sama dan, tentu saja, bisa kujawab. Seperti
kenapa ada banyak agama di dunia, apakah di semua agama ada surga, neraka,
86
Pertanyaan sederhana yang jawabannya berat. Dan tugas pertama seorang guru
Setelah mengulas beberapa pertanyaan, maka sesi terakhir adalah refleksi. Dibuka
dengan pertanyaan, "Apa yang kalian dapatkan dari materi hari ini?" dan ditutup
mereka. Setiap kelompok memilik materi yang berbeda. Ada yang harus
Bagi mereka, presentasi itu tidak sulit karena mereka menjelaskan mengenai
agama mereka sendiri. Aku katakan pada mereka bahwa yang aku nilai bukanlah
keakuratannya karena untuk hal ini mereka lebih tahu daripada aku. Yang aku
nilai justru kemampuan mereka untuk menjelaskan sesuatu kepadaku yang tidak
tahu apa-apa.
Ini adalah salah satu pelajaranku dalam mengajar bahwa ada saat dimana kita
tidak lebih tahu daripada anak murid. Jadi tugas seorang guru bukan hanya
memberi tahu apa yang muridnya tidak tahu, guru juga bisa hanya menjadi
fasilitator, orang yang mendampingi murid untuk mengeluarkan apa yang mereka
tahu, apa yang mereka bisa, hingga murid tidak hanya terpaku pada hal-hal yang
87
diberi tahu gurunya atau diajari gurunya. Ia bisa menjadi bagian terbaik dari
LANGKAH MENARI
Selama tinggal di Landau Badai, aku sangat kagum dengan kekayaan alam dan
minim tentang budayanya. Salah satunya ketidaktahuan mereka tentang lagu Cik
Anak-anak kemudian kukenalkan lagu Cik Cik Periok. Aku melengkapi lagu ini
dengan gerak tari yang kukreasikan sendiri. Seminggu sekali, kami berlatih tari
Cik Cik Periok. Anak-anak mengusulkan sendiri kostumnya dari bahan alam.
sendiri kostumnya. Mereka biasa menggunakan daun pisang sebagai bahan baju.
Daun resam sebagai penghias kepala. Daun jambu maskotong sebagai penghias
warga. Sudah beberapa kali anak-anakku tampil untuk menghibur warga Landau
Badai, khususnya saat acara penyambutan tamu dari jauh yang datang ke desa.
Mulai dari Cik Cik Periok, tarian Dayak, hingga tarian khas Melayu Kalimantan
88
Budaya Landau Badai yang kaya, khususnya tarian adatnya, sebagian besar
hanya dikuasai oleh orang-orang tua. Aku berharap, dengan mengenalkan anak-
anak kebudayaan mereka sendiri aka nada regenerasi, penerus, dan pelestari
kebudayaan Landau Badai. Inilah cara sederhana yang bisa kulakukan agar
Kak Yana dan Kak Opi dikenal sebagai seorang penari. Kak Yana mengajarkan
tarian Cik Cik Periok sementara Kak Opi mengajarkan tari Saman. Aku bukan
penari profesional, hanya pernah menari ketika SD di acara pentas kenaikan kelas,
acara keagamaan, dan panggung-panggung tingkat desa. Tapi aku suka melihat
tarian dan aku ingin anak-anak Landau Badai menari di acara 17-an.
mengenalkan mereka pada kabaret. Yes, I love kabaret so much. Aksi panggung
yang selalu kutunggu setiap acara kenaikan kelas di sekolahku dulu. Kami berlatih
Kabaret kami sederhana. Diceritakan Fahmi, anak kelas 5, yang sedang tertidur
dibangunkan oleh Biki, anak kelas 6, dengan lagu Bangun Tidur-nya Mbah Surip.
Kalimantan dan melihat tarian Cik Cik Periok yang ditarikan oleh anak kelas 8.
Lalu mereka terbang ke pulau Sumatera dan melihat tarian Tak Tong Tong yang
disajikan oleh anak kelas 6 SD. Perjalanan berlanjut ke pulau Jawa dan melihat
anak kelas 5 perempuan menarikan medley tarian Betawi, Sunda, dan Jawa. Lalu
89
ke pulau Papua dengan tarian Yamko Rambe Yamko dan Apuse dari kelas 4
SD.Kemudian di pulau Sulawesi ada anak kelas 5 laki-laki menarikan tari Rasa
Sayange.
sama semua penari dan pemain menarikan lagu Ampar-Ampar Pisang dan juga
tari Belangkah dengan musik yang dimainkan langsung oleh para pemusik desa.
Di akhir kabaret, terbangunlah Fahmi dan menyadari bahwa perjalanan tadi adalah
Melihat anak-anak muridku menari tarian daerah. Darimana aku bisa melatih
mereka tarian yang begitu banyak? Dari youtube. Aku mengumpulkan beberapa
musik dan video selama aku di Putussibau karena hal itu tidak mungkin dilakukan
di desa yang tidak ada tower BTS dan sumber listrik. Untuk buka google saja
hampir mustahil.
Saat itu, ketika aku melatih mereka menari, mungkin mereka menganggapku
seorang penari profesional atau seorang guru tari yang bisa menciptakan berbagai
gerakan tari-tarian. Padahal tidak sama sekali. Begitulah, menjadi guru bukan
hanya tentang seberapa ahli atau seberapa bisa kita di bidang tersebut. Tapi juga
kemampuan kita untuk belajar sesuatu yang baru dan memfasilitasi agar hal yang
baru tersebut sampai kepada murid-murid kita. Dalam dimensi kepemimpinan, ini
90
Keahlian yang baru kupelajari saat menjadi guru adalah bagaimana caranya
menasehati. Memang lebih mudah menasehati orang yang berusia lebih muda dari
kita karena akan minim perdebatan, tapi bukan berarti menasehati anak kecil itu
Salah satu anak kelas 5 SD pernah kuajak bicara di ruang guru karena sering tidak
pendeknya, kusimpulkan dia memang malas pergi ke sekolah. Ada saja alasan
yang dia utarakan, mulai dari sepatunya basah, adiknya tidak ada yang mengasuh,
dan sebagainya. Dia pernah tidak naik kelas, mungkin itu penyebabnya, tapi dia
tahu bahwa semakin sering dia bolos maka semakin besar kemungkinan wali
kelas tidak menaikannya lagi. Herannya dia mengatakan bahwa tidak apa-apa dia
Tidak ada semangat dan motivasi untuk bersekolah dalam dirinya, karena sulit
mengubah apa yang ada di dalam dirinya, maka kucoba mengubah yang ada di
sekitarnya. Anak ini pendiam dan tidak memiliki teman dekat, jadi aku
Setidaknya jika dia tidak tertarik belajar, harusnya bermain bisa jadi motivasinya
untuk berangkat sekolah dan sedikit demi sedikit ilmu yang diberikan di kelas
tetap sampai kepadanya. Bukankah begitu cara anak-anak menyerap ilmu baru,
lewat bermain sambil belajar. Melalui hal-hal yang ia sukai dengan perasaan yang
gembira.
91
Lain lagi dengan cerita anak-anak yang bertengkar. Pertanyaan yang selalu
kuajukan saat melerai anak-anak yang bertengkar adalah, "Kamu senang lihat
temanmu kesakitan?"
Aku percaya di tengah emosi mereka yang masih sulit dikendalikan, ada perasaan
empati yang bisa dipelihara. Bukan untuk menghakimi atau membuatnya merasa
Biasanya anak-anak masih bisa dituntun dan difasilitasi untuk berdamai. Tapi
mengatasi anak remaja dengan egonya yang besar tidak semudah itu. Aku pernah
mendapatkan anak kelas 8 memukul temannya hingga berdarah. Saat itu aku
tengah mengajar di kelas 7 dan tiba-tiba terdengar teriakan dari kelas 8 dan
beberapa siswa perempuan berhamburan keluar. Dua orang murid laki-laki terlibat
guru. Ada Bu Ita disana. Aku memberikan pengobatan sederhana tanpa bicara,
hanya Bu Ita yang sibuk bertanya dan mengomeli murid tersebut. Dan dari
omelan panjang dan jawaban singkat itu aku menangkap beberapa poin.
menghormati guru.
92
"Pantas saja guru-guru tidak suka sama kamu. Kelakuanmu seperti itu. Kamu
bikin jelek nama kelas 8 saja. Sampai bikin guru menangis kemarin."
Kurang lebih itulah yang dikatakan Al dan membuat Ef emosi dan memukulnya.
Selesai mengobati Al, aku meninggalkan Al di kantor bersama Bu Ita dan kini
giliran mendengarkan penjelasan dari Ef. Aku tidak bisa membawanya ke kantor
karena hanya ingin bicara berdua dengannya. Kupilih tangga di teras kelas 8
pertengkarannya. Dia hanya berpaling dan tidak banyak bicara, pun tidak
point.
Raut mukanya berubah, mungkin tidak menyangka aku akan menebak isi hatinya.
"Tapi kamu tahu kan kalau kejadian hari ini bisa membuatmu makin tidak disukai
Tak kusangka dia pun menangis tersedu. Dalam bahasa hulu dia meracau.
"Aku tidak suka dibilang sebagai anak nakal, Bu. Aku juga tidak bermaksud
"Tidak ada anak yang nakal," Ujarku. "Kamu juga tidak. Kamu hanya tidak tahu
bagaimana caranya jadi anak baik. Atau ... kamu tahu tapi tidak mau."
93
Ef kini menatapku, "Aku mau, Bu. Tapi Al membuatku marah."
"Tapi kamu juga tidak suka melihat Al berdarah, kan?" tanyaku. "Di dunia ini
akan ada banyak orang, banyak hal, yang membuat kita marah. Kamu harus
kemarahanmu sendiri."
"Kalau Al nggak bilang hal-hal kaya gitu, saya juga nggak akan marah, Bu."
Aku menghela napas. Kesal. Tipikal orang yang egonya sedang rapuh adalah
menyalahkan orang lain dan melindungi egonya sendiri. Saat itu aku tidak sedang
yang tersakiti dan butuh pengakuan. Dia yang ingin melakukan apa yang dia
"Hei, Ef... Tahu tidak, waktu seumuranmu Ibu pernah membuat guru marah
sampai guru itu tidak masuk kelas selama 2 minggu." Ungkapku, Ef menatapku
tak percaya.
"Aku tahu rasanya jadi sorotan satu sekolah karena punya masalah dengan guru.
Dianggap sebagai pembuat onar. Tapi kesalahan kita itu bukan karena sering
"Kamu membuat orang lain marah, itu bisa terjadi pada setiap orang. Kita kan
tidak bisa menahan orang lain untuk marah atau menangis. Tapi saat orang marah
dan menangis karena kita, disitulah kamu harus bertindak. Meminta maaf,
94
"Orang lain membuatmu marah, bukan berarti kamu boleh menyerangnya.
Katakan pada Al bahwa kamu tidak suka apa yang dia katakan. Tapi kamu juga
harus sadar bahwa saat kamu membuat Bu Endang menangis dan kamu berulah
marah terlebih dulu sama kamu. Jadi, yang Al katakan bahwa kamu pembuat
masalah, itu benar, hanya saja kamu tidak menyukai kata-kata itu."
Ef tampak tak nyaman, "Yang lain juga suka berulah. Kenapa hanya aku yang
Ef diam.
"Memang begitu caranya jadi orang baik. Saat berbuat salah, banyak yang
mengingatkan. Yang ingin kamu berubah lebih baik juga bukan cuma kami, tapi
menjalaninya atau tidak. Minta maaflah sama Al. Selalu ada saatnya dimana kamu
harus minta maaf meskipun kamu belum merasa bersalah, atau meski kamu
merasa lawanmu yang lebih bersalah. Maaf itu bukan tentang apa kesalahan kita,
atau siapa yang kesalahannya lebih besar. Maaf itu adalah cara kamu untuk
Dan sesi ceramah itu berakhir dengan surat panggilan untuk orang tua wali Ef. Itu
adalah kali pertama dan terakhir aku memanggil orang tua siswa sebagai sanksi
Ada permusuhan, ada juga percintaan. Tipikal kisah remaja tidak jauh dengan
romansa jatuh cinta. Di penjuru manapun, desa atau kota, anak-anak maupun
95
dewasa, jatuh cinta adalah menu utama kehidupan. Diantaranya jatuh cinta yang
pacaran di usia SD masih menjadi hal yang tabu disana, meski ada lempar-
lemparan guyon untuk memasangkan temannya atau saling cari perhatian antara
murid lelaki dan perempuan, namun semuanya masih sebatas perilaku bocah.
Memasuki jenjang SMP, beberapa dari mereka sudah berani terbuka dan
jenis, dan orang itu juga balas menyukai maka berarti mereka harus berpacaran.
Jika berpacaran dengan teman satu kelas atau satu sekolah, alasan mereka adalah
Beberapa anak SMP yang berpacaran selalu aku interogasi dari mulai mencoba
memahami isi pikiran mereka tentang kenapa sih harus punya pacar sampai apa
mengatakan punya pacar sebagai teman SMS-an dan sesekali ketemuan untuk
hanya ... ya, hanya bertemu saja. Mengobrol cekikikan dan bagi yang bermodal
jalan-jalan di desa pakai motor. Maklum saja, tidak ada ceritanya disini pacaran
Di suatu hari sekolah dihebohkan dengan suatu kasus. Beberapa anak perempuan
tingkat SMP ketahuan nongkrong tengah malam di sekolah bersama pemuda dari
desa lain. Berpasang-pasangan. Tengah malam. Gedung kosong. Sontak hal itu
bukan hanya menjadi kehebohan satu sekolah, tapi juga satu desa. Anak
perempuan berusia SMP ini memang memiliki tinggi dan bentuk badan yang
96
Mereka hanya beberapa dari banyaknya siswi perempuan di Badai. Masih banyak
anak gadis rumahan yang hanya keluar saat sekolah dan pergi berladang. Tapi
kehidupan di desa juga tidak sepolos yang ditayangkan di teve. Seperti halnya
anak muda kebanyakan, beberapa dari mereka memiliki dorongan untuk tampil
dan dilihat orang. Meniru apa yang dipakai oleh anak muda yang ada di teve.
Mana ada, sih, sekarang sinetron anak sekolah tanpa mempertebal muka dan alis
Kejadian itu membuat para guru dan perangkat desa menerapkan jam malam bagi
anak-anak muda. Tidak boleh lagi ada yang berkeliaran di luar rumah lepas listrik
mati. Sementara sanksi bagi anak-anak yang ketahuan bermain tengah malam di
Hal itu bukan sesuatu yang paling membuat para guru terpukul. Ada hal lainnya
yang terjadi pada salah satu murid kebanggaan kami. Dia adalah murid yang
pintar dan ambisius. Di hari terakhir Ujian Nasional, muridku ini mengeluh sakit
perut yang luar biasa. Dia dibawa ke Pustu Landau Badai dan saat melalui
pemeriksaan, melihat kondisi perut dan tidak adanya tanda penyakit lain, Pak Is
bertanya.
muncul, sudah berapa bulan? Siapa bapaknya? Siapa saja yang sudah tahu?
Dia adalah murid yang pintar, selalu mendapatkan ranking 2 sejak SD hingga
97
SMP. Berprestasi hingga tingkat provinsi dalam perlombaan catur. Beberapa
bulan menjelang Ujian Nasional, aku memang sering melihatnya lebih murung
dan pendiam. Nilai-nilainya juga turun drastis dan dia selalu tidak antusias di
dalam kelas. Belakangan aku tahu bahwa orang tuanya sering tidak ada di rumah
karena harus bekerja di perkebunan sawit. Maka dia sering menerima tamu laki-
laki di rumahnya.
Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi selepas UN. Dia memaksakan
saat setelah itu dia dinikahkan dengan pacarnya yang juga masih SMP. Mereka
sama-sama tidak melanjutkan sekolah dan menjadi sepasang suami istri di usia
PORSENI (O2SN)
Nasional. Tidak ada seninya karena perlombaan seni sudah dikhususkan menjadi
FLS2N, Festival Lomba Seni Siswa Nasional. Tapi dalam kisah ini mari kita
Anggaplah aku cupu. Selama 12 tahun masa pendidikan, aku belum pernah
meghadapi porseni bidang olahraga, paling banter porseni Depag cabang cerdas
cermat atau lomba mata pelajaran. Sekarang lomba mata pelajaran namanya jadi
OSN, Olimpiade Sains Nasional. Jadi aku benar-benar nol besar dengan hal-hal
berbau olahraga.
98
Di Porseni SD, aku hanya diminta bantuan menjadi pendamping lomba menyanyi.
Sementara di Porseni SMP, aku menjadi pembimbing lomba story telling. Tapi
aku sesekali tetap mengikuti latihan dan perlombaan di cabang olahraga, terutama
badminton dan sepak bola. Dari sinilah aku menyadari bahwa sepak bola, entah
Ada satu peraturan dalam Porseni yang selalu dianggap peraturan semu, yaitu usia
pemain tidak boleh lebih dari 12 tahun. Hal itu perlu diperhatikan karena di SD
Landau Badai saja ada murid kelas 6 SD yang berusia 17 tahun. Jadi, kalau semua
usia boleh main, asal statusnya murid SD, maka bisa jadi akan ada anak SD yang
berkumpul, semua sepakat dengan peraturan itu. Tapi tepat sehari sebelum
membolehkan siswa di atas usia 12 tahun untuk mengikuti Porseni. Nah, drama
pun dimulai.
Alasannya begini: Ternyata dari kabupaten tidak akan mengadakan lomba sepak
bola dan voli. Jadi dua lomba itu tidak dinilai di kecamatan, maka Porseni tingkat
kecamatan ini ya main saja terserah mau menurunkan siapa. Kalau ada anak
berusia di atas 12 tahun mau main, ya boleh sajalah, kasihan kalau dilarang.
Begitu katanya.
Kami, guru-guru di Badai, tahu kabar tersebut dari guru di Nanga Lungu. Antara
percaya, nggak percaya, dan juga jengkel. Aku menelepon orang yang
99
ternyata benar bahwa dia sudah mengizinkan anak yang berusia di atas 12 tahun
untuk ikut bertanding dalam Porseni. Saat aku memprotes dan mengajukan
“Kenapa harus tidak setuju? Lomba ini kan tidak dinilai. Anggap saja ini
cabang ini saja yang saya perbolehkan semua usia untuk ikut main. Alasannya
jelas, ini bukan cabang olahraga yang akan diikutkan di tingkat kabupaten.”
“Tapi kan sudah ada keputusan bersama, Pak, waktu rapat tempo hari kalau kita
tidak membawa anak yang berusia di atas 12 tahun. Untuk apa saat itu ada rapat di
kecamatan kalau akhirnya kita tidak perlu taat peraturan yang sudah dibuat?”
“Yaa peraturan bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Ini kan saya baru
mendapatkan Juknis dari kabupaten kemarin, jadi wajar lah kalau ada perubahan.”
“Perubahannya nggak harus mendadak seperti ini, Pak. Kan kepanitiaan sama
peraturan yang kita buat kemarin hasil musyawarah, ya baiknya kalau ada
“Nah, itu juga yang saya bilang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sudah
tidak mungkin lah kita rapat-rapat lagi. Yang dari hulu sana harus turun pakai
perahu habis berapa ratus ribu. Makanya saya informasikan saja melalui SMS.”
“Tapi tidak semua sekolah dapat informasinya, Pak. Kami saja tahu kabar ini dari
Nanga Lungu. Padahal Landau Badai sama Nanga Lungu sinyalnya lebih bagus di
Badai, tapi bisa sampai nggak dapat kabar. Apalagi sekolah-sekolah yang lain.”
100
“Yaa, untuk yang itu saya mohon maaf. Memang sinyal kita suka ada kendala lah.
Tapi kan sekarang Badai sudah tahu, ya sudah dari Badai turunkan saja anak-anak
“Tapi kami maunya ikut peraturan yang sudah disepakati. Kami nggak mau
Lalu telepon berpindah kepada Bu Nur, Kepala Sekolah kami. Bu Nur berbicara
cepat dalam bahasa hulu, terlihat kekecewaan dari nada bicara dan raut mukanya.
Namun masih bisa dia tahan karena yang dia ajak bicara di telepon adalah
atasannya. Meski begitu, Bu Nur masih berani mengatakan bahwa dia bisa saja
tidak ada ruginya jika tidak mengikutkan sekolahnya dalam Porseni. Tidak ada
kewajiban dan tidak akan ada sanksi. Tapi Bu Nur tentu saja tak ingin
Porseni. Terlebih, anak bungsunya pun mengikuti cabang olahraga bulu tangkis.
Tapi situasi ini memang menjengkelkan. Dari tahun ke tahun, sudah jadi
penegasan khusus bahwa Porseni hanya boleh diikuti oleh murid yang berusia di
bawah 12 tahun. Lalu selalu ada celah kecurangan, entah dari akta lahir yang
101
Porseni adalah satu-satunya ajang bergengsi antar sekolah di Silat Hulu.
ambisi, bukan hanya untuk para atletnya, tapi juga guru dan Kepala Sekolahnya.
Bahkan ada jokes untuk satu sekolah yang terkenal selalu menurunkan murid-
murid berbadan besar, lalu dikomentari, “Anak-anak berbadan besar itu sudah
bertahun-tahun tidak naik kelas. Sudah drop out mereka. Kepala sekolahnya cuma
Porseni. Di tahun 2015 itu, lokasi Porseni Silat Hulu diadakan di Desa Riam
Tapang. Desa paling ujung di Silat Hulu dan itu berarti desa paling hulu di aliran
sungai Ensilat. Di atasnya Riam Tapang adalah bukit yang mengalirkan sungai
Ensilat dan di baliknya adalah hutan dan pegunungan yang berbatasan dengan
Bukit Raya di Kalimantan Tengah. Hutannya luas sekali kalau dilihat di Google
Map.
Sebelumnya aku merasa Riam Tapang adalah sebuah desa misterius karena selalu
Jika lewat darat, maka kita harus memutar ke kecamatan sebelah itupun dengan
jalan hutan. Jika lewat sungai, maka kita akan berlawanan arah dengan arus deras
dan bertemu bebatuan besar. Riam sendiri memiliki arti aliran air yang deras di
Aku merasakan keduanya. Datang ke Riam Tapang melalui sungai dengan perahu
yang membawa kontingen Landau Badai. Pulangnya, aku ikut dengan Pak Sarbi
102
menaiki motor melewati hutan, memutar ke jalan lintas Selatan Kapuas Hulu,
Membahas segala hal peraturan dan agenda Porseni sampai selesai, namun satu
hal yang membuat pertemuan malam itu bergairah adalah pembahasan mengenai
peraturan usia anak yang diizinkan bermain dalam pertandingan sepak bola dan
bola voli. Pembahasan itu membuat para Kepala terbagi ke dalam 4 kelompok;
- Mereka yang membawa anak usia di atas 12 tahun dan akan mengajak mereka
- Mereka yang membawa anak usia di atas 12 tahun hanya untuk berjaga-jaga dan
membantu menjalankan perahu. Diajak main oke, tidak juga tidak apa-apa.
- Mereka yang tidak membawa anak usia di atas 12 tahun dan menolak pemain
- Mereka yang tidak membawa anak usia di atas 12 tahun dan tidak ikut
Kontingen Landau Badai termasuk ke dalam kelompok yang ketiga dan secara
keras menolak anak usia di atas 12 tahun dimainkan. Bu Nur begitu vokal
tidak membuat Bu Nur gentar, bahkan saat dia sudah berteriak-teriak tapi tidak
diizinkan bicara, dia memilih berdiri dan tetap melanjutkan orasinya. Sungguh
103
Sesekali aku membisiki Bu Nur atau Pak Sarbi untuk memberikan masukan
mengenai pandangan atau opini yang bisa diberikan. Awalnya aku tidak memilih
banyak bicara di forum karena aku ingin hal ini menjadi proses yang dialami oleh
mereka para Kepala dan aku juga merasa Bu Nur sudah cukup menjadi
“Aku rasa kita harus ingat kalau tujuan diadakannya Porseni ini adalah bagian dari
pendidikan anak-anak didik kita. Bagaimana agar mereka bisa belajar sportif,
memiliki mental dan fisik yang baik, dan juga sebagai ajang persahabatan dengan
sekolah lain. Dari peraturan yang kita buatlah awal dari pembelajaran sportifitas
anak-anak. Keputusan memang ada di forum, saya hargai itu. Tapi sekarang ini,
anak-anak didik kita, sudah tahu ada masalah mengenai aturan usia yang awalnya
tidak boleh jadi boleh secara mendadak dan sepihak. Menurut Bapak-Bapak dan
Ibu-Ibu, apa yang mereka lihat dari kejadian ini? Apa yang mereka pelajari dari
hal ini?”
Mereka pasti tahu aku bukan warga asli Silat Hulu dan mereka juga pasti sadar
kalau aku begitu tidak suka dengan perdebatan panjang malam itu. Siapapun tidak
suka. Mereka yang ingin anak usia 12 tahun dimainkan, berharap tidak ada
perdebatan, ya sudah tinggal main saja. Mereka yang tidak ingin anak usia 12
tahun dimainkan, pun berharap tidak ada berdebatan, ya sudah sesuai aturan awal
saja. Hampir deadlock. Sampai akhirnya ada salah satu usulan, aku lupa dari
siapa, saat anak-anak di bawah 12 tahun bermain maka lawannya tidak boleh ada
anak yang besar. Tapi jika satu sekolah yang membawa anak besar melawan
104
sekolah yang membawa anak yang besar bermain, maka mereka boleh
pertama Landau Badai begitu memukau. Lawan yang kami hadapi sama-sama tim
U-12 dan pemain sepak bola Landau Badai bisa dibilang yang paling
diperhitungkan di Silat Hulu. Bahkan mereka yang badannya kecil dengan kaos
sepak bola yang kebesaran berhasil menggocek bola dan memberikan umpan
dengan baik.
karena baru saja menonton pertandingan bulu tangkis yang jaraknya cukup jauh
ditempuh dengan jalan kaki. Ketika aku datang, mereka tengah berbaris untuk
bersalaman, lalu peluit ditiup. Ada kejanggalan, 3 atau 4 orang dari tim lawan
tingginya melebihi aku. Mukanya boros mirip mahasiswa yang sedang stres
Aku memutari lapangan mencari rekan guru dan menanyakan apakah mereka
sudah mengecek usia-usia tim lawan dan mereka bilang ‘sepertinya sudah oleh
panitia’. Aku tidak ingin mencari masalah dan berusaha menikmati jalannya
pertandingan. Tapi tidak bisa. Perlu kukatakan bahwa saat itu adalah pertandingan
sepak bola paling mengerikan yang pernah kutonton. Tinggi anak didikku hanya
sepinggang lawannya. Aku berusaha meneriaki mereka agar jangan takut, meski
aku pun takut melihatnya. Di menit-menit pertama mereka masih tegar, berusaha
105
Badai. Tapi kompetisi menjadikan lawan mereka lebih buas. Satu gol kebobolan,
Lapangan tempat kiper Badai becek digenangi air. Saat gol kesekian mulai
menyerang gawang kami, terjadi kemelut di dekat gawang, lawan yang badannya
tinggi menendang-nendang bola di tengah cipratan air. Entah apa lagi yang
tertendang olehnya selain bola. Namun beberapa anak didik kami tersungkur
dengan seluruh badan dipenuhi lumpur. Gol kembali dari lawan. Tim kami
terjatuh, bukan hanya fisik namun juga mental. Mereka menangis di tengah
lumpur. Anak-anak kecil berbadan kurus dengan kaos sepak bola yang kebesaran,
menangisi permainannya.
Pak Sarbi sebagai pelatih Badai memasuki lapangan, dia menghampiri anak
didiknya yang tidak berhenti menangis. Wasit menghampirinya, tak ada emosi
kemarahan yang keluar dari Pak Sarbi, dia menahannya dan memutuskan untuk
walk out. Tak banyak yang tahu bahwa beberapa saat setelahnya Pak Sarbi
Saat itu aku tak langsung pulang. Rasanya aku tidak bisa lagi membangkitkan
semangat anak-anak karena emosiku tak terbendung lagi dan aku harus
meluapkannya. Itulah pertama kali dan sekali-kalinya aku marah pada warga asli
Kapuas Hulu. Aku mendatangi Ketua Panitia sendirian karena aku tak ingin yang
lain tahu kemarahanku. Aku tidak menuntut apapun kepadanya, aku hanya
mengatakan betapa kecewanya aku pada sistem yang sudah dia pimpin.
Hal yang paling kukesalkan adalah saat keluar pembelaan bahwa hal seperti ini
sudah biasa dalam perlombaan, akan selalu ada yang tidak puas dalam sebuah
106
pertandingan, dan menerima protes dari berbagai pihak sudah menjadi resiko bagi
panitia sebuah perlombaan dan pertandingan. Seakan apa yang terjadi pada
Saat itu kukatakan padanya bahwa aku tidak berbicara tentang perlombaan atau
pun pulang masih dalam kondisi kesal, bahkan beberapa atlet berbadan tinggi
"Badan udah segede anak SMA, mau saja disuruh lawan anak SD," omelku saat
itu.
Dari awal aku memang bukan malaikat. Aku juga tidak sedang menjadi ibu peri
yang bertugas menghibur hati yang bersedih. Tapi hanya hal itulah dalam
BADAI MENGAJAR
Di mataku, Kokom adalah sosok pemudi yang istimewa. Dia pintar, enerjik,
sederhana, dan bercita-cita mulia membangun Landau Badai. Usia Kokom baru
20 tahun, setelah menamatkan SMA dua tahun lalu Kokom tidak melanjutkan
kuliah.
“Saya belum bisa melanjutkan kuliah karena Abang saya masih kuliah, jadi saya
tidak bisa egois menuruti keinginan saya atau kemauan saya. Ya, saya mencoba
bersabar dengan belajar bekerja, mencari uang sendiri, dan ikut membantu orang
107
Alhamdulillah, sekarang Kokom menjadi guru kelas tujuh dan delapan di SMP
“Saya berpikirnya begini, orang jauh dari Jawa, dari luar Kalimantan, kok mau
saya sendiri.”
“Saya sebagai putera daerah pengen di Landau Badai ini pendidikannya harus
lebih maju daripada yang lain. Tanpa pendidikan, kita tidak bisa apa-apa.”
Banyak romantisme di setiap kisah Pengajar Muda, kenangan dengan anak murid,
keluarga angkat, guru-guru, atau warga sekitar. Bagiku, Kokom adalah ketiganya,
dia adalah bagian dari sekolah, bagian dari keluarga angkat, dan juga bagian dari
Dari tayangan Lentera Indonesia itu aku mengantongi informasi awal mengenai
Kokom. Kurasa dia akan menjadi orang yang paling aku andalkan selama di
Badai. Aku tak berekspektasi banyak, cukup dia bisa menjadi sumber informasiku
karena sudah mengenal Indonesia Mengajar sejak lama. Namun ternyata Kokom
lebih bersinar daripada yang aku bayangkan. Orang yang kukira bisa menjadi
menunggu orang lain menyapanya, dia lebih suka menyapa lebih dulu orang yang
ditemuinya. Pembawaannya riang dan ceria, sehingga yang bisa teringat darinya
adalah tawa renyahnya saat berbincang. Saat diwawancarai tim Lentera Indonesia,
108
dia berusia 21 tahun dan belum kuliah karena harus ikut bekerja membiayai kuliah
abangnya. Ketika aku datang, dia seusia denganku yaitu 23 tahun. Abangnya
sudah selesai kuliah dan ikut mengajar di SMP Satap Landau Badai, sementara
mengajar.
Selain aku, dia adalah pemegang jam pelajaran terbanyak di SMP. Meski masih
lulusan SMA, namun dia berani memegang mata pelajaran Matematika dan IPA
untuk kelas 7 dan 8. Tak jarang kami berdiskusi mengenai dua mata pelajaran itu
atau saling menggantikan jika yang lain tengah tak bisa mengajar. Tubuh Kokom
kurus kecil, sama sepertiku. Karena ukuran badan kami nyaris sama, kami
dibilang kembar. Ditambah kami selalu terlihat bersama. Membuatku hapal apa
yang ia suka dan tidak ia suka. Apa yang bisa membuatnya kecewa, bingung, dan
“Hei, Kembaran. Apa kabar?” Sapanya tiap kami bertemu di pagi hari. Aku
memang tidak setiap hari menginap di rumahnya, aku lebih senang menginap di
banyak rumah. Rumah Bu Nur, rumah murid kelas 6 atau 5, rumah murid anak-
anak SMP. Setiap rumah yang kutumpangi biasanya murid perempuan, yang
paling sering adalah rumah Melsa, Dini, Lala, Satiah, Tari, Winda, dan beberapa
murid lainnya. Itulah kenapa meski status keluarga angkatku adalah keluarga
109
waktku tak banyak. Kadang-kadang dia kekanak-kanakan, tapi di lain waktu dia
bisa berpikir kritis dan dewasa. Bisa aku katakan bahwa ada mental PM di dalam
dirinya. Entah karena dia pernah berinteraksi secara intens dengan PM, atau
memang dia memiliki potensi itu dalam dirinya dan muncul ketika dia melihat
sosok seorang PM. Apapun itu, bisa kukatakan bahwa Kokom adalah gadis desa
KOKOM KE LAMPUNG
(FKPD) yang akan dilaksanakan di Kab. Tulang Bawang Barat, Lampung. Akan
ada perwakilan penggerak daerah dari semua kabupaten tempat PM bertugas dan
kami harus menentukan 4 orang yang akan mewakili Kapuas Hulu. Ada banyak
nama yang diajukan, mulai dari orang pemerintahan daerah, guru di Kapuas Hulu
yang mengikuti kegiatan inisiatif PM dan Dinas Pendidikan bernama Guru Figur,
Aku terpikirkan untuk mengajukan Kokom, tapi aku khawatir kegiatan ini terlalu
kabupaten, sementara dia baru bersinar di desa saja. Untuk aktif di tingkat
kabupaten bukannya tidak bisa, tapi jarak dan kondisi bisa menghambatnya.
Seperti saat pelatihan Guru Figur di Putusibau, satu hal yang aku sesali adalah
tidak memaksa Kokom ikut kegiatan Guru Figur. Saat itu aku terhambat 3 hal,
ketua panitia tidak mengizinkan guru honorer menjadi Guru Figur, kegiatan GF
110
kontingen, dan saat kegiatan GF aku bertugas di kegiatan komunitas lainnya yaitu
Youth Camp Leadership. Padahal pelatihan dan koneksi di Guru Figur akan
Kembali pada diskusi kami mengenai FKPD di depan sebuah jendela kaca sebagai
papan tulis. Diskusi ini selalu kami namakan ‘galai’ bukan rapat, yang artinya
‘tidur-tiduran’, secara harfiah kita memang diskusi sambil santai. Saat itu temanku
dengan presentasinya yang menggebu mengenai Kokom. Ya, kadang aku tidak
menyadari hal-hal hebat dari Kokom karena keseharianku bersamanya. Dia penuh
percaya diri, tapi aku juga pernah melihatnya saat pesimis dan rapuh pada
mimpinya. Dia memang penuh semangat dan antusias, tapi aku juga tahu saat-saat
dimana dia malas dan pasrah akan apa yang terjadi. Tapi dia memang bersinar.
tugaskulah untuk menyampaikan hal tersebut kepada Kokom dan memberikan dia
Kokom terpilih karena dia warga asli Kapuas Hulu, mengenal Indonesia Mengajar
dan aktif bersama PM, dan profilnya pun sudah dikenal oleh IM melalui kisah
inspiratif di buletin Kabar IM. Maka itulah saatnya dimana aku menjelma sebagai
yang dia miliki. Aku tidak menuntutnya untuk memberikan inspirasi dari Kapuas
Hulu, karena caranya menginspirasi adalah menjadi diri sendiri dan dia sangat
111
Hari keberangkatan pun tiba. Aku ikut mengantar Kokom. Kami berpamitan pada
beberapa warga yang juga saudara Kokom. Sementara ibunya Kokom, yang kami
panggil Umak, membisikkan doa mirip sebuah sajak saat akan melepas
keberangkatannya.
Assalamualaikum
Ibuku Bumi
Bapakku langit
Saudaraku angin
Aku semua
“Itu doa orang zaman dulu kalau mau pergi jauh.” Tambah Umak.
Kokom pun berangkat menginjak tanah Sumatera. Ia mengikuti setiap sesi dalam
FKPD dan menanti sesi makan malam bersama Menteri Pendidikan saat itu, Anies
satu SKPD disana, jarak dari rumah tempat menginap hingga lokasi kegiatan
cukup jauh sehingga mereka perlu berkendara sekitar satu jam setiap pagi dan
malamnya.
112
Kokom pun tetap berkata, “Terima kasih, ya. Kalau bukan karena kalian, aku
Lagi. Dia berkata seakan aku berjasa. Padahal aku tidak melakukan apa-apa selain
Empat bulan kemudian, kisah perjalanan Kokom berlanjut. Kru Lentera Indonesia
Kokom. Jadi di ulang tahun NET TV, Lentera Indonesia hendak membuat episode
wajah dari refleski mereka, dipilihlah dua orang narasumber yang pernah
Dipilihlah Kokom dari jantung Borneo dan seorang remaja yang putus sekolah
dan bekerja sebagai pemulung. Kesamaan dari mereka berdua adalah tema
pendidikan dan tetap bersinar dalam kegelapan. Maksudnya dalam situasi yang
Tiga tahun berlalu, mereka masih ingat dengan sosok gadis Badai ini. Seperti
kebetulan yang terencana dengan apik, kru tersebut mengatakan, “Nanti kami
Setelah kekecewaan yang dipendam Kokom karena gagal bertemu Pak Anies di
Lampung, kesempatan itu datang tanpa terduga. Bahkan dalam pertemuan ini,
Kokom bertemu secara pribadi dengan Pak Anies, bukan sebagai audiens yang
113
mendengar pidatonya. Ditambah lagi pertemuan ini diabadikan dalam sebuah
tayangan tv.
Saat itu kukatakan padanya, “Mereka datang karena kamu. Aku tahu betul
setangguh apa dirimu. Gadis desa yang memiliki mental juara memang tidak akan
Pada akhirnya ia memang harus tahu keistimewaan dalam dirinya. Bukan tugasku
lagi untuk menyinari Landau Badai, namun sudah menjadi tugas para aktor lokal
bukan kisahku, itu kisah Kokom. Karena dialah Pengajar Muda sesunguhnya di
MENGENAL RUDIMAN
Banyak anak penuh bakat yang aku temui di Landau Badai, salah satunya adalah
anak muridku di kelas enam, Rudiman. Rudiman adalah tipe anak multitalenta. Ia
cerdas, rajin, mahir dalam bidang olahraga dan seni. Jika ada kompetisi siswa,
Rudiman bisa tampil menjadi wakil sekolah kami untuk semua bidang itu.
“Dokter … saya mau jadi dokter.” Jawab Rudiman tegas. “Saya ingin
Orangtua Rudiman bekerja sebagai penoreh karet di lahan kecil. Bagi ayah
Rudiman tidak ada yang bersekolah tinggi, hanya tamatan SD dan SMP.
114
“Memang cita-cita Rudiman itu dia bilang mau jadi dokter. Tapi harapan saya
sebagai Bapak, karena saya bukan orang yang mampu, andai kata dia itu bisa
jadi guru atau mantri pun saya sudah merasa alhamdulillah. Itupun kalau
pemerintah ada perhatian, karena kalau mengharapkan saya apalah ada saya,
kan.”
Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, Kak Yana adalah wali kelas
Rudiman dkk saat kelas 6 SD dan aku menjadi wali kelas mereka saat mereka
kelas 9 SMP. Di desa, kami memanggilnya Man tapi sekarang dia dikenal dengan
Rudi pernah bercerita bahwa saat kelas 6 dia ditawarkan oleh Kak Yana untuk
melanjutkan sekolah ke sebuah pesantren, namun saat itu Rudi masih ragu. Jika
Kak Yana saja tertarik untuk membuat Rudiman merantau, bagaimana denganku?
Saat pertama kali melihat Rudiman di tayangan Lentera Indonesia 2013, aku
terkesan dengan sorot matanya yang fokus, penuh percaya diri, dan tidak terlihat
canggung. Tidak heran kalau dia anak perkotaan, tapi kan bukan. Aku yakin ada
Di hari pertama aku datang ke sekolah, saat itu tengah diadakan pembukaan
sekolah.
“Aamin.” Jawabnya sambil tertawa. Saat itu dia sudah besar, lebih tinggi dan
115
Aku memasuki kelas untuk menyapa para calon muridku untuk pertama kalinya.
Satu kelas itu diisi oleh anak-anak muslim dari SD hingga SMP, sementara anak-
Hanya sedikit yang aku sampaikan, perkenalan singkat, ice breaking, beberapa
games, kisah Nabi dan aku juga bertanya kepada mereka ice breaking apa saja
yang pernah diajarkan oleh Kak Surah, Kak Yana, Kak Anna, dan Kak Asep. Lalu
aku menemukan sorot mata itu, diantara tatapan-tatapan polos lainnya yang
kadang berkedip malu, atau berkeliaran menatap temannya yang lain, sorot mata
diragukan lagi, Rudiman adalah murid yang akan mudah mendapatkan perhatian
guru.
perbatasan antara Sumber Maju dan Nanga Pengga. Dengan sigap dia menaiki
“Fisika.” Jawabnya yakin. Di SMP hanya ada mata pelajaran IPA, namun guru
IPA-nya pasti menjelaskan mengenai cabang ilmu biologi, kimia, dan fisika.
116
Aku tertawa. Tak banyak anak yang akan mengatakan buku fisika sebagai buku
bacaan favoritnya, namun keberadaan buku bacaan yang minim di Badai sudah
“Kalau bacaan seperti biografi tokoh atau novel motivasi pernah baca nggak? Aku
Mungkin dia tidak menyadari bahwa buku tersebut adalah awal dari brain
anak lulusan SMP di Sumatera yang merantau ke pulau Jawa. Awalnya Rudi
selalu tampak tak antusias jika aku bertanya tentang kemungkinannya merantau.
“Buat apa aku pergi jauh-jauh ke pulau Jawa tapi desaku masih begini saja. Kalau
bukan kami, tidak ada lagi yang akan mau memajukan desa kami.”
Saat itu dia mengungkapkan cita-citanya, selain dokter, dia juga ingin menjadi
kepala desa. Tepatnya adalah dokter yang dipercaya untuk menjadi kepala desa.
Ada dua hal yang mungkin mendorongnya tertarik mengurus desa, pertama, dia
sering terlibat dengan kegiatan desa termasuk menjadi Ketua Remaja Mesjid yang
mana perlu perizinan kepala desa ketika menyelenggarakan kegiatan. Kedua, dia
sering bergaul dengan orang tua dan sudah mulai memahami pembicaraan
Aku punya capaian lain dalam benakku saat itu. Dia tidak hanya akan menjadi
kepala desa, menurutku dia bisa menjadi seorang bupati. Apalagi jika benar
nantinya terjadi pemekaran di Kapuas Hulu. Namun hal itu tidak aku sampaikan
117
karena aku bukan sales mimpi-mimpinya. Dia akan mengetahui sendiri seberapa
Beberapa bulan setelah obrolan itu, saat dia sudah menyelesaikan buku yang aku
bertanya kepadaku. “Pesantren Gontor itu jauh, ya? Susahkah masuk kesana?”
Sayangnya saat itu aku tidak bisa banyak memberinya informasi karena aku pun
tidak tahu seperti apa pesantren Gontor. Aku hanya memberikannya bayangan
Tidak ada lagi perbincangan serius mengenai pesantren Gontor. Aku mencoba
realistis dan tidak ambisius. Masa depan Rudi akan ditopang oleh mimpi-
mimpinya sendiri, bukan mimpiku. Rasanya memang sempurna jika Rudi benar-
benar bisa menjadi santri di Gontor, tapi aku tahu effort yang akan aku keluarkan
untuk bisa menjadikannya nyata harus optimal. Seperti effort yang kuberikan saat
mendorong kedua murid kelas 6 SD, Biki dan Arya, untuk mengikuti seleksi SMP
Smart Ekselensia. Dari mulai mengurus rapor mereka yang tidak lengkap,
berbicara dengan orang tua, memberikan les khusus untuk tes tulis, hingga
tidak lolos seleksi dan aku tidak kaget karena aku tahu persaingannya ketat dan
mereka tidak seambisius itu untuk lolos seleksi. Memang akan berbeda rasanya
ketika ambisi itu datang dari dalam diri sendiri, dibandingkan datang dari orang
lain.
118
Itulah kenapa di hari-hari setelahnya fokusku tidak terlalu condong pada sekolah
Rudiman. Aku yakin dia memiliki jalan baik, dengan atau tanpa merantau. Meski
aku tahu dia mampu untuk itu. Kadang rasanya seperti melihat diriku sendiri pada
diri Rudiman.
Menjelang akhir tahun 2015, selepas Rudi dan kawan-kawannya tengah bermain
“Aku pikir aku tidak akan cocok di pesantren,” ujarnya padaku. “Aku harus bisa
membiayai sekolahku sendiri nanti. Tapi bukan hanya itu, kan, aku juga harus
bisa membiayai hidupku sendiri. Jadi sekolah di SMA lebih masuk akal karena
Kurang lebih itulah yang dia katakan dalam bahasa hulu, bahasa sehari-harinya
yang sudah kumengerti saat itu. Tapi lebih mudah menceritakannya dengan
bahasa Indonesia. Intinya dia mencoba realistis tentang biaya hidupnya. Bekerja
mencari uang sudah biasa dia lakukan sejak kelas 6 SD. Mulai dari ikut bertani
Banyak dari warga Badai mulai dari anak-anak kelas 6 SD hingga bapak-bapak
pergi ke desa yang sedang ada proyek tambang emas disana. Lamanya bisa 2
minggu hingga sebulan saat mereka tengah libur sekolah. Rudi selalu menyimpan
rapi uang hasil pekerjaannya. Setelah dirasa cukup, dia akan membeli barang-
barang yang dia perlukan. Rudi bisa membeli ponsel dan motor bekas dari hasil
119
pekerjaanya di tambang. Motor yang mungkin hanya dia yang mengerti cara
pakainya. Jika ada kerusakan, Rudi akan memperbaiki motornya sendiri. Aku
Dalam obrolan sore itu aku memastikan kesiapan Rudi untuk merantau. Meski
belum ada rencana yang pasti tentang perantauannya. Tidak terkonsep seperti
dalam urutan discovery - dream - design - destiny. Namun aku tahu kami ada di
level ambisi yang sama. Kuberi tahu padanya bahwa tugasnya hanya tiga. Belajar
private denganku setiap malam, meminta pendapat dan izin orang tuanya tentang
Bandung adalah kota yang pas. Pendidikannya bagus, tuntutan adaptasinya tidak
seekstrim ibu kota, budaya kami tidak begitu beda, dan banyak keluargaku tinggal
di Bandung. Sekolah Negeri adalah pilihan yang tepat. Rudi memiliki Kartu
Indonesia Pintar, meski saat itu aku tidak tahu apa fungsinya, dan aku yakin
Tapi dimana?
Dari situlah aku baru membuat strategi. Kusebar kisah Rudiman di kitabisa.com
beberapa donatur merespon, namun karena aku bergerak sendiri dan sinyal di desa
kurang oke maka bisa dikatakan hasilnya tidak optimal. Dari hasil broadcast,
beberapa teman merespon, dari mulai teman yang bekerja di Rumah Zakat hingga
penerima beasiswa Dompet Dhuafa. Namun yang paling konkret adalah respon
120
dari kakak iparku, Kang Ahmad, dia adalah pendiri sekaligus Ketua Yayasan
Lizikri.
Akhirnya dengan Yayasan Lizikri lah Rudiman berjodoh. Sekolah yang dia
tempati adalah SMKN 6 Bandung, awalnya dia mendapatkan biaya sekolah tetap
mereka yang tinggal di Bandung pun tetap akan kesulitan dengan pelajaran bahasa
Sunda.
Aku tidak kaget saat dia dengan percaya dirinya menyatakan ingin menjadi Ketua
OSIS. Bahkan di hari masa orientasinya, Rudiman sudah dikenal karena berani
berbicara dan maju ke depan. Di hari selanjutnya dia terpilih menjadi Ketua
Kelas. Kemampuan adaptasinya tinggi dan itu yang aku harapkan sejak pertama
rajinnya Rudiman. Dia tidak malu saat diajak berjualan seblak di tengah
kemacetan Nagreg. Dia juga selalu berinisiatif sholat di mesjid dan berani
Saat baru beberapa hari di Bandung, di bulan Ramadhan, dia sholat magrib di
mesjid. Aku menyuruhnya makan, namun dia menjawab, “Sudah makan tadi di
Suatu hari juniorku di Unpad juga pernah bertanya padaku, “Teh, anak didik
Teteh yang Teteh bawa dari Kalimantan itu tinggal di Cinunuk, ya?”
121
“Temanku cerita katanya lagi sholat di mesjid ketemu anak SMA namanya
Aku tertawa. “Iya, dia memang suka datang ke mesjid dan ngobrol dengan orang
baru.”
Maka aku tidak pernah meragukannya. Cemas, tentu saja ada. Takut dia salah
membuat keputusan. Takut dia salah menilai. Takut pikirannya tersesat. Tapi dia
akan selalu melalui proses belajar dan aku tidak melulu harus menuntunnya.
PAMIT
Sungguh, aku tak dapat menerka bagaimana masa depan akan membawa hidup
anak-anak Landau Badai. Sedikit yang aku bisa, membuat mereka dapat memiliki
aku tak sabar menunggu ketika rambutku perlahan memutih, sepuluh, atau
Kalimantan. Disini sejujurnya aku tidak mengajar, aku justru belajar. Aku hanya
mengambil satu peran kecil dari proses hidup manusia di Landau Badai bernama
belajar. Dari mereka semua, aku belajar tentang ketulusan yang sejati. Karena ini
Aliran air sungai silat menandai pengalaman penting dalam hidupku. Bukan
122
Republik ini hadir dengan janji kemerdekaan, yaitu melindungi, memajukan
Hari-hari terakhir menjelang penarikan adalah dilema. Ada perasaan risau karena
akan menuju kehidupan lain yang berbeda dengan keseharian di Badai. Ada
perasaan sukacita karena akan kembali bertemu dengan keluarga dan sahabat. Ada
pula rasa haru saat menyadari bahwa raga ini akan meninggalkan hal-hal yang
sudah dijalani setahun belakangan. Tak lagi akan menyusuri jalanan desa dari
ujung ke ujung. Berjalan dari rumah ke sekolah melintasi rumput yang meninggi.
Perpisahan selalu lekat dengan air mata. Meski begitu aku tidak bisa berbohong
bahwa aku merasa lega karena akan segera purna tugas. Bukan rasa bahagia
karena akan meninggalkan Badai, melainkan sebuah rasa lega bahwa aku bisa
melalui sepanjang tahun ini tanpa mengeluh, tanpa mengaduh. Bahwa aku bisa
Badai. Tak ada hal yang ditakutkan dan dikhawatirkan benar-benar terjadi setahun
Ada pula perasaan cemas, akan seperti apa mereka mengingatku? Hal-hal apa
yang akan mereka ceritakan tentangku di kemudian hari? Kesan dan kenangan apa
yang tertinggal dalam benak mereka mengenai Pengajar Muda terakhir ini?
Apakah aku telah berhasil menjadi PM? Apakah aku sudah benar melakukan apa
yang IM cita-citakan? Apakah aku mengecewakan orang lain? Apakah aku sudah
123
melakukan kesalahan yang tidak aku ketahui, atau sesuatu yang aku lewatkan
terakhir. Setiap orang yang kutemui akan terselip kata-kata pra-perpisahan dari
mereka.
“Ooowayay… Buk Sarah pagi dah balek ke Jawa agik. Anang kelupa arung kami
bah Buk.” Yang berarti, Bu Sarah nanti sudah pulang ke Jawa lagi. Jangan lupa
Dan sebuah perpisahan pun dipersiapkan dengan acara dangdutan yang akan
sekolah.
Aku tak akan menangis. Itu yang aku yakini saat hari perpisahan dan memberi
sambutan terakhir. Tapi entah kenapa aku tercekat saat mengatakan satu kalimat,
“Kawanku pernah berkata … katanya jika sudah di Jawa nanti, jangan lihat ke
“Karena … karena nanti kamu akan rindu Sungai Kapuas.” Air mataku merembes
Momen itu ternyata bukan momen tersedih. Ada lagi hal yang membuatku
menangis hingga tersedu. Di akhir acara, anak-anak kelas 9 SMP dan kelas 6 SD
124
berputar menyalami guru-guru disusul oleh adik kelas mereka yang juga
Sulit menahan air mata di tengah situasi sendu hari itu. Apalagi saat tiba giliran
Jean menyalamiku. Tanpa ditahan dia memelukku erat sambil menangis tanpa
henti, memintaku untuk tidak pergi, memohon agar aku tetap tinggal, dan terus
menangis seperti orang yang tengah patah hati. Lain lagi dengan Jupari, si kuda
hitam ini sibuk menghapus air matanya, campur aduk antara mengatakan terima
kasih, meminta doa, dan berharap aku tidak melupakannya. Dia tidak bisa
memelukku seperti yang dilakukan Jean, namun aku tahu dia merasakan patah
hati yang sama. Banyak pelukan. Banyak air mata. Ucapan terima kasih dan
bicara. Kami sama-sama benci perpisahan. Seakan tak tahu lagi bagaimana
terima kasih kami pada semesta yang telah mempertemukan. Kokom pun hanya
berujar, “Aku masih ingat saat pertama kali melihatmu di Bongkong. Kamu
menggendong tas ransel besar dan memakai sepatu olahraga. Aku pikir gayamu
oke sekali.”
"Selain baju yang kukenakan saat pertama kita bertemu, apalagi yang akan kamu
ingat tentangku?"
125
"Semuanya, Sar. Mana mungkin aku lupa sama kembaranku." Jawabnya, menutup
Di setiap perjalanan akan selalu ada yang aku bawa dan aku tuju. Banyak yang
kubawa; persahabatan, persaudaraan, kasih, dan cinta dalam berbagai bentuk. Dan
PASCA PENUGASAN
Kami berkumpul kembali di ibukota. Tujuhpuluh lima Pelari Terakhir yang sudah
purna tugas dikumpulkan di sebuah wisma di Jakarta. Disinilah puncak keresa han
yang aku rasakan saat mempertanyakan kepada diri sendiri, apakah aku sudah
berhasil menjadi Pengajar Muda? Apakah aku sudah menjadi bola billiard yang
dimaksudkan IM? Meski kami selalu diingatkan bahwa tidak ada PM yang gagal,
tapi kerisauan itu tetap terlintas setelah kita kembali pada suasana bertujuhpuluh
lima. Seakan menyadarkan kita bahwa setahun kemarin terjadi dengan maksud
dan tujuan.
Namanya Orientasi Pasca Penugasan. Tidak dipilih kata evaluasi, laporan, atau
monitoring. Aku tidak tahu persis kenapa kata orientasi yang dipilih, namun
asumsiku hal itu dipilih karena mereka merasa satu tahun yang kami lalui adalah
milik kami. Tidak ada evaluasi, atau hasil kerja yang mereka tuntut. Mereka
hanya ingin cerita dari kami. Dan tujuan lain dari OPP adalah mengorientasi
Tentu saja OPP ini tidak berpusat pada kehidupan kami. Mereka, para officer dan
beberapa founder, ingin mendengarkan cerita kami selama di desa. Bahkan mitra
IM pun hadir untuk mendengarkan cerita kami. Berbagai perusahaan dari yang
126
populer sampai yang dikenal memiliki sistem rekrutmen yang sulit. Para alumni
yang sudah bekerja pun berdatangan dari sektor Pendidikan, pemerintahan, NGO,
start up, maupun para pemburu beasiswa. Kartu nama bertebaran dari para alumni
Pada saat sesi bersama salah seorang founder, kami diberikan sebuah petuah,
bahwa ada tiga hal yang menjadi pegangan dirinya saat mencari sebuah pekerjan.
Pertama adalah aspek intelektual, pekerjaan apapun yang dipilih sebisa mungkin
bisa membuat intelektualitas kita meningkat. Kedua adalah aspek sosial, dimana
pekerjaan kita bisa membuat dampak sosial kepada masyarakat. Dan yang ketiga
adalah aspek finansial, seberapapun idealisnya kita mencari pekerjaan, salah satu
Selain itu, ia juga menjelaskan mengenai sektor di dunia pekerjaan yang akan
kami temui, yaitu sektor birokrasi, sektor pemerintahan, sektor bisnis, dan yang
lainnya seperti sektor Pendidikan dan sosial. Sang founder pun mendorong kami
untuk memenuhi sektor birokrasi karena sektor tersebut selalu yang paling
seperti kami.
Seperti kami? Seperti apa? Ada tiga hal yang aku rasa saat itu menggambarkan
kami. Anak muda. Orang baik. Alumni PM. Kami yang muda dimana suatu saat
bisa menjadi tua. Kami yang saat itu dianggap orang baik mungkin suatu saat
PM suatu saat tidak akan lagi memiliki tendensi apa-apa. Sejatinya OPP ini
127
mengembalikan kami menjadi diri sendiri, dengan tujuan yang kami pilih sendiri
secara sadar.
128