Anda di halaman 1dari 14

Pengantar

Nabi Muhammad itu pedagang. Ayahnya, pamannya, istrinya, mertuanya,

dan menantunya (Usman) juga pedagang. Setelah Nabi meninggal,

kepemimpinan diteruskan oleh Abubakar, Umar, dan Usman yang juga

pedagang. Menariknya, ada 10 sahabat yang dijamin masuk surga dan

ternyata rata-rata adalah pedagang.

Penyebar agama Islam di Nusantara? Wali Songo yang pertama?

Pedagang. Pebisnis.

Pendiri Muhammadiyah? Pebisnis batik. Pendiri NU? Setiap hari Selasa

beliau mengurusi bisnisnya di beberapa kota. Alhamdulillah, saya dan

mitra-mitra sempat berziarah ke makam KH Ahmad Dahlan dan KH

Hasyim Asy'ari. Dua kyai besar yang mengambil peran langsung dalam

dunia bisnis.

Begitu pula Serikat Dagang Islam, didominasi oleh pebisnis.


Demikianlah. Dari A sampai Z, selama lebih 1400 tahun, dunia Islam

identik dengan dunia bisnis. Harusnya berbisnis menjadi DNA bagi setiap

orang Islam. Persis seperti ikan dengan air. Gak perlu diajari lagi, gak

perlu dimotivasi lagi. BISNIS, b-i-s-n-i-s. Dan saya yakin sekali,

pembaca e-book saya juga adalah pebisnis yang sukses dunia-akhirat.

Insya Allah.
1. Mandiri Sejak Dini

Hari itu saya bertandang ke rumah Pak Chairul Tanjung alias CT.

Diundang, alhamdulillah. Boleh dibilang, ini moment yang berkesan dan

penuh pesan bagi saya. Gimana nggak? Beliau sekian lama bertahta

sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Duduk semeja dengan

beliau dan disuguhi sederet ilmu secara langsung oleh beliau, saya bagai

dihadiahi berlian-berlian kehidupan.

Beliau sempat menasehati saya sebagai founder SD dan TK Khalifah agar

murid-murid saya dilatih jualan sejak kecil. Sejak kecil? Ya, sejak kecil.

Apa yang dijual? Apa saja. Mungkin karya mereka, mungkin barang

bekas. Atau yang lainnya. Itu saran praktis dari beliau. Supaya apa?

Supaya jiwa entrepreneurship mereka terasah dan kelak mereka menjadi

pengusaha. Saya pun mengangguk-angguk setuju.

Sudah kadung kesohor ke mana-mana CT adalah entrepreneur yang

gemar bekerja keras. Action demi action. Dan soal ini, CT benar-benar

melakukannya seumur hidupnya!

- Sejak SD, ia mulai jualan. Meskipun saat itu niatnya cuma untuk

dapat uang jajan.

- Sejak kecil, ia sudah terbiasa mengasuh adik-adiknya. Maklum, ia

tujuh bersaudara dan adik-adiknya banyak.


- Tahu diri berasal dari keluarga pas-pasan, maka ia pun bertekad,

“Saya harus bekerja lebih banyak daripada orang rata-rata.”

- Ketika masuk kuliah, ibunya terpaksa menggadaikan kain

halusnya. Ini menjadi trigger baginya untuk berhenti meminta

uang sama ibunya.

- Semasa kuliah, ia berusaha tidak membebani orangtua. Bersama

teman, ia berbisnis fotokopi.

- Semasa kuliah, walaupun miskin, dari hasil usahanya ia sering

mentraktir teman-temannya.

- Ketika musim ujian di kampus, ia bangun dan belajar mulai jam 3

pagi. Lama-lama, ini jadi habit.

- Ketika muda, dia bekerja 18 jam sehari. Ketika berusia 50-an, dia

bekerja 12-14 jam sehari.

- Menariknya, sebagai ayah ia terbiasa memandikan anak mengganti

popok. Soalnya dulu sudah terbiasa mengasuh adik-adiknya.

- Kepada anak-anaknya, kemudian ia berpesan, “Kalian harus

mampu berjuang sendiri. Agar kalian punya kebanggaan atas hasil

karya sendiri.”

Terlepas dari itu, sebagai Muslim terkaya (The Richest Moslem) di

Indonesia ia melek dan concern sama nasib umat Islam di Indonesia yang

masih jadi minoritas dalam bidang ekonomi. Malam itu, ia memaparkan


sederet solusi. Lazimnya ia menggulirkan solusi ini-itu melalui organisasi

dan ulama. Juga melalui ceramah di komunitas-komunitas dan universi-

tas-universitas. Hei, jangan salah! Nggak semua konglomerat mau

bersusah-payah seperti ini!

Karena dianggap berkontribusi nyata dalam syiar Islam di Indonesia,

pantaslah CT dianugerahi MUI Award 2015 oleh Majelis Ulama

Indonesia. Di kesempatan berbeda, CT juga dinobatkan sebagai guru

besar di bidang entrepreneurship oleh Universitas Airlangga. Sejenak

kita berdoa, semoga kita semua dimampukan meneladani kerja keras dan

dedikasi CT dalam bidang entrepreneurship. Amin.

2. Temukan Musuh Bersama

Memang, kerja keras dan keringat tidak pernah bohong. Bekerja belasan

jam sehari, selama puluhan tahun, berhasil mengantarkan dirinya masuk

dalam 5 orang terkaya di Indonesia. Kita semua tahu siapa dia. Ya, dialah

Chairul Tanjung alias CT. Barusan kita membahasnya. Saat ini

karyawannya ada 100.000 orang, tersebar di Bank Mega, Mega Syariah,

Trans TV, Trans 7, Detik, CNN Indonesia, Coffee Bean Indonesia,

Wendy’s Indonesia, Carrefour Indonesia, Trans Studio, dan Bandung

Supermall. Mengagumkan.
Publik sering menyebut-nyebutnya sebagai Raja Media. Hm, benarkah ia

Raja Media? Yang jelas, ia merajai sejumlah industri, bukan cuma media.

Tak heran, ia sempat diminta Presiden SBY (di zamannya) untuk menjadi

Menteri Koordinator Perekonomian dan permintaan itu ia iyakan walau-

pun dengan terpaksa dan cuma sementara. Dia bilang, enakan jadi

pengusaha dan saat ini Indonesia memerlukan lebih banyak pengusaha.

Saya pikir, itu ada benarnya.

Satu hal yang pernah CT wanti-wanti kepada saya dan tamu-tamu di

rumahnya adalah soal hadirnya musuh bersama (common enemy). Sebuah

bangsa bisa maju dan melaju bila memiliki musuh bersama. Ini mutlak,

menurut CT. Mau contoh? Amerika pernah menempatkan Jepang sebagai

musuh bersama. Jepang pernah menempatkan Barat sebagai musuh

bersama dan sekarang Korea dijadikan musuh bersama. Sehingga dengan

begini, energi kita akan tercurah dan terarah. Fokusnya tidak pecah.

Bukankah dulu Indonesia merdeka karena rakyatnya menyadari adanya

musuh bersama, yaitu penjajah? Sekarang, apa sih yang menjadi musuh

bersama bagi kita semua? Menurut CT adalah kemiskinan, kebodohan,

dan ketertinggalan. Orang mesti sadar bahwa dirinya bodoh dan ter-

tinggal. Gimanapun, masih banyak orang yang nggak sadar-sadar.

Mereka ini perlu ditampar dan dibuat sadar. Nah begitu sadar, maka
mereka akan sungguh-sungguh belajar dan segala ketertinggalan akan

dikejar. Kalimat-kalimat barusan mungkin terkesan keras, tapi memang

begitulah adanya.

Apa pendapat Anda?

3. Tidak Harus Dari Nol

Sembilan dari sepuluh pintu rezeki berada di perniagaan. Kalau boleh

saya bermain kata-kata, itu artinya, 90 persen uang dipegang oleh

pengusaha. Dan zaman sekarang, yang terjadi malah lebih ekstrim lagi, di

mana 95 sampai 98 persen uang digenggam oleh pengusaha. Wuih!

Selain itu, amati dan cermati juga 100 orang terkaya di dunia. Ternyata

90 persen adalah pengusaha. Betul? Salah! Bukan 90 persen, tapi 100

persen! Sekali lagi, 100 persen!

Bayangkan, seorang Muhammad cilik (saat itu belum diangkat jadi nabi)

sudah terbiasa dengan perdagangan. Selain jujur dan gigih, ia juga

dibimbing (mentoring) oleh pamannya. Sejak kecil sudah begitu. Kira-

kira 15 tahun lagi, kaya nggak? Jangankan beliau. Orang biasa saja, kalau

berdagang dengan jujur, gigih, dan dibimbing, insya Allah 15 tahun lagi

pasti kaya. Apalagi beliau. Boleh dicatat, beliau berdagang lebih lama

daripada itu, tepatnya 25 tahun.


Serunya lagi, seorang Muhammad muda (sebelum diwahyukan jadi nabi)

memilih untuk menjualkan barang-barang milik pedagang-pedagang di

Mekkah. Semacam reseller. Salah satunya, milik Khadijah. Ringkasnya,

beliau nggak bikin produk sendiri. Dan keputusan menjualkan ini

menjadi bahan renungan yang mendalam bagi saya, lalu pelan-pelan saya

sesuaikan dengan konteks kekinian. Ternyata pas!

Saat ini, memulai usaha dan mengubah nasib jauh lebih mudah daripada

masa-masa sebelumnya. Nggak harus memulai dari nol, di mana kita

sibuk-sibuk mengurusi produksi, desain, legal, keuangan, SDM, dan lain

sebagainya. Nggak harus. Alih-alih memulai dari nol, kita cukup

memulai dari 'angka 5' atau 'angka 6' saja. Maksudnya? Kita cukup

menjualkan saja. Serahkan produksi, desain, legal, keuangan, dan SDM

kepada pihak lain yang lebih senior, lebih ahli, dan lebih berpengalaman.

Begini. Kita-kita yang berusia 20-30 tahun TIDAK terlalu direkomen

untuk mengurusi produksi. Kenapa? Pasalnya, untuk menghadirkan

produksi yang efisien meniscayakan modal yang banyak, pengalaman

yang banyak, juga output produksi yang banyak. Orang-orang muda

kalau diminta begitu, bisa duduk terhenyak. Nggak sanggup. Makanya

yang lebih saya sarankan adalah menjualkan. Di mana kita tos-tosan

langsung dengan konsumen atau komunitas. Lebih praktis.


4. Mulai Dari Penjualan

Nah, kalau cuman menjualkan begini, kita semua juga bisa. Right?

Istilahnya macam-macam, mulai dari dropship, reseller, agen, distributor,

franchise, lisensi, sampai cabang. Modalnya nggak besar-besar amat tho?

Terutama kalau dropship, reseller, atau agen. Sementara, potensi margin

per produk yang bakal dipetik malah jauh lebih besar. Paham? Hm,

sepertinya Anda perlu contoh. Baiklah, baiklah.

Misal, Anda kenal produsen batik di kota Anda. Pemain senior nih.

Batiknya indah dan harganya murah. Ya sudah, Anda jualkan saja batik

mereka di kota berbeda. Mungkin sebagai reseller. Mungkin sebagai

agen. Atau Anda jualkan batik tersebut di kota yang sama dengan merek

dan konsep yang berbeda. Bayangkan kalau kita ngotot mulai dari nol

dan bikin batik sendiri, apa bisa? Bisa, tapi lama dan costly.

Demikian pula kalau Anda kenal vendor suplemen yang berkualitas.

Anda bisa menjadi reseller atau agennya. Tidak perlu malu. Tidak perlu

gengsi. Seorang pemilik dealer Yamaha atau showroom Suzuki juga tidak

mengurusi produksi. Perakitan pun tidak. Dealer dan showroom tadi

hanya fokus pada penjualan. Saya ulang, penjualan. Tetap bergengsi tho?
Satu lagi. Kalau boleh saran, cari dan juallah produk yang marginnya

relatif besar, minimal 20 persen. Dengan margin yang relatif besar, Anda

punya budget untuk memberi insentif kepada karyawan, komisi kepada

penjual, beriklan, dan bersedekah. Kalaupun 10 persen stok tidak terjual

(karena Anda masih pemula), toh Anda masih untung. Bayangkan kalau

marginnya kecil? Anda nggak bakal leluasa untuk bergerak. Saat 10

persen stok tidak terjual, otomatis Anda akan mengalami kerugian secara

keseluruhan.

Begitulah, tidak ada yang salah dengan menjualkan. Masih ingat sama

Jack Ma, pendiri Ali Baba? Awal-awal situs milik Jack Ma tidak

mengurusi produksi. Dia hanya menjualkan, tepatnya mempertemukan

pembeli dan penjual. Awal-awal Chairul Tanjung tidak memiliki mesin

fotokopi atau percetakan. Dia hanya menjualkan. Di satu sisi, seorang

sahabatnya punya mesin. Di sisi lain, teman-temannya perlu buku

praktikum yang murah. Sesederhana itu.

Terlihat jelas tho? Awal-awal Jack Ma dan Chairul Tanjung hanya

menjualkan. Ya, men-ju-al-kan. Apa perlu saya ulang untuk ketiga

kalinya? Saya harap kisah-kisah ini menjadi inspirasi bisnis bagi Anda

dalam mengubah nasib. Tapi ini sih pilihan. Semua keputusan ada di
tangan Anda. Toh, saya bukan saudara Anda, bukan sepupu Anda. Mana

mungkin saya mempengaruhi keputusan Anda? Hehehe.

Izinkan saya memberi contoh yang lain. Seorang teman membuka sebuah

rumah makan. Dia memulai dari nol. Sebelum subuh, dia sudah berangkat

ke pasar. Mencari bahan-bahan makanan yang bagus dan murah. Setelah

dapat, dia pulang. Mulailah dia masak-masak. Begitu agak siang, rumah

makannya buka dan dia ikut melayani pengunjung. Sampai malam.

Karena pemula, hampir semua pekerjaan ia kerjakan sendiri. Dia hanya

punya dua orang karyawan. Coba bayangkan, betapa sibuknya dia. Sudah

begitu, dia juga harus membayar sewa tempat, gaji karyawan, tagihan

listrik, dan tagihan air. Iya kalau laku. Kalau nggak laku, gimana cara dia

membayar itu semua?

Saya yakin, kalau dia memulai bisnis dari menjualkan dan tidak

mengurusi produksi, segala kesibukan itu akan jauuuuuh berkurang.

Biaya-biaya? Juga sama, akan jauuuuuh berkurang. Saran saya buat

Anda, coba dapatkan produk dengan margin yang agak longgar. Syukur-

syukur kalau Anda bisa mendapatkan produk dengan repeat order yang

rada tinggi. Selanjutnya, untuk mengurangi risiko, jangan dulu menyewa

tempat, jangan dulu mengambil karyawan, dan miliki mentor. Dengan

begini, segala risiko dan hal-hal yang tidak diinginkan, bisa ditekan.
Kalau produk dengan ciri-ciri seperti ini telah ditemukan, yah sudah,

Anda bisa langsung mulai. Menjualkan. Siap?

5. Segeralah Memulai

Terakhir, tidak harus sempurna untuk memulai dan menjalankan sesuatu.

Just do it. Nanti sambil jalan, pelan-pelan disempurnakan. Istilah saya,

“Selagi legal dan halal, yah jajal.” Segerakan. Kalau ditunda, mood dan

semangat akan turun. Sementara inflasi jalan terus. Biaya sekolah, biaya

umrah, dan harga properti juga naik terus. Sudah saatnya Anda punya

income tambahan dari bisnis. Sekali lagi, mulailah. Itu saja, semoga

bermanfaat.
Tentang Penulis

Selain sebagai entrepreneur, Ippho Santosa juga dikenal sebagai

International Trainer yang telah membina hampir satu juta entrepreneur

di 34 provinsi di Indonesia dan di belasan negara di 5 benua. Untuk dunia

entrepreneurship di Tanah Air, pengaruhnya sangat meluas. Berikut ini

adalah beberapa prestasinya:

- 1 dari 24 tokoh pilihan 2013 versi RCTI.

- 1 dari 20-an mentor pilihan Kementerian Pendidikan.

- Penulis paling inspiring 2013 versi Ikatan Penerbit se-Indonesia.

- Penulis dengan total penjualan lebih 1 juta eksemplar.

- Pendiri puluhan TK, SD, dan kampus bisnis.

Menariknya, ia juga menawarkan kesempatan untuk bermitra. Ya,

bermitra. Di samping pembinaan kepada mitra-mitra, ia pun menjanjikan

produk dengan margin yang bagus dan repeat order yang bagus. Saat ini,

alhamdulillah sudah ratusan orang yang telah menjadi mitra-mitranya dan

sukses. Sekiranya Anda berminat untuk menjadi mitranya, silakan

hubungi orang yang telah memberikan e-book ini kepada Anda.

Anda mungkin juga menyukai