Disusun Oleh:
Muhammad Ario Winaya 140610210050
Dosen:
Titi Purwandari, Dra.,MS.
Bogor 43183.08 2159.91 212.23 4632.87 0.48 0.55 1216.98 668.05 0.00 0.00
Sukabumi 62072.63 2101.14 5598.46 326.02 49.47 33.80 5026.65 2325.02 0.00 0.00
Cianjur 10414.34 4534.78 1786.13 540.55 67.45 16.29 24908.57 669.20 0.00 41.93
Bandung 0.00 110.65 0.00 7825.37 0.00 0.00 35634.07 190.68 0.00 1486.08
Garut 2505.99 2965.45 6629.58 3036.29 0.90 17.23 7156.92 981.55 0.00 1042.26
Tasikmalaya 67.30 27574.74 2165.60 1486.96 175.45 314.82 14235.58 822.25 0.00 4.00
Ciamis 0.00 17224.83 2199.41 963.95 208.58 56.40 76.82 60.82 0.00 8.46
Kuningan 0.00 4333.08 61.00 490.09 2.01 6.17 0.00 306.67 1006.62 90.85
Cirebon 0.00 326.64 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 15726.79 0.00
Majalengka 0.00 1005.46 0.00 241.43 0.00 93.50 131.74 619.56 1632.48 2060.29
Sumedang 0.00 1776.41 0.00 824.71 12.84 100.14 304.35 915.79 194.89 2507.70
Indramayu 0.00 2428.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6640.16 0.00
Subang 14684.63 2530.00 2683.37 547.05 0.00 38.05 2618.00 292.02 4248.11 22.00
Purwakarta 0.00 886.99 2180.87 188.83 0.00 23.02 5350.19 502.48 0.00 0.00
Karawang 0.00 984.00 0.00 354.00 18.65 1.90 0.00 6.50 0.00 0.00
Bekasi 0.00 507.99 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Bandung Barat 1040.98 765.27 2719.80 1349.39 375.61 18.60 4639.70 310.00 0.00 141.75
Pangandaran 0.00 13147.67 278.28 272.60 259.86 34.60 0.00 116.04 0.00 26.00
Kota Bogor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Sukabumi 0.00 1.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Bandung 0.00 0.00 0.00 1.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.00
Kota Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Bekasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Depok 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Cimahi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Tasikmalaya 0.00 919.03 1.65 6.65 14.34 4.62 0.00 0.67 0.00 0.00
Kota Banjar 0.00 2095.49 738.50 6.30 9.25 8.85 0.00 2.02 0.00 0.00
Identifikasi Masalah
Perusahaan perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha/badan hukum yang
bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan diatas lahan yang dikuasai, dengan tujuan
ekonomi/komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin
usaha perkebunan
Tujuan
Penelitian dilakukan untuk menentukan profil kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan hasil
produksi tanaman perkebunan tahun 2021
Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah sebagai berikut:
o Karena data memiliki satuan yang sama, maka data tidak perlu distandardisasi
o Variabel “Lainnya” pada dataset tersebut tidak digunakan dalam analisis karena tidak
memiliki nilai apapun
o Baris yang memuat “Provinsi Jawa Barat” pada dataset tidak digunakan dalam analisis ini
baris tersebut hanya menunjukkan jumlah keseluruhan dari tiap variabel
Unit observasi
Unit yang diobservasi dalam penelitian ini adalah hasil produksi tanaman perkebunan di 27
kabupaten/kota di Jawa Barat (18 Kabupaten dan 9 Kota)
Variabel penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam anaisis ini adalah hasil Produksi Tanaman Perkebunan
tahun 2021 adalah sebagai berikut:
o X1 = Produksi Tanaman Kelapa Sawit (dalam ton)
o X2 = Produksi Tanaman Kelapa (dalam ton)
o X3 = Produksi Tanaman Karet (dalam ton)
o X4 = Produksi Tanaman Kopi (dalam ton)
o X5 = Produksi Tanaman Kakao (dalam ton)
o X6 = Produksi Tanaman Lada (dalam ton)
o X7 = Produksi Tanaman Teh (dalam ton)
o X8 = Produksi Tanaman Cengkeh (dalam ton)
o X9 = Produksi Tanaman Tebu (dalam ton)
o X10 = Produksi Tanaman Tembakau (dalam ton)
Populasi/Sampling
Skala pengukuran
Karena data hasil produksi tanaman perkebunan memiliki satuan pengukuran yaitu Ton, maka skala
pengukuran yang digunakan dalam data ini adalah skala Metrik
Asumsi
Analisis Multidimensional Scalling (MDS) merupakan salah satu teknik peubah ganda yang
dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu obyek lainnya berdasarkan penilaian
kemiripannya. Dalam melakukan analisis MDS asumsi yang diperlukan adalah data memiliki skala
interval-rasio karena data dengan skala pengukuran interval-rasio, maka
data termasuk metrik. Data tersebut akan dimasukkan kedalam matriks berukuran nxm.
Analisis Multidimmensional Scaling
Input Data
> data <- read_excel("C:/Users/Arrum/Downloads/Produksi Tanaman Perkebunan.xlsx")
> head(data)
# A tibble: 6 x 11
`Kabupaten/Kota` `Kelapa Sawit` Kelapa Karet Kopi Kakao Lada Teh Cengkeh Tebu Tembakau
<chr> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
1 Bogor 43183. 2160. 212. 4633. 0.48 0.55 1217. 668. 0 0
2 Sukabumi 62073. 2101. 5598. 326. 49.5 33.8 5027. 2325. 0 0
3 Cianjur 10414. 4535. 1786. 541. 67.4 16.3 24909. 669. 0 41.9
4 Bandung 0 111. 0 7825. 0 0 35634. 191. 0 1486.
5 Garut 2506. 2965. 6630. 3036. 0.9 17.2 7157. 982. 0 1042.
6 Tasikmalaya 67.3 27575. 2166. 1487. 175. 315. 14236. 822. 0 4
> str(data)
tibble [27 x 11] (S3: tbl_df/tbl/data.frame)
$ Kabupaten/Kota: chr [1:27] "Bogor" "Sukabumi" "Cianjur" "Bandung" ...
$ Kelapa Sawit : num [1:27] 43183 62073 10414 0 2506 ...
$ Kelapa : num [1:27] 2160 2101 4535 111 2965 ...
$ Karet : num [1:27] 212 5598 1786 0 6630 ...
$ Kopi : num [1:27] 4633 326 541 7825 3036 ...
$ Kakao : num [1:27] 0.48 49.47 67.45 0 0.9 ...
$ Lada : num [1:27] 0.55 33.8 16.29 0 17.23 ...
$ Teh : num [1:27] 1217 5027 24909 35634 7157 ...
$ Cengkeh : num [1:27] 668 2325 669 191 982 ...
$ Tebu : num [1:27] 0 0 0 0 0 ...
$ Tembakau : num [1:27] 0 0 41.9 1486.1 1042.3 ...
Jarak Euclidean
Nilai Euclidean dari data dalam bentuk matriks dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
2 1
d ij =∑ [ ( X ia −X ja ) ]
2 2
a=1
Jarak-jarak Euclidean yang terbentuk akan digunakan untuk menentukan posisi dari tiap unit
observasi pada peta dua dimensi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa jarak antara objek
1 (Bogor) dengan objek 2 (Sukabumi) adalah sebesar 20533.914, objek 2 (Sukabumi) dengan
objek 3 (Cianjur) adalah sebesar 55561.824, dan begitu juga seterusnya. Nilai 0 pada matriks jarak
Euclidean merupakan nilai jarak suatu objek dengan objek itu sendiri.
Plot Classical Multidimensional Scaling
Analisis multidimensional scaling terhadap data metrik atau biasa disebut classical
multidimensional scaling. Untuk membentuk peta dua dimensi, koordinatnya dapat dibentuk
dengan perintah berikut pada software R.
> #MEMBUAT PLOT
> fit <- cmdscale(d,eig=TRUE, k=2) # dalam 2 dimensi
> fit
$points
[,1] [,2]
[1,] -38037.075 4168.6163
[2,] -57286.182 1877.2345
[3,] -6597.298 -20261.8010
[4,] 3024.058 -30844.0808
[5,] 1848.396 -3925.5171
[6,] 4760.985 -16593.3631
[7,] 5377.966 -408.5037
[8,] 5227.667 3135.5557
[9,] 5414.106 5179.8594
[10,] 5167.117 3888.1187
[11,] 5129.845 3345.2437
[12,] 5305.375 4057.3584
[13,] -9670.787 1961.7557
[14,] 4726.612 -1211.9829
[15,] 5147.158 3941.2981
[16,] 5145.747 4109.2622
[17,] 3669.816 -629.5327
[18,] 5413.079 868.2859
[19,] 5133.963 4237.4610
[20,] 5133.994 4237.1130
[21,] 5133.956 4237.2425
[22,] 5133.963 4237.4610
[23,] 5133.963 4237.4610
[24,] 5133.963 4237.4610
[25,] 5133.963 4237.4610
[26,] 5154.998 4004.5142
[27,] 5140.656 3676.0183
$eig
[1] 5.423113e+09 1.947273e+09 9.650721e+08 2.711896e+08
5.873771e+07 3.824969e+07 1.017434e+07 3.844961e+05 1.480027e+05
[10] 1.859555e+04 3.128430e+01 1.571717e+01 1.077470e+01
5.393067e+00 3.604000e+00 1.016319e+00 4.568645e-07 2.028472e-10
[19] 4.152040e-11 -4.726235e-10 -1.009874e-09 -9.923267e-01 -
3.773970e+00 -8.524386e+00 -1.023472e+01 -1.878617e+01 -2.843356e+01
$x
NULL
$ac
[1] 0
$GOF
[1] 0.8457747 0.8457747
1
a. E ( a' X|π 1 ) −m=a μ1−m=a μ 1− a ( μ 1+ μ 2)
' ' '
2
1 1
¿ a' ( μ1−μ2 ) = a' ( μ 1−μ2 )' Σ −1 ( μ1−μ2 ) > 0
2 2
Σ−1adalah positif definit
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (Badan Pusat Statistik).
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan desa/kelurahan di Kota Banjar berdasarkan karakterisitik
kemiskinan 25 desa/kelurahan di Kota Banjar pada tahun 2020. Lakukan analisis dan interpretasi
menggunakan data sebagai berikut:
X1 : kepadatan penduduk
X2 : jumlah keluarga pengguna PLN
X3 : rasio sekolah terhadap murid SD/MI
X4 : rasio sekolah terhadap murid SMP/MTs
X5 : rasio sekolah terhadap murid SMA/SMK/MA
X6: jumlah tenaga kesehatan
X7 : jumlah sarana Kesehatan No. Desa/ kelurahan X
Analisis Klaster Hirarki
o Input Data
> #### ANALISIS KLASTER HIRARKI #####
> library(gridExtra)
> library(factoextra)
> #===== Input Data
> excel <- read_excel("TUGAS ARIO/Semester 4/ADM 2/data UAS no 3.xlsx")
> str(excel)
tibble [25 x 9] (S3: tbl_df/tbl/data.frame)
$ No. : num [1:25] 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...
$ Desa/ kelurahan: chr [1:25] "Situbatu" "Neglasari" "Cibeureum"
"Balokang" ...
$ X1 : num [1:25] 902 1070 695 2137 4424 ...
$ X2 : num [1:25] 1525 1934 831 3604 5686 ...
$ X3 : num [1:25] 140 117 111 215 363 ...
$ X4 : num [1:25] 193 0 57 112 679 ...
$ X5 : num [1:25] 163 0 0 87 714 187 293 76 0 0 ...
$ X6 : num [1:25] 4 8 10 24 33 36 9 4 6 5 ...
$ X7 : num [1:25] 8 6 5 11 34 38 5 8 7 6 ...
> X1=excel$X1
> X2=excel$X2
> X3=excel$X3
> X4=excel$X4
> X5=excel$X5
> X6=excel$X6
> X7=excel$X7
> data <- scale(cbind(X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7))
> summary(is.na(data))
X1 X2 X3 X4 X5
X6 X7
Mode :logical Mode :logical Mode :logical Mode :logical
Mode :logical Mode :logical Mode :logical
FALSE:25 FALSE:25 FALSE:25 FALSE:25 FALSE:25
FALSE:25 FALSE:25
> summary(data)
X1 X2 X3 X4
X5 X6 X7
Min. :-0.9412 Min. :-1.2747 Min. :-1.1135 Min. :-0.9863
Min. :-0.579404 Min. :-0.9440 Min. :-0.7104
1st Qu.:-0.6857 1st Qu.:-0.8014 1st Qu.:-0.6711 1st Qu.:-0.8348
1st Qu.:-0.579404 1st Qu.:-0.7351 1st Qu.:-0.4736
Median :-0.2401 Median :-0.2714 Median :-0.2080 Median :-0.2550
Median :-0.382019 Median :-0.3174 Median :-0.2368
Mean : 0.0000 Mean : 0.0000 Mean : 0.0000 Mean : 0.0000
Mean : 0.000000 Mean : 0.0000 Mean : 0.0000
3rd Qu.: 0.1701 3rd Qu.: 0.5592 3rd Qu.: 0.2330 3rd Qu.: 0.6454
3rd Qu.: 0.008213 3rd Qu.: 0.5179 3rd Qu.:-0.1184
Max. : 3.1268 Max. : 2.1724 Max. : 3.2093 Max. : 2.9690
Max. : 3.418208 Max. : 2.3976 Max. : 3.4336
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan software R tersebut, diketahui bahwa data
terdiri atas 9 Kolom, dengan kolom yang digunakan dalam analisis ini hanya 7 kolom yaitu
X1-X7 setiap kolom yang digunakan dalam analisis memiliki 25 variabel dan tersedia juga
hasil statistik deskriptif pada setiap variabel. Data yang digunakan dalam analisisi tidak
memiliki missing value
Pengujian Asumsi Multikolinearitas
Multikolinieritas merupakan suatu kondisi atau fenomena terjadinya korelasi atau terdapat hubungan
linier yang kuat di antara variabel-variabel independen. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
mendeteksi adanya masalah multikolinieritas, salah satu metodenya adalah dengan Variance Inflation
Factor (VIF).
Hipotesis
H0: Ketiga variabel dalam data tidak berkorelasi antar variabel lainnya (non-multikolinieritas).
H1: Ketiga variabel dalam data berkorelasi antar variabel lainnya (multikolinieritas).
Kriteria Uji
Tolak H0 jika nilai VIF > 10, terima dalam hal lainnya.
Dari hasil perhitungan R mengenai pendeteksian multikolinieritas, diperoleh hasil bahwa tidak ada
variabel yang nilai VIF nya lebih dari 10 maka H0 diterima yang artinya ketujuh variabel dalam data
tidak berkorelasi antar variabel lainnya (non-multikolinieritas). Dengan demikian, data karakterisitik
kemiskinan 25 desa/kelurahan di Kota Banjar pada tahun 2020 memenuhi asumsi non-
multikolinieritas. Dari pengujian asumsi di atas, asumsi analisis klaster terpenuhi, yaitu tidak adanya
fenomena multikolinieritas pada data. Dengan demikian, analisis klaster untuk data karakterisitik
kemiskinan 25 desa/kelurahan di Kota Banjar pada tahun 2020 dapat dilanjutkan.
Mengitung Jarak Euclidean
Data “Karakterisitik Kemiskinan 25 Desa/Kelurahan Di Kota Banjar Pada Tahun 2020” terdiri atas
tujuh variabel yang memiliki nilai data numerik dengan satuan yang berbeda. Dengan demikian, data
perlu distandardisasi terlebih dahulu menggunakan function scale() dalam R. Setelah itu, dicari
nilai jarak Euclidean dengan menggunakan function dist(). Nilai-nilai pada jarak Euclidean
digunakan untuk melakukan analisis klaster dengan metode hierarki.
Hasilnya pada software R sebagai berikut:
> #===== Perhitungan Jarak Euclidean
> library(factoextra)
> A = scale(data) # data distandardisasi
> d<-round(dist(A, method="euclidean"),3)
> d
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
2 1.365
3 1.322 0.895
11 1.391 1.493 1.942 2.550 7.355 6.772 1.486 1.405 2.273 1.438
12 3.333 2.958 3.604 1.483 6.110 4.839 3.516 3.195 3.694 3.074 2.807
13 4.290 4.445 4.751 2.542 4.826 4.423 4.216 4.496 4.317 4.276 4.140 2.709
14 2.037 1.941 1.938 3.047 7.738 7.050 1.769 1.986 2.675 2.206 1.907 3.537 4.769
15 2.845 2.993 3.144 3.216 7.538 7.267 2.696 2.923 3.644 2.967 2.198 3.840 5.258 3.258
16 2.541 2.906 3.339 2.395 6.171 5.940 2.585 2.790 2.951 2.592 1.981 2.470 2.657 3.316 3.440
17 1.921 2.078 2.343 2.345 6.740 6.049 1.996 2.063 2.028 1.893 2.050 2.536 2.712 2.640 3.884 1.661
18 2.364 1.579 2.101 2.029 7.492 6.380 2.443 2.067 2.605 1.899 2.032 1.908 3.534 2.460 3.437 2.586 1.931
19 3.428 4.227 4.355 3.728 5.908 6.689 3.193 3.879 3.795 3.819 3.229 4.101 3.920 3.332 4.514 2.671 3.107 4.101
20 1.363 1.937 2.057 2.136 6.590 6.263 1.394 1.708 1.599 1.472 1.680 2.618 3.036 2.643 2.997 1.685 1.198 2.053 3.186
21 1.785 1.073 1.708 2.052 7.429 6.433 1.946 1.476 2.238 1.381 1.397 2.042 3.720 2.015 2.959 2.348 1.775 0.707 3.789 1.725
22 4.633 4.751 4.875 3.969 6.562 6.362 4.259 4.784 5.043 4.851 4.282 4.420 4.687 3.210 5.522 4.343 4.070 4.311 2.930 4.500 4.224
23 1.290 0.369 0.740 2.987 8.204 7.250 1.554 0.783 1.833 0.947 1.436 3.206 4.643 1.912 2.775 3.003 2.264 1.816 4.263 1.987 1.291 4.852
24 1.136 2.279 2.203 3.091 6.965 6.940 1.254 1.744 1.334 1.596 1.890 3.535 3.764 2.760 3.216 2.087 1.715 2.881 3.011 1.065 2.425 4.740 2.236
25 1.504 0.969 1.394 2.233 7.456 6.462 1.593 1.264 2.234 1.386 1.199 2.659 4.124 1.957 2.302 2.614 2.110 1.713 4.031 1.694 1.155 4.588 0.940 2.200
a) Single Linkage
Pada metode ini, proses pengklasteran didasarkan pada jarak terdekat antar objeknya. Jika dua
objek terpisah oleh jarak yang pendek, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu
klaster dan seterusnya.
> #===== Analisis Klaster Hierarki Agglomerative Method
> ## SINGLE LINKAGE
> fit1<-hclust(d, method="single")
> library(dendextend)
> dend<-as.dendrogram(fit1)
> dend_colored<-color_branches(dend)
> plot(dend_colored)
> cop1<-cophenetic(fit1)
> cor1<-cor(d,cop1);cor1
[1] 0.9487245
Berdasarkan hasil output di atas, diperoleh nilai korelasi antara jarak asli (Euclidean) dengan
jarak kofenetik (ketidaksamaan antar klaster di mana kedua pengamatan terlebih dahulu
digabungkan menjadi satu klaster) pada pengklasteran dengan single linkage sebesar
0.9487245. Selain itu, diperoleh gambar dendogram pengklasteran wilayah desa/kelurahan di
kota Banjar dengan single linkage. Pengelompokkan yang terbentuk berada pada jarak di
bawah 4.
b) Complete Linkage
Pada metode ini, proses pengklasteran didasarkan pada jarak terjauh antar objeknya. Jika dua
objek terpisah oleh jarak yang jauh, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu
klaster dan seterusnya.
Dengan software R diperoleh hasil sebagai berikut:
> ## COMPLETE LINKAGE
> fit2<-hclust(d, method="complete")
> library(dendextend)
> dend<-as.dendrogram(fit2)
> dend_colored<-color_branches(dend)
> plot(dend_colored)
> cop2<-cophenetic(fit2)
> cor2<-cor(d,cop2);cor2
[1] 0.8277398
Berdasarkan hasil output di atas, diperoleh nilai korelasi antara jarak asli (Euclidean) dengan
jarak kofenetik (ketidaksamaan antar klaster di mana kedua pengamatan terlebih dahulu
digabungkan menjadi satu klaster) pada pengklasteran dengan complete linkage sebesar
0.8277398. Selain itu, diperoleh gambar dendogram pengklasteran wilayah desa/kelurahan di
kota Banjar dengan complete linkage. Pengelompokkan yang terbentuk berada pada jarak di
bawah 8.
c) Average Linkage
Pada metode ini, proses pengklasteran hampir sama dengan single linkage dan
complete linkage. Proses ini didasarkan pada jarak rata-rata/Euclidean antar
objeknya (seluruh individu dalam suatu klaster dengan seluruh individu dalam
klaster yang lain).
d) Ward’s Method
Pada metode ini, objek-objek dikelompokkan ke dalam klaster sehingga
variansi di dalam klaster menjadi minimum. Jarak antar klaster dalam metode ini
besarnya berdasarkan total Sum of Square dua klaster pada masing-masing
variabel.
Dengan software R diperoleh hasil sebagai berikut:
> ## WARD'S METHOD
> fit4<-hclust(d, method="ward.D")
> library(dendextend)
> dend<-as.dendrogram(fit4)
> dend_colored<-color_branches(dend)
> plot(dend_colored)
> cop4<-cophenetic(fit4)
> cor4<-cor(d,cop4);cor4
[1] 0.5955081
Berdasarkan hasil output di atas, diperoleh nilai korelasi antara jarak asli
(Euclidean) dengan jarak kofenetik (ketidaksamaan antar klaster di mana kedua
pengamatan terlebih dahulu digabungkan menjadi satu klaster) pada pengklasteran
dengan Ward’s linkage sebesar 0.5955081.
Selain itu, diperoleh gambar dendogram pengklasteran wilayah desa/kelurahan di kota Banjar
dengan Ward’s linkage. Pengelompokkan yang terbentuk
berada pada jarak di bawah 15.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi terbesar dan paling mendekati nilai
satu, yaitu sebesar 0.9487245 ada pada pengklasteran dengan Single Linkage. Maka, dapat
dikatakan bahwa metode ini baik dan tepat dalam pengklasteran Karakterisitik Kemiskinan 25
Desa/Kelurahan Di Kota Banjar Pada Tahun 2020
Average Linkage
> ## AVERAGE LINKAGE
> fit3<-hclust(as.dist(d), method="average")
> dend<-as.dendrogram(fit3)
> dend_colored<-color_branches(dend)
> plot(dend_colored,main="Average Linkage")
> cop3<-cophenetic(fit3)
> cor3<-cor(as.dist(d),cop3);cor3
[1] 0.7913722
Perbandingan ketiga dendogram metode hierarkis
Pada ketiga dendogram, didapat pengelompokkan yang sama. Didapat pula jarak kofenetik
(ketidaksamaan antar klaster di mana kedua pengamatan terlebih dahulu digabungkan
menjadi satu klaster) yang mirip dari ketiga metode hierarkis, sebagai berikut:
Single linkage = 0,773
Complete linkage = 0,789
Average linkage = 0,791