KPH 04 Mutiara Hitam Dewi KZ
KPH 04 Mutiara Hitam Dewi KZ
com/
Seri Bukeksiansu 04
Mutiara Hitam
Karya : Asmara man S Kho Ping Hoo
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadi sudah hebat, kiranya gadis cilik ini lebih hebat lagi, dalam
segebrakan ma mpu menewaskan pimpinan rombongan
mereka! Dengan ketakutan, sembilan orang penge mis itu
cepat menyeret teman-teman mereka yang luka dan
mengangkut mayat Si Muka Bopeng, lalu melarikan diri dari
tempat itu sa mbil sebentar-sebentar menoleh ketakutan
me lihat ke arah Kwi Lan yang tertawatawa sambil bertolak
pinggang!
Setelah semua penge mis pergi, Kwi Lan baru sadar akan
suara Bi Li yang menangis terisak-isak. Ia cepat me mbalikkan
tubuh dan melihat Bi Li berlutut di depan pengemis baju butut
yang dikeroyok tadi, ia cepat mengha mpiri. Kini penge mis itu
sudah bangkit duduk, bersandar pada batang pohon,
napasnya terengah-engah, kedua lengannya meme luk pundak
Bi Li yang berlutut di depannya. Melihat keadaan mereka, Kwi
Lan menjadi heran bukan ma in, akan tetapi ia tidak mau
bertanya karena merasa jengah. Kenapa Bibi Bi Li mau dipe luk
laki-laki jembel itu? Sebagai seorang gadis cilik yang belum
pernah menyaksikan orang berpelukan, Ia tidak tahan untuk
me lihat lebih la ma lagi, maka ia la lu me mbalikkan tubuhnya
me mbe lakangi mereka. Akan tetapi ia mendengar suara
mereka ketika mereka bicara.
“Sua miku.... mana dia? Mana Hauw La m anak kita....?”
terdengar Bi Li berkata menahan isak. Mendengar ini, Kwi Lan
makin kaget. Suami? Jembel itu sua mi Bibi Bi Li? Rasa heran
dan kaget me mbuat ia ke mba li me mbalik dan me mandang
pengemis itu lebih teliti. Seorang laki-laki berusia e mpat puluh
tahun lebih, pakaiannya lapuk dan kotor, pakaian seorang
jembe l. Akan tetapi mukanya bersih terpelihara, muka yang
pucat karena menderita luka parah, namun masih
me mbayangkan ketampanan laki-la ki.
“Bi Li.... isteriku, kenapa engkau meninggalkan aku?
Kenapa engkau tega pergi meninggalkan ka mi, sua mimu dan
anak kita? Apakah kesalahanku kepadamu sehingga engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begini pe marah dan galak? Ah, aku tidak percaya, kau hanya
pura-pura bersikap ga lak saja!”
“Siapa tidak akan marah kalau kau begini ugal-uga lan? Dua
genggam kacang asin saja digugat-gugat, dijadikan alasan....”
Pemuda itu tiba-tiba berdiri dan menjura sa mpai jidatnya
hampir menyentuh tanah, seperti seorang melakukan
penghormatan kepada ratu. “Hamba mohon beribu a mpun
atas segala kesalahan hamba terhadap tuan putri yang
mulia....”
“Heiii! Bagaimana engkau tahu bahwa....?”Kwi Lan tiba-tiba
menghentikankata-katanya. Sikap pe muda ugal-ugalan yang
me lawak itu sejenak mengingatkan ia akan ibu kandungnya
yang menjadi ratu di Khitan sehingga timbul dugaan dan
kecurigaannya bahwa pemuda aneh ini tahu bahwa dia anak
ratu. Akan tetapi melihat wajah pemuda itu berbalik menjadi
kaget dan heran, ia menahan kata-katanya, kemudian
me lanjutkan.
“Sudahlah! Jangan kau main-main seperti badut.
Sebetulnya engkau mau apakah? Mengapa mengejarku dan
hendak bicara apa dengan aku?”
Pemuda itu menarik muka sungguh-sungguh, akan tetapi
tetap saja mukanyayang kekanak-kanakan itu berseri ketikaia
menyodorkan guci airnya. “Harap nonasuka minum dulu air ini
agarpercaya bahwa Nona tidak lagi marah kepadaku.”
Kwi Lan menerima guci itu dan meneguk isinya. Memang
air yang amat dingin dan segar sehingga hilanglah hausnya,
terasa amat puas dan nikmat. “Enak benar air ini,” katanya
me muji sa mbil me nge mbalikan guci. Pe muda itupun meneguk
air, kemudian menutup guci dan menyimpannya kemba li ke
balik bajunya.
“Nona, terus terang saja, begitu bertemu denganmu, aku
sudah menjadi sangat tertarik dan kagum. Gerakanmu je las
menunjukkan bahwa engkau me miliki ilmu kepandaian yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua pikiran dan perasaan Kwi Lan sehingga gadis ini duduk
termenung seperti orang tak sadar, terbuai suara itu yang
mendatangkan rasa tenang dan damai dala m hatinya.
Lenyaplah segala kehendak, segala keinginan, segala
perasaan, seperti keadaan orang tidur dalam sadar! Setelah
pemuda itu menghentikan t iupan sulingnya, gema suara tadi
masih berdengung dan me mpesona jiwa Kwi Lan sehingga ia
masih dia m terlongong. Akhirnya ia sadar dan menarik napas
panjang, kemudian me mandang dengan kagum kepada
pemuda itu.
“Aiih, kiranya engkau a mat panda i meniup suling. Hebat!”
Wajah pemuda itu makin berserige mbira. Ia menjura dan
berkata, “Bukan karena aku pandai meniup suling Nona,
me lainkan karena lagu itu me ma ng hebat, sekaligus
mene mbus jantung menguasai jiwa. Dibandingkan dengan
Suling Emas, kepandaianku meniup suling tidak ada
sepersepuluhnya dan lagi.... kabarnya Suling Emas me mang
menerima ilmu-ilmunya dari Bu Kek Siansu yang terhormat.”
Kwi Lan ma kin kagum dan terheran-heran. Timbul
keinginan hatinya untuk berte mu dengan Suling Emas,
walaupun hanya untuk mendengar tiupan sulingnya yang
sepuluh kali lebih hebat daripada tiupan suling pe muda ini.
“Wah, alangkah goblok!” Pe muda itu yang sudah
menyimpan sulingnya ke mba li, meloncat bangun sa mbil
mena mpar kepa lanya. Kwi Lan ikut terkejut dan ikut me loncat
bangun.
“Ada apa lagi?”
Pemuda itu tertawa. “Alangkah goblok aku. Lihat, kita
bicara sudah setengah hari, banyak nama tokoh-tokoh dunia
hitam dan putih sudah kuperkenalkan, malah aku sudah
meniup suling untukmu dan kau sudah menaruh kepercayaan
penuh kepadaku. Akan tetapi, kita masih belum saling
mengenal na ma! Padahal aku merasa seakan-akan sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hauw La m cepat menga mbil kenda li itu dan kini kuda itu
dia m saja ketika ditepuk-tepuk lehernya. Agaknya kuda itu
tahu bahwa siapa yang me megang kendali adalah majikannya.
“Kuda bagus, kuda hebat....!” Hauw Lam menepuk-nepuknya
dan me mbawanya dekat kepada Kwi Lan.
“Pilihanmu tepat, Mutiara Hitam. Julukanmu Hita m maka
tepatlah kalau kau menunggang kuda hita m ini.”
“Siapa yang menginginkan kuda? Aku hanya minta kuda ini
agar ada alasan mengunjungi Thian-liong-pang.
“Apa? Bagaimana maksudmu?”
Kwi Lan tersenyum mengeje k. “Bodoh! Kalau kita datang ke
sana dan me mbawa kuda ini sebagai barang sumbangan,
bukankah na manya sekali tepuk mendapatkan dua ekor la lat?
Maksud Si Raja Algojo yang kau sebut-sebut itu
me mperse mbahkan kuda kepada Thian-liong-pang tak
berhasil, berarti dia sudah kalah satu nol me lawan kita. Ke
dua, dengan hadiah ini, masa kita tidak akan diterima sebagai
tamu agung oleh Thian-liong-pang?”
Hauw La m me mbe lalakkan matanya kemudian berjingkrak
dan bertepuk tangan, “Wah, bagus! Kau ternyata pintar sekali.
Tapi sesungguhnya sayang kalau kuda sebaik ini dilepaskan
ke mbali kepada orang lain.”
“Hal ini dapat diputuskan nanti. Kalau kulihat Thian-liong-
pang tidak berharga me miliki kuda in!, bisa saja kita ambil
ke mbali.”
Dia m-dia m Hauw La m merasa khawatir. Gadis ini me mang
harus diakui me miliki ilmu kepandaian hebat. Akan tetapi
terlalu ceroboh, terlalu sembrono dan terlalu me mandang
rendah orang lain.
“Ahh, Mutiara Hita m. Engkau benar-benar belum banyak
mengenal orang! Engkau tidak tahu siapa dia. Jin-cam Khoa-
ong.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kekeja man kake k itu, dua belas orang gadis ini lalu
menjatuhkan diri berlutut sa mbil menundukkan muka.
Para tamu yang hadir terdiri dari orang-orang golongan
hitam, maka peristiwa ini tidaklah mengherankan hati mereka,
ma lah banyak di antara mereka. tertawa-tawa dan terdengar
komentar di sana-sini me muji dua belas orang gadis itu dan
menyatakan betapa senangnya menerima sumbangan benda
hidup seperti itu. Juga Thai-le k-kwi Ma Kiu dan adik-adik
seperguruannya serta para anggauta Thian-liong-pang
menganggap hal ini biasa dan sewajarnya saja. Akan tetapi
karena saat itu adalah saat yang penting dan di situ terdapat
banyak tamu, Ma Kiu merasa malu dan jengah juga. Ia
ke mbali menjura dan berkata.
“Ah, Saudara Ci-lan Sai-kong mengapa begitu sungkan?
Kami tidak mengharapkan sumbangan. Kedatanganmu saja
sudah cukup menggirangkan hati ka mi!” Sungguhpun tidak
menolak secara berterang, namun kata-kata ini menyatakan
ketidaksenangan hati dengan sumbangan itu, karena diberikan
bukan pada saatnya yang tepat.
“Ha-ha-ha-ha!” Kakek itu tertawa sambil mengelus
jenggotnya yang kaku. “Sudah kukatakan tadi, pinceng orang
miskin dan hanya suka mengumpulkan cilan. Karena
mendengar bahwa para pimpinan Thian-liong-pang
me mpunyai kesukaan yang sa ma dengan pinceng maka
pinceng me mbawa dua belas tangkai kembang ini. Jangan
Sicu (Tuan yang Gagah) khawatir, bunga-bunga ini masih
murni, datang dari ke luarga baik-baik dan sengaja kupilih
untuk Sicu seka lian!”
Pada saat itu, Si Tua Renta Sin-seng Losu yang tadinya
duduk me lenggut mengantuk di atas kursi, kini tiba-tiba
nampak segar, dan tidak mengantuk lagi. Ia duduk tegak di
kursinya, matanya yang setengah lamur itu dilebar-lebarkan
untuk me mandangi dua belas orang gadis yang berlutut di
atas lantai. Kemudian seperti seorang mimpi ia berkata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
liong-pang. Lihat saja sikap Dua Belas Naga itu dan kurasa
Ciam Goan belum tentu akan dapat meninggalkan te mpat ini
dengan sela mat.”
Kini Kwi Lan yang merasa heran. Ia tidak berkata apa-apa,
akan tetapi hatinya penasaran. Ia belum berpengalaman
seperti Hauw La m, tidak mengenal watak orang-orang kang-
ouw.
Sementara itu, pertandingan antara dua orang itu makin
seru. Kini Ci-lan Sa i-kong t idak lagi menggunakan Tee-tong-to
karena setelah puluhan jurus ia lakukan tanpa hasil, ia
menjadi kelelahan sendiri. Me mang Tee-tong-to sungguhpun
lihai dan berbahaya bagi lawan, na mun untuk me mainkannya
me mbutuhkan tenaga dan napas panjang. Adapun Ci-lan Sai-
kong, sungguhpun terlatih baik dan banyak pengala man,
namun tepat seperti dikatakan Hauw La m tadi di sebelah
dalam tubuhnya ia sudah lemah. Sai-kong ini adalah seorang
abdi nafsu, seorang yang selalu mengumbar nafsu sehingga
tentu saja kekuatan-kekuatan sebelah dala m tubuhnya
menjadi le mah dan mana ia ma mpu bertahan melawan
seorang yang ulet dan kuat seperti Cia m Goan? Kini
keringatnya sudah me mbasahi muka dan leher, napasnya
mulai terengah-engah seperti orang dikejar setan.
Melihat keadaan lawan ini, Cia m Goan la lu mendesak dan
menerjang dengan jurus Seng-siok-hut-si (Musim Panas Kebut
Kipas). Jurus ini a mat gencar seperti gerakan kipas di tangan,
bahkan lebih gencar serangannya daripada jurus Hun-in-toan-
san tadi. Tiga kali Sai-kong itu mengela k dan menangkis,
keempat ka linya ketika ujung pedang menotok iga kiri, ia
cepat melakukan jurus Hwai-tiong-po-gwat (Peluk Bulan
Depan Dada) untuk melindungi iganya dengan golok sambil
tangan kirinya bergerak me mukul dada lawan. Na mun siapa
kira, Ciam Goan sudah merobah gerakan pedangnya, ia tidak
jadi menotok iga, melainkan me mutar pedangnya ke kanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermaca m-maca m. Ada yang sudah tua, ada yang masih amat
muda. Ada yang berpakaian seperti tosu, ada yang gundul
seperti hwesio, dan ada yang berpakaian seperti pelajar.
Anehnya, kini mereka telah me makai sebuah tali yang
mengikat kepa la mereka, tali yang dipasangi sebuah batu
permata kuning dan terpasang di atas dahi mereka. Juga Ma
Kiu kini me maka i tali semaca mitu. Ia tidak tahu bahwa itulah
tanda khas tokoh Thian-liong-pang dan batu kuning itu diberi
nama mustika naga.
“Majulah!” Kwi Lan menantang, sikapnya acuh tak acuh.
Terdengar suara “set-set-set!” teratur ketika kaki dua belas
orang itu mula i bergeser dengan cepat mengatur barisan
mengurung. Mereka tidak melangkah, tidak mengangkat kaki
me lainkan bergeser sehingga sepatu mereka menimbulkan
suara di atas lantai. Keadaan menjadi hening dan tegang
semua tamu me mandang ke arah Kwi Lan yang menjadi pusat
perhatian karena nona ini sudah terkurung di tengah-tengah!
Dua belas orang itu masih terus bergerak menggeser kaki
sehingga tubuh mereka bergerak mengitari Kwi Lan, suara
geseran kaki mereka kini berbunyi susul-menyusul seperti
desis ular, Kwi Lan masih berdiri dia m tak bergerak, hanya biji
matanya yang bergerak-gerak, mengerling dan mengikuti
gerakan mereka di sebelah depan. Kedua telinganya
me mperhatikan gerakan di belakangnya dengan seksa ma,
setiap urat syaraf di tubuhnya menegang, siap sedia, akan
tetapi wajahnya masih tenang dengan senyumnya mengejek
Tiba-tiba saat yang dinanti-nantikan oleh semua orang tiba.
Dengan teriakan nyaring seorang anggauta Cap-ji-liong yang
muda, bertubuh tinggi kurus bermuka seperti tikus, menerjang
Kwi Lan dari sebelah belakang. Agaknya laki-laki muda ini
tertarik oleh kecantikan wajah dan keindahan bentuk tubuh
Kwi Lan sehingga ia menyerang bukan me mukul, mela inkan
me me luk ke arah pinggang dengan kedua lengannya. Namun
gerakannya ini mendatangkan angin hebat dan tak boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwi Lan, mereka tidak tahu bahwa calon korban mereka itu
sudah melompat bangun dan berpakaian. Setelah akhirnya
seorang di antara mereka melihat Kwi Lan dan berteriak
kaget, mereka semua menoleh dan serentak mereka kini
berlumba lari ke arah pintu guha untuk menjauhkan diri dari
gadis yang mereka tahu a mat lihai itu. Na mun tiba-tiba di
depan mata mereka berkelebat bayangan orang dan tercium
bau harum, tahu-tahu mereka sudah melihat Kwi Lan
menghadang di depan pintu guha dengan pedang Siang-bhok-
kia m yang harum di tangan! Wajah yang cantik jelita itu
tersenyum, senyum manis sekali, akan tetapi sinar matanya
tajam bagaikan pedang dan dingin seperti salju! Tiga orang
anggauta Thian-liong-pang itu melangkah mundur dengan
muka pucat dan bergidik ngeri. Jalan mundur tidak ada lagi.
Satu-satunya jalan keluar untuk lari telah dihadang oleh
Mutiara Hitam.
Gadis itu melihat tiga orang lawannya mundur-mundur
ketakutan, kini me langkah maju pula perlahan-lahan. Ia sama
sekali t idak me ngeluarkan kata-kata, namun pandang matanya
dan senyumnya telah me mbayangkan anca man yang
menyeramkan, dan tiada caci ma ki dari mulut lebih je las
me mbayangkan ke marahan yang meluap-luap itu. Tiga orang
yang mundur terus akhirnya sampai mepet di dinding batu
guha. Terpaksa mereka berhenti, saling pandang dengan
muka pucat, mata terbelalak dan tubuh menggigil. Mereka
tersudut seperti tiga ekor tikus menghadapi seekor kucing
yang hendak memperma inkan mereka lebih dahulu sebelum
menjatuhkan terka man maut.
Tiga orang itu saking takutnya menjadi nekat. Mereka
merogoh saku dan mengeluarkan senjata rahasia mereka,
yaitu perluru-peluru bintang Sin-seng-piauw yang menjadi
senjata utama para anak buah Thian-liong-pang. Tidak se mua
anggauta Thian-liong-pang mewarisi ilmu silat Sin-seng Losu,
akan tetapi mereka se mua diharuskan melatih penggunaan
senjata rahasia Sin-seng-piauw ini. Senjata rahasia ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
le mbah hitam karena kau pergi bersama aku yang sejak kecil
bergelimang da la m dunia yang kotor.”
Berangkatlah dua orang itu melanjut kan perjalanan.
Melakukan perjalanan bersa ma Siangkoan Li bedanya sejauh
bumi dengan langit kalau dibandingkan dengan perjalanan
bersama Hauw La m. Perjalanan di sa mping Hauw La m
merupakan perja lanan yang penuh tawa dan gurau, gembira
karena pemuda itu me ma ndang dunia dari sudut yang terang
dan lucu. Akan tetapi sebaliknya, Siangkoan Li adalah seorang
pemuda yang pendia m dan wajah yang tampan itu ha mpir
selalu mura m diselimuti awan kedukaan. Di sepanjang jalan,
dua orang yang melakukan perjalanan cepat ini jarang sekali
bicara. Kalau tidak diajak bicara, Siangkoan Li tak pernah
me mbuka mulut! Akan tetapi Kwi Lan tidak merasakecewa. Ia
maklum akan isi hati pemuda ini dan sinar mata pemuda itu di
waktu me mandangnya, penuh perasaan, sudah cukup
baginya. Sinar mata pe muda ini t iada bedanya dengan sinar
mata Hauw La m di waktu menatapnya. Ada sesuatu dalam
sinar mata kedua pemuda itu yang mendatangkan kehangatan
di hatinya.
***
Sebelas hari lamanya mereka berdua mela kukan perjalanan
yang sukar, naik turun Pegunungan Lu-liang-san, masuk
keluar hutan-hutan lebat. Pada hari ke dua belas, setelah
selama itu tak pernah bertemu dengan manusia karena
agaknya Siangkoan Li me mang me maka i jalan yang liar dan
tak pernah diinjak orang, sampailah mereka di sebuah dusun
kecil di lereng bukit. Dusun ini hanya ditinggali beberapa puluh
keluarga petani, akan tetapi di ujung dusun itu berdiri sebuah
rumah makan yang kecil dan sederhana sekali.
“Kita sudah sa mpai.” Kata Siangkoan Li.
“Apa? Di dusun ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja di Khitan! Tidak ada orang di dunia ini yang mereka takuti
kecuali seorang, yaitu Bu Kek Siansu!
Siapakah Bu Kek Siansu? Jarang ada orang pernah bertemu
dengan manusia setengah dewa ini, walaupun na manya
menjadi ke mbang bibir se mua tokoh dunia kang-ouw.
Diantara para pendekar terdapat kepercayaan bahwa siapa
yang dapat bertemu dengan Bu Kek Siansu adalah orang yang
bernasib baik sekali karena kabarnya kakek setengah dewa itu
amat murah hati dan tak pernah menola k permintaan seorang
untuk minta petunjuk da la m ilmu silat. Akan tetapi juga
menjadi kepercayaan semua tokoh dunia hita m bahwa
bertemu Bu Kek Siansu merupakan hal yang mencela kakan,
karena kakek sakti itu tida k terlawan oleh siapapun juga! Bu
Kek Siansu tidak me mpunyai tempat tingga l tertentu atau
lebih tepat, tak seorangpun tahu dimana adanya kakek
setengah dewa ini yang sewaktu-waktu muncul pada saat
yang tak disangka-sangka.
Lima belas tahun yang lalu, setelah Pek-kek Sian-ong dan
Lam-kek Sian-ong terusir dari Khitan oleh Suling Emas dan
kawan-kawannya (baca cerita CINTA BERNODA DARAH ).
sepasang kakek sakti ini tiba di Luliang-san. Melihat keadaan
bukit ini, mereka suka sekali dan timbul keinginan hati mereka
untuk mera mpas kuil dan mengangkat diri mereka sendiri
menjadi pe mimpin Lu-liang-pai. Tentu saja niat buruk ini
ditentang oleh para hwesio Luliang-san dan akibatnya, ketua
Lu-liang-pai berikut beberapa tokohnya tewas di tangan Pak-
kek Sian-ong dan La m-kek Sian-ong. Dua orang kakek ini
tentu akan menyebar maut lebih banyak lagi kalau tidak
secara tiba-tiba muncul Bu Ke k Siansu. Sekali menggerakkan
tangan, kakek setengah dewa ini me mbuat mereka berdua
lumpuh tak dapat berdiri. Ke mudian setelah me mberi
wejangan, Bu Kek Siansu me mbuat mereka berjanji untuk
menja lani hukuman di dala m kerangkeng di bawah tanah di
belakang Lu-liang-pai untuk menebus dosa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari itu tepat sekali lima belas tahun telah lewat, yaitu
masa hukuman mereka seperti yang ditentukan dala m janji
mereka dengan Bu Ke k Siansu. Maka itu mereka lalu
me manggil-ma nggil dan me ma ki-ma ki karena menganggap Bu
Kek Siansu tida k me megang janji.
“Hayo, Bu Kek Siansu, benarkah kau tidak berani muncul?
Apakah Bu Kek Siansu seorang pengecut?” kini terdengar Pak-
kek Sian-ong berseru, dan berbeda dengan suara La m-kek
Sian-ong yang nyaring keras menimbulkan hawa panas,
adalah suara kakek ini dala m na mun menimbulkan hawa
dingin yang mengerikan.
Tiba-tiba terdengar suara yang-khim (kecapi) yang merdu
sekali. Suara ini me masuki terowongan itu di luar, suaranya
halus dan merdu perlahan-lahan na mun a mat jelas terdengar.
Kwi Lan dan Siangkoan Li yang masih bertiarap mendengar
suara ini menjadi tenang hatinya. Rasa ngeri dan takut terusir
lenyap, namun mereka masih bersikap hati-hati, tidak berani
bangkit dan masih bertiarap sa mbil me nanti perke mbangan
keadaan yang menenangkan itu.
“Heh-heh-heh, engkau benar datang, Bu Kek Siansu?” kata
Lam-kek Sian-ong.
“Hoh, ke sinilah biar ka mi dapat menebus penderitaan lima
belas tahun dengan ke matianmu, tua bangka!” kata pula Pak-
kek Sian-ong.
Tidak ada jawaban. Hanya suara yang-khim ma kin jelas
dan pengaruhnya juga makin besar, mendatangkan rasa
tenang dan damai sehingga ma ki-ma kian kedua orang kakek
itu ma kin la ma ma kin mereda dan akhirnya mereka pun
seperti Siangkoan Li dan Kwi Lan mendengarkan suara yang-
khim penuh perhatian dan seakan-a kan juga menikmati suara
yang-khim itu yang berlagu merdu. Kini suara yang-khim
makin la ma makin la mbat dan lirih sa mpa i akhirnya berhenti
sama sekali. Namun, seakan-akan oleh mereka terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh aneh bin aja ib. Dua orang kakek yang biasanya
liar itu kini menangis terisak-isak. Lam-kek Sian-ong Si Muka
Merah itu menangis sesenggukan sambil duduk dan
menye mbunyikan mukanya di antara kedua paha yang
diangkat naik. Adapun Pak-kek Sian-ong yang bermuka pucat
itu berdiri me megangi kerangkeng dan terisak-isa k tanpa
menge luarkan air mata. Kalau saja Kwi Lan tidak menyaksikan
semua peristiwa tadi, tentu ia akan tertawa bergelak saking
geli hatinya. Namun peristiwa tadi sungguh menenangkan
hatinya dan kini ia hanya me mandang dengan penuh
keheranan.
Siangkoan Li segera melangkah maju dan menjatuhkan diri
berlutut di depan dua orang kakek itu. “Ji-wi Suhu, teecu
Siangkoan Li datang menghadap Suhu....”
Mendadak Pak-kek Sian-ong me mba likkan tubuh menoleh
lalu me mbentak, “Aku tidak me mpunyai murid maca m
engkau.”
Kaget sekali hati Siangkoan Li, juga ia menjadi berduka.
“Suhu, harap maafkan teecu. Teecu datang menghadap
mohon nasihat Ji-wi Suhu. Ayah dan Ibu telah meninggal.
Thian-liong-pang menjadi perkumpulan jahat akan tetapi di
sana ada Gwakong. Apakah yang teecu harus lakukan....?”
Kini La m-kek Sian-ong yang me mba likkan tubuh
danmenoleh. Ia masih duduk di atas lantai dan mukanya
makin merah ketika ia me mbelala kkan mata menghardik,
“Engkau orang jahat! Engkau tokoh Thian-liong-pang yang
menje mukan! Pergi.... dan bawa pergi perempuan liar ini
keluar dari sini!”
“Suhu....!” Siangkoan Li merintih.
“Cukup! Engkau me mbiarkan bangunan yang dengan susah
payah didirikan Ayahmu menjadi runtuh berantakan. Kaukira
kami t idak me ngetahui sepak terjangmu? Ka mi tidak sudi
me mpunyai murid maca m engkau!” kata Pak-kek Sian-ong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
topi, Kwi Lan sadar dari keheranannya. Ia pun tidak mau kalah
dan secepat kilat tangan kirinya bergerak melepas jarum-
jarum halus. Ke mbali terdengar jerit kesakitan dan enam
orang pengejar roboh.
“Nona, mari kita pergi. Jumlah mereka a mat banyak dan di
antara mereka banyak terdapat orang pandai. Mari!”
Mereka berdua lari cepat dan sesa mpainya di batu
berbentuk kepala burung, mereka lalu menuruni jalan setapak.
Para pengejar yang belum roboh tidak berani mengejar
setelah menyaksikan kelihaian dua orang muda itu. Mereka
berdiri ragu-ragu, menanti rombongan pengejar lain yang
lebih banyak sa mbil menolong te man-te man yang terluka.
Karena Kwi Lan dan penge mis aneh itu menggunakan gin-
kang mereka, sebentar saja mereka berhasil menuruni Cheng-
liong-san dan tak ta mpak atau terdengar lagi pengejar
mereka. Mereka kini ja lan berendeng menuju ke timur.
Semenjak turun gunung tadi, tak pernah mereka me mbuka
mulut dan baru setelah yakin bahwa mereka tidak dikejar,
mereka tidak berlari lagi dan kini pengemis itu mengeluarkan
suara.
“Ah, untung bahwa tokoh-tokohnya belum hadir. Kalau
iblis-iblis itu hadir, he mm...., berbahaya sekali!”
“Kau maksudkan tua-tua bangka yang mereka sebut-sebut
tadi seperti Bu-tek Siu-la m, Thai-lek Kauw-ong, Jin-cia m Khoa-
ong dan Siauw-bin Lo-mo? Ah, aku t idak takut! Justeru aku
ingin sekali bertemu dengan mereka untuk melihat sampai di
mana kelihaian mere ka!” kata Kwi Lan.
Kini penge mis muda itu yang menoleh dan me mandang
terheran-heran. Saking herannya ia sampai lupa
menye mbunyikan muka seperti yang biasa ia lakukan.
Kebetulan sekali Kwi Lan pun menoleh sehingga ia dapat
me lihat wajah pengemis itu dengan jelas. Wajah yang tampan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan ada tiga orang laki-laki berpaka ian seperti ahli-ahli silat,
agaknya mereka ini adalah piauwsu-piauwsu (pengantar
kirima n) yang lewat di Kang-hu dan ma kan di keda i ini. Yang
seorang sudah berusia lima puluhan tahun, bertubuh tinggi
kurus dengan muka merah. Yang dua orang adalah pemuda-
pemuda berusia dua puluh lima tahun, bersikap gagah dan
hormat terhadap yang tua itu. Di pinggang mereka tampak
gagang pedang. Melihat sikap mereka itu tidak sombong dan
bicara dengan sopan dan perlahan. Suling Emas tahu bahwa
mereka ini adalah orang baik-baik. Logat bicara mereka
menunjukkan bahwa mere ka adalah orang-orang selatan.
Setelah habis semangkok ba kmi, Suling Emas minta
semangkok lagi. Perutnya amat leper, sudah dua hari ia tidak
makan. Juga ia minta tambah arak. Pelayan kedai curiga.
Orang tua ini pelahap benar, dan pakaiannya seperti
pengemis, atau paling hebat juga seorang dusun yang miskin.
“Lopek harap bayar dulu,” kata Si Pelayan dengan suara
perlahan. Kalau sampai orang ini terlalu banyak makan minum
ke mudian tidak dapat me mbayarnya, dia juga tidak terlepas
dari tanggung jawab dan sela in mendapat teguran, sedikitnya
ia harus menanggung separoh harga ma kanan dan minuman
itu!
Suling Emastersenyum. Ia dihina, akan tetapi ia maklum
mengapa pelayan mencurigainya. Ia tidak merasa terhina
karena ia tahu akan dasar sikap pelayan itu. Tanpa berkata
sesuatu ia mengeluarken sepotong perak dan me mberikannya
kepada Si Pelayan. Melihat perak ini yang cukup besar, Si
Pelayan mengubah sikap me mbungkuk-bungkuk dan berkata,
“Biar nanti saja lah, Lopek. Saya ambilkan tambahanmu.” Si
Pelayan pergi dan Suling Emas menyimpan peraknya sambll
tersenyum pula. Semenjak ia muda dahulu sa mpai sekarang,
generasi telah berganti na mun watak manusia masih sama
saja. Hidup manusia sudah t idak sewajarnya lagi. Hati dan
pikiran manusia diselubungi hawa keduniaan sehingga orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jelas bahwa sinar itu adalah senjata rahasia yang halus sekali,
yaitu jarum-jarum rahasia!
“Celaka!” bisiknya khawatir. Akan tetapi ia dan Kwi Lan
me mandang dengan me longo ketika Suling Emas dengan
tenang menerima jarum-jarum itu dengan leher dan la mbung,
ke mudian tangan kirinya seperti mengusir lalat di leher dan
la mbungnya dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam
me lesat dan jarum-jarum itu sudah di “retour” ke mbali kepada
pengirimnya, na mun dengan kecepatan dan kekuatan yang
dahsyat sekali. Terdengar jerit-jerit kesakitan dan dua orang
pengemis baju bersih yang berdiri di antara banyak penge mis
itu roboh dan tewas seketika karena leher dan lambung
mereka termakan jarum rahasia mereka sendiri!
Hanya para pengemis yang sudah tinggi ilmunya saja
menyaksikan gerakan Suling Emas dan maklum apa yang telah
terjadi. Yang tidak begitu tinggi ilmunya terheran-heran dan
tidak tahu apa yang terjadi sehingga keadaan menjadi panik.
Suling Emas mengangkat kedua tangan ke atas me mberi
isyarat kepada semua orang agar tidak menjadi panik.
Kemudian terdengar suaranya lantang.
“Harap Saudara semua tenang. Matinya dua orang itu
menjadi peringatan bagi kita bahwa di mana-mana kaum sesat
sudah menyelundup sehingga perlu kita waspada karena
mereka berdua itu adalah orang-orang jahat yang berusaha
untuk me mbunuh saya. Sebaliknya pihak kaum sesat juga
telah mendapat peringatan!” Suara ini tegas dan penuh
wibawa.
“Mereka itu penge mis baju bersih! Basmi para penge mis
baju bersih yang jahat!” Terdengar teriakan-teriakan marah.
Kembali Suling Emas mengangkat tangannya. “Dengarlah
baik-baik! Menilai orang bukan dari paka ian bersih atau kotor!
Menila i orang harus dari sepak terjangnya, dari perbuatannya!
Pengemis me mang orang miskin. Sedapat mungkin orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus berpakaian bersih dan baik, akan tetapi kalau tidak ada,
apa boleh buat, kotor pakaiannya asal tidak kotor hati dan
pikirannya. Orang-orang yang pernah menyeleweng dari pada
kebenaran bukan sekali-ka li berarti bahwa mereka itu selama
hidupnya menjadi orang-orang jahat yang harus dikutuk!
Karena itu, ka mi anjurkan kepada saudara-saudara kaum kai-
pang yang pernah menyeleweng, kembalilah ke jalan benar
dan bertobatlah. Apabila kalian tidak insyaf, kami kaum kai-
pang yang sudah bersatu akan me mbasmi kalian!”
Kembali tepuk sorak menyambut ucapan yang lantang dan
penuh semangat dari Suling Emas ini, karena semua orang
menyetujui pendiriannya. Akan tetapi tentu saja tidak
termasuk mereka yang me mang hadir dengan maksud
menentang, seperti rombongan He k-peng Ka i-pang dan Hek-
coa Kai-pang. Dua kai-pang ini me mang sudah seluruhnya
dikuasai kaum sesat, bahkan dua kai-pang ini pula yang belum
la ma ini mengadakan pertemuan di dunia kaum sesat untuk
me mbicarakan soal pe milihan bengcu golongan hita m.
Oleh karena itu, kedatangan dua rombongan ini tentu saja
berdasarkan menyelidik dan juga untuk mengha langi
pergerakan kaum penge mis yang dipimpin oleh Yu Kang
Tianglo. Bahkan dua orang penge mis yang tewas karena
senjata jarum mereka diretour oleh Suling Emas tadi adalah
anggauta-anggauta Hek-coa Kai-pang.
Di antara tepuk sorak ge muruh itu, tiba-tiba terdengar
suara nyaring yang mengatasi kegaduhan itu. “Siapa di antara
kita yang ma mpu menandingi Locianpwe Bu-tek Siu-la m?”
Pernyataan nyaring yang entah dike luarkan oleh siapa ini
menusuk telinga se mua orang dan seketika kegaduhan
terhenti, tak seorang pun berani mengeluarkan suara lagi.
Pada saat itu dua orang kakek pengemis sudah melompat
bangun dari barisan kursi pimpinan kai-pang yang menjadi
tamu. Mereka ini la lu melangkah maju ke tengah panggung,
menghadapi se mua penge mis yang hadir. Keduanya adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau mereka bere mpat pun tidak sa ling bersaing dan hidup
sebagai Empat Iblis Tak Terlawan me njagoi dunia hita m?
Namun tiga orang aneh yang mendengar usulnya ini
mengerutkan kening, tidak setuju. Hal itu adalah karena
mereka, bertiga ini se mua me mpunyai anak buah atau
golongan yang mendukung mereka. Bu-tek Siu-la m sudah
dianggap sebagai locianpwe atau raja oleh para pengemis
golongan hita m dan tentu saja jagoan ini ingin terangkat lebih
lagi, menjadi bengcu atau pemimpin besar kaum sesat.
Demikian pula Pak-sin-ong yang sudah menganggap dirinya
sebagai raja kecil sebagian orang-orang Khitan dan Mongol. Ia
selalu rindu untuk merampas kedudukan raja di Khitan dan
Mongol, maka tentu saja ingin se kali ia mera mpas kedudukan
bengcu. Kalau ia me njadi bengcu, berarti ia menjadi raja
sekalian kaum sesat dan dengan menganda lkan bantuan kaum
sesat di dunia persilatan teritu akan lebih mudah baginya
untuk mera mpas kekuasaan di Kerajaan Khitan. Orang ke tiga,
Siauw-bin Lo-mo juga me mpunyai pendukung, yaitu Thian-
liong-pang dan se mua bajak serta perampok di daerah
selatan. Sudah lama ia menjadi musuh besar dari Beng-kauw
maka kini ia ingin sekali menjadi bengcu untuk mengerahkan
tenaga menyerbu dan mengalahkan Beng-kauw serta
mera mpas Kerajaan Nan-cao yang kecil na mun ma kmur dan
jaya. Inilah sebabnya mengapa tiga orang aneh itu tidak
setuju akan usul Tha i-le k Kauw-ong yang tak banyak bicara.
“Pe milihan Bengcu harus diadakan!” seru Bu-tek Siu-la m.
“Setelah jauh-jauh datang ke sini, untuk apa kalau tidak
menjadi Bengcu?” kata pula Pak-sin-ong penasaran.
“Terpilih menjadi Bengcu atau tidak, harus diputuskan
dalam adu kepandaian!” Siauw-bin Lo-mo juga berkata.
“Bodoh!” Thai-le k Kauw-ong me mbentak. “Kita menjadi
sahabat, saling bantu. Kalau mau bertanding, ayolah! Yang
jatuh paling dulu menjadi adik termuda, yang menang menjadi
kakak tertua. Mari main-ma in!” Setelah berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, eh, aku dengar kau ini bukan pria bukan wanita, kau
banci! Heh-heh, lucu seka li! Apa kau sudah mengena l ilmu
silatku?”
Bu-tek Siu-la m makin marah. Me mang harus ia akui bahwa
sampai belasan jurus pe muda itu me lawannya, ia sama seka li
belum dapat mengenal gerakan lawan, bahkan dasar
gerakannya pun belum dapat menduganya dari cabang
persilatan mana, Aneh, namun begitu cepat dan bertenaga!
Saking panas hatinya, Bu-tek Siu-la m me ngeluarkan
senjatanya yang ke dua, yang biasanya hanya ia pergunakan
kalau menghadapi lawan tangguh. Pe muda ini sebenarnya
bukan lawan yang terlalu tangguh baginya, akan tetapi karena
ia ingin me ma ksa Si Pe muda menge luarkan ilmu silat
simpanan agar dapat ia kenal asalnya, maka terpaksa ia
menge luarkan senjatanya jarum besar diikat benang. Dengan
dua jari tangan kiri ia menjepit jarum itu, siap dipergunakan
bila perlu.
“Heh-heh, me mang kau bertubuh pria berhati wanita, maka
selalu main-ma in dengan jarum dan gunting. Eh, kau sendiri
tukang menggunakan senjata gelap berupa jarum, kenapa
kautuduh aku yang bukan-bukan menyerangmu secara
mengge lap?”
“Bocah setan! Kau tadi menyambitku dengan kerikil,
sekarang tunggulah, setelah mengenal ilmu silat mu, aku akan
menggunting-gunt ing tubuhmu ke mudian menjahitnya
ke mbali dengan jarumku ini!”
“Heh-heh, tak mudah, sobat! Katanya kau suka sekali
dengan laki-la ki muda, apakah kau akan menjahit tubuhku lalu
kaujadikan barang mainan? C ih, tidak tahu malu. Kalau la ki-
laki, kau tua bangka dan kake k-kake k, kalau wanita, kau juga
sudah nenek-nenek. Siapa sudi.... aiiiihhh....!” Hauw Lam
berseru terkejut dan cepat ia mele mparkan tubuh ke belakang
dan berguling sa mbil me mutar golok melindungi diri. Gerakan
me mutar golok sambil bergulingan ini berasal dari ilmu golok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia itu adik termuda dari Bu-tek Ngosian. Aku yang paling tua.
Kausebut aku Twa-supek (Uwa Guru Tertua)!”
Kwi Lan mengerutkan keningnya. “Ah, mana ada hubungan
ini? Siapa dan apakah Bu-tek Ngo-sian itu? Guruku tidak
pernah bercerita tentang itu kepadaku.“ bantahnya meragu.
Thai-le k Kauw-ong mengangguk. “Tentu saja. Baru pagi
tadi terbentuk. Aku orang pertama. Kedua adalah Pak-sin-ong.
Ke tiga Siauw-bin Lo-mo. Ke e mpat Bu-tek Siu-la m. Ke lima
Gurumu. Bu-tek Ngo-sian menggantikan kedudukan Thian-te
Liok-kwi.”
Kwi Lan tidak puas. Biarpun ia tahu bahwa gurunya orang
yang amat aneh dan harus ia akui kadang-kadang tidak waras
jalan pikirannya, akan tetapi ia pun tahu akan watak angkuh
gurunya. Mana mungkin gurunya sudi bersekutu dengan
orang-orang jahat macam ini? Betapapun juga, hal itu
merupakan pertolongan baginya, karena setelah kakek itu
tahu bahwa dia murid Sian-twanio, tentu tidak akan
diganggunya.
“Nah, biarlah kau kusebut Twa-supek, boleh saja. Setelah
kau tahu bahwa aku murid Sian-twanio, tentu saja aku tidak
dapat menjadi muridmu.”
Sejenak kakek itu termenung. Me mang ia tadi menawan
gadis ini sa ma sekali bukan karena ingin menga mbil murid,
hanya terdorong oleh rangsangan hati yang timbul setelah
me lihat Bu-tek Siu-la m me mperma inkan Po Leng In. Maka ia
lalu me njawab.
“Bukan murid. Kita orang sendiri. Kautemani aku beberapa
hari. Keponakan harus bersikap manis kepada Supeknya.”
Sambil berkata de mikian, sepasang mata itu me ma ndang Kwi
Lan seolah-olah hendak menelan tubuh gadis itu bulat-bulat
dengan pandang matanya. Kwi Lan bergidik. Sudah terlalu
sering ia melihat pandang mata laki-laki seperti ini. Akan tetapl
biasanya ia hanya me mandang rendah, tidak me mpedulikan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barat. Sebagai bangsa perantau mereka ini ulet dan tahan uji.
Mereka melihat akan kele mahan Kerajaan Sung, melihat pula
akan politik Kaisar Sung yang selalu mengalah serta murah
hati, oleh karena itu mereka mula i dengan petualangannya ke
pedalaman. Di antara para pimpinan bangsa Hsi-shia ini
terdapa banyak orang pandai dan sakti dari barat dan mereka
ini sudah mulai me mperlihatkan kepandaiannya untuk mencari
pengaruh dan kekuasaan di antara penduduk pedala man di
sekitar tapal batas sebelah barat.
Hanya karena desakan dan peringatan para panglima dan
menteri yang setia kepada kerajaan dan yang masih ingat
akan kewaspadaan saja maka akhirnya Kaisar Chen Cung
menaruh perhatian dan akhirnya diperintahkan kepada Kiang
Liong untuk me lakukan penyelidikan. Inilah sebabnya maka
Kiang Liong me lakukan perjalanan, ke luar kota raja dan secara
kebetulan pe muda ini berte mu dengan Tang Hauw La m dan
Kwi Lan yang ha mpir celaka da la m tangan Bu-tek Siu-la m.
Kini Kiang Liong dan Hauw La m me lakukan pengejaran
terhadap Thai-lek Kauw-ong yang me mbawa lari Kwi Lan.
Akan tetapi sampai jauh mereka mengejar, belum juga
mereka dapat menyusul Thai-lek Kauw-ong. Sudah terlalu
la ma kakek gundul itu pergi sehingga mere ka terla mbat dan
tidak tahu betul arah mana yang diambil kakek itu. Kiang
Liong yang tadi terpaksa menahan kecepatan geraknya untuk
mengimbangi kecepatan Hauw Lam, menarik napas panjang
dan berkata.
“Sobat, tiada gunanya mengejar lagi kalau kita belum tahu
betul ke mana iblis itu pergi. Lebih ba ik kita berpencar saja.
Aku sedang melakukan perjalanan ke barat, biarlah aku
mengejar ke barat dan kau boleh melanjutkan pengejaranmu
ke mana kausuka. Kalau a ku bertemu dengan iblis itu, jangan
khawatir, tentu aku akan turun tangan membantu.... eh, siapa
nama Nona tadi?”
“Mutiara Hita m.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada suara orang yang halus dan rendah keluar dari tandu,
dalam bahasa asing, dan adakalanya gadis tercantik yang
terampas dimasukkan ke da la m tandu secara paksa. Na mun
tidak ada seorang pun pernah melihat siapa gerangan
orangnya yang berada di dalam tandu dan seperti apa
maca mnya. Yang jelas bagi Kiang Liong kini adalah bahwa
semua pendeta jubah merah menye mbah-nyembah penghuni
tandu seperti menyembah dewa, sedangkan para perwira
tunduk dan taat kepada perintah para pendeta, sebaliknya
para anggauta barisan juga taat kepada pimpinan para
perwira. Pendeknya, barisan ini merupakan barisan yang amat
kuat.
Makin jauh ke se latan ia mengikuti jeja k barisan itu, makin
heran dan akhirnya khawatir hati Kiang Liong. Kini ia telah
me masuki wilayah Kerajaan Nan-cao! Mau apa barisan orang-
orang Hsi-hsia ke Nan-cao? Kerajaan Nan-cao adalah kerajaan
ke dua yang bersahabat dengan Kerajaan Sung, setelah
Kerajaan Khitan. Dan dia sendiri bersahabat dengan kaum
Beng-kauw yang berkuasa di Nan-cao. Sudah dua kali ia
mewakili gurunya, Suling Emas, berkunjung ke Nan-cao untuk
menghadiri perayaan Beng-kauw. Karena ia sudah ha mpir
sebulan ketinggalan oleh barisan Hsi-hsia, kini Kiang Liong
me mpercepat perjalanannya.
Begitu me masuki dusun yang termasuk wilayah Kerajaan
Nan-cao, mulailah ia mendengar berita tentang perang yang
mence maskan hal itu. Perang penyerbuan barisan Hsi-hsia ke
kota raja Nan-cao dan betapa bala tentara Nan-cao
menya mbut musuh di luar kota raja dan di mana terjadi
perang sampai ha mpir sebulan la manya. Akan tetapi akhirnya
barisan Hsi-hsia dapat dipukul mundur, de mikian menurut
berita yang didengarnya.
Pada hari itu ketika Kiang Liong me nuruni lereng
pegunungan kecil, me masuki daerah yang tandus berbatu,
tiba-tiba ia mendengar suara ra mai-ra mai di sebelahdepan. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu amat kuat. Kiang Liong sudah siap, begitu tiga orang ini
maju diikuti oleh hwesio jubah merah yang lebih berhati-hati
sikapnya, ia menerjang maju, jari tangannya menyambar dan
hampir berbareng tiga orang Hsi-hsia ini pun roboh! Hwesio
itu cepat me mutar pedang ketika me lihat kaki Kiang Liong
menya mbar ke arahnya. Akan tetapi ternyata pemuda lihai ini
hanya menggertak dengan tendangannya. Begitu pedang
me mbabat ke arah kakinya, ia menahan ka ki itu dan tangan
kirinya menotok ke arah pundak dengan totokan ma ut.
Hwesio itu terkejut, berseru keras dan berusaha
menyela matkan diri dengan mele mpar tubuh ke kanan, begitu
keras gerakannya sehingga ia tidak melihat bahwa di sebelah
kanannya adalah tebing yang curam. Tanpa dapat dicegah lagi
tubuhnya terjerumus ke bawah. Hwesio itu mengeluarkan
suara bersuit nyaring sekali dan dia m-dia m Kiang Liong
menjadi kagum. Sudah jelas bahwa nyawa hwesio itu berada
dalam cengkera man maut, akan tetapi hwesio dala m usaha
terakhir, bukan berteriak minta tolong mela inkan
menge luarkan suara suitan nyaring me mberi peringatan
teman-temannya! Sampa i dekat ajal pun hwesio ini masih
me lakukan tugasnya!
Benar saja dugaannya, karena dari atas lereng kini muncul
puluhan orang yang berlari-lari ke bawah dipimpin oleh
beberapa orang hwesio berjubah merah. Dari jauh mereka itu
sudah menghujankan anak panah sehingga terpaksa ia
mencabut pensil dan me mukul setiap anak panah yang
menganca m dirinya. Ia sudah bersiap untuk melayani mereka
semua, sungguhpun ia merasa sangsi apakah ia akan sanggup
menghadapi pengeroyokan demikian banyak orang sendirian
saja. Pada saat itu, dari sebelah kanan menya mbar sinar
merah. Kiang Liong kaget, tak menyangka bahwa dari te mpat
dekat ada orang me mbokongnya. Untuk me mbikin gentar hati
lawan, Kiang Liong mengeluarkan kepandaiannya. Tangan
kirinya berputar dan dengan dua buah jari tangannya, ia
menjepit senjata rahasia itu yang ternyata adalah sebatang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua orang muda ini t idak usah ikut berlari-lari takut diserang
dari belakang lagi. Mereka me layani dengan tenang dan kini
mendapat kese mpatan untuk balas menyerang, sungguhpun
serangan mereka kurang berhasil karena selalu ditangkis oleh
banyak lawan. Diam-dia m Siang Ki menjadi gelisah karena
balasan lawan benar-benar hebat. Andaikata dia dan Kwi Lan
dapat bertahan mengandalkan kegesitan, tenaga dan ilmu silat
mereka yang lebih tinggi tingkatnya, namun sampai berapa
la ma mereka ma mpu bertahan? Di luar barisan dua belas
orang Thian-liong-pang ini masih terdapat puluhan orang anak
buah mereka.
Ma Kiu yang me mimpin sute-sutenya ketika me lihat betapa
barisannya tidak berdaya menghadapi dua orang muda yang
benar-benar lihai itu, menjadi penasaran dan marah sekali.
Tak disangkanya bahwa Ketua Khong-s im Kai-pang yang
masih muda ini ternyata juga a mat lihai sehingga dia m-dia m ia
harus meragukan kepandaiannya sendiri apakah ia akan
sanggup menghadapi orang muda itu satu lawan satu. Ia lalu
me mberi aba-aba dala m bahasa rahasia perkumpulannya.
Mendengar aba-aba ini dua belas orang Cap-ji-liong itu lalu
berlari-lari mengelilingi dua orang muda itu dan ma kin la ma
lingkaran itu menjadi makin jauh.
“Awas....!” Siang Ki berseru keras dan Kwi Lan yang sudah
menduga segera me mutar pedangnya, melindungi tubuhnya
dari sambaran senjata-senjata rahasia mereka, yaitu Sin-seng-
piauw yang berbentuk bintang. Juga Siang Ki me mutar
tongkatnya sehingga sebentar saja di sekitar mereka berdiri
berserakan senjata rahasia musuh.
Hebatnya, tidak hanya Sin-seng-piauw yang menyambar
bagaikan hujan, kini banyak anak panah yang dilepas oleh
anak buah bajak. Sibuk sekali Siang Ki dan Kwi Lan
menghadapi hujan serangan senjata rahasia ini.
“Kwi Lan.... kau larilah.... lekas serbu sayap kiri... aku
me mbantu dan melindungimu, kau harus lari....!” Terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bocah itu menge luh dan gigitannya terlepas, lalu roboh di atas
pembaringannya karena dile mparkan, dala m keadaan pingsan.
Siang-mou Sin-ni meraba tenggorokannya dan tersenyum
me mandang anak itu.
“Hebat,” bisiknya, “kulit leherku sampai pecah-pecah
terluka.” Ia lalu melangkah ke luar dan me manggil penjaga
yang datang berlarian. “Jaga baik-baik anak ini dan mulai
sekarang, semua hidangandariku untuknya harus dia makan,
kalau perlu dijejalkan ke dala m mulutnya secara paksa.”
Ketika mala m hari itu Han Ki siuman dari pingsannya, ia
bergidik ngeri dan jijik teringat akan peristiwa pagi hari tadi.
Ia merasa beruntung masih hidup, dan se mala m itu ia duduk
termenung me mikirkan pengala mannya. Yang selalu terngiang
di telinganya adalah pengakuan Siang-mou Sin-ni bahwa
mendiang ayahnya dahulu adalah kekasih iblis betina itu! Ia
tidak sudi untuk me mpercepat hal ini, akan tetapi entah
bagaimana, ucapan itu sela lu teringat olehnya.
Tentu saja anak ini sama sekali tidak mau percaya karena
ia menjunjung tinggi kepada mendiang ayahnya, seorang
pendekar dan menantu Ketua Beng-kauw. Padahal, apa yang
diucapkan iblis betina itu me mang ada benarnya. Pernah Kam
Bu Sin menjadi kekasih iblis betina ini dahulu akan tetapi
kekasih paksaan karena Ka m Bu Sin melayani se mua
kehendak dan nafsu iblis Siang-mou Sin-ni dala m keadaan
tidak sadar karena telah dicekoki obat perampas semangat.
(baca cerita CINTA BERNODA DARAH)!
Pada keesokan harinya, seperti biasa, pagi-pagi sekali
orang sudah mengantar makanan lezat untuknya. Akan tetapi
bedanya, kali ini yang datang mengantar makanan adalah
seorang hwesio jubah merah yang bermuka bengis.
“Kaumakan ini, kalau tidak mau akan kujeja lkan ke
mulut mu secara paksa.” hwesio itu menganca m sa mbil
menyeringai, tampa k giginya yang besar-besar dan berwarna
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena sinar mata itu a mat keji dan ganas. Melihat wanita ini
jantung Siauw-bin Lo-mo berdebar saking kagetnya karena
biarpun sela manya ini belum pernah bertemu dengan wanita
ini, sekarang ia dapat menduga bahwa wanita ini tentulah
Siang-mou Sin-ni, seorang di antara Thian-te Liok-kwi yang
sudah terbasmi habis itu. Ia me mang mendengar kabar bahwa
hanya Siang-mo Sin-ni seorang yang masih hidup di antara
Thian-te Liok-kwi, akan tetapi menurut berita, wanita sakti ini
sudah mengasingkan diri di pulau kosong di laut selatan. Kini
mengertilah Siauw-bin Lo-mo mengapa Po Leng In bersekutu
dengan hwesio jubah merah, kiranya gurunya berada di
tempat ini, bersama Bouw Le k Couwsu!
“Ha-ha-ho-ho-ho! Terima kasih bahwa Bouw Lek Couwsu
berkenan keluar sendiri menyambut. Sungguh merupakan
kehormatan besar bagiku. Tida k kelirukah dugaanku bahwa
sahabat yang perkasa ini adalah Bouw Le k Couwsu, pemimpin
pasukan Hsi-hsia yang gagah berani?” Siauw-bin Lo-mo
menegur sambil mende kati Bouw Lek Couwsu.
Bouw Lek Couwsu mengerutkan alisnya yang tebal, lalu
matanya menyapu keadaan di sekeliling te mpat itu. Ia melihat
beberapa orang anak buahnya terluka dan dirawat teman-
temannya, akan tetapi tak seorang pun tewas. Ia
mengangguk-angguk dan ke mba li me mandang Siauw-bin Lo-
mo sa mbil berkata, menggerakkan tongkat kuningan itu di
depan dada.
“Pinceng pernah mendengar na ma besar Siauw-bin Lo-mo.
Apakah Lo-mo mengandalkan kepandaian tidak me mandang
mata kepada pinceng (aku) dan ma la m ini sengaja hendak
mencoba kepandaianku?”
“Ho-ho-ha-ha-ha! Sama sekali tida k. Salah mengerti....
salah mengerti! Mana bisa aku begitu tak tahu diri me mbentur
gunung? Aku Siauw-bin Lo-mo sela manya mengenal orang
gagah. Aku sengaja datang untuk berkenalan dan bersahabat,
dan sebagai bukti ke mauan baikku, aku datang membawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi dan tidak diperbolehkan ikut pemuda itu mencari Han Ki,
mereka menangis kecewa. Sekarang tahulah mereka bahwa
pemuda itu ternyata benar ketika menyuruh mereka me larikan
diri. Musuh terlampau banyak dan sakti. Baru saja mereka tiba
di lereng bukit, mereka itu bertemu dengan Bouw Le k Couwsu
dan Siang-mou Sin-ni yang berlari cepat naik ke puncak
sehingga tanpa dapat me lakukan perlawanan berarti mereka
telah ditangkap ke mbali! Dan sekarang karena mereka berdua,
Kiang Liong menjadi tawanan tanpa dapat me lawan. Tentu
saja mereka berduka sekali. Kali ini mereka tidak berani
me mbantah dan sa mbil menangis mereka pergi meninggalkan
tempat itu, di dalam hati berjanji akan cepat-cepat mencari
adik me ndiang kake k mereka yang bertapa di puncak Tai-
liang-san, minta pertolongannya ke mudian ke mbali ke te mpat
ini untuk menolong Kiang Liong dan Han Ki. Kalau terla mbat
dan dua orang itu sudah terbunuh, mereka akan menga muk
dan mengadu nyawa.
Setelah dua orang gadis itu pergi, Bouw Lek Couwsu
berkata.
“Orang muda, pinceng sudah berjanji me mbebaskan
mereka dan sekarang mereka sudah bebas. Engkau menjadi
tawananku, dan pinceng juga tidak bermaksud me mbunuhmu,
kalau saja engkau tidak me nolak tawaranku. Sebagai seorang
tawanan, kau harus dibelenggu dan harap saja kau tidak
me lawan agar kami tidak perlu me mbunuhmu sebelum
berunding!“
Kiang Liong bukan seorang bodoh. Kalau sepasang
pensilnya masih berada di kedua tangannya sekalipun, belum
tentu akan dapat me mbebaskan diri dari dua orang sa kti ini
bersama seratus orang lebih anak buah mereka yang sudah
mengurung tempat itu. Kini sepasang senjata sudah ia simpan
di atas tiang bendera, dan ia sudah berjanji pula untuk
menyerah. Seorang pendekar harus me me gang janjinya dan ia
menyerah, kecuali tentu saja kalau ia akan dibunuh, ia akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menanti saat yang baik, Suling Emas lalu mene mui
perwira yang melaporkan tentang malapetaka yang menimpa
Beng-kauw itu. Perwira itu adalah seorang di antara petugas-
petugas Khitan yang bekerja sebagai mata-mata atau
penyelidik keadaan di luar Khitan. Memang Panglima Kayabu
amat cerdik. Biarpun pada waktu itu Khitan tidak punya
musuh, namun ia se lalu menyebar mata-mata baik ke Negara
Sung, ke Nan-cao dan la in-la in te mpat untuk mengetahui
keadaan dan perubahan negara-negara lain itu.
Perwira ini menceritakan kepada Suling Emas dengan jelas
akan penyerbuan bangsa Hsi-hsia ke Nan-cao.
“Bangsa Hsi-hsia secara tiba-tiba menyerbu ke selatan,
akan tetapi berhasil dihalau pergi oleh tentara Nan-cao yang
kuat. Akan tetapi, pimpinan Hsi-hsia yang terdiri dari pendeta-
pendeta Tibet berjubah merah, dikepala i oleh pendeta ka ki
satu yang amat sakti dan kabarnya juga seorang wanita
rambut panjang, menyerang Beng-kauw. Menurut keterangan
yang hamba peroleh, Ketua Beng-kauw berikut pembantu-
pembantunya terbunuh oleh pendeta kaki satu dan wanita
rambut panjang itu.”
“Dan bagaimana dengan anak, mantu dan cucu-cucu Ketua
Beng-kauw? Aku pernah singgah di sana dan mere ka itu
bersikap baik seka li kepadaku.” tanya Suling Emas.
“Menurut kabar, juga puteri dan menantu Ketua Beng-kauw
tewas, dan anak-anak mereka terculik....”
“Aihhh...!” Suling Emas menjadi marah seka li. Kalau
mungkin, saat itu juga ia ingin terbang ke Nan-cao.
Sementara itu, Ratu Yalina sudah me masuki ka marnya. Ia
masih menangis, duduk di atas kursi da la m ka marnya ketika
sebuah tangan dengan halus menyentuh pundaknya.
“Ibu, jangan terlalu berduka....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mera mpas bocah itu untuk ke mudian dibawa lari. Akan tetapi,
pikirannya yang cerdik me larang ia me lakukan hal itu. Kalau ia
lakukan berarti ia mencari mati dan Han Ki juga takkan
tertolong. Yang lebih hebat lagi, Kerajaan Sung akan terancam
bencana hebat! Biarpun hatinya seperti ditusuk ia tetap
bersikap tenang dan ketika mereka berdua sudah datang
dekat, ia bertanya.
“Bagaimanakah, Couwsu dan Sin-ni, apakah persekutuan
kita cukup berharga untuk Ji-wi (Kalian) menga mpuni anak itu
dan me mberikannya kepadaku?”
Tiba-tiba Bouw Lek Couwsu me mbentak keras, “Kiang
Liong! Apakah hatimu palsu dan kau tidak menghargai
perjanjian kita?” Sikap kakek ini je las mencurigai dan
menentang. Kiang Liong terkejut. Ia harus berhati-hati. Kakek
gundul ini a mat cerdik.
“Eh, apa alasannya engkau menyangka seperti itu,
Couwsu?”
“Kalau engkau me mang jujur, mengapa kau ingin benar
menolong anak ini? Sepatutnya sebagai tanda persahabatan
engkau merela kan anak ini kepada Sin-ni. Urusan kita amatlah
besar. Urusan anak ini tida k ada artinya. Apa artinya nyawa
seorang bocah seperti ini? Nah, jawablah bagaimana
pikiranmu? Kalau kau me mentingkan anak ini, berarti kau
tidak sungguh-sungguh hendak bersekutu dengan ka mi!”
Kiang Liong terkejut dala m hatinya. Tak disangkanya kakek
gundul ini sede mikian cerdik. Ia me mutar otak mencari siasat,
namun tidak me lihat jalan lain kecuali berpura-pura tidak
mengerti dan menga lah.
“Aku hanya ingin menolong karena dia putera Paman
guruku, akan tetapi sa ma sekali bukan berarti aku me lupakan
persekutuan kita. Habis, bagaimanakah kehendakmu dengan
anak ini, Couwsu? Beritahulah dan aku tentu saja akan
menerima usulmu asalkan de mi kebaikan kita bersama,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
***
Kamar itu a mat terang dan hawanya bersih sejuk karena
jendela dan pintunya terbuka lebar menerima masuknya hawa
dan sinar matahari pagi. Hawa pegunungan amat sejuk
me masuki ruangan.
Yu Siang Ki yang rebah telentang di atas dipan mengeluh
perlahan, lalu mengerang kesakitan. Tujuh belas bagian
tubuhnya telah ditusuk jarum e mas dan perak oleh kakek
kurus yang melarikannya dari dala m kerangkeng, dan baru
saja jarum-jarum itu dicabut ke mbali.
“Aduhh....” Ia menggerak-gerakkan pelupuk mata dan kaki
tangannya yang lemas.
“Siang Ki, syukur kau telah tertolong....”
Siang Ki me mbuka matanya dan pandang matanya bertemu
dengan wajah ayu, wajah Kwi Lan! Gadis ini dengan senyum
lebar dan wajah berseri saking girangnya melihat Siang Ki
tertolong nyawanya, me megang sebuah cangkir, lalu
mende katinya.
“Siang Ki, kauminumlah obat ini.”
“Kwi Lan....! Bagaimana kita bisa berada di sini....?
Bukankah kita berdua tertawan....?” Saking herannya Siang Ki
me megang tangan Kwi Lan, menahannya me minumkan obat.
Kwi Lan tertawa. “Tiga hari tiga ma la m kau pingsan terus,
kusangka mati! Kauminum dulu ini baru bicara.” Tanpa
menanti jawaban ia me mbawa cangkir itu ke bibir Siang Ki
yang terpaksa me minum obat yang pahit dan harum itu.
“Kwi Lan, bagaima na....?”
“Hush, kau tertolong Song Yok san-jin (Orang Gunung Ahli
Obat she Song), dan puterinya, Enci Goat yang cantik manis!”
Berkata demikian, Kwi Lan menudingkan telunjuknya ke
sebelah kiri dipan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dira mpas! Saking marahnya, Kwi Lan lalu berseru nyaring dan
pedangnya kini mainkan ilmu pedang yang t iada keduanya
dalam soal keanehan di dunia ini. Siauw-bin Lo-mo yang
me mandang rendah ilmu pedang Song Goat karena segera
mengenal ilmu pedang gadis ini yang bersumber pada ilmu
pedang Kun-lun-pai, kini terbelalak heran menghadapi ilmu
pedang yang dimainkan Kwi Lan. Dala m gerakan ilmu pedang
ini ia mengena l jurus-jurus ca mpuran yang mirip ilmu pedang
dari Hoa-san-pai, tusukan-tusukan jalan darah seperti ilmu
silat Siauw-lim, pengerahan tenaga berdasarkan ilmu dari Go-
bi-san! Repot juga untuk sementara kakek ini menghadapi
ilmu pedang Kwi Lan. Akan tetapi oleh karena tingkatnya
me mang jauh lebih tinggi dan ia sudah me miliki pengala man
banyak dalam pertempuran, segera ia dapat menyesuaikan
diri dan kini ia malah berhasil mengirim tendangan ke arah
tangan Song Goat yang me megang pedang. Pedang gadis itu
terlepas dan ia sendiri terhuyung.
“Ha-ha-ha!” Siauw-bin Lo-mo sa mbil tertawa-tawa melesat
dari depan Kwi Lan ke dekat Song Goat untuk merobohkan
gadis ini, akan tetapi tiba-tiba ia terdorong oleh hawa pukulan
dari belakang yang me mbuatnya terhuyung-huyung dan
berseru heran dan kaget.
Sebagai seorang ahli, Siauw-bin Lomo mengerti betapa
hebatnya hawa pukulan itu, maka cepat ia menggulingkan
dirinya sambil mengerahkan hawa sakti dan akibat pukulan
jarak jauh itu dapat dipunahkan. Ia sela mat dari bahaya akan
tetapi mengala mi malu karena ternyata ia hampir celaka
dalam tangan seorang gadis re maja, hanya karena pukulan
jarak jauh tangan kiri Kwi Lan. Ia tidak tahu bahwa gadis itu
disa mping ilmu pedangnya yang luar biasa, juga menguasai
ilmu pukulan Siang-tok-ciang (Tangan Racun Wangi).
Song Goat yang tidak terluka, mendapat kesempatan untuk
menga mbil pedangnya kembali dan kini ia sudah maju lagi
me mbantu Kwi Lan yang sudah menerjang kakek lihai itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ohhhh....?”
“Huh! Bisanya cuma ah-eh-oh! Lakilaki maca m apa kau ini?
Tidak setia, tidak mengena l budi, malah menghancurkan hati
Enci Goat yang begitu baik! Kalau tidak ingat engkau
sahabatku, sekarang juga sudah kutusuk dadamu,
kukeluarkan hatimu!”
“Eeee-eeeh, nanti dulu Kwi Lan. Apa artinya semua ini?
Tentang tunangan itu, dalam usia setahun, bagaimana pula
ini? Sungguh aku tidak mengerti....”
“Benar kau tidak mengerti? Kau tidak tahu? Berani kau
bersumpah bahwa kau tidak tahu akan ikatan jodoh antara
kau dan Enci Goat? Bersumpahlah ka lau kau berani
menyangkal!”
“Sungguh mati a ku tidak tahu seujung ra mbut pun. Kalau
aku tahu dan me nyangkal, biarlah aku disa mbar ge ledek!”
“Huh, enak saja laki-laki bersumpah. Di hari terang seperti
ini, tiada hujan tiada angin, mana mungkin ada ge ledek?”
Siang Ki menahan senyum di hatinya yang perih. Ah, Kwi
Lan, kau tidak tahu betapa miripnya kau dengan sinar kilat
menya mbar-nyambar ketika datang-datang marah tiada ujung
pangkalnya, indah ge milang seperti kilat, namun a mat
berbahaya dan sambarannya kini sudah terasa nyeri
jantungnya.
“Sungguh Kwi Lan. Mendiang Ayahku tidak pernah bicara
sesuatu mengenai hal itu. Bagaimana kau bisa tahu akan
pertunanganku itu? Siapa yang me mberitahu kepadamu?”
Melihat sinar mata pe muda itu, Kwi Lan percaya bahwa
me mang benar Siang Ki belum tahu akan tali perjodohan yang
mengikatnya, maka dengan suara yang lebih sabar ia lalu
menceritakan pertemuannya dengan Song Hai dan tentang
cerita kakek itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
”Paman, harap kautolong isi panci besar itu dengan air dan
persiapkan perapian. Aku hendak mencari beberapa daun obat
di hutan,” kata Song Goat sambil menurunkan dan
merebahkan tubuh pemuda itu di atas sebuah bangku panjang
yang terdapat di ruangan belakang.
Pemuda itu menge luh lalu me mbuka matanya, menoleh ke
kanan kiri. Ketika me lihat dirinya rebah di atas bangku dala m
sebuah kamar yang tidak begitu bersih, ia terheran. Lebih-
lebih lagi keheranannya ketika ia melihat seorang gadis cantik
bersanggul tinggi berdiri di dekatnya dan dengan gerakan dan
tangan berkulit halus menahan dadanya, mencegahnya untuk
bangkit.
”Kau keracunan hebat. Aku berusaha mengobatimu. Kau
akan se mbuh dan bebas dari bahaya maut kalau mentaati
pesanku. Kalau kau me mbangkang kau akan mati. Kau rebah
saja di sini, jangan turun dan banyak bergerak. Aku akan pergi
mencari daun obat di hutan. Tak perlu bercerita apa-apa
dengan Paman pe milik kedai yang sibuk di dapur.” Sikap Song
Goat kasar dan ketus. Makin ketus dan kasar sikapnya ketika
me lihat bahwa la ki-laki muda ini benar-benar a mat tampan
dan sepasang matanya menge luarkan sinar le mbut tapi tajam
mene mbus jantung. Terhadap seorang pemuda sesat sahabat
dan kekasih murid Siang-mou Sin-ni, tak perlu ia bersikap
halus pikirnya.
Pemuda itu kini sudah me mbuka mata lebar-lebar dan
bibirnya tersenyum ketika dapat mengena l sikap kasar dan
ketus yang dibuat-buat itu. Ia sudah terlampau, masak dala m
pengalamannya untuk mengena l sifat wanita-wanita cantik
seperti ini!
”Ah, kiranya aku disela matkan oleh seorang dewi dari
kahyangan. Apakah engkau Kwan Im Pouwsat (Dewi Kasih
Sayang), Nona?”
Merah muka Song Goat. Sela ma hidupnya belum pernah Ia
dirayu laki-laki, apalagi ka lau laki-laki itu setampan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku a mat tidak enak hati, Nona. Kenapa kau mengira aku
seorang sesat?”
Merah wajah Song Goat teringat akan keadaan pe muda ini
dan Po Leng In yang berhadapan dalam keadaan telanjang
bulat. “Karena karena.... kau dan wanita murid Siang-mou Sin-
ni itu....“
Kiang Liong menepuk kepalanya. “Benar juga! Tentu saja
kau akan menganggap begitu. Me mang Leng In yang
berusaha menye mbuhkan aku secara itu. Dia adalah murid
Siang-mou Sin-ni dan aku terluka oleh pukulan gurunya, maka
ia berusaha menyembuhkan aku dengan cara gurunya pula.”
Pada saat itu, Si Gendut, pe milik kedai muncul dan seperti
lagak seorang perajurit ia berkata, “Perapian dan air sudah
siap!”
Song Goat mengangguk dan ketika Si Gendut itu pergi lagi,
ia berkata kepada Kiang Liong. “Kiang-kongcu, maafkan aku.
Cara pengobatan Ayahku mengharuskan engkau berenda m di
air sepanas-panasnya dicampur daun-daun obat ini. Silakan
kau masuk dulu ke dapur me mbuka.... membuka pakaian dan
merenda mkan diri di da ia m air di atas perapian. Nanti aku
menyusulmu setelah kau siap. Suruh saja Paman Gendut itu
me mberi kabar kepadaku.”
Setelah Kiang Liong keluar dari ka mar itu pergi ke dapur.
Song Goat lalu me masukkan daun-daun obat ke dalam tekoan
(cerek teh). Dari situ ia dapat mendengar suara Kiang Liong
yang halus dan tenang diseling seruan heran pemilik kedai.
Song Goat tersenyum geli. Tentu saja bagi pe milik kedai yang
belum me lihat cara pengobatan seperti ini, apa yang akan
mereka lakukan ini a mat mengejutkan dan mengherankan.
Akan tetapi ia yakin betul bahwa hanya inilah jalan satu-
satunya untuk menyelamatkan Kiang Liong daripada pengaruh
hawa beracun yang mengotori darah itu. Menurut ajaran
ayahnya, semua pukulan yang mengandung hawa beracun
dan selalu menjadi sumber ke liha ian kaum sesat, jika pukulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Uuuhh, kau tahu apa? Siluman rase tentu saja pandai ilmu
hitam. Sekali senyum dan sekali kerling, laki-la ki akan terpikat
dan disuruh apapun juga takkan me mbantah.” kata pula Si
Kakek yang tahu sega la.
“Me mang dia cantik sekali, cantik jelita dan muda dan....
galak.”
“Wah, tak salah lagi. Tentu siluman rase, pandai me mikat
hati pria, suka makan daging manusia. Ihhh....!” kata Si
Kakek.
“Ihhh....!” kata yang lain.
“Celaka, dia harus dibinasakan. Mari kita serbu, jangan
sampai dia lolos dan merebus anak-anak kita!” seru seorang
laki-laki tinggi besar yang ingat akan dua orang anaknya yang
gemuk-ge muk.
“Betul, hayo serbu!”
“Cari senjata!”
“Panggil Losuhu di kelenteng, minta jimat!”
Ramailah kini para penduduk dusun itu dan sebentar saja
mereka se mua, termasuk seorang hwesio tua kurus
berpakaian butut, berdiri di depan kedai dengan segala
maca m senjata di tangan. Ada yang me mbawa golok
penyembelih babi, ada yang me mbawa pa lang pintu, cangkul,
linggis dan sebagainya. Bahkan beberapa orang wanita yang
cukup pe mberani, karena mendengar bahwa setan itu setan
betina, ikut pula datang me mbawa pisau dapur atau besi
pengorek api!
Mereka bersemangat untuk menangkap siluman, akan
tetapi juga ngeri dan takut karena mendengar penuturan
tukang kedai betapa siluman rase itu pandai terbang
menghilang! Dipimpin oleh tukang kedai yang diikuti kakek
yang mengenal siluman dan hwesio yang dianggap suci serta
ditakuti siluman, rombongan penduduk dusun ini me masuki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar dengan taman bunga yang luas dan indah ini adalah
sebuah di antara gedung-gedung besar yang paling terkenal di
kota raja. Siapakah yang tidak mengenal keluarga Kiang ini?
Bukan Pangeran Kiang yang kaya raya ini yang banyak dikenal
orang, melainkan puteranya, yaitu Kiang-kongcu (Tuan Muda
Kiang), sebutan untuk Kiang Liong. Semua orang mengenal
Kiang-kongcu. Orang-orang gagah di dunia kang-ouw
mengenalnya karena sepak terjangnya yang gagah dan lihai,
apalagi karena dia adalah murid pendekar sakti Suling Emas!
Penjahat-penjahat mengenalnya karena takut. Penjilat-penjilat
mengenalnya karena tangannya selalu terbuka. Pemuda-
pemuda mengenalnya karena ia ramah dan pandai bergaul.
Bahkan wanita-wanita mengenalnya karena ketampanannya
dan sifatnya yang romantis sehingga banyak yang jatuh hati
kepadanya!
Dan pagi hari itu, pesta meriah diada kan di ta man bunga
rumah ke luarga Pangeran Kiang ini! Untuk keperluan apa?
Kiang-kongcu tidak tampa k berada di rumah. Juga Pangeran
Kiang dan isterinya yang sudah berusia lanjut dan tidak
bernafsu lagi untuk main pesta-pestaan, tidak hadir. Sebagai
wakil tuan rumah adalah seorang pemuda yang pakaiannya
mewah dan indah dan me mang pesta ini diada kan untuk
menya mbut kedatangannya di gedung itu. Dia berna ma Suma
Kiat dan kepada para tamu ia diperkenalkan oleh Pangeran
Kiang sebagai ana k kepona kan Nyonya Kiang yang baru
datang berkunjung setelah berpisah belasan tahun. Padahal
sesungguhnya baru pertama kali itu sela ma hidupnya pemuda
ini muncul dan mengaku sebagai putera tunggal me ndiang
Suma Hoan, kakak dari Nyonya Kiang. Muncul begitu saja,
akan tetapi isterinya, yaitu Nyonya Kiang, tidak ragu-ragu lagi
bahwa pemuda yang mengaku berna ma Suma Kiat ini benar-
benar putera mendiang kaka knya, karena me mpunyai
persamaan wajah yang tida k dapat diragukan lagi.
“Engkau benar, keponakanku...., engkau tentu putera
mendiang Kakakku...., ah, melihatmu seperti melihat dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi pada saat itu, Suma Kiat sudah datang berlari
seperti terbang cepatnya. Pemuda ini marahsekali. Ia tidak
mengenal Si Pemuda Jembel, sebaliknya ia sudah beramah-
tamah dan menerima janji-janji senyum dan kerling manis
lima orang wanita cantik itu, tentu saja tanpa pikir-pikir
panjang lagi ia sudah me mihak lima orang wanita itu.
Gerakannya aneh dan luar biasa sekali cepatnya, tahu-tahu ia
sudah terjun ke dalam pertandingan dan mengirim pukulan
hebat ke arah Yu Siang Ki.
“Suheng.... jangan....!” Kwi Lan melompat dan mengejar
kakak seperguruannya.
Akan tetapi Suma Kiat tidak me mpedulikannya dan sudah
menghanta m ke arah dada Yu Siang Ki. Ketua pengemis yang
muda ini sedang sibuk mengela k dan menangkis keroyokan
lima batang pedang dengan kebutan topinya, ketika secara
mendadak ada angin menya mbar keras sekali dari arah depan.
Belum tiba pukulannya, anginnya sudah datang menghantam
dengan hawa a mat panas! Kagetlah ia mengena l pukulan
ampuh ini. Cepat ia menangkis dengan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanan yang me megang topi juga
digerakkan mena mpar atau mengebut ke arah tiga batang
pedang yang menyambar ke arahnya.
“Wuuuuttt.... plakkk....!” Karena Yu Siang Ki me mbagi
tenaga sin-kangnya untuk mengebut pedang dan menangkis,
maka tangkisannya itu tidak dila kukan dengan sepenuh
tenaganya. Ia tidak menduga bahwa pe muda bangsawan itu
dapat melakukan pukulan yang de mikian ganas dan kuat,
maka ketika kedua lengan bertemu Yu Siang Ki merasa betapa
serangkum hawa panas mene mbus sa mpa i ke dadanya dan ia
terhuyung-huyung dengan wajah pucat!
Suma Kiat tertawa mengejek dan sudah menyambar lagi ke
depan, mengirim pukulan lebih ganas kepada Siang Ki yang
sedang terhuyung-huyung ke bela kang.
“Suheng.... mundur kau....!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal yang tidak boleh jadi, mengingat betapa Bouw Lek Couwsu
berniat keras untuk menghubungi para pe mbesar khianat.
Kwi Lan maklum bahwa ia telah me mbongkar rahasia besar
dan tentu saja hwesio ini akan berusaha keras untuk
me mbunuhnya. Bahkan mungkin ka ki tangan hwesio ini
termasuk suhengnya akan mencelakakannya. Akan tetapi
hatinya agak lega me lihat betapa tadi pukulan suhengnya
digagalkan oleh Kiang Liong. Ka lau sa mpai terjadi
pertempuran besar, yang ia khawatirkan hanya Kiang Liong
yang ia tahu memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi
daripadanya. Maka melihat sikap Kiang Liong tadi, hatinya
lega, pula dugaannya bahwa Kiang Liong ikut pula berkhianat,
kini menipis. Ia harus dapat menghalau hwesio ini lebih dulu,
pikirnya. Akan tetapi tidaklah mudah mengalahkan hwesio ini
yang sesungguhnya adalah murid kepala Bouw Le k Couwsu
sendiri.
Kwi Lan menjadi penasaran. Pertahanan hwesio itu benar
amat kuat, sukar dite mbusi pedangnya. Ia harus
menggunakan akal. Da la m satu dua detik saja ia sudah
mendapatkan a kal ini. Ka lau lawannya yang merupakan
seorang berilmu dan sudah me miliki penga la man matang
dalam pertandingan-pertandingan itu dibiarkan terus
me mpertahankan diri agaknya dala m wa ktu sela ma seratus
jurus belum tentu ia akan bisa mendapatkan ke menangan.
Jalan satu-satunya hanya me mancing agar ka kek itu
menyerang, karena pertahanan seseorang sudah pasti akan
menjadi lebih le mah jika dipergunakan untuk menyerang.
Artinya setiap serangan me mbuka lowongan atau kele mahan
dalam pertahanan.
Tiba-tiba Kwi Lan menusukkan pedangnya ke arah dada
lawan. Sengaja ia me mbuat gerakannya itu agak miring
dengan kedudukan kaki yang tidak cukup kuat. Tongkat lawan
menangkis dan Kwi Lan berseru keras dan kaget, pedangnya
terlepas dari pegangan! Yu Siang Ki mengeluarkan seruan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
***
Semua ta mu yang hadir dala m pesta penyambutan Suma
Kiat, digiring oleh pasukan pengawal istana. Setelah diperiksa,
ditanya seorang demi seorang, mereka itu tidak ada yang
mengaku kenal dengan Cheng Kong Hosiang. Bahkan se mua
menyatakan tidak mengenal Suma Kiat, dan hanya datang
hadir karena mengingat Pangeran Kiang dan terutama seka li
mengingat na ma Kiang-kongcu!
Dia m-dia m Kiang Liong berunding dengan pe mbesar yang
berwenang, lalu me mbebaskan mereka semua, akan tetapi
semenjak saat itu, gerak-gerik se mua pe mbesar ini selalu
diawasi. Ke mudian Kiang Liong menghadap Kaisar dan
menceritakan pengala mannya dalam penyelidikan gerakan
orang-orang Hsi-hsia. Kaisar menerima laporan ini dengan
sabar, kemudian menjatuhkan perintah kepada semua
panglimanya agar berusaha keras mencegah pecahnya
perang.
"Betapa pun kecilnya, perang tetap merupakan ma lapetaka
bagi rakyat. Oleh karena itu, sedapat mungkin harus
dihindarkan. Hubungilah bangsa Hsi-hsia dan selidiki apa
kehendak mereka. Kalau hanya harta benda yang mereka
kehendaki, ka mi lebih suka me ngorbankan sebagian harta
benda daripada mendatangkan ma lapetaka bagi ra kyat!"
Perintah kaisar inilah yang kela k mence lakakan Kerajaan
Sung sendiri. Karena perintah semaca m ini yang sering kali
dikeluarkan oleh Kaisar yang suka damai dan anti perang ini,
kedudukan Kerajaan Sung menjadi ma kin le mah sehingga
akhirnya tidak kuat bertahan ketika ma lapetaka tiba. Perintah
ini pula yang me mbuat bangsa Hsi-hsia yang tidak berapa
besar itu menjadi makin kuat dan kelak merupakan ancaman
yang sama besarnya dengan bangsa Khitan!
Kiang Liong kecewa sekali mendengar perintah ini. Namun
tentu saja tak seorang di antara para panglima berani
me mbangkang. Dengan hati gelisah Kiang Liong ke mba li ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Nah, apa ini tidak menjengke lkan? Aku tida k tahu apa-apa
tentang pemberontakan, tentang persekongkolan gelap. Aku
hanya suka kepada.... eh, sahabat-sahabatmu yang cantik itu.
Apalagi enci adik Chi itu. Kaubagi mere ka untukku, ya, Piauw-
heng?"
Kiang Liong mendongkol bukan main. Ia tahu bahwa adik
misannya ini me mbohong. Ia sudah mendongkol oleh sikap
Kaisar yang tidak berniat me mbasmi anca man bangsa Hsi-
hsia, kini setelah ada harapan me mperoleh keterangan
tengang ditawannya Pangeran Mahkota Khitan, Suma Kiat
me mperma inkannya. Kalau tidak ingat ibunya, ingin ia seka li
pukul merobohkan adik misan yang tidak patut ini!
"Suma Kiat!" bentaknya marah. "Ta k perlu kau berpura-
pura lagi. Aku bukan anak kecil yang dapat kaubodohi dengan
sandiwaramu. Hayo katakan, di mana adanya Pangeran
Mahkota Khitan yang ditawan oleh Bouw Lek Couwsu, di mana
markas orang-orang Hsi-hsia, kalau tidak menga ku....
hemm.... engkau tentu akan kuhajar!" Kiang Liong me langkah
maju, menga mangkan tinjunya, menganca m.
"Eh.... eh.... ohh.... Piauw-heng kaubunuhlah saja aku...."
Kembali Suma Kiat menangis menggerung-gerung! Kiang
Liong menjadi ge mas dan ma kin marah. Celaka, pikirnya,
kalau anak edan ini ma kin keras menangis, tentu akan
terdengar oleh ibunya. Lebih baik kutotok dia agar tidak dapat
banyak tingkah. Ia melangkah maju dan.... sinar putih yang
menyilaukan mata menyambarnya ketika tahu-tahu Suma Kiat
sudah mencabut pedang dan menyerangnya secepat kilat!
Kiang Liong terkejut bukan main. Serangan pedang ini
amat cepat dan dilakukan dari jarak dekat secara tak
tersangka-sangka. Untuk mencabut senjata pensilnya sudah
tidak keburu lagi, maka t iada lain jalan bagi Kiang Liong
kecuali mengerahkan tenaga gin-kang dan tubuhnya mence lat
ke belakang. Akan tetapi sinar pedang putih itu terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecil yang dari atas nampak put ih. Dengan enaknya Kwi Lan
terus berloncatan sehingga dala m wa ktu singkat ia sudah
masuk ke dala m hutan, me la mpaui lebih seratus batang pohon
besar.
Tiba-tiba ketika ia meloncat ke sebuah pohon besar, ada
bayangan hitam lebar seperti layar menyambar ke arahnya.
Cepat ia menggerakkan pedangnya ke depan, diputar sambil
mengerahkan tenaga.
“Cring-cring.... brettt....!”
Ketika ia me mandang, kiranya yang menya mbarnya adalah
sehelai jala yang dala mnya dilengkapi dengan kaitan-ka itan
baja! Ia bergidik dan marah sekali, apalagi ketika melihat lima
ekor monyet sebesar manusia, berlompatan dan
menyerangnya dari lima penjuru. Gerakan binatang-binatang
ini tentu saja a mat tangkas. Sambil cecowetan mereka
menyerbu, menggerakkan kedua lengan yang panjang
berbulu.
Kwi Lan boleh jadi pandai ilmu silat dan andaikata ia
dikeroyok di atas tanah, jangankan hanya oleh lima ekor
monyet, biar oleh lima puluh ekor monyet sekalipun ia tidak
akan gentar. Kini ia berada di atas dahan-dahan pohon yang
tentu saja merupakan “daerah” monyet. Binatang-binatang itu
tentu saja dapat bergerak lebih leluasa dan gesit. Betapapun
juga, Kwi Lan tida k kehilangan akal. Tangan kirinya sudah
merogoh saku dan sekali tangan kirinya bergerak, sinar hijau
menya mbar. Itulah jarum-jarum hijau! Lima ekor monyet itu
tak dapat mengelak dan dapat dibayangkan betapa kaget dan
heran hati Kwi Lan ketika mendengar betapa “monyet-
monyet” itu mengeluarkan suara mengaduh seperti manusia!
Kiranya mereka adalah manusia-manusia yang menyamar
sebagai monyet, agaknya untuk mengawasi daerah itu
sekalian menjadi penjaga. Setelah mendapat kenyataan
bahwa mereka itu manusia, Kwi Lan me njadi ma kin tabah.
Lima orang Itu masih berusaha bergantung pada dahan-dahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mayat itu telah mereka angkut dan masih ada beberapa orang
berkeliaran mencari-cari di se kitar te mpat itu, dengan obor di
tangan, Kwi Lan menyelinap dan berindap-indap me mbayangi
seorang tinggi besar, bangsa Hsi-hsia yang mencari sendirian
ke jurusan barat. Orang Hsi-hsia ini me mandang ke kanan kiri,
sebuah obor di tangan kiri dan sebuah golok di tangan kanan.
Ia me mbabati alang-a lang dengan goloknya, mencari-cari.
Tiba-tiba dua batang jari yang kecil na mun kuatnya laksana
baja menotok lehernya dan seketika orang Hsi-hsia itu lumpuh
dan pingsan. Bagaikan iblis sendiri bayangan Kwi Lan
berkelebat dekat, menerima obor dan golok yang terlepas dari
tangan orang Hsi-hsia itu, me mbuang golok dan menangkap
dengan korbannya, lalu me madamkan obor, menge mpit tubuh
yang gemas itu dan me mbawanya naik ke atas pohon. Ia
merasa yakin bahwa kini pohon merupakan tempat sembunyi
yang aman setelah orang-orang itu tadi mencari dengan teliti.
Makin dekat tempat pohon tumbang makin baik karena kini
mereka berpencar mencari ke te mpat yang agak jauh.
“Jawab saja dengan angguk.” bisik Kwi Lan de kat orang
Hsi-hsia yang ditawannya setelah ia menotok urat gagu orang
itu. “Kau tahu di mana Pangeran Mahkota Khitan ditawan?”
Orang itu mengge leng kepa lanya.
“Jangan kau bohong. Kalau kau mau mengantarku ke
tempat tawanan itu, kau takkan kubunuh.”
Kembali orang itu menggeleng kepala, kini dengan keras.
Ketika Kwi Lan me mandang di bawah sinar bulan yang
bersinar melalui celah-ce lah daun pohon, ia me lihat betapa
orang itu me mandang kepadanya dengan mata melotot penuh
kebencian. Sebuah muka yang me mbayangkan keras hati dan
keras kepala, sedikit pun tidak takut atau tunduk. Ia menjadi
gemas dan sadar akan keke liruannya. Mengapa ia menawan
seorang Hsi-hsia? Tentu saja, orang Hsi-hsia akan me mbela
pemimpinnya dengan taruhan nyawa, menganggap diri sendiri
seorang patriot, seorang pahlawan! Ia melihat, banyak tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan aneh gerakan kakek lihai ini. Kwi Lan berlaku hati-hati,
tidak me mberi kese mpatan kepada kakek bertangan kosong
itu untuk mende kati dirinya dengan jalan me mutar pedang ke
mana pun bayangan kaki itu berkelebat. Dengan gerakannya
yang lincah dan ilmu pedang yang ganas, untuk sementara
Kwi Lan dapat, bertahan terhadap desakan kakek ini, akan
tetapi hatinya gelisah karena ia kini sa ma sekali tidak dapat
me mbagi perhatiannya untuk melindungi Pangeran Talibu.
“Pangeran, kau larilah!” bentak Kwi Lan nyaring sa mbil
menubruk dengan pedangnya yang diputar membentuk
lingkaran panjang. Namun Siauw-bin Lo-mo sa mbil terkekeh-
kekeh dapat menghindarkan diri dan me mbalas dengan
sebuah tendangan kuat yang dipapaki sabetan pedang dengan
gemas oleh Kwi Lan. Ke mbali kakek itu dapat menghindarkan
diri. Serang-menyerang terjadi dan Kwi Lan terpaksa harus
mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap kakek ini.
Siauw-bin Lo-mo dia m-dia m menjadi ge massekali. Ia ingin
menangkap hidup-hidup nona ini, untuk diperse mbahkan
kepada Bouw Lek Couwsu sebagai tebusan tempo hari ketika
ia kehilangan gadis yang sudah menjadi tawanannya. Setelah
me layani Kwi Lan sela ma lima puluh jurus dan me lihat betapa
Pangeran Talibu juga belum dapat tertawan kembali, ia
mendapatkan akalbaik. Ia tahu bahwa orang-orang Hsi-hsia
dan para hwesio anak buah Bouw Lek Couwsu tidak berani
me mbunuh Pangeran Talibu yang merupakan tawanan
penting, dan untuk menangkap hidup-hidup Pangeran yang
nekat itu pun bukan hal mudah bagi mere ka.
“Kalian kepung gadis ini!” Tiba-tiba ia berseru dan
tubuhnya mencelat ke atas, berjungkir balik beberapa kali
me lewati kepala hwesio-hwesio jubah merah yang sudah
datang menerjang Kwi Lan, ke mudian turun di depan
Pangeran Talibu sa mbil terke keh menyeramkan.
Pangeran Talibu terkejut, cepat menusukkan pedangnya ke
dada kakek itu, Siauw-bin Lo-mo hanya miringkan tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena bukankah Kwi Lan ini murid wanita aneh yang disebut
Sian-toanio dan menjadi seorang di antara Bu-tek Ngo-sian?
Betapapun juga, guru itu tentu tidak me mbiarkan muridnya
terbunuh, apalagi di sana masih ada Suma Kiat, suheng gadis
itu yang menurut penglihatannya, mencinta Mutiara Hita m.
Dan dia sendiri masih ada dan masih hidup. Ia tidak akan
me mbiarkan Mutiara Hita m terbunuh! Heeii, apa pula ini?
Kiang-Liong ingin mena mpar kepa lanya sendiri, akan tetapi
kedua tangannya terbelenggu sehingga ia hanya dapat
menarik napas panjang dan ke mbali me lirik ke arah Kwi Lan.
Sejak tadi ia memperhatikan Kwi Lan dan makin dipandang,
makin jatuh hatinya. Entah bagaimana, gadis itu seakan-akan
me mpunyai hawa yang menyedot dan menarik perhatiannya,
ke mudian menimbulkan rasa suka dan cinta yang belum
pernah dirasakannya terhadap gadis lain. Ia memang selalu
suka akan gadis cantik, akan tetapi rasa suka ini seperti rasa
suka seseorang akan benda-benda indah, akan bunga-bunga
harum, tidak pernah lebih mendala m daripada itu. Kini ia
me mpunyai rasa suka dan cinta yang lain terhadap Mutiara
Hita m. Seperti ada dorongan dalam hati bahwa ia harus
me mbe la gadis ini, harus menolongnya, dan kalau perlu
mengorbankan nyawa sendiri untuknya! Kalau biasanya
terhadap gadis-gadis cantik yang pernah menjadi kekasihnya
ia ingin mendengar pengakuan cinta gadis itu kepadanya, kini
sebaliknya. Ia ingin menyatakan cinta kasihnya kepada gadis
ini! Alangkah akan bahagia rasa hatinya kalau gadis ini mau
menerima cintanya!
“Kiang Liong, kau sudah gila....!” Pikiran ini tanpa ia sadar,
ia ucapkan melalul mulutnya sehingga semua tahanan, kecuali
Pangeran Talibu, me mandang kepadanya dengan penuh,
keheranan termasuk Kwi Lan.
“Orang yang gila tidak a kan mengaku gila!”, tiba-tiba Kwi
Lan berkata, suara nya mengejek. Memang gadis ini sedikit
banyak merasa ge mas kepada Kiang Liong. Bukankah Puteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Srattt....!”
Begitu goloknya tercabut, golok itu sudah terbang terlepas
dari tangannya. kaget sekali. Ia hanya melihat sinar
menya mbar dari tangan kakek bertopi tinggi, bertubuh kurus
dan berwajah angkuh. Kiranya sinar itu adalah sehelai tali
pancing yang sudah melibat goloknya dan pancingnya
menganca m tangannya yang memegang golok sehingga
terpaksa ia lepaskan dan golok itu terbang, kini terpegang
kakek yang sama sekali tidak tersenyum itu! Hebat bukan
ma in! Biarpun pera mpasan golok terjadi di kala ia lengah dan
tidak menduga na mun melihat ini saja sudah menimbulkan
keyakinan bahwa ka kek ini benar-benar seorang lawan yang
amat tangguh! Ia mengharapkan gerakan bantuan Kwi Lan,
akan tetapi gadis ini sama sekali tidak bergerak, bahkan
me mandang ke arah wanita berkerudung dengan kening
berkerut gelisah.
“Kwi Lan, apakah engkau hendak melawan aku?” Wanita
berkerudung itu bertanya, suaranya dingin seperti suara dari
balik kubur, me mbuat bulu tengkuk Hauw La m mere mang.
Kwi Lan menggeleng kepala. Ia bukan tidak berani,
sungguhpun ia tahu percuma saja melawan gurunya ini,
me lainkan tidak mau. Kalau ia pernah melawan ketika gurunya
hendak me mbunuh Siang Ki, hal ini lain lagi. Kini tidak ada
siapa-siapa yang harus ia bela, maka untuk dirinya sendiri
tentu saja ia tidak mau me lawan gurunya yang betapapun
juga sudah berlaku a mat baik terhadap dirinya, seperti
seorang Ibu sendiri. Apalagi ka lau diingat bahwa guru ini
adalah bibinya, bagaimana ia dapat melawannya?
Pak-sin-ong berkata kepada Hauw La m, “Orang muda, kau
benar-benar tak takut mampus, berani me mbikin huruhara di
sini. Kalau kau menyerah, kau akan kuhadapkan Bouw Lek
Couwsu dalam keadaan hidup seperti dikehenda kinya, kalau
me lawan, terpaksa kuhadapkan sebagai mayat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ka mi menolak!” seru Puteri Mimi. “Aku pun menola k!” kata
Yu Siang Ki.
“Aku suka me nurut Subo, akan tetapi me mbantumu? Aku
menolak!” kata Kwi Lan.
“Nah, Bouw Lek Couwsu, kau boleh bunuh kami. Jawaban
kami sudah jelas!” kata Kiang Liong.
Kembali hening sesaat. Wajah Bouw Lek Couwsu keruh
sekali. Dia sudah menduga akan kekerasan hati orang muda
ini, akan tetapi tidak mengharapkan jawaban ini. Apa
untungnya kalau mereka ini mati? Ruginya jelas. Khitan akan
me musuhinya, para pendekar akan memusuhinya, para
pengemis baju butut akan me musuhinya. Tiba-tiba
keheningan dipecahkan suara Hauw la m.
“Haii!, Bouw Lek Couwsu! Aku kok tidak ditanya? Apa aku
bukan orang?” Hauw La m berteriak-teriak.
Akan tetapi, Bouw Lek Couwsu tidak me mpedulikan Hauw
Lam, sebaliknya berkata kepada Kiang Liong, suaranya penuh
ancaman, “He mm, kaukira begitu enak hukumannya? Sebelum
mati kalian harus menyakslkan dan menderita siksaan batin.
Terlalu sayang kalau dua orang gadis jelita itu dibunuh begitu
saja.” Bouw Lek Couwsu menoleh ke arah Bu-tek Siu-la m dan
berkata, “Kau me milih yang mana?”
“Heh-heh, biar hita m, mutiara na manya. Tetap cemerlang
dan indah, tentu saja aku me milih dia.”
“Baik, biar Sang Puteri untuk pinceng. Nah, kau mulailah,
seperti kita sudah setujui, kita harus berani melakukan di
depan semua orang.”
Bu-tek Siu-la m tertawa terkekeh-kekeh matanya
me mandang ke arah Kwi Lan, menjelajahi tubuh gadis itu
dengan pandang mata lahap dan haus.
“He, dengar kalian ini pimpinan orang-orang Hsi-Hsia. Kau
Bouw Lek Couwsu, dan kalian Bu-tek Ngo-sian! Di mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hwesio jubah merah robek dan putus tali kolornya. Tentu saja
dua orang hwesio itu kededoran dan tersipu-sipu mundur
untuk me mbenarkan celananya yang robek. Kakek cebol itu
tertawa bergelak dan tubuhnya ke mba li berkelebatan di antara
sinar senjata para pengeroyoknya yang amat banyak.
"Hayo Bouw Lek Couwsu, lepaskan celana mu!" ke mbali
kakek cebol itu tertawa dan menerjang. Ia tidak pedulikan
para hwesio yang menghalanginya. Dengan lincahnya ia
me lejit dan me nyelinap, tahu-tahu ia sudah berhadapan lagi
dengan Bouw Lek Couwsu. Kalau tadi ia belum berhasil adalah
karena selain Bouw Lek Couwsu sendiri a mat liha i, kakek
pemimpin Hsi-hsia ini dibantu pula oleh Siauw-bin Lo-mo. Kini
menghadapi kakek cebol seorang diri, Bouw Lek Couwsu
menjadi pucat dan marah. Tongkat kuningnya yang berat
digerakkan menghantam tubuh Bu-tek Lo-jin.
"Desss....!" Dan Bouw Le k Couwsu me longo. Jelas tadi ia
me lihat tongkatnya secara tepat menyambar tubuh cebol itu,
akan tetapi mengapa kini hanya tanah saja yang dihantamnya
dan ke mana perginya Si Cebol? Tiba-tiba terdengar bunyi kain
robek dan Bouw Lek Couwsu cepat memba likkan tubuh karena
merasa tubuh belakangnya dingin. Kiranya Bu-tek Lo-jin sudah
berdiri di belakangnya dan ketika Bouw Lek Couwsu meraba
tubuh belakang, celananya di bagian belakang sudah robek
lebar sekali sehingga na mpa k buah pantatnya yang besar
menghita m!
"Ha-ha-ha-ha, persis pantat monyet, ha-ha-ha," Bu-tek Lo-
jin tertawa terbahak-bahak.
Bouw Lek Couwsu marah bukan main. Murid-muridnya
sudah mengurung dan mengeroyok lagi kakek cebol itu dan
seorang murid datang me mbawa celana baru yang cepat
dipakai oleh Bouw Lek Couwsu. Kemudian sambil menggigit
bibir saking marahnya, ia me mutar tongkatnya lagi menerjang
Si Kakek Nakal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkema k-ke mik seperti bicara kepada diri sendiri. Melihat ini,
Kwi Lan me lanjutkan.
“Tida k ada gunanya, Suheng. Kau dapat me ma ksaku
sekarang, akan tetapi kau takkan dapat menjadi mantu Ratu,
tidak menjadi pangeran, mela inkan besok kau menjadi mayat
yang hancur lebur dagingnya. Lebih baik kita bicara baik-baik,
kaubebaskan aku.”
Akan tetapi tiba-tiba wajah itu tersenyum-senyum lagi,
seakan telah mendapat sebuah pikiran baru, kemudian Suma
Kiat tertawa, “Ha-ha-ha, tidak bisa kau me mbunuh a ku.
Kaukira a ku begitu tolol me maksa mu menjadi isteri ma la m ini
dan besok kubebaskan? Ha-ha, salahmu sendiri kau me mbuka
rahasia dan rencanamu. Kalau kau tadi tidak bicara, tentu
ma la m ini kau kujadikan isteri dan besok kubebaskan. Tapi
pikiranmu busuk seka li. Biar mala m ini sudah menjadi isteri,
besok hendak me mbunuh dan mencincang tubuhku. Iihh,
isteri maca m apa ini? Aku t idak akan me mbebaskanmu, Kwi
Lan. Tiap tujuh jam kau kutotok ke mbali dan setiap saat kau
akan kupaksa menjadi isteriku sa mpai.... ha-ha-ha, sampai
kau mengandung! Nah, kalau kau sudah mengandung, baru
kubebaskan. Setelah kau mengandung keturunanku, masa kau
masih mau me mbandel!”
Sesak jalan pernapasan Kwi Lan. Ia merasa ngeri dan bulu
tengkuknya mere mang. Alangkah akan ngeri dan sengsaranya
kalau rencana gila ini dilaksanakan. Dan sesungguhnya, kalau
dilaksanakan ia tida k akan dapat berbuat sesuatu! Ia akan
hidup seperti mayat, makan dipaksa, minum dipaksa, lalu
diperkosa sesuka hati, dan baru akan dibebaskan kalau sudah
mengandung. Celaka! Hampir ia menjerit saking ngeri dan
cemasnya. Apa akal sekarang? Teringatlah Kwi Lan akan
keadaannya ketika terancam oleh Bu-tek Siu-la m di ka mar
tahanan. Teringat ia akan aka l Hauw La m yang cerdik yang
berdaya upaya sedapat mungkin untuk menyela matkannya.
Hauw La m, Si Berandal! Ah, terbayang wajah sahabat baik ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
***
Pagi hari itu kota Kang-hu kebanjiran.... pengemis! Dari
segenap penjuru kota berbondong-bondong datang para
pengemis, bahkan banyak pula datang dari luar kota. Berita
telah tersiar luar, berita yang amat aneh, yang menarik
perhatian bukan saja para pengemis baju kotor, bahkan para
pengemis baju bersih, golongan kaum sesat, dan para tokoh
kang-ouw juga tertarik. Maka pada hari itu, kota Kang-hu
tidak hanya kebanjiran kaum penge mis, bahkan bermaca m
orang kang-ouw datang berkunjung. Berita apakah yang
begitu menarik? Bukan lain ada lah berita penantangan Yu
Kang Tianglo kepada Suling Emas! Sha-gwee Cap-go. Bulan
tiga tanggal lima belas, itulah harinya!
Perkumpulan penge mis Khong-sim Kai-pang sudah
me mpersiapkan panggung besar di depan rumah
perkumpulan. Sebuah panggung dari papan yang luas, yang
biasa disebut panggung te mpat pibu (adu silat). Yu Siang Ki
atau Yu-pangcu sendiri yang mengatur segalanya, sesuai
dengan pesan Suling Emas. Dan mala m tadi Suling Emas
sudah datang, kini berada di dala m rumah perkumpulan,
mengenakan pakaian ta mbal-ta mbalan. Bagi mereka yang
mengerti duduknya persoalan, menjadi tegang dan gelisah. Yu
Kang Tianglo sudah meninggal dunia dan yang kini
menggunakan na ma Yu Kang Tianglo adalah Suling Emas
yang sebenarnya, menantang Suling Emas palsu! Yu Kang
Tianglo tidak ada dan kini berarti Suling Emas tulen
berhadapan dengan Suling Emas palsu, atau lebih tepat, Yu
Kang Tianglo palsu berhadapan dengan Suling Emas palsu!
Yu Siang Ki sendiri yang menya mpaikan surat tantangan
dari “Yu Kang Tiang-lo” kepada “Suling Emas” di Le mbah Ang-
san-tok di Gunung Heng-tuan-san, dan mendapat jawaban
siap oleh “Suling Emas” bahkan menentukan ja mnya di waktu
pagi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diculik oleh Enci Sian Eng yang me mbunuh perawat itu. Pada
waktu itu tidak ada seorang pun tahu siapa penculiknya, tahu-
tahu Si Perawat itu mati dan kau lenyap. Betapa sengsara
hatiku, betapa selama belasan tahun hatiku tersiksa. Sudah
kuperintahkan se mua panglima ku untuk pergi me ncari,
menyelidiki, na mun hasilnya sia-sia belaka, kini kau datang....
Anakku, kenapa kau bersikap begini....? Aku ibumu, ibu yang
me lahirkanmu, aku.... betapa rinduku.... ah, Anakku....“
Melihat wanita itu menangis terisak-isa k, Kwi Lan me njadi
terharu. Akan tetapi ia masih marah dan dua macam perasaan
ini mengaduk hatinya, me mbuat ia le mas dan akhirnya ia
menjatuhkan diri di bangku lalu menangis tersedu-sedu,
menutupi muka dengan kedua tangan. Air matanya mengalir
keluar me lalui celah-ce lah, jarinya.
Ratu Yalina bangkit berdiri, mengha mpirianaknya. Ia tahu
bahwa anak ini me miliki watak aneh dan keras sekali, tidak
kalah oleh wataknya dahulu ketika muda. Betapapun inginnya
ia me meluk, ia menahan hati dan ingin me mecahkan
persoalan yang mengganggu hati puterinya lebih dahulu.
“Ada apakah, Anakku? Engkau agaknya bingung dan
marah. Ada apakah?”
“Ibu.... Ibu terlalu! Sudah menyia-nyiakan hidupku
sehingga terpaksa aku hidup seperti setan bertahun-tahun
la manya di istana bawah tanah, kini setelah aku dewasa,
tanpa bertanya-tanya Ibu.... menjodohkan aku dengan iblis
jahanam maca m Suma Kiat! Begini bencikah Ibu kepadaku?”
Ratu Yalina mau tak mau tersenyum geli di balik
keharuannya. Ia memegang pundak Kwi Lan, dengan halus
berkata, “Tidak, Anakku. Aku sa ma sekali tidak me mutuskan
tentang perjodohanmu. Memang Suma Kiat bilang bahwa
mendiang ibunya berpesan begitu. Akan tetapi aku tidak akan
menga mbil keputusan mengenai perjodohanmu dengan
siapapun juga. Tentang perjodohan kuserahkan kepadamu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Li! Suling Emas juga mengena l dua orang kakek ini.
Hatinya tidak enak. Dua orang kakek ini terkenal tukang bikin
ribut, seperti Bu-tek Lo-jin. Hanya bedanya kalau Bu-tek Lo-jin
suka melucu dan tida k mau berlaku jahat, adalah dua orang
kakek ini tidak peduli apakah perbuatan mereka termasuk baik
ataukah jahat. Cepat ia bangkit menyambut dan menjura.
“Sela mat datang di Khitan, Ji-wi Sian-ong (Sian-ong
Berdua). Sila kan duduk.”
“Ha-ha, Suling e mas, kau ma kin gagah saja. Kabarnya kau
menjadi sua mi Ratu Khitan. Ha-ha, kionghi-kionghi (sela mat)!
Tidak usah duduk. Aku dan Pek-bin-twako ini datang hanya
karena ditangisi murid ka mi, Siangkoan Li ini. Ka mi datang
hendak me minang Mutiara Hitam!” kata La m-kek Sian-ong
sambil menunjuk muridnya yang sudah menjatuhkan diri
berlutut ke arah keluarga tuan ruma h.
Suling Emas terkejut. Benar, saja dugaannya. Dua orang
kakek ini datang untuk me mbikin ribut. Memang benar mereka
baru datang dan tidak tahu bahwa puterinya telah dijodohkan
dengan Hauw Lam, na mun cara mereka datang ini je las
menantang keributan. Biarpun ma klum akan kelihaian mereka
berdua, namun pendekar sakti ini tida k takut. Dengan hormat
ia menjawab.
“Mutiara Hitam adalah puteriku. Banyak terima kasih saya
ucapkan atas kecintaan Ji-wi Sian-ong dan kehormatan yang
diberikan, akan tetapi hendaknya maklum bahwa baru saja
anakku ini telah dijodohkan dengan pe muda la in.”
Siangkoan Li mengangkat muka, me mandang ke arah Kwi
Lan yang juga me mandang kepadanya. Wajah yang tampan
itu kelihatan merah, dan matanya bergerak-gerak menyapu
mereka yang hadir. Dia m-dia m Kwi Lan merasa heran karena
sikap pe muda ini berbeda jauh se kali dengan dahulu, biarpun
masih pendia m dan serius, na mun matanya liar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/