JILID 1
MAO-MAO-SAN (Gunung Mao-mao) menjulang tinggi
sekitar empat meter dan puncaknya menembus awan."
Gunung ini terletak di sebelah dalam Tembok Besar, di
dekat perbatasan sebelah utara Propinsi Gan-su dan
Mongo-lia Dalam. Biarpun pegunungan ini terletak di
perbatasan, namun pegunungan ini tidak sepi benar.
Kota Tian-ju dan Gu-lang terletak di kakinya sebelah
barat dan utara, sedangkan dl kaki baglan timur terdapat
kota Jing-tai. Pegunungan Inl mempunyal tanah yang
subur, maka di kaki pegunungan dan di lereng-lereng
bagian bawah terdapat banyak dusun pertanian di mana
rakyat petani hidup cukup makmur, dalam arti kata tidak
pernah kekurangan makan. Akan tetapl di bagian lereng
sebelah atas sampal ke puncak, Mao-mao-san jarang
dikunjungi orang karena daerah ini penuh dengan hutan
belantara yang dihuni banyak binatang buas. Para
pemburu binatangpun hanya berani mencari untung
sampai di lereng pertengahan saja. Cerita tahyul beredar
di kalangan rakyat petani bah wa di dekat puncak Maomao-san terdapat seekor naga siluman yang amat jahat.
Kabarnya banyak pemburu yang beranl naik lebih tinggi,
2
seperti
cermin-cermin.
Mata
dapat
menikmati
pemandangan yang amat indah. Telinga juga dapat
menikmati suara-suara merdu, kicau burung, desah
angin di puncak-puncak pohon, gemercik air. Hidung juga
dapat menikmati aroma yang amat segar, sedap dan
alami. Bau hutan, bunga, tanah basah, semua itu
demikian dekat dan dikenal penciuman kita. Udara
demikian sejuk segar, mengalir deras memenuhi paruparu, membawa kesehatan dan kenyamanan perasaan.
Indah dan nikmatnya hidup ini!
Di lereng bawah puncak yang amat sunyi itu dan yang
hampir tidak pernah dikunjungi orang, pada pagi hari itu
terjadl hal yang tldak seperti biasanya. Terdapat seorang
lakl-lakl berjalan seorang dlri menuruni puncak! Lakl-laki
itu melangkah seperti di luar kesadaran nya. Dia seolah
bersatu dengan alam di sekitarnya, matanya melahap
semua yang tampak, mata yang bersinar penuh bahagia,
mulutnya tersenyum. Pada saat seperti Itu, dia seperti
kehilangan jati dirlnya karena sudah bersatu dengan
alam. Dia adalah bagian dari pohon-pohon Itu, bagian
dari ratusan burung yang terbang di angkasa, bagian dari
sekumpulan kupu-kupu yang mencari madu diantara
bunga-bunga, sebagian dari embun yang masih
bergantung di ujungujung daun. Dia ber hentl melangkah.
Di depannya terdapat sebuah jurang ternganga. Di
bawah kaki nya, sinar matahari membentuk bayangbayang memberi gairah kehidupan kepada segala
sesuatu. Orang itu agaknya baru sadar akan dirinya dan
dlapun menghirllp napas dalam-dalam sehingga dada dan
perutnya mengembang. Seperti dengan sendirinya dia
berdongak ke langit, dan mulutnya berbisik.
"Terpujilah nama Yang
menclptakan semua inl."
Maha
Kasth,
yang
11
Pada saat itu, Ouw Kan juga meng angkat togkat ular
cobranya dan. ber-teriak "Kembali kepadaku!" Tongkapya
ditudingkan ke arah buntalan yang sedang melayang ke
arah Ali Ahmed dan tlba-tiba saja buntalan itu beralih
arah, kini melayang ke arah Ouw Kan.
Ali Ahmed mengeluarkan suara menggeram. Tongkat
bambu di tangan kanannya tetap menuding ke arah
buntalan dan kini tongkat itu bergetar keras.
"Ke sini!" bentaknya . dari buntalan kain kuning ini
kembalt beralih arah, membalik ke arah kakek bersuku
bangsa Hui itu.
"Ke sini!" berrtaky Ouw Kan dan tong-kat ular
cobranya Juga tergetar hebat. Kini buntalan itu bergerak
ke kanan kirl seolah-olah terbetot oleh dua
kekuatandahsyat yang memperebutkanhya.
Tiong Lee Cin-jin yang menonton adu kekuatan sihir
ini tersenyum.
"Sungguh sayang sekali!" katanya lirih akan tetapi
suaranya mengandung ke kuatan sehingga dapat
terdengar jelas 61eh dua orang yang sedang
memperebutkan buntalan kain kuning dengan mengadu
tenaga sihir itu. "Kalian telah bersusah payah membuang
waktu bertahuntahun untuk menghimpun tenaga sakti.
Ternyata hari ini tenaga sakti itu hanya ka lian
pergunakan untuk menuruti nafsu Setan! Tidak sadarkah
kalian bahwa begitu kalian menuruti keinginan, berarti
kalian telah membiarkan diri dicengkerarn nafsu setan
dan akan menjadi permainannya? Sadarlah, wahai
kedua orang saudaraku, sebelum terlambat terjebak
bujukan iblis yang akan menyeret kalian ke dalam dosa
12
dan kesengsaraan!"
Mendengar ucapan Tiong Lee Cin-jin itu, kedua
orang seperti melepaskan bun-talan yang mereka
perebutkan sehingga buntalan itu meluncur ke bawah dan
jatuh ke atas tanah di depan Tiong Lee Cin-jin yang
sudah duduk bersila di atas rumput.
"Tiong Lee Cin-jin, kata-katamu menyesatkan. Aku
ingin mendapatkan kitab-i^ kitab untuk menemukan cara
menyempurnakan diri mencapai penerangan dan
kebahagiaan sejati!" kata Ouw Kan.
"Aku juga ingin mendapatkan ilmu agar kelak aku
dapat masuk sorga!" kata Ali Ahmed. "Aih, saudarasaudaraku yang baik!
Insaflah akan kesesatan kalian. Sadarilah bahwa
semua pelajaran dalam agama apapun juga pada
dasarnya sama, yaitu membiarkan jiwa yang rindu
kepada sumbernya seperti air rindu kepada samudera,
melalui pikiran, ucapan dan perbuatan yang baik dan
benar, yang sifatnya membangun tidak meruntuhkan,
menjaga tidak merusak, membahagiakan dan tidak
menyengsarakan sesama hidup. Kita mempersiapkan diri
setiap saat untuk menjadi alat yang membantu pekerjaan
Kuasa Yang Maha Mulia pencipta alam semesta dan
semua isinya. Bagaimana kita dapat melaksanakan
semua ini? Melalui hati akal pikiran? Tidak niungkin. Hati
akal pikiran telah dijadikan sarang nafsu setan yang
selalu ingih mendapatkan sesuatu. Apakah itu harta, atau
nama besar, atau juga yang diinginkannya itu yang
dinamakan kesempurnaan, sorga dan sebagainya lagi,
semua itu sama saja. Yang diinginkan hati akal pikiran itu
ada lah yang diinginkan nafsu setan, yaitu kesenangan!
13
34
36
JILID 2
"Belang, cepat klta turun, klta kemball!" Anak Itu
menendang-nendang dengan kakinya ke perut kerbau.
Akan tetapi dia melihat anak kerbau itu berloncatan dan
berlari memasuki hutan.
"Heii, Kecil! Cepat kembali, jangan masuk ke sana!"
teriaknya dan dia melompat turun dari punggung
kerbaunya dan berlari mengejar anak kerbau yang
berloncatan dan berlari masuk ke dalarn hutan seperti
anak kecil yang manja dan nakal.
Tiba-tiba anak yang mengejar' kerbaunya itu
terbelalak dan tersentak, berhenti darl larinya,
memandang dengan wajah |pucat ke depan. Tangan
kirinya masih menggapai ke depan untuk memanggll
kerbaunya dan tangan kanannya menutup mulut agar
tidak mengeluarkan teriakan. Apa yang dilihatnya
mendatangkan kengerian hebat dalam hatinya.
Selagi anak kerbau itu berloncatan, tiba-tiba dari atas
pohon besar yang tumbuh di situ, meluncur kepala seekor
ular yang luar biasa besarnya. Ular itu tergantung pada
dahan pohon, tubuhnya yang besar itu terjulur ke bawah
dan moncongnya yang terbuka lebar itu me nyambar dan
menggigit leher anak kerbau yang mengeluarkan suara
39
42
bagalmana?
Engkau
harus
pulang,
46
49
50
terserang penyaklt dan me-nlnggal dunia secara berturutturut. Yang selamat hanya' Thlan Liong dan nenek nya,
yaitu Nenek Souw ibu dari
mendi-ang Souw Ki. Sejak itu, dalam usia lima tahun,
Thian Liong hidup bersama neneknya. Nenek Souw yang
sudah amat itu bekerja keras untuk dimakan berdu^
aengan cucunya. Ia bekerja sebagai tukang cuci pakaian
di rumah keluarga Lu-rah Coa, dan setelah Thian Liong
beru-sia delapan tahun, Nenek Souw minta-kan
pekerjaan untuk cucunya itu kepada sang lurah.
Kebetulan lurah itu baru me-nyita seekor kerbau dari
seorang warga dusun yang tidak mampu membayar hutangnya, maka Thian Liong diberi peker-jaan
menggembala kerbau itu. Sebelumnya, Lurah Coa tidak
memelihara? kerbau karena dia telah iriempunyai banyak
buruh tani yang bekerja di sawah dan tidak memerlukan
kerbau lagi.
Kerbau itu dipelihara dengan baik o-leh Thian Liong,
gemuk dan sehat. Thian Liong amat menyayang kerbau
itu dan lebih-lebih lagi ketika kerbau itu melahirkan
seorang anak kerbau. Karena Itu, dapat dlbayangkan
betapa sedlh dan ju-ga takut rasa hatl Thlan Llong
menghadapi kemarahan Lurah Coa ketika ker-baunya
yang kecil dimakan ular raksasa. Dia amat
mengkhawatirkan nasib nenek-nya. Apalagi kalau
neneknya sampai dihukum, bahkan baru dipecat saja
kehl- i dupan mereka berdua akan terancam bahaya
kelaparan!
Lurah Coa menjadi marah sekali ke-tika dia dilapori
bahwa Thian Liong pu- jj lang tanpa anak kerbaunya. Dia
segera melangkah keluar dan matanya terbuka ? lebar,
.mukanya menjadi kemerahan keti- | ka dia rhelihat Thian
53
58
62
masih
belum
66
Tiong Lee
Cln-jin
mengangguk-angguk dan
tersenyum. Dia sudah merasa bahwa anak ini berjodoh
dengannya dan amat baik kalau menjadi muridnya.
"Baiklah, engkau boleh ikut denganku, Thian Liong."
"Terima kasih, suhu!" Thian Liong lalu bangkit dan lari
menghampiri jenazah Nenek Souw dan berlutut di
sampingnya. "Nenek, perkenankan aku ikut dengan su-hu
Tiong Lee Cln-jin. Jangan khawatir, nek, jenazahmu akan
diurus sebaiknya oleh Lurah Coa. Selamat tinggal, nek."
Setelah mencium muka neneknya, dia lalu bangktt dan
berlarl mengejar Tlonga ' Lee Cln-jin yang sudah berjalan
mening-galkan pekarangan itu.
Lurah Coa mengikuti mereka dengan pandang
matanya sampai dua orang itu tak ta,mpak lagi. Dia lalu
inemerintah-kan orang-orangnya untuk mengurus jenazah
Nenek Souw baik-baik dan dia ma-suk ke dalam rumah
untuk mengobati lu-ka-Iuka lecutan di tubuhnya.
Semenjak hari Itu, Lurah Coa berubah sama sekali. Dla
berubah menjadi seorang lurah yang baik dan kehidupan
rakyat di du-sun itu menjadi benar-benar sejahtera dan
berbahagla. Dua belas orang jagoan Itu kinl menjadi
sahabat rakyat, menja-di penjaga keamanan dalam arti
yang sebenarnya. Setelah mengubah sama sekali jalan
hidup mereka, kini mereka mendambakan suatu
kebahagiaan yang tak pernah mereka rasakan
sebelumnya. Mereka merasa aman tenteram dalam hidup mereka, slkap dan pandang mata se-mua peududuk
terhadap mereka demiki-an ramah tulus dan hormat
yang tidafc dibuat-buat. Baru sekarang mereka
merasakan betapa membikin senang orang lain jauh lebih
menyenangkan daripada membikin susah orang lain.
67
***
Setelah berpuluh tahun berada dalam kekacauan dan
pertentangan karena Ci-na dikuasai Lima Dinasti yang
saling berperang dan berebutan kekuasaan, akhirnya
pada tahun 960 lahirlah Dinastl Sung yang berhasil
mempersafukan Cina kembali. Pendiri Dinasti Sung
adalah seorang panglima dari ,satu di antara dinastidinasti yang pada jaman Lima Di-nasti berkuasa di Cina,
yaitu Dinasti Chou. Panglima ini bernama Chao Kuang
Yin. Panglima Chao Kuan Yin ini men-Jadi kaisar yang
mendirikan Dinasti Sung dengan cara yang unik, a"eh dan
lucu. Pada masa itu, Dinasti CHou membutuhkan
seorang yang tepat untuk menjadi kaisar karena
kaisarnya yang sudah tua berada dalam keadaan sakit
payah. Yang ditunjuk sebagai penggantinya adalah seorang pangeran yang masih kecil, seorang anak-anak!
Hal ini mendatangkan rasa penasaran dan tidak puas
dalam ha-ti para perwira, Mereka lalu diamdiam '
mengadakan perundingan dan mengada-kan pemilihan
siapa kiranya yang pantas diturijuk untuk menjadi kaisar
baru. Me-reka dengan suara bulat memilih Pangli-ma
Chao Kuang Yin yang mereka kenal sebagai seorang
panglima besar ahli pe-rang yang pandai dan yang juga
bijaksa-na dalam pergaulannya dengan para pembesar
lainnya.
Pada suatu malam, selagi Panglima Chao Kuang Yin
masih tidur, para per" wira bawahannya dan para pejabat
tinggi memasuki kamarnya dan membangunkannya.
Panglima itu terbangun dan merasa kaget dan heran
sekali
melihat
para
per-wira
dan
pembesar
mengerumuninya.
68
JILID 3
Terdengar hiruk pikuk seperti barang-barang
dibanting. Hong Yi cepat menuju ke ruangan depan.
Dilihatnya Lu-ma berdiri di sudut ruangan dengan muka
pucat ketakutan. Dua orang laki-laki berusia antara tiga
puluh sampai empat puluh tahun sedang mengamuk
membantingi kursi dan bangku sehingga kaki kursi dan
bangku itu patah-patah.
"Hentikan itu!" bentak Hong Yl lantang. "Apa yung
kalian lakukan Itu?"
"Hong Yi, jangan masuk. Pergilah darl slni!" Lu-ma
78
83
85
88
besar. '
'"Ya, apa artinya kami mempunyai seorang sesepuh
kalau tidak mau bertindak melihat kami diperhina orang?
Ataukah Ban-twako merasa takut melawan gadis hina
ini?" teriak pula Si gendut pendek.
Mendengar ucapan dua orang itu, Ban Hok merasa
panas hatinya juga.
"Baiklah, aku akan membalaskan keka-lahan kalian.
Akan tetapi aku tidak mau mencederai seorang
perempuan. Nona, mari kita main-main sebentar. Hendak
kulihat sampai di mana kelihaianmu!" Se-telah berkata
demikian, Ban Hok melang-kah maju menghampiri Hong
Yi dan memasang kuda-kuda dengan kedua kaki
terpentang lebar, kedua tangan membentuk cakar dan
bergerak-gerak menyilang. Jari-jari tangannya yang
membentuk cakar itu mengeluarkan bunyi krek-krek!
Hong Yi waspada. la maklum bahwa sekali ini ia
menghadapi seorang lawan tangguh. lapun memasang
kuda-kuda miring, tangan kanannya di pinggang, tangan
kiri seperti menyembah di depan dada. Inilah pembukaan
jurus yang disebut Menyembah Kwan Im Dengan Satu
tangan'.
"Aku tidak ingin berkelahi, akan teta-pi kalau diserang,
terpaksa aku membe-la diri," katanya tenang.
Tiat-jiauw-eng Ban Hok maklum bahwa gadis itu tidak
mau mulai menyerang lebih dahulu, maka diapun
berseru, "Li-hat seranganku!" dan diapun menerjang
maju, cakar kirinya mencengkeram ke arah pundak
kanan gadis itu. Namun dengan cekatan sekali Hong Yi
93
yang
Hong Yl terkejut mendengar inl. "Nanti dulu, Tiongko. Harap engkau su-ka duduk dulu...." Hong Yi melihat
betapa pemuda itu melirik ke arah para ga-dis penghibur
dengan alis berkerut dan tahulah ia mengapa pemuda itu
tergesa-gesa hendak pergi. la membei isarat kepada
empat orang gadis itu untuk me-ninggalkan ruangan
tamu. Empat orang gadis itu mengerti dan sambil
tersenyum sinis mereka lalu meninggalkan ruangan .
tamu dan memasuki ruangan dalam.
"Silakan, Tiong-ko. Silakan duduk dulu, Aku akan
bicara dengan Bibi Lu-ma sebentar." Hong Yi bertepuk
tangan dan muncullah seo.rang pelayan wanita setengah tua. "Bibi, hidangkan minuman dan makanan kering
untuk tamu!" Setelah mengangguk lagi kepada Si Tiong,
Hong Yi lalu menarik tangan Lu-ma, diajak masuk ke
dalam kamarnya.
"Bibi, telah terjadi hal yang aneh dan luar biasa sekali
padaku!" kata Hong Yi sambil duduk di atas kursi dalam
kamarnya dan Lu-ma duduk di sebelahnya.
"Apa yang telah terjadi? Engkau tampak begini tegang
dan gembira," tanya Lu-ma yang memang sudah ingin
sekall mendengar apa yang- dialami Hong Yi ke-tika
pergl ke kuil Kwan-im-bio. .
"Aku telah sembahyang di kutl:dan minta ramalan
dan inilah hasil ramalan itu." la mengeluarkan sehelai
kertas lalu membacanya dengan lirih agar jangan sampai
terdengar dari luar kamar.
"Harimau Putih bukan untuk ditakutt seyogianya
menjadi tenwn sejati temmlah seorang bermarga Han
bersamanya berjaya di Lin-an.
105
114
"Engkaupun seorang gadis yang gagah perkasa, Yimoi. Begitu bertemu dengan-liatt, aku merasa kagum dan
suka. Maka, ketika bibi Lu mengusulkan tentang
perjodohan denganmu, aku merasa seolah-olah
kejatuhan rembulan! Aku hanya masih me-ragu apakah
kelak engkau tidak akan menyesal menjadi isteriku, Ylmot. Aku seorang yang hidup sebatangkara, tidakmempunyai apa-apa, tidak ada keluarga, tidak ada rumah,
bahkan belum mempunyai pe~ kerjaan! Bagaimana
engkau dapat hidup berbahagia menjadi isteri seorang
pengangguran seperti aku?"
"Akan tetapi tidak selamanya engkau menganggur,
Tiong-ko. Kata bibi Lu-ma, engkau akan pergi ke Lin-an
untuk mencari pekerjaan."
"Benar, Yi-moi. Setelah melangsungkan pernikahan,
aku akan berangkat ke Lin-an untuk mencari pekerjaan.
Aku mendengar pemerintah kerajaan membu-tuhkan
perajurit."
"Bagus aku akan ikut denganmu, Tiong-ko. Aku akan
membantumu sekuat tenaga dan aku akan berusaha
menjadi isterimu yang baik."
"Aku senang Yi-moi. Mudah-mudahan engkaupun
tidak akan kecewa memilih aku sebagai suamimu."
Tidak ada janji muluk-muluk di anta-ra mereka, tidak
ada ucapan pernyataan cinta, namun pandang mata
mereka
menyinarkan
hasrat
untuk.
saling
membahagiakan. Hasrat ini sudah cukup kuat se-bagai
pengikat batin bagi .dua orang yang akan hidup bersama
selamanya, jauh lebih kuat dari pada ikatan cinta yang
hanya didasari nafsu tertarik oleh keindah-an rupa atau
115
JILID 4
Surat itu untuk Ciang Goanswe (Jenderal Ciang), dia
116
senyumnya.
la
merasa
123
dan memerintah.
Petugas itu keluar dan mempersilakan suami isteri itu
masuk, lalu dia pergi keluar lagi. Si Tiong dan Hong Yi
masuk ke dalam ruangan itu dan melihat bahwa yang
berada di dalam ruangan itu hanya seorang laki-laki saja.
Dia seorang laki-laki tinggi besar, berkulit agak
kehitaman dan gagah, berusia sekitar lima puluh tahun.
Dengan pakaian panglima yang mentereng, pria itu
tampak gagah sekali dan berwibawa. Matanya yang lebar
itu segera menyambut Hong Yi dengan pandang mata
yang membuat Hong Yi merasa tldak enak hati. Biarpun
belum lama ia menjadi gadis penghibur dan tidak sangat
banyak melayani pria, namun ia sudah hafal akan
pandang mata pria seperti mata panglima itu. Pandang
mata yang mengandung nafsu berahi besar. Seorang
pria mata keranjang! Melihat betapa mata yang lebar itu
memandang kepadanya penuh Kaguicq tanpa disembunyikan, Hong Yi menundukkan pandang matanya
Si Tiong juga melihat pandang mata panglima itu, akan
tetapi kini dia sudah mulai terbiasa. Di sepanjang
perjalanannya dari kota Cin-koan ke kota raja, hampir
semua pria memandang isterinya seperti itu. Dia tahu
benar bahwa isterinya memang cantik menarik, maka dia
tidak dapat terlalu me-nyalahkan pandang mafa para pria
itu, bahkan kini ada perasaan bangga timbul dalam
hatinya kalau ada pria memandang isterinya dengan
kagum. Tadinya di ruangan pendaftaran dia diam-dia:m
menikmati rasa bangganya melihat senriia pemuda
memandang Hong Yi dengah kagum. Hatinya berbisik
bangga "Wanita inl isteriku! Milikku sendiri!"
Si Tiong dan Hong Yl kini sudah berdiri di depan
Jenderal Ciang dan mereka mengangkat tangan depan
dada memberi hormat. Panglima itu membalas dengan
129
131
melawan
Ciang-
pembantuku."
Bukan main girangnya hati Han Si Tiong dan Liang
Hong Yi. Mereka tentu saja merasa bangga bukan main
dapat menjadi pembantu-pembantu Jenderal Gak Hui
yang amat terkenal dan dipuja rakyat Jelata itu. Jenderal
ini sudah terkenal sebagai pelindung rakyat Jelata yang
diganggu oleh para penjahat dan para perajurit Kerajaan
Kin di perbatasan. Jenderal Gak Hui melarang keras
pasukannya
mengganggu
rakyat,
bahkan
dia
memerintahkan pasukannya untuk membantu rakyat
dalam membangun dusun mereka yang rusak oleh
perang, dan menolong mereka apabila mereka
membutuhkan pertolongan.
"Banyak terima kasih, Gak tai-ciangkun!" Suami isteri
itui berseru sambil memberi hormat.
Setelah
menyelesaikan
kunjungannya
untuk
memeriksa
pelaksanaan
penerimaan
calon-calon
perajurit, Jenderal Gak Hui meninggalkan gedung
Panglima Ciang dan Si Tiong bersama isterinya diajak
serta.
Jenderal Gak Hui mengajak mereka ke markasnya
dan setelah melihat, mereka mendemonstrasikan
permainan silat mereka, Jenderal Gak Hui lalu mengangkat suami isteri itu menjadi perwira-perwira. Hong Yi tidak
dipisahkan dan suaminya, bahkan diangkat menjadi
pembantu perwira yang selalu mendampingi suaminya
dalam mernimpin pasukan. Tentu saja suami isteri ini
menjadi girang bukan main dan berterima kasih sekali
kepada keputusan Jenderal Gak Hui yang bijaksana.
Sewaktu mereka bertugas di kota ra-j'a,, pekerjaan
141
panglimanya
untuk
mengadakan
sidang
dan
mernbicarakan usul yang diajukan oleh Jenderal Gak Hui
kepada Kaisar. Persidangan itu dihadiri oleh semua
pejabat tinggi, sipil dan militer. Tentu saja Perdana
Menferi yang menjadi pembantu kaisar terpenting, hadir
pu-la. Perdana Menteri itu adalah Chin Kui. Menteri Chin
Kui adalah seorang laki-laki tinggi kurus berusia sekitar
lima puluh tahun. Mulutnya selalu condong terse-hyum
sinis, mukanya dan sepasang teli-nganya yang kecil
membuat wajah tttt mirip wajah tikus dengan kumisnya
yang jjarang dan menjuntai di kanan kiri mulutnya. Akan
tetapi sepasang mata yang kecil itu selalu bergerak,
membayangkan kecerdikan dan dia pandai membawa
diri, pandai mengambil hati. Dia pandai bica-ra dan dapat
mengambil hati Kaisar Kao Tsung sehingga dla amat
dipercaya.
Setelah persidangan dibuka menyambut munculnya
Kaisar Kao Tsung, dengan penghormatan kepada kaisar,
Kaisar Kao Tsung lalu berkata dengan suaranya yang
lembut. "Persidangan ini kami adakan untuk
membicarakan usul yang disampaikan Jenderal Gak Hui
kepada kami. Kami harap kalian dapat menyumbang
pemikiran bagaimana jalan terbaik yang harus diambil.
Jenderal Gak, harap engkau suka kemukakan usulmu
itu agar para menteri dan panglima dapat mende-ngarkan
lalu ikut membantu memikirkan."
Jenderal Gak Hui tnemberi hormat kepada kaisar,
mengucapkan terima kasih atas kesempatan bicara yang
diberikan, lalu dia bangkit dan menghadap ke arah para
menteri dan panglima. "Saudara-saudara, para menteri
dan panglima yang saya hormati. Saya telah
menghaturkan usul kepada Sribaginda Kaisar agar saya
143
144
Kao
Tsung
mengerutkan
alisnya
dan
146
ciangkun!"
Gak Hui memandang suami isteri itu dengan kagum
dan bangga. Tidak salah penilaiannya terhadap suami
isteri ini ketika pertama kali dia melihat mereka dalam
rumah Panglima Ciang Sun Bo. Han Si Tiong kini telah
menjadi seorang pria gagah perkasa berusia tiga puluh
tiga tahun, sedangkan Liang Hong Yi yang juga
berpakaian sebagai seorang perwira Itu tampak gagah
dan cantik manis da-lam usianya yang dua puluh enam
tahun.
"Sekarang kalian pulanglah dan mem-buat persiapan.
Seperti telah kita rencanakan tadi, besok pagi-pagi benar
sebelum fajar menyingsing, kita akan berangkat"
"Baik, tai-ciangkun!" kedua orang suami isteri itu
memberi hormat lalu ber-gegas pulang ke rumah mereka.
Sebagal perwira, mereka telah mendapatkan rumah
tinggal sendiri di mana mereka tinggal bersama anak
tunggal mereka, Han Bi Lan yang kini sudah berusia tujuh
tahun dan Lu-ma yang kini tampak selalu gembira dan
tubuhnya menjadi' gemuk. Lu-ma inilah yang mengasuh
Bi Lan de-ngan penuh kasih sayang seorang nenek
apabila ayah ibu anak itu meninggalkan rumah untuk
bertugas.
Ketika Si Tiong dan Hong Yi melangkah masuk
melalui pintu depan, Bi Lan, anak perempuan berusia
tujuh tahun yang mungil dan manis itu, tiba-tiba
menyambut ayah ibunya dengan bentakan nyaring,
"Ayah ibu awas seranganku!" Dan anak itu dengan
gerakan yang gesit sekali' telah menyerang ayah ibunya
dengan pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan.
Mulutnya yang kecil mungil berseru berulang-ulang,
151
"Haiiittt.... yaaattt?"
Si Tiong dan Hong Yi mengelak dan membiarkan
anak mereka melakukan serangan bertubitubi sampai
tujuh jurus. Kemudian Si Tiong menangkap lengan Bi Lan
dan mengangkat tubuh anak itu dan dipondongnya,
"Bagus, Bi Lan. Akan tetapi engkau harus berlatih
lebih tekun lagi." kata Si Tiong sambil mencium pipi
anaknya.
"Akan tetapi engkau juga tidak boleh melalaikan
pelajaranmu membaca dan menulis, Bi Lan." kata Hopg
Yi. Lu-ma muncul dari dalam. Badannya gemuk dan
sehat dan wajahnya penuh senyum. "Mana berani ia
melalaikan pela-jarannya? Selama ada aku di sisinya, ia
tidak akan berani bermalasmalasan!" Bi Lan cemberut
dan melapor kepada ibunya. "Ibu, nenek Lu galak dan
kejam! Kalau aku tidak menurut, ia tidak mau
melanjutkan dongengnya!"
"Bukan galak dan kejam, melainkan itu karena ia
sayang sekali kepadamu, Bi Lan. Nenek ingin engkau
menjadi seorang yang pandai dan berguna bagi manusia
dan dunia kelak." kata Hong Yi.
"Baiklah, nenekmu yang galak dan kejam ini malam
nanti akan melanjutkan dongengnya tentang nenek sihir
yang jahat itu." kata Lu-ma sambil tersenyum.
Bi Lan turun dari pondongan ayah-nya dan lari
menghampiri Lu-ma lalu memeluknya."Nenek Lu tidak
galak dan kejam, melainkan baik hati sekali! Aku sayang
padamu, nek. Malam nanti lanjutkan donggengnya, ya?"
152
tampak
gelisah.
"Akan
tetapi....
JILID 5
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali suami isteri
itu
sudah
selesai
berkemas.
Ketika
saatnya
keberangkatan tiba, mereka memasuki kamar Bi Lan dan
ternyata Lu-ma juga sudah bangun sejak tadi. Mereka
menggugah anak itu. Anak itu malam tadi sudah
memesan dengan sangat kepada ayah ibunya agar dia
digugah kalau mereka hendak berangkat.
Bi Lan terbangun. Hong Yl merangkul anaknya.
"Anakku Bi Lan, engkau baik-balk menjaga dlrimu dl
rumah. Taati semua petunjuk nenekmu dan jangan lupa
untuk belajar dengan tekun, baik sastra maupun sllat."
"Jangan khawatir, Ibu." Dan ketlka la melihat Lu-ma
mengusap air matanya, Bi Lan menegur. "Eh, nenek
kenapa menangis? Jangan cengeng, nek dan Jangan
khawatir. Selama ayah dan ibu pergi, a-kulah yang akan
menjagamu!"
Si Tiong juga merangkul anaknya. "Bi Lan, ingat,
155
179
"Tenanglah.
Yl-mol.
Biarkan
Kwee-ciangkun
melanluthan ceritanya." suaminya menenangkannya
Kwee-ciangkun yang bernama Kwee Gi itu, seorang
pria tinggi besar gagah berusia kurang lebih empat puluh
tahun, menghela napas panjang. dan memandang
dengan sinar mata penuh iba kepada Hong Yi. "Pada
saat itu, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Bi Lan
yang tidak berada di rumah. Akan tetapi aku meli-hat
tukang kebun itu masih hidup, maka aku lalu menyuruh
orang memanggil tabib dan merawatnya. Setelah dia
siuman dari pingsannya, aku segera bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. .Sebelum dla tewas
karena luka parah, semua tulang iganya patah-patah, dia
bercerita kepadaku. Katanya pagi hari itu datang seorang
laki-laki berusia enam puluh tahun lebih, rambut, kumis
dan jeriggotnya le-bat dan sudah putih semua,
mengenakan topl aslng sepertt yang biasa dipakal sukusuku asing di utara dan barat, memegang sebatang
tongkat ular kobra kering, wajahnya menyeramkan
dengan mata lebar dan liar, tubuhnya sedang dan tegap.
Tamu itu datang mencari kalian berdua. Ketika dijawab
bahwa kalian pergi, dia minta bertemu dengan siapa saja
yang berada di rumah. Tukang kebun itu lalu
memberitahu Lu-ma dan tukang kebun itu kembali ke
pekarangan depan, tldak tahu lagi apa yang terjadi di
dalam. Akan tetapi, tak lama kemudian dia me-lihat lakilaki tua itu keluar dari dalam rumah sambil memondong Bi
Lan yang tampak lemas dan anak itu me sangis tanpa
suara. Tukang kebun berusaha untuk merebut kembali
anak itu, akan tetapi penculik itu lihai sekali. Sebuah
tendangan yang amat kuat mematahkan tulang-tulang
iga tukang kebun itu sehing-ga dia roboh pingsan. Nah,
demikianlah ceritanya. Setelah menceritakan semua itu,
diapun menghembuskan napas terakhlr. Ketika aku
180
engkau!"
teriaknya
dan
JILID 6
Hui-Liong Sin-To terpaksa menangkis lagi sambil
terhuyung ke belakang. Ouw Kan menggerakkan tangan
kirinya, dengan telapak tangannya dia men dorong ke
arah dada lawan.
"Robohlah!" bentaknya.
Serangkum tenaga dahsyat menyambar dan tubuh
orang itu terpental ke be!akang dan terbanting roboh.
Goloknya terlepas darl tangannya dan tubuh itu terkulal
lemas. Matanya terbelalak memandang Ouw Kan yang
berdlrl sambll tersenyum mengejek. Telunjuk tangan
kanannya dlangkat menuding dan rnulutnya yang
mengeluarkan darah segar bertanya, "Siapa.... siapa
........ engkau ........ ?"
"Toat-beng Coa-ong Ouw Kan namaku!" kata Ouw
Kan. Orang Itu tampak terkejut sekali. , "Toat-beng Coaong ........ ? Ahhhh .... mati aku ........ !" Dia terkulai lagi
dan diam tak bergerak, tewas seketika karena pukulan
Ouw Kan tadi mengandung hawa beracun yang amat
dahsyat.
Bi Lan menonton dengan mata terbe-lalak dan hatl
merasa ngeri. Kjni sadarlah anak inl bahwa penculiknya
adalah seorang yang saktl dan berbahaya sekall. Tahulah
la bahwa la tidak mungkin akan dapat terlepas darl
cengkeraman kakek inl mempergunakan kekerasan. la
194
196
begitu,
216
kauambillah
peti
dari
kolong
218
kepada gurunya
pertanyaan.
dengan
sinar
mata
mengandung
221
Thian
Liong.
Blarkan
aku
sandarannya.
Walau berjasa dia tidak menuntut
Justeru tidak menuntut maka takkan musna .
Suara nyanyian Tiorig Lee Cin-jin yang mengambil
ayat-ayat dari kitab To-tek-keng ini perlahan saja, akan
tetapi karena suara itu didorong tenaga khi-kang yang
amat kuat, maka suara itu mengandung getaran kuat dan
terdengar pula oleh Thian Liong yang sedang melangkah
cepat menuruni Puncak Pelangi. Mendengar nyanyian
yang sudah dikenalnya itu Thian Liong tersenyum dan
dia mempercepat langkahnya menuruni puncak.
***
Untuk memenuhi tugas dari gurunya, Thian Liong lalu
melakukan perjalanan ke Kun-lun-san. Tempat ini yang
paling jauh di antara yang lain, maka dia lebih dulu
hendak pergi ke Kunlun-pai untuk menyerahkan Kitab
Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang berada dalam
buntalan kain kuning di punggungnya. Setelah itu, baru
dia akan pergi ke Bu-tong-pai dan Siauw-limpai.
Kemudian yang dia akan pergi ke kota raja Hang-chou,
menghadap Kaisar Sung Kao Tsu dan menyerahkan tiga
belas buah kitab. Setelah semua kitab dapat dia
serahkan ke-pada mereka yang berhak menerimanya,
baru dia akan menyelidiki tentang Perdana Menteri Chin
Kui dan kalau ternyata pembesar itu masih merupakan
pembesar lalim yang mengancam keselamatan kerajaan,
dia akan menentangnya sekuat tenaganya.
Setelah melakukan perjalanan yang amat jauh dan
melelahka'n, melalui gu-run dan pegunungan, akhirnya
224
JILID 7
Mampuslah Bentaknya dan dia sudah menyerang
dengan bacokan pedangnya ke arah leher Thian Liong.
Orang itu sudah membacok dengan sekuat tenaga dan
sudah merasa cepat sekali. Namun bagi mata dan telinga
Thian Liong yang terlatih baik, bacokan itu datangnya
231
232
saja
untuk
semua
itu
aku
pedang
dari
punggung
sedemikian
cepatnya,
menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli pedang yang
pandai.
"Cabut pedang atau senjatamu yang lain! Mari kita
mengadu kemahiran memainkan senjata!" kata wanita itu
dengan ketus.
"Locianpwe, sekali lagi saya harap jlocianpwe tidak
salah sangka. Saya bukan musuh Kunlun-pai. Kalau
locianpwe masih berkeras hendak menyerang dan
membunuh orang tidak bersalah, silakan!"
Setelah berkata demikian, Thian Liong berdiri tegak,
memejamkan mata, menenggelamkan segala kegiatan
jasmani ke dalam kehampaan, hati akal pikirannya tidak
bekerja, lahir batin menyerah kepada Kekuasaan Tuhan
seperti yang telah dilatihnya bertahun-tahun di bawah
bimbingan Tiong Lee Cin-jin.
"Engkau menantang maut? Apa kau kira aku tldak
berani membunuh orang luar yang melanggar pantangan,
mengunjungi asrama murid-murid wanita Kun lun-pai?
Sambut ini! Nenek itu menerjang maju dan pedangnya
berkelebat ke arah leher Thlan Llong.
"Slnggg....!" saklng kuatnya pedang dlgerakkan,
terdengar suara berdesing ketika senjata Itu menyambar
ke arah leher Thian Llong.
"Wuuutt....!" Wanita itu terkejut bu-kan main karena
ketika pedangnya me-nyambar ke arah leher pemuda itu,
tiba-tiba pedangnya terpental sepertl tertolak tenaga tak
tampak yang lentur dan kuat sehingga tenaganya yang
mendorong pedangnya itu memballk! Pemuda itu masih
250
membuat
kabar
menyenangkan."
itu
berubah
menjadi
tldak
kembali dan hendak mengembalikan kepada Kun-lunpai? Betapa bijaksananya Tiong Lee Cin-jin."
"Souw-sicu, cepat keluarkan kitab itu dan berikan
kepada Hui In Suci (kakak perempuan seperguruan Hui
In)!" kata Biauw In Suthai tidak sabar lagi karena ingin
segera melihat kitab pusaka Kun luni-pai itu.
"Bersabarlah, sumoi. Berilah waktu kepada Souw-sicu,
agaknya dia masih hendak bercerita." kata Hui In Siankouw dengan tenang dan sabar.
"Sesungguhnya banyak yang harus saya ceritakan,
locianpwe. Akan tetapi yang terpenting unluk saya
beritahukan adalah bahwa kitab Ngo-heng Lian-hoan
Kun-hoat itu, ketika saya berada dl lereng bawah
pegunungan Kun-lun-san ini lenyap dicurl orang."
"Apa....??" Biauw In Suthal melompat berdiri. "Tidak
mungkin!" Tentu engkau bohong dan ingin menguasai
kitab itu untukmu sendiri!"
"Sumoi, Jangan sembarangan bicara!" Hui In Siankouw menegur adik seperguruannya.
"Suci, semua laki-laki di dunia ini mana ada yang
dapat dipercaya? Dia memiliki ilmu kepandaian tinggi,
mana mungkin kitab itu dicuri orang? Coba kuperiksa
buntalannya!" Biauw In Suthai melompat ke arah
buntalan pakalan Thian Liong yang tadi diturunkan
pemuda itu ketlka hendak duduk di atas batu.
Melihat ini, Thian Liong membiarkan saja. Hui In Siankouw juga tidak keburu melarang sumolnya yang sudah
membuka buntalan pakaian itu.
255
pendeta wanita itu ditemani dua orang gadis yang berpakaian serba kuning. Dua orang gadis itu berusia kurang
lebih delapan belas tahun, keduanya bertubuh rarnping
berkulit pu-tih mulus dan keduanya cantik manis. Hanya
bedanya, yang seorang lebih jang-kung dengan wajah
bulat dan yang kedua agak lebih pendek dan lebih muda
dengan wajah bulat telur. Rambut mereka di gelung ke
atas dengan kain berwarna kuning yang lebar. Di
panggung mereka tergantung sebatang pedang.
Blarpun Blauw In Suthal tadl berslkap galak
kepadanya, Thian Liong tidak mendendam dan mellhat
nenek Itu berdirl menghadang perjalanan bersama dua
orang gadis itu, dla cepat menghampirl dan memberi
hormat.
"Locianpwe, saya mohbn diri hendak meninggalkan
Kun-lun-san, harap locianpwe suka memberi jalan."
Akan tetapl Biauw In Suthal bertolak pinggang dan
memandang pemuda itu dengan marah. "Souw Thian
Liong, engkau sudah tahu akan kesalahanmu! Engkau
sebagai seorang laki-laki telah berani lancang datang ke
asrama puteri Kun lun-pai. Karena itu sebelum kami
menguji kepandaianmu, kami tidak akan membiarkanmu
pergi. Tadi kami melihat sebatang pedang dalam
buntalanmu.
Hayo
keluarkan
pedangmu.
Kami
menantangmu untuk mengadu silat pedang!" Nenek itu
menantang.
Thian Liong mengerutkah alisnya. "Akan tetapi,
loclanpwe, saya tidak ingin bertanding dengan siapapun,
saya tidak ingin bermusuhan dengan siapapun."
"Enak saja! Engkau melanggar daerah terlarang bagi
260
kehilangan dua buah kitab untuk Siauw-lim-pai dan Butong-pai itu, kemudian ia mencabut pedangnya,
melempar sarung pedang di atas buntalan pakaian dan
menghampiri Kim Lan dengan pedang di tangan. Pedang
Thian-liong-kiam itu adalah sebatang pedang kuno,
berbentuk seekor naga gagangnya merupakan ekornya.
Dia berdiri santai, pedang di tangan kanan itu tergantung
ke bawah. Sama sekall dla tldak membu-at pasangan
kuda-kuda,
"Baiklah, kalau locianpwe memaksa. Sllakan, nona,
saya sudah slap melayani nona." katanya.
Biauw In Suthai dan gadis ke dua melangkah mundur
dan menonton di pinggir. Melihat Thian Liong sudah
mencabut pedang dan mengatakan siap wa-laupun
sikapnya masih santai, Kim Lan lalu membentak dengan
suara nyaring.
"Lihat serangan pedangku!" Setelah memberi
peringatan, barulah ia bergerak. Dan serangannya
memang hebat sekali. Begitu ia menerjang maju,
pedangnya berkelebatan menyambar-nyambar seperti
kilat dan ia telah menghujani Thian Liong dengan
serangkai serangan kilat yang dahsyat! Thian Liong
merasa kagum. Cepat dia menggunakan ginkang untuk
berkelebatan mengelak dari semua serangan. Timbul
kegembiraan hatinya. Ilmu pedang yang dimainkan gadis
bernama Kim Lan itu memang hebat sekali dan gadls Itu
benar-benar telah menguasai llmu pedangnya dengan
baik. Pedang kilat itu seolah telah menyatu dengan
dirlnya.
Sampai belasan jurus Thlan Liong menghindarkan
dirl dari sambaran pedang dengan elakanelakan cepat.
263
JILID 8
Akan tetapi engkau harus menerima suci Kim Lan
menjadi isterimu, sicu. Harus!" kata Ai Yin. Kata terakhir
itu mengandung tekanan kuat sekali.
"Harus?" Thian Liong mengerutkan alisnya yang tebal
dan memandang Ai Yin dengan sinar mata mengandung
rasa penasaran. "Siapa yang mengharuskan?"
"Sumpah , kami yang mengharuskan. Tidak ada
pllihan lain bagi suci Kim Lan. Menurut sumpah kaml,
kami harus menikah dengan lakl-lakl yang mampu
mengalahkan llmu pedang kami!"
"Aturan gila! Sumpah macam apa itu? Bagaimana
kalau laki-laki yang mengalahkan kalian itu sudah tua
269
278
279
bersedih?"
Biauw In Suthai menduga bahwa suhengnya tentu
sudah tahu akan kepergian dua orang muridnya, bahkan
mungkin tahu pula akan pertandingan tadl.
"Ketika Souw Thian Llong turun dari puncak, aku
bersama Kim Lan dan Ai, Yin sengaja menghadangnya,
suheng."
"Hemm, apa lagi yang kaulakukan bersama dua
orang muridrnu itu, sumoi?"
"Aku menantang pemuda itu untuk bertanding
pedang melawan muridku Kim Lan. Muridku itu sudali
dewasa, sudah berusia sembilan belas tahun, dan pemuda murid Tiong Lee Cin-jtn itu memiliki ilmu kepandaian
tlnggi, suheng. Aku yakin bahwa pemuda itu pasti dapat
mengalahkan Kim Lan dan aku ingin dia menjadi jodoh
Kim Lan."
Kui Beng Thaisu mengerutkan alisnya yang putih. Dia
memandang sumoinya dengan sinar mata lembut namun
penuh keheranan.
"Hemm, kalau hendak menjodohkan muridmu,
kenapa harus mengadu 'mereka? Apakah maksudmu
sebenarnya, sumoi?"
Nenek itu menundukkan mukanya. Terpaksa ia harus
menceritakan rahasia-nya dengan dua orang muridnya
itu. Suaranya lirih ketika ia menjawab, "Ketika dua orang
muridku berlatih Tian-lui-kiam-sut mereka telah
bersumpah bahwa mereka hanya mau menikah dengan
pria yang mampu mengalahkan ilmu pedang mereka itu."
281
289
290
dia berkata.
"Tapi aku sudah memesan masakan-masakan laln
untuk kita berdua!"
Thlan Llong tldak menjawab, akan tetapl diam-diam
dla merasa tldak enak juga kalau tldak ikut makan begltu
banyak maaakan yang telah dipesan oleh gadis itu. Agar
jangan mengecewakan hati gadis itu yang agaknya
hendak menjamunya, diapun makan perlahan dan
sedikit-sedikit untuk menanti masakan-masakan baru
yang dipesan. Gadis itu minum anggur dengan lahap,
menuangkan anggur ke dalam cawannya dan minum
minuman keras itu seperti minum air saja. Beberapa kali
ia menawarkan kepada Thian Liong, namun pemuda itu
selalu menolak. dengan lembut dan mengucapkan terima
kasih. Bau anggur yang harum sedap itu memang
merangsang seleranya, akan tetapi dla tidak mau
mencoba-coba. Gurunya, Tiong Lee Cln-jin, pernah
mengatakan bahwa minuman keras itu amat berbahaya
karena dapat membuat orang ketagihan dan menjadi
pemabok. Seolah dapat mendengar suara hatinya, tibatiba gadls itu berkata.
"Anggur inl merupakan minuman yang menyehatkan,
asal saja peminumnya mengenal batas kekuatannya.
Kalau melampauhi batas kekuatannya, memang dapat
menjadi
racun.
Bahkan
semua
obat
yang
menyembuhkan sekallpun, kalau terlalu banyak dimlnum
dapat menjadl racun yang membahayakan kesehatan!"
Masakan-masakan yang dipesan diantar datang dan
gadis itu mempersilakan Thian Liong makan masakan
baru itu. Setelah menghabiskan setengah guci anggur
gadis itu menjadi semakin akrab dan hangat,
294
hendak
mendengar
dan
hwa Sian-li?"
Siang In tersenyum dan tnenggunakan tangan kirinya
untuk menyentuh bunga mawar merah di kepalanya.
Thian Liong memandang ke arah bunga itu dan
mengertilah dia mengapa Siang In mempunyai julukan
Ang-hwa Sian-li (Dewl Bunga Merah). Memang gadis itu
cantik jelita seperti gambar dewi dan agaknya selalu
menghias rambutnya dengan se-tangkai bunga mawar
merah.
"Akulah yang dimaksudkan. Karena aku Jarang
memperkenalkan namaku yang sesungguhnya, dan
selama inl baru kepadamulah aku memberltahukan
namaku, maka orangorang yang pernah berurusan
denganku menyebutku Ang-hwa Sian-li."
Thian Liong mengambil kesimpulan. "In-moi, kalau
orang-orang menyebutmu Dewi Bunga Merah, hal itu
tentu karena engkau telah melakukan perbuatanperbuatan yang baik untuk menolong orang. Sebutan
Dewi itu merupakan pujian. Ka-lau orang suka
melakukan kejahatan, tentu akan diberi julukan Iblis atau
Silu-man."
Gadis itu tersenyum. "Terima kasih kalau engkau
berpendapat begitu, Liong-ko. Aku tidak tahu apakah aku
ini jahat atau baik. Yang jelas, kalau ada orang lemah
tertindas membutuhkan pertolongan, tentu aku akan
menolongnya.
Sebaliknya
kalau
ada
orang
mengandalkan ke-kuatannya untuk menindas orang lain,
pasti aku akan menentangnya dan tidak akan segan
untuk membunuh dan inem-basmi mereka!"
Thian Liong dapat menduga bahwa Ang-hwa Sian-li
301
JILID 9
Si Pemuda tlnggl besar melangkah maju dan
mencabut pedangnya. Tampak sinar berkilat ketika
pedang dicabut dan pemuda tlnggi besar itu berkata,
"Nona, suteku telah kalah bertanding tangan kosong
denganmu. Sekarang aku menantangmu untuk mengadu
ilmu pedang, tentu saja kalau engkau berani."
Slang In mencibirkan bibirnya. "Bocah Bu-tong-pai
sombongl Aku pernah mendengar bahwa Bu-tong-pal
terkenal dengan ilmu pedangnya Thal-kek Sin kiam! Akan
tetapi aku tidak takut'" Setelah berkata demikian, dua
tangan gadis Itu bergerak ke arah belakang punggung
dan tampak dua sinar pedang berkelebat ketika la sudah
mencabut sepasang pedangnya yang tergantung di
punggungnya, tertindih buntalan pakaian. Sepasang
pedang itu kecil dan panjang, tampak ringan sekali, akan
tetapi ketika dicabutnya terdengar bunyi berdesing
nyaring.
Mellhat gadis Itu sudah siap dengan siang-kiam
(sepasang pedang) di kedua tangannya, pemuda tlnggl
besar itu membentak, "Sambut pedangku!" dan dia sudah
menyerang dengan cepat dan dahsyat, Slang In
menangkis pedang yang menyambar ke arah lehernya
itu.
308
emas
ini
untuk
membiayai
310
314
319
321
322
kapan
para
gurumu
di
Bu-tong-pai
323
manis..
"Totiang terlalu memuji. Saya yang muda mendapat
pelajaran dan pengalaman yang baik sekall dengan
bertanding melawan totlang. Yang bersalah sudah
dihukum, itu sudah cukup bagi saya, tidak ada yang perlu
dimaafkan, totiang."
"Akan tetapi, kaml mengundang Souw Sicu sebagal
murid Tiong Lee Cin-jin untuk bertemu dengan ketua
kami, dan kami juga mengundang engkau, nona."
"Akan tetapl, aku tidak mempunyai urusan dengan
Ketua Bu-tong-pai seperti halnya saudara Souw Thian
Liong ini!" kata Siang In, dan ucapan ini hanya untuk
pemanis bibir saja karena sebetulnya di dalam hatinya ia
ingin sekali ikut Thian Liong menemui ketua Bu-tong-pai
untuk mengetahui keperluan apa yarig membawa
pemuda itu menemuinya. Biarpun baru menduga, Siang
In yakin bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat yang? tinggi.
Hal ini terbukti ketika pemuda itu memukul runtuh jarumjarum beracunnya sehingga menyelamatkan Pek Mau
San-jin. Hanya orang yang memiliki sin-kang (tenaga
sakti) amat kuat saja yang mampu memukul runtuh
jarum-jarumnya dari jauh, menggunakan sambaran hawa
pukulan.
"Kami sungguh mengundangmu, Ang-hwa Sian-li.
Kalau ketua kami mendengar akan perbuatan tak terpuji
dari dua orang murid kami kepadamu, lalu aku tidak
mengundangmu, tentu beliau akan marah dan
menegurku sebagai tidak mengenal sopan santun.
Karena itu, deml menjaga agar aku tldak mendapat
teguran dari ketua kaml, kuharap engkau suka menerima
undanganku untuk bersama Souw-sicu menemui Pangcu
326
kami."
Siang In menoleh kepada Thian Liong dan
tersenyum, seolah hendak mengatakan melalui pandang
mata dan senyumnya bahwa ia "terpaksa" ikut
berkunjung ke Bu-tong-pal! "Wah, kalau begitu, baiklah,
totiang. Kalau aku tidak menerima undanganmu, berarti
aku yang tidak mengenal sopan santun."
Tosu itu tertawa dan mereka bertiga lalu berjalan
mendaki lereng menuju ke sebuah puncak bukit di maha
perkampungan Bu-tong-pai berada.
Pada waktu itu. yang menjadi ketua Bu-tong-pai
adalah seorang kakek berusia tujuh puluh tahun yang
biasa disebut Ciang Losu. (Guru Tua Ciang). Nama
lengkapnya adalah Ciang Sun dan hanya dia seoranglah
yang menguasai Thai-kek Sin-kiam sebanyak delapan
bagian. Sebelum dia juga tidak ada yang dapat
menguasai Thai-kek Sin-kiam secara lengkap karena
kitab pusaka pedang itu hilang tak tentu rlmbanya hampir
seratus tahun yang lalu. Namun akhirakhlr ini kesehatan
Ciang Losu amat mundur. Kekuatan tubuhnya dlgerogotl
usia sehingga dia lebih banyak bersamadhi dari pada
melakukan kegiatan mengurus perguruan Bu-tong-pai.
Untuk itu dia menugaskan para sutenya, di antaranya
Pek Mau San-jin yang merupakan sutenya yang paling
muda. Maka tidak aneh kalau Pek Mau San-jin hanya
mencapai tingkat ke tiga saja di perguruan itu.
Ketika Ciang Losu yang tua itu mendengar bahwa
murid Tiong Lee Cin-jin diutus gurunya untuk
mengunjunginya, dia merasa gembira dan segera keluar
menyambut. Sudah lama dia merasa kagum sekali
mendengar nama Tiong Lee Cin-jin dan biarpun yang
327
dapat menghilangkan
pipinya...."
"la cantik?"
"Cantik sekali, pinggangnya
meruncing, kulitnya putih ........ "
ramping,
dagunya
kalau
ada
orang
menggunakan
336
337
dan sekali ini kedua tangannya melakukan totokantotokan ke arah jalan darah maut di seluruh tubuh Thian
Liong. Itulah ilmu totok Im-yang Tiam-hoat, yang
dtpergunakan Siang In setelah Ban-tok-ciam (Jarum
Selaksa Racun) yang dikebutkan dengan saputangan
merah tadi gagal.
"Hemm....!" Thian Liong menghadapi serangan baru
ini dengan kagum. Gadis tni memang lihai, memiliki
beberapa macam ilmu silat yang ampuh. Akan tetapi,
seperti juga jarum-jarum beracunnya, ilmu totok inipun
bersikap kejam karena setiap serangan merupakan
serangan maut. Dia mengelak dan terkadang menangkis
dengan membatasi tenaganya sehingga Siang In hanya
merasa betapa lengannya tergetar hebat kalau tertangkis
lengan pemuda, akan tetapi ia tidak sampai cidera patah
tulang. Setelah setnua serangannya gagal sama. sekali
dan pemuda itu belum juga satu kali membalas
serangahriya, tahulah Siang In bahwa tingkat
kepandaiannya kalah jauh. Semua serangannya tadi
gagal dan sampai sekilan lamanya Thian Liong tidak
pernah membalas. Hal ini berarti pemuda itu mengalah
terhadapnya. Akan tetapi ia memang keras hati, tidak
mau mengaku kalah begitu saja.
"Srat-sing....!" Dua sinar berkelebat dan gadis itu
sudah mencabut siang-kiam (sepasang pedang) yang
tergantung di punggungnya. Dua batang pedang yang
Berkilauan berada di kedua tangannya.
Akan tetapi ia tidak segera menyerang.
"Hayo, cabut pedangmu! Hendak kulihat apakah
engkau mampu menandingi sepasang pedangku!"
tantang Siang In sambil mengerutkan alisnya karena ia
339
346
JILID 10
Aku bukan tamu!" Pria itu membentak marah. "Tidak
perlu menghadap ketua kalian. Dialah yang harus keluar
menemui aku karena aku hendak menuntut dia! Hayo,
kalian beritahukan ketua kalian agar keluar menemui aku.
Ketua kalian Hui Sian Hwesio, bukan?" Murid-murid
Siauw-lim-pai itu rnulai marah. Orang ini sudah
keterlaluan.
"Tidak bisa! Kami tidak blsa memenuhi permintaanmu
yang melanggar peraturan kami itu!" kata kepala jaga
dengan suara mulai ketus.
"Kalian tidak blsa memanggil ketua kalian keluar?
Kalau begitu, aku akan memanggilnya sendiri!" Setelah
347
354
dengan baik."
Kwee Bun To mengerutkah alisnya. Baru beberapa
bulan dia pindah ke dusun di kaki bukit, dusun yang
menjadi tempat asalnya. Tadinya dia memang seorang
guru silat yang cukup terkenal di wilayah utara. Akan
tetapi, ketika wilayah Cina Utara dikuasai oleh bangsa
Yucen yang mendirikan Kerajaan Kin, sedangkan
Kerajaan Sung terpaksa pindah ke sebelah selatan
Sungal Yang-ce, guru silat Kwe Bun To terpaksa
membubarkan perguruannya. Dia tldak mau tunduk
kepada bangsa Yucen dan melarlkan diri. Dalam pelarlan
yang dilakukan bersama isteri dan anak tunggalnya itu,
isterinya meninggal dunia karena menderita kaget dan
sakit berat. Akhlrnya dia tinggal di dusun di kaki bukit itu,
berdua dengan Bi Hwa, puterinya yang sudah berusla
tujuh belas tahun. Tak pernah dia mem-perkenalkan diri
sebagai guru silat, akan tetapi bagaimana pemuda ini
dapat menyebutnya kauw-su (guru silat)?
"Bagaimana engkau tahu bahwa aku adalah seorang
guru silat? Siapakah engkau, orang muda?" tanya Kwee
Bun To sambil memandang tajam penuh selidik.
Cia Song tersenyum ramah. "Nama saya Cia Song
dan sebagai seorang mu-rid Siauw-lim-pai, saya merasa
berkewa-jiban untuk mewakill suhu, susiok dan semua
saudara di Siauw-lim-pai untuk membereskan persoalan
ini denganmu, Kwee-kauwsu. Selama ini saya rnerantau
ke wilayah utara dan mendengar banyak hal, juga
tentang Pek-eng Bu-koan (Perguruan Silat Garuda Putih)
yang anda pimpin di kota raja akan tetapi terpak-sa
dibubarkan setelah bangsa Yucen menguasai daerah
utara."
358
360
364
367
368
377
379
melarikan diri."
"Cia-twako, apakah dia seorang wanita?" tanya Thian
Liong.
"Souw-sute (adik seperguruan Souw), kenapa engkau
masih menyebut twako (kakak) kepadaku? Bukankah aku
ini sekarang termasuk menjadi suhengmu?"
"Maafkan, suheng. Apakah pencuri tadi seorang
wanita?" Pertanyaan ini diajukan Thian Liong karena dla
teringat akan dua orang gadis, yaitu gadis berpakaian
merah yang telah mencurl Kitab Ngo-heng Lian-hoan
Kun-hoat millk Kun-lun-pai yang belum dia ketahui
namanya dan yang seorang lagi Ang-hwa Sian-li Thio
Siang In yang juga berminat untuk pinjam Kitab Sam-jong
Cin-keng.
Mendengar perkataan ini, Cia Song dan juga Hui
Sian Hwesio memandang heran.
"Sudah kukatakan bahwa aku tldak dapat melihai
mukanya di tempat gelap Souw-sute. Melihat kelincahan
gerakannya, mungkin saja ia seorang wahita. Aku tidak
tahu jelas. Bagaimana pendapatmu? Bukankah engkau
juga sudah bertanding melawannya?"
Thian Liong menggeleng kepala dengan ragu. Dia
Juga tidak dapat menentukan. Pencuri itu jelas lihai
sekali, akan tetapi gerakannya dalam bersilat tidak sama
dengan gerakan Siang In.
"Mengapa engkau menduga bahwa pencuri itu
seorang wanita, Souw-sicu?" Hwesio itu masih menyebut
Thian Liong dengan sebutkan itu karena dia merasa
381
kalau
Kwee-kauwsu
datang
dan
384
JILID 11
Tak lama kemudian suasana menjadi semakin
menegangkan ketika terdengar orang berteriak dengan
suara lantang sekali dan gemanya berkumandang di
seluruh kompleks bangunan kuil Siauw lim.
"Heii! Para pimpinan Siauw-lim-pai! Hayo serahkan
penjahat laknat itu kepadaku atau mulai hari ini aku akan
membunuh seorang murid Siauw-lim-pai setiap hari!"
Pada saat itu Thian Liong sedang menerima petunjuk
dari Hui Sian Hwesio mengenai jurus ke lima dalam kitab
Sam-jong Cin-keng. Selama satu bulan Ini dia baru
berhasll menguasai empat jurus saja. Ketlka suara
lantang itu berkumandang sampai ke dalam ruangan
yang menjadi kamar sang ketua, Hul Sian Hwesio
menunda pelajaran itu dan berkata kepada Thian Liong.
"Thian Liong, keluarlah dan llhat apa yang terjadi.
Bantulah Siauw-llm-pai kalau terancam, akan tetapi
jangan menggunakan kekerasan agar tldak menimbulkan
permusuhan."
"Balk, suhu," Thian Liong lalu keluar darl ruangan itu
dan menuju ke pendopo. Ketika tlba dl pendopo, dla
melihat semua murld Siauw-Lim-pal sudah berkumpul dl
sltu dan mereka semua tampak tegang. Cu Slan Hweslo
dan Ki Sian Hweesio juga sudah berdirl dl pendopo.
Di bawah anak tangga pendopo Itu berdlrl aeorang
lakl-lakl beruala sekltar lima puluh tahun. Tubuhnya
sedang saja, namun tegap dan tampak kokoh dan
gagah. Di punggungnya tergantung sebatang pedang
beronce biru. Dia tampak marah. Kumisnya yang tipts itu
bergerak-gerak, matanya mencorong tajam ketika dla
385
menyapu tempat
mencarl-carl.
itu
dengan
ge|andang
matanya,
386
ya....
saya....
saya
yang
388
suhu
suka
aku
tentu
akan
dapat
401
saling berhadapan.
Bi Lan memandang wajah yang bulat dan yang
tersenyum itu, namun ia melihat mata Itu demikian sayu.
"Selamat tinggal, suhu." katanya lirih.
"Selamat jalan, Bi Lan. Semoga hidupmu selalu
bahagia, muridku.... anakku...." Bi Lan mengeraskan
hatinya namun tidak dapat menahan keharuan hatinya.
"Suhu....!" la berseru dan merangkul kakek itu. Jit
Kong Lairta juga merangkul Bi Lan dan mengelus kepala
gadis itu dengan tangannya.
"Berangkatlah, anakku, jangan memperlihatkan
kelemahan hati seperti ini." katanya menghibur. Bi Lan
menangis sejenak, terisak di dada gurunya. Kemudian ia
menguatkan hatinya dan tiba-tiba ia teringat betapa
selama ini ia bersikap akrab dan tidak menghomati
gurunya, maka ia lalu menjatuhkan dirinya berlutut di
depan kaki gurunya.
"Suhu...." ia merangkul kedua kaki gurunya.
Jit Kong Lama mengejap-ngejapkan mata untuk
mengusir dua titik air mata , dari pelupuk matanya.
Kemudian dia membungkuk, memegang kedua pundak
gadis itu dan menariknya berdiri. Kakek Itu menepuknepuk pundak Bi Lan dan tersenyum lebar. "Aih, engkau
membikin aku malu saja mempunyal murid yang
cengeng! Hei Bi Lan, sama-sama menggerakkan mulut
dan mengeluarkan suara, mengapa tidak tertawa saja
daripada menangis? Tertawa lebih enak dilihat dan
didengar, ha-ha-ha-ha"
403
407
boleh
410
414
lun-pai, Kui Beng Thai-!u menoleh kepada Hui In Siankouw yang juga memandangi kepada Bi Lan dengan
heran. "Sumoi, apakah engkau mengenal nona ini
sebagai murid Kun-Lin pai. Hui In Sian-kouw menggeleng
kepalanya tanpa menjawab karena ia merasa heran dan
juga kagum sekali akan keberariian gadis muda itu. Gadis
itu tadi tentu melihat ia dikalahkan pendeta Lama itu,
mengapa ia masih nekat hendak menandingi Goat Kong
Lama dan berjanji akan melawan pendeta itu dengan
ilmu silat Kun-lun-pai? Ilmu silat Kun-lun-pai yang mana
mampu menandingi Goat Kong Lama, kecuali Ngo-heng
Lian-hoan Kun-hoat selengkapnya atau ilmu simpanan
yang masih dirahasiakan suhengnya sebagai ketua Kunlun-pai?
Sementara itu, Goat Kong Lama sudah tidak sabar
lagi. Melihat sikap ngotot para pimpinan Kun-lun-pai yangmelarang dia melakukan penggeledahan ke dalam
bangunan-bangunan
Kun-lun-pal,
semakin
besar
kecurigaannya bahwa yang dicarinya, Jit Kong Lama,
pasti bersembunyi di dalam kuil itu.
"Hei, bocah!" tegurnya kepada Bi Lan. "Engkau anakanak jangan turut campur. Aku hanya akan menggeledah
kuil ini untuk mencari seseorang yang kuduga tentu
bersembunyi di sini, akan tetapi para pimpinan Kun-liln-pai
ini menghalangi aku. Minggirlah dan jangan mencari
penyakit!"
Tiba-tiba Bi Lan mengerutkan alisnya. Pendeta ini
adalah seorahg pendeta Lama, seperti suhunya. Juga
namanya Goat Kong Lama, mirip nama suhunya Jit Kong
Lama! Janganjangan yang dicari pendeta Lama ini adalah
suhunya? Apakah ada hubunganantara gurunya dan
pendeta Lama ini? Akan tetapi usia mereka jauh
416
417
JILID 12
Goat Kong Lama lalu mengembangkan kedua
lengannya, dan perlahan-lahan kedua tangannya
bergerak ke atas kepala dalam bentuk sembah,
kemudian didorongkan ke depan dan mulutnya
mengeluarkan dengungan aneh. Tiba-tiba ada angin
menyambar ke depan. Angin itu berpusing dan
menerjang Bi Lan. Akan tetapi Bi Lan merangkap kedua
tangan depan dada seperti sembah, kedua matanya
terpejam. la membiarkan angin itu berpusing di sekitar
tubuhnya. Angln berpusing kuat dan membawa tanah
dan debu ke atas, akan tetapi tidak kuat mengangkat
tubuh
Bi
Lan.
Kini
perlahan-lahan
Bi
Lan
mengembangkan kedua tangannya dan mendorong ke
depan. Angin berpusing itu kini meninggalkannya dan
membalik menyerang Goat Kong Lama! Pendeta Lama
itu terkejut. Tubuhnya hamplr terpelanting oleh putaran
angln dan cepat dla menghentlkan sihirnya. Angin
berhentl dan wajah pendeta Lama Itu menjadl pucat.
Goat Kong Lama mengerahkan tenaganya dan
membentak dengan auara menggetar penuh wibawa.
"Han Bi Lan, berlututlah engkau"
Bi Lan juga mengerahkan tenaga ba-tin dalam
suaranya ketika ia berkata, "Siapa yang berlutut? Aku
423
karena
aku
adalah
427
Betapapun Juga, gadis ini telah membela nama Kun-lunpai dengan mengalahkan Goat Kong Lama tadi. Dan
untuk
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
memenuhi hatinya, dia merasa tidak leluasa karena di
sltu berkumpul semua murid Kun-lun-pai. "Nona Han Bi
Lan, engkau tadi me-ngatakan bahwa engkau datang ini
untuk menghadap kami?" tanya ketua Kun-lun-pai itu.
"Benar, locianpwe." jawab
menghampiri buntalan pakaiannya.
Bi
Lan
sambil
Tugas saya yang pertama adalah berkunjung ke Kun-lunpai, menghadap para pimplnan Kun-lun-pai. Akan tetapi
baru saja tiba di pekarangan kuil saya melihat Goat Kong
Lama, mendengar pembicaraannya dan melihat betapa
dia menantang bertanding kepada para pimpinan Kunlun-pai. Karena itulah maka saya memberanikan diri
menghadapinya untuk membela Kun-lun-pai karena saya
merasa sebagai kewajiban saya membe-la Kun-lun-pai."
"Tapi..,. engkau menguasai
kami...." kata Hui In Sian-kouw.
ilmu
si-lat
pusaka
440
442
443
444
446
Itu.
"Baik.... baik.;..nona....'" Si jangkung merangkak dan
bangkit berdiri sambil meringis dan memegangi perutnya
yang masih nyerl, Mukanya, terutama bibir dan
hidungnya, berlepotan tanah.
"Hayo maju!" Bi Lan menodongkan tombaknya di
punggung si jangkung Itu yang berjalan menuju ke gedung
dengan agak terpincang dan muka ditundukkan. Dia
merasa takut sekali karena ujung tombak yang runcing itu
terasa benar menekan punggungnya.
Setelah mereka tiba di pendapa, tiba-tiba pintu depan
rumah gedung itu terbuka dari dalam dan muncullah
empat orang laki-laki dari dalam. Bi Lan memandang
penuh perhatian. Seorang dari mereka adalah pria
berusia enam puluh tahun lebih, berpakaian gagah dan
indah, pakaian seorang panglima perang, bertu-buh
tinggi besar dan pandang matanya angkuh seperti
pandang mata seorang yang sadar dan bangga akan
kedudukan dan kekuasaannya. Orang ke dua juga
berpakaian seperti seorang panglima, ha-nya tidak
sementereng pakaian panglima tlnggi besar itu. Usia
orang ke dua itu sekitar lima puluh tahun, tubuhnya tinggi
kurus, mukanya begitu kurus mirtp muka tikus, akan tetapi
matanya tajam dan bergerak-gerak membayangkan
kecerdikan. Orang ke tiga berpakaian seperti seorang
tosu (pendeta Agama To) tubuhnya pendek gendut,
tampak lucu. Usianya sekitar enam puluh lima cahun,
mukanya berwarna kekuningan, muiutnya tersenyum
mengejek dan pandang mata-nya agak memandang
rendah segala sesuatu. Adapun orang ke empat masih
muda, sekitar tiga puluh tahun. Tubuhnya tinggi besar,
wajahnya tampan dan gagah dengan alisnya yang hitam
453
tebal.
Dia berpakaian seperti seorang pemuda bangsawan,
pakaiannya indah dan dia pesolek, rambutnya licin
berminyak, bahkan kulit mukanya ada tanda-tanda bekas
bedak. Di pinggangnya tergantung sebatang pedang
yang sarungnya cerukir indah.
"Apakah aku berhadapan dengan pemilik dan
penghuni rumah ini?" tanya Bi Lan sambil memandang
empat orang itu.
Orang muda bangsawan itu melangkah maju. "Nona,
akulah pemilik rumah ini. Nona slapakah dan ada
keperluan apakah mencarl aku?"
Mendengar ini, Bi Lan mengayunkan kaki
menendang dan perajurit jangkung itu terlempar dan
jatuh terbantihg bergulingan. Bi Lan melemparkantombak itu ke dekat orang itu sambil membentak,
"Pergilah!" Tombak itu menancap di atas tanah, dekat si
jangkung yang terlempar keluar ke pekarangan.
Setelah itu Bi Lan menghadapi empat orang itu.
Sikapnya tenang saja biar" pun ia berhadapan dengan
orang-orang yang melihat pakaiannya tentu merupakan
orang-orang berkedudukan tinggi.
"Jadi engkaukah yang sekarang menempati rumah
ini?" tanya Bi Lan sambil memandang kepada pemuda
tinggi besar itu. la sudah dapat menduga agaknya orang
inl yang tadi oleh para perajurit penjaga disebut sebagai
Ciang Kongcu.
"Benar aekali, nona. Aku, Ciang Ban, yang menjadi
454
455
JILID 13
Makan minum bersama lima orang itu berlangsung
460
471
475
pasukan pemerintah.
Kalau begitu, sebaiknya orang seperti itu
dibinasakan saja! Aku sanggup melakukannya, paman!
kata Bi Lan penuh semangat.
Panglima Kwee tersenyum dan mengangguk-angguk.
Engkau memang pantas menjadi puteri Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi, Bi Lan! Semangatmu besar dan
keberanianmu menakjubkan. Akan tetapi aku harus
melarangmu. Entah sudah berapa banyak orang-orang
gagah melakukan usaha itu, namun semua gagal dan
bahkan mereka yang tewas. Perdana Menteri Chin Kui
menjaga dirinya dengan ketat. Pasukan pengawal
khusus yang terdiri dari jagoan-jagoan, di antaranya
didatangkan dari utara, selalu melindunginya siang
malam. Betapapun tinggi kepandaian silatmu, tidak
mungkin menembus pertahanan yang amat kuat itu.
Hemm, kalau begitu, apakah orang macam itu
dibiarkan saja mengkhianati tanah air dan bangsa? Bi
Lan penasaran.
Tidak, Bi Lan. Kami, orang-orang setia kepada
Kerajaan Sung, tidak tinggal diam. Kami sudah
menyusun kekuatan dan kami sedang berusaha untuk
mendapatkan bukti-bukti penyelewengannya, baik
penyelewengannya dalam korupsi uang negara,
pemerasan terhadap para bangsawan dan hartawan,
pajak-pajak gelap yang dilakukannya, yang hasilnya
masuk kantungnya sendiri, juga kami sedang
mengumpulkan
bukti
penyelewengannya
tentang
persekongkolannya dengan Bangsa Kin. Bukti bahwa dia
menerima banyak hadiah dari Bangsa Kin. Semua itu,
kalau sudah dapat dikumpulkan, akan kami haturkan
479
486
tersenyum.
Bagus! Bagus! Aku sendiri juga hampir tidak pernah
minum arak, lebih baik teh, menyehatkan. Sebal sekali
anakku laki-laki itu, setiap hari mabok. Ayaaa bikin
jengkel orang tua saja! Pelayan itu menggeleng-geleng
kepala lalu pergi untuk menyediakan makanan yang
dipesan Thian Liong.
Pemuda ini tersenyum sendiri, akan tetapi juga timbul
niatnya untuk mengajak pelayan yang suka bicara itu
untuk bercakap-cakap. Siapa tahu dia tahu tentang gadis
yang dicarinya. Apalagi saat itu, rumah makan sepi tidak
tampak tamu lain.
Ketika pelayan itu mengantar nasi dan semangkuk
sayur, sepoci teh dengan cawannya, Thian Liong
mengajaknya bicara sambil makan.
Duduklah, paman dan mari temani aku minum teh.
Nanti kalau ada tamu boleh paman tinggalkan aku.
Pelayan itu menerima undangan itu dengan senang
dan setelah minum teh secawan, Thian Liong bertanya,
Paman, aku ingin sekali bertanya. Apakah paman
pernah melihat seorang gadis cantik berpakaian serba
merah muda, punya lesung pipit di kanan kiri bibirnya
dan...... gadis itu pandai ilmu silat?
Pelayan itu mengerutkan alisnya. Gadis cantik jelita
dan pandai ilmu silat? Wah, ada, benar tentu ia yang kau
maksudkan itu! Masih muda belia, senyumnya semanis
madu, kerling matanya seperti kilat menyambar, kalau
tertawa semua bunga bermekaran, matahari bersinar
semakin terang!
491
bangkit
berdiri,
diikuti
laki-laki
JILID 14
Ban Gu yang merasa dimaki-maki itu menjadi marah
juga. Heh, jaga mulutmu, perempuan liar! Tahukah
engkau siapa kami? Toako, ini adalah Bouw-kongcu,
putera kepala daerah Bouw! Dan aku adalah Ban Gu,
putera kepala pasukan keamanan kota ini. Berani
engkau memaki kami? Kau bisa kutangkap dan
kumasukkan penjara!
Memaki kalian? Menyiksa dan membunuh kalian pun
aku berani, kata gadis itu dan tiba-tiba cambuk kuda di
tangannya menyambar ke depan. Cepat sekali ujung
cambuk itu menyambar, seperti kilat menyambar.
Tar-tarrr......!! dua kali cambuk itu menyambar dan
dua orang pemuda itu mengaduh, kedua tangan
mendekap muka mereka yang tampak ada balur
memanjang merah dan berdarah! Tentu saja mereka
marah sekali. Mereka berdua pernah belajar silat, apalagi
Ban Gu yang memiliki ilmu silat yang cukup tangguh dan
dia terkenal sebagai pemuda ugal-ugalan yang suka
mengandalkan kekuatannya dan terutama kedudukan
ayahnya.
Perempuan gila......!! Dia membentak dan tangan
kanannya sudah mencabut sebatang. golok, lalu dia
melompat ke depan dan menyerang dengan goloknya.
Bouw Kui juga tidak tinggal diam. Diapun sudah
mencabut goloknya dan menerjang ke depan pula. Gadis
yang ketakutan itu segera berlari menghampiri orang
tuanya dan mereka berempat segera pergi dari situ,
keluar dari rumah makan tanpa pamit karena merekapun
belum makan apa-apa. Mereka merasa lebih cepat
499
itu
menyarungkan
lagi
pedangnya
dan
507
513
520
526
malu.
Jadi engkau seorang pendekar yang malang
melintang di dunia kang-ouw, menentang kejahatan dan
membela kebenaran dan keadilan?
Akan kuusahakan semampuku untuk membela
kebenaran dan keadilan yang sudah menjadi
kewajibanku, Pek Hong Nio-cu. Memang untuk itulah aku
dengan susah payah mempelajari ilmu silat.
Dan sebagai seorang Han, engkau berkewajiban
pula untuk menentang dan memusuhi pemerintah
Kerajaan Kin? gadis itu mendesakkan pertanyaan ini.
Akan tetapi Pek Hong Nio-cu memandang heran
ketika pemuda itu menggeleng kepalanya lalu menghela
napas. Kerajaan Sung Utara telah kalah dan kekalahan
itu harus diakui. Urusan negara diselesaikan oleh negara
melalui perang. Apa artinya bagi perorangan untuk
melawan balatentara negara? Tidak, Pek Hong Nio-cu,
aku tidak mencampuri urusan negara. Mungkin kalau
negaraku berperang, bisa saja aku membantu dan
menjadi perajurit. Akan tetapi di luar itu, aku tidak
mencampuri. Aku menentang bangsa apa saja yang
bertindak sewenang-wenang dan jahat. Biar bangsaku
sendiri, kalau dia melakukan kejahatan tentu akan
kutentang dan biar bangsa apapun kalau dia berada di
pihak benar dan tertindas, akan kubela. Aku setuju sekali
dengan tindakanmu di kota Leng-ciu tadi, Pek Hong Niocu.
Tindakan yang mana? tanya gadis itu, semakin
tertarik.
528
kaisar.
Bagaimana engkau dapat menduga begitu, Souw
Thian Liong? tanyanya.
Mudah saja. Sikapmu, begitu anggun dan agung dan
sikap seperti ini jelas menunjukkan bahwa engkau
seorang puteri bangsawan tinggi. Kemudian, setelah
engkau memperlihatkan pedang bengkok itu kepada dua
orang pembesar brengsek, mereka berlutut ketakutan.
Berarti pedang itu menjadi tanda kekuasaanmu yang
amat tinggi. Setelah engkau mencabut pedang itu dan
kita bertanding, aku melihat ukiran naga emas pada
pedang bengkok itu dan ternyata pedang itu juga
merupakan pedang pusaka yang mampu beradu dengan
pedangku. Ukiran naga emas hanyalah patut dimiliki
seorang kaisar, maka mudah menduga bahwa tentu
engkau mendapatkan pedang itu dari Kaisar sendiri.
Demikianlah, aku dapat menduga bahwa engkau adalah
puteri Kaisar Kerajaan Kin, melihat bahwa pakaianmu
adalah pakaian seorang puteri bangsa Kin, Pek Hong
Nio-cu.
Pek Hong Nio-cu kini memandang
pemuda itu. Harus ia akui bahwa dalam
masih kalah jauh dibandingkan pemuda
pemuda itu juga cerdik sekali sehingga
bahwa ia adalah puteri kaisar sendiri.
kagum kepada
hal ilmu silat, ia
itu dan ternyata
dapat menduga
535
JILID 15
Sudah kukatakan tadi, aku haruslah mencari gadis
baju merah yang telah mencuri kitab Ngo-heng Lian-hoan
Kun-hoat milik Kun-lun-pai. Dan mengingat ilmu silatnya
berdasar aliran Tibet, aku akan mencari ke barat.
Ah, kebetulan sekali, Thian Liong. Akupun akan
melakukan perjalanan ke sana. Di dekat perbatasan Sinkiang terdapat seorang pamanku, Pangeran Kuang yang
memimpin pasukan yang berjaga di perbatasan. Aku
akan menemui dia untuk suatu keperluan penting sekali
dan mungkin saja dia yang mempunyai banyak
pengalaman akan dapat memberi petunjuk kepadamu
tentang gadis baju merah yang mencuri kitab itu. Kita
dapat melakukan perjalanan bersama.
Dalam hati Thian Liong timbul perasaan rikuh.
Melakukan perjalanan bersama seorang gadis yang
demikian cantik jelita, puteri kaisar pula?
''Akan tetapi.. dia meragu.
Hemm, apakah engkau tidak suka melakukan
perjalanan bersama seorang puteri kerajaan bangsa
Nuchen yang memusuhi bangsa Han? Katakan saja
terus terang! kata Nio-cu sambil memandang tajam.
537
538
542
548
Akan tetapi jawaban Kim Lan sungguh tak disangkasangka dan amat mengejutkan hatinya. Cia-twako,
engkau tentu tidak mengenalnya. Dia adalah seorang
pemuda yang bernama Souw Thian Liong.
Souw Thian Liong......? tanya Cia Song, tertarik
sekali.
Apakah engkau mengenal dia, Cia-twako? Tanya Ai
Yin.
Hemm, bukankah yang kalian maksudkan itu, Souw
Thian Liong murid dari Tiong Lee Cin-jin?
Benar sekali, twako! seru Kim Lan girang. Apakah
engkau tahu di mana dia?
Cia Song mengerutkan alisnya. Tentu saja dia tahu di
mana Thian Liong berada! Di Siauw-lim-si dia sudah
bergaul akrab dengan Thian Liong dan ia mendengar
bahwa sebuah di antara kitab-kitab pelajaran ilmu silat,
yaitu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang merupakan
kitab pusaka Kun-lun-pai, yang seharusnya oleh Thian
Liong dikembalikan kepada Kun-lun-pai, telah dicuri
seorang gadis berpakaian merah yang tidak diketahui
siapa nama dan di mana tempat tinggalnya. Dia tahu
pula bahwa setelah pergi dari Siauw-lim-si, Thian Liong
tentu akan mencari gadis pencuri kitab itu sampai dapat
ditemukan untuk merampas kembali kitab pusaka Kunlun-pai.
Diam-diam tanpa diketahui Thian Liong, Cia Song
membayangi pemuda itu karena timbul keinginannya
untuk menguasai kitab pusaka Kun-lun-pai itu! Dia tahu
bahwa Thian Liong berada di kota Kiang-cu, tak jauh dari
550
551
552
bangsawan
553
554
pergi ke manakah?
Saudara Cia Song tidak usah sungkan, sebut saja
aku Nio-cu, kata gadis itu dengan sikap wajar. Kembali
Cia Song mendapat kenyataan betapa dalam ucapannya
itu gadis ini memiliki wibawa dan keanggunan yang amat
kuat.
Ah, terima kasih, Nio-cu, katanya.
Cia-suheng, tentu engkau masih ingat bahwa kitab
pusaka milik Kun-lun-pai dicuri orang.
Ah, pencuri wanita baju merah yang tidak kaukenal
siapa namanya dan di mana tempat tinggalnya itu?
sambung Cia Song.
Benar, suheng. Aku hanya ingat bahwa gerakan
silatnya memiliki dasar ilmu silat Tibet. Karena itu, aku
hendak mencari ke daerah barat dan kebetulan Pek
Hong Nio-cu ini juga hendak melakukan perjalanan ke
perbatasan Sin-kiang, maka kami melakukan perjalanan
bersama. Dan engkau sendiri, hendak pergi ke manakah
suheng?
Ah, aku...... aku hanya hendak melihat-lihat keadaan
di utara ini saja. Akan tetapi tiba-tiba aku mendapatkan
suatu urusan yang teramat penting, yang menyangkut
pribadimu. Aku.. hem, agaknya urusan ini hanya dapat
kaudengarkan sendiri saja, sute......
Mendengar ucapan ini, tiba-tiba Pek Hong Nio-cu
bangkit berdiri dan berkata kepada Thian Liong, Thian
Liong, engkau bicarakanlah urusan pribadimu dengan
saudara Cia Song. Aku hendak keluar sebentar. Nanti
558
begitu?
Pek
Hong
Nio-cu
tidak
besok pagi-pagi.
malam ini tinggal
Aku ingin sekali
murid-murid Kun-
Cia
Song
ke
rumah
penginapan
567
kita
makan
minum
untuk
merayakan
568
574
JILID 16
Kim Lan lalu melipat dan menyimpan surat itu.
Sekarang mari kita cari Cia-twako! Barangkali dia
mengetahui sesuatu tentang jahanam itu! kata Kim
Lan.
Benar juga, kata Ai Yin. Kenapa Cia-twako tidak
memberi tahu kita tentang kedatangan jahanam itu?
575
ada
apakah......?
itu memperkenalkan.
Cia Song cepat bangkit berdiri dan memberi hormat
kepada panglima tinggi besar itu. Terimalah hormat
saya, ciangkun. Sudah lama saya mendengar dan
mengagumi nama besar ciangkun!
Jenderal tinggi besar itu tersenyum, senang melihat
sikap Cia Song yang demikian ramah. Ha-ha, terima
kasih, Cia-sicu. Akupun sudah banyak mendengar
tentang jasamu. Silakan duduk!
Cia Song duduk kembali. Seorang pelayan masuk
membawa minuman sehingga percakapan mereka
terhenti. Setelah pelayan pergi, Pangeran Hiu Kit Bong
bertanya kepada Cia Song.
Cia-sicu, kabar apa yang kaubawa dari selatan?
Kalau engkau datang barkunjung secara tiba-tiba
begini, tentu engkau membawa berita penting sekali.
Cia Song yang menjadi murid yang disayang oleh
Hui Sian Hwesio ketua Siauw-lim-pai, yang dikenal
sebagai seorang pendekar Siauw-lim-pai itu, ternyata
memiliki peran ganda dalam hidupnya. Di satu pihak,
umum mengenalnya sebagai seorang pendekar Siauwlim-pai yang suka membela kebenaran dan keadilan,
sebagai murid Hui Sian Hwesio. Akan tetapi di lain
pihak, secara rahasia dan sama sekali tidak diketahui,
bahkan tidak pernah disangka oleh para golongan
bersih, diam-diam Cia Song telah berguru kepada Ali
Ahmed, seorang datuk bangsa Hui yang berasal dari
Mongolia Dalam.
Dengan ilmu-ilmu yang dlpelajarinya dari datuk
582
bangsa Hui itu, yaitu ilmu silat dan sihir, Cia Song
menjadi semakin lihai. Akan tetapi dia amat cerdik dan
tidak pernah dia menonjolkan atau memperlihatkan ilmuilmu asing itu. Hanya dia pandai memasukkan tenagatenaga yang dahsyat dari ilmu barunya ke dalam ilmu
silat
Siauw-lim-pai
yang
dikuasainya,
pandai
menggabung ilmu-ilmu dari Ali Ahmed dengan ilmu
silatnya sendiri sehingga tidak kentara bahwa dia
mempergunakan ilmu yang asing. Dan mulailah dia
dikenalkan oleh Ali Ahmed kepada Pangeran Hiu Kit
Bong.
Pergaulan dengan orang-orang yang menjadi hamba
nafsu, orang-orang yang selalu hanya mengejar
kenikmatan dan kesenangan daging dan dunia, menyeret
Cia Song ke lembah hitam. Dia sudah mengesampingkan
pelajaran tentang ke-bajikan yang dulu dia pelajari dari
Hui Sian Hwesio dan mulailah dia menjadi hamba
nafsunya, sering melakukan perbuatan-perbuatan yang
sesat.
Bahkan dia kemudian oleh pergaulan itu
diperkenalkan kepada Perdana Menteri Chin Kui yang
bersekutu
dengan
Kerajaan
Kin,
yang
telah
mempengaruhi Kaisar Sung agar berbaik dengan
Kerajaan Kin, bahkan tidak segan-segan Kaisar Sung
mengirim upeti sebagai tanda damai dengan Kerajaan
penjajah itu! Sebentar saja Cia Song telah menjadi orang
kepercayaan Perdana Menteri Chin Kui dan menjadi
utusan rahasia. Tidak ada yang tahu kecuali para
sekutunya bahwa Cia Song telah menjadi antek
perdana menteri korup yang telah mempengaruhi dan
menguasai kaisar Sung itu!
Mendapat pertanyaan dari Pangeran Hiu Kit Bong,
583
586
engkau?
sekali
tidak,
Pangeran.
Mungkin
ilmu
587
593
kenangannya.
Souw Thian Liong, kenapa engkau menghela napas
panjang setelah sejak tadi melamun seorang diri? tibatiba suara Pek Hong Nio-cu menyadarkan dan seolah
menyeret dia kembali ke alam sadar.
Eh? Apa maksud paduka, Puteri? tanya Thian Liong
gagap, seperti orang baru bangun tidur.
Hushh! Berapa kali aku memperingatkan agar
engkau jangan menyebut aku paduka dan puteri, kecuali
kalau berhadapan dengan para pembesar dan dalam
suasana resmi! tegur Pek Hong Nio-cu dengan alis
berkerut. Dalam percakapan pribadi, aku ini bukan lain
adalah Pek Hong Nio-cu, seorang sahabat yang
sederajat denganmu.
Ah, maafkan, Nio-cu. Aku memang pelupa, akan
tetapi apa yang kau maksudkan dengan pertanyaanmu
tadi?
Hemm, bagaimana sih pertanyaanku tadi, Thian
Liong?
Thian Liong menggeleng kepalanya. Aku tidak tahu,
tidak ingat lagi.
Nah, itu tandanya bahwa engkau tenggelam ke
dalam lamunanmu, kata Pek Hong Nio-cu sambil
menahan dan menghentikan kudanya. Melihat ini, Thian
Liong juga menghentikan kudanya. Thian Liong, sejak
tadi aku melihat engkau melamun dengan pandang mata
kosong, kadang tersenyum-senyum dan kemudian
engkau menghela napas panjang. Nah, tadi aku bertanya
611
614
JILID 17
Thian Liong tertawa. Ha-ha, kalau meniup suling
akupun bisa, akan tetapi mana mungkin ada bidadari
memperhatikan aku?
Hemm, siapa tahu? Engkau juga seorang
penggembala kerbau yang istimewa, Thian Liong.
Lanjutkan ceritamu yang menarik sekali itu.
Thian. Liong merasa heran. Bagaimana kisah tentang
seorang penggembala kerbau saja menarik hati gadis
ini? Akan tetapi segera dia teringat bahwa gadis ini
adalah seorang puteri raja, tentu saja tertarik mendengar
akan kehidupan seorang penggembala seperti juga
seorang penggembala akan tertarik mendengar akan
kehidupan seorang puteri raja. Setiap orang selalu
tertarik akan hal yang baru, akan hal yang tak pernah
dialaminya atau keadaan yang berlawanan dengan
keadaannya sendiri.
Ketika aku berusia sepuluh tahun, pada suatu hari
aku menggembala kerbau dan kebetulan aku bertemu
dengan suhu Tiong Lee Cin-jin. Nenekku yang sudah
berusia delapanpuluh tahun, meninggal dunia dan aku
lalu ikut dan menjadi murid suhu. Selama sepuluh tahun
aku mempelajari ilmu dari suhu. Kemudian, setahun lebih
yang lalu, suhu menyuruh aku turun gunung dan aku
diberi tugas untuk menyerahkan kitab-kitab kepada Butong-pai, Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai. Sayang sekali,
kitab untuk Kun-lun-pai itu dicuri gadis baju merah yang
kini sedang kucari itu. Nah, itulah riwayatku, Nio-cu.
Sekarang akupun ingin mendengar riwayat seorang
615
kenapa
kepadaku
engkau
618
619
620
menghadapi mereka.
Kembali terdengar aba-aba dan semua perajurit
berlompatan turun dari atas kuda mereka. Beberapa
orang di antara mereka yang bertugas mengatur kuda
segera mengumpulkan kuda-kuda itu agak menjauh dan
menambatkannya pada pohon pohon.
Lima orang jagoan yang memimpin pasukan itu cepat
maju dan berhadapan dengan Pek Hong Nio-cu. Tentu
saja puteri ini segera mengenal mereka karena dahulu,
ketika ia masih remaja dan lima orang itu masih menjadi
pengawal-pengawal pribadi Raja Kin, ia pernah juga
menerima pelajaran silat dari mereka. Akan tetapi
kemudian lima orang ini melakukan pelanggaran dan
dikeluarkan dari istana. Maka, tentu saja Pek Hong Niocu tidak lagi menganggap mereka sebagai guru, bahkan
memandang mereka sebagai orang-orang yang jahat
dan khianat.
Dengan alis berkerut Pek Hong Nio-cu memandang
lima orang yang berdiri dengan sikap sungkan itu, lalu ia
menegur mereka. Mau apa kalian datang ke sini? Hayo
pergi dan jangan mengganggu aku!
Bagaimanapun juga, Puteri Moguhai amat terkenal
dan disegani segenap orang di kerajaan Kin. Ia memiliki
wibawa yang amat kuat sehingga ketika puteri itu
membentak mereka, lima orang jagoan itu menjadi
gentar dan mereka saling pandang, menjadi salah
tingkah.
Con Gu mewakili rekan-rekannya berkata kepada
Pek Hong Nio-cu setelah membungkuk dalam-dalam.
Harap paduka maafkan kami kalau kami mengganggu.
623
Thian Liong maklum bahwa dia menghadapi orangorangnya para pengkhianat, baik pengkhianat kerajaan
Sung maupun pengkhianat kerajaan Kin dan pasti
mereka itu tidak mempunyai niat baik terhadap Pek Hong
Nio-cu. Akan tetapi dia merasa heran sekali mengapa
Cia Song yang sama sekali tidak diduganya telah
menjadi antek Chin Kui dan bersekongkol dangan
pengkhianat kerajaan Kin kini hendak menangkapnya
untuk dihadapkan kepada para pimpinan Siauw-lim-pai
dan Kun-lun-pai untuk diadili! Apa yang terjadi? Dia tidak
melakukan
sesuatu
kesalahan
terhadap
dua
perkumpulan besar itu! Karena merasa penasaran, Thian
Liong lalu mengamuk.
Thian-liong-kiam di tangannya berubah menjadi sinar
bergulung-gulung sehingga Ngo-heng Kiam tin itupun
tidak mampu mendesaknya dan serangan mereka selalu
terpental apabila bertemu dengan sinar pedang itu. Akan
tetapi Thian Liong juga mendapat kenyataan bahwa
barisan pedang yang terdiri dari lima orang itu tak boleh
dipandang ringan. Kerja sama mereka rapi sekali, saling
melindungi dan saling memperkuat daya serang
sehingga dia harus berhati-hati.
Sementara itu, Pek Hong Nio-cu menjadi marah
sekali ketika Cia Song berkata dengan suara merayu,
Ah, puteri jelita, sebaiknya engkau menyerah saja
daripada kulitmu yang putih mulus itu menjadi lecet.
Sayang kalau engkau sampai terluka, manis.
Singgg......! Itulah jawaban Pek Hong Nio-cu.
Pedangnya menyambar dahsyat sehingga Cia Song
menjadi terkejut sekali dan dia harus cepat mengelak
sambil menggerakkan pedangnya menangkis.
628
Hong
Nio-cu
yang
mendapatkan
lawan
629
menumpang
di
635
642
652
JILID 18
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, rakyat yang
tinggal di kota raja menjadi geger. Banyak sekali tentara
mengepung istana kaisar. Akan tetapi, dari tembok istana
muncul pasukan lain yang menghadang. Terjadilah
653
660
kaisar.
Kaisar membacanya dan seketika wajahnya berseri.
Dia menengok ke arah jendela dan berkata dengan
suara lantang.
Siapapun adanya engkau, orang gagah, kami
berterima kasih sekali padamu!
Dengan wajah berseri Kaisar lalu menyerahkan surat
itu kepada Siang Lin yang segera membacanya.
Sepasang mata selir kaisar ini menjadi basah saking
bahagia dan terharunya membaca isi kertas bertulis itu.
Moguhai dan Pangeran Kuang sedang menuju ke
kota raja dengan pasukannya. Pertahankan istana
sampai mereka datang.
Surat itu lalu berpindah-pindah tangan, mula-mula
Siang Lin memberikannya kepada permaisuri yang
setelah membacanya menyerahkan kepada para selir.
Mereka bergantian membaca dan semua wajah menjadi
berseri gembira. Timbul harapan dalam hati mereka.
Pasukan penolong yang dipimpin pangeran Kuang dan
Pureri Moguhai akan menolong mereka!
Biar aku sendiri yang memimpin pertahanan istana!
Kaisar timbul semangatnya dan diapun keluar dari
ruangan itu menemui para perwira yang setia kepadanya
untuk
mengawasi
sendiri
pasukan
yang
mempertahankan istana. Dengan munculnya kaisar
sendiri ke tengah-tengah mereka, para perajurit yang
membela kaisar bersorak gembira dan semangat mereka
berkobar, apalagi ketika mereka mendengar bahwa bala
bantuan segera datang!
665
668
669
675
dia
memastikan
bahwa
683
sekaIi.
Aku
JILID 19
Si perwira yang belum sempat dapat membuka
matanya, disambar sebuah kaki mungil Pek Hong Nio-cu.
Tendangan itu mengenai perutnya, terdengar suara
692
694
Souw
Thian
Liong,
keluar
dan
696
itu.
Pagi itu matahari yang baru muncul dari balik bukit,
tampak berseri dan cahaya yang masih lembut itu
menghangatkan tubuh dan hati kedua orang suami isteri
yang menunggang kuda dengan santai itu. Mereka
menikmati keindahan alam pagi hari itu, tidak pernah
merasa bosan walaupun sudah bertahun-tahun mereka
seringkali melakukan perjalanan seperti itu.
Yang pria berusia sekitar empatpuluh lima tahun,
akan tetapi dia tampak lebih tua daripada umurnya.
Rambut di atas kedua telinganya sudah memutih dan
ada garis-garis duka pada wajahnya. Wajahnya biasa
saja, tidak terlalu tampan namun tidak pula jelek, akan
tetapi pada mata dan mulut itu, juga pada sikap tubuh
dan penampilannya, membayangkan kejantanan dan
kegagahan. Sebatang pedang yang berada di
pungungnya menambah kegagahannya. Dia memang
seorang yang gagah perkasa, bahkan pernah menjadi
komandan Pasukan Halilintar, sebuah pasukan dalam
barisan yang dipimpin mendiang Jenderal Gak Hui yang
amat terkenal itu. Pria ini bukan lain adalah Han Si Tiong
yang sudah kita kenal dalam bagian awal kisah ini.
Adapun isterinya, yang menunggang kuda di
sampingnya, adalah Liang Hong Yi, berusia sekitar
tigapuluh delapan tahun. Wajahnya cantik manis,
berbentuk bulat telur, terutama sekali bibirnya yang
membuat ia tampak menarik sekali, apa lagi ada tahi lalat
di dagu yang menambah kemanisannya. Juga wanita ini
membawa pedang di punggungnya.
Pada awal kisah ini diceritakan betapa Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi, duabelas tahun yang lalu, ikut
702
703
Seringkali suami isteri ini menunggang kuda berjalanjalan di waktu pagi menyusuri tepi telaga. Tidak ada
seorangpun penduduk daerah telaga itu yang
mengetahui bahwa Han Si Tiong, yang mereka sebut
Han-sicu dan Liang Hong Yi yang mereka sebut Hantoanio adalah suami isteri yang dulu pernah memimpm
Pasukan Halilintar yang terkenal. Para penduduk hanya
mengenal mereka sebagai seorang gagah yang
memberantas kejahatan di telaga sehingga daerah itu
menjadi aman dan tidak ada lagi perampok yang suka
mengganggu penduduk pedusunan. Mereka dihormati
semua orang yang tinggal sekitar Telaga Barat.
Pagi itu, seperti biasa, Han Si Tiong dan Liang Hong
Yi berjalan-jalan menunggang kuda di tepi telaga. Ketika
mereka tiba di bagian yang sepi karena daerah itu
berhutan yang panjangnya sekitar dua lie (mil) di tepi
telaga dan melewati sebuah pohon besar, tiba-tiba kedua
ekor kuda tunggangan mereka meringkik dan
mengangkat kedua kaki depan ke atas dengan
ketakutan.
Han Si Tiong dan Liang Hong Yi cepat melompat
turun agar tidak sampai terjatuh dan mereka memegang
kendali kuda, berusaha menenangkan kuda mereka.
Akan tetapi pada saat itu, seekor ular kobra melompat
dari depan dan dengan cepat sekali, seperti anak panah
menyambar, ular itu menggigit kaki kedua ekor kuda itu.
Kuda-kuda itu meringkik keras, meronta sehingga kendali
yang dipegang Han Si Tiong dan Liang Hong Yi putus.
Dua ekor kuda itu melompat, akan tetapi baru beberapa
tombak jauhnya mereka Iari, mereka lalu roboh terguling
dan tewas seketika!
Han Si Tiong dan Liang Hong Yi marah sekali melihat
704
711
715
mengejar.
Nio-cu, tidak perlu dikejar, orang itu curang dan licik
sekali, berbahaya kalau engkau mengejar seorang diri.
Pek Hong Nio-cu tidak jadi mengejar dan ketika dara
ini menengok ia melihat Thian Liong sudah berjongkok di
dekat laki laki setengah tua yang merangkul wanita yang
mengaduh-aduh itu. Ternyata sedikit luka di paha Liang
Hong Yi itu kini membuat pahanya menghitam dan
membengkak dan terasa nyeri dan panas bukan main.
Melihat ini, Thian Liong segera berkata kepada lakilaki itu. Paman, biarkan aku mencoba untuk
mengobatinya. Luka ini mengandung racun ular yang
berbahaya!
Han Si Tiong mengangguk dan Thian Liong sudah
mencabut lagi Thian-liong-kiam lalu berkata kepada Han
Si Tiong.
Harap paman robek saja celana itu di bagian yang
terluka.
Dalam keadaan seperti itu, Han Si Tiong dan Liang
Hong Yi tidak memperdulikan tentang kesopanan lagi.
Keadaan yang membahayakan nyawa Liang Hong Yi itu
merupakan keadaan darurat, maka Han Si Tiong lalu
merobek celana di bagian paha yang terluka. Lukanya
sebetulnya tidak besar, bahkan hanya tergores dan
pecah kulitnya sehingga berdarah. Akan tetapi racun
pada tongkat ular kobra itu membuat kulit pahanya
berubah menghitam dan membengkak.
Souw Thian Liong lalu mempergunakan pedang
719
722
728
729
JILID 20
Aih..! Penasaran sekali! Ini semua tentu gara-gara
fitnah yang disebarkan si jahanam Chin Kui, pengkhianat
itu! Jangan khawatir, Souw-sicu. Aku akan membantumu.
Aku mempunyai banyak kawan seperjuangan di kota raja
dan kami semua menentang Chin Kui. Akan kami
beberkan semua rahasia jahatnya, bersekongkol dengan
pemberontak
di
Kerajaan
Kin
dan sekiranya
pemberontakan itu berhasil, tentu dia akan mempunyai
rencana jahat lainnya.
Terima kasih, paman. Akan tetapi kami harap paman
tidak merepotkan diri karena berarti paman juga terjun ke
dalam bahaya, kata Thian Liong.
Kita sama lihat saja nanti. Yang jelas, kita bersatu
hati menyelamatkan Kerajaan Sung dari pengaruh Chin
Kui yang amat jahat! kata pula Han Si Tiong.
Setelah menginap satu malam di rumah bekas
pemimpin pasukan Halilintar itu, pada keesokan harinya,
pagi-pagi sekali Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu
meninggalkan dusun Kian-cung. Setelah matahari naik
tinggi, mereka sudah jauh meninggalkan Telaga Barat
dan mereka berhenti di bawah pohon tepi jalan yang sepi
itu. Mereka melepaskan lelah, juga memberi kesempatan
kepada dua ekor kuda mereka untuk mengaso dan
makan rumput. Ketika berada di rumah Han Si Tiong,
pendekar yang memelihara belasan ekor kuda itu
memberi mereka dua ekor kuda yang baik sekali sebagai
731
heran
740
744
mengerutkan
alisnya
dan
747
750
751
752
sikap
dan
757
Paman Sie.
Kami mengetahui rahasia pemberontakan itu yang
diatur oleh Pangeran Hiu Kit Bong yang bersekongkol
dengan Perdana Menteri Chin Kui yang diwakili oleh
seorang pemuda bernama Cia Song. Kami berdua
menentang pemberontakan itu dan berhasil mengundang
pasukan yang berjaga di barat sehingga akhirnya
pemberontakan itu dapat ditumpas. Sayang bahwa Cia
Song, utusan Perdana Menteri Chin Kui itu dapat lolos
dan agaknya dia yang melapor kepada Chin Kui dan
mereka melempar fitnah kepada diriku sehingga aku
dijadikan orang buronan pemerintah Sung. Aku memang
membantu pemerintah Kerajaan Kin, akan tetapi
membantu dari ancaman pemberontak yang bersekutu
dengan Perdana Menteri Chin Kui.
Hemm, aku mulai mengerti duduknya perkara. Dan
Pek Hong, kenapa engkau meninggalkan...... istana dan
ikut Thian Liong ke sini, padahal di sini bahaya
mengancammu?
Pek Hong tersenyum. Liong-ko telah membantuku
menyelamatkan kerajaan ayah, karena itu, aku ingin
membalas
budinya
dan
ingin
membantu
dia
menyelamatkan Kerajaan Sung dari tangan Chin Kui
yang kotor. Mengingat bahwa Chin Kui bersekutu dengan
pemberontak di Kerajaan Kin, berarti dia juga musuhku,
bukan? Dan ayahku, Raja Kin, juga menyetujui
kepergianku ikut Liong-ko ke selatan.
Kalau begitu kita harus berbuat sesuatu untuk
membersihkan namamu, Thian Liong. Kalau tidak,
engkau akan menjadi buronan pemerintah dan hidupmu
tidak akan aman lagi.
760
ban-ban-swe......!
(Panjang
umur
767
JILID 21
Akan tetapi pada saat itu, lima orang panglima dan
lima orang pembesar sipil turun dari kursi mereka dan
maju lalu berlutut menghadap kaisar.
Sri Baginda Yang Mulia, kata seorang pembesar
sipil, Menteri Kebudayaan, yang sudah tua dan dihormati
kaisar, berkata mewakili sembilan orang rekannya.
Hamba para abdi setia paduka bertanggung jawab kalau
Kwee-ciangkun mempunyai niat jahat atau memberontak.
Mohon paduka sudi mendengarkan dulu semua
penjelasan sebelum menjatuhkan perintah menangkap
mereka. Hamba semua hanya merupakan abdi paduka
yang setia dan yang selalu menjaga keselamatan paduka
dan Kerajaan Sung.
Wah, ini pengkhianatan besar! Mereka semua
merupakan persekutuan pemberontak! Sri Baginda,
sebelum terlambat, mereka harus ditangkap dari dihukum
gantung! teriak Perdana Menteri Chin Kui.
Akan tetapi Kaisar Sung Kao Tsu, biarpun amat
percaya dan sudah berada dalam pengaruh perdana
menterinya yang dia anggap amat setia dan pandai,
meragukan ucapan itu sekali ini.
770
puteranya?
Benar, Yang Mulia. Jenderal Ciang dan puteranya
menipu puteri hamba. Mereka menjamu dan meracuni
puteri hamba, maka puteri hamba lalu membunuh
mereka yang jahat itu, jawab Han Si Tiong dengan
tenang.
Nah, laporan hamba benar, Sri Baginda. Kalau
puterinya pembunuh kejam, orang tuanya tentu bukan
orang baik baik dan mereka berdua ini harus dihukum!
teriak Perdana Menteri Chin Kui.
Kaisar Sung Kao Tsu benar-benar menjadi bingung
dan pusing. Baru sekali ini dalam persidangan terjadi
perbantahan dan percekcokan saling tuduh seperti itu.
Ampun, Sri Baginda Yang Mulia. Hamba menjadi
penanggung jawab akan kebenaran keterangan Han Si
Tiong. Mendiang Jenderal Ciang Sun Bo adalah anak
buah Perdana Menteri Chin Kui, maka dia hendak
mencelakai puteri Han Si Tiong itu. Mohon kebijaksanaan
paduka untuk menyelidiki kebenaran laporan hamba ini,
kata Panglima Kwee dan sepuluh orang pejabat tinggi
itupun mengeluarkan pendapat mereka melalui Menteri
Kebudayaan Pui.
Hamba semua mendukung
Panglima Kwee Gi!
kebenaran
laporan
sehingga
mereka
akan
mempertahankan
kursi
kedudukan itu dengan cara apapun juga, kalau perlu
dengan kekerasan, bahkan dengan taruhan nyawa
sekalipun!
Setelah berunding semalam suntuk, Chin Kui
mengumpulkan saran-saran dari para sekutunya,
kemudian dia mengambil keputusan dengan suara tegas.
Kita semua mengetahui bahwa kedudukan kita
terancam bahaya dengan adanya tuduhan dari Souw
Thian Liong dan Sie Pek Hong, juga dari Han Si Tiong
dan isterinya. Celakalah kita kalau sampai Kaisar
mendapat bukti akan keterlibatan kita dengan
pemberontakan di Kerajaan Kin. Semua ini karena
keteledoran Cia Song sehingga mereka sampai
mengetahui bahwa aku mengirim Cia Song ke utara.
Karena itu, jalan satu satunya untuk menyelamatkan diri
adalah membunuh empat orang tahanan itu. Setelah
mereka berada dalam tahanan, tidak begitu sukar untuk
membunuh mereka. Dan engkau, Cia Song, engkau
harus menebus keteledoranmu di utara itu. Engkau yang
harus melakukan pembunuhan terhadap mereka
berempat. Engkau boleh membawa bantuan dan jangan
sampai tugas itu gagal!
Cia Song yang memang telah merasa betapa dia
yang menyebabkan perdana menteri itu diketahui
mengadakan persekutuan dengan Pangeran Hiu Kit
Bong yang mengadakan pemberontakan di Kerajaan Kin,
hanya dapat mengangguk menyanggupi.
Akan tetapi apa artinya kalau hanya membunuh
empat orang itu saja? Tentu Kaisar sudah kehilangan
kepercayaan kepada anda, Chin-taijin (pembesar Chin)!
781
783
kuat.
Kalau dua orang yang berada dalam ruangan itu di
berondong anak panah oleh empat orang perajurit dan
diapun membantu menyerang dari luar, mustahil bagi
Souw Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu untuk dapat
menyelamatkan diri! Dia sudah memperhitungkannya
dengan matang. Dia menduga bahwa dua orang itu pasti
tidak membawa senjata untuk melindungi diri mereka dari
hujan anak panah dan di dalam kamar penjara itupun
tidak terdapat sesuatu yang dapat dijadikan perisai.
Sebagai seorang ahli ilmu silat tinggi dia sudah
memperhitungkan bahwa Souw Thian Liong sendiri tidak
akan
dapat
mengelak
terus.
Tidak
mungkin
menghindarkan diri dari serbuan anak-anak panah dan
sebatang saja mengenai tubuhnya, cukup untuk
membunuhnya.
Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong yang kebetulan
sedang menghadap dan memandang ke arah pintu yang
berjeruji, melihat munculnya lima orang yang berpakaian
perajurit itu di depan pintu. Tadinya mereka mengira
bahwa mereka adalah para penjaga yang melakukan
perondaan, akan tetapi ketika mereka melihat Cia Song,
keduanya terkejut bukan main.
Ha-ha-ha! Cia Song tertawa. Bersiaplah kalian
untuk mampus!
Jahanam busuk kau! Pek Hong memaki.
Akan tetapi Cia Song sudah memberi isyarat kepada
empat orang yang memang sudah mempersiapkan anak
panah mereka. Begitu mereka berempat bergerak, sinar793
Terbang)
itu
inilah
dan
yang
Ijinkan
hamba
yang
menjadi
pembicara
menceritakan apa yang telah terjadi semalam, Sri
Baginda, kata Thian Liong karena dia khawatir kalau
Pek Hong membuka suara, akan ketahuan bahwa ia
bukan seorang gadis Han.
Baik, ceritakanlah, kata kaisar.
Malam tadi, muncul Cia Song, pembantu Perdana
Menteri Chin Kui bersama empat orang anak buahnya.
Mereka menyerang hamba berdua dengan anak panah
dari luar kamar penjara dan ternyata mereka telah
membunuh lima orang perajurit yang berjaga di penjara.
Hamba berdua tidak dapat melawan dan hanya
menghindar dari serangan anak panah beracun yang
menghujani hamba. Untung dalam keadaan amat gawat
itu, muncul suhu hamba yang merobohkan empat orang
pemanah dan Cia Song melarikan diri dan lolos. Suhu
lalu membuka pintu penjara dan minta kepada hamba
berdua untuk cepat-cepat melindungi paduka yang
terancam bahaya. Hamba berdua lalu lari memasuki
istana dan melihat betapa tiga orang jahat itu mengamuk.
Hamba berdua lalu turun tangan sehingga tiga orang itu
dapat dibinasakan.
Tahukah engkau siapa tiga orang yang menyerang
dan hendak membunuh kami itu?
Hamba dan Sie Pek Hong pernah bentrok dengan
tiga orang itu, Sri Baginda. Mereka itu adalah Hwa Hwa
Cin jin, Bu-tek Mo-ko, dan Bu-eng Mo-ko yang ketika itu
hendak membunuh Paman Han Si Tiong dan Bibi Liang
Hong Yi.
Ampunkan
hamba
kalau
hamba
mohon
805
JILID 22
Guru hamba seorang pertapa kelana yang bernama
Tiong Lee Cin-jin yang mulia, jawab Thian Liong.
Kaisar membelalakkan kedua matanya. Tiong Lee
Cin-jin? Kami pernah mendengar nama besarnya!
Bukankah dia yang dijuluki Yok-sian?
Benar, yang mulia?
Ah, pantas engkau yang masih begini muda
berkepandaian tinggi dan berwatak bijaksana, Souw
Thian Liong! Kiranya engkau murid Dewa Obat itu! Dan
bagaimana dengan engkau, Sie Pek Hong? Apakah
808
811
tetapi telah gagal itu telah mati semua, kecuali Cia Song
yang dapat meloloskan diri dan sekarang telah pergi
entah ke mana. Karena yakin bahwa tidak mungkin ada
bukti dan saksinya, maka Chin Kui merasa tenang dan
menantang para penuduhnya.
Kwee-ciangkun berkata kepada kaisar, Ampun, Sri
Baginda yang mulia. Mohon perkenan paduka agar
hamba dapat mendatangkan Souw Thian Liong dan Sie
Pek Hong sebagai saksi.
Kaisar mengangguk dan Panglima Kwee lalu
memberi
isyarat
kepada
pengawal.
Pengawal
mengiringkan Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong
memasuki ruangan dan kedua orang muda itu segera
menghadap kaisar dan memberi hormat.
Pangeran Kuang memandang dengan mata
terbelalak kepada Sie Pek Hong dan tanpa disadari dia
berseru dengan girang.
Puteri Moguhai
Pek Hong Nio-cu yang memakai nama Sie Pek Hong
dan nama aselinya adalah Puteri Moguhai itu tersenyum.
Paman Pangeran Kuang! katanya.
Kaisar Sung Kao Tsu memandang heran.
Apa artinya ini? tanyanya kepada Pangeran Kuang.
Maafkan hamba, Sri Baginda. Gadis ini adalah
keponakan hamba. Ia adalah Puteri Moguhai, puteri Sri
Baginda Kaisar Kerajaan Kin.
815
Ahh......!
Puteri
Moguhai,
kenapa
engkau
menggunakan nama Sie Pek Hong dan tidak berterus
terang kepada kami bahwa engkau puteri Kaisar Kin?
Ampun, Sri Baginda, ceritanya agak panjang......
kata Pek Hong Nio-cu sambil tersenyum manis kepada
kaisar.
Sri Baginda, sekarang jelas sudah! Souw Thian
Liong ini datang bersama puteri Kaisar Kin, apa lagi
maksudnya kalau bukan hendak bersekongkol dengan
Kerajaan Kin untuk menjatuhkan paduka? Mereka sudah
mengatur semuanya. Mula-mula menyerang hamba,
untuk kemudian menjatuhkan paduka dan merampas
tahta! teriak Chin Kui yang merasa mendapat
kemenangan.
Kaisar mengangkat kedua tangan, memberi isyarat
agar mereka semua diam dan tidak ribut. Setelah
suasana menjadi tenang, Kaisar menoleh kepada
Panglima Kwee.
Kwee-ciangkun, coba jelaskan dan ceritakan tentang
laporanmu mengenai usaha pembunuhan di istana tadi!
Panglima Kwee dengan suara lantang, Sri Baginda,
yang lebih mengetahui dan mengalami sendiri peristiwa
itu adalah Souw Thian Liong dan...... eh, Puteri Moguhai
ini, maka hamba rasa seyogianya mereka yang
menceritakan terjadinya peristiwa itu sebenarnya.
Pek Hong Nio-cu tersenyum mendengar ini. Kaisar
mengangguk-angguk dan berkata kepada puteri itu.
Puteri Moguhai, sekarang ceritakanlah semuanya.
Mengapa engkau terlibat dalam urusan ini dan apa yang
816
pepohonan seperti berhiaskan emas, gundukan bukitbukit itu...... ah, semuanya seolah tersenyum, begitu
hidup......
Thian Liong tersenyum. Su-moi, tahukah engkau di
mana sesungguhnya keindahan itu terdapat?
Eh? Di bawah sana itu, pemandangan alam ini, sinar
matahari, lihat burung-burung kecil beterbangan...... ah,
semua inilah tempat keindahan!
Bukan, su-moi. Keindahan itu terdapat di dalam
hatimu!
Hemm, bagaimana maksudmu, suheng?
Begini, su-moi. Kalau hati sedang tenteram bahagia,
tidak terganggu perasaan nafsu apapun, maka segala
sesuatu tampak indah bukan main. Bahkan di waktu
hujan atau dalam keadaan apa dan bagaimanapun, akan
tampak indah karena segala sesuatu memiliki sifat dan
ciri yang khas. Keindahan itu pencerminan kebahagiaan.
Kalau hatimu berbahagia, maka apapun akan tampak
indah. Sebaliknya, kalau hati tidak tenteram bahagia,
terganggu ulah nafsu yang menimbulkan kecewa, marah,
benci, dengki, iri, khawatir, takut, bingung, sedih dan
sebagainya, apapun yang kita hadapi akan tampak jelek
dan sama sekali tidak menyenangkan!
Pek Hong Nio-cu tertegun, berpikir, merenungkan
ucapan Thian Liong, kemudian berkata, Hemm, aku
mulai dapat mengerti apa yang kaumaksudkan, suheng.
Akan tetapi berilah contoh agar jelas!
Kalau hati kita tenteram bahagia, segala tampak
829
mendapatkan
838
kami berdua!
Thian Liong memandang heran. Perbuatan terkutuk?
Biadab? Apa yang kaumaksudkan, nona?
Engkau masih berpura-pura? Baiklah, kami berdua
memang sudah tercemar aib. Biarlah semua orang
mengetahui betapa biadab dan terkutuk engkau, Souw
Thian Liong! Di dalam penginapan di kota Kiang-cu itu,
engkau menotok kami berdua lalu...... lalu...... dengan
biadab engkau memperkosa kami! Setelah berkata
demikian, air mata mengalir dari mata Kim Lan, juga Ai
Yin.
Penasaran! Aku tidak melakukan perbuatan keji itu!
Apa buktinya? Siapa saksinya? kata Thian Liong
penasaran.
Buktinya? kata Kim Lan dengan suara parau karena
bercampur tangis dan ia mengeluarkan sehelai surat dari
saku bajunya, melambaikan surat itu ke atas.
Ini buktinya, suratmu yang kau tinggalkan di meja
kamar penginapan. Engkau bukan saja telah
memperkosa, bahkan engkau juga meninggalkan surat
menghina Kun-lun-pai!
Saksinya adalah aku! Tiba-tiba Cia Song berkata
lantang. Aku yang menyaksikan bahwa pada waktu dua
orang nona murid Kun-lun-pai itu berada di Kota Kiangcu, aku melihat Souw Thian Liong dan puteri Kin itu juga
berada di sana!
Biauw In Su-thai berteriak, Kim Lan! Ai Yin! Tak
perlu banyak bicara lagi, kita bunuh jahanam ini! Tokoh
842
Kun-lun pai ini menerjang, diikuti oleh Kim Lan dan Ai Yin
sehingga Thian Liong diancam pengeroyokan tiga orang
wanita yang pandai mainkan Thian-lui-kiam-sut (llmu
Pedang Kilat Guntur) itu.
Pek Hong Nio-cu juga mencabut pedang bengkoknya
dan melompat ke depan Thian Liong untuk melindungl
pemuda yang masih berdiam tenang dan tidak mencabut
pedangnya itu. Pek Hong Nio cu bersiap melawan tiga
orang wanita Kun-lun-pai itu. Melihat ini, tiga orang
wanita itu menjadi semakin marah.
Bentuk Thian-lui-kiam-tin (Pasukan Pedang Kilat
Guntur)! kata Biauw In Su-thai. Mereka sudah bergerak
dan siap menyerang. Tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring dan tampak sesosok bayangan merah
berkelebat.
Tahan senjata! Dan di dekat Pek Hong Nio-cu,
berhadapan dengan tiga orang wanita Kun-lun-pai,
sudah berdiri seorang gadis berpakaian serba merah
muda. Melihat gadis cantik jelita dengan sepasang mata
indah yang mencorong dan bentuk mulut yang
menggairahkan, Thian Liong terkejut.
Engkau......? dia membentak karena segera dia
mengenal gadis yang dulu mencuri kitab Ngo-heng Lianhoan Kun hoat dari tangannya!
Han Bi Lan, gadis itu, menoleh dan tersenyum
kepada Thian Liong berkata, Ya, aku! Aku pernah
bersalah kepudamu dan sekarang aku hendak menebus
kesalahan itu dengan membelamu!
Biauw In Su-thai membentak. Apa yang kaulakukan
843
ini? Souw Thian Liong itu musuh kita! Dia telah menodai
dua orang kakak seperguruanmu. Mari bantu kami bunuh
dia!
Mendengar ini Thian Liong menjadi terheran-heran.
Jadi, gadis yang mencuri kitab Ngo-heng Lian-hoan Kunhoat itu adalah murid Kun-lun-pai? Kenapa mencuri
sendiri kitab milik Kun-lun-pai dan kini berbalik
membelanya?
Tidak, bibi guru. Saya tadi sudah mendengar semua
dan saya yakin bahwa Souw Thian Liong bukanlah
seorang jahat. Tuduhan ini harus diselidiki lebih dulu
kebenarannya! Gadis baju merah itu membantah.
Hui In Sian-kouw berkata, suaranya lembut namun
mengandung teguran. Tuduhan itu sudah ada bukti dan
saksinya, bukan hanya fitnah belaka. Harap engkau tidak
mengkhianati Kun-lun-pai dan menjadi murid yang ikut
mempertahankan dan menjaga kehormatan Kun-lun-pai.
Maaf, subo (ibu guru), teecu bukan hendak
berkhianat. Malah teecu ingin menjaga agar pimpinan
Kun-lun-pai tidak bertindak salah menghukum orang
yang tidak berdosa. Harap subo ingat bahwa Souw Thian
Liong adalah murid! Tiong Lee Cin-jin yang sudah
berjasa mengembalikan kitab pusaka milik Kun-lun-pai
yang hilang, dan tidak sembarangan menjatuhkan
hukuman kepadanya sebelum jelas bukti-buktinya, gadis
itu membantah.
Bagus! Pek Hong Nio-cu bertepuk tangan memuji.
Suheng, sobat muda ini ternyata lebih u-ceng-li (punya
aturan) daripada para nenek Kun-lun-pai! Lalu Pek Hong
Nio-cu menghadapi Hui In Sian kauw. Apakah engkau
844
JILID 23
Dengan marah Pek Hong Nio-cu menggerakkan
pedangnya untuk membela Thian Liong dari
pengeroyokan belasan orang yang semua memiliki
tingkat kepandaian silat yang sudah tinggi itu. Melihat
betapa Thian Liong dikeroyok belasan orang dan dibantu
oleh Pek Hong Nio-cu yang ia tadi dengar adalah Puteri
Moguhai dari Kerajaan Kin, Han Bi Lan tidak tinggal diam
dan iapun cepat mencabut pedangnya dan membela
847
Omitohud, Tiong Lee Cin-jin, selamanya Siauw-limpai tidak akan menyalahi hukum itu. Yang dihukum
hanya yang bersalah dan Souw Thian Liong jelas
bersalah!
Tiong Lee Cin-jin tersenyum lebar dan menudingkan
telunjuknya kepada Cia Song yang bersembunyi di balik
punggung Hui Sian Hwesio.
Yang melaporkan tentang semua kesalahan Thian
Liong itu tentu muridmu yang kini bersembunyi di
belakang punggungmu itu, bukan? Hui Sian Hwesio dan
semua yang hadir, dengarlah. Saya sendiri yang
menjadi saksi ketika Cia Song ini mewakili Perdana
Menteri Chin Kui membantu para pemberontak di utara,
sedangkan Thian Liong hanya membantu Puteri Moguhai
untuk
menghancurkan
pemberontakan!
Apakah
perbuatan itu kalian anggap suatu pengkhianatan terhndap Kerajaan Sung dan mencemarkan nama Siauw-limpai Bahkan Kaisar Sung Kao Tsu sendiri tidak
menganggap Thian Liong sebagai pengkhianat, bahkan
telah menerima Thian Liong dan Puteri Moguhai
sebagai tamu kehormatan yang sudah berjasa!
Mendengar ucapan ini, Hui Sian Hwesio, Cu Sian
Hwesio dan para tokoh Siauw-lim-pai lainnya kini
memandang kepada Cia Song yang bersembunyi di
belakang Hui Sian Hwesio.
Cia Song! Hui Sian Hwesio berseru, suaranya
masih lembut namun nadanya menegur. Benarkah
semua yang pinceng dengar itu?
Cia Song hanya menunduk dengan wajah merah.
Pada saat itu Puteri Moguhai tertawa, suara tawanya
854
864
penipu,
871
875
Benarkah itu??
Kini dua tetes air mata jatuh ke pipi Tiong Lee Cin-jin,
dan dia mengangguk angguk. Benar, kalian adalah
anak-anakku.
Ayah......! Pek Hong Nio-cu dan Ang Hwa Sian-li,
dua orang gadis gagah perkasa dan berilmu tinggi itu
mendadak kehilangan kegagahan mereka. Mereka
menubruk dan merangkul Tiong Lee Cin jin dari kanan
dan kiri sambil menangis seperti dua orang gadis
cengeng dan manja!
Dengan mata basah Tiong Lee Cin-jin merangkul dua
orang gadis itu dan sejenak mereka bertiga tenggelam ke
dalam keharuan den kesedihan mengingat akan keadaan
mereka yang terpisah-pisah.
Engkau...... adik atau kakakku......? Ang Hwa Sian-li
kini saling berpelukan dan berciuman dengan Pek Hong
Nio-cu.
Siang In, engkau yang muda karena Moguhai lahir
lebih dulu, kata Tiong Lee Cin-jin. Mereka tenggelam ke
dalam keharuan dan kesedihan, akan tetapi juga pada
dasarnya merasa bahagia.
Sekarang bagaimana setelah kami mengetahui
rahasia ini, ayah? tanya Pek Hong Nio-cu sambil
memegangi tangan kanan Tiong Lee Cin-jin.
Apakah kami harus membuka rahasia ini kepada
ayah tiri kami? sambung Ang Hwa Sian-li, memegangi
tangan kiri ayahnya.
880
881
jenaka.
Souw Thian Liong masih duduk melamun ketika
mereka bertiga menghampiri dari belakang. Mendengar
langkah mereka, dia bangkit berdiri, memutar tubuh
dan...... menjadi bengong karena di depannya berdiri dua
orang Ang Hwa Sian-li. Wajahnya persis, pakaiannya
sama, bentuk rambutpun serupa, masing-masing
memakai bunga mawar merah di rambutnya dan
keduanya tersenyum manis kepadanya! Dia menjadi
bengong dan heran.
Tiong Lee Cin-jin tersenyum. Thian Liong, kami
hanya ingin mengujimu, apakah engkau dapat mengenal
yang mana Ang Hwa Sian-li yang aseli dan yang mana
Pek Hong Nio-cu?
Thian Liong tersenyum dan mnghampiri. Tentu saja
dia tahu karena dia masih ingat. Yang mempunyai tahi
lalat di pipi kiri adalah Ang Hwa Sian-li dan Pek Hong
Nio-cu mempunyai tahi lalat di pipi kanan! Akan tetapi dia
tidak mau membuang kesukacitaan dalam hatinya
karena dia mengenal rahasia perbedaan mereka, yaitu
pada tahi lalat mereka. Biarlah dia disangka tidak tahu.
Dia lalu menunjuk kepada Pek Hong Nio-cu dan berkata
lantang.
Engkaulah Ang Hwa Sian-li yang aseli! Benar, kan?
Dua orang gadis itu tertawa girang akan tetapi tidak
menjawab. Merekapun merasa senang karena tidak
dapat menebak dan ingin menyimpan rahasia mereka.
Thian Liong, sekarang saatnya kita berpisah. Aku
harap engkau memperoleh banyak pelajaran tentang
883
TAMAT
884
885