Karakteristik Jiwa Remaja Dan Penerapannya Dalam Pendidikan Menurut Islam
Karakteristik Jiwa Remaja Dan Penerapannya Dalam Pendidikan Menurut Islam
Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah psikologi pendidikan islam
Puji syukur alhamdulilah kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, yang telah
memberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “
Karakteristik Jiwa Remaja dan Penerapanya dalam Pendidikan menurut Islam “ untuk
memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan islam. Sholawat serta salam kami
haturkan kepada Rasululloh SAW, Nabi akhir zaman yang menjadi uswah hasanah
bagi seluruh umat manusia, yang menjadi lentera kehidupan, juga menjadi sumber
inspirasi kami dalam menyelesaikan tugas makalah. untuk memenuhi tugas mata
kuliah psikologi pendidikan Islam.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Penulis mengakui bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan
masukam – masukan yang membangun untuk makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar .............................................................................................................................. i
BAB I. Pendahuluan
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hasan Basri, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar pustaka, 2004), cet. ke-1, h.56.
2
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Pantja Cemerlang, TT), h. 595.
1
apa yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Perubahan-perubahan kualitas jiwa berpengaruh pada pola dan bentuk tingkah
laku, sebab jiwa memiliki fungsi sebagai penggerak tingkah laku (QS. Al-
Ra’d/13;11). Jika kualitas jiwa itu baik, maka cenderung menggerakkkan perbuatan
baik, sebaliknya jika kualitasnya rendah, maka jiwa cenderung menggerakkan
perbuatan buruk. Hal ini berarti, baik buruknya suatu perbuatan ditentukan oleh
jiwanya. Dengan demikian, jiwa menduduki posisi sentral dan menentukan warna
kehidupan manusia.
Masa remaja disebut juga dengan masa adoleson dinama terjadinya
pematangan fungsi-fungsi psikis dan pisik yang berlangsung secara teratur, yang
dikenal sebagai masa terakhir dari perkembangan masa kanak-kanak menuju masa
remaja. Tingkat emosional yang dimiliki pada masa remaja lebih tinggi
dibandingkan pada masa-masa yang lain. Karena pada masa ini anak muda mulai
melakukan intropeksi dan merenungkan dirinya sendiri, atau biasa disebut juga
dengan pencarian jatidiri. Kondisi seperti ini remaja mampu menemukan
keseimbangan dan keharmonisan atau keselarasan antara sikap dari dalam dan
dengan sikap dari luar dirinya. Sehingga anak muda mulai menyenangi, dan
menghargai sesuatu yang bersifat historis, dan tradisi dalam kehidupannya.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut :
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembuatan makalah adalah sebagai berikut :
3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18
tahun.5 Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.6 Sedangkan
menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-
23 tahun. Berdasarkan batasan- mbatasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat
bahwa mulainya masa remaja relatif saa, tetapi berakhirnya masa remaja sangat
bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang
diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Masa remaja dikenal sebagai masa transisi atau masa peralihan, pada masa
remaja disebut juga masa yang sangat rentan, sensitif, dan masa yang sulit karena
remaja berjuang menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri remaja, dimana perubahan tersebut berpengaruh terhadap sikap dan
tingkah laku.7
3
YudriK Jahja, Psikologi Perkembangan, (JaKarta:Kencana, 2011), h. 219
4
Ibid., . h. 220.
5
Hurlock, E.B., Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh
Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991.
6
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai
bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.
7
Jurnal At-Taujih, p-ISSN : 2502-0625, e-ISSN : 2715-7571, Volume 6 No. 1 Januari-Juni 2020, h.2
4
2.1.2 Fase Remaja
Setiap fase usia memiiki karakteristik khusus yang membedakannya dari fase-fase
pertumbuhan yang lain. Demikian pula hanya dengan fase remaja, memiliki
karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda dari karakteristik dan ciri-ciri fase kanak-
kanak, dewasa, dan tua. Selain itu, setiap fase memiliki kondisi- kondisi dan tuntutan-
tuntutan yang khas bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, kemampuan
individu untuk bersikap dan bertindak dalam menghadapi suatu keadaan berbeda dari
satu fase ke fase lain. Hal itu tampak jelas ketika seseorang mengekspresikan emosi-
emosinya. Demikian pula kemampuannya untuk belajar dan belajar, juga cara-cara
yang ditempuhnya untuk memenuhikebutuhan-kebutuhannya.
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah.8 Berawal dari berbagai pendapat para ahli psikologi sepakat bahwa fase
remaja dibagi menjadi 3 fase (Syamsu Yusuf. 2011: 12), yaitu:
8
Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna.
5
b. Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun)
Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai
puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal
terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini, statusnya tidak
jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang dewasa muda,
remaja sering merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Pada masa
perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol,
pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak waktu
diluangkan diluar keluarga.9
9
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education,
(Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), h. 17.
10
John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:Erlangga, 2002), Ed.5 Jilid 1, h.
23
6
suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual).11 Pada fase ini kita dapat melihat
fenomena remaja yang berjam-jam di depan cermin hanya untuk memastikan bahwa
penampilanya sempurna, dan berharap agar jika ada lawan jenis yang melihatnya bisa
tertarik pada penampilanya. Kadang kita juga melihat remaja yang berjilbab setiap
melihat kaca atau melewati pintu dan cendela yang berkaca dia akan berhenti sejenak
untuk memastikan apakah kerudungnya sudah baik apa belum, karena dalam fase ini
remaja sangat mengutamakan penampilan.
Karena hormon-hormon sexnya sudah bekerja dan berfungsi, maka remaja sudah
mempunyai rasa ketertarikan dengan lawan jenis sehingga remaja begitu sangat cemas
dan tertekan apabila ada yang kurang pada penampilan dirinya. Mereka berusaha untuk
menutupi kekurangananya dengan berbagai cara. Dalam masa pubertas ini remaja
berusaha tampil secara meyakinkan dan tanpa rasa minder ketika mereka bergaul
dengan teman-teman sebayanya. Preokupasi (perhatian) terhadap citra tubuh itu cukup
kuat di masa remaja, secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas.
Sekalipun demikian, mimik keraguan masih seringkali terlihat pada raut mukanya,
terutama ketika berbicara dengan orang-orang dewasa.
Pada tahun 1904, psikolog Amerika, G Stanly Hall menulis buku ilmiah pertama
tentang hakekat masa remaja. G. Stanly Hall mengupas mengenai masalah
“pergolakan dan stres” (strorm-and-stress). Hall mengatakan bahwa masa remaja
adalah merupakan masa-masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian
suasana hati dimana pikiran, perasaan, dan tindakan bergerak pada kisaran antara
kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan
kesedihan. Anak remaja mungkin nakal kepada teman sebayanya pada suatu saat dan
baik hati pada saat berikutnya, atau mungkin ia ingin dalam kesendiriannya, tetapi
beberapa detik kemudian ingin bersama-sama dengan sahabatnya.12
Sebenarnya, hampir selama abad ke-20, remaja digambarkan sebagai sosok yang
abnormal dan menyimpang alih-alih sebagai sebagai sosok yang normal dan tidak
11
Ibid., h. 7
12
Ibid.,h. 8
7
menyimpang inilah pertimbangan dari Hall mengenai badai dan stres. Gambaran yang
diberikan media mengenai remaja sebagai sosok yang memberontak, penuh konflik,
gemar ikut-ikutan mode, menyimpang, dan terpusat pada diri sendiri Rebel Withaut a
Cause di akhir tahun 1950-an, dan Easy Rider di tahun 1960-an. Pertimbangkan
gambaran mengenai remaja yang stres dan terganggu di tahun Sixteen Candle dan The
Breakfast Club di tahun1980-an. Boyz N the Hood di tahun 1990-an. Sebuah analisis
pada liputan televisi lokal menemukan bahwa topik-topik yang paling sering
dilaporkan mengenai anak muda adalah topik-topik seputar kejahatan, kecelakaan,
kejahatan yang dilakukan oleh remaja, dimana berita itu hampir setengah (46%) dari
semua liputan anak muda.13
Selanjutnya, fase remaja didahului oleh timbulnya harga diri yang kuat, ekspresi
kegirangan, keberanian yang berlebihan. Karena itu mereka yang berada pada fase ini
cenderung membuat keributan, kegaduhan yang sering mengganggu.
13
Ibid.,h. 9
14
SidiK JatmiKa, Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi?,(YogyaKarta:Kanisius, 2010), h.10-11
8
mutakhir.
c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun
seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan
dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi.
d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-sama
dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit menerima nasihat dan
pengarahan orang tua.
Manusia pada waktu lahir belum memiliki sikap, karena sikap itu muncul
dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta
komunikasi individu terus menerus dengan lingkungannnya. Sikap termasuk
salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia mengenal suatu objek.
Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subjek (pelaku) terhadap
objeknya, penilaian itu sendiri di dalamnya berisikan pengetahuan- pengetahuan
dan pengalaman tentang objek. Sehingga sikap remaja terhadap agama
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Sikap
keagamaan remaja adalah sebagai berikut :
15
Zakiah Daradjat, Op.Cit, h. 92.
9
b. Percaya dengan Kesadaran
Masa remaja adalah masa masa-masa terjadinya perubahan dan
kegoncangan pada dirinya, terutama perubahan jasmani yang jauh dari
kesimbangan dan keserasian dalam kehidupannya. Hal ini penyebab remaja
tertarik untuk memperhatikan dirinya, tetapi perhatian itu disertai oleh perasaan
cemas dan takut, perasaan ingin menentang orang tua, dan dorongan-dorongan
seksual. Kondisi jiwa remaja yang gelisah, cemas, dan ketakutan itu bercampur
dengan rasa bangga dan senang disertai bermacam- macam pemikiran dan
khayalan. Sehingga remaja benar-benar tertarik untuk memperhatikan dan
memikirkan diri sendiri, semuanya itu mendorong remaja untuk mendapat
tempat/ pengakuan dari lingkungannya, istilah Abraham Maslow disebut dengan
aktualisasi diri dan ingin menonjolkan diri dalam masyarakat. Disebabkan
kecerdasan remaja semakin meningkat sehingga perhatian kepada kehidupan
sosial semakin terbangun hanya saja kemajuan itu tidak disertai dengan nilai-
nilai agama yang akhirnya remaja mengingkari keberadaan agama.
Kesadaran agama pada remaja yang bertindak behavioral demonstration
menunjukkan seseorang itu mengerjakan perintah agama dengan kesadaran.
Dikarenakan mereka ingin membuktikan kepercayaan yang secara riil, ingin
menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Kepercayaan seseorang itu lebih
fundamental, lebih meningkatkan imannya dari kepercayaan stimulus response
verbalism kepada intellectual comprehension. Sebab perbuatan keagamaan yang
kongkret adalah melambangkan kepercayaan yang sungguh-sungguh.
Manifestasi kepercayaan seperti ini sering datangnya dari kepercayaan yang
bersifat verbalistis tanpa kesadaran yang penuh, seringkali sifat dan sikap
keagamaan ini dibawa dan dipercayai dan diamalkan sampai dewasa.
10
kehidupan agama diwaktu remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja akhir
(adoleson) keyakinan agama mereka lebih dikuasai oleh pemikiran. Maka sudah
barang tentu banyak ajaran-ajaran agama yang harus diselidiki atau dikritik,
terutama pendidikan agama yang diterima pada masa anak-anak yang lebih
bersifat otoriter dari orang lain.
Ramayulis menulis bahwa keraguan-keraguan remaja terhadap agamanya
dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama, keraguan disebabkan adanya
kegoncangan dalam jiwanya, karena terjadinya proses perubahan dalam diri
pribadinya, maka keraguan seperti ini dianggap sebagai suatu kewajaran. Kedua,
keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara kenyataan- kenyataan yang
dilihatnya dengan apa yang diyakininnya, dan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Keraguan tersebut antara lain disebabkan adanya pertentangan
ajaran agama dengan ilmu pengetahuan, antara nilai-nilai moral dengan kelakuan
manusia dalam realitas kehidupan, antara nilai-nilai agama dengan perilaku
tokoh-tokoh agama seperti; guru, ulama, pemimpin, orang tua dan sebagainya.16
Terjadinya kebimbangan atau ketidakpercayaan remaja kepada Tuhan
bukan berarti ingkar yang sesungguhnya, tetapi lebih cenderung kepada protes
atau menentang terhadap Tuhan yang menyebabkan peritiwa-peristiwa sedih
yang dialaminya, misalnya kenapa saya harus berpisah dengan orang yang saya
sayangi, kenapa kehidupannya menderita setelah ibunya meninggal dunia, dan
sebagainya. Akibatnya remaja menjadi bimbang akan keadilan dan kemurahan
Tuhan, dan kejadian itu bisa meningkat kepada tidak percaya pada Tuhan.
16
Ramayulis, Op.Cit, h. 68.
11
Selain itu, timbulnya keidakpercayaan remaja kepada Tuhan sebagai
reaksi dari kebebasan berfikir para intelektual atau pancaran dari cara berfikir
para ilmuwan, yang membatasi ruang gerak agama dengan konsep positivisme,
sekulerisme, dan materilaisme. Menurut Thomas F. O'dea bahwa Sekulerisme
terdiri dari dua bentuk transformasi yang saling menyambung dalam fikirian
manusia. Yang pertama ialah desakralisasi sikap terhadap orang, dan benda
yakni menafikan keterlibatan emosional dalam menanggapi hal-hal yang
religius dan suci. Yang kedua, adalah rasionalisasi fikiran yakni mengeluarkan
peran serta emosi dalam memahami dunia17
Dorongan-dorongan yang dialami remaja, bila tidak dapat terpenuhi
dapat menimbulkan keingkaran kepada Tuhan, hal ini disebabkan remaja merasa
kecewa, dan apabila kekecewaan demi kekekecewaan itu berlangsung terus
menerus pada remaja, maka akan timbullah rasa pesimis dan putus asa dalam
hidupnya.
Faktor utama yang dapat menyelamatkan manusia dari kekufuran atau
atheis adalah akhlak, karena dalam akhlak terdapat tiga bentuk tuntunan bagi
manusia untuk berakhlak; akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama
manusia dan akhlak manusia terhadap Tuhan. Kerusakan akhlak akan membawa
manusia kepada rasa anti agama. Akhlak manusia yang buruk inilah menjadi
penyebab Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi rasul dimuka
bumi ini. Pembinaan sikap, mental, dan akhlak jauh lebih penting daripada
menghafal dalil- dalil dan hukum-hukum agama yang tidak diresapi, dihayati,
dan diamalkan dalam kehidupan.
17
Thomas F.O”dea, Sosiologi Agama Suatu Peengantar Awal, Terj.Tim Penerj. YASOGAMA, Jakarta : Ppenerbit
Rajawali dan YASOGAMA, Cet. I, 1985 , h. 156.
12
secara efektif. Jadi, inteligensi mengandung unsur pikiran atau rasio.
Kemampuan kognitif seseorang berkaitan dengan pertumbuhan otaknya.
Sementara pertumbuhan otak yang pesat, secara umum, terjadi pada kisaran usia
14-17 tahun18. Oleh karena kisaran usia 14-17 tahun berada pada rentang usia
remaja, maka berarti remaja telah memiliki kemampuan berpikir yang relatif
sempurna. Dalam istilah Piaget, masa remaja telah berada pada tahap formal-
operasional, yakni sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetik. Ia bisa
memperkirakan apa yang mungkin terjadi, mampu menerima dan mengolah
informasi abstrak dari ling- kungannya, dapat membedakan yang salah dari yang
benar. Secara tegas, Mappiare menyatakan bahwa remaja telah memiliki kemampuan
cara berpikir orang dewasa19.
Meskipun al-Qur`an tidak menyebutkan secara langsung tentang logika,
tetapi telah mengisyaratkan adanya tolok ukur kecerdasan dengan kriteria-keriteria
berikut:
1) Mampu memahami hukum kausalitas (QS. al-Mu’minun/ 23:80).
2) Mampu memahami sistem jagad raya (QS. al-Syu’ara/ 18:28).
3) Mampu berpikir distinktif, yaitu kemampuan memilah- milah permasalahan
dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui (QS. al-Ra’d/13:4).
4) Mampu menyusun argumen logis (QS. Ali Imran/3:65- 68)
5) Mampu berpikir kritis (QS. al-Maidah/5:103)
6) Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman (QS. al-A’raf/7:164-169).
Bila mendasarkan pada kriteria kecerdasan di atas dan dihubungkan dengan
perkembangan inteligensi remaja menurut pakar psikologi, maka remaja telah
berada pada kematangan kemampuan berpikir. Lewin P. Piaget menempatkan
kemampuan berpikir remaja pada tahap formal-operasional (rentang umur 11- 20
tahun). Tahap ini disebutnya sebagai tahap puncak, di mana anak mencapai
kemampuan untuk berpikir sistematik terhadap hal-hal yang abstrak, juga mampu
18
Mappiare, Op. Cit.,h. 79
19
Ibid., h. 57.
13
berpikir hipotetik, yakni telah mampu memperkirakan apa yang mungkin terjadi20.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa pada masa remaja telah memiliki
kemampuan menerima dan mengolah informasi abs-trak dari lingkungannya, yang
berarti pula telah dapat membedakan yang benar dari yang salah, dapat menilai
benar atau salahnya pendapat orang lain. Hal itu ditunjukkan oleh ayat al- Qur`an
yang mengisyaratkan kemampuan berpikir logis Ibrahim ketika berdialog dengan
ayahnya, yang tertera dalam QS.Maryam/19:42
b. Perkembangan emosi
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap ke- adaan atau
perilaku individu, yakni perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, seperti gembira, putus asa, sedih,
terkejut, benci, cinta,dan sebagainya.
Dalam Islam, emosi merupakan fitrah yang dikaruniakan Tuhan kepada
manusia sebagai bekal bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Al-Qur`an
banyak mengungkapkan berbagai emosi yang dirasakan oleh manusia. Antara lain,
emosi takut (QS.al-Bayyinah/98:7-8), seperti takut kepada Allah, takut mati, dan takut
menjadi miskin. Ungkap al-Ghazali, takut kepada Allah adalah penting dalam
kehidupan seorang mukmin, sebab takut kepada Allah dipandang sebagai salah satu
20
Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: BPK Gunung Mulya Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994), cet. ke-4, h. 45. Lihat pula Singgih d., 1982), h. 140-141.
14
tiang penyangga iman dan merupakan landasan penting dalam pembentukan
kepriba- dian seorang mukmin21. Emosi lainnya adalah emosi marah (QS. al-
Tahrim/66:9), emosi cinta (QS. Alu Imran/3:14), dan sebagainya. Senada dengan
isyarat al-Qur`an di atas, B. Watson menyebutkan ada tiga pola dasar emosi, yaitu
takut, marah dan cinta (fear, anger and love), yang ketiga jenis emosi itu menunjukkan
respons tertentu pada stimulus tertentu pula22.
Mengacu pada isyarat-isyarat al-Qur`an dan konsep psikologi, pada dasarnya
emosi ada pada setiap manusia, namun tingkat perkembangan emosi yang tinggi
terjadi pada masa remaja. Misalnya dapat dilihat pada kasus Qabil dan Habil. Pada
diri Qabil muncul beraneka emosi yang meledak-ledak dan sulit dikendalikan,
sehingga berakhir dengan pembunuhan terhadap Habil. Di penghujung, setelah
membunuh Habil, pada diri Qabil muncul emosi sedih dan menyesal yang dalam
(QS. al-Maidah/5:27-28).
Pada kasus di atas, sebenarnya berkumpul beberapa jenis emosi, yaitu emosi
cemburu, benci, marah, dengki, sedih, dan menyesal pada diri Qabil. Sementara
habil memiliki emosi tenangdan sabar (QS. al-Maidah/5:31).
Emosi marah dan menyesal, juga dapat ditemukan pada kasus yang terjadi
pada Nabi Musa, ketika ia membela seorang laki-laki dari golonganya pada saat
melihatnya berkelahi dengan laki-laki dari Bani Israil, Musa jadi marah dan memukul
laki-laki Bani Israil itu hingga mati (QS. al-Qashash/28:15-16). Kasus- kasus
tersebut menunjukkan bahwa pada masa remaja merupakan masa-masa kuatnya
intensitas emosi manusia.
c. Perkembangan moral
Dalam Islam, moral terkait erat dengan ajaran-ajaran Islam. Sehingga penilaian
baik buruknya suatu perbuatan, tidak saja dilihat dari aspek nalar dan norma
masyarakat, tapi juga apakah dia selaras dengan ajaran Islam atau tidak. Dalam
Islam, istilahmoral dikenal dengan konsep akhlak.
21
Muhammad al-Ghazali, Al-Janib al-‘Athifi min al-Islam: Bahts fi al-Khuluq wa al-Suluk wa al-
Tashawwuf (Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah, t.th.), h. 252.
22
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2000), h. 71
15
Bagi remaja, moral merupakan kebutuhan, sebab remaja dalam keadaan
membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri, juga
untuk menumbuhkan iden titas dirinya menuju kepribadian matang dengan unifying
phylosophy of life dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu
terjadi dalam masa transisi ini. Bahkan tidak saja dibutuhkan, melainkan sudah
merupakan bagian dari jiwa itu sendiri23.
Berkenaan dengan perkembangan moral remaja dalam al- Qur`an, lagi-lagi
memang tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi dapat ditemukan dari isyarat-isyarat
ayat-ayat al-Qur`an. Satu di antaranya adalah kasus pemuda ashhab al-kahf, yang
meng- gambarkan sikap moral anak muda dalam upaya mempertahankan sikap
moral yang benar dan baik sebagai identitas diri. Mereka lebih memilih mengasingkan
diri di dalam gua ketimbang ikut hanyut dalam moral masyarakat yang rusak (QS.
al-Kaf/ 18:10).
Demikian juga sikap moral yang ditunjukkan oleh Yusuf, ketika ia dirayu
bahkan dipaksa Zulaikha untuk melakukan perbuatan mesum. Yusuf menolak ajakan
itu, karena dia memandang bahwa perbuatan tersebut termasuk tindakan a moral,
yang dalam istilah al-Qur`an disebut dengan al-su` dan al- fahsya`. Hal ini
diisyaratkan dalam QS. Yusuf/12:23.
Dari dua kasus di atas menunjukkan bahwa remaja telah memiliki penilaian
moral yang benar, dan telah memiliki keinginan untuk mengikuti hukum-hukum
moral, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keberlangsungan sebuah tatanan
kehidupan yang teratur. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Kohlberg,
bahwa tingkah laku moral remaja ditujukan untuk mempertahankan norma-norma
tertentu. Remaja yang taat pada agama akan berusaha agar ia rajin bersembahyang
supaya agama itu sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa perlu hidup dengan
berpedoman pada agama.
23
Sarwono, Op. Cit., h. 95.
16
Pembawaan dan fitrah beragama itu dipengaruhi oleh faktor luar (eksternal)
yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan fitrah itu
berkembang dengan baik. Faktor yang paling berpengaruh adalah lingkungan
keluarga, meski juga tidak berarti mengabaikan peranan sekolah dan lingkungan
ma-syarakat.
Oleh karena naluri beragama telah dibawa sejak lahir, maka berarti masa remaja
pun telah memiliki kesadaran beragama dan kesadaran bertuhan. Bahkan seiring
dengan meningkatnya daya nalar, juga terjadi peningkatan pada kesadaran beragama
remaja. Kemampuan berpikir memungkinkan untuk dapat mentrans- formasikan
keyakinan beragamanya. Dia dapat mengapresiasikan kualitas keabstrakan Tuhan
sebagai Yang Maha Adil, Maha Besar, Maha Kasih Sayang, dan sebagainya.
Akan tetapi tentu saja grafik kesadaran beragama remaja tidak datar,
fluktuatif. Hal ini dimungkinkan oleh munculnya konflik-konflik kejiwaan yang
dialami. Di antaranya, disebabkan oleh perkembangan jasmaninya yang berubah
sangat cepat, yang berakibat pada munculnya kegoncangan emosi, kecemasan dan
kekhawatiran, sehingga kepercayaan agama yang telah tumbuh sebelumnya juga
mengalami kegoncangan. Kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang kuat, tetapi
kadang-kadang lemah, yang terlihat pada frekuensi ibadahnya yang kadang-kadang
rajin dan kadang-kadang malas24.
Dalam Islam, dorongan-dorongan beragama merupakan dorongan jiwa yang
mempunyai landasan alamiah dalam watak kejadian manusia sejak ia dilahirkan,
yang disebutkan dengan fithrah (QS. al-Rum/30:30), bahkan naluri beragama itu
sudah tertanam dalam jiwa manusia sejak ia berada dalam kandungan atau di alam
arwah (QS. al-A’raf/7:192). Naluri beragama itu muncul dalam bentuk, antara
lain, dorongan mencari dan memikirkan Tuhan, serta dorongan untuk
menyembah-Nya, terutama ketika manusia ditimpa bencana atau berada dalam
kesulitan. Oleh karenanya, tutur Amir al-Najjar, setiap jiwa selalu rindu kepada Sang
Penciptanya dan dengan kebersihan dan keikhlasan jiwanya ia akan mengakui-Nya,
24
Syamsu Yusuf, Op. Cit., h. 204.
17
betapapun keingkaran-nya25.
Dengan demikian, berarti kesadaran beragama pada remaja, pada dasarnya telah
ada, bahkan telah mengalami perkembangan ke arah kemantapan beragama, seiring
dengan telah berfungsinya aspek-aspek kejiwaan lainnya, terutama daya nalar dan
emosinya. Hal ini dapat dilihat pada sosok Ibrahim pada saat jiwanya bergelora
ingin menemukan Tuhan, sebagaimana diisyaratkan al- Qur`an surat al-An’am/6
ayat 76-78.
Menguatnya kesadaran beragama pada remaja berkaitan juga dengan kondisi
jiwanya yang labil. Keadaan labil yang menekan menyebabkan remaja mencari
ketentraman dan pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya,
perasaan yang tidak dapat dipahami, dan penderitaan yang dialaminya, men-
jadikan remaja berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup,
Pelindung dan Penunjuk jalan dalam kegon- cangan jiwa yang dialaminya26.
25
Amir al-Najjar, Al-‘Ilm al-Nafs al-Shufiyah, diterjemahkan oleh Hasan Abrori, “Ilmu Jiwa dalam Tasawuf”
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 227.
26
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995),
cet. ke-3, h. 44-45.
18
kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
o Membantu siswa dalam menemukan jati diri dan menghadapi kegagalan yang
dihadapinya.
o Mengajari cara memahami orang lain dan toleransi merupakan cara guru dalam
mendidik remaja.
Pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan dan pengajaran oleh subjek
terhadap objek didik dengan bahan-bahan atau materi-materi yang berdasarkan konsep-
konsep Islam menuju pembentukan pribadi muslim yang sempurna. Konsep pendidikan
menurut Islam yaitu manusia akan menjadi manusia karena berpendidikan,
mendidik berarti memanusiakan. Untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa
diperlukan pendidikan.
27
https://dewivalentina.wordpress.com/2010/12/30/karakteristik-remaja-dan-implikasinya-dalam-pendidikan/
19
pendidikan Islam yang menjadikan ‘Aqīdah Islam sebagai asas kurikulum. Untuk
mewujudkan kurikulum pendidikan Islam maka perlu adanya kerjasama antar komponen-
komponen pelaksana pendidikan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah/kampus,
masyarakat dan Negara.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja disebut sebagai masa transisi, yaitu perubahan dari masa anak-anak
menuju dewasa. Adapun batasan umur tentang remaja para ahli banyak mengemukakan
pendapatnya dan tidak sedikit diantara batasan-batasan itu berbeda. Namun
Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya
masa remaja relatif sama ( 12 tahun), tetapi berakhirnya masa remaja sangat
bervariasi (18, 21, dan 23 tahun).
21
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. ke-1.
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1995), cet. ke-3.
Amir al-Najjar, Al-‘Ilm al-Nafs al-Shufiyah, diterjemahkan oleh Hasan Abrori, “Ilmu Jiwa dalam Tasawuf”
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001).
Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), Santrock, J. W., Adolescence Perkembangan Remaja,
(Jakarta:Erlangga, 2002).
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Pantja Cemerlang, TT).
Gunarsa, S. D. PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
1989).
Hasan Basri, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar pustaka, 2004), cet. ke-
1.
Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna.
https://dewivalentina.wordpress.com/2010/12/30/karakteristik-remaja-dan-implikasinya-dalam-
pendidikan/
Hurlock, E.B., Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga,
1991.
M. Sayyid Muhammad Az-Za`balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. (Jakarta:
Gema Insani, 2007).
Muhammad al-Ghazali, Al-Janib al-‘Athifi min al-Islam: Bahts fi al-Khuluq wa al-Suluk wa al-Tashawwuf
(Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah, t.th.).
22
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Educatio.
Thomas F.O”dea, Sosiologi Agama Suatu Peengantar Awal, Terj.Tim Penerj. YASOGAMA, (Jakarta :
Penerbit Rajawali dan YASOGAMA, Cet. I, 1985).
SidiK JatmiKa, Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi?,(YogyaKarta:Kanisius,
2010)
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2000.
Yusanto, M. I., & Jati, M. S. P, Yusanto & Sigit Purnawan Jati, M. I. Membangun Kepribadian
Islami, (Jakarta: Khairul Bayan Sumber Pemikiran Islam, 2002).
23