Anda di halaman 1dari 26

KARAKTERISTIK JIWA REMAJA dan PENERAPANNYA dalam

PENDIDIKAN menurut ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah psikologi pendidikan islam

Dosen Pengampu: Dr. Titin Nurhidayati, S.Ag., M.Pd.

Disusun oleh kelompok 3:

NI’MATU ZUHRO (2044990026)

ZAIDATUR ROFI’AH (2044990032)

Program Magister Pendidikan Agama Islam


IAI Al-Falah As-Sunniyyah (INAIFAS) - KENCONG
JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, yang telah
memberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “
Karakteristik Jiwa Remaja dan Penerapanya dalam Pendidikan menurut Islam “ untuk
memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan islam. Sholawat serta salam kami
haturkan kepada Rasululloh SAW, Nabi akhir zaman yang menjadi uswah hasanah
bagi seluruh umat manusia, yang menjadi lentera kehidupan, juga menjadi sumber
inspirasi kami dalam menyelesaikan tugas makalah. untuk memenuhi tugas mata
kuliah psikologi pendidikan Islam.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Penulis mengakui bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan
masukam – masukan yang membangun untuk makalah ini.

Jember, 7 Nopember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul
Kata Pengantar .............................................................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................................................ ii

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................3

1.3 Tujuan ....................................................................................................................................3

BAB II. Pembahasan

2.1 Karakteristik jiwa remaja ......................................................................................................4

2.1.1 Pengertian remaja .........................................................................................................4


2.1.2 Fase remaja ...................................................................................................................5
2.1.3 Ciri-ciri remaja .............................................................................................................6
2.2 Karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan menurut islam ..................................................9

2.2.1 Sikap remaja dalam beragama ............................................................................................. 9


2.2.2 Perkembangan jiwa remaja dalam pandangan islam ...................................................... 12
2.2.3 Karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan ................................................................... 18

2.3 Penerapan pendidikan menurut Islam .................................................................................19

BAB III. Penutup

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................20

Daftar Pustaka .............................................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua unsur pokok, yaitu jasmani atau
lahiriah yang bersifat material, dan ruhani atau batiniah yang bersifat immaterial. Bagian
pokok dari unsur ruhani itu adalah jiwa. Jiwa telah diciptakan oleh Allah secara
sempurna, tetapi kesempurnaannya perlu dijaga agar tidak berbalik menjadi makhluk
yang rendah atau hina1. Perubahan arah jiwa ini dimungkinkan oleh adanya dua
kecenderungan jiwa, yaitu kecenderungan ke arah kebaikan (taqwa) dan
kecenderungan kepada keburukan (fujur) seperti halnya yang diterangkan dalam QS.
al-Syams/91:7-82:

َ ‫( َﻓﺄ َ ْﻟ َﻬ َﻤﻬَﺎ ُﻓ ُﺠ‬٧) ‫ﺳ ﱠﻮﺍ َﻫﺎ‬


(٨) ‫ﻮﺭ َﻫﺎ َﻭﺗَ ْﻘ َﻮﺍ َﻫﺎ‬ َ ‫َﻭ َﻧ ْﻔ ٍﺲ َﻭ َﻣﺎ‬
Artinya :
“Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya. Maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”.
Dengan kata lain ayat 7 mengandung makna bahwa penciptaannya yang
sempurna dengan dibekali fitrah yang lurus lagi tegak, seperti yang disebutkan dalam
ayat lain melalui firman-Nya :

(٣٠)ِN ِ ‫ﻋ َﻠﻴْﻬﺎ َﻻ ﺗَ ْﺒ ِﺪﻳ َﻞ ِﻟ َﺨ ْﻠ‬


‫ﻖ ﱠ‬ َ ‫ِ ﺍ ﱠﻟ ِﺘﻲ َﻓ َﻄ َﺮ ﺍﻟ ﱠﻨ‬N
َ ‫ﺎﺱ‬ ِ ‫َﻓﺄ َ ِﻗ ْﻢ َﻭﺟْ َﻬﻚَ ِﻟﻠ ّﺪ‬
‫ِﻳﻦ َﺣ ِﻨﻴﻔﺎ ً ِﻓ ْﻄ َﺮﺕَ ﱠ‬
Artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah”. (Ar-Rum: 30)
Sedangkan maksud ayat 8 adalah Allah menerangkan kepadanya jalan
kefasikan dan ketakwaan, kemudian memberinya petunjuk kepadanya sesuai dengan

1
Hasan Basri, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar pustaka, 2004), cet. ke-1, h.56.
2
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Pantja Cemerlang, TT), h. 595.

1
apa yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Perubahan-perubahan kualitas jiwa berpengaruh pada pola dan bentuk tingkah
laku, sebab jiwa memiliki fungsi sebagai penggerak tingkah laku (QS. Al-
Ra’d/13;11). Jika kualitas jiwa itu baik, maka cenderung menggerakkkan perbuatan
baik, sebaliknya jika kualitasnya rendah, maka jiwa cenderung menggerakkan
perbuatan buruk. Hal ini berarti, baik buruknya suatu perbuatan ditentukan oleh
jiwanya. Dengan demikian, jiwa menduduki posisi sentral dan menentukan warna
kehidupan manusia.
Masa remaja disebut juga dengan masa adoleson dinama terjadinya
pematangan fungsi-fungsi psikis dan pisik yang berlangsung secara teratur, yang
dikenal sebagai masa terakhir dari perkembangan masa kanak-kanak menuju masa
remaja. Tingkat emosional yang dimiliki pada masa remaja lebih tinggi
dibandingkan pada masa-masa yang lain. Karena pada masa ini anak muda mulai
melakukan intropeksi dan merenungkan dirinya sendiri, atau biasa disebut juga
dengan pencarian jatidiri. Kondisi seperti ini remaja mampu menemukan
keseimbangan dan keharmonisan atau keselarasan antara sikap dari dalam dan
dengan sikap dari luar dirinya. Sehingga anak muda mulai menyenangi, dan
menghargai sesuatu yang bersifat historis, dan tradisi dalam kehidupannya.

Seiring dengan perkembangan fisik dan psiskis, perkembangan agama pada


remaja terdapat beberapa aspek yaitu pertumbuhan pikiran dan mental hal ini
ditandai dengan adanya sifat kritis pada diri remaja terhadap ajaran agama.
Perkembangan perasaan ditandai dengan perasaan sosial, etis dan estetis mendorong
remaja untuk menghayati kehidupan agama yang terbiasa di lingkungannya.
Perkembangan sosial, ditandi remaja lebih memilih kehidupan dunia daripada
akhirat, namun disaat tertentu remaja mencari kebahagiaan jiwa dengan
menggantungkan diri kepada Tuhan. Perkembangan moral yang bertitik tolak dari
usaha mencari perlindungan. Sikap dan minat remaja terhadap agama sedikit karena
dipengaruhi oleh lingkungan dan zaman. Lingkungan pendidikan sangat membantu
perkembangan keagamaan pada remaja, baik pendidikan informal, formal maupun
nonformal.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana karakteristik jiwa remaja ?


b. Bagimana karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan menurut Islam ?
c. Bagaimana penerapan pendidikan menurut Islam ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembuatan makalah adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui karakteristik jiwa remaja.


b. Untuk mengetahui karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan menurut Islam.
c. Untuk menganalisis pendidikan menurut Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Jiwa Remaja

2.1.1 Pengertian remaja


Tidaklah mudah untuk mendefinisikan remaja secara tepat, karena banyak sekali
sudut pandang yang dapat digunakan dalam mendefinisikan remaja. Kata “remaja”
berasal dari bahasa latin adolescene berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984,
Rice, 1990 dalam Jahja, 2011).3 Banyak tokoh yang memberikan definisi remaja, seperti
DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-
kanak dan dewasa.4

Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18
tahun.5 Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.6 Sedangkan
menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-
23 tahun. Berdasarkan batasan- mbatasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat
bahwa mulainya masa remaja relatif saa, tetapi berakhirnya masa remaja sangat
bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang
diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Masa remaja dikenal sebagai masa transisi atau masa peralihan, pada masa
remaja disebut juga masa yang sangat rentan, sensitif, dan masa yang sulit karena
remaja berjuang menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri remaja, dimana perubahan tersebut berpengaruh terhadap sikap dan
tingkah laku.7

3
YudriK Jahja, Psikologi Perkembangan, (JaKarta:Kencana, 2011), h. 219
4
Ibid., . h. 220.
5
Hurlock, E.B., Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh
Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991.
6
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai
bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.
7
Jurnal At-Taujih, p-ISSN : 2502-0625, e-ISSN : 2715-7571, Volume 6 No. 1 Januari-Juni 2020, h.2

4
2.1.2 Fase Remaja
Setiap fase usia memiiki karakteristik khusus yang membedakannya dari fase-fase
pertumbuhan yang lain. Demikian pula hanya dengan fase remaja, memiliki
karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda dari karakteristik dan ciri-ciri fase kanak-
kanak, dewasa, dan tua. Selain itu, setiap fase memiliki kondisi- kondisi dan tuntutan-
tuntutan yang khas bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, kemampuan
individu untuk bersikap dan bertindak dalam menghadapi suatu keadaan berbeda dari
satu fase ke fase lain. Hal itu tampak jelas ketika seseorang mengekspresikan emosi-
emosinya. Demikian pula kemampuannya untuk belajar dan belajar, juga cara-cara
yang ditempuhnya untuk memenuhikebutuhan-kebutuhannya.

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah.8 Berawal dari berbagai pendapat para ahli psikologi sepakat bahwa fase
remaja dibagi menjadi 3 fase (Syamsu Yusuf. 2011: 12), yaitu:

a. Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun)


Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu
tahun; untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun. Dikatakan juga fase
ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang cenderung negatif. Fase
yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak dengan orang tua.
Perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga terganggu karena mengalami perubahan-
perubahan termasuk perubahan hormonal yang dapat menyebabkan perubahan
suasana hati yang tak terduga. Remaja menunjukkan peningkatan reflektivenes
tentang diri mereka yang berubah dan meningkat berkenaan dengan apa yang orang
pikirkan tentang mereka. Seperti pertanyaan: Apa yang mereka pikirkan tentang
aku ? Mengapa mereka menatapku? Apakah aku salah satu anak “keren”? dan lain
lain.

8
Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna.

5
b. Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun)
Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai
puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal
terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini, statusnya tidak
jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang dewasa muda,
remaja sering merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Pada masa
perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol,
pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak waktu
diluangkan diluar keluarga.9

c. Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun)


Dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan dirinya; caranya
lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan
mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkana identitas diri, dan ingin
mencapai ketidaktergantungan emosional.
Ada perubahan fisik yang terjadi pada fase remaja yang begitu cepat, misalnya
perubahan pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan
pinggang untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot
serta perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan mentalpun mengalami
perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri sangat menonjol, pemikiran
semakin logis, abstrak, dan idealistis, dan semakin banyak waktu diluangkan di luar
keluarga.10 Selanjutnya, perkembangan tersebut diatas disebut fase pubertas
(puberty) yaitu suatu periode dimana kematangan kerangka atau fisik tubuh seperti
proporsi tubuh, berat dan tinggi badan mengalami perubahan serta kematanagan
fungsi seksual yang terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi,
pubertas bukanlah peristiwa tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas adalah bagian dari

9
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education,
(Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), h. 17.
10
John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:Erlangga, 2002), Ed.5 Jilid 1, h.
23

6
suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual).11 Pada fase ini kita dapat melihat
fenomena remaja yang berjam-jam di depan cermin hanya untuk memastikan bahwa
penampilanya sempurna, dan berharap agar jika ada lawan jenis yang melihatnya bisa
tertarik pada penampilanya. Kadang kita juga melihat remaja yang berjilbab setiap
melihat kaca atau melewati pintu dan cendela yang berkaca dia akan berhenti sejenak
untuk memastikan apakah kerudungnya sudah baik apa belum, karena dalam fase ini
remaja sangat mengutamakan penampilan.

Karena hormon-hormon sexnya sudah bekerja dan berfungsi, maka remaja sudah
mempunyai rasa ketertarikan dengan lawan jenis sehingga remaja begitu sangat cemas
dan tertekan apabila ada yang kurang pada penampilan dirinya. Mereka berusaha untuk
menutupi kekurangananya dengan berbagai cara. Dalam masa pubertas ini remaja
berusaha tampil secara meyakinkan dan tanpa rasa minder ketika mereka bergaul
dengan teman-teman sebayanya. Preokupasi (perhatian) terhadap citra tubuh itu cukup
kuat di masa remaja, secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas.
Sekalipun demikian, mimik keraguan masih seringkali terlihat pada raut mukanya,
terutama ketika berbicara dengan orang-orang dewasa.

Pada tahun 1904, psikolog Amerika, G Stanly Hall menulis buku ilmiah pertama
tentang hakekat masa remaja. G. Stanly Hall mengupas mengenai masalah
“pergolakan dan stres” (strorm-and-stress). Hall mengatakan bahwa masa remaja
adalah merupakan masa-masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian
suasana hati dimana pikiran, perasaan, dan tindakan bergerak pada kisaran antara
kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan
kesedihan. Anak remaja mungkin nakal kepada teman sebayanya pada suatu saat dan
baik hati pada saat berikutnya, atau mungkin ia ingin dalam kesendiriannya, tetapi
beberapa detik kemudian ingin bersama-sama dengan sahabatnya.12

Sebenarnya, hampir selama abad ke-20, remaja digambarkan sebagai sosok yang
abnormal dan menyimpang alih-alih sebagai sebagai sosok yang normal dan tidak

11
Ibid., h. 7
12
Ibid.,h. 8

7
menyimpang inilah pertimbangan dari Hall mengenai badai dan stres. Gambaran yang
diberikan media mengenai remaja sebagai sosok yang memberontak, penuh konflik,
gemar ikut-ikutan mode, menyimpang, dan terpusat pada diri sendiri Rebel Withaut a
Cause di akhir tahun 1950-an, dan Easy Rider di tahun 1960-an. Pertimbangkan
gambaran mengenai remaja yang stres dan terganggu di tahun Sixteen Candle dan The
Breakfast Club di tahun1980-an. Boyz N the Hood di tahun 1990-an. Sebuah analisis
pada liputan televisi lokal menemukan bahwa topik-topik yang paling sering
dilaporkan mengenai anak muda adalah topik-topik seputar kejahatan, kecelakaan,
kejahatan yang dilakukan oleh remaja, dimana berita itu hampir setengah (46%) dari
semua liputan anak muda.13

Selanjutnya, fase remaja didahului oleh timbulnya harga diri yang kuat, ekspresi
kegirangan, keberanian yang berlebihan. Karena itu mereka yang berada pada fase ini
cenderung membuat keributan, kegaduhan yang sering mengganggu.

2.1.3 Ciri-ciri remaja


Seperti halnya pada semua periode yang penting, sela rentang kehidupan masa remaja
mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya dan
sesudahnya. Masa remaja ini, selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun
orangtuanya. Menurut Sidik Jatmika14. Kesulitan itu berangkat dari fenomena remaja sendiri
dengan beberapa perilaku khusus, yakni:

a. Remaja mulai menyampaikan kebebasannya dan haknya untuk mengemukakan


pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan
perselisihan, dan bias menjauhkan remaja dari keluarganya.
b. Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya dari pada ketika mereka masih
kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua semakin lemah. Anak remaja
berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan
perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah dalam hal
mode pakaian, potongan rambut, kesenangan musik yang kesemuanya harus

13
Ibid.,h. 9
14
SidiK JatmiKa, Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi?,(YogyaKarta:Kanisius, 2010), h.10-11

8
mutakhir.
c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun
seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan
dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi.
d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-sama
dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit menerima nasihat dan
pengarahan orang tua.

2.2 Karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan menurut Islam


2.2.1 Sikap remaja dalam beragama

Manusia pada waktu lahir belum memiliki sikap, karena sikap itu muncul
dari hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi serta
komunikasi individu terus menerus dengan lingkungannnya. Sikap termasuk
salah satu bentuk kemampuan jiwa manusia mengenal suatu objek.
Kecenderungan itu dipengaruhi oleh penilaian subjek (pelaku) terhadap
objeknya, penilaian itu sendiri di dalamnya berisikan pengetahuan- pengetahuan
dan pengalaman tentang objek. Sehingga sikap remaja terhadap agama
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Sikap
keagamaan remaja adalah sebagai berikut :

a. Percaya secara ikut-ikutan


Percaya secara ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama
dengan cara yang amat sederhana, yaitu pelajaran agama hanya didapat
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapatnya dalam keluarga dan
lingkungannya, bukan melalui pendidikan. Menurut Zakiah Daradjat bahwa:
Percaya turut- turutan ini biasanya tidak berlangsung lama, dan banyak terjadi
hanya pada masa-masa remaja pertama (umr 13 – 16 tahun). Sesudah itu
biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan lebih sadar.15

15
Zakiah Daradjat, Op.Cit, h. 92.

9
b. Percaya dengan Kesadaran
Masa remaja adalah masa masa-masa terjadinya perubahan dan
kegoncangan pada dirinya, terutama perubahan jasmani yang jauh dari
kesimbangan dan keserasian dalam kehidupannya. Hal ini penyebab remaja
tertarik untuk memperhatikan dirinya, tetapi perhatian itu disertai oleh perasaan
cemas dan takut, perasaan ingin menentang orang tua, dan dorongan-dorongan
seksual. Kondisi jiwa remaja yang gelisah, cemas, dan ketakutan itu bercampur
dengan rasa bangga dan senang disertai bermacam- macam pemikiran dan
khayalan. Sehingga remaja benar-benar tertarik untuk memperhatikan dan
memikirkan diri sendiri, semuanya itu mendorong remaja untuk mendapat
tempat/ pengakuan dari lingkungannya, istilah Abraham Maslow disebut dengan
aktualisasi diri dan ingin menonjolkan diri dalam masyarakat. Disebabkan
kecerdasan remaja semakin meningkat sehingga perhatian kepada kehidupan
sosial semakin terbangun hanya saja kemajuan itu tidak disertai dengan nilai-
nilai agama yang akhirnya remaja mengingkari keberadaan agama.
Kesadaran agama pada remaja yang bertindak behavioral demonstration
menunjukkan seseorang itu mengerjakan perintah agama dengan kesadaran.
Dikarenakan mereka ingin membuktikan kepercayaan yang secara riil, ingin
menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Kepercayaan seseorang itu lebih
fundamental, lebih meningkatkan imannya dari kepercayaan stimulus response
verbalism kepada intellectual comprehension. Sebab perbuatan keagamaan yang
kongkret adalah melambangkan kepercayaan yang sungguh-sungguh.
Manifestasi kepercayaan seperti ini sering datangnya dari kepercayaan yang
bersifat verbalistis tanpa kesadaran yang penuh, seringkali sifat dan sikap
keagamaan ini dibawa dan dipercayai dan diamalkan sampai dewasa.

c. Kebimbangan Dalam Beragama


Kebimbangan beragama mulai menyerang remaja setelah pertumbuhan
dan kecerdasannya mencapai tingkat kematangan, sehingga remaja bisa
mengeritik, menerima, atau menolak sesuatu yang disampaikan kepadanya.
Dikarenakan ajaran-ajaran yang diterima pada waktu kecil berbeda dengan

10
kehidupan agama diwaktu remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja akhir
(adoleson) keyakinan agama mereka lebih dikuasai oleh pemikiran. Maka sudah
barang tentu banyak ajaran-ajaran agama yang harus diselidiki atau dikritik,
terutama pendidikan agama yang diterima pada masa anak-anak yang lebih
bersifat otoriter dari orang lain.
Ramayulis menulis bahwa keraguan-keraguan remaja terhadap agamanya
dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama, keraguan disebabkan adanya
kegoncangan dalam jiwanya, karena terjadinya proses perubahan dalam diri
pribadinya, maka keraguan seperti ini dianggap sebagai suatu kewajaran. Kedua,
keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara kenyataan- kenyataan yang
dilihatnya dengan apa yang diyakininnya, dan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Keraguan tersebut antara lain disebabkan adanya pertentangan
ajaran agama dengan ilmu pengetahuan, antara nilai-nilai moral dengan kelakuan
manusia dalam realitas kehidupan, antara nilai-nilai agama dengan perilaku
tokoh-tokoh agama seperti; guru, ulama, pemimpin, orang tua dan sebagainya.16
Terjadinya kebimbangan atau ketidakpercayaan remaja kepada Tuhan
bukan berarti ingkar yang sesungguhnya, tetapi lebih cenderung kepada protes
atau menentang terhadap Tuhan yang menyebabkan peritiwa-peristiwa sedih
yang dialaminya, misalnya kenapa saya harus berpisah dengan orang yang saya
sayangi, kenapa kehidupannya menderita setelah ibunya meninggal dunia, dan
sebagainya. Akibatnya remaja menjadi bimbang akan keadilan dan kemurahan
Tuhan, dan kejadian itu bisa meningkat kepada tidak percaya pada Tuhan.

d. Tidak Percaya Kepada Tuhan


Akhir masa remaja timbul rasa resah, gelisah, gundah gulana dalam
hidupnya sebagai pantulan dari jiwa remaja yang tidak mempercayai adanya
Tuhan secara mutlak. Disamping itu, keingkaran remaja terhadap Tuhan berasal
dari keadaan masyarakat yang dilanda penderitaan, kemerosotan moral,
kekacauan dan kebimbangan.

16
Ramayulis, Op.Cit, h. 68.

11
Selain itu, timbulnya keidakpercayaan remaja kepada Tuhan sebagai
reaksi dari kebebasan berfikir para intelektual atau pancaran dari cara berfikir
para ilmuwan, yang membatasi ruang gerak agama dengan konsep positivisme,
sekulerisme, dan materilaisme. Menurut Thomas F. O'dea bahwa Sekulerisme
terdiri dari dua bentuk transformasi yang saling menyambung dalam fikirian
manusia. Yang pertama ialah desakralisasi sikap terhadap orang, dan benda
yakni menafikan keterlibatan emosional dalam menanggapi hal-hal yang
religius dan suci. Yang kedua, adalah rasionalisasi fikiran yakni mengeluarkan
peran serta emosi dalam memahami dunia17
Dorongan-dorongan yang dialami remaja, bila tidak dapat terpenuhi
dapat menimbulkan keingkaran kepada Tuhan, hal ini disebabkan remaja merasa
kecewa, dan apabila kekecewaan demi kekekecewaan itu berlangsung terus
menerus pada remaja, maka akan timbullah rasa pesimis dan putus asa dalam
hidupnya.
Faktor utama yang dapat menyelamatkan manusia dari kekufuran atau
atheis adalah akhlak, karena dalam akhlak terdapat tiga bentuk tuntunan bagi
manusia untuk berakhlak; akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama
manusia dan akhlak manusia terhadap Tuhan. Kerusakan akhlak akan membawa
manusia kepada rasa anti agama. Akhlak manusia yang buruk inilah menjadi
penyebab Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi rasul dimuka
bumi ini. Pembinaan sikap, mental, dan akhlak jauh lebih penting daripada
menghafal dalil- dalil dan hukum-hukum agama yang tidak diresapi, dihayati,
dan diamalkan dalam kehidupan.

2.2.2 Perkembangan jiwa remaja dalam pandangan islam


a. Perkembangan Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap
situasi baru secara cepat dan tepat atau keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan

17
Thomas F.O”dea, Sosiologi Agama Suatu Peengantar Awal, Terj.Tim Penerj. YASOGAMA, Jakarta : Ppenerbit
Rajawali dan YASOGAMA, Cet. I, 1985 , h. 156.

12
secara efektif. Jadi, inteligensi mengandung unsur pikiran atau rasio.
Kemampuan kognitif seseorang berkaitan dengan pertumbuhan otaknya.
Sementara pertumbuhan otak yang pesat, secara umum, terjadi pada kisaran usia
14-17 tahun18. Oleh karena kisaran usia 14-17 tahun berada pada rentang usia
remaja, maka berarti remaja telah memiliki kemampuan berpikir yang relatif
sempurna. Dalam istilah Piaget, masa remaja telah berada pada tahap formal-
operasional, yakni sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetik. Ia bisa
memperkirakan apa yang mungkin terjadi, mampu menerima dan mengolah
informasi abstrak dari ling- kungannya, dapat membedakan yang salah dari yang
benar. Secara tegas, Mappiare menyatakan bahwa remaja telah memiliki kemampuan
cara berpikir orang dewasa19.
Meskipun al-Qur`an tidak menyebutkan secara langsung tentang logika,
tetapi telah mengisyaratkan adanya tolok ukur kecerdasan dengan kriteria-keriteria
berikut:
1) Mampu memahami hukum kausalitas (QS. al-Mu’minun/ 23:80).
2) Mampu memahami sistem jagad raya (QS. al-Syu’ara/ 18:28).
3) Mampu berpikir distinktif, yaitu kemampuan memilah- milah permasalahan
dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui (QS. al-Ra’d/13:4).
4) Mampu menyusun argumen logis (QS. Ali Imran/3:65- 68)
5) Mampu berpikir kritis (QS. al-Maidah/5:103)
6) Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman (QS. al-A’raf/7:164-169).
Bila mendasarkan pada kriteria kecerdasan di atas dan dihubungkan dengan
perkembangan inteligensi remaja menurut pakar psikologi, maka remaja telah
berada pada kematangan kemampuan berpikir. Lewin P. Piaget menempatkan
kemampuan berpikir remaja pada tahap formal-operasional (rentang umur 11- 20
tahun). Tahap ini disebutnya sebagai tahap puncak, di mana anak mencapai
kemampuan untuk berpikir sistematik terhadap hal-hal yang abstrak, juga mampu

18
Mappiare, Op. Cit.,h. 79
19
Ibid., h. 57.

13
berpikir hipotetik, yakni telah mampu memperkirakan apa yang mungkin terjadi20.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa pada masa remaja telah memiliki
kemampuan menerima dan mengolah informasi abs-trak dari lingkungannya, yang
berarti pula telah dapat membedakan yang benar dari yang salah, dapat menilai
benar atau salahnya pendapat orang lain. Hal itu ditunjukkan oleh ayat al- Qur`an
yang mengisyaratkan kemampuan berpikir logis Ibrahim ketika berdialog dengan
ayahnya, yang tertera dalam QS.Maryam/19:42

“Ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya: ‘Wahai bapakku, kenapa engkau


menyembah sesuatu (berhala) yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat dan
tidak memberikan kecukupan sedikitpun kepadamu?”

Demikian juga kecerdasan yang ditunjukkan oleh Ibrahim ketika ia mencari


Tuhan yang direkam dalam QS. al-An’am/6:74-79. Dua ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa Ibrahim, yang masih berusia remaja telah mampu berpikir
logis dan kritis. Dia dapat menunjukkan ketidaklogisan perbuatan bapaknya menyem-
bah sesuatu yang tidak memiliki kemampuan sedikitpun, seraya menjelaskan bahwa
perbuatan mereka termasuk perbuatan orang yang bodoh, tidak didasari oleh akal yang
sehat, dan menyebab- kan mereka tersesat.

b. Perkembangan emosi
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap ke- adaan atau
perilaku individu, yakni perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, seperti gembira, putus asa, sedih,
terkejut, benci, cinta,dan sebagainya.
Dalam Islam, emosi merupakan fitrah yang dikaruniakan Tuhan kepada
manusia sebagai bekal bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Al-Qur`an
banyak mengungkapkan berbagai emosi yang dirasakan oleh manusia. Antara lain,
emosi takut (QS.al-Bayyinah/98:7-8), seperti takut kepada Allah, takut mati, dan takut
menjadi miskin. Ungkap al-Ghazali, takut kepada Allah adalah penting dalam
kehidupan seorang mukmin, sebab takut kepada Allah dipandang sebagai salah satu

20
Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: BPK Gunung Mulya Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994), cet. ke-4, h. 45. Lihat pula Singgih d., 1982), h. 140-141.

14
tiang penyangga iman dan merupakan landasan penting dalam pembentukan
kepriba- dian seorang mukmin21. Emosi lainnya adalah emosi marah (QS. al-
Tahrim/66:9), emosi cinta (QS. Alu Imran/3:14), dan sebagainya. Senada dengan
isyarat al-Qur`an di atas, B. Watson menyebutkan ada tiga pola dasar emosi, yaitu
takut, marah dan cinta (fear, anger and love), yang ketiga jenis emosi itu menunjukkan
respons tertentu pada stimulus tertentu pula22.
Mengacu pada isyarat-isyarat al-Qur`an dan konsep psikologi, pada dasarnya
emosi ada pada setiap manusia, namun tingkat perkembangan emosi yang tinggi
terjadi pada masa remaja. Misalnya dapat dilihat pada kasus Qabil dan Habil. Pada
diri Qabil muncul beraneka emosi yang meledak-ledak dan sulit dikendalikan,
sehingga berakhir dengan pembunuhan terhadap Habil. Di penghujung, setelah
membunuh Habil, pada diri Qabil muncul emosi sedih dan menyesal yang dalam
(QS. al-Maidah/5:27-28).
Pada kasus di atas, sebenarnya berkumpul beberapa jenis emosi, yaitu emosi
cemburu, benci, marah, dengki, sedih, dan menyesal pada diri Qabil. Sementara
habil memiliki emosi tenangdan sabar (QS. al-Maidah/5:31).
Emosi marah dan menyesal, juga dapat ditemukan pada kasus yang terjadi
pada Nabi Musa, ketika ia membela seorang laki-laki dari golonganya pada saat
melihatnya berkelahi dengan laki-laki dari Bani Israil, Musa jadi marah dan memukul
laki-laki Bani Israil itu hingga mati (QS. al-Qashash/28:15-16). Kasus- kasus
tersebut menunjukkan bahwa pada masa remaja merupakan masa-masa kuatnya
intensitas emosi manusia.

c. Perkembangan moral
Dalam Islam, moral terkait erat dengan ajaran-ajaran Islam. Sehingga penilaian
baik buruknya suatu perbuatan, tidak saja dilihat dari aspek nalar dan norma
masyarakat, tapi juga apakah dia selaras dengan ajaran Islam atau tidak. Dalam
Islam, istilahmoral dikenal dengan konsep akhlak.

21
Muhammad al-Ghazali, Al-Janib al-‘Athifi min al-Islam: Bahts fi al-Khuluq wa al-Suluk wa al-
Tashawwuf (Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah, t.th.), h. 252.
22
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2000), h. 71

15
Bagi remaja, moral merupakan kebutuhan, sebab remaja dalam keadaan
membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri, juga
untuk menumbuhkan iden titas dirinya menuju kepribadian matang dengan unifying
phylosophy of life dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu
terjadi dalam masa transisi ini. Bahkan tidak saja dibutuhkan, melainkan sudah
merupakan bagian dari jiwa itu sendiri23.
Berkenaan dengan perkembangan moral remaja dalam al- Qur`an, lagi-lagi
memang tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi dapat ditemukan dari isyarat-isyarat
ayat-ayat al-Qur`an. Satu di antaranya adalah kasus pemuda ashhab al-kahf, yang
meng- gambarkan sikap moral anak muda dalam upaya mempertahankan sikap
moral yang benar dan baik sebagai identitas diri. Mereka lebih memilih mengasingkan
diri di dalam gua ketimbang ikut hanyut dalam moral masyarakat yang rusak (QS.
al-Kaf/ 18:10).
Demikian juga sikap moral yang ditunjukkan oleh Yusuf, ketika ia dirayu
bahkan dipaksa Zulaikha untuk melakukan perbuatan mesum. Yusuf menolak ajakan
itu, karena dia memandang bahwa perbuatan tersebut termasuk tindakan a moral,
yang dalam istilah al-Qur`an disebut dengan al-su` dan al- fahsya`. Hal ini
diisyaratkan dalam QS. Yusuf/12:23.
Dari dua kasus di atas menunjukkan bahwa remaja telah memiliki penilaian
moral yang benar, dan telah memiliki keinginan untuk mengikuti hukum-hukum
moral, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keberlangsungan sebuah tatanan
kehidupan yang teratur. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Kohlberg,
bahwa tingkah laku moral remaja ditujukan untuk mempertahankan norma-norma
tertentu. Remaja yang taat pada agama akan berusaha agar ia rajin bersembahyang
supaya agama itu sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa perlu hidup dengan
berpedoman pada agama.

d. Perkembangan kesadaran beragama


Naluri beragama, pada dasarnya telah menjadi bakat sejak lahir. Itu sebabnya
manusia disebut Homo Religius, yaitu makhlukyang bertuhan dan beragama.

23
Sarwono, Op. Cit., h. 95.

16
Pembawaan dan fitrah beragama itu dipengaruhi oleh faktor luar (eksternal)
yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan fitrah itu
berkembang dengan baik. Faktor yang paling berpengaruh adalah lingkungan
keluarga, meski juga tidak berarti mengabaikan peranan sekolah dan lingkungan
ma-syarakat.
Oleh karena naluri beragama telah dibawa sejak lahir, maka berarti masa remaja
pun telah memiliki kesadaran beragama dan kesadaran bertuhan. Bahkan seiring
dengan meningkatnya daya nalar, juga terjadi peningkatan pada kesadaran beragama
remaja. Kemampuan berpikir memungkinkan untuk dapat mentrans- formasikan
keyakinan beragamanya. Dia dapat mengapresiasikan kualitas keabstrakan Tuhan
sebagai Yang Maha Adil, Maha Besar, Maha Kasih Sayang, dan sebagainya.
Akan tetapi tentu saja grafik kesadaran beragama remaja tidak datar,
fluktuatif. Hal ini dimungkinkan oleh munculnya konflik-konflik kejiwaan yang
dialami. Di antaranya, disebabkan oleh perkembangan jasmaninya yang berubah
sangat cepat, yang berakibat pada munculnya kegoncangan emosi, kecemasan dan
kekhawatiran, sehingga kepercayaan agama yang telah tumbuh sebelumnya juga
mengalami kegoncangan. Kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang kuat, tetapi
kadang-kadang lemah, yang terlihat pada frekuensi ibadahnya yang kadang-kadang
rajin dan kadang-kadang malas24.
Dalam Islam, dorongan-dorongan beragama merupakan dorongan jiwa yang
mempunyai landasan alamiah dalam watak kejadian manusia sejak ia dilahirkan,
yang disebutkan dengan fithrah (QS. al-Rum/30:30), bahkan naluri beragama itu
sudah tertanam dalam jiwa manusia sejak ia berada dalam kandungan atau di alam
arwah (QS. al-A’raf/7:192). Naluri beragama itu muncul dalam bentuk, antara
lain, dorongan mencari dan memikirkan Tuhan, serta dorongan untuk
menyembah-Nya, terutama ketika manusia ditimpa bencana atau berada dalam
kesulitan. Oleh karenanya, tutur Amir al-Najjar, setiap jiwa selalu rindu kepada Sang
Penciptanya dan dengan kebersihan dan keikhlasan jiwanya ia akan mengakui-Nya,

24
Syamsu Yusuf, Op. Cit., h. 204.

17
betapapun keingkaran-nya25.
Dengan demikian, berarti kesadaran beragama pada remaja, pada dasarnya telah
ada, bahkan telah mengalami perkembangan ke arah kemantapan beragama, seiring
dengan telah berfungsinya aspek-aspek kejiwaan lainnya, terutama daya nalar dan
emosinya. Hal ini dapat dilihat pada sosok Ibrahim pada saat jiwanya bergelora
ingin menemukan Tuhan, sebagaimana diisyaratkan al- Qur`an surat al-An’am/6
ayat 76-78.
Menguatnya kesadaran beragama pada remaja berkaitan juga dengan kondisi
jiwanya yang labil. Keadaan labil yang menekan menyebabkan remaja mencari
ketentraman dan pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya,
perasaan yang tidak dapat dipahami, dan penderitaan yang dialaminya, men-
jadikan remaja berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup,
Pelindung dan Penunjuk jalan dalam kegon- cangan jiwa yang dialaminya26.

2.2.3 Karakteristik jiwa remaja dalam pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi remaja yang terarah. Hakikat


pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan
warna kehidupan sosial remaja di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa
yang akan datang. Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga
fungsi pendidikan.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan remaja
dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman
norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang
belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja
dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma

25
Amir al-Najjar, Al-‘Ilm al-Nafs al-Shufiyah, diterjemahkan oleh Hasan Abrori, “Ilmu Jiwa dalam Tasawuf”
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 227.
26
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995),
cet. ke-3, h. 44-45.

18
kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2.3 Penerapan pendidikan menurut Islam

Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa


remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Dalam
kaitan pendidikan sekolah dalam istilahnya ‘rumah kedua’ bagi siswa, merupakan tempat
rujukan dan perlindungan jika remaja mengalami masalah. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan pengajar dalam hal memahami siswa sebagai sosok remaja, yaitu:27

o Membantu siswa dalam menemukan jati diri dan menghadapi kegagalan yang
dihadapinya.

o Emosi yang memuncak adalah karakteristik dari remaja. Guru dapat


membimbing remaja untuk pengendalian emosi negative.

o Mengajari cara memahami orang lain dan toleransi merupakan cara guru dalam
mendidik remaja.

Dengan mempelajari berbagai karakteristik remaja akan sangat membantu siswa


yang masih dalam masa remaja, untuk keberhasilan proses pengajaran. Karena setiap
remaja berbeda,maka guru mau tidak mau harus bisa menjadi teman dan orang tua bagi
remaja itu sendiri. Diperlukan sikap polos, objektif terhadap siswa,adil dan menunjukkan
perhatian serta rasa simpatik dalam menghadapi remaja.

Pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan dan pengajaran oleh subjek
terhadap objek didik dengan bahan-bahan atau materi-materi yang berdasarkan konsep-
konsep Islam menuju pembentukan pribadi muslim yang sempurna. Konsep pendidikan
menurut Islam yaitu manusia akan menjadi manusia karena berpendidikan,
mendidik berarti memanusiakan. Untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa
diperlukan pendidikan.

Dapat dipahami bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan maka memerlukan


adanya kurikulum pendidikan yang baik, kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum

27
https://dewivalentina.wordpress.com/2010/12/30/karakteristik-remaja-dan-implikasinya-dalam-pendidikan/

19
pendidikan Islam yang menjadikan ‘Aqīdah Islam sebagai asas kurikulum. Untuk
mewujudkan kurikulum pendidikan Islam maka perlu adanya kerjasama antar komponen-
komponen pelaksana pendidikan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah/kampus,
masyarakat dan Negara.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa remaja disebut sebagai masa transisi, yaitu perubahan dari masa anak-anak
menuju dewasa. Adapun batasan umur tentang remaja para ahli banyak mengemukakan
pendapatnya dan tidak sedikit diantara batasan-batasan itu berbeda. Namun
Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya
masa remaja relatif sama ( 12 tahun), tetapi berakhirnya masa remaja sangat
bervariasi (18, 21, dan 23 tahun).

Remaja memiliki karakteristik yang kompleks, bisa dilihat dari sisi


pertumbuhan jasmani, perkembangan intelektual, perkembangan emosi dan
perkembangan sosial. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari
identitas diri sering menimbulkan masalah pada diri remaja, yang tidak sedikit hal
tersebut bisa membuat remaja menjadi tidak dewasa dan berkualitas, bahkan
menyimpang dari norma-norma agama. Oleh sebab itu remaja harus dibekali
pendidikan yang bagus yakni pendidikan yang bermuara pada pendidikan Islam
yang diberikan bimbingan dan pengajaran dengan bahan-bahan atau materi-materi
yang berdasarkan konsep-konsep Islam menuju pembentukan pribadi (remaja)
yang sempurna.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. ke-1.
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1995), cet. ke-3.
Amir al-Najjar, Al-‘Ilm al-Nafs al-Shufiyah, diterjemahkan oleh Hasan Abrori, “Ilmu Jiwa dalam Tasawuf”
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001).
Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), Santrock, J. W., Adolescence Perkembangan Remaja,
(Jakarta:Erlangga, 2002).
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Pantja Cemerlang, TT).
Gunarsa, S. D. PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
1989).
Hasan Basri, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar pustaka, 2004), cet. ke-
1.
Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna.
https://dewivalentina.wordpress.com/2010/12/30/karakteristik-remaja-dan-implikasinya-dalam-
pendidikan/
Hurlock, E.B., Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga,
1991.

Hurlock, E. B. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 2003).


Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016).
Jurnal At-Taujih, p-ISSN : 2502-0625, e-ISSN : 2715-7571, Volume 6 No. 1 Januari-Juni 2020.
Lukman, F. (2002). Menuju Sistem Pendidikan Islam. Ta‟dib : Jurnal Pendidikan Islam.
Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam
berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000.

M. Sayyid Muhammad Az-Za`balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. (Jakarta:
Gema Insani, 2007).

Muhammad al-Ghazali, Al-Janib al-‘Athifi min al-Islam: Bahts fi al-Khuluq wa al-Suluk wa al-Tashawwuf
(Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah, t.th.).

22
Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Educatio.
Thomas F.O”dea, Sosiologi Agama Suatu Peengantar Awal, Terj.Tim Penerj. YASOGAMA, (Jakarta :
Penerbit Rajawali dan YASOGAMA, Cet. I, 1985).

SidiK JatmiKa, Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi?,(YogyaKarta:Kanisius,
2010)
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2000.

YudriK Jahja, Psikologi Perkembangan, (JaKarta:Kencana, 2011).

Yusanto, M. I., & Jati, M. S. P, Yusanto & Sigit Purnawan Jati, M. I. Membangun Kepribadian
Islami, (Jakarta: Khairul Bayan Sumber Pemikiran Islam, 2002).

23

Anda mungkin juga menyukai