Anda di halaman 1dari 11

PRINSIP PEMENUAN KEBUTUHAN

PSIKOSOSIAL DAN RASA NYAMAN


PRINSIP PEMENUAN KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL DAN RASA
NYAMAN     
A. PENGERTIAN PSIKOSOSIAL
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berintera
ksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dip
ertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini diseb
ut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimba
ngan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mere
ka harus membina hubungan interpersonal positif.
Hak-hak pasien
Hak pasien merupakan bagian dari hak manusia, mengingat hak merupakan tuntunan secara rasional
dalam situasi tertentu. Setiap manusia mempunyai hakunruk dihargai seperti manusia. Beberapa hak
pasien dalam kesehatan, adalah sebagai berikut:
1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, memadai, dan berkualitas.
2. Hak untuk diberikan informasi.
3. Hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan.
4. Hak untuk diberikan informed consent.
5. Hak untuk menolak suatu consent.
6. Hak untuk mengetahui nama dan status kesehatan ang menolong.
7. Hak untuk mempunyai pendapat
8. Hak tnuk diperlakukan secara normal.
9. Hak untuk konfidentialitas memperoleh kerahasiaan termasuk privasi.
10. Hak untuk memilih itegritas tubuh.
11. Hak untuk kompensasi terhadap cdera yang tidak legal.
12. Hak untuk mempertahankan kemuliaan (dignitas).

B. KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)


1. Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Definisi Nyeri
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang
secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri,
seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia  seperti cahaya,
bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan,
dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan
karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak
nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan wang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif karena
perasaan nt-eri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah
pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang yang
keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan
mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul
ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
4. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis
maupun emosional.

Istilah dalam nyeri


1. Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri 
2. Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
3. System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri 
4. Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri 
5. Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu ingin untuk dapat ditahan

2. Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi 
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual 
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah 
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari
pernyataan klien 
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya 
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis 
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan 
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan 
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal 

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:


1. Nyeri bersifat individu 
2. Nyeri tidak menyenangkan 
3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi 
4. Bersifat tidak berkesudahan

Karakteristik Nyeri (PQRST)


P (pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

3. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan sebuah mekanisme
yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor
rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit
(Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda
inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya
mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
• Reseptor A delta --- Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
• Serabut C --- Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada
daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah,
syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti
jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif
terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

Proses Terjadinya Nyeri


Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf
sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan
saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik
tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami
modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri
dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena
trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli
mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.

Tahapan Fisiologi Nyeri


1. Tahap Trasduksi
• Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan mediator kimia                    
(prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yg mensensitisasi nosiseptor
• Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
• Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C) ke medula spinalis
• Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (STT) ->
mengenal sifat dan lokasi nyeri
• Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di persepsikan
3. Tahap Persepsi
• Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
• Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
• Disebut juga tahap desenden
• Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal2 kembali ke medula spinalis
• Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan norepinefrin) yg akan menghambat
impuls asenden yg membahayakan di bag dorsal medula spinalis

4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning
(seperti terbakar). (ex: terkena ujung pisau atau gunting)
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh Darah, tendon dan syaraf,
nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous. (ex: sprain sendi)
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak.
Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis
dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa
yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal
yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi
masalah dengan sendirinya.

d. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b. Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari  jaringan
penyebab
c. Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d. Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang
diamputasi)  atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif
berperan dalam proses survival dengan melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya
proses penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf
atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a
disease). 

Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri: 


1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini
tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada
stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan
merupakan sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri
pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll. 
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri
tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada neuropati diabetika,
post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula
spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit
neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus
sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable bowel
syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui
mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-
responsifitas (Woolf, 2004).

Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif, artinya proses yang terjadi
merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan
nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis terjadi pada saraf itu sendiri
sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau
rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan
(Rowbotham, 2000; Woolf, 2004).

5. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi
nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
1. Motorik disebabkan karena
• Gangguan dalam jaringan tubuh
• Tumor, spasme otot
• Sumbatan dalam saluran tubuh
• Trauma dalam jaringan tubuh
2. Thermal (suhu)
• Panas dingin yang ekstrim
3. Kimia
• Spasme otot dan iskemia jaringan

6. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik,
yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus
spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan
komponen psikologis.. Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui
kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis
median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi potensial
yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu
menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke
medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang
ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari reaksi sel.tu.
Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
c. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka
dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan
dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat
mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup
mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari
tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.
tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
• Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
• Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
• Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung dorsal serabut
saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control
ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks
serebri dan menimbulkan nyeri.
• Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang tertutup
• Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
• Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
• Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi P.
• Menurut teori ini, tindakan massase diyakini  bisa menutup gerbang nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi. 
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri
menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh
impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan
endogcn opiate sistem supresif.

7. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)


Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) diartikan sesuai klasifikasi nya. Yaitu: 
a. Nyeri menurut tempat dan sumbernya
• Peripheral pain
• Superficial pain (nyeri permukaan)
• Dreppain (nyeri dalam)
• Defereed ( nyeri alihan)
Nyeri fisik : Nyeri fisik disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari stimulasi serabut saraf
pada struktur somatik viseral.
Nyeri somatic : Nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila diikuti kerusakan jaringan diikuti
rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu.
Nyeri Viseral : Nyeri yang sulit ditentukan lokasi nya karena lokasinya dari organ yang sakit ke seluruh
tubuh.
Sentral pain/ nyeri sentral thalamik : Nyeri ini terjadi karena perangsangan system saraf pusat,spinal
cord,batang otak,dll.
Psyhcogenik pain : Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik.. Biasanya disebabkan oleh ketegangan otot yang kronis yang terjadi pada
klien yang mengalami stress yang lama.
b. Nyeri menurut sifatnya
• Seperti diiris benda tajam
• Seperti ditusuk pisau
• Seperti terbakar
• Seperti diremas-remas
c. Menurut berat dan ringannya
• Nyeri ringan : Nyeri yang intensitasnya ringan
• Nyeri sedang : Nyeri yang intensitasnya menimbulkan reaksi
• Nyeri Berat : Nyeri yang intensitasnya tinggi
d. Menurut waktunya
• Nyeri Kronis
- Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih
- Reaksinya menyebar
- Respon parasimpatis
- Penampilan Depresi dan menarik diri
- Pola serangan tidak jelas.
• Nyeri akut
- Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
- Terelokasi
- Respon system saraf parasimpatis
- Penampilan: Gelisah , cemas
- Pola serangan jelas

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


a. Usia
b. Lingkungan
c. Keadaan fisik
d. Pengalaman masa lalu
e. Mekanisme penysuaian diri
f. Nilai-nilai budaya
g. Penilaian tingkat nyeri
h. Skala nilai menurut Mc. Gill
0 = tidak Nyeri
1 = Nyeri ringan
2 = Tidak menyenangkan
3 = Nyeri menekan
4 = Sangat Nyeri
5 = Nyeri yang menyiksa
i. Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)
• Skema tubuh (body outline)
• Skala numeric
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penyebab Rasa Nyeri


a. Trauma
• Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
• Trauma thermis : panas dan dingin
• Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
b. Neoplasama
• Neoplasama jinak
• Neoplasma ganas
c. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
d. Gangguan pembuluh darah
e. Trauma psikologis

C.  STATUS EMOSI
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otono
mi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut seb
agai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ak
ibatnya dapat berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas, kemarahan, kesepia
n dan rasa tidak pasti.

D.  KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya dan memengar
uhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi 
molai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.

Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya.
a.  Komponen konsep diri
1)    Citra diri
adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup presepsi d
ari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu.
2)    Ideal diri
Presepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan 
mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3)    Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi 
ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kega
galan cenderung harga diri menjadi rendah. Harga diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4)    Peran diri
Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di mas
yarakat.
5)    Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang m
erupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
1)    Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti perkembangan menta, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan mempengar
uhi konsep dirinya.
2)    Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan lingkungannya. Oran
g tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
3)    Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber inter
nal misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya du
kungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat.
4)    Pengamatan sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5)    Sensor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan kekuatan. Jika koping individu t
idak ada kuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan.
6)    Usia, keadaaan sakit, dan trauma
Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.

c.    Kriteria kepribadian yang sehat
1)   Citra tubuh positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Ter
masuk presepsi saat ini dan masa lalu.
2)    Ideal dan realitas
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup  yang dapat dicapai.
3)    Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidupnya.
4)    Harga diri tinggi
Seseorang yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang yang berar
ti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan.
5)    Kepuasan penampilan peran
Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim da
n mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interde
penden.
6)    Identitas jelas
individu merasakan keunikan dirinya yang memberiarahkehidupan dalam mencapai tujuan.
E.  DEFINISI COPING
Strategi  coping merupakan suatu upaya individu untuk menanggulagi stress yang menekan akibat masal
ah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperole rasa 
aman dalam dirinya sendiri.
Coping yang efektif untuk dilaksanakan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi.
dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.
JENIS-JENIS KOPING YANG KONSTRUKTIF/SEHAT
KOPING KONSTRUKTIF/MERUSAK 

1.Penalaran (Reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan ma
salah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikira
n, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara 
pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan yang tidak berkaitan.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Ko
nsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha 
untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi.
4. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi, sehingga perspekti
f persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi den
gan humor.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga memberik
an cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih konstruktif.
6. Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak jelas dan ole
h karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut.
7. Empati
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup kemampuan 
untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh orang lain.

KOPING POSITIF ( SEHAT)
1. Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang. Ketika individu 
berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mam
pu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respo
n atau solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain dan bersaha
bat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi konflik baik dari dalam dan luar, di
a mampu mencari sumber- sumber dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Altruisme merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan orang lain. Konfl
ik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan 
pengabdian pada kebutuhan orang lain.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan 
perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau 
memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (Self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-
proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan s
eterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.

F.  HUBUNGAN SOSIAL
Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosi
al asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau mem
perkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang 
bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas k
elompok yang telah terbangun.
Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan 
solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini.

a. Kerja sama
b. Akomodasi; dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan, ako
modasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antarindividu atau kelompok manusia dalam 
kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku. dan masalah yang terjadi dapat dilakukan.
c. Asimilasi; adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang k
ebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama.
d. Akulturasi; adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri.
2. Bentuk-Bentuk Hubungan Disosiatif
a. Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya 
mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku.
b. Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertent
angan atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-
unsur budaya kelompok lain.
c. Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pih
ak lawan dengan ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan.

G. KONSEP DIRI REMAJA YANG SEHAT.
Menurut Lautel dan Klatell tahun 1991, Konsep diri mempengaruhi kesehatan mental dan bahkan perkem
bangan kepribadian remaja. Untuk membina konsep diri yang sehat (positif), remaja perlu menilai diri sen
diri.
Candles pada tahun 1972 mengemukakan bahwa ramaja yang memiliki penilaian diri sendiri, menapakka
n hidup bahagia karena dapat menerima keberadaan dirinya sendiri sebagaimana adanya. Mereka dapat 
menyadari bahwa mereka bukanlah individu yang sempurna, dan dapat menerima kegagalan dan mema
hami kegagalan tersebut sebagai jalan untuk sukses, bukan sebagi kebodohan.
Mc Candles mengemukakan konsep  diri remaja sebagai berikut :
1.       Tepat dan sama.
Konsep Diri remaja tepat dan sama dengan kenyataan pada diri remaja tersebut, contohnya adalah remaj
a merasa dirinya mampu berprestasi di sekolah, kenyataannya memang dia berpretasi di sekolah, atau s
eorang remaja laki-laki mampu memerankan diri dengan baik dalam penampilan dan tugas serta tanggun
g jawabnya sebagai seorang lelaki.
2.      Fleksibel.
Konsep Diri remaja yang sehat ditandai oleh fleksibel atau keluwesan remaja dalam menjalankan peran d
alam masyarakat. Contohnya sebagai siswa di sekolah tugasnya adalah belajar, sedangkan dirumah tug
asnya sebagai seorang kakak mengasuh adik dan membantu keluarga. Remaja ini mudah berubah pend
apat, sulit dipercaya dan tidak tegas dalam menentukan jalan hidupnya.
3.      Kontrol diri.
Konsep diri remaja yang sehat mampu mengatur hidupnya sendiri sesuai standar tingkah laku dirinya sen
diri, bukan di atur oleh orang lain. Remaja ini mudah menyesuaikan diri dengan standar tingkah laku yang 
dituntut lingkungan, mudah memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup
H. KONSEP DASAR PERKEMBANGAN KONSEP DIRI
Menurut E.B. Hurlock (dalam Elida Prayitno, 1990) faktor perkambangan-perkembangan konsep diri rem
aja yaitu bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/
cita-cita emosi, jenis atau gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga, teman-teman dan tokoh atau 
orang yang berpengaruh.
 Apabila berbagai faktor itu cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka muncul lah 
konsep diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang biasanya cenderung menganggap benar ap
a saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak it
u akan menerima, manghargai, dan mencintai dirinya (konsep diri positif). Sebaliknya, jika seseorang yan
g berpengaruh disekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya) ternyata m
eremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi de
ngan negatif (memunculkan konsep diri negatif).
Remaja memiliki cita-cita yang  tidak realistis akan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan remaja 
memiliki perasaan tidak mampu dan menyalahkan lingkungan diluar dirinya. Sebaliknya remaja memiliki c
ita-cita realistis, akan memperoleh penghasilan dan ini akan menimbulkan kepercayaan yang akan memb
erikan konsep diri yang baik.
Teman sebaya mempengaruhi konsep diri remaja dengan dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupa
kan cerminan bagaimana teman-temannya menilai dirinya. Kedua, remaja berada dalam tekanan untuk 
mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompoknya. Usaha Guru Untuk Mengembangka
n Konsep Diri

   Menuru Mudjiran 2007, usaha guru untuk mengembangkan konsep diri pada siswa nya yaitu:
1. Memberikan penguatan dan menciptakan situasi belajar yang memberi kesempatan bagi siswa memp
eroleh penguatan.
2. Memberi sokongan dan menciptakan situasi yang menyebabkan keputusan atau kegiatan siswa tersok
ong dan di setujui.
3. Selalu berfikir positif tentang penampilan, prestasi belajar dan permasalahan siswa.
4. Menciptakan situasi yang memungkinkan siswa merasa sukses melalui pengalaman belajar yang suks
es yaitu belajar dengan siswa aktif.
5. Menghargai usaha siswa melebihi hasil, bukan memberikan penghargaan dari apa yang bukan hasil us
aha mereka.
6. Berusaha mengembangkan bakat dan keterampilan para siswa, sehingga mereka merasa berguna da
n berarti.
7. Suka menyokong dan memberikan penghargaan bukan mencela dan menyalahkan.
8. Tidak suka bahkan tidak ingin memberikan penilaian sebelum siswanya memahami dan menguasai be
rbagai konsep yang di ajarkan. Hubungan sosial guru dan siswa yang hangat bukan mengkritik, mencela 
atau menghukum.
9. Lingkungan sekolah membuat program-program penampilan fisik untuk remaja pria dan wanita.
10. Lingkunga sekolah yang menimbulkan perasaan sukses dalam diri setiap siswa dengan berbagai car
a.
11. Berfikir positif dalam menilai menapilkan fisik dan psikis siswa

Anda mungkin juga menyukai