Anda di halaman 1dari 147

117.

KK01

PROGRAM KEAHLIAN KEHUTANAN


KOMPETENSI KEJURUAN

M
MEEN
NEERRA
APPKKA
ANN TTEEKKN
NIIKK PPEEN
NGGUUKKU
URRA
ANN
D
DAANN PPEEM
MEETTA
AA ANNH HUUTTA
ANN

DDEEPPAARRTTEEMMEEN
NK KEEHHU
UTTA
ANNA
ANN
PPUUSSAATT PPEEN
NDDIID
DIIK
KAAN
ND DAAN
N PPEELLA
ATTIIH
HAAN
NKKEEH
HUUTTA
ANNA
ANN
BBOOG GO ORR
22000099

1
PROGRAM KEAHLIAN KEHUTANAN
KOMPETENSI KEJURUAN

M
MEEN
NEERRA
APPKKAAN
N TTEEK
KNNIIK
K PPEEN
NG GUUK
KUURRA
ANND
DAAN
N
PPEEM
MEETTAAANNK KEEHHUUTTA
ANNA
AN N

PPe
ennyyuussuunn ::
IIrr.. IIw
wa ann SSeettiia
awwa ann,, M
M..PPd
d
DDrr.. IIw
waann SSeettiia
awwa ann

D
DEEPPA ARRTTEEM
MEEN N KKEEH HU
UTTAANNA
ANN
PPU
USSA
ATT PPEEN
NDDIID
DIIKKA
AN ND DAAN N PPEELLA
ATTIIH
HAAN
N KKEEH
HUUTTA
ANNA
ANN
BBO
OG GO ORR
22000099

2
KATA PENGANTAR

Pendidikan Menengah Kejuruan Kehutanan dilaksanakan dengan tujuan


meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan bidang kejuruan
kehutanan. Sebagai salah satu upaya mencapai maksud dan tujuan pendidikan tersebut,
diperlukan adanya pengembangan materi bahan pembelajaran dalam bentuk modul Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan, salah satunya adalah modul “Menerapkan Teknik
Pengukuran dan Pemetaan Hutan”.
Penyusunan modul pembelajaran dimaksudkan untuk menyiapkan materi
pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
perkembangan pembangunan kehutanan. Oleh sebab itu, modul ini diharapkan menjadi materi
pembelajaran dan bahan referensi bagi peserta didik dan para guru pengampu, guna
menambah serta mengembangkan wawasan pengetahuan sesuai dengan tuntutan
perkembangan jaman.
Modul “Menerapkan Teknik Pengukuran dan Pemetaan Hutan”. ini tidak
statis tetapi, bersifat dinamis dalam rangka mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan perkembangan pembangunan kehutanan. Sehingga, modul ini kedepannya
akan terus disesuaikan dan dikembangkan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Dengan berkembangnya modul ini diharapkan mutu hasil pendidikan menengah kejuruan
kehutanan dapat terus meningkat sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan serta dukungannya sehingga modul “Menerapkan Teknik
Pengukuran dan Pemetaan Hutan” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. „Tidak Ada
Gading yang Tak Retak’, kami sangat menyadari bahwa modul ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan akan kami terima dengan
tangan terbuka disertai dengan ucapan terima kasih.
Semoga modul ini bermanfaat bagi para guru serta peserta didik SMK Kehutanan
dalam upaya meningkatkan mutu hasil pendidikan.

Bogor, Oktober 2009

Penulis.

3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Halaman Prancis ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Peta Kedudukan Modul v
I PENDAHULUAN
A Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 1
B Deskripsi 1
C Waktu 2
D Prasyarat 2
E Petunjuk Penggunaan Modul 2
F Tujuan Akhir 2
G Cek Penguasaan Standar Kompetensi 3
II PEMBELAJARAN
A Pembelajaran 1: Menjelaskan Macam-macam 4
Teknik Pengukuran dan Pemetaan
B Pembelajaran 2 : Menjelaskan Sistem Koordinat 24
Peta
C Pembelajaran 3: Mengidentifikasi Alat-Alat 34
Pengukuran dan Pemetaan
D Pembelajaran 4: Melakukan Pengukuran 48
Lapangan
E Pembelajaran 5: Melakukan Pengolahan Data 62
F Pembelajaran 6: Membuat Peta 94
III EVALUASI
A. Soal Test Evaluasi 135
B. Kunci Jawaban 140
DAFTAR PUSTAKA 143

4
PETA KEDUDUKAN MODUL

Berikut ini diagram alur yang menunjukkan tahapan atau tata urutan dasar kompetensi dan
kompetensi kejuruan yang diajarkan kepada peserta didik dalam kurun waktu yang
dibutuhkan serta kemungkinan multi entry-multi exit diterapkan.

KK01

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi yang akan dipelajari pada modul ini adalah Menerapkan Teknik
Pengukuran dan Pemetaan Hutan. Standar kompetensi ini terdiri dari 4 (empat) kompetensi
dasar yaitu :
1. Menjelaskan macam-macam teknik pengukuran dan pemetaan
2. Menjelaskan sistem koordinat peta
3. Mengidentifikasi alat-alat pengukuran dan pemetaan
4. Melakukan pengukuran lapangan
5. Mengolah data hasil pengukuran
6. Membuat peta

B. Deskripsi

Modul berjudul “Menerapkan Teknik Pengukuran dan Pemetaan Hutan” akan mencakup
bagaimana melakukan pengukuran dengan peralatan sederhana, receiver GPS, dan teodolit.
Pengolahan data hasil pengukuran ini dilakukan secara manual dan dengan menggunakan
aplikasi komputer. Dimana pengolahan data dengan penggunaan komputer akan lebih
ditekankan karena faktor kecepatan dan kesalahan-kesalahan karena banyaknya data yang
harus diolah bisa dihindari. Begitu juga pemetaannya akan ditekankan pada penggunaan
aplikasi Sistem Informasi Geografis.

Modul ini merupakan kompetensi yang harus dikuasai sebelum mempelajari modul-modul :
Memahami Pengelolaan Hutan, Melakukan Penataan Hutan, Melakukan Pembukaan
Wilayah Hutan, Melakukan Perisalahan (Inventarisasi Hutan), Melakukan Kegiatan Produksi
Benih, Melakukan Kegiatan Pembibitan Tanaman Hutan, dan Menerapkan Teknik-Teknik
KonservasiTanah dan Air.

Manfaat dari penguasaan kompetensi ini di bidang kehutanan adalah untuk melakukan
pengukuhan kawasan hutan. Sedangkan di luar bidang kehutanan keterampilan ini bisa
dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan Survey Investigasi dan Disain dibidang perkebunan,
pengukuran persil tanah di bidang keagrariaan.

6
C. Waktu

Alokasi waktu untuk menyelesaikan modul ini adalah setara 145 Jam pelajaran (jpl) tatap
muka, yang terdiri dari 64 jpl tatap muka, 52 jpl Praktek Kelas, dan 220 jpl Praktek Industri.

D. Prasyarat

Sebelum mempelajari modul ini, peserta didik harus telah mempunyai kemampuan tentang
Trigonometri pada mata melajaran matematika, dan modul Melakukan Perencanaan Sumber
Daya Hutan Melalui Penggunaan Teknologi.

E. Petunjuk Penggunaan Modul

Agar modul ini dapat diikuti dengan baik lakukan hal-hal berikut :
1. Ikuti urut-urutan modul ini dengan baik.
2. Lakukan latihan-latihan menggunakan alat sesuai petunjuk modul di luar jam yang
terjadwal, terutama dalam melakukan pengamatan matahari untuk menentukan koreksi
busoule dan penentuan azimut. Karena salah satu ketelitian pengamatan adalah
ditentukan oleh kecepatan melakukan pengamatan matahari.
3. Gunakan tipe-tipe alat yang berbeda dalam melakukan kegiatan satu jenis pengukuran.
Misal untuk melakukan pengukuran dengan Receiver GPS lakukan dengan tipe-tipe
Receiver GPS sehingga anda akan merasa yakin mampu menggunakan jenis-jenis alat
tersebut dengan baik.

F. Tujuan Akhir

Tujuan akhirt yang hendak dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan modulini adalah :
1. Mampu melakukan pengukuran menggunakan peralatan ukur sederhana dan
menggambarkannya baik secara manual maupun dengan fasilitas aplikasi komputer
2. Mampu melakukan pengukuran dengan receiver GPS dengan memaksimalkan
kemampuan alat dan memetakannya dengan menggunakan komputer
3. Mampu melakukan pengukuran dengan menggunakan teodolit sudut dengan ketelitian
minimal 1 : 500
4. Mampu mengolah data hasil pengukuran dengan membuat formula-formula pada software
pengolah data dan memetakannya dengan aplikasiSistem Informasi Geografis.

7
F. Cek Penguasaan Standar Kompetensi

1. Jelaskan teknik-teknik pengukuran yang anda ketahui !


2. Jelaskan sistem koordinat yang umum digunakan dalam pembuatan peta !
3. Bagaimana urut-urutan pengukuran dengan menggunakan teodolit sudut ?
4. Uraikan cara membuat peta tematik !

8
BAB II
PEMBELAJARAN

A. Pembelajaran 1 : Menjelaskan macam-macam teknik pengukuran dan pemetaan

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari pembelajaran 1 diharapkan peserta didik dapat :


a. Menjelaskan pengertian pengukuran terestris
b. Menjelaskan pengukuran kerangka dasar horisontal
c. Menjelaskan pengukuran kerangka dasar vertikal
d. Mengidentifikasi kesalahan-kesalahan pengukuran
e. Menjelaskan sistem satuan sudut dan membedakan antara trigonometri pada matematika
dan trigonometri pada pengukuran terestris

2. Uraian Materi

2.1. Pengertian Pengukuran Terestris

Ilmu ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan ilmu
Geodesi.
Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaan bumi
b. Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar atau
sebagian kecil permukaan bumi.

Pada maksud kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan. Pengukuran dan
pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
 Geodetic Surveying
 Plan Surveying
Perbedaan prinsip dari dua jenis pengukuran dan pemetaan di atas adalah : Geodetic
surveying suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang
melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni, teknologi untuk
menyajikan informasi bentuk kelengkungan bumi atau pada keiengkungan bola. Sedangkan
plan Surveying adalah merupakan llmu seni, dan teknologi untuk menyajikan bentuk
permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap

9
datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang sempit yaitu berkisar antara 0.5 derajat x
0.5 derajat atau 55 km x 55 km.
Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses
penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan
bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan adanya
pegunungan, Lereng-lereng, dan jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan maka
diperlukan suatu bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi
tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan ini, oleh
sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi.

Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu :

a) Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)


b) Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
c) Pengukuran Titik-titik Detail
Pekerjaan Survey dan Pemetaan
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan
melakukan pengukuran-pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak
beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapat
hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar
Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-
titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail.
Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas,
sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian
pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau
perancangan bangunan teknik sipil. Titiktitik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan
tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan
tertentu, permanen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan
penggunaan selanjutnya

Dalam perencanaan bangunan Sipil misalnya perencanaan jalan raya, jalan kereta api,
bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat penting untuk perencanaan
bangunan tersebut. Untuk memindahkan titik -titik yang ada pada peta perencanaan suatu
bangunan sipil ke lapangan (permukaan bumi) dalam pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat

10
dengan pematokan/ staking out, atau dengan perkataan lain bahwa pematokan merupakan
kebalikan dari pemetaan.

2.2. Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal

Untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka
perlu dilakukan pengukuran mendatar yang disebut dengan istilah pengukuran kerangka dasar
Horizontal. Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan data sudut mendatar yang diukur pada
skala lingkaran yang letaknya mendatar. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar
horizontal adalah :
 Metode Poligon
 Metode Triangulasi
 Metode Trilaterasi
 Metode kuadrilateral
 Metode Pengikatan ke muka
 Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini
a. Metode pengukuran poligon

Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya terletak memanjang
sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan
salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk
memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri
mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik
yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan
pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri
dengan keadaan daerah/lapangan. Penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini
membutuhkan,
a) Koordinat awal Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah
dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik-titik
tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai
system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu
dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik lainya.
b) Koordinat akhir. Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri
hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat
yang sama dengan koordinat awal.

11
c) Azimuth awal. Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah
orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di
tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
 Hasil hitungan dari koordinat titik titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai
titik acuan system koordinatnya.
 Hasil pengamatan astronomis (matahari). Pada salah satu titik poligon sehingga
didapatkan azimuth ke matahari dari titik yang bersangkutan. Dan selanjutnya
dihasilkan azimuth kesalah satu poligon tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut
mendatar (azimuth matahari).

d) Data ukuran sudut dan jarak Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik
kontrol perlu diukur di lapangan.

Gambar 12. Pengukuran poligon

Data ukuran tersebut, harus bebas dari kesalahan sistematis yang terdapat (pada alat ukur)
sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di usahakan sekecil mungkin
bahkan kalau bisa di tiadakan.
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :

poligon tertutup Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak
jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan menggunakan alat
pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi.

Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinatnya terletak memanjang
sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon merupakan bentuk yang paling
baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk kelengkungan bumi yang
pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara

12
pengukuran polygon merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar
pemetaan pada daerah yang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km). Berbagai bentuk
poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan
keberadaan titik – titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang
diinginkan dan kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor-faktor yang
menentukan dalam menyusun ketentuan poligon kerangka dasar.Tingkat ketelitian umum
dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem koordinat
dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan lapangan pengukuran
menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik di lapangan dan juga
berkaitan dengan jarak selang penempatan titik.

U
U

U β1 U
β3

α2
B Β2 α4
D

α1 α3

A C
E
β = Sudut
α = Azimut

13
< UAB = α1 (azimut AB)
U < ABC = β1
< CBA = 3600 – β1
< ABU = 1800 – α1
< UBC = < ABC - < ABU
U β1
α2 = β1 – (180 – α1)
= β1 - 1800 + α1
α2 = α1 + β1 – 1800
B

α1
A C

< BCU = 1800 – α2


< UCD = β2 – < BCU
U U
α3 = β2 – (1800 – α2)
β1 = β2 – 1800 + α2
α2 α3 = α2 + β2 - 1800
B Β2
D = α1 + β1 – 1800 + β2 - 1800
= α1 + β1 + β2 – 2.1800
α1 α3
A C
U
U
<CDU = 1800 – α3
< UDE = β3 - < CDU
U β1 U α4 = β3 – (1800 – α3)
β3
= β3 – 1800 + α3
α2 α4 = α3 + β3 – 1800
B Β2 α4
D = α1 + β1 + β2 – 2.1800+ β3 – 1800

α1 α3 = α1 + β1 + β2 + β3 – 3.1800

A C
E

14
Contoh :

β3 D Diketahui Azimut AB = α1 = 1400


A
β1 = 1300 ; β2 = 1400 dan β3 = 700
Tentukan Azimut :
β1 β2
1. BC
B C
2. CD
3. DE
Jawab :
Azimut BC = α2 = α1 + β1 - 1800
= 1400 + 1300 – 1800 = 900
Azimut CD = α3 = α2 + β2 - 1800
= 900 + 1400 – 1800 = 500
Azimut DE = α4 = α3 + β3 - 1800
= 500 + 700 – 1800
= - 600
= - 600 + 3600 = 3000
Keterangan:
Untuk menghitung azimut

Metode pengukuran triangulasi

Triangulasi digunakan apabila daerah pengukuran mempunyai ukuran panjang dan lebar yang
sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah sudut dalam tiap -
tiap segitiga. Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai
di pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan
Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya menggunakan cara
triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini telah mencakup
pulau Jawa dengan datum Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra dengan datum Padang,
Sumatra Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan datum Serati,
kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan datum Gunung Genuk, pulau Bangka
dengan datum Gunung Limpuh, Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau dan
Lingga dengan datum Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara dengan datum Gunung

15
Segara. Posisi horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator,
sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan pemeriksaan ke titik
triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik triangulasi buatan Belanda tersebut
dibuat berjenjang turun berulang, dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 - -
40 km hingga paling kasar pada cakupan 1 – 3 km
Ketelitian posisi horisontal (x,y) titik triangulasi
Titik Jarak Ketelitian Metode
P 20 - 40 km r 0.07 Triangulasi
S 10 – 20 km r 0.53 Triangulasi
T 3 – 10 km r 3.30 Mengikat
K 1 – 3 km - Polygon
Selain posisi horizontal (X Y) dalam sistem dalam sistem geografis (j,I) dan proyeksi
Mercator, titik-titik triangulasi ini ketinggiannya terhadap muka air laut rata-juga dilengkapi
dengan informasi posisinya rata yang ditentukan dengan cara trigonometris.
Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Primer
 Sekunder
 Tersier
Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga buah bentuk geometrik dasar triangulasi, yaitu :
 Rangkaian segitiga yang sederhana cocok untuk pekerjaanpekerjaan dengan orde rendah
untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi-sisi segitiga sama panjang.
 Kuadrilateral merupakan bentuk yang terbaik untuk ketelitian tinggi, karena lebih banyak
syarat yang dapat dibuat. Kuadrilateral tidak boleh panjang dan sempit.
 Titik pusat terletak antara 2 titik yang terjauh dan sering di perlukan.
Metode pengukuran trilaterasi

Trilaterasi digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar daripada
ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah semua
sisi segitiga. Metode Trilaterasi yaitu serangkaian segitiga yang seluruh jarak jaraknya di ukur
di lapangan.

16
Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik pusat
tersebut terdapat beberapa buah sudut yang jumlahnya sama dengan 360 derajat
Metode pengukuran pengikatan ke muka

Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan
tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri target (rambu
ukur, benang, unting-unting) yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara
kedua titik yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk
absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperofeh dari
tapangan.
Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang
digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut
yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk
menentukan bentuk dan besar segitinya.

Metode pengukuran Collins dan Cassini

17
Metode pengukuran Collins dan Cassini merupakan salah satu metode dalam pengukuran
kerangka dasar horizontal untuk menentukan koordinat titik-titik yang diukur dengan cara
mengikat ke belakang pada titik tertentu dan yang diukur adalah sudut-sudut yang berada di
titik yang akan ditentukan koordinatnya. Pada era mengikat ke belakang ada dua metode
hitungan yaitu dengan cara Collins dan Cassini.
Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara Collins
menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini menggunakan mesin
hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan
umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan
alat hitung karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai
berkembang. Pengikatan kebelakang metode Collins merupakan model perhitungan yang
berfungsi untuk mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik
koordinat lain yang sudah diketahui. Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode
Collins, alat theodolite ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui koordinatnya.
Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur melalui titik-titik lain yang
koordinatnya sudah diketahui terlebih dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C.

Pertama titik P diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya, yaitu
diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh suatu lingkaran dengan
jari-jari tertentu, sehingga titik C berada di luar lingkaran.
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P terhadap G akan
memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan berupa titik hasil dari pertemuan
persilangan garis dan tali busur. Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan
titik penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G serta sudut-sudut
yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat diketahui

1. titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah diketahui.


2. titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya.
3. titik H adalah titik penolong collins yang dibentuk oleh garis P terhadap C dengan
lingkaran yang dibentuk oleh titik-titik A, B, dan P.

18
Sedangkan Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang yang menggunakan mesin
hitung atau kalkulator. Pada cara ini theodolit diletakkan diatas titik yang belum diketahui
koordinatnya.
Pada cara perhitungan Cassini memerlukan dua tempat kedudukan untuk menentukan suatu
titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada titik-titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat
garis yang melalui titik A dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat
kedudukan yang melalui A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini pula
membuat garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap garis BC serta memotong
tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik tersebut diberi nama titik S.
0
Sekarang hubungkan R dengan P dan S dengan P. Karena 4 BAR = 90 , maka garis BR
0 0
merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 90 . Karena ABCS= 90 maka garis BS
0
merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga DBPR = 90 . Maka titik R, P dan S terletak di
satu garus lurus. Titik R dan S merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat
titik P, lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titiktitik penolong R dan S, supaya dapat
dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB, dan
kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari
koordinat-koordinat titik B.

Rumus-rumus yang digunakan ialah :


 x1 – x2 = d12 Sin a12
 y2 – y1 = d12 cos a12

 tg a12 = (x2 – x1) : (y2 – y1)

 ctg a12 = (y2 – y1) : (x2 – x1)


Metode Cassini dapat digunakan untuk metode penentuan posisi titik menggunakan dua buah
sextant.

Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan posisi titik perum menggunakan dua buah
sextant, termasuk. membahas tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan pelaksanaan

19
pengukuran penentuan posisi titik perum. Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan
dan pegangan dalam pengukuran penentuan posisi titik-titik pengukuran di perairan pantai,
sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik terhadap
posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik-titik yang mempunyai koordinat
berdasarkan hasil pengukuran.

Pengukuran titik-titik detail

Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran Kerangka Dasar Vertikal yang
menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang
menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail untuk
menghasilkan yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah
pengukuran.

Dalam pengukuran titik-titik detail prinsipnya adalah menentukan koordinat dan tinggi titik-
titik detail dari titik-titik ikat. Metode yang digunakan dalam pengukuran titik-titik detail
adalah metode offset dan metode tachymetri. Namun metode yang sering digunakan adalah
metode Tachymetri karena Metode tachymetri ini relatif cepat dan mudah karena yang
diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal (azimuth magnetis), sudut
vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang diperoleh dari pengukuran
tachymetri adalah posisi planimetris X, Y dan ketinggian Z.
Metode pengukuran offset

Metode offset adalah pengukuran titik-titik menggunakan alat alat sederhana yaitu pita ukur,
dan yalon. Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan alat utama pita ukur,
sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah :

Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa digunakan untuk daerah yang relatif
datar dan tidak luas, sehingga kerangka dasar untuk pemetaanyapun juga dibuat dengan cara
offset. Peta yang diperoleh dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian
rupa bumi yang dipetakan. Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara:

 Cara siku-siku (cara garis tegak lurus),


 Cara mengikat (cara interpolasi),
 Cara gabungan keduanya.

20
Metode pengukuran tachymetri

Metode tachymetri adalah pengukuran menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan digital.
Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan
penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan
perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan
pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode tachymetri didasarkan pada
prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding.

Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya
keragaman topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan
jarak miring "direduksi" menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.

Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang pada titik tertentu.
Dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t sama dengan
tinggi theodolite ke tanah.

Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca sebesar a. Perhatikan bahwa dalam pekerjaan
tachymetri tinggi instrumen adalah tinggi garis bidik diukur dari titik yang diduduki (bukan
TI, tinggi di atas datum seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri itu paling bermanfaat
dalam penentuan lokasi sejumlah besar detail topografik, baik horizontal maupun vetikal,
dengan transit atau planset. Di wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat
dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh pencatat.
,
Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya bekerja atas bekerja atas prinsip yang sama
sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah
tachymetri swa-reduksi memakai sebuah garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan
garis horizontal lainnya pada diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar
perubahan sudut vertikal. Kebanyakan alidade planset memakai suatu jenis prosedur reduksi
tachymetri.

21
2.3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik yang
telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang
rujukan ketinggian tertentu.

Bidang ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea
level -MSL) atau ditentukan lokal.

 Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di
lapangan menggunakan rambu ukur.
 Pengukuran Trigonometris prinsipnya adalah Mengukur jarak langsung (Jarak
Miring), tinggi alat, tinggi, benang tengah rambu, dan sudut Vertikal (Zenith atau
Inklinasi).
 Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer.

22
Metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan dengan metode
trigonometris dan barometris. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori perambatan
kesalahan yang dapat diturunkan melalui persamaan matematis diferensial parsial.
Metode pengukuran sifat datar optis

Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan
menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti.
Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar
perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang.

Maksud pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h
diketahui antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B
lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi
antara titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B.
Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara titik-titik A dan
B dapat dianggap sebagai Bidang yang mendatar. Untuk melakukan dan mendapatkan
pembacaan pada mistar yang dinamakan pula Baak, diperlukan suatu garis lurus, Untuk garis
lurus ini tidaklah mungkin seutas benang, meskipun dari kawat, karena benang ini akan
melengkung, jadi tidak lurus. Bila diingat tentang hal hal yang telah di bicarakan tentang
teropong, maka setelah teropong dilengkapi dengan diafragma, pada teropong ini di dapat
suatu garis lurus ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di buat mendatar supaya dapat
digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, ingatlah pula nivo pada tabung,
karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat mendatar dengan ketelitian
besar. Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis nivo. Maka garis arah nivo yang dapat
mendatar dapat pula digunakan untuk mendatarkan garis bidik di dalam suatu teropong,
caranya; tempatkan sebuah nivo tabung diatas teropong. Supaya garis bidik mendatar, bila

23
garis arah nivo di datarkan dengan menempatkan gelembung di tengahtengah, perlulah lebih
dahulu.

Garis bidik di dafam teropong, dibuat sejajar dengan garis arah nivo. Hal inilah yang menjadi
syarat utama untuk semua alat ukur penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat Datar Optis bisa
menggunakan Alat sederhana dengan spesifikasi alat penyipat datar yang sederhana terdiri
atas dua tabung terdiri dari gelas yang berdiri dan di hubungkan dengan pipa logam. Semua
ini dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan pipa penghubung dari logam di isi dengan zat
cair yang berwarna. Akan tetapi ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidak digunakan
orang lagi. Perbaikan dari alat ini adalah mengganti pipa logam dengan slang dari karet dan
dua tabung gelas di beri skala dalam mm. Cara menghitung tinggi garis bidik atau benang
tengah dari suatu rambu dengan menggunakan alat ukur sifat datar (waterpass). Rambu ukur
berjumlah 2 buah masing-masing di dirikan di atas dua patok yang merupakan titik ikat jalur
pengukuran alat sifat optis kemudian di letakan di tengah-tengah antara rambu belakang dan
muka .Alat sifat datar diatur sedemikian rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu
dengan mengetengahkan gelembung nivo. Setelah gelembung nivo di ketengahkan barulah di
baca rambu belakang dan rambu muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan
bawah. Beda tinggi slag tersebut pada dasarnya adalah pengurangan benang tengah belakang
dengan benang tengah muka. Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat penyipat datar optis :

 Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar. Bila
sekarang teropong di putar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar dan garis bidik
di arahkan ke mistar kanan, maka sudut a antara garis arah nivo dan sumbu kesatu
pindah kearah kanan, dan ternyata garis arah nivo dan dengan sendirinya garis bidik
tidak mendatar, sehingga garis bidik yang tidak mendatar tidaklah dapat digunakan
untuk pembacaan b dengan garis bidik yang mendatar, haruslah teropong dipindahkan
keatas, sehingga gelembung di tengah-tengah.
 Benang mendatar diagfragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada pengukuran
titik tinggi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang
mendatar dengan mistar-mistar yang dipasang diatas titiktitik, sedang diketahui bahwa
garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik potong benang atau garis
diagframa dengan titik tengah lensa objektif ter
 Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah Garis
lurus yang menghubungkan titik tengah lensa objektif dengan titik potong dua garis
diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar dengan garis arah nivo

24
sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti dan tingkat kesaIahannya
sangat keciI
Alat-alat yang biasa digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal metode sipat datar
optis adalah :
 Alat Sipat Datar
 Pita Ukur
 Rambu Ukur
 Statif
 Unting – Unting
 Dll
Metode pengukuran trigonometris

d AB = dm . cos i

' HAB =dm. sin i + TA– TB

Pengukuran kerangka dasar vertikal metode trigonometris pada prinsipnya adalah perolehan
beda tinggi melalui jarak langsung teropong terhadap beda tinggi dengan memperhitungkan
tinggi alat, sudut vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi garis bidik yang diwakili oleh
benang tengah rambu ukur. Alat theodolite, target dan rambu ukur semua berada diatas titik
ikat. Prinsip awal penggunaan alat theodolite sama dengan alat sipat datar yaitu kita harus
mengetengahkan gelembung nivo terlebih dahulu baru kemudian membaca unsur-unsur
pengukuran yang lain. Jarak langsung dapat diperoleh melalui bacaan optis benang atas dan
benang bawah atau menggunakan alat pengukuran jarak elektronis yang sering dikenal
dengan nama EDM (Elektronic Distance Measurement). Untuk menentukan beda tinggi
dengan cara trigonometris di perlukan alat pengukur sudut (Theodolit) untuk dapat mengukur
sudut sudut tegak. Sudut tegak dibagi dalam dua macam, ialah sudut miring m clan sudut

25
zenith z, sudut miring m diukur mulai ari keadaan mendatar, sedang sudut zenith z diukur
mu(ai dari keadaan tegak lurus yang selalu ke arah zenith alam.

2.4. Trigonometri Pada Pengukuran Terestris

Sistem satuan sudut yang digunakan pada peralatan ukur terestris umumnya adalah sistem
heksagesimal (derajat). Sedangkan untuk pengolahan data di komputer, semua aplikasi
pengolah data menggunakan satuan radians seperti pada lotus atau Microsoft Excel.

Ada perbedaan dalam menentukan besarnya sudut antara trigonometri dan pengukuran
terestris. Seperti yang telah dipelajari pada matematika, pengukuran sudut adalah sebagai
berikut :

90

180 0
360

270

26
Sedangkan pada Ilmu pengukuran berlaku sebagai berikut :

y d
α
270 90

180

x
Sin α = , sehingga x = d sin α
d
y
Cos α = , sehingga y = d Cos α
d
x x
Tan α = , sehingga α = Arc Tan
y y
Dengan adanya perbedaan tersebut, perlu diperhatikan dalam menggunakan kalkulator yang
tersedia frasilitas perhitungan x dan y. Hasil x pada perhitungan kalkulator merupakan y
(ordinat) pada pengukuran dan sebaliknya.

3. Rangkuman

a. Pengukuran terestris atau ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu geodesi
untukmembuat peta dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi.
b. Pengukuran kerangka dasar horisontal adalah pengukuran untuk mendaqpatkan hubungan
mendatar titik yang diukur di atas permukaan bumi. Jadi yang diperlukan adalah
pengukuran sudut mendatar.
c. Pengukuran kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan
titik-titik titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa
ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Biasanya bidang rujukan
adalah permukaan laut.

27
d. Pengukuran tinggi suatu tempat dapat dilakukan dengan metode sifat datar (berdasarkan
perbedaan tinggi), prinsip trigonometri dan prinsip barometris.
e. Pada pengukuran terestris berlaku aturan perhitungan sudut yang berbeda dengan
trigonometri, yaitu :
x
Sin α = , sehingga x = d sin α
d
y
Cos α = , sehingga y = d Cos α
d
x x
Tan α = , sehingga α = Arc Tan
y y

4. Latihan

1) Jelaskan pengertian pengukuran terestris !


2) Uraikan cara membuat kerangka dasar vertikal dengan menggunakan metode sifat datar!
3) Bagaimana cara membuat kerangka dasar vertikal dengan menggunakan metode
trigonometris
4) Apabila pada gambar dibawah ini ditentukan α = 600 dan d = 30 m
0

y d
α
270 90

180

Tentukan x dan y nya

28
5) Apabila diketahui koordinat A (- 40 m, - 25 m)
0

270 α 90

d
A

180
Tentukan d dan α

29
B. Pembelajaran 2 : Menjelaskan Sistem Koordinat Peta

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai mengikuti pembelajaran 2,peserta didik dapat :


a. Menjelaskan sistem koordinat
b. Menjelaskan sistem proyeksi
c. Menjelaskan mengenai datum
d. Menerapkan koordinat geografis dan UTM

2. Uraian Materi

Proyeksi

Model yg paling baik dari bumi kita ini tentunya adalah model tiga dimensi yang meyerupai
bumi itu sendiri, seperti globe. Tetapi untuk tujuan-tujuan tertentu globe banyak kelemahan-
kelemahannya, diantaranya adalah :
 Globe besar dan tidak praktis
 Umumnya skala tidak sesuai dengan tujuan penggunaan dari map dan biasanya kita
ingin melihat yang lebih detail. Dan hal tersebut tidak dapat dituangkan dalam globe
 Peralatan pengukuran yang standar (penggaris, planimeter, protaktor, dot grid dan
lain-lain) tidak dapat digunakan untuk mengukur di globe; peralatan ini dikontruksi
untuk mengukur pada bidang datar
 Sistem koordinat pada globe (lintang dan bujur) hanya dapat dipakai untuk mengukur
sudut tidak untuk jarak atau bentuk
Dibawah ini adalah gambaran dari globe

a. Meridian

30
Meridian adalah garis yang menghubungkan antara kutub utara dan kutub selatan, garis-garis
tersebut berupa setengah lingkaran yang sama besarnya. Karakteristik dari meridian :
 Semua meridian ditarik dengan arah utara-selatan yang benar.
 Jarak antar meridian akan menjauh di ekuator dan akan berkumpul jadi satu titik di kutub
utara dan selatan.
 Jumlah yang tidak terhingga dari meridian bisa digambar pada suatu globe (bola bumi).
Tetapi untuk penyajian di peta , meridian digambar setiap 10 0
b. Paralel
Paralel adalah garis yang sejajar dengan ekuator, garis-garis tersebut berupa lingkaran-
lingkaran yang tidak sama besarnya, makin jauh dari ekuator lingkarannya makin kecil. Jadi
lingkaran yang terbesar adalah ekuator. Karakteristik dari paralel :
 Tiap-tiap paralel selalu sejajar satu sama lain
 Paralel selalu ke arah timur-barat
 Paralel berpotongan dengan meridian dengan sudut 900. hal ini berlaku pada setiap
tempat di globe kecuali kedua kutub.
 Semua paralel kecuali ekoator adalah lingkaran kecil, ekuator merupakan lingkaran besar
 Jumlah yang tak terhingga dari paralel dapat digambarkan pada bola bumi. Jadi setiap
titik pada bola bumi akan terletak pada suatu paralel kecuali pada kedua kutub.
c. Bujur
Bujur suatu tempat (titik) adalah busur yang diukur (dalam derajat) pada suatu paralel antara
tempat tersebut dengan “prime meridian” (=meridian Greenwich). Meridian Greenwich
mempunyai harga bujur 00.
Bujur dari suatu titik tertentu pada bola bumi diukur ke timur atau ke barat dari meridian
Greenwich. Harga bujur berkisar 00 sampai 1800 ke timur atau ke barat. Apabila suatu titik
hanya diketahui bujur saja, kita tidak dapat mengetahui lokasi secara teliti karena dengan
bujur yang sama dapat terletak pada suatu meridian penuh. Dengan perkataan lain suatu
meridian dapat didefinisikan sebagai suatu garis yang menjadi tempat kedudukan semua titik
yang mempunyai bujur yang sama.
Panjang bujur setiap 10 dalam miles/kilometer tidak tetap tergantung dari letak paralel. Jarak
yang paling besar adalah di ekuator karena ekuator merupakan lingkaran besar. Panjang bujur
10 di ekuator = 111,322 km
Contoh suatu tempat di Sulawesi Selatan terletak pada 119020‟12” , artinya tempat tersebut
berjarak 119020‟12” dari garis Prime Meridian.
d. Lintang
31
Lintang suatu tempat didefinisikan sebagai busur yang diukur (dalam derajat) pada suatu
meridian antara tempat tersebut dengan ekuator. Lintang mempunyai harga dari 00 pada
ekuator sampai 900 di kutub utara dan kutub selatan
Apabila suatu tempat (titik) diketahui lintang dan bujur berarti lokasi dapat ditentukan
dengan teliti yang merupakan koordinat geografis
Garis Ekuator membagi bumi menjadi dua bagian yaitu belahan bumi bagian utara dan
belahan bumi bagian selatan. Garis ekuator ini merupan tempat kedudukan titik-titik nol
untuk posisi lintang. Ke arah utara besarnya lintang adalah 90 0 (Lintang Utara) dan begitu
juga ke arah Selatan, dimana kutub selatan mempunyai lintang 900 Lintang Selatan (LS).
Kedudukan suatu tempat ditentukan oleh letak bujur dan lintang tempat tersebut; sebagai
contoh suatu titik mempunyai posisi sebagai berikut 119 010‟12” BT dan 5014‟10” LS, artinya
titik tersebut terletak 119010‟12” dari garis Prime Meridian ke arah Timur dan sebesar
5014‟10” dari Ekuator ke arah Selatan.

Penentuan posisi pada globe berdasarkan sudut tidak berdasarkan koordinat x,y. Sebagai
contoh apabila suatu tempat mempunyai koordinat sebagai berikut : 600 E longitude (bujur)
dan 550 N latitude (lintang) ; artinya longitude diukur nolnya mulai dari Prime Meridian
sejauh 600 ke arah Timur, dan latitude diukur dengan nolnya mulai dari ekuator sejauh 60 0 ke
arah Utara

Untuk alasan ini, system proyeksi telah dibangun. Proyeksi peta diset dengan model
matematika yang mentransformasikan dari koordinat bentuk bola (seperti latitude dan
longitude) ke koordinat bidang datar (X dan Y). Sebagai gambaran adalah seperti yang
digambarkan di bawah ini :

32
Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di bumi
dan di peta. Karena permukaan bumi fisis tidak teratur, maka sulitlah melakukan
perhitungan-perhitungan dari hasil ukuran (pengukuran). Untuk itu dipilih suatu bidang yang
teratur yang mendekati bidang fisis bumi yaitu bidang elipsoid dengan besaran-besaran
tertentu.
Peta merupakan gambar permukaan permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran yang
lebih kecil. Dalam hal ini posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap sistem siku-siku x
dan y, sedang posisi titik-titik pada permukaan bumi ditentukan oleh lintang dan bujur ( dan
). Di dalam konstruksi suatu proyeksi peta , bumi biasanya digambarkan sebagai bola
(dengan jari-jari R = 6370,283 km). Dalam hal ini volume ellipsoid sama dengan volume
bola. Bidang bola inilah yang nantinya akan diambil sebagai bentuk matematis dari
permukaan bumi untuk mempermudah dalam perhitungan.
Daerah yang kecil (maksimum 30 km x 30 km) dapat dianggap sebagai daerah yang datar,
sehingga pemetaan daerah tersebut dapat langsung digambar dari hasil pengukuran di
lapangan, tanpa memakai salah satu sistem proyeksi peta. Problem utama dalam proyeksi
peta adalah penyajian bidang lengkung ke bidang datar. Bidang yang lengkung tidak dapat
dibentangkan menjadi bidang datar tanpa akan mengalami perubahan-perubahan (distorsi-
distorsi), sedang suatu peta dikatakan ideal bila :
 luas benar
 bentuk benar
 arah benar
 jarak benar

33
keempat syarat tersebut tidak akan dapat dipenuhi, tetapi selalu harus mengorbankan syarat
lainnya. Yang dapat dilakukan hanyalah mereduksi distorsi tersebut sekecil mungkin untuk
memenuhi satu atau lebih syarat-syarat peta ideal, yaitu dengan :
 membagi daerah yang dipetakan menjadi bagian-bagian yang tidak begitu luas .
 menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan (kalau didatarkan tidak
mengalami distorsi), yaitu bidang kerucut dan bidang silinder
Cara penggambaran dari bentuk lengkung ke bentuk datar dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus matematis tertentu.
Penyajian dari permukaan bumi pada suatu bidang datar dibutuhkan untuk mengekspresikan
posisi titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar yang nantinya
dapat dipakai untuk perhitungan jarak-jarak dan arah-arah. Tujuan lain adalah untuk
penyajian secara grafis yang dapat dipakai untuk membantu studi topografi, iklim, vegetasi,
tempat tinggal dan sebagainya yang biasanya berhubungan dengan daerah yang luas.
Metode proyeksi atau tranformasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 proyeksi langsung, yaitu dari elipsoid ke bidang proyeksi.
 Proyeksi dobel, merupakan transformasi dari elipsoid ke bidang bola kemudian dari
bidang bola ke bidang proyeksi.
Pemilihan macam proyeksi tergantung pada :
 Ciri-ciri tertentu, ciri-ciri asli yang harus dipertahankan, berhubungan dengan tujuan
peta
 Besar dan bentuk daerah yang dipetakan
 Letak daerah di atas permukaan bumi.

Permukaan-permukaan proyeksi membentuk tipe dasar dari proyeksi seperti berikut :

34
Koordinat UTM
a. Proyeksi Silinder
Sifat-sifat proyeksi silinder :
1). bidang proyeksi adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi diproyeksikan
pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.
2). biasanya kedudukan sumbu simetri normal dan transversal.
3). pada umumnya silinder menyinggung bola bumi. Silinder yang memotong bola bumi
biasanya pada kedudukan transversal (UTM)
4). lingkaran-lingkaran merisian diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar.
Lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar dan
tegak lurus dengan lingkaran-lingkaran meridian
35
Salah satu bentuk proyeksi silinder transversal adalah proyeksi Universal Transverse
Mercator (UTM). Dalam proyeksi ini :
1). Bidang silinder akan memotong bola bumi di dua buah meridian, yang disebut
meridian standar dengan faktor skala (k) = 1.
2). Lebar zone (wilayah) sebesar 60, dengan demikian bumi dibagi dalam 60 zone.
3). Tiap zone mempunyai meridian tenngah sendiri.
4). Perbesaran di meridian tengah = 0,9996
b. Penentuan zone
Dalam sistem koordinat UTM garis paralel dibagi ke dalam zona-zona, dimana lebar setiap
zona adalah 60. Zone nomor 1, dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian 180 0 B dan
1740 B dan dilanjutkan ke arah timur sampai nomor 60. Batas paralel tepi atas dan tepi bawah
adalah 840 utara dan 800 selatan. Dengan demikian untuk daerah kutub harus diproyeksikan
dengan proyeksi lain.

Garis paralel

Zone 1 dimulai pada 1800 BB sampai 1740 BT, zone 30 mulai dari 60 BB sampai 00.
Sedangkan pada bumi belahan timur dimulai pada zone 31 (0 0 – 60 BT).

1800B 1740 120 60 00 60 120 1740 1800

Zone 1 2 29 30 1 2 60

0m Ekuator
10.000.000 m

36
Wilayah Indonesia tercakup dalam zone nomor-nomor 46 s/d 54 dengan bujur meridian
tengahnya (B0) sebagai berikut :
Zone B0
46 930
47 990
48 1050
49 1110
50 1170
51 1230
52 1290
53 1350
54 1410

Contoh dalam penentuan zone suatu tempat :


 Suatu tempat berkedudukan pada 120014‟10” BT; maka tempat tersebut terletak pada
zone = 120 : 6 = 20 karena ada lebihnya 14‟10” maka dibulatkan menjadi 21 dan
karena terletak pada bujur timur maka tempat tersebut berada pada zone = 30 + 21 =
51
 Suatu tempat berkedudukan pada 119058‟59”BT, maka tempat tersebut berada pada
zone : 30 + 119/6 = 49,83 dibulatkan menjadi 50.
 Suatu tempat berkedudukan tepat pada 1200 BT; zone tempat tersebut adalah :
30 + 120/6 = 50 karena tepat di 50 maka tempat tersebut berada di akhir zone 50 atau
di awal zone 51 dalam system koordinat UTM tempat tersebut mempunyai dua
koordinat (berdasarkan zone 50 dan berdasarkan zone 51)

37
c. Penentuan koordinat
Untuk arah Vertikal (ordinat/sumbu Y), garis ekuator mempunyai dua nilai, yaitu :
 Perhitungan ke arah bumi bagian utara, nilai ekuator adalah 0 meter,
 Perhitungan ke arah bumi bagian selatan, nilai ekuator adalah 10.000.000 m. Jadi dari
ekuator ke arah Selatan nilai ordinatnya berkurang.
Untuk arah horizontal (absis/sumbu X), nilai tengah setiap zone adalah 500.000 m. Ke arah
timur dari tengah-tengah zone nilai absisnya lebih besar dari 500.000 m dan ke arah barat
nilai absisnya lebih kecil dari 500.000 m.
Pada gambar dibawah ini diperlihatkan posisi absis (sumbu X) dari titik A yang berada
diakhir zone 50 atau di awal zone 51. Titik A mempunyai dua koordinat, yaitu berdasakan
zone 50 dan berdasarkan zone 51.

Dari gambar di atas pada zone 50, nilai absis pada akhir zone adalah 837.713,80 m,
sedangkan pada awal zone 51 nilai absis tidak dimulai dari nol atau dilanjutkan setelah
832.713,80 m, melainkan dimulai dari 167.286,20 m.
Begitu juga tidak diperbolehkan membuat peta lebih dari satu zone, seperti yang diperlihatkan
pada gambar di bawah. Titik Q berada pada zone 51, seharusnya nilai absis kurang dari

38
500.000 m tetapi karena digambar dalam satu View maka nilai absis Q menjadi lebih dari
837.713,80 m.

3. Rangkuman

 Globe merupakan model yang paling baik untuk merepresentasikan bumi, tetapi
penggunaannya tidak praktis.
 Penentuan posisi geografis 00 adalah garis Prime meridian, yaitu garis yang ditarik mulai
dari kutubutara melalui Greenwich ke kutub Selatan. Garis ini adalah mulai 00 bujur
 Ekuator merupakan posisi 00 untuk menentukan posisi lintang suatu tempat.
 Penggunaan sistem proyeksi tergantung untuk apa peta itu digunakan; yang umum dipakai
sekarang adalah menggunakan sistem proyeksi UTM.
 Pembagian zone didasarkan lebar sepanjang 6 0, sehingga bumi kita terbagi 60 zone.
Penentuan koordinat pada setiap zone adalah untuk belahan bumi utara nilai ekuator
adalah 0 m makin ke atas makin membesar. Untuk bumi bagian selatan nilai ekuator
adalah 10.000.000 m makin ke Selatan makin mengecil. Sedangkan nilai tengah-tengah
zone adalah 500.000m

4. Tes

1). Suatu tempat mempunyai koordinat geografis dengan lintang 6 0 Lintas Selatan dan 1170
Bujur Timur ; Jelaskan apa arti dari koordinat tersebut !
2). Tempat seperti yang disebutkan pada nomor 1 terletak pada zone berapa pada sistem
proyeksi UTM ?
3). Suatu tempat di Indonesia mempunyai nilai x = 925.000 m (sistem proyeksi UTM)).
Jelaskan komentar anda mengenai tempat tersebut !

39
C. Pembelajaran 3 : Mengidentifikasi Alat-Alat Pengukuran dan Pemetaan

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai pembelajaran peserta didik dapat :


a. Menjelaskan karakteristik jenis-jenis alat pengukuran dan pemetaan
b. Menjelaskan fungsi alat-alat pengukuran dan pemetaan
c. Menjelaskan prinsip kerja alat pengukuran dan pemetaan

2. Uraian Materi

Alat Ukur Sederhana


Tujuan : dapat melakukan pengukuran areal dengan peralatan sederhana (Kompas, alat ukur
kemiringan dan rol meter).
a. Menentukan arah
Untuk menentukan arah digunakan kompas tangan

Kompas merek Suunto merupakan alat yang paling umum digunakan. Kompas yang biasa
dipakai ini tidak memiliki kemampuan melakukan pengkoreksian magnit. Konsekuensinya
adalah bahwa arah yang ditunjukan adalah arah magnit. Saat menghubungkan hasil survei
lapangan dengan peta petak ke peta dasar yang dihasilkan dari foto udara, perlu diingat bahwa
pembuatan peta dasar ini didasarkan atas arah utara yang sebenarnya, sedangkan hasil survei
lapangan didasarkan pada arah utara magnit bumi. Sesuaikan peta dasar anda dengan variasi
magnetis yang ada di wilayah anda.

40
Dalam pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang berada di sebelah bawah
(pembacaan sistem U-T)

b. Pengukuran jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan rol meter

Penggunaan alat sebagai berikut :


(a) Gunakan alat survei yang benar. Alat ukur yang baik adalah pita survei nilon atau pita
survei yang telah dikalibrasikan dengan interval satu meter.
(b) Usahakan selalu menarik tali dengan kencang dan lurus ketika mengukur dari satu titik ke
titik lainnya.
(c) Bila menggunakan tali polyproylene (plastik), periksalah secara teratur dengan pita survei
yang benar. Polyproylene (tali plastik) dapat berubah setiap waktu.

c. Pengukuran kemiringan lapangan

(a) Periksa klinometer. Ada kemungkinan klinometer tersebut tidak


dikalibrasi dengan benar :

41
• Buat dua target titik dengan jarak 20 m. Tandai target pertama pada ketinggian mata. Pegang
alat pada tanda ini dan buat tanda kelerengan nol pada target kedua.
• Pindahkan alat ke tanda kelerengan nol pada target kedua. Pegang alat dekat ke tanda ini dan
buat tanda kelerengan nol pada target pertama. Bila alat ini benar (akurat), tanda kelerengan
nol ini akan sama dengan posisi alat asli.
• Bila tanda kedua berada di bawah posisi alat asli (Posisi Alat 1), klinometer itu
pembacaanya terlalu rendah tentukan perbedaan persentase (%) antara Posisi Alat 2
Sasaran 2 dengan Posisi Alat 1. Kemudian bagi perbedaan persentase menjadi dua, karena
kesalahan ini akumulasi dari 2 kali pembacaan klinometer. Hasil persentase tersebut harus
disesuaikan dengan menambahkan pada setiap pembacaan 20 meter di lapangan.
• Bila tanda kedua berada di atas posisi alat asli (tanda pertama), klinometer itu Pembacaanya
terlalu tinggi tentukan perbedaan persentase (%) antara Posisi Alat 2 dengan Posisi Alat 1.
Kemudian bagi perbedaan persentase menjadi dua. Hasil persentase tersebut harus
disesuaikan dengan mengurangi pada setiap pembacaan 20 meter dilapangan.
• Cara yang mudah untuk mengetahui apakah pembacaan klinometer anda benar adalah
dengan cara membawanya ke suatu danau atau sungai dan tembaklah ke permukaan air di
seberang danau atau sungai tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan apakah alat anda
mempunyai penyimpangan negatif atau positif.
(b) Pencatat harus selalu menetapkan ketinggian matanya dan menyesuaikannya dengan
mitranya (pemegang tali) dengan cara berdiri di dekat mitranya pada tempat yang datar dan
membuat bacaan kelerengan nol di kepala mitranya.

d. BTM
Pembacaan Azimuth
Untuk pembacaan azimuth tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
 Nol kan skala alat dengan memutar teodolit sehingga dicapai skala alat seperti gambar di
bawah ini.

20 15 10 5 0

5 0
42
 Kunci skala alat
 Buka pengunci jarum magnet
 Longgarkan sekrup pengunci teodolit dari kepala statif dan putar teodolit sampai jarum
magnet menunjukkan angka nol
 Apabila jarum magnet sudah menunjukkan angka nol dan skala alat juga nol maka alat
sudah menunjukkan nol utara.
 Buka pengunci skala dan arahkan teropong ke obyek, kemudian baca posisi obyek.
 Pada BTM bayangan obyek terbalik
 Contoh pembacaan skala azimuth :

20 15 10 5 0

40 35

 Pembcaan skala yang bawah dari satu ke garis yang terdekat selisih 20 menit
 Pembacaan skala yang atas dari satu garis ke garis yang berdekatan selisih satu menit
 Pada gambar diatas menunjukkan angka nol diatas tepat mengenai skala dibawah pada
angka 35 dan garis setelah angka 35 sebanyak 2 garis lebih.
 Angka 35 menunjukkan derajat sedangkan dua garis setelah angka 35 menunjukkan menit
sebesar 2 x 20 menit = 40 menit
 Lebihnya dari 40 menit adalah dengan melihat garis pada skala atas yang menunjukkan
satu garis dengan skala yang dibawah. Pada gambar diatas garis yang segaris antara skala
atas dan bawah adalah garis yang terletak pada skala antara angka 5 dan 10 pembacaan
skala atas , tepatnya garis ke tiga setelah angka 5 ke sebelah kiri.
 Jadi pembacaan azimuth pada skala alat adalah 35 0481

20 15 10 5 0

40 35
43
Pembacaan azimut dari gambar diatas adalah :
360361
Pembacaan vertikal :

85 Skala Vertikal terbaca : 840 271

84

e. To Boom
Pembacaan azimuth :

50 200
 Pembacaan azimut dimulai pada skala yang tegak (sebelah bawah) ke arah kanan
berpasangan dengan angka yang terbalik.
 Angka pasangan antara skala bawah dan skala atas adalah selisih 180 0, misal 2000 dengan
200, 3200 dengan 1400, 500 dengan 2300 dan seterusnya.
 Pada gambar diatas yang berselisih 1800 adalah 500 dengan 2300.
 Dari 50 sampai 230 diseling dengan 7 satuan
 Jadi pembacaan azimuth pada gambar di atas adalah 57 0.
 Untuk menitnya dibaca pada nonius

Pembacaan skala vertikal

44
98 99 100

66 86

 Dibaca mulai pada angka skala tegak (yang berada si sebelah atas) sampai skala terbalik
(yang berada di sebelah bawah) pada angka yang sama.
 Pada gambar diatas 99 skala atas bukan pasangan 99 skala bwah yang terbalik; karena 99
terbalik yang berada di bawah berada di sebelah kiri dari 99 pada skala atas.
 Jadi pasangan pembacaan skala vertikal pada gambar diatas adalah 98 dengan sembilan 98
skala terbalik
 Satu strip dari skala yang diatas besarnya adalah 10 menit dan dihitung sampai garis pada
skala terbalik 98.
 Jadi pembacaan skala vertikal pada gambar di atas adalah 98 0441
f. To Biasa
Pembacaan vertikal

V 086 087 088

Vertikal = 870241

Pembacaan Horizontal
1
2

Segariskan

. . 25
. . . 26. . .

45
 Pada pembacaan horisontal kunci kompas harus dibuka dengan menekan klem pengunci
kompas.
 Dengan pemutar halus segariskan garis-garis yang berada di bagian tengah skala
 Pembacaan azmuth dari gambar di atas adalah 127 02513211
g. Wild T1
Pembacaan Skala dilakukan sebagai berikut :
 Kondisi skala pertama

V087

2710611
2711211

195 194
Hz

 Untuk membaca horizontal putar nonius hingga garis penunjuk skala tepat berada di
antara dua garis
 Baca derajat pada kotak Hz; serta menit dan detiknya pada kotak di sebelah kanannya.

V
087

2710611
2711211

195 194

Hz

46
 Untuk pembacaan vertikal putar kembali noniu shingga garis skala tepat berada ditengah
dari dua garis pada kotak V
 Baca derajat pada kotak V dan menit, detiknya di sebelah kanan.

V
087

2710611
2711211

195 194

Hz

Untuk teodolit sudut Topcorn TL 20 GF, TM 06, TM 20 pembacaan skala horizontal dan
vertikal sama seperti Wild T1.

Pengukuran dengan teodolit sudut :


Cara mengukur sudut dengan cara menolkan alat
 Pada titik tempat beridiri alat lakukan pemusatan (centring) dan mendatarkan (leveling)
alat.
 Putar micrometer knob (nonius) sehingga pembacaan menit dan detik menjadi 0 10011.
 Longgarkan sekrup penggerak horisontal dan sekrup penggerak bagian bawah.
 Sambil melihat skala horisontal alat putar cincin posisi lingkaran sehingga skala
pembacaan H menjadi 0
 Kencangkan sekrup penggerak horisontal dan putar penggerak halus horiontal sehingga
pada skala pembacaan horistal betul-betul tepat di nol.
 Arahkan teropong ke target belakang dengan menggunakan visir kasar.
 Kencangkan sekrup bagian bawah.
 Lihat melalui teropong, putar penggerak halus bagian bawah (jangan menggunakan
penggerak halus horisontal agar skala masih tetap 00010011) untuk mempaskan obyek
tepat pada benang tengah teropong.

47
 Longgarkan sekrup penggerak horisontal dan arahkan teropong ke obyek depan dengan
visir kasar, kemudian kencangkan sekrup penggerak horisontal.
 Tepatkan obyek dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal (jangan sekali-kali
menggerakkan sekrup penggerak halus bagian bawah).
 Lihat pada skala horisontal, putar mikrometer knob sehingga garis skala tepat berada di
antara dua garis.
 Baca dan catat skala horisontal

Cara mengukur sudut dengan cara tidak menolkan alat


 Pada titik tempat beridiri alat lakukan pemusatan (centring) dan mendatarkan (leveling)
alat.
 Kencangkan sekrup bagian bawah.
 Arahkan teropong ke target belakang dengan menggunakan visir kasar.
 Kencangkan sekrup penggerak horisontal dan putar penggerak halus horiontal sehingga
pada skala pembacaan horistal betul-betul tepat di nol.
 Putar micrometer knob (nonius) sehingga pembacaan derajat skala horisotal sudah tepat.
 Catat pembacaan ke belakang.
 Longgarkan sekrup penggerak horisontal dan arahkan teropong ke obyek depan dengan
visir kasar, kemudian kencangkan sekrup penggerak horisontal.
 Tepatkan obyek dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal (jangan sekali-kali
menggerakkan sekrup penggerak halus bagian bawah).
 Lihat pada skala horisontal, putar mikrometer knob sehingga garis skala tepat berada di
antara dua garis.
 Baca dan catat skala horisontal
 Besar sudut yang dibentuk adalah pengurangan pembacaan horisontal ke depan dengan
pembacaan horisontal ke belakang.
Contoh
Pembacaan ke muka : 12304510611
Pembacaan ke belakang : 1203415611 _
0 1 11
Sudut : 111 10 10

Pembacaan ke muka : 1203415611


Pembacaan ke belakang : 12304510611 _

48
Sudut : - 11101011011 + 3600 = 24804915011

Untuk pembacaan vertikal, putar kembali micrometer knob sehingga pada skala vertikal garis
penunjuk tepat berada di tengah-tengah. Kemudian baca skala vertikal dengan tempat
pembacaan menit dan detik sama pada pembacaan menit dan detik waktu pembacaan
horisontal.

Rata-rata pengukuran vertikal (dengan pembacaan biasa dan luar biasa)

B  3600  LB
Rumus : V 
2
V : Sudut vertikal
B : Pembacaan vertikal pada kondisi biasa
LB : pembacaan vertikal pada kondisi luar biasa.

h. Receiver GPS
Pengumpulan data dengan receiver GPS yang akan dijelaskan disini adalah dengan

menggunakan Receiver GPS Garmin . Untuk Receiver GPS tipe navigator, cara kerjanya

tidak terlalu banyak perbedaan. Beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum

mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1). Pengenalan Bagian Alat

49
50
Tombol QUIT

Zoom in/out

Tombol
Enter/Rocker

Tombol
Menu/Find Tombol
POWER/Cahaya

2). Inisial receiver GPS

Pada saat pertama kali receiver GPS dinyalakan, Alat akan mwengumpulkan data satelit dan

akan menentukan posisi lokasi saat itu. Untuk menjamin inisialisasi yang benar, alat diatur

olewh pabrik dalam mode autolocate, sehingga alat dapat menewmukan sendiri posisinya di

segala tempat di permukaan bumi. Unruk menerima signal satelit alat harus di bawa di luar

ruangan dan kondisi langit yang cerah. Cara melakukan inisialisasi adalah sebagai berikut :

 Nyalakan Receiver GPS dengan menekan tombol Power.

 Akan muncul halaman introduksi yang memperlihatkan jenis dari alat ini dan akan diikuti

oleh halaman satelit.

51
Halaman Satelit
 Ketika receiver GPS sedang mencari signal satelit, pesan “locating satellites” diganti oleh

pesan “acquiring satellites”, sampai cukup signal untuk menentukan posisi dari titik

bersangkutan.

Ketika receiver menerima cukup signal setidak-tidaknya tiga satelit, tampilan di bagian

atas akan berubah dan akan menunjukkan akurasi posisi dan koordinat lokasi.

 Tekan dan lepas tombol QUIT sampai halaman peta tampil; sekarang alat sudah dapat

difungsikan

3). Units Setup

 Pada Main Menu, pilih Units kemudian tekan Enter

 Pada Position Format hhdd0.mm‟.ss,s” atau UTM/UPS

 Pada Map Datum pilih WGS 84

 Pada Distance/Speed, pilih metric

 Pada Elevation (Vert.Speed), pilih Meters (m/sec)

 Pada Depth, pilih meters

 Pada Pressure, pilih Milibars

 Keluar

4). Heading Setup

 Pada main Menu, pilih Heading

 Pada Display, pilih Degrees

52
 Pada North Reference, pilih True

 Keluar, setup selesai

3. Rangkuman

 Penggunaan alat ukur sederhana untuk melakukan pengukuran areal harus dilakukan
sangat-hati-hati karena kasarnya pembacaan skala alat.
 Uji peralatan apakah masih laik pakai atau tidak; lakukan kalibrasi alat agar alat laik
pakai.
 Agar tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan skala alat baik hosisontal maupun vertikal,
perhatikan baik-baik pengunci-pengunci alat waktu digunakan.

4. Tes

1). Jelaskan fungsi dan prinsip kerja dari alat-alat ukur sederhana :
 Clinometer
 Kompas
 Rolmeter
2). Jelaskan cara mengukur skala pembacaan horisontal dan vertikal menggunakan To Boom
3). Jelaskan cara mengukur skala pembacaan horisontal dan vertikal dengan menggunakan
BTM
4). Jelaskan cara mengukur skla pembacaan horisontal dan vertikal dengan menggunakan
Wild T1 !

D. Pembelajaran 4 : Melakukan Pengukuran Lapangan

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai pembelajaran peserta didik dapat :


a. Melakukan pengukuran lapangan dengan alat ukur sederhana
b. Melakukan pengukuran lapangan dengan alat ukur Teodolit
c. Melakukan pengukuran dengan Receiver GPS

53
2. Uraian Materi

a. Pengukuran dengan alat ukur sederhana

Agar pengukuran dengan alat sederhana bisa diplotkan arealnya pada peta dasar, maka perlu
dilakukan pengikatan kepada titik ikat yang ada dilapangan yang diketahui koordinatnya.
Sistem koordinat yang digunakan pada titik ikat dipilih yang menggunakan sistem proyeksi
UTM.
Data yang dicatat pada saat pengukuran areal di lapangan sesuai dengan blangko tabel

pengukuran seperti di bawah ini :

No. Azimut Jarak Helling Jarak Datar Jarak Peta


Patok ( 0) Lapang ( 0) (m) ( Cm)
(m)
1
65 12,4 18
2

JD = JL x Cos H

JD = Jarak Datar

JL = Jarak Lapangan

H = Kemiringan Lapangan dalam derajat


Dari hasil pengolahan data, data yang yang digunakan untuk penggambara peta adalah azimut

dan jarak peta

54
 Lihat azimut dari titik 1 ke titik 2. tentukan titik 1 tersebut pada kertas milimeter

Azimut

2
Azimut

Jarak peta 3
1

Setelah dilakukan penggambaran dari titik akhir ke titik 1 akan didapat celah

 Titik 6 pada gambar di bawah sebenarnya di lapangan adalah titik 1

 Celah ini harus dikoreksi sehingga titik satu akan bersatu

6/1

 Misal lebar celah adalah 2,5 cm atau 25 mm

 Mulai titik dua sampai titik enam dilakukan pergeseran dengan arah pergeseran sejajar

celah

55
 Besar pergeseran adalah sebagai berikut :

 Titik 2 = 1 x 25/5 = 5 mm

 Titik 3 = 2 x 25/5 = 10 mm

 Titik 4 = 3 x 25/5 = 15 mm

 Titik 5 = 4 x 25/5 = 20 mm

 Titik 6 = 5 x 25/5 = 25 mm

 Jadi titik 6/1 digeser selebar celah yang terjadi

6/1

b. Pengukuran dengan alat ukur teodolit

1) Teodolit Sudut
a) Pengamtan matahari

Agar sisi-sisi poligon yang dibentuk karena pengukuran menggunakan teodolit sudut bisa
dirubah menjadi azimut, perlu dilakukan pengamatan matahari untuk menentukan azimut dua

56
titik yang dapat menyambungkan kesisi-sisi poligon yang dibentuk. Untuk melakukan
pengamamatan matahari perlu disiapkan blanko pengamatan seperti di bawah ini :

Tempat Berdiri Alat : ………………………………… lo : ……………….

Titik Acuan : ………………………………… Tanggal : …………………

Alat Ukur : ………………………………… Pengambil : …………………

Keterangan : Waktu membalikkan teropong jam hanya dibaca sampai menit, setelah
teropong terbalik alat ukur harus diperiksa dan harus rata betul

Nomor Lingkaran Pembacaan Alat Ukur


Peng Hi Matahari Letak Lingkaran Datar
am- tung Teropong
bi- Pemb. Ke Mth Azimut Lingkaran
an
lan Pembacaan Jam Pemb. Ke TA. Sudut  Tegak
Atas
Kiri
Biasa
(B)
………………. ………………. ……………….
1 I

……………… ………………. ………………. ……………….


Bawah
Kanan Biasa
(B)
………………. ………………. ……………….
2 IV

……………… ………………. ………………. ……………….


Atas
Dibalik/
Kiri
Luar
Biasa
(LB) ………………. ………………. ……………….
3 II

…………… ………………. ………………. ……………….


Bawah
Kanan Dibalik/
Luar
Biasa
(LB) ………………. ………………. ……………….
4 III

……………… ………………. ………………. ……………….

Cara melakukan pengamatannya adalah sebagai berikut :

57
Dudukkan alat di titik pada areal pengukuran. Pada kedudukan teropong biasa, arahkan
teropong ke matahari, tadah dengan kertas putih Letakan matahari di sebelah atas kiri,
singgungkan sisi matahari dengan benang vertikal. Waktu bagian bawah matahari
menyinggung benang horisontal segera catat waktunya. Kemudian catat skala horisontalnya
pada blanko pengamatan. Arahkan pada titik acuan (titik yang jauh dan tidak berubah selama
pengamatan), catat pembacaan skala horisonta dan vertikalnya. Lakukan hal yang sama pada
saat matahari pada posisi bawah kanan. Balikan teropong menjadi kedudukan luar biasa
arahkan posisi matahari seperti kedudukan teropong biasa. Catat waktu, azimut dan
vertikalnya. Contoh hasil pengamatan adalah sebagai berikut :

Tempat Berdiri Alat : Titik Kontrol Dephut di Tabo-tabo lo :

Titik Acuan : Cabang Pohon I Jeunjing Tanggal : 10 Des. 2005

Alat Ukur : Wild T-1 Pengambil : Yulius

Keterangan : Waktu membalikkan teropong jam hanya dibaca sampai menit, setelah teropong
terbalik alat ukur harus diperiksa dan harus rata betul

Nomor Lingkaran Pembacaan Alat Ukur


Peng Hi Matahari Letak Lingkaran Datar
Am- tung Teropong Pemb. Ke Mth Azimut Lingkaran
bi- an Pembacaan Jam Pemb. Ke TA. Sudut  Tegak
lan-
Atas
Kiri
Biasa
(B)
39027l48ll ………………. 78010l06ll
1 I

08h06m11s 93014l24ll 53o46l36ll 11049l54ll


Bawah
Kanan Biasa
(B)
39027l49ll 78011l18ll
2 IV

08h08m07s 93014l24ll 53o46l36ll 11048l42ll


Atas
Dibalik/
Kiri
Luar
Biasa
(LB) 2049l10ll ………………. 282014l55ll
3 II

58
08h10m45s 56033l30ll 53044l20ll 12014l55ll
Bawah
Dibalik/
Kanan
Luar
Biasa
(LB) 2048l35ll ………………. 284016142ll
4 III

08h11m06s 56033l30ll 53044l55ll 14016’42ll


Hasil pengolahan datanaya adalah sebagai berikut :
KOREKSI BUSOULLE
HITUNGAN DARI PENGAMATAN MATAHARI UNTUK Alat Ukur No
AZIMUT2 TITIK

Tanggal : 10 Des. 2005 Pengambilan/ 1/I 3/II 4/III 2/IV


Tempat Berdiri : Ttk Kontrol Tabo-
Tabo Kr (biasa) Kr (dibalik) Ka (dibalik) Ka (Biasa)
Titik Acuan : Pohon Jeunjing
hitungan
Pengambil : Yulius A – Kr. A – Kr. B – Ka. B – Ka.

Letak Teropong
Lingkaran
Matahari

Q=- Sin Q = - Ukuran tinggi


0 l ll 11049l54ll 12014l55ll 14016l42ll 11048l42ll
4 51 39,24 0,084737 Refraksi l l l l
Dikurangi 4 4 4 4
(Lintang tempat
berdiri) Cos Q =
0,996403
Tinggi
Rata-rata waktu peng. Jam: sesungguhnya 11045l54l 12010l55ll 14012l42ll 11044l42ll
h m s
08 09 2,25
Perbandingan waktu wilayah : 1).  ½ d + 16’16” + 16’16” - 16’16” - 16’16”
m s
09 2,25 0 l ll 0 l ll 0 l ll 0 l ll
t 12 02 10 12 27 11 13 56 26 11 28 26
P.T –
P.B + Sin t 0,208528 0,215640 0,240915 0,198921

Waktu wilayah Jam : 08.00 WITA

0 l ll
D = -22 53 32,06 (Deklinasi Cos t 0,978016 0,976473 0,970546 0,980015
Matahari)
1). Lingkaran atas matahari (A) = +½ Sin D -0,388999 -0,388999 -0,388999 -0,388999
d
Lingkaran bawah Mth (B) =–½ Sin Q Sin t -0,017670 -0,018273 -0,020414 -0,016856
d
0
2). Pagi hari + = A – = 180 – A dikurangi
0 0
Petang + = 360 – A – = 180 + Perbedaan = V -0,371329 -0,370726 -0,368585 -0,372143
A
3). A = UT Lingk. Kanan Matahari – Cos Q Cos t = N 0,974498 0,972901 0,967058 0,976490
½ d’
A = UT Lingk. Kiri Matahari + ½
d’
A = US Lingk. Kanan Matahari + V : N = Cos A -0,381046 -0,381052 -0,381141 -0,381103
½ d’

59
A = UT Lingk. Kiri Matahari – ½
d’
0 l ll 0 l ll 0 l ll 0 l ll
1) dan 3) berlaku untuk teropong 2). A 112 23 55 112 23 56 112 24 16 112 24 07
0 l ll 0 l ll 0 l ll 0 l ll
dengan bayangan tegak 3) ½ dl=½ d: Cos t - 0 16 38 - 0 16 40 + 0 16 46 + 0 16 36
Untuk teropong dengan bayangan A sesungguhnya
0 l ll 0 l ll 0 l ll 0 l ll
terba-lik tanda +/– menjadi Pemb. Azimut/ 112 07 17 112 07 16 112 41 02 112 40 43
kebalikannya
o l ll 0 l ll 0 l ll o l ll
Sudut  53 46 36 53 44 20 53 44 55 53 46 36
Dihitung oleh : Kor. Az. atau
0 l ll 0 l ll 0 l ll 0 l ll
……………………………. Azimut pokok 165 53 53 165 51 36 166 25 57 166 27 19
Rata Kn (biasa)
Kr (dibalik)
0 l ll
Rata-rata 166 09 41
Diketahui :

Kepala

Tingg semu 7o – 8 o refraksi 7’


.. 9o .. 6‘
.. 10o .. 5‘
.. 15o .. 4‘
.. 20o .. 3‘
.. 20o – 30 o .. 2‘

60
Untuk di lapangan agar pengolahan data hasil pengamatan matahari dapat cepat dilakukan,
dibawah ini dibuatkan formula bagi anda yang menggunakan kalkulator FX 5000
Pengamatan Pagi Hari (Bayangan Tegak)
A = Cos-1 (((Sin ((D + (W – 8) p )) – Sin Q Sin (t1 – r1 + d))) / Cos (t1 – r1 + d)) – d / Cos (t1 –
r1 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 8) p )) – Sin Q Sin (t2 – r2 + d))) / Cos (t2 – r2 + d)) – d /
Cos (t2 – r2 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 8) p )) – Sin Q Sin (t3 – r3 + d))) / Cos (t3 – r3 +
d)) + d / Cos (t3 – r3 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 8) p )) – Sin Q Sin (t4 – r4 + d))) / Cos
(t4 – r4 + d)) + d / Cos (t4 – r4 + d) :  = (A +  ) / 4
Pengamatan Sore Hari (Bayangan Tegak)
A = Cos-1 (((Sin ((D + (W – 16) p )) – Sin Q Sin (t1 – r1 + d)))) / Cos (t1 – r1 + d) – d / Cos (t1
– r1 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 16) p )) – Sin Q Sin (t2 – r2 + d)))) / Cos (t2 – r2 + d) –
d / Cos (t2 – r2 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 16) p )) – Sin Q Sin (t3 – r3 + d)))) / Cos (t3
– r3 + d) + d / Cos (t3 – r3 + d) + Cos-1 (((Sin ((D + (W – 16) p )) – Sin Q Sin (t4 – r4 +
d)))) / Cos (t4 – r4 + d) + d / Cos (t4 – r4 + d) :  = (1440 – A +  ) / 4
Keterangan :
 = Azimut dari titik tempat pengamatan ke titik acuan
D = Deklinasi pada tanggal pengamatan jam 08.00
W = Rata-rata waktu pengamatan dalam satu seri
p = Perubahan deklinasi tiap jam
Q = Posisi lintang tempat pengamatan
t1 = Tinggi matahari pada posisi bayangan matahari berada disebelah kiri atas dan teropong
dalam kondisi biasa
t2 = Tinggi matahari pada posisi bayangan matahari berada di sebelah kiri atas dan teropong
dalam kondisi luar biasa
t3 = Tinggi matahari pada posisi bayangan matahari berada di sebelah kanan bawah dan
teropong dalam kondisi luar biasa
t4 = Tinggi matahari pada posisi bayangan matahari berada di sebelah kanan bawah dan
teropong dalam kondisi biasa
r1, r2, r3, dan r4 = refraksi pada masing-masing ketinggian matahari
d = Setengah diameter matahari pada tanggal pengamatan
 = Jumlah sudut yang terbentuk dari matahari ke titik acuan dalam satu seri pengamatan
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan formula di kalkulator :

61
 Nyalakan kalkulator, lanjutkan dengan menekan MODE 4 MODE +
 Membuat formula pada suatu program, tekan MODE 2 arahkan kursor ke nomor
program yang diinginkan kemudian tekan EXE
 Untuk membuat huruf besar (misal huruf A) tekan ALPHA kemudian χ –1 pada tombol
χ –1 dibawahnya tertulis huruf A (warna merah)
Contoh membuat formula untuk menentukan azimut dua titik pada pengamatan pagi hari
adalah sebagai berikut :

MODE 4 MODE + MODE 2


Arahkan kursor ke nomor 1 kemudian tekan EXE

Selanjutnya tulis rumus/formulanya, yaitu :


ALPHA Χ-1 SHIFT (-) SHIFT cos
( ( ( sin ( ( ALPHA sin + (
ALPHA 3 - 8 ) ALPHA : 4 )

) - sin ALPHA 5 sin ( ALPHA

: / ALPHA log 1 - ALPHA :

6 ALPHA log 1 + ALPHA : sin

) ) ) / cos ALPHA 5 / cos (

ALPHA : / ALPHA log 1 -

ALPHA : 6 ALPHA log 1 +

ALPHA : sin ) ) - ALPHA :


sin / cos ( ALPHA : / ALPHA

log 1 - ALPHA : 6 ALPHA log

1 + ALPHA : sin ) + ….. dst


Rumus diatas baru sampai pada penentuan azimut dari titik pengamatan ke matahari pada
posisi matahari berada di sebelah atas kiri dan teropong dalam keadaan biasa, yaitu : A =
Cos-1 (((Sin ((D + (W – 8) p )) – Sin Q Sin (t1 – r1 + d))) / Cos (t1 – r1 + d)) – d / Cos (t1 – r1 +
d). Lanjutkan rumus tersebut untuk tiga posisi matahari berikutnya.
Setelah selesai membuat rumus tekan MODE 1 EXE

62
Untuk menjalankan program dari rumus yang dibuat (misal di buat pada program 1) : tekan
Prog 1 Yang perlu diperhatikan dalam memasukkan beberapa data :
 Data waktu pengamatan (W)
Misal pengamatan I jam 07h 54m 30s ; pengamata II jam 07h55m56s ; pengamatan III jam
07h58m43s ; pengamatan IV jam 08m01m32s , maka untuk mengisi data waktu pada
program adalah sebagai berikut :

( 7 o , ,, 5 4 o , ,, 3 0

o , ,, + Pengamatan II, III dan IV ) / 4 EXE

 Data perubahan deklinasi tiap jam (p)


Misal nilai p = -21II ; maka memasukkan datanya adalah : - 00 0I 21II

(-) 0 o , ,, 0 o , ,, 21 o , ,, EXE

 Data refraksi dan setengah diameter matahari, cara memasukkan datanya sama seperti no.
2
 Memasukkan data untuk jumlah sudut () sama cara memasukkan data waktu
pengamatan, tetapi tidak dibagi 4
Untuk bayangan terbalik, memasukkan data nilai d (setengah diameter matahari) didahului
dengan tanda negatif.

b) Pengukuran di lapangan (Temu gelang/titik awal sama dengan titik akhir)

Beberapa kemungkinan yang dapat ditemui dilapangan dalam kegiatan pengukuran untuk
memindahkan bentuk lapangan menjadi bentuk peta dengan menggunakan teodolit sudut
adalah sebagai berikut :
 Titik ikat berada tepat di batas areal
 Titik ikat tidak berada di batas areal.
Titik Ikat Tepat berada di Batas Areal

Urut-urutan pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengukur areal yang sudah ditentukan

lokasinya di lapangan adalah sebagai berikut :

Pada titik pasti dapat dilakukan pengamatan matahari untuk menentukan azimut dari titik
0 ke titik acuan dan pengukuran dilakukan searah jarum jam

63
Acuan
2
1

0 = Titik Pasti

5
4

7
6

 Lakukan pengamatan matahari pada titik nol


 Ukur sudut acuan – nol – 1 dengan cara letakan alat pada titik nol, lakukan Centering dan
leveling dari alat. Nol kan skala alat lalu arahkan teropong pada titik acuan, kemudian
arahkan teropong tepat pada rambu di titik 1. Catat besar sudutnya dengan membaca
skala horisontal pada alat.
 Tepatkan benang bawah teropong pada angka di rambu, kemudian catat pembacaan rambu
(benang atas, benang tengah dan benang bawah), dan skala pembacaan vertikalnya
 Hitung jarak datarnya dengan rumus jarak datar = rambu x sinus 2(vertikal).
 Buat sket peta pada buku blanko pengukurannya pada tempat yang sudah disediakan
 Pindahkan alat ke titik 1 lakukan centering dan leveling kemudian arahkan teropong ke
titik nol lalu ke titik 2 baca dan catat lagi skala horisontal, pembacaan rambu dan skala
vertikal.
 Lanjutkan pembuatan sket gambar.
 Lakukan hal yang sama sampai pada titik 7.
 Terakhir letakkan alat kembali pada titik 0 dan ukur besar sudut dimana rambu belakang
ada di titik 7 dan rambu depan di titik 1.
 Dalam pengolahan data sudut-sudut yang dijumlahkan untuk kepentingan koreksi adalah
mulai dari sudut 1 sampai sudut nol. Jadi sudut yang dibentuk dari acuan-titik nol-titik
satu tidak ikut dijumlahkan.

64
Pada titik pasti tidak dapat dilakukan pengamatan matahari

Acuan

2
B 1

0 = Titik Pasti

5
4

7
6
Langkah pelaksanaan pengukurannya adalah sebagai berikut :
 Lakukan pengamatan matahari di titik B
 Ukur sudut acuan-B-nol (belakang acuan depan titik nol)
 Pindahkan alat ke titik Nol dan pengukuran selanjutnya lakukan seperti tahapan diatas.
 Jumlah sudut luar yang dijumlahkan adalah mulai dari sudut 1 sampai sudut nol.
Pengukuran dilakukan berlawanan arah jarum jam

Acuan
6
7

0 = Titik Pasti

3
4

1
2
65
Tahapan pelaksanaan pengukuran adalah sebagai berikut :

 Lakukan pengamatan matahari


 Ukur sudut acuan-nol-Satu, pada rambu depan (rambu berada titik 1) juga dicatat
pembacaan rambu dan skala vertikal.
 Terakhir letakan alat dititik nol dan baca skala horisontalnya saja.

c). Pengukuran Poligon Diikat Dua Titik Pasti


Acuan 2

3
1

2
P Q

Acuan 1
Langkah kegiatan :
 Lakukan pengamatan matahari di titik P untuk menentukan azimut dari P ke acuan 1.
 Alat masih di titik P Nol kan ke Acuan 1 (belakang) kemudian arahkan ke titik 1 (depan).
Pada rambu di titik 1 catat : horisontal, pembacaan rambu dan vertikal.
 Pindahkan alat di titik 1, belakang P dan depan titik 2, catat seperti diatas.
 Begitu seterusnya. Pada titik Q, nol kan alat ke titik 3 dan depan tentukan acuan 2;
catat horizontalnya
 Lakukan lagi pengamatan matahari di titik Q untuk menentukan azimuth dari titik Q ke
Acuan 2.

66
c. Pengumpulan Data dengan Receiver GPS
 Nyalakan Receiver GPS
 Pada halaman satelit tunggu sampai alat menerima signal satelit yang cukup
 Tekan Enter sampai berubah halaman
 Arahkan kursor pada angka Waypoint
 Beri nama Waypoint
 Arahkan kursor ke OK
 Tekan Enter
 Untuk memasukkan ke Route, buka Main menu
 Pilih Routes, kemudian tekan Enter
 Pada Save Routes, Pilih New kemudian Tekan Enter
 Beri nama Route
 Pilih Select Next Point, kemudian tekan Enter
 Pada Find, pilih Waypoints, kemudian tekan Enter
 Pilih nama waypoint yang akan dimasukkan ke Route, tekan Enter
 Pada halaman Waypoint, kursor arahkan ke Use, kemudian tekan Enter
 Waypoint masuk ke Route.

E. Pembelajaran 5. Melakukan Pengolahan Data

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai melakukan pembelajaran 5, peserta didik dapat :


a. Melakukan pengolahan data pengukuran temu gelang
b. Melakukan pengolahan data pengukuran ditutup dua titik pasti
c. Melakukan pengolahan data dari Receivwer GPS dengan aplikasi SIG

2. Uraian Materi
a. Temu Gelang
Hasil akhir dari pengolahan data dengan komputer ini adalah luas areal dapat langsung
dihitung walaupun gambar peta belum jadi. Luas didasarkan dengan perhitungan system
koordinat. Hasil akhir ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

67
Urut-urutan pengerjaan pengolahan data adalah sebagai berikut :

1. Pada kolom pertama diisi untuk nomor patok/pal.

2. Pada kolom kedua, ketiga dan keempat dibuat masing-masing untuk derajat, menit dan

detik.

3. Pada kolom kelima dibuat untuk merubah satuan derajat dari sexagesimal (dari tiga kolom

sebelumnya ke desimal dengan cara sebagai berikut:

68
Seperti pada contoh gambar diatas untuk mengisi kolom E baris 12 (sudut dalam desimal)

dibuat formula : =B10+C10/60+D10/3600 kemudian pindahkan kursor dari kolom

yang diisi dengan formula ini, maka akan terlihat hasilnya. Untuk mengisi baris

selanjutnya pada kolom ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

 Copy sel E12 (Ctrl + C), kemudian pindahkan kurson kebawahnya (sel E13),

blok sampai ke sel yang inginkan untuk memindahkan rumus tersebut.

Terakhir lakukan “paste” atau tekan Ctrl + V, maka sel-sel yang diblok akan

terisi dengan rumus seperti sel E12 atau bila menggunakan mouse dilakukan

sebagai berikut :

 Klik mouse pada sel E12 arahkan mouse pada sudut kanan bawah dari sel E12

sampai muncul tanda + , tekan sebelah kiri mouse dan jangan dilepas, tarik

sampai ke sel yang akan menyalin rumus tersebut, kemudian lepas mouse

maka rumus sudah tersalin ke sel yang diinginkan.

4. Jumlahkan sudut-sudut luar/dalam segi banyak tersebut dimulai dari sudut kedua sampai

sudut awal. Kalau dilihat dari data nomor patok diatas penjumlahan dimulai dari patok

nomor 1 sampai patok nomor 0 atau dari sel E13 sampai E17 dengan cara sebagi berikut :

69
misal hasil penjumlahan akan diisikan pada sel E19, maka rumus yang harus ditulis pada

sel E19 ini adalah sebagai berikut :

=sum(E13:E17)

5. Perbaikan sudut yang diisi pada kolom F dilakukan dengan cara membagi rata kelebihan

atau kekurangan dari jumlah sudut yang seharusnya. Dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

 Misal jumlah sudut yang seharusnya diisi pada sel E20; areal yang diukur

merupakan segi lima dan yang diukur adalah sudut luar, maka jumlah sudut

luar seharusnya dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :

=(5+2)*180

 Pada titik pertama yang dikoreksi yaitu pal nomor 1(sel F13) dibuat koreksi

dengan rumus sebagai berikut :

=E13-($E$19-$E$20)/5

70
 Selanjutnya salin rumus pada sel F13 tersebut ke sel dibawahnya sampai

nomor pal (patok) awal

 Jumlahkan sudut perbaikan ini untuk mencek kebenarannya.

6. Tahap selanjutnya menentukan besarnya azimut dari sisi-sisi poligon yang diukur. Pada

gambar diatas penentuan azimut ini diletakkan pada kolom G. Urut-urutan penentuan

azimut dilakukan sebagai berikut :

 Pada kolom B, C dan D pada baris antara titik acuan dan titik nol masukan data

azimut ke titik acuan berdasarkan dari hasil pengolahan data pengamatan

matahari.

 Tempatkan kembali azimut ini di kolom G misal pada sel G10 (langsung

diubah dalam bentuk desimal).

 Azimut dari titik nol ke 1 yang ditempatkan pada sel G12 dibuat dengan

menggunakan formula sebagai berikut :

=G10+E12

Apabila lebih dari 3600 kurangi 3600.

 Sedang pada sel G13 dibuat dengan formula sebagai berikut :

71
=IF((G12+F13-180)>360,G12+F13-180-360,IF((G12+F13-
180)<0,G12+F13-180+360,G12+F13-180))
 Copy sel G13 ini
 Blok sel-sel yang akan menggunakan rumus ini mulai dari sel G14 sampai Sel
yang memuat azimut dari titik awal ke titik berikutnya; kemudian lakukan
Paste (Ctrl + V).
 Azimut dari titik awal ke titik berikutnya yang ada pada sel G12 harus sama
dengan azimut dari titik awal ke titik berikutnya yang berada pada sel G17.

7. Selanjutnya dibuat kolom untuk mengisi data lapangan untuk pembacaan rambu dan

pembacaan vertikal

72
8. Tahap selanjutnya adalah menghitung jarak datar dari setiap sisi poligon dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Misal untuk menghitung jarak datar dari titik 0 ke titik 1 adalah :
=H12*((SIN(RADIANS(I12+J12/60+K12/3600))^2))

9. Langkah berikutnya adalah menghitung pertambahan posisi titik berikutnya ke arah

horizontal/sumbu X (delta X). Untuk delta X dari titik 0 ke titik 1 digunakan rumus

sebagai berikut :

=L12*SIN(RADIANS(G12))

73
10. Sedang untuk menghitung pertambahan posisi titik berikutnya ke arah vertical/sumbu Y

digunakan rumus sebagai berikut :

=L12*COS(RADIANS(G12))

11. Tahap berikutnya jumlahkan delta X yang ada dikolom M dan delta Y yang ada di kolom

N ini, Misal masing-masing disimpan di sel M19 dan N19.

12. Selanjutnya melakukan koreksi terhadap kesalahan horizontal dan vertical. Untuk

masing-masing kesalahan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Hasil koreksi terhadap delta X setelah perbaikan kesalahan adalah :

=M12-(L12/$L$19*$M$19)

 M12 adalah pertambahan panjang sisi poligon dari titik 0 ke titik 1 ke arah

horizontal

 L12 adalah jarak datar dari titik 0 ke titik 1

 $L$19 adalah jumlah jarak datar dari sisi-sisi poligon yang membentuk segi-

banyak. Tanda $ yang mengapit hurup L menandakan bahwa dalam operasi

penyalinan rumus ke sel-sel yang lain, sel L19 tidak akan berubah.

 $M$ adalah jumlah dari kesalahan ke arah horizontal.

b. Hasil koreksi terhadap delta Y setelah perbaikan adalah sebagai berikut :

=N12-(L12/$L$19*$N$19)

74
13. Cek jumlah hasil koreksi pada masing-masing sumbu tersebut. Apabila koreksi yang

dilakukan benar jumlahnya dari sisi-sisi poligon ini akan nol. Dan apabila penjumlahan

dari sisi-sisi poligon ini tertulis pada sel sebagai berikut, misal = 2.3E-20 ; ini

2 .3
artinya adalah 0
10 20

14. Selanjutnya adalah menentukan koordinat dari titik-titik yang diukur. Pengisisan pada

sel dimulai dari titik yang diketahui koordinatnya. Misal nilai X dari titik 0 adalah 1000,

maka nilai X pada titik 1 adalah :

=Q12+O12

75
 Q12 adalah nilai X dari koordinat titik 0

 O12 adalah pertambahan kearah horizontal dari titik 0 ke titik 1.

Hal yang sama dilakukan untuk perhitungan nilai Y

=R12+P12

15. Tahap akhir adalah menghitung luas areal yang diukur. Untuk keperluan ini harus

ditambahkan dua titik awal yaitu koordinat pertama dan kedua setelah koordinat akhir.

Pada contoh diatas kita tambahkan koordinat titik 0 dan titik . Koordinat titik 0 sudah

langsung ada, tinggal ditambahkan koordinat titik 1. Formula yang digunakan apabila

hasil luas diukur dalam hektar adalah sebagai berikut :

=(Q14-Q12)*R13/20000

76
Perhitungan luas didadapt dengan menjumlahkannya.

Untuk menghitung ketelitian hasil pengukuran dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

=L19/SQRT(M19^2+N19^2)

77
Untuk melihat gambar hasil pengukuran dengan program Microsoft Excel dilakukan sebagai

berikut :

1. Blok mulai dari koordinat titik 0 sampai koordinat titik 0 yang ada dibawah.

2. Arahkan mouse ke menu Insert kemudian pilih chart, seperti terlihat pada gambar dibawah

ini.

78
3. Pilih XY (scattered) dan pilih

4. Kemudian klik Next

79
5. Kemudian klik lagi Next akan terlihat gambar sebagai berikut :

6. Klik lagi Next dan klik pada As new sheet kemudian isikan nama dari chart tersebut,

kemudian klik Finish

80
7. Hasil akhir akan terlihat sebagai berikut :

81
b. Poligon Sudut (Diikat oleh Dua titik Pasti)

Pengolahan data poligon sudut yang ditutup oleh dua titik pasti secara keseluruhan dapat

ditampilkan seperti pada gambar dibawah ini.

Adapun urut-urutan pengerjaan olah datanya adalah sebagai berikut :

1. Buat kolom-kolom seperti pembuatan kolom pada pengolahan data poligon sudut temu

gelang, kecuali kolom untuk luas ditiadakan.

2. Isikan data hasil pengukuran lapangan pada kolom yang sesuai.

3. Ubah data sudut hasil pengukuran lapangan menjadi bentuk desimal. Di dalam contoh

seperti terlihat pada kolom E.

4. Jumlahkan hasil pengukuran sudut pada kolom E ini. Dalam contoh diisi pada sel E19.

5. Besarnya koreksi sudut yang ditempatkan pada sel E20 dibuat dengan formula sebagai

berikut :

=G18-G10-E19+7*180
82
 G18 adalah sel yang memuat angka azimut akhir
 G10 adalah sel yang memuat angka azimut awal

 E19 adalah sel yang memuat hasil penjumlahan sudut yang diukur.

 Angka 7 adalah nilai k dari jumlah sudut yang diukur.

6. Selanjutnya adalah lakukan koreksi pada setiap sudut yang diukur dengan formula sebagai

berikut :

=E12+($E$20/6)

7. Tahap berikutnya lakukan perhitungan pada setiap sisi poligon yang diukur, pengerjaanya

sama seperti pada poligon temu gelang. Untuk cek kebenaran azimut yang dihitung

adalah pada perhitungan azimut dari titik akhir ke acuan 2 harus sama dengan azimut

akhir hasil pengolahan data pengamatan matahari.

83
8. Tahap berikutnya adalah menghitung dan menjumlahkan jarak datar, menghitung dan

menjumlahkan delta X dan Y (sama dengan poligon temu gelang).

9. Delta X yang terkoreksi dihitung dengan tahapan sebagai berikut :

 Kurangkan Xakhir dengan Xawal simpan di salah sel, misal di sel M20

 Besarnya koreksi kesalahan adalah =M20-M19 (dimana M19 adalah jumlah dari

delta X).

 Sisi poligon yang sudah terkoreksi ke arah horizontal adalah :

=M12+(L12/$L$19*$M$21)

 Hal yang sama berlaku juga untuk menentukan delta Y terkoreksi.

84
10. Untuk pengecekan kebenaran hasil koreksi yang dilakukan adalah jumlah delta X harus

sama dengan Xakhir – Xawal dan jumlah delat Y harus sama dengan Yakhir - Yawal

11. Tahap terakhir adalah menentukan koordinat titik-titik poligon, dimana penentuannya

adalah sama dengan penentuan koordinat pada poligon temu gelang.

85
c. Poligon Kompas

Pengerjaan poligon kompas dengan program-program spreadsheet, sama seperti pengerjaan


poligon kompas, tapi lebih sederhana, karena tidak dimulai pada sudut tapi langsung pada
kolom azimut dengan penambahan hasil koreksi bussoule.

86
d. Receiver GPS

1. Install Program DNR Garmin

Program ini dapat di download di Internet dengan alamat http://www.garmin.com. Bentuk

. Cara setup Programnya adalah sebagai berikut :

 Klik ganda file kompresi dnrgarmin52setup

 Ektrak file kompresi akan terdiri dari tiga file : dnrgarmin52setup.exe ; instmsia.exe ;

dan instmsiw.exe.

 Klik ganda pada dnrgarmin52setup.exe

 Ikuti langkah selnjutnya sesuai perintah pada layar

2. Menjalankan DNR Garmin Di ArcMap

 Buka Arcmap

 Pada menu Tools, pilih Customise

 Pada jendela Customise, pilih tab Toolbars

87
 Klik pada Add from file

 Cari file dnrgarmin_arcgis.dll pada folder program file/dnrgarmin

 Klik Open

 Maka toolbar dnrgarmin akan masuk ke Arcmap.

3. Menjalankan toolbar dnr garmin

Cara membuka program dnr garmin adalah sebagai berikut :

 Pasang kabel data baik ke Receiver GPS maupun ke komputer

 Buka ArcMap

 Klik menu View, pada Toolbar pilih DNR Garmin Toolbar

88
 Pada DNR Garmin Toolbar, klik Open DNRGArmin

 Klik menu GPS, pada Set Port pilih USB (apabila kabel datanya menggunakan USB)

89
 Klik Menu GPS Pada Units, pilih Meters

 Apabila pada bagian kiri bawah terbaca Not Connected, berarti hardware receiver

GPS tidak terbaca, maka perlu diinstall Driver USB untuk alat tersebut.

 Masukkan CD bawaan dari Garmin ke CD Room, install Driver USBnya (Ini biasanya

untuk pertama kali menggunakan alat ini).

 Sekarang alat sudah dapat terbaca oleh komputer.

4. Download data

 Tanda hubungan alat dengan komputer terkoneksi adalah sebagai berikut :

 Apabila data yang akan didownload berupa route, klik menu Route kemudian pilih

Properties
90
 Pada Tab Projection, tandai Arcmap

 Klik Load PRJ

 Klik Ganda Projected Coordinate System

91
 Klik Ganda UTM

 Klik ganda WGS 1984

 Pilih zone tempat pengukuran dilakukan, kemudian klik Open

92
 Klik OK

 Klik menu Route, kemudian pilih Download

 Hasil Download adalah sebagai berikut :

93
 Klik OK

 Klik Menu File, pilih Save To, kemudian filih ArcMap, kemudian pilih Shape file

Layer.

 Tentukan folder tempat penyimpanan file dan beri nama filenya

94
 Klik Save

 Pada Output Shapenya, pilih poligon, apabila areal yang diukur merupakan poligon;

line apabila diinginkan hanya bentuk lain atau titik apabila diinginkan bentuk titik

 Klik OK

 File .shp akan secara otomatis masuk ke ArcMap

95
5. Pengumpulan data dengan berbagai feature

Pengumpulan Dan Download Data

Seringkali data yang harus dikumpulkan berupa gabungan feature, seperti titik, garis atau

poligon atau sekaligus dibuatkan kontur di daerah pengukuran.

Setelah selesai melakukan pengukuran lakukan download data ke komputer dan simpan file

datanya dengan cara sebagai berikut :

 Sambungkan Receiver GPS ke komputer

 Buka program ArcGis

 Buka program dnr Garmin

 Pada menu Route pilih Route Properties dan tentukan sistem koordinat yang akan

digunakan pada waktu download

 Kembali ke menu Route dan pilih Download

96
 Pada Menu File, klik Save To dan pilih File

 Tentukan folder tempat penyimpanan dan beri nama filenya

97
 Klik Save, maka file data hasil pengukuran lapangan akan tersimpan dan siap

digunakan setiap saat tanpa menyambungkan kembali alat receiver GPS ke komputer.

F. Pembelajaran 6 : Membuat Peta

1. Tujuan Pembelajarn

Setelah selesai pembelajaran 6, peserta didik dapat :


a. Menjelaskan teknik pembuatan peta
b. Menjelaskan teknik pembuatan peta dengan program SIG
c. Membuat peta secara manual
d. Membuat peta dengan program SIG

2. Uraian Materi

Penyajian data yanga dimaksudkan adalah kegiatan pemetaan dari data spasial digital yang

telah disusun. Pada waktu lalu pemetaan ini dilakukan melalui fasilitas modul yang ada pada

Arc/Info yaitu modul Arcplot (tahun 1994an). Modul ini terlalu rumit jika dibandingkan

dengan software lain, misalnya ArcView. Pada software ArcView otomatisasi bagian-bagian

dari layout dapat dilakukan, seperti misalnya penyusunan skala bar, pembuatan grid dan

koordinat, pengaturan kelurusan (alignment), dan sebagainya melalui icon (tombol

perintah/menu) yang tersedia.

Walaupun software yang ada mempunyai berbagai kemudahan. Beberapa hal harus tetap

diatur, yaitu :

1. Format Peta

98
Format peta yang dimaksud disini adalah ukuran frame yang akan terkait dengan cakupan

wilayah yang akan dipetakan. Dalam pemetaan secara digital pengubahan frame sangat

mudah untuk dilakukan, namun untuk keseragaman wilayah yang akan dipetakanharus

tersedia dalam format :

 Format peta berindeks dengan ukuran cakupan dan lokasi petadisesuaikan dengan

standar peta dasar nasional yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal

 Format administrasi (provinsi, kabupaten), ataupun unit pengelolaan dengan tetap

menampilkan indeks dan grid

2. Tema

Tema ataupun layer yang akan dipetakan juga sangat mudah dirubah, namun untuk

menjaga konsistensi dan keseragaman, informasi yang harus dipetakan perlu diatur :

 Terintegrasi, yaitu semua layer digambarkan dalam satu peta. Dengan tetap

memperhatikan untuk keindahannya yang juga sangat terkait dengan skala. Tema

terintegrasi disajikan pada skala 1 : 250.000 atau lebih besar.

 Parsial, lebih dikenal dengan peta tematik, yaitu layer khusus dipetakan di atas data

dasar.

3. Skala

Skala peta diatur sesuai dengan format di atas yaitu skala 25.000, 50.000, 100.000,

250.000 dan 500.000 sesuai dengan cakupan wilayahnya. Untuk keperntingan tertentu

peta dapat diskalakan sesuai dengan kebutuhan, namun skala yang telah diuraikan di atas

harus ada.

4. Proyeksi

Merubah suatu proyeksi ke proyeksi yang lain beserta parameter yang menyertai sangat

mudah dilakukan dengan menggunakan fasilitas yang ada pada SIG. Namun proses ini

akan membawa kesalahan. Apabila karena suatu hal penyajian peta lebih dari satu zone

99
tidak dapat dihindarkan (misalnya jika wilayah yang harus dipetakan cakupannya

melewati batas zone, sehingga tidak mungkin disajikan pada proyeksi UTM dengan
0
rentang horisontal 6 maka diperkenankan untuk memetakan dalam proeksi Mercator

(rentang dari sabang sampai Merauke). Jenis proyeksi yang digunakan harus disebutkan,

beserta parameter proyeksinya (datum. Spheroid, ataupun angka semi mayor semi

minornya).

Simbolisasi, pewarnaan dan aspek kartografis yang lain tetap mengacu pada pedoman

penyusunan peta yang berlaku

5. Desain Kartograqfi

Pengertian desain kartografi:

Desain kartografi adalah tata bentuk dan penampilan peta secara menyeluruh, baik isi peta

maupun tata letak informasi tepi yang menghasilkan model peta yang informatif, komunikatif

serta artistik. Sebagaimana Petunjuk Teknis Penyajian Peta-Peta Kehutanan, ukuran lembar

dan format peta baku kehutanan adalah 60 cm x 80 cm (contoh pada Lampiran 3). Isi peta

tergantung kepada unsur dan informasi yang akan disajikan kedalam lembar peta; sedang

desain informasi tepi dan tata letaknya menyangkut pencantuman keterangan yang

menjelaskan isi peta serta pengaturan ruang peta.

Desain isi Peta:

Desain isi peta menyangkut tiga hal, yaitu: tujuan/tema peta, skala peta, dan karakteristik

dari informasi. Sebelum peta dibuat, tujuan dan tema peta harus jelas (untuk apa dan untuk

siapa peta dibuat). Kejelasan tentang tujuan dan tema tersebut harus ada sebelum proses

kartografi, bahkan sebelum pengumpulan atau kompilasi data. Tujuan peta berkaitan dengan

jenis dan kualitas data dan informasi yang akan disajikan, validitas sumber data dan

relevansinya dengan tema peta. Sumber data (terutama jika berupa peta) harus diseleksi siapa

100
pembuatnya dan kapan dibuatnya. Selain itu, unsur-unsur pada peta dasar perlu diseleksi,

mana yang dianggap penting, mana yang perlu disederhanakan atau dihilangkan.

Skala peta berkaitan dengan detail informasi yang disajikan. Tidak ada manfaatnya membuat

suatu peta bersekala besar tetapi informasinya tidak detail dan tidak teliti. Sebelum

pengumpulan dan pengolahan data, harus sudah ditetapkan pada skala berapa peta akan

disajikan Banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam penetapan skala peta, diantaranya

adalah: maksud dan tujuan peta (peta untuk perencanaan wilayah atau operasional);

tersedianya peta dasar (apakah tersedia untuk daerah tersebut); sumber data (apa sumber data

cukup teliti, apakah digunakan peta dasar pada skala yang sama).

Setelah tujuan dan skala peta ditentukan, unsur-unsur dan informasi dipilih, tahap berikutnya

adalah membuat desain simbol dan warna. Untuk ini perlu diperhatikan karakteristik

unsur/informasi yang diwakilinya. Model simbol-simbol perlu dikelompokkan menurut

simbol titik, garis dan areal (biasanya dikombinasikan dengan warna). Dengan

pengelompokan ini akan diketahui apakah ada kemiripan bentuk, ukuran, ketebalan atau

warna. Pada setiap simbol dicantumkan keterangan singkat arti simbol (dengan kata/kalimat

jelas dan singkat namun tanpa arti ganda yang memungkinkan salah tafsir). Pada beberapa

peta tematik sudah dilakukan pembakuan simbol dan warna, misalnya peta tanah, geologi dan

peta-peta kehutanan, jadi sebaiknya tidak membuat simbol sendiri.

Desain Tata Letak Informasi Tepi


Informasi tepi (margin information) adalah keterangan yang menjelaskan tentang isi peta

yang harus digunakan, agar pemakai peta dapat menafsirkan hal-hal mengenai isi peta.

Mengacu kepada Juknis Penyajian dan Penggambaran Peta Kehutanan (Ditjen Intag, 1995),

101
ada delapan jenis keterangan tepi yang harus dicantumkan pada peta-peta kehutanan.

Informasi tepi tersebut adalah:

1. judul peta,

2. skala numeris dan skala grafis,

3. arah Utara,

4. legenda peta,

5. harga koordinat geografis,

6. diagram lokasi,

7. sumber data, dan

8. keterangan tentang pembuatan peta.

Mendesain tata letak informasi tepi adalah menata ruang, dimana sebaiknya tiap keterangan

tersebut ditempatkan sesuai dengan fungsinya dengan memperhatikan bentuk areal, luas ruang

serta estetika. Pemilihan bentuk dan ukuran huruf yang membentuk kata dan kalimat serta

penempatannya perlu pula didisain dengan baik, agar penampilan peta secara keseluruhan

memperlihatkan keseimbangan dan keserasian, baik isi peta maupun informasi tepi.

6. Penyajian Data Spasial

Data secara umum adalah representasi fakta dari dunia nyata (realworld). Data dapat disajikan

dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. Bentuk Uraian (Deskriptif)

b. Bentuk Tabular

c. Bentuk Grafik dan Diagram

d. Bentuk Peta

Data spasial secara sederhana dapat di artikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan

(geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu

102
fenomena, juga selalu dapat emberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari

fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian

data, maka peta merupakan bentuk/cara penyajian data spasial yang paling tepat. Penyajian

data dalam bentuk peta pada dasarnya dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis

yang pada intinya menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika

dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam

pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata

letak (layout) suatu peta. Visualisasi data spasial pada prinsipnya adalah bagaimana

menampilkan data spasial tersebut. Konsep dasar yang digunakan dalam visualisasi adalah

dimensi dari data yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu; titik, garis dan area. Data

spasial selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk simbol dengan memperhatikan beberapa

aspek yaitu:

a. Sifat dan Ukuran Data

b. Bentuk, Sifat dan Cara Penggambaran Simbol

c. Variabel Visual Yang Dapat Digunakan, yang berkait erat dengan Persepsi

Sifat data, dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni : (a) data yang mempunyai sifat

kualitatif, dan (b) data yang bersifat kuantitatif; sedangkan ukuran data, dapat dikelompokkan

menjadi 4 tingkatan, masing-masing : (a) nominal, (b) ordinal, (c) interval, dan (d) rasio.

Bentuk simbol, dapat dikelompokkan menjadi simbol titik, garis, dan area; sedangkan sifat

simbol dapat dibedakan menjadi simbol simbol kualitatif dan simbol kuantitatis; dan cara

penggambaran simbol dapat digambarkan secara piktorial, abstrak/geometrik, dan

menggunakan huruf (letter).

Variabel visual merupakan variabel yang digunakan untuk membedakan unsur yang diwakili

pada setiap simbol. Variabel-variabel tersebut, meliputi : (a) bentuk, (b) ukuran, (c)

kepadatan, (d) arah, (e) nilai, dan (f) warna, dan (g) posisi. Pada perkembangan terakhir

103
(setelah komputer dimanfaatkan secara penuh dalam proses pemetaan), variabel tersebut

berkembang pula, dengan bertambahnya variabel transparancy (transparansi), shadow

(bayangan), dan animation (animasi). Dengan demikian, pertimbangan untuk menentukan

simbol pada peta saat ini dapat menggunakan 10 variabel visual.

Pemilihan variabel visual seperti dijelaskan di atas, akan berkaitan erat dengan kesan

(persepsi) yang akan diperoleh bagi pengguna peta.

Ada 3 (tiga) tingkatan persepsi dalam membaca peta, yaitu : (a) asosiatif, bila pembaca peta

dengan cepat memperoleh kesan yang sama (setingkat) terhadap semua fenomena yang

dipetakan, (b) order, bila pembaca peta dengan cepat memperoleh kesan bertingkat terhadap

semua fenomena yang dipetakan, dan (c) kuantitatif, bila pembaca peta dengan cepat

memperoleh kesan terhadap kuantitas data/fenomena yang dipetakan.

Aspek-aspek tersebut selanjutnya dikemas dalam satu paket simbol, sehingga menghasilkan

simbol yang sesuai dengan realita di lapangan dan komunikatif. Bertin (1983), telah

mendisain simbol yang dikelompokkan menurut dimensi, variable visual, dan persepsi untuk

simbol abstrak seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

104
Tata letak (layout) peta merupakan penempatan data spasial yang akan dipetakan bersama-

sama dengan unsur-unsur kartografis yang berupa informasi tepi (border information) yaitu :

Judul, Skala, Orientasi, Legenda, Sumber Penyusunan, dsb. Penempatan informasi tepi pada

Peta Topografi atau Peta Rupabumi dapat dikatakan sudah baku, namun untuk peta-peta

tematik (seperti halnya peta Lahan Kritis) penempatan/pengaturan informasi peta tergantung

pada si pembuat peta.

Informasi tepi pada peta tematik dapat diletakkan sesuai dengan ruang yang tersedia pada

lembar peta, tanpa menghilangkan keseimbangan dan keserasian peta. Judul pada peta

tematik, harus jelas dan singkat, dan memuat 3 W, yaitu What, When, Where atau Judul peta

harus memberi informasi tentang : Apa, Kapan, dan Dimana. Untuk penulisan skala, harus

dituliskan secara lengkap, yaitu Skala Numerik dan Skala Grafis.

Penyusunan peta tematik memerlukan peta dasar yang digunakan sebagai dasar untuk

menempatkan simbol dari tema yang dipetakan. Peta dasar berisi informasi yang diambil dari

peta topografi/rupabumi. Tidak semua unsur dari peta topografi/rupabumi ditampilkan pada

peta tematik.

Secara umum, unsur-unsur yang sering ditampilkan dalam peta tematik adalah:

 Grid & Graticule

 Pola Aliran

 Relief

 Permukiman

 Jaringan Perhubungan

 Batas Administrasi

 Nama-nama Geografi

 Detail-detail lain yang erat kaitannya dengan tema yang dipetakan

105
Sehubungan dengan upaya standarisasi pemetaan khususnya pemetaan lahan kritis Perangkat

lunak GIS umumnya sudah dilengkapi dengan fasilitas untuk menyusun layout peta. Peta

yang disusun dapat disimpan dalam bentuk softcopy maupun dibuat format hardcopy-nya

dengan memanfaatkan printer ataupun plotter untuk mencetaknya. Penyusunan layout peta

secara garis besar terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu:

A. Konversi Sistem Proyeksi dan Sistem Koordinat Data Spasial

B. Menampilkan Data Spasial dan Mengatur View Property

C. Visualisasi Data Spasial (theme)

D. Menyusun Layout Peta

Konversi Sistem Proyeksi dan Sistem Koordinat

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, salah satu informasi yang umumnya ditampilkan dalam

peta tematik adalah grid dan graticule. Grid di sini adalah seperangkat garis ataupun suatu

tanda (tic marks) dan angka (label) yang menunjukkan jarak linier dalam satuan meter.

Graticule adalah seperangkat garis dan angka yang menunjukkan posisi lintang dan bujur

(latitude and longitude). Perangkat lunak ArcView versi 3.1 atau yang lebih tinggi

mempunyai fasilitas untuk menampilkan Grid dan atau Graticule pada layout peta yang akan

disusun. Grid dan graticule akan dapat ditampilkan bersama-sama apabila data spasial yang

akan dibuat petanya mempunyai sistem proyeksi geographic. Data spasial yang disusun dalam

sistem proyeksi lain harus dikonversikan terlebih dahulu pada sistem proyeksi geographic.

Perangkat lunak ArcView versi 3.2. atau lebih tinggi memiliki ekstensi untuk mengkonversi

dari dan ke sistem proyeksi dan sistem koordinat tertentu, yaitu ekstensi „Projection Utility

Wizard‟.

106
7. Penggambaran peta dengan komputer

Instal Program ArcView

Masukkan CD yang berisi program ArcView ke dalam CD-ROM, sehingga muncul tampilan

berikut :

Klik Install ArcView 3.3 kemudian ikuti petunjuk selanjutnya. Buka program ArcView

Masukkan nomor seri program, yaitu : 511111111111.

107
Pada CD buka folder EXT 3.2 copy semua file yang ada pada folder ini kemudian masukkan

ke dalam folder EXT 3.2 yang ada pada hard disk.

Kemudian install program 3d Analyst yang ada pada CD (tersimpan dalam folder 3d Analyst)

Tampilan program ArcView adalah sebagai berikut :

Langkah berikutnya adalah sebagai berikut :


 Pada menu File pilih Extensions

108
Sehingga akan muncul tampilan berikut :

Beri tanda pada AvTools, Area tools, Geoprocessing, Graticules and Measured Grids, dan

dan yang lainnya yang diperlukan sesuai kebutuhan. Setelah diberi tanda klik OK maka

akan muncul tambahan Icon pada program.

 Pilih Tabel kemudian klik Add

109
Maka muncul tampilan berikut :

 Cari tempat dimana file hasil pengukuran yang berektensi .dbf disimpan kemudian klik

OK

110
Akan muncul tampilan berikut :

 Pilih Views kemudian klik New

111
 Pada menu View pilih Add Event Theme

Akan muncul konfirmasi berikut :

112
Pada tabel pilih koordinat yang akan digambarkan, pada X field diisi posisi absis dan pada

Y field diisi posisi ordinat. Kemudian klik OK

 Pada jendela View 1 akan muncul tambilan berikut :

 Untuk melihat tampilan titik klik kotak kecil di depan Contoh batas dbf

113
 Hubungkan titik-titik menjadi poligon dengan menklik icon View tools

 Akan muncul tampilan berikut :

114
Pilih Ini

 Setelah dipilih Make one poligon from Points akan mucul tampilan berikut :

 Klik OK

115
 Tempatkan nama theme baru pada folder yang sudah direncanakan

 Pada jendela View1 akan muncul :

116
 Klik kotak kecil di depan batas shp, maka akan tampil gambar seperti berikut :

 Buat satuan ukuran dari peta yang akan dibuat dengan dengan cara pada menu View klik

Properties.

117
 Pada map units dipilih meter dan pada distance units dipilih juga meter

 Lakukan hal yang sama untuk batas zonasi

 Untuk menghubungkan titik-titik pada batas zonasi, aktifkan Theme pada View kemudian

pilih convert point to polylines

118
 Simpan file berektensi .shp untuk batas zone ini pada folder yang sudah disiapkan

B. Membagi Peta berdasarkan Zonasi

 Kalkulasi luas peta dengan menklik icon A muncul tampilan berikut :

119
 Pilih theme yang akan dihitung luasnya kemudian klik OK. Pilih satuannya (map units)

klik OK lagi

 Hasil perhitungan luas adalah sebagai berikut :

 Aktifkan View tool dan pilih :

120
 Pembagian dimulai di luar batas kemudian diikuti melalui titik-titik batas zonasi dan

diakhiri di luar batas.

 Pada menu Theme pilih table

Akan muncul tampilan berikut :

121
 Klik menu Tabel pilih start editing ganti ID 0 menjadi 1 dan 2.

122
 Setelah diganti pada menu table pilih stop editing kemudian di Save dan keluar dari

jendela.

 Pada jendela view double klik Batas shp

 Pada legend Type pilih Unique Value dan pada Values Field pilih Area. Ubah pewarnaan

masing-masing zonasi sesuai yang diinginkan dengan melakukan double klik pada symbol

yang dipilih.

123
124
8. Layout Peta

File-file berektensi .shp sebaiknya disimpan dengan proyeksi geografis (lat-lon), agar pada

lay-out bisa ditampilkan dua sistem koordinat. Sebagai contoh dibawah ini pada jendela

View dipanggil tiga theme dalam bentuk .shp (proyeksi geografis).

Atur tampilan pada view yang diinginkan untuk pembuatan Layout sesuai kaidah kartografi.

Misal sepereti berikut :

125
Untuk menampilkan dua proyeksi pada lay out peta, pada salah satu theme yang berkoordinat

geografis diubah menjadi proyeksi UTM dengan cara sebagai berikut :

 Pada menu View klik Properties

 Maka akan muncul tampilan berikut :

126
 Pada dialog Distance Unit pilih Meters, kemudian klik Projection maka akan tampil

sebagai berikut :

 Pada category pilih UTM-1983 dan pada type pilih zone dari lokasi tersebut berada

127
 Klik Custom, maka akan terbuka dialog seperti berikut :

 Ganti Spheroid nya menjadi WGS 84 dan False Northing nya menjadi 10.000.000

apabila lokasi berada dibelahan bumi selatan dan tetap 0 apabila lokasi berada di belahan

bumi utara.

128
 Kemudian klik OK, sekarang pada View properties sudan berproyeksi UTM kemudian

klik Ok lagi

 Tampilkan pada View seluruhnya sudah berkordinat UTM

129
UTM

Sekarang sudah siap untuk dibuat layout peta dengan cara sebagai berikut :

 Jangan lupa menyimpan proyek ini.

 Kemudian pada proyel pilih lay out kemudian kilk new

 Tampilan nya adalah sebagai berikut :

130
 Atur ukuran peta, yaitu pada menu layout pilih page setup

 Aatur ukuran dan bentuk petanya, apabila sudah sesuai klik OL

131
 Klik View frame kemudaian pada jendela layout batasi posisi untuk peta dan akan tampil

dialog seperti berikut :

 Pada Scale, ubah Automatic menjadi User Specified Scale

132
 Ubah skala peta sesuai yanga diinginkan, misal 1 : 100.000

 Kemudian klik OK, maka pada layout akan tampil seperti berikut :

133
 Untuk menampilkan proyeksi klik ikon Gariticule and grid, akan tampil dialog berikut :

 Apabila akan ditampilkan sekaligus dua sistem proyeksi (geografis dan UTM, pada Create

agraticule dan Create a measured grid diberi tanda., kemudian klik next

134
 Apabila akan ditampilkan garis di dalam peta yang menunjukkan koordinat geografis

tandai Graticule and labels, apabila tidak tandai label only.

 Pada choose latitude and longitude interval, tentukan panjang interval terhadap garis

koordinaat geografis yang berdekatan, misal pada degrees dipilih 0, pada minutes dipilih

10 dan pada Seconds dipilih 0

 Kemudian klik next

135
 Tentukan interval skla proyeksi UTM pada Enter a grid interval misalnya 10000; ini

berarti jarak antar grid adalah 10.000 meter. Klik Preview, apabila sudah sesuai klik

Next,

 Untuk memberi frame pada batas peta tandai Choose option on your border dan agar

angka ada di dalam border tandai Align label to border. Lihat hasil nya dengan mengklik

Preview, apabaila sudah selesai klik Finish

136
 Beri judul peta dengan mengklik ikon Text

 Buat arah mata angin dengan mengklik ikon North arrow

 Berui skala peta dengan tekt dan skala garis

 Buat simbol-simbol yang diperlukan pada legenda peta

137
 Apabila selesai simpan proyek ini dan siap dicetak.

138
BAB III
EVALUASI

A. Soal Tes Evaluasi

Tandai jawaban yang benar dari soal-soal di bawah ini

1. Besarnya sudut yang dibentuk dari arah utara ke sasaran disebut :


a. helling b. sudut c. azimut d. tracking
2. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kemiringan lapangan adalah :
a. kompas b. altimeter c. rol meter d. clinometer
3. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur azimut adalah :
a. kompas b. altimeter c. rol meter d. clinometer
4. Perbedaan sudut yang terbentuk karena perbedaan tinggi suatu tempat disebut :
a. helling b. sudut c. azimut d. tracking
0 1 11
11 12 00 LU 13901210911BT
U

Skala 1 : 50.000
B

13801210911BT 1001210011LU
5. Dari peta diatas Azimut dari A ke B yang mendekati adalah :
a. 2100 b. 300 c. 1200 d. 3300
6. Apabila jarak dari A ke B di peta adalah 3 cm, maka jarak datar AB di lapangan adalah :
a. 1500 km b. 150000 m c. 1500 cm d. 1,5 km
7. Peta di atas dalam proyeksi UTM berada pada zone :
a. 50 b. 51 c. 53 d. 54
8. Dari peta tersebut nilai garis ekuator adalah :

139
a. 10.000 m b. 500.000 m c. 10.000.000 m d. 0 m
0
9. Apabila kemiringan lapangan suatu tempat adalah 60 dan jarak lapangannya 50 m maka
jarak datarnya apabila diketahui sinus 600 = 0,87 dan Cos 600 = 0,5
a. 43,5 m b. 50 m c. 25 m d. 0 m
10. Apabila soal nomor 9 akan dipetakan dengan skala 1 : 1000, maka jarak petanya adalah :
a. 4,35 cm b. 5,00 cm c. 2,5 cm d. 0 cm
11. Suatu tempat yang mempunyai posisi lintang 4 010‟14” LU ; berarti nilai ekuator dalam
proyeksi UTM nya adalah :
a. 10.000 m b. 10.000.000 m c. 100.000 m d. 0 m
12. Azimut dari A ke B adalah 1200; berarti Azimut dari B ke A adalah :
a. 1200 b. 300 c. -600 d. 3000
13. Azimut dari P ke Q adalah 2350; maka azimut dari Q ke P adalah :
a. 4150 b. 1150 c. 550 d. 1450
14. Posisi titik A(10,10) dan titik B adalah (20,20), maka azimut dari B ke A adalah :
a. 450 b. 2250 c. 1350 d. 3150
15. Suatu tempat berada pada zone 50 dalam sistem proyeksi UTM, maka nilai tengah pada
zone tersebut adalah :
a. 0 m b. 10.000.000 m c. 500.000 m d. 111 km
16. UTM proyeksinya berdasarkan bidang :
a. datar b. Kerucut c. Silinder d. Trapesium
17. Alat yang digunakan untuk menentukan posisi suatu tempat dalam Global Positioning
System adalah :
a. GPS b. Satelit c. Pengendali d. Receiver GPS
18. Salah satu keuntungan menggunakan Receiver GPS adalah :
a. Ringan b. Bentuknya menarik c. Tidak menggunakan baterai
d. dapat digunakan dalam waktu 24 jam sehari
19. Salah satu kelemahan dari alat receiver GPS adalah :
a. sering macet b. tidak dapat digunakan di dalam ruangan c. alatnya sulit di dapat
d. keamanan alat tidak terjamin.

140
20. Dari gambar di bawah ini :

C
Skala 1: 40.000

200
A
B

300

Apabila jarak AB adalah 1,5 cm, maka kemiringan dari A ke B adalah :


a. 1 % b. -1 % c. 10 % d. 5 %
21. Dari peta diatas apabila jarak dari B ke C adalah 2 cm, maka kemiringan dari C ke B
adalah :
a. 1 % b. -1 % c. -10 % d. -5 %
22. Pengukuran dengan menggunakan teodolit, dimana pembacaan rambu 62 m dan
pembacaan sudut vertikal 81010‟10” ; maka jarak datarnya adalah :
a. 61,27 m b. 60,54 c. 61,72 d. 60,45
23. Pengukuran dengan menggunakan teodolit kompas, dimana pembacaan sudut horisontal
(azimut)100029‟32”, koreksi busoule 2022‟22”, pembacaan rambu 62 m dan pembacaan
sudut vertikal 81010‟10” ; maka pertambahan ke arah horisontal (Δ X) adalah :
a. 67,14 m b. – 15,33 m c. 15,33 m d. -67,14 m
24. Pengukuran dengan menggunakan teodolit kompas, dimana pembacaan sudut horisontal
(azimut)100029‟32”, koreksi busoule 2022‟22”, pembacaan rambu 62 m dan pembacaan
sudut vertikal 81010‟10” ; maka pertambahan ke arah vertikal (Δ Y) adalah :
a. 67,14 m b. – 15,33 m c. 15,33 m d. -67,14 m
25. Hasil pengolahan data pengamatan matahari dari tempat berdiri alat ke titik acuan adalah
346022‟10” , sudut yang dibentuk dari titik acuan ke titik A adalah 45 010‟10” ; maka
azimut dari tempat berdiri alat ke titik A adalah :
a. 341012‟00” b. 211032‟20” c. 58047‟00” d. 31032‟20”

141
26. Azimut dari A ke B adalah 100010‟10” Sudut ABC adalah 150010‟40” ; maka azimut dari
B ke C adalah :
a. 250020‟50” b. 50000‟30” c. 109039‟10” d. 70020‟50”
27. Peta yang menunjukkan obyek-obyek dipermukaan bumi pada posisi yang sebenarnya,
yang digunakan sebagai dasar bagi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan data dan
informasi yang berreferensi geografis, disebut :
a. peta tematik b. peta dasar c. peta topografi d. peta situasi
28. Peta yang menyajikan informasi tentang suatu tema atau maksud tertentu, dalam
kaitannya dengan unsur topografi yang spesifik sesuai tema peta disebut :
a. peta tematik b. peta dasar c. peta topografi d. peta situasi
29. Suatu pemilihan dan penyederhanaan unsur-unsur atau informasi yang akan disajikan atau
ditampilkan pada peta :
a. Eksagerasi b. Skala peta c. Simbol peta d. generalisasi
30. Suatu upaya untuk mempermudah membaca peta atau untuk menonjolkan suatu informai
yang dianggap penting
a. Eksagerasi b. Skala peta c. Simbol peta d. generalisasi

Gunakan Komputer untuk mengolah data


a. Olah data poligon kompas dari data di bawah ini

No. Azimut Mag. Vertikal Koordinat


0
Rambu 0
Titik ' " ' " X Y

1 785.450 9.455.567
70 12 15 62 84 12 10
2
100 29 32 70 97 18 20
3
153 13 20 62 81 10 10
4
234 13 17 63 78 25 25
5
308 16 45 135 100 10 10
6/1

142
b. Olah data dari poligon sudut di bawah ini

NO SUDUT RAMBU VERTIKAL KOORDINAT


O 1 11 O 1 11
X Y
ACUAN

300 45 16

P 200 19 18 750.100 9.425.100


101 92 7 12 (Koordinat Awal)
1 157 30 16
100 92 16 48
2 146 46 0
103 64 32 36
3 175 36 20
172 67 8 47
4 200 26 58
160 61 50 42
Q 160 41 10 750.600,93 9.424.978.9

82 5 20 (Koordinat Akhir)

Acuan 2

143
B. Kunci Jawaban Tes Evaluasi

1. c 11. d 21. d
2. d 12. d 22. b
3. a 13. c 23. a
4. a 14. b 24. c
5. b 15. c 25. d
6. d 16. c 26. d
7. d 17. d 27. b
8. d 18. d 28. a
9. c 19. b 29. d
10. c 20. c 30. a

144
Koreksi
Busoule 2.37280
Azimut Mag. Vertikal Jarak Delta X Delta Y Koordinat
0
Rambu 0
Delta X Delta Y
' " ' " Datar Terkoreksi Terkoreksi X Y

785450 9455567
70 12 15 62 84 12 10 61.37 58.55 18.37 58.39 18.40
785508.39 9455585.40
100 29 32 70 97 18 20 68.87 67.14 -15.33 66.96 -15.30
785575.35 9455570.10
153 13 20 62 81 10 10 60.54 25.01 -55.13 24.85 -55.10
785600.20 9455515.00
234 13 17 63 78 25 25 60.46 -50.47 -33.29 -50.63 -33.26
785549.57 9455481.74
308 16 45 135 100 10 10 130.79 -99.23 85.21 -99.57 85.26
785450 9455567

382.03 1.00 -0.17 0 0

145
146
DAFTAR PUSTAKA

Association For International Technical Promotion. 1983. Jakarta : P.T. Pradnya Paramita
Kartawiharja, Basuki. 1988. Penentuan Asimut Dengan Pengamatan Matahari.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Prihandito, A. 1988. Proyeksi Peta. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Wongsotjitro, Soetomo. 1991. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Dugdale, R.H. 1986. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta : Penerbit Erlangga

147

Anda mungkin juga menyukai