Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara
tidak diketahui dengan pasti. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 1999 di seluruh dunia terdapat sekitar 340 juta
kasus baru penyakit menular yang salah satunya adalah penyakit herpes.
Penyakit herpes ini disebabkan oleh virus Herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan
tipe 2. Penyakit herpes adalah penyakit yang sangat umum. Di Amerika
Serikat kurang lebih 20% orang di atas usia 12 tahun terinfeksi virus herpes
simpleks, dan diperkirakan ada satu juta infeksi baru setiap tahun. Angka
prevalensi infeksi HSV sudah meningkat secara bermakna selama dasa warsa
terakhir. Sekitar 80% orang dengan HIV juga terinfeksi herpes kelamin.
Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di Amerika Serikat kurang lebih
satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki terinfeksi HSV-2. HSV
berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. HSV paling
mungkin kambuh pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Ini
termasuk orang dengan HIV, dan siapapun berusia di atas 50 tahun. Beberapa
ilmuwan juga berpendapat bahwa penyakit lebih mungkin kambuh pada orang
yang sangat lelah atau mengalami banyak stress. HSV tidak termasuk infeksi
yang mendefinisikan AIDS.
Di Indonesia, sampai dengan saat ini belum diketahui yang terinfeksi oleh
virus herpes. Akan tetapi, menurut hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL)
Departemen Kesehatan pada beberapa kelompok perilaku risiko tinggi,
tampak bahwa banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh HIV. Hal ini akan
menjadi penyebab terjangkitnya penyakit herpes, disamping itu dengan
kemajuan sistem transportasi pada saat ini, tidak menutup kemungkinan virus

1
herpes bisa mewabah di Indonesia. Untuk itu, diperlukan usaha pencegahan
yang bisa diterapkan untuk mencegah masuknya virus herpes di Indonesia
mengingat virus ini sangat mudah menular dan pengobatan yang dilakukan
kepada masyarakat kita jika sudah terinfeksi oleh virus herpes.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan herpes?
2. Bagaimana anatomi fisiologi system integumen?
3. Apa saja etiologi dari herpes?
4. Apa saja klasifikasi dari herpes?
5. Apa saja tanda dan gejala herpes?
6. Bagaimana patofisiologi dari herpes?
7. Apa saja komplikasi dari herpes?
8. Apa saja pemeriksaan untuk penyakit herpes?
9. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit herpes?
10. Bagaimana pencegahan agar tidak terkena herpes?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang di diagnosa herpes?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa arti herpes.
2. Untuk mengetahui bagaimana anatomi fisiologi sistem integumen.
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari herpes.
4. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari herpes.
5. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala herpes.
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari herpes.
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari herpes.
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan untuk herpes.
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan untuk herpes..
10. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya herpes.
11. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang di
diagnosa herpes.

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi Herpes
Herpes merupakan nama kelompok virus herpes viridae yang dapat
menginfeksi manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan
munculnya lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis virus herpes yang paling
terkenal adalah herpes simplex virus atau HSV. Herpes simplex dapat
menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah, dan kelamin (herpes
genitalia). Herpes merupakan kondisi jangka panjang. Akan tetapi, banyak
orang yang tidak memunculkan gejala herpes padahal mereka memiliki
virus herpes di dalam tubuhnya. (Monica Shendy, 2016)
Herpes merupakan infeksi virus yang menyebar melalui kontak
dari kulit ke kulit. Wabah herpes biasanya muncul sebagai satu atau lebih
luka kecil di mulut, alat kelamin dan anus. Infeksi herpes sendiri
disebabkan oleh penularan virus yang disebut herpes simplex virus (HSV).
Virus herpes simplex adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi
akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok
diatas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simplex sendiri yaitu :
1) HSV tipe I (herpes simplex virus tipe 1)
2) HSV tipe ll (herpes simplex virus tipe 2)
HSV-l merupakan anggota family virus herpes yang termasuk
kelompok virus DNA. Kemudian HSV-2 atau herpes genital ditularkan
melalui hubungan seksual dan menyebabkan gelembung berisi cairan yang
terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin. Dan infeksi pada vagina
terlihat seperti bercak dan luka.
II. Anatomi Fisiologi Sistem Kulit

3
Kulit adalah lapisan tipis yang membungkus keseluruhan
permukaan tubuh. Kulit juga merupakan benteng pertahanan tubuh yang
utama karena berada di lapisan anggota tubuh yang paling luar dan
berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar. Terdapat dua jenis kulit
yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal berada di bagian telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong, dan kulit tipis berada di
kelopak mata, kemaluan, dan kulit bagian medial lengan atas. Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yang pertama
lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm. Kedua yaitu lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah
dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit
terbagi menjadi tiga lapisan yaitu:

1. Epidermis (kulit ari)


Lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler, terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruh ketebalan kulit, terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Lapisan
epidermis terdiri dari:
a. Stratum Korneum (Lapisan Tanduk)
Yaitu merupakan lapisan paling atas yang terdiri atas beberapa lapis sel
pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolism, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air, lapisan ini mengandung sel
keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
b. Stratum Lusidum (Lapisan Bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir, terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil,

4
tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya)
sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum Granulosum (Lapisan Berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya berbutir kasar dan
berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak
tangan dan telapak kaki.
d. Stratum spinosum (Lapisan Bertaju)
Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris.
e. Stratum Basale/Stratum Germinativum (Lapisan Bnih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis yang dibentuk oleh satu baris
sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya, lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Terdapat juga aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi
kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Dan
termasuk merupakan satu lais sel yang mengandung melanosit.
2. Dermis (korium)
Dermis merupakan lapisan yang berda di bawah epidermis. Terdiri dari
jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
1. Pars papilaris yang terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi
kolagen DNA.
2. Pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah, limfe, dan akar
rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.
3. Jaringan Subkutan atau Hipodermis/Subcutis

5
Mengandung sel limfosit yang menghasilkan banyak lemak. Den
merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas. Jaringan ini juga berfungsi sebagai bantalan
terhadap trauma, tempat penumpukan energi.
Pada kulit juga terdapat rambut/bulu-bulu halus yang berfungsi
sebagai pelindung kulit dari pengaruh buruk: alis mata melindungi mata
dari keringat agar tidak mengalir kemata, bulu hidung (vibrissae),
menyaring udara, sebagai pengatur suhu, pendorong menguapan keringat
dan idera peraba yang sensitif. Dan juga terdapat kuku, yaitu lempeng
keratin yang keras dan transparan tumbuh dari akar yang disebut kutikula,
berfungsi untuk mengangkat benda-benda kecil. Pertumbuhan rata-rata
0,1mm/hari. Di kulit juga terdapat kelenjar-kelenjar diantaranya yaitu
kelenjar sebasea yang berfungsi untuk mengontrol sekresi minyak ke
dalam ruang folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi
rambut sehingga menjadi halus, lentur dan lunak.
Kelenjar keringat terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin, kelenjar
ekrin terdapat di semua kulit yang berfungsi melepaskan keringat sebagai
peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh. Pengeluaran keringat pada
tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap stress, nyeri dll.
Kelenjar apokrin terdapat di aksila, anus, skrotum, labia mayora, dan
muara pada folikel rambut. Kelenjar inaktif pada masa puberitas, kelenjar
apokrin memproduksi keringat yang akan keruh seperti susu yang akan
diuraikan oleh bakteri menghasilkan bau khas pada aksila. Fisiologi fungsi
kulit secara umum yaitu:
1. Sebagai proteksi dari masuknya benda-benda dari luar misalnya bakteri,
virus dll, melindungi dari trauma yang terus menerus, mencegah keluarnya
cairan yang berlebihan dari tubuh, menyerap berbagai senyawa lipid vit A
dan D yang larut dalam lemak, dan memproduksi melanin mencegah
kerusakan kulit dari sinar UV.

6
2. Pengontrol suhu, akan terjadi vasokontriksi pada suhu dingin dan dilatasi
pada kondisi panas peredaran darah menigkat terjadi penguapan keringat.
3. Proses hilangnya panas dari tubuh
4. Sensibilitas untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaan.
5. Keseimbangan air, sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah
kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan. Air mengalami
evaporasi (respirasi tidak kasat mata).
6. Produksi vitamin, kulit yang terpapar sinar matahari UV akan mengubah
substansi untuk mensintesis vit D

III. Etiologi Herpes


VHS (Virus Herpes Simpleks) tipe I dan II merupakan virus DNA.
Pembagian tipe I dan tipe II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
mediakultur, antigenik marker, dan lokasi klinis (tempak predileksi) (Djuanda
Adhi,2010).
Transmisi Virus Herpes pada manusia

Jenis Virus Penyebab Transmisi Port of Target


Herpes entry sel awal
1. Herpes  HSV I Penyebab: Kontak Mukosa, Epitel
Simpleks (Herpes Herpes Virus langsung kulit
Simplex Hominis
Virus I) (HVH) dengan
 HSV II diameter
(Herpes 150nm,
Simplex merupakan
Virus II) virus DNA.
Umur: Dapat
menyerang
semua umur.

7
Jenis kelamin:
Frekuensi
sama pada pria
dan wanita.
Keturunan:
Virus Herpes
dapat
menyerang
janin in utero.
Lingkungan:
Makin rendah
status
ekonomi,
makin banyak
jumlah karier.
Faktor
pencetus:
Menstruasi,
emosional,
trauma,
senggama.
2. Herpes  HSV II Penyebab: Kontak Mukosa, Epitel
Genitalis (Herpes Herpes langsung kulit
Simplex simplex virus
Virus II) tipe 2, tetapi
sebagian kecil
dapat pula oleh
tipe 1.
Umur: Dewasa
muda/masa
seksual aktif

8
Jenis kelamin:
Insidens yang
sama pada pria
dan wanita.
Faktor
pencetus:
Menstruasi,
koitus,
gangguan
pencernaan,
stress, emosi,
kecapaian, dan
obat-obatan.
3. Herpes VZV Penyebab: Inhalasi, Saluran Epitel
Zoster (Varicella Virus V-Z, kontak nafas,
Zoster kelompok langsung mukosa
Virus) virus herpes
termasuk virus
sedang
berukuran 140
– 200 nm dan
berinti DNA.
Umur:
Biasanya pada
dewasa,
kadang–
kadang juga
pada anak –
anak.
Jenis kelamin:
Insiden pada

9
pria dan
wanita sama
banyak.
Musim/iklim:
Tidak
tergantung
musim.
4. Herpes VZV Penyebab: Inhalasi, Saluran Epitel
Zoster (Varicella Virus varisela- kontak nafas,
Oftalmik Zoster zoster, langsung mukosa
Virus) kelompok
virus herpes
tergolong virus
sedang dengan
inti DNA.
Umur: Sering
pada usia tua.
Jenis kelamin:
Insiden pada
pria dan
wanita sama.

IV. Klasifikasi Herpes


1. Herpes Simpleks

10
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa
pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik
primer maupun rekurens.
2. Herpes Genitalis

Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin,


kulit di sekeliling rektum atau daerah disekitarnya yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks.
3. Herpes Zoster

Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau lebih
dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air. Herpes zoster merupakan infeksi
virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf.
Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit
varicella atau cacar/chickenpox.
4. Herpes Zoster Oftalmikus

11
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsung 1-4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.

V. Manifestasi
1. Gejala Herpes Simpleks
Awitan penyakit didahului dengan perasaan gatal, rasa terbakar dan
eritema selama beberapa menit sampai beberapa jam, kadang – kadang
timbul nyeri saraf. Pada infeksi primer gejala – gejala lebih berat malaise,
demam dan nyeri otot.
2. Gejala Herpes Genital
Umumnya keluhan utama adalah timbulnya sekumpulan vesikel
pada kulit atau mukosa dengan rasa terbakar dan gatal pada tempat, sakit
pada saat buang air kecil, keluarnya cairan dari vagina, munculnya
benjolan di selangkangan. munculnya koreng yang menyakitkan pada
kemaluan, pantat, anus, atau paha. Pada pria, herpes dapat
menyebabkan kulit penis kering, perih, dan gatal.
3. Gejala Herpes Zoster
Ada kalanya sebelum timbul kelainan kulit diketahui oleh demam.
Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang
menjadi papula dan vesikel yang dengan cepat membesar dan menyatu
sehinggga berbentuk bula. Isi vesikel mula mula jernih, setelah beberapa

12
hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
vesikula dan bula akan menjadi kusta.
4. Gejala Herpes Zoster Oftalmik
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsung 1-4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak
keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

VI. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara
virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks
tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi
melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus
herpes simpleks memiliki memiliki kemampuan untuk menginvasi
beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Pada infeksi
aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan
baik, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion
untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus
menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan
menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan
infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah
infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-
sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi
disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis
tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada
manusia.

VII. Komplikasi
Komplikasi Herpes Genital:
1. Penyakit menular seksual lain

13
Penderita herpes genital berisiko tinggi tertular penyaki menular seksual
lainnya, seperti HIV. Risiko ini akan semakin meningkat jika penderita
berhubungan seks tanpa kondom.
2. Proktitis (radang rektum)
Herpes genital dapat membuat dinding usus besar (rektum) mengalami
peradangan. Kondisi ini sering terjadi pada orang yang melakukan
hubungan seksual secara anal.
3. Meningitis
Virus HSV dapat menyebar hingga menyebabkan peradangan selaput otak
dan saraf tulang belakang (meningitis). Namun, hal ini jarang terjadi.
4. Gangguan pada saluran kemih
Luka pada herpes genital dapat menyebabkan peradangan di sepanjang
kandung kemih. Akibatnya, saluran lubang kencing (uretra) bias tertutup.
5. Infeksi pada bayi baru lahir
Bayi yang dilahirkan dari wanita penderita herpes genital dapat tertular
virus ini pada saat persalinan. Kondisi tersebut bias menimbulkan
kerusakan otak, kebutaan, atau kematian setelah lahir.

Komplikasi Herpes Zoster:


1. Neuralgia pasca-herpes atau postherpetic neuralgia, yaitu nyeri yang
parah dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun setelah ruam sembuh.
2. Kebutaan, yaitu pada herpes zoster yang timbul di sekitar mata. Herpes
zoster dapat mengakibatkan peradangan pada saraf mata, glaukoma, dan
bahkan berujung pada kebutaan.
3. Gangguan pada saraf, misalnya inflamasi pada otak, masalah pada
pendengaran, atau bahkan keseimbangan tubuh.
4. Infeksi bakteri pada ruam atau lepuhan, jika kebersihan kulit tidak dijaga
dengan baik.
5. Bercak putih pada bekas ruam, akibat kerusakan pigmen kulit, yang
terlihat seperti bekas luka.

14
VIII. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tzanck Smear
1) Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
2) Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan
untuk membedakan diagnosis herpes virus
c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
d. Pemerikasaan mikroskop electron
e. Kultur virus
f. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
g. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

Virologi:

1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR,
4) Kultur Virus,

Serologi

1) ELISA
Adanya ikatan antigen dan antibody dimana antigen berasal dari
konjugat IgG dan antibody berasal dari serum spesimen. Jika terdapat
antibody HSV I dan II berarti pernah terinfeksi HSV I dan II, virus
yang domain didalam nervus sakralis.
2) Western Blot Test

15
Sampel mengandung antibody terhadap protein tertentu dari virus.
3) Biokit HSV-II.
Hasil postif ditunjukkan dengan dua warna merah yang lebih tipis bila
dibandingkan dengan kontrol.

IX. Penatalaksanaan Klinis

Penatalaksanaan Herpes Simpleks

Pengobatan bersifat simtomatis, jika vesikel pecah:

1. Kompres dengan sol. Kalium-permanganas 1/5000


2. Obat-obat antiseptik seperti: povidon yodium
3. Idoksuridin (IDU) 5-40% untuk menekan sintesis DNA
4. Alkohol 70% untuk mengeringkan dan desinfeksi
Sistemik: dapat dicoba dengan asiklovir 5x400 mg/hari selama 5-10 hari
Pada pasien imunokompeten:
1. Lesi inisial: asiklovir 5x200 mg selama 5-10 hari
2. Infeksi rekuren asiklovir 5x200 mg selama 5 hari atau 2x400 mg/hari

Pada pasien dengan tanggap imun lemah (immunocompromised)

1. Herpes mukotan primer: asiklovir 5x200 mg/hari selama 10 hari


2. Herpes imunokutan rekuren: asiklovir 5x400 mg selama 5-7 hari

Penatalaksanaan Herpes Genitalis

Obat-obat topikal yang sering dipakai adalah povidon yodium, idoksuridin (IDU),
sitosin arabinosida/sitarabin, adenin arabinosida/vidarabin, pelarut organik:
alkohol 70%, eter, timol 40% dalam kloroform. Dapat pula dengan inaktivasi
fotodinamik dan larutan zat warna seperti biru metilen, merah netral atau flavin.

Lesi inisial : Asiklovir 5 x 200 mg selama 7 hari

Valasiklovir 2 x 500 mg selama 7 hari

16
Famsiklovir 3 x 500 mg selama 7 hari

Lesi rekuren : Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari atau

Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 5 hari

Pengobatan supresif : Asiklovir 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 7 hari

Famsiklovir 2 x 250 mg/hari selama 7 hari

Penatalaksanaan Herpes Zoster

1. Istirahat
2. Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik
3. Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder,
yaitu dengan bedak salisil 2%. Jika terjadi infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotik lokal misal, salep kloramfenikol 2%
4. Dianjurkan mengkonsumsi vitamin B1, suntikan hipofisis 0,5-1cc/hari,
antibiotik spektrum luas misalnya kloramfenikol, tetrasiklin untuk
mengurangi infeksi sekunder. Untuk mengurangi neuralgia pascaherpetika
dapat diberikan kortikosteroid seperti prednison dan deksametason

Penatalaksanaan Herpes Zoster Oftalmik

1. Sistemik: penisilin; tetrasiklin jika infeksi sekunder. Dapat pula digunakan


antibiotik lain, kortikosteroid, analgetik. Jika perlu menggunakan sedativ.
2. Topikal: talk bismuth subgalat; zincum oksida 10%; lotio kalamin. Mata:
salep tetrasiklin 1%, garamisin 0,1%

Terapi herpes zoster dan herpes oftalmik

Imunokompeten: Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari

Valasiklovir 100 mg setiap 8 jam selama 7 hari

Famsiklovir 200 mg/hari selama 7 hari

17
Imunocompromised dengan komplikasi diobati dengan asiklovir 10 mg/kgBB IV
tiap 8 jam selama 10 hari.

X. Pencegahan

a. Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih 2


kali sehari

b. Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh tetap
terjaga kebersihannya.

c. Cucilah sprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air yang bersih
dan menggunakan deterjen.

d. Cuci tangan secara rutin

e. Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan


menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta
menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yang dapat
membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.

f. Mengoleskan obat antivirus topikal menggunakan kapas agar kulit tangan


tidak menyentuh daerah yang terinfeksi virus herpes.

g. Jangan melakukan oral seks, ciuman atau aktivitas seksual lainnya, selama
munculnya gejala penyakit herpes.

XI. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria
dan wanita.
2) Keluhan Utama

18
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan
gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat,
selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga
mengalami demam.
4) Riwayat Kesehatan Lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6) Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada
bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya
mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra
tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran,
atau identitas diri.
2. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran
2) TTV
b. Pemeriksaan fisik
1) System integumen
a) Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
b) Edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada
infeksi sekunder.
c) Akral hangat
d) Turgor kulit normal/ kembali <1 detik
e) Terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

19
f) Kepala
Wajah: ada lesi (ukuran > 1 , bentuk: benjolan berisi air,
penyebaran: merata dengan kulit )
Rambut: Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut,
keadaan rambut tertata rapi.
2) System persepsi sensori
a) Mata (Penglihatan)
Adanya nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
b) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
Daun telinga: tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan
keloid
Lubang telinga: tidak terdapat obstruksi akibat adanya
benda asing.
b) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis
media dan mastoidius.
3) System pernapasan
a) Hidung (Penciuman)
Septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat
lesi, dan tidak terdapat hiposmia
4) System pencernaan
a) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah
muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
b) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk: normal simetris
Benjolan: tidak terdapat lesi
2) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan

20
Tidak terdapat massa/ benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
2) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses inflamasi virus
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan vesikel yang mudah pecah
3. Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan
penampilan, sekunder akibat penyakit herpes
4. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat sekunder mual, muntah
anoreksia.

3) Intervensi NIC-NOC
Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi virus.

Dx Tujuan dan Kriteria INTERVENSI RASIONAL


Hasil
1 Setelah dilakukan Kaji nyeri, misal Informasi memberikan
tindakan lokasi nyeri, frekuensi, data dasar untuk
keperawatan ... x 24 durasi, dan intensitas mengevaluasi kebutuhan/
jam, diharapkan nyeri (skala 1-10), serta keefektifan intervensi
px dapat terkontrol tindakan penghilang
dengan kriteria hasil :  nyeri yang digunakan.
a. Pasien tidak tampak Dorong penggunaan Memungkinkan klien
meringis keterampilan untuk berpartisipasi
b. Skala nyeri 0 manajemen nyeri secara aktif dan
( tidak nyeri) (missal teknik meningkatkan rasa
c. Pasien tampak lebih relaksasi, visualisasi, control.
rileks bimbingan imajinasi,
tertawa, music, dan
sentuhan terapeutik)

21
Tingkatkan Meningkatkan relaksasi
kenyamanan dasar dan membantu
(missal teknik memfokuskan kembali
relaksasi, visualisasi, perhatian.
bimbingan
imajinasi)dan aktivitas
hiburan(missal :
music, televisi)
Evaluasi penghilang Tujuannya adalah control
nyeri/ control nyeri maksimum dengan
pengaruh minimum pada
aktivitas kegiatan sehari-
hari
Kembangkan rencana Rencana terorganisasi
manajemen nyeri mengembangkan
bersama klien dan tim kesempatan untuk
medis. control nyeri. Terutama
dengan nyeri kronis,
klien/orang terdekat
harus aktif menjadi
partisipan dalam
manajemen nyeri di
rumah.
Berikan aktivitas Membantu mengurangi
terapeutik tepat sesuai konsentrasi nyeri yang
dengan kondisi dan dialami dan
usia pasien memfokuskan kembali
perhatian
Berikan analgesic Nyeri adalah kompikasi
sesuai indikasi, missal tersering dari kanker,
morfin, metadon, atau meskipun respon

22
campuran narkotik IV individu berbeda. Saat
khusus. Pastikan hal perubahan
tersebut hanya untuk penyakit/pengobatan
memberikan analgesic terjadi, penilaian dosis
dalam sehari. Ganti dan pemberian akan
dari analgesic kerja diperlukan
pendek menjadi kerja
panjang bila ada
indikasi.
Dx 2: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan vesikel yang mudah pecah

Tujuan dan Kriteria


Dx INTERVENSI RASIONAL
Hasil
1 Setelah dilakukan Anjurkan pasien Agar kulit mendapatkan
tindakan keperawatan untuk menggunakan udara yang cukup, agar
selama 3x 24 pakaian yang longgar tidak menempel ke baju
kerusakan integritas Jaga kebersihan kulit Mempermudah proses
kulit pasien teratasi agar tetap bersih dan penyembuhan
dengan kriteria hasil: kering
a. Integrita Mobilisasi pasien Agar tidak terjadi
s kulit yang baik (ubah posisi pasien) dekubitus karena tirah
bisa dipertahankan setiap dua jam sekali baring
(sensasi, elastisitas, Oleskan lotion atau Untuk mengurangi
temperatur, hidrasi, minyak/baby oil pada infeksi pada kulit
pigmentasi) derah yang tertekan
b. Tidak ada luka/lesi Kaji lingkungan dan Agar vesikel tidak
pada kulit peralatan yang mudah pecah
c. Perfusi jaringan menyebabkan
baik tekanan
d. Menunjukkan Kolaburasi ahli gizi Untuk meningkatkan
pemahaman dalam pemberian diet proses penyembuhan

23
proses perbaikan TKTP, vitamin.
kulit dan mencegah Lakukan tehnik Agartidak terjadi infeksi
terjadinya sedera perawatan luka lebih lanjut
berulang dengan steril
e. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
f. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka

Dx 3: Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan penampilan,


sekunder akibat penyakit herpes.

Dx Tujuan dan Kriteria INTERVENSI RASIONAL


Hasil
3 Setelah dilakukan Kaji makna perubahan Episode traumatik
tindakan keperawatan pada pasien. mengakibatkan
tubuh dapat berfungsi perubahan tiba-tiba. Ini
secara optimal dan memerlukan dukungan
konsep diri meningkat. dalam perbaikan
Dengan kriteria hasil: optimal
Pasien menyatakan Terima dan akui Penerimaan perasaan
penerimaan situasi diri ekspresi frustasi, sebagai respon normal

a. Memasukkan ketergantungan dan terhadap apa yang

perubahan dalam kemarahan. Perhatikan terjadi membantu

konsep diri tanpa perilaku menarik diri. perbaikan.


Berikan harapan Meningkatkan perilaku

24
harga diri negatif dalam parameter positif dan memberikan
situasi individu, kesempatan untuk
jangan memberikan menyusun tujuan dan
kenyakinan yang rencana untuk masa
salah. depan berdasarkan
realitas.
Berikan penguatan Kata-kata penguatan
positif. dapat mendukung
terjadinya perilaku
koping positif.

Berikan kelompok Meningkatkan ventilasi


pendukung untuk perasaan dan
orang terdekat. memungkinkan respon
yang lebih membantu
pasien.

DK 4: Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake nutrisi tidak adekuat sekunder mual, muntah anoreksia.

Dx Tujuan dan Kriteria INTERVENSI RASIONAL


Hasil
4 Selama dilakukan Observasi status Memvalidasi dan
tindakan keperawatan, nutrient klien, turgor menetapkan derajat
kebutuhan nutrisi pasien kulit, BB, riwayat masalah untuk
terpenuhi mual atau muntah menetapkan pilihan
dengan kriteria hasil : dan integritas intervensi yang tepat
a. Tidak ada tanda- mukosa
tanda malnutrisi Pertahankan Akumulasi vartikel
b. Tidak ada kebersihan mulut makanan di mulut
mual/muntah dapat menambah
baud an rasa tak

25
sedap yang akan
menurunkan nafsu
makan
Berikan makanan Makanan hangat akan
selagi hangat meningkatkan nafsu
makan pasien dan
dapat meningkatkan
intake nutrisi yang
adekuat

Kolaborasi dengan Ahli gizi adalah


ahli gizi untuk spesialis dalam ilmu
membantu memilih gizi yang membantu
makanan yang dapat memilih makanan
memenuhi sesuai dengan keadaan
kebutuhan gizi sakitnya, usia, tinggi,
selama sakit berat badannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit herpes disebabkan oleh virus, yaitu virus Herpes Simpleks tipe 1
dan 2. dimana akibat yang ditimbulkan berupa luka pada kulit, rasa nyeri,

26
panas, dan lepuhan seperti luka terbakar. Upaya pencegahan dapat dilakukan
dengan menghindari kontak langsung, memperkecil kemungkinan terjadinya
penularan secara tidak langsung, tidak memakai benda bersama-sama dengan
penderita herpes, dan menghindari faktor pencetus. Upaya pengobatan yang
dilakukan yaitu dengan mengkonsumsi obat kumur anestetik, mengkonsumsi
vitamin C, dan memakai salep asiklovir.
B. Saran
Meskipun sampai saat ini belum diketahui adanya penyakit yang
disebabkan oleh virus herpes, akan tetapi hendaknya kita selalu waspada
terhadap virus herpes,  mengingat virus ini sangat cepat menular,
menyebabkan kematian, dan sampai saat ini  belum ditemukan vaksin yang
bisa mencegah infeksi virus herpes.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12432952/
Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_Dengan_Herpes_Zoster?auto=download

https://www.academia.edu/12333137/askep_herpes_zoster

https://id.scribd.com/document/289298729/Askep-pada-pasien-Herpes-Zoster

27
Huda, Amin Nurarif. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan Berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Publishing.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Aajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai