Anda di halaman 1dari 18

Sleman, 27 Juli 2023

Lampiran : 2 Lembar Kepada


Hal : Laporan Pelaksanaan Tugas Diklat Yth. Bupati Sleman
Pelatihan Manajemen Infeksi Laten U.p Kepala badan Kepegawaian,
Tuberkulosis (ILTB) dan Terapi Pencegahan Pendidikan dan Pelatihan
Tuberculosis (TPT) Angkatan 2 pada di Sleman
tanggal 24 s.d 27 Juli 2023 di Balai
Pelatihan Kesehatan DIY

Menindaklanjuti Surat Perintah Tugas nomor: 893/02156 tanggal 18 Juli


2023, maka kami sampaikan dengan hormat bahwa tugas mengikuti Pelatihan
Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) dan Terapi Pencegahan
Tuberculosis (TPT) Angkatan 2 pada tanggal 24 s.d 27 Juli 2023 di Balai
Pelatihan Kesehatan DIY
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dengan memperhatikan ketentuan
dalam Surat Perintah Tugas bahwa setelah melaksanakan tugas diwajibkan
segera menyampaikan laporan tertulis beserta 2 lembar fotocopy sertifikat, maka
bersama ini saya haturkan laporan dimaksud.
Demikian laporan kami, mohon menjadikan periksa. Atas perhatiannya
disampaikan terima kasih.

Hormat Kami,

dr. HENDRAWAN DWIYANTO P.


LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
MANAJEMEN INFKESI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) DAN TERAPI
PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT) ANGKATAN 2
PADA TANGGAL 24 s.d 27 JULI 2023

I. Dasar
berdasarkan surat Perintah Tugas nomor: 893/02156 tanggal 18 Juli 2023
mengikuti Pelatihan Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) dan Terapi
Pencegahan Tuberculosis (TPT) Angkatan 2 pada tanggal 24 s.d 27 Juli 2023 di
Balai Pelatihan Kesehatan DIY
II. Maksud dan Tujuan Diklat
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta memiliki pemahaman mengenai penemuan kasus ILTB.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai perjalanan alamiah TBC.
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai factor risiko terjadinya TBC setelah
seseorang terinfeksi TBC
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai tujuan penemuan kasus ILTB.
d. Peserta memiliki pemahaman mengenai sasaran penemuan kasus ILTB
e. Peserta memiliki pemahaman mengenai alur penemuan kasus ILTB
II. Waktu dan Tempat
Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) dan
Terapi Pencegahan Tuberculosis (TPT) Angkatan 2 pada tanggal 24 s.d 27 Juli
2023 di Balai Pelatihan Kesehatan DIY.

III. Peserta Diklat


NO NAMA UNIT KERJA

1 Adila Kurnianingrum, A.Md.Kep Puskesmas Depok III

2 Argud Zani Hirawan, A.Md.Kep Puskesmas Tempel I

3 Dinka Anindya Putri, A.Md.Kep Puskesmas Ngemplak I

4 dr. Dwi Anna Susanti Puskesmas Ngaglik I

5 dr. Hendrawan Dwiyanto Putro Puskesmas Turi

6 dr. Ira Wijaya Puskesmas Cangkringan

7 dr. Jayanti Ayu Kusumastuti Puskesmas Depok I

8 dr. Lia Ayu Wijaya Puskesmas Tempel I

9 dr. Noviyanti Agustin Puskesmas Ngemplak II

10 dr. Nuri Puspita Widyastuti Puskesmas Depok II

11 dr. Nyimas Praptini Nurani Puskesmas Berbah

12 dr. Ratri Primadiati Puskesmas Mlati II

13 dr. Ridwan Muttaqin Puskesmas Seyegan

14 dr. Setiya Tri Wahyuni Puskesmas Kalasan

15 dr. Siti Hardiyanti Sibuea Puskesmas Sleman

16 dr. Syarifah Nur Cahyani PuskesmasDepok III

17 dr. Wulandari Berliani Putri, MHSM Puskesmas Ngemplak I

18 Eva Dwi Lestari, A.Md.Kep Puskesmas Seyegan

Fedelis Galuh Wulan Primasari,


19 A.Md.Keb Puskesmas Kalasan

20 Frisca Pratiwi, A.Md.Keb Puskesmas Tempel I

21 Hesti Setiyaningsih, AMK Puskesmas Cangkringan

22 Ika Pratama, A.Md.Keb Puskesmas Ngemplak II

23 Linda Prasetyo Utami, A.Md.Kep Puskesmas Kalasan

24 Margareta Isti Indriyani. A.Md.Kep Puskesmas Mlati II

25 Nafiah Salma RIdha, A.Md.Kep Puskesmas Sleman

26 Nani Kadarsih, A.Md.Keb Puskesmas Mlati II

27 Sari Kusumaningsih, A.MK Puskesmas Turi

28 Siti Ruswati, A.Md.Kep Puskesmas Ngaglik

29 Sundari, AMK Puskesmas Berbah

30 Yeni Tri Lestari, A.Md.Kep Puskesmas Seyegan


IV. Hasil Pelaksanaan Diklat

1. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN TBC DAN ILTB


 Kasus TB di Indonesia nomer 3 di dunia
 Kondisi pengendalian TB sesuai indikator SPM capaian terduga TB diperiksa
sesuai standar, dan pasien TB diberikan pengobatan sesuai standar tercapai
90%, capaian pemberian TPT mengalami kenaikan 65%
 Pencatatan dan pelaporan di masukan ke dalam SITB
 Temuan kasus TB di Kab Sleman 2020 sebesar 4807, 2021 sebesar 4385,
melonjak di tahun 2022 sebesar 10946, 2023 sebesar 7137
 Kesuksesan pengobatan 2020 87%, 2021 83%, 2023 mengalami penurunan
64%
 pengelolaan TB laten, dengan target cakupan tercapai pencegahan hingga 80%
pada seluruh individual dengan infeksi laten pada tahun 2030
 TPT 2022 354 dengan target 5915, 2023 252 target 5921
 Indicator TPT 2022 target 48%, 2025 70%, 2030 80%
 Upaya akselerasi pemberian TPT pada Kontak Serumah , ODHA, dan balita
 SE Dirjen P2P HK.02.02/C/217/2023 tentang perubahan pelaksanaan IK dan
Alur ILTB serta TPT
 Pencegahan TB
1. pada populasi umum : PHBS, sanitasi dan lingkungan kerja yang baik,
imunisasi BCG
2.  pada kelompok rentan (DM, gizi buruk) : penerapan kewaspadaan
standar, pengendalian PTM & PM, skrining TB
3. pada kelompok resiko tinggi (ODHA, KS) : penerapan kewaspadaan
isolasi untuk pelayanan TB, pengendalian PTM & PM, skrining TB
dengan active case finding (ACF), terapi pencegahan TB (TPT)

2. DIAGNOSIS TBC PADA DEWASA


Tuberkulosis merupakan penyakit menular disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis sebagian menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya, pada anak usia 0-18 tahun, pada dewasa di atas 18 tahun. Diagnosis
TBC anak relatif sulit daripada dewasa karena anak sulit mengeluarkan sputum
untuk tes BTA ataupun TCM. TBC pada dewasa gejalanya tidak khas, terkadang
menunjukkan hasil negatif.
·       Gambaran klinis TBC melalui anamnesa yakni
 batuk berdahak 2 minggu atau lebih;
 batuk darah;
 sesak nafas;
 badan lemas;
 penurunan nafsu makan;
 penurunan berat badan;
 demam subfebris.
·       Pemeriksaan fisik yakni Kelainan yang didapat tergantung luas kelainan;
 Pleuritis tuberculosis;
 limfadenitis tuberculosis.
 Pemeriksaan bakteriologi meliputi
 pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) MTB;
 pemeriksaan dahak mikroskopis langsung;
 pemeriksaan biakan.
·       Pemeriksaan penunjang lain untuk diagnosis TBC yakni
 foto toraks;
 histopatologi;
 Hain test;
 genoscholar;
 analisis cairan pleura.

Algoritma diagnosis TBC dapat dipelajari bersama menggunakan alur yang


ada.
·Pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis yakni pasien TBC yang terbukti
positif pada hasil pemeriksaan contoh uji biologinya (sputum dan jaringan)
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM, atau biakan. Termasuk di
dalamnya adalah: Pasien TBC paru BTA positif; Pasien TBC paru hasil biakan M.
tuberculosis positif; Pasien TBC paru hasil TCM positif; Pasien TBC ekstra paru
terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun TCM dari
contoh uji jaringan yang terkena;
TBC anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TBC terdiagnosis klinis yakni
 Pasien TBC paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TBC;
 Pasien TBC paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis
setelah diberikan antibiotika non-OAT, dan mempunyai faktor risiko
TBC;
 Pasien TBC ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis;
 TBC anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring
 Pasien TBC yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian
terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah
memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TBC
terkonfirmasi bakteriologis.
·Klasifikasi pasien TBC berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya.
meliputi
 pasien baru TBC,
 pasien yang pernah diobati TBC,
 Pasien yang Riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui adalah
pasien TBC yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2).
Klasifikasi pasien TBC berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
yakni
 TB Monoresistant;
 TB Poliresisten;
 multi drugs resistant (TB MDR); TB pre-XDR; TB XDR; TB RR.

3. DIAGNOSIS TBC PADA ANAK


Tuberkulosis pada anak usia <18 tahun gejala dan tanda anak balita
kurang spesifik dibanding kelompok anak yang lebih tua dan dewasa. Diagnosis
pada anak lebih sulit dibanding dewasa. TBC pada anak penting diperhatikan
karena TBC anak merupakan 10-15% dari seluruh kasus TBC di Indonesia,
sebagian  besar kasus terjadi pada anak umur< 5 tahun, infeksi laten TB pada
anak jika tidak diobati dengan benar maka akan menjadi kasus TBC di masa
dewasanya yang merupakan sumber penularan baru. Anak dengan gejala batuk
> 2 minggu, demam > 2 minggu, BB turun atau tidak naik dalam 2 sebelumnya,
malaise > 2 minggu. Jika gejala mendukung TBC, maka lakukan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yakni BTA, kultur, TCM. Primary
kompleks terdiri dari komplek ghon, limfangitis, limfadenitis. Jika gejala
mendukung TBC, lakukan pemeriksaan bakteriologis. Jika pemeriksaan
bakteriologis tidak dapat dilakukan atau negatif melakukan skoring:
Tuberkulosis ekstra paru anak memiliki catatan penting yakni semua
kasus TB Ekstra paru harus dirujuk ke FKRTL; FKTP dapat menerima rujukan
balik untuk kelanjutan pengobatan; Pemeriksaan dan pemantauan kembali ke
FKRTL sesuai petunjuk pada rujukan balik; Keputusan penghentian pengobatan
dilakukan oleh FKTRL pada akhir bulan ke 6; Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Pengobatan TB-SO anak
diberikan OAT; kortikosteroid; piridoksin; dukungan gizi. 

4. PENEMUAN KASUS ILTB DAN TANTANGAN PEMBELAJARAN PEMBERIAN


TPT
Penemuan kasus infeksi laten TBC dapat melalui kegiatan Investigasi
kontak, Contact invitation, penemuan di tempat khusus, misalnya pada saat
skrining TB masal; pemeriksaan medical check-up rutin.
Investigasi kontak adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada orang-orang
yang kontak erat dengan pasien TBC untuk:
 Mengidentifikasi orang-orang yang berkontak dengan pasien TBC
 Melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah orang yang
berkontak tersebut terinfeksi atau sakit TBC
 Memberikan pengobatan yang sesuai dengan hasil pemeriksaan, jika 
terbukti sakit TBC diberikan obat anti TBC, jika infeksi laten TBC
diberi obat pencegahan. 
Ada 2 macam Investigasi Kontak (IK) secara Aktif yaitu Petugas
kesehatan berkunjung ke rumah pasien TBC (kasus indeks) untuk
mengidentifikasi orang yang berkontak dengan pasien TBC, mengirim orang
yang berkontak untuk dilakukan pemeriksaan ke Puskesmas atau Rumah Sakit,
dan memberikan pengobatan yang sesuai dengan hasil pemeriksaan. Dan
Investigasi Kontak secara Pasif disebut juga contact invitation Petugas
kesehatan mewawancarai kasus indeks di fasilitas kesehatan untuk
mengidentifikasi kontak serumah dan meminta orang yang kontak tersebut untuk
datang ke fasilitas kesehatan.

Tantangan pemberian TPT antara lain:


 Masih rendahnya tingkat pengetahuan  masyarakat dan kader
mengenai ILTB dan TPT, termasuk keamanan pemberian TPT.
 Masih terjadi penolakan yang datang dari orang tua/wali/keluarga
balita/anak dengan faktor risiko TBC yang kontak erat atau tinggal
serumah dengan pasien TBC.
 Pemahaman pada tenaga kesehatan yang masih bervariasi tentang
Pemberian TPT.
 Kketersediaan dan jaminan keberlanjutan logistik diagnosis TPT dan
Obat TPT di fasilitas kesehatan.
 Pengembangan media mendukung pencapaian TPT dengan cheklist
dan TPT pada kontak serumah

5. DIAGNOSIS ILTB
Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) adalah Suatu keadaaan dimana system
kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu
mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC
Yang termasuk orang dengan ILTB:
 Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon Gamma-Release Assay (IGRA)
positif
 Foto toraks normal
 Pemeriksaan dahak dan Xpert MTB/Rif® negatif
Faktor risiko orang terkena TB:
 Kekebalan tubuh lemah
 ODHIV
 Malnutrisi
 Sedang pengobatan kanker
 Sedang menjalani hemodialisis
 Sedang menggunakan steroid jangka panjang
Sasaran TPT pada ILTB yakni Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV); Kontak
serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis (Anak usia di bawah 5
tahun, Dewasa, remaja dan anak usia di atas 5 tahun); Kelompok risiko lainnya
dengan HIV negative (Pasien immunokompromais lainnya (keganasan,
hemodialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi
organ, dll; warga Binaan Pemasyarakatan petugas kesehatan, sekolah
berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik). Syarat pemberian TPT
yakni kelompok risiko tinggi, tidak sakit TBC, infeksi laten TBC, tidak ada kontra
indikasi pemberian TPT. Cara menentukan seseorang tidak sakit TBC dan
terindikasi pemberian TPT yakni mengetahui gejala dengan memastikan gejala
antara lain batuk, demam, BB turun/tidak naik, lesu, keringat malam. Alur
pemeriksaan ILTB yakni sebagai berikut:
Akhir dari pemeriksaan yakni sebagai kesimpulan kita akan memberikan
TPT atau OAT. Target prioritas pemberian terapi pencegahan TBC yakni orang
dengan HIV/AIDS (ODHIV), kontak serumah dengan pasien TBC paru
terkonfirmasi bakteriologiis. TST untuk mengetahui ada/tidaknya respon imun
terhadap bakteri TBC pada tubuh. TST menggunakan PPD RT-23 atau PPD-S 5
TU IC pada volar lengan bawah (3 jari bawah lekukan siku bagian dalam), hasil
diba 48-72 jam setelah penyuntikan, penyimpanan 2-8 C, tsetelah dibuka cairan
dapat disimpan selama 30 hari. Indurasi yang positif > 1 cm. interpretasi Uji
Tuberkulin. Interferon Gamaa-Release Assay (IGRA) yakni uji dengan metode
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk mengukur pembentukan
interferon-y dalam darah pasien yang dikaitkan dengan infeksi M,tuberculosis.
Kesimpulan yakni Infeksi Laten Tuberculosis (ILTB) menjadi tantangan dalam
eradikasi tuberculosis, pemeriksaan diagnostik dapat dikerjakan sesuai dengan
sasaran dan alur pemeriksaan, sebisa mungkin eksklusi TBC paru aktif dan TBC
ekstraparu sebelum memulai TPT (jika fasilitas tersedia), perlu pendekatan, KIE
menyeluruh dan inform consent sebelum melakukan pemeriksaan ILTB dan
pemberian TPT.

6. PANDUAN TERAPI PENCEGAHAN TBC (TPT) PADA KONTAK TBC


SENSITIF OBAT DAN KONTAK TBC RESISTEN OBAT
Beban ILTB seperempat penduduk dunia 1,8 milyar orang. Tahun 2022
Indonesia berada pada peringkat kedua. Dengan kasus baru sebanyak 969.000
kasus dan insiden rate 354/100.000 penduduk. Pada tahun 2030 insidensi turun
80%, kematian turun menjadi 6/100.000 penduduk. Strategi nasional eliminasi
TBC menurut Perpres no 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis:
penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi TBC 2030; peningkatan
akses layanan TBC bermutu dan berpihak pada pasien; optimalisasi Upaya
promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan TBC dan
pengendalian infeksi; pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnose
dan tatalaksana TBC; peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisector
lainnya dalam eliminasi TBC; penguatan manajemen program melalui penguatan
system Kesehatan.
 Tantangan pemberian TPT dan rencana tindak lanjut antara lain:
Tantangan Rencana Tindak Lanjut
Kurangnya pengetahuan Startegi komunikasi, workshop, dan pelatihan
masyarakat dan nakes
Keterbatasan logistic Inovasi Alert System dan penguatan monitoring
logistik
Pembiayaan Berkoordinasi dengan pusjak PDK terkait
kemungkinan klaim TPT ke BPJS-K

Minimnya dukungan regulasi di


tingkar Daerah
 
Pencegahan TBC melalui pengobatan merupakan strategi untuk
pencegahan TBC. Sasaran TPT untuk ILTB (tidak ada gejala TBC, pemeriksaan
dahak negatif, rontgen dada tidak sensitive TBC, uji tuberculin atau IGRA positif.
Utamanya adalah pemeriksaan foto thorak. TPT penting diberikan karena dapat
mengurangi risiko seseorang sakit TBC kontak dengan pasien TBC sekitar 60-
90%. Kelompok berisiko tinggi sakit TBC setelah terinfeksi: orang dengan
HIV/AIDS (ODHIV); kontak serumah. Panduan obat TPT: INH selama 6 bulan,
diminum tiap hari; paduan INH dan Rifampicin (HR) selama 3 bulan, diminum
tiap hari; paduan INH dan Rifapetin (HP) selama 3 bulan, diminum 1x
perminggu. 

7. PEMANTAUAN KLINIS TPT


Kegiatan monitoring dan evaluasi ILTB dilakukan secara
berkesinambungan dan bertujuan memantau klinis, kepatuhan pelaksanaan,
tatalaksana dosis terlewat, dan efek samping TPT pada anak dan dewasa.
Tindak lanjut pengobatan yaitu pengklasifikasian TPT berdasarkan kriteria
selesai pengobatan, drop out, gagal pengobatan, dan terpapar kembali
Pemantauan klinis TPT terdiri dari monitoring pengobatan, tindak lanjut
pengobatan, monitoring efek samping obat (MESO). Monitoring dilakukan 1
bulan sekali untuk mengetahui efek munculnya gejala TBC, efek samping obat,
kepatuhan dan keteraturan minum obat. Derajat pembagian efek samping ada 5,
paling berat derajat 5 karena menyebabkan kematian. Kepatuhan dan
keteraturan minum obat yang kita lakukan penilaian, mencari tahu penyebab
ketidakteraturan minum obat, komunikasi informasi edukasi, menekankan
pentingnya tentang TPT, mengevaluasi bulanan. Tatalaksana TPT dosis terlewat
maka yang kita lakukan seperti gambar di bawah ini:

Tindak lanjut pengobatan yang dilakukan mulai dari kriteria selesai


pengobatan, putus berobat, gagal pengobatan, meninggal, tidak dievaluasi.
Meso adalah evaluasi aktif dan sistematik klinis dan laboratorium pasien yang
sedang mendapatkan suatu terapi. Tujuan MESO mengurangi risiko bahaya
terkait obat dan mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
kebijakan lebih lanjut mengenai obat tersebut.
8. PENCATATAN DAN PELAPORAN TERAPI TPT
Semua kegiatan dan kasus TBC wajib dicatat dan dilaporkan, termasuk
pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT). Data yang dicatat dan dilaporkan
menjadi sumber informasi untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan TPT.
Pencatatan dan Pelaporan bertujuan untuk mendapatkan data TB untuk diolah,
dianalisis,  diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data
TB yang dikumpulkan harus sahih atau valid (akurat), lengkap, tepat waktu.
Dilaporkan secara berkala. Berdasarkan fungsi masing masing tingkatan .

Indikator Terapi Pencegahan TBC pada NSP Tahun 2020-2024


 Cakupan pemberian TPT kontak serumah usia <5 tahun
  Cakupan pemberian TPT kontak serumah usia 5-14 tahun
 Cakupan pemberian TPT pada total kontak serumah
 Cakupan pemberian TPT pada ODHIV (sumber data Sistem Informasi
HIV)
Target Cakupan Indikator TPT

Alur pencatatan dan pelaporan, sesuai dengan gambar alur di bawah ini :
Pencatatan TPT menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis
(SITB). Laporan TPT yang dapat diakses di SITB berupa Laporan TBC.15
Fasyankes (berisi data individu); Laporan TBC.15 Kab/Kota, Provinsi, dan
Nasional (berisi data agregat); Laporan Cakupan Faktor Risiko Kontak Serumah
dan Faktor Risiko Lainnya yang Mendapatkan TPT.

9. LOGISTIK TPT
Jenis logistic TPT program TBC terdiri dari Isoniazid (H) 100 mg & 300
mg; Isoniazid (H) 300 mg dan Rifapentine (P) 150 mg (3HP Lepasan); Kombinasi
Dosis Tetap 3HP (Isoniazid 300 mg/Rifapentine 300 mg); Kombinasi Dosis Tetap
3HR (Isoniazid 50 mg/Rifampicin 75 mg); Levofloxacin (Lfx) 250 mg dan
Etambutol 400 mg (Dosis Dewasa); Levofloxacin (Lfx) 100 mg. 
Perencanaan kebutuhan obat TPT harus mempertimbangkan beberapa
hal berikut: Jumlah target TPT sesuai kelompok sasaran; Jumlah pasien TPT
yang sedang dalam pengobatan; Sisa stok obat TPT yang tersedia; Jumlah obat
yang sudah dibeli namun belum diterima/ stock in pipeline; Masa tunggu (lead
time); Periode perhitungan kebutuhan yang diharapkan; Dosis setiap jenis obat
yang akan diberikan per kg berat badan. Penyimpanan terkait logistic TPT Suhu
ruang penyimpanan : <25° C; Ruangan kering (tingkat kelembaban <40%);
Ruangan mempunyai ventilasi yang cukup
penghalang sinar matahari langsung dan dilengkapi dengan; Mempunyai
alat pengukur suhu (termometer) dan kelembaban (higrometer) serta formulir
pencatatan monitoring suhu dan kelembaban; Mempunyai alat pengatur suhu
ruangan (AC, kipas, exhaust fan);  Mempunyai lemari pendingin; Mempunyai
ruangan administrasi; mempunyai ruangan untuk menyimpan logistik yang sudah
kadaluarsa/rusak; Mempunyai alarm pendeteksi kebakaran dan alat pemadam
kebakaran yang dapat digunakan.
 Penataan obat logistik TPT dengan mengikuti Obat harus ditempatkan
diatas palet atau rak; Obat ditempatkan berdasarkan jenis, bentuk sediaan dan
alfabet; Obat disusun berdasarkan prinsip FEFO/FIFO; Obat disusun tidak boleh
terlalu rapat dan terbalik; Penempatan dus tumpukan sesuai dengan ketentuan
yang tertera pada setiap dus; Kondisi/tempat penyimpanan obat sesuai dengan
yang dipersyaratkan pada kemasan; Obat yang rusak dan kadaluarsa disimpan
tempat terpisah sebelum dimusnahkan.

10. KOMUNIKASI EFEKTIF PEMBERIAN TPT ( MPI 7) (BERBAH)


Komunikasi Efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas akan
mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pada pasien. 
PMK 44 th 2018: Peningkatan komunikasi dan edukasi yg efektif
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. 
Bentuk komunikasi: Interpersonal, kelompok, organisasi, massa
Jenis komunikasi: verbal (berbicara)  dan non verbal (gerakan tubuh), lisan dan
tertulis.
Tujuan komunikasi: pesan diketahui, dipahami dan ada keinginan untuk
melakukan sehingga ada perubahan (pengetahuan, sikap dan perilaku).
Komunikasi Efektif: tersampaikannya gagasan, pesan dan perasaan
dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula.

Tanda komunikasi efektif


 pesan dimengerti/dipahami
 Pesan disetujui/ditindaklanjuti
 Tidak ada hambatan

Elemen Komunikasi efektif:


 Respect (menghargai keluhan pasien)
 Empati (merasakan apa yg dirasakan pasien tanpa ikut larut)
 Audible (pesan dapat dimengerti dengan baik, laki-laki cenderung
menggunakan logika sedangkan perempuan cenderung menggunakan
perasaan/emosi)
 Clarity (jelas) 
 Humble (rendah hati)
Teknik komunikasi efektif:
 Fokus pada lawan bicara
 jelaskan tujuan
 ramah (saling mengerti
 hindari prasangka negatif dan memotong pembicaraan.
Keterampilan kunci
 Perkenalan diri dan menyapa (kalau sudah kenal cukup disapa)
 Refleksi (tidak mengarahkan tapi menyampaikan kondisi dengan halus)
 Afirmasi (pujian/penguatan/reinforment atas apa yang sudah dilakukan
pasien)
 Pertanyaan terbuka, menggali informasi lebih dalam
 Bertanya-beritahu-bertanya (bertanya pemahaman pasien sebelum kita
beritahu-beritahu informasi yang benar dg minta izin dulu-bertanya
pemahaman pasien terkait informasi yang kita berikan)

11. ANTI KORUPSI


Korupsi yakni perbuatan yang tidak baik; curang, dapat disuap, tidak
bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, material,
mental dan umum. Klasifikasi korupsi merupakan merugikan keuangan negara;
suap; gratifikasi; penggelapan dalam jabatan; pemerasan; perbuatan curang;
konflik kepentingan. Faktor penyebab korupsi terdiri faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri aspek perilaku individu (Sifat tamak/rakus Moral
yang kurang kuat Gaya hidup yang konsumtif); aspek social (Sifat tamak/rakus
Moral yang kurang kuat Gaya hidup yang konsumtif). Faktor eksternal terdiri dari
aspek sikap masyarakat terhadap korupsi (Masyarakat kurang menyadari bahwa
korban korupsi masyarakat itu sendiri Masyarakat bersifat pasif dalam
pencegahan korupsi); aspek ekonomu (pendapatan tidak mencukupi); aspek
politis (kepentingan politis meraih dan mempertahankan kekuasaan). Kebijakan
antikorupsi meliputi Kebijakan anti korupsi mengatur tata interaksi agar tidak
terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan
anti korupsi tidak selalu identik dengan undangundang anti-korupsi, namun bisa
berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang
desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat
memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja
dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara. Gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata pengobatan Cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa elektronik yang
berhubungan dengan jabatan atau kewenangan (Pasal 12B ayat (1) Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
Sebagai kesimpulan sebagai profesional selain memiliki kompetensi keahlian
juga harus memiliki nilai-nilai etik/nilai-nilai anti korupsi; seluruh insan
pembangunan kesehatan harus menjalankan nilai “sehat tanpa korupsi”; harus
menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi untuk dirinya sendiri,
lingkungan masyarakat, maupun di kantor.

V. Manfaat
1. Peserta pelatihan mendapatkan update sekaligus refreshing ilmu terkait
managemen ILTB dan pemberian TPT di Puskesmas
2. Peserta pelatihan dapat memberikan terapi dan pelayanan bisa tepat dan cepat
sesuai dengan pedoman yang ada.
3. Peserta pelatihan dapat melakikan diagnosis TBC dewasa dan TBC pada anak.
4. Peserta pelatihan mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk melakukan
pemeriksaan TST.
5. Peserta pelatihan mempunyai pengetahuan untuk melakukan peloporan dalam
SITB.
6. Peserta petlatihan mempunyai pengetahuan untuk melakukan penyimpanan logistic
yang dibutuhkan.
7. Peserta pelatihan dapat melakukan Pemberian terapi yang tepat juga akan
memberikan dampak positif terhadap masyarakat, bangsa dan negara
8. Peserta pelatihan dapat menyebarluaskan pengetahuan yang didapatkan sehingga
dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat luas mengenai ILTB dan TPT ini.
9. Peserta pelatihan diharpkan berperan aktif untuk meningkatkan capaian indikator
keberhasilan pengotaban TB dan ILTB ini supaya terjadi penurunan prevalensi TBC
khusnya di wilayah Sleman, umumnya di Indonesia.

VI. Penutup
a) Kesan
Alhamdulillah selama 4 hari ini pelatihan dapat berjalan dengan lancar
dan tidak ada halangan. Terimkasih kami ucapkan  kepada panitia, widyaiswara,
instruktur, peserta dan seluruh staf BAPELKES  yang tidak kami sebutkan satu
persatu. Semoga pelatihan ini dapat menambah ilmu kami sebagai peserta,
ilmunya dapat kami bagi ke teman2 puskesmas dan kader TB, dan dapat
bermanfaat untuk menyehatkan masyarakat Sleman khususnya dan Indonesia
umumnya sehingga Indonesia turun dari peringkat 2 dunia menjadi lebih dari
peringkat ke 10,
b) Saran
1. Materi dan tema sudah terkait, waktu pembelajaran padat dan efisien,
materi dan hasil belajar sudah sesuai dengan yang peserta harapkan.
2. Pelatihan diadakan berkelanjutan sehingga seluruh nakes (medis dan
paramedis) menguasai materi
3. Saran untuk tugas RTL yang disusun oleh para peserta dapat
ditindaklanjuti ditingkat puskesmas hingga tingkat dinas kesehatan.

Hormat Kami,
dr. HENDRAWAN D P

Anda mungkin juga menyukai