Anda di halaman 1dari 91

EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK UNTUK MENGONTROL

EMOSI PADA PASIEN RPK DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT


JIWA DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Profesi Ners

DISUSUN OLEH :

DEVA ARMETHA

NIM SK.322.005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

TAHUN 2022/2023

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN KTI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Deva Armetha

NIM : SK.322.005

Program Studi : Profesi Ners

Judul Karya Tulis Ilmiah : Efektifitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengontrol Emosi Pada
Pasien RPK di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik
yang berlaku.

Kendal, 3 Agustus 2023

Yang Membuat Pernyataan

Deva Armetha
SK.322.005

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK UNTUK MENGONTROL EMOSI PADA


PASIEN RPK DI RUANG SRIKANDI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI
JAWA TENGAH

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Ners

Oleh :

Deva Armetha
NIM SK.322.005

Kendal, Agustus 2023

Menyetujui,

Pembimbing

Livana PH, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J


NIPS 120 211 043

iii
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI

Telah di uji pada tanggal :

3 Agustus 2023

Dewan Penguji:

Ketua Dewan penguji:

Rina Anggraeni, S.Kep., M.Kep., Ns. ( )


NIPS. 120 206 012

Anggota Dewan Penguji:

Livana PH, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J ( )


NIPS. 120 211 043

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Deva Armetha

NIM : SK.322.005

Program Studi : Profesi Ners

Judul Karya Tulis Ilmiah : Efektifitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengontrol Emosi Pada
Pasien RPK di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah

Telah diajukan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Ditetapkan di : Kendal

Hari / Tanggal : Kamis/ 3 Agustus 2023

DEWAN PENGUJI

Ketua Dewan penguji : Rina Anggraeni, S.Kep., M.Kep., Ns ( )


NIPS. 120 206 012

Anggota Dewan Penguji : Livana PH, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J ( )


NIPS. 120 211 043

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Setianingsih, S.Kep., Ns., M.Kep


NIPS. 120 212 057

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Efektifitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengontrol Emosi Pada Pasien RPK di Ruang Srikandi
Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Yulia Susanti, S.Kep., Ns., M.Kep.Sp. KepKom., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kendal yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal.

2. Setianingsih, S.Kep., Ns., M.Kep.,selaku Ketua Program Studi Profesi Ners yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kendal.

3. Riani Pradara Jati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Program Studi Profesi Ners
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kendal.

4. Livana PH, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J.,selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.

5. Rina Anggraeni, S.Kep., M.Kep., Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

6. Semua dosen Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal yang
telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

vi
7. Kedua orangtua saya yaitu Bapak dan Ibu, yang selalu menjadi inspirasi dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman bimbingan dan semua mahasiswa Program Studi Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal.
9. dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan
dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan ilmu
kesehatan. Aamiin..

Kendal, 3 Agustus 2023

Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN……………………………………………...ii
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………………….iii
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI……………………………………………iv
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………..v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………….x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………….ix
ABSTRAK…………………………………………………………………………………xii
ABSTRACK…………………………………………………………………………………………...xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………4
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………..4
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………………4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori……………………………………………………..……..5
2.1.1 Konsep RPK………………………………………………………5
2.1.2 Terapi Musik Klasik……………………………………………....15
2.1.3 Konsep Asuhan Keperawatan………………………………….…20
2.2 Kerangka Teori………………………………………………………...…27
2.3 Kerangka Konsep………………………………………………………...27
BAB III METODOLOGI STUDI KASUS
3.1 Rancangan Studi Kasus………………………………………………..…28
3.2 Subjek Studi Kasus…………………………………………………….....28
3.3 Fokus Studi…………………………………………………………….....28
3.4 Definisi Operasional…………………………………………………..…..28

viii
3.5 Tempat dan Waktu………………………………………………………29
3.6 Pengumpulan Data……………………………………………………....29
3.7 Penyajian Data………………………………………………………..…30
3.8 Etika Studi Kasus………………………………………………………..30
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus………………………………………………………..32
4.2. Gambaran Lokasi Pengambilan Data…………………………………...32
4.3 Gambaran Subjek Studi Kasus………………………………………......32
4.4 Pemaparan Studi Kasus………………………………………………….32
4.5 Pembahasan…………………………………………………………...….61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….67
5.2 Saran……………………………………………………………………...68

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 …………………………………………...............................................18

Tabel 4.1 …………………………………………………………………………41

Tabel 4.2 ………………………………………………………………………..55

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Konsultasi

Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup

xi
Program Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
2022

EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK KLASIK UNTUK MENGONTROL EMOSI PADA


PASIEN RPK DI RUANG SRIKANDI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI
JAWA TENGAH

Deva Armetha

ABSTRAK

Kesehatan jiwa adalah keadaan dari suatu individu yang dapat berubah baik secara fisik,
mental, maupun spiritual, sehingga individu akan menyadari kemampuan yang dimilikinya.
Gangguan jiwa menjadi prioritas masalah kesehatan yang utama, salah satu diagnosis
keperawatan yang muncul pada pasien dengan skizofrenia adalah resiko perilaku kekerasan.
Resiko perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk kekerasan yang dapat menyakiti diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan, yang dapat ditandai dengan kata atau pengucapan yang kasar.
Terapi music klasik menjadi salah satu terapi atau relaksasi yang bertujuan untuk membuat
nyaman, tenang, dapat mengontrol emosi, dan mengurangi perilaku agresif. Tujuan studi kasus
ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi music klasik untuk mengontrol emosi pada pasien
RPK di ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi jawa Tengah.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi
kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang dengan diagnosis resiko perilaku kekerasan
yang berada di bangsal Srikandi. Hasil dari studi menunjukkan bahwa penelitian pasien resiko
perilaku kekerasan dengan menggunakan terapi music klasik selama 3 hari didapatkan terapi
music ini dapat menurunkan tanda dan gejala dari resiko perilaku kekerasan, membuat pasien
merasa nyaman, memberikan ketenangan, dan dapat mengendalikan emosi.

Kata kunci : Pasien RPK, Terapi Musik Klasik

Referensi : ( 2016-2022)

xii
Nurse Professional Study Program

Kendal College of Health Sciences

2022

EFFECTIVENESS OF CLASSIC MUSIC THERAPY TO CONTROL


EMOTIONS IN RPK PATIENTS IN THE SRIKANDI ROOM DR. AMINO
GONDOHUTOMO CENTRAL JAVA PROVINCE

ABSTRACK

Mental health is a state of an individual that can change both physically,


mentally and spiritually, so that the individual will realize the abilities they have.
Mental disorders are a major health problem priority, one of the nursing diagnoses
that appear in patients with schizophrenia is the risk of violent behavior. The risk
of violent behavior is a form of violence that can hurt oneself, other people, and
the environment, which can be marked by harsh words or pronunciations.
Classical music therapy is one of the therapies or relaxation that aims to make you
comfortable, calm, able to control your emotions, and reduce aggressive behavior.
The purpose of this case study is to determine the effectiveness of classical music
therapy to control emotions in RPK patients in the Srikandi room of RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Central Java Province.

This type of research is descriptive using a case study approach. The


subjects in this study were two people with a diagnosis of risk of violent behavior
who were in the Srikandi ward. The results of the study show that research on
patients at risk of violent behavior using classical music therapy for 3 days found
that this music therapy can reduce signs and symptoms of the risk of violent
behavior, make patients feel comfortable, provide calm, and be able to control
emotions.

Keywords : RPK Patients, Classical Music Therapy

Reference: (2016 - 2022)

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dari individu yang dapat
berkembang baik secara fisik, mental, social, serta spiritual sehingga
individu akan menyadari suatu kemampuan yang telah dimiliki (Febrianto,
2019) . Menurut (Armina, 2021) kesehatan jiwa merupakan apabila
seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi
tantangan hidupnya serta dapat menerima orang lain dengan sebagaimana
yang seharusnya, serta memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
dan orang lain. Gangguan jiwa merupakan kondisi psikologis individu
dimana mengalami penurunan fungsi tubuh, merasa tertekan,
ketidaknyamanan serta terdapat penurunan fungsi peran individu dalam
masyarakat (Laubo, 2023)
Prevalensi gangguan jiwa di seluruh dunia menurut data dari World
Health Organization (WHO 2019), bahwa 45 juta jiwa menderita bipolar,
264 juta jiwa orang mengalami depresi, terdapat 50 juta orang mengalami
demensia, dan terdapat 20 juta orang ganggguan jiwa yang mengalami
skizofrenia. Gangguan jiwa di Indonesia sendiri semakin meningkat yang
dapat dilihat dari data (Riskesdas, 2018) yaitu gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebesar 1,8 per 1.000
penduduk. Di Jawa Tengah sendiri terdapat sekitar 25% orang yang
mengalami gangguan jiwa, sedangkan kategori gangguan jiwa berat yaitu
dengan rata-rata sekitar 12.000 orang, sehingga kondisi tersebut harus
segera mendapatkan penanganan yang lebih serius dari pemerintah
maupun masyarakat karena berpengaruh terhadap penurunan produktivitas
masyarakat (Safitri, 2022).
Gangguan jiwa saat ini menjadi prioritas masalah kesehatan yang
utama bagi setiap warga negara (Kemenkes RI, 2020). Salah satu diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan skizofrenia adalah resiko

1
perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan sendiri yaitu dapat melukai
dirinya sendiri maupun orang lain, baik secara fisik ataupun emosional
yang ditandai dengan kata verbal yang kasar serta dapat merusak
lingkungan (Amimi et al, 2020).
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku agresif dan sering
dipandang sebagai rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan di sisi lain. Suatu keadaan yang menimbulkan perasaan marah
dan frustasi akan berpengaruh pada perilaku seseorang. Dampak yang
dapat dialami oleh RPK yaitu susah mengontrol dirinya sendiri, dimana
pasien akan dikuasai oleh rasa amarahnya sehingga dapat melukai diri
sendiri ataupun orang lain (Oktalia, 2021).
Masalah pada perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya
factor predisposisi atau terdapat factor yang melatarbelakangi munculnya
masalah dan terdapat factor presipitasi yaitu factor yang memicu
timbulnya suatu masalah. Untuk factor pencetus sehingga terjadinya
perilaku kekerasan yaitu apabila klien merasa putus asa, kurang percaya
diri, mengalami kelemahan pada fisik, serta ketidakberdayaan. Faktor
pencetus lainnya yaitu dari lingkungan sekitar, apabila terjadi adanya
keributan dan kehilangan seseorang atau kehilangan sesuatu yang sangat
berharga (Fais, 2016).
Perilaku agresif ataupun kekerasan sendiri merupakan suatu bentuk
ungkapan kemarahan yang dilampiaskan dengan cara verbal dan fisik.
Perilaku agresif yaitu perilaku yang mengacu pada beberapa jenis perilaku
dalam verbal maupun non verbal yang dilakukan dengan bertujuan untuk
menyakiti. Perilaku agresif verbal merupakan suatu bentuk perilaku yang
mempunyai tujuan untuk menyakiti seseorang yang dilampiaskan dalam
bentuk ejekan, fitnah, memaki, serta kata-kata ancaman. Sedangkan
perilaku non verbal merupakan suatu tindakan dapat berupa pukulan,
mengancam dengan senjata tajam, menendang, dan melukai orang lain.
Pengendalian atau penanganan perilaku agresif dapat dilakukan
dengan cara penggunaan obat-obatan untuk mengurangi perilaku agresif.

2
Obat-obatan yang diberikan akan mengurangi gejala yang muncul pada
pasien, namun pengobatan juga membutuhkan biaya yang mahal dan
tentunya terdapat efek samping dari penggunaan obat bagi tubuh pasien,
terdapat salah satu terapi yang bermanfaat serta mudah untuk dilakukan
yaitu terapi music klasik (Saryomo, 2022).
Terapi music merupakan salah satu bentuk dari relaksasi yang
mempunyai tujuan untuk mengurangi perilaku agresif, memberikan rasa
tenang, membuat nyaman, dapat mengendalikan emosi, pengembangan
spiritual, menyembuhkan gangguan psikologis. Terapi music juga
digunakan oleh para psikolog ataupun psikiater untuk mengatasi berbagai
macam gangguan kejiwaan dan gangguan psikologis (Campbell, 2010).
Selain itu, terapi music juga mempunyai beberapa manfaat untuk
kesehatan dan melancarkan fungsi kinerja otak. Musik yang digunakan
dalam terapi ini biasanya music klasik yang alunan nadanya teratur,
lembut, dan berirama.
Manfaat dari musik klasik sudah banyak diketahui, music klasik
mempunyai perangkat music yang sangat beragam, sehingga di dalamnya
terangkum warna-warni sura yang rentang variasinya sangat luas, atau
dengan kata lain variasi bunyi pada music klasik jauh lebih kaya daripada
music yang lainnya, karena music klasik menyediakan variasi stimulus
yang sedemikian luasnya bagi para pendengarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh (Sasongko, 2020) bahwa terapi
music klasik berpengaruh dan sangat efektif dalam menurunkan ambang
marah seseorang. Berdasarkan hasil penelitian mengenai terapi music
klasik juga berpengaruh terhadap pasien yang mengalami perilaku
kekerasan serta dapat menurunkan tanda dan gejala dari resiko perilaku
kekerasan dapat mengurangi perilaku agresif, mengurangi kecemasan dan
mengatasi depresi pada pasien RPK (Ismaya, 2019).

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan dalam
masalah ini adalah “Efektifitaskah Terapi Musik Klasik Untuk Mengontrol
Emosi Pada Pasien RPK?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Efektifitas Terapi Musik Klasik Pada Pasien RPK
Untuk Mengontrol Emosi
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang
keperawatan jiwa. Serta dapat digunakan sebagai data dan bahan tambahan
untuk penelitian selanjutnya dengan metode dan inovasi yang berbeda.
1.4.2 Praktis
Dapat memperluas pengetahuan khususnya bagi mahasiswa bidang
Keperawatan dalam melaksanakan proses pembelajaran pada keperawatan
jiwa.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Resiko Perilaku Kekerasan

1. Definisi Resiko Perilaku Kekerasan


Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang
yang menunjukkan bahwa dapat membahayakan diri sendiri
ataupun orang lain dan lingkungan, fisik, emosional, seksual,
serta verbal. Resiko perilaku kekerasan terbagi menjadi 2, yaitu
resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan resiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain. Resiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang rentan
dimana seorang individu bisa menunjukkan atau
mendemonstrasikan tindakan yang membahayakan diri sendiri,
baik secara fisik, emosional, dan seksual. Hal yang sama juga
berlaku untuk resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain,
hanya saja ditunjukkan langsung kepada orang lain (Maulia &
Aktifah, 2021).

Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan


individu melakukan koping terhadap stress, tidak mampu
mengidentifikasi stimulus yang sedang dihadapi dan tidak
mampu mengontrol dorongan untuk melakukan perilaku
kekerasan. Masalah klien dengan skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan jika tidak dilakukan penanganan dengan
baik akan membawa dampak yang buruk misalnya mencederai
ataupun bisa juga menimbulkan kematian (Maulia & Aktifah,
2021).

5
Perilaku kekerasan merupakan sebuah bentuk dari
kemarahan seseorang yang melakukan tindakan bahaya
ataupun mencederai diri sendiri dan orang lain bahkan juga
dapat merusak lingkungan sekitar (Hasannah Sumayyah, 2019).
Resiko perilaku kekerasan yaitu suatu perilaku yang
mempunyai tujuan untuk melukai atau menyelakai seseorang
baik secara psikologis ataupun secara fisiknya (Untari , 2021).
Perilaku kekerasan merupakan keadaan dari seseorang yang
mana dapat melakukan tindakan yang sangat berbahaya baik
secara fisik, pada diri sendiri ataupun orang lain, dengan
keadaan marah serta membuat gaduh yang emosinya tidak
dapat di control (Eka Malfasari, 2020).
Resiko perilaku kekerasan atau RPK merupakan suatu
tindakan kemarahan seseorang yang membahayakan diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar (Aryani dan
Saryomo, 2022).

2. Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan


Menurut (Anggit, 2021) terdapat beberapa factor penyebab dari
resiko perilaku kekerasan, yaitu :
A. Faktor predisposisi
1) Psikologis, menjadi salah satu factor penyebab karena
kegagalan yang dialami dapat menimbulkan seseorang
mnejadi frustasi yang kemudian hari dapat
menimbulkan perilaku agresif atau perilaku kekerasan.
2) Perilaku, mempengaruhi salah satunya yaitu perilaku
kekerasan, kekerasan yang di dapat pada saat setiap
melakukan sesuatu, maka perilaku tersebut diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan
diadopsi dan dijadikan sebagai perilaku yang wajar.

6
3) Sosial budaya, dapat mempengaruhi karena budaya
yang agresif dan control social yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang sudah sangat wajar.
4) Bioneurologi, beberapa pendapat bahwa kerusakan pada
system limbic, lobus frontal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut mneyumbang sehingga terjadinya
perilaku kekerasan.
B. Faktor presipitasi
1) Ekspresi diri, dimana ingin menunjukkan eksistensi diri
atau symbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolahan, dan perkelahian
massal serta lain sebagainya. Ekspresi diri dari yang
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan dari kondisi
social ekonomi.
2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung dapat melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
3) Terdapat adanya riwayat perilaku anti social meliputi
penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu
mengontrol diri dan emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
4) Kematian anggota kleuarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perunahan tahap perkembangan ataupun
perunahan tahap perkembnagan dari keluarga.

3. Tanda dan gejala Resiko Perilaku Kekerasan


Terdapat beberapa tanda dan gejala perilaku kekerasan yang
dapat diidentifikasikan dan diobservasi (Pardede, 2020) :
A. Mayor

7
a. Subjektif
Pasien mengatakan bensi ataupun kesal dengan orang
lain, ingin memukul orang lain, tidak mampu
mengontrol perilaku kekerasan, mengungkapkan
keinginan untuk menyakiti diri sendiri, orang lain,
ataupun lingkungan sekitar.
b. Objektif
Mata pasien terlihat melotot pandangan sangat tajam,
tangan pasien mengepal serta rahang mengatup, pasien
merasa gelisah, dan mondar-mandir tidak jelas, ditandai
dengan tekanan darah, nadi, pernapasan yang meningkat,
pasien mudah tersinggung, nada suara meninggi dan
bicaranya kasar, serta pasien lebih dominan
pembicaraan, sarkasme, dan merusak lingkungan
sekitarnya.
2. Minor
a. Subjektif
Pasien mengatakan perasaan yang tidak senang, terbiasa
menyalahkan orang lain, mengatakan diri berkuasa,
merasa gagal dalam mencapai tujuan, mengungkapkan
keinginan yang tidak realistis dan meminta untuk
dipenuhi, suka mengejek, dan terlalu mengkritik.
b. Objektif
Pasien tampak disorientasi, wajah memerah, dan postur
tubuh kaku, pandangan yang sangat sinis terlihat
bermusuhan, dan menarik diri.
3. Intelektual
Pasien lebih ke mendominasi ke cerewet, banyak omong,
terlalu kasar, berdebat, meremehkan, dan sarkasme.

8
Tanda dan gejala pada pasien resiko perilaku kekerasan
menurut Vahurina & Rahayu, 2021) :
1. Perasaan yang tegang
2. Mengantupkan rahang dengan kuat
3. Pandangan mata sangat tajam
4. Kedua tangan mengepal
5. Berjalan bolak-balik
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi atau emosi
8. Melakukan pengancaman secara verbal atau fisik
9. Memukul atau menendang benda/orang
10. Merusak benda ataupun barang
11. Emosi tidak terkendali

4. Rentang Respon perilaku kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan
kemarahan seseorang yang diungkapkan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
penyampaian pesan dari individu. Seseorang yang sedang
mengalami marah sebenarnya ini menyampaikan pesan bahwa
orang tersebut tidak setuju, merasa tersinggung, diremehkan,
dan merasa keinginannya tidak dituruti (Makrifatul dan Amar,
2016).

respon adaptif respon


maladaptif

asertif frustasi pasif agresif perilaku kekerasan

Sumber dari : Teori dan Aplikasi Klinik 2016


Keterangan :

9
Kegagalan akan menimbulkan rasa frustasi dan dapat
menimbulkan suatu respon pasif dan dapat melarikan diri atau
respon akan melawan serta akan menentang, hingga sampai
dengan respon maladaptive yaitu agresif ataupun kekerasan
(Makrifatul dan Amar, 2016).
1. Asertif
Seseorang individu akan dapat mengungkapkan rasa
amarah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
orang lain dan ketenangan
2. Frustasi
Individu yang gagal mencapai tujuannya pada saat marah
tidak akan pernah menemukan alternatif
3. Pasif
Perilaku dari seseorang yang mana tidak mampu
mengungkapkan perasaan sebagai salah satu usaha
mempertahankan hak nya.
4. Agresif
Tampak memperlihatkan permusuhan, berperilaku keras,
menuntut, dan juga mengancam orang lain dengan berkata-
kata kasar ataupun melukai. Umumnya masih dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Perilaku kekerasan
Perilaku seseorang yang membuat gaduh, rusuh, dan
mengamuk. Perilaku kekerasan ini dapat ditandai dengan
menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi
ancaman berupa perkataan akan melukai, dan yang paling
berat yaitu melukai ataupun merusak dengan cara yang
serius, karena seseorang tersebut tidak mampu
mengendalikan dirinya sendiri atau kehilangan control.

10
5. Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan
A. Medis
Menurut Ii (2015) obat-obatan yang biasa diberikan
pada pasien dengan marah ataupun perilaku kekerasan
adalah :
1) Antianxiety dan sedative hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agatasi
yang sangat akut. Benzodiazepine seperti
contohnya Lorazepam dan clonazepam, obat ini
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik
sehingga dapat menenangkan perlawanan dari
pasien. Namun obat ini tidak direkomendasikan
dalam waktu yang terlalu lama, karena dapat
menyebabkan kebingungan dan juga
ketergantungan, dan juga dapat memperburuk
symptom depresi.
2) Buspirone obat antianxiety
Obat ini efektif dapat mengendalikan perilaku
kekerasan yang ada kaitannya dengan
kecemasan dan depresi.
3) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol
impulsive dan perilaku agresif dari klien yang
berkaitan dengan perubahan mood atau
perasaan. Amitriptyline dan trazodone, dapat
menghilangkan agresifitas yang ada
hubungannya dengan cedera kepala dan
gangguan mental organic.
B. Keperawatan
Menurut Ie (2015) perawat dapat mengimpletasikan
berbagai cara untuk mencegah dan mnegelola perilaku

11
yang agresif melalui dengan cara rentang intervensi
keperawatan.

strategi preventif strategi antisipatif strategi


pengurungan

managemen krisis
kesadaran diri komunikasi
seclusion
pendidikan klien perubahan lingkungan
restrains
latihan asertif tindakan perilaku
Psikofarmakologi

Sumber dari : Jurnal Buletin Psikologi Perilaku Kekerasan (2015)

Dari gambar diatas dapat di simpulkan bahwa :

1. Strategi preventif
a. Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan
melakukan supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan
masalah pasien.
b. Pendidikan pasien
Pendidikan pasien yang diberikan mengenai cara berkomunikasi
dan cara mengekspresikan marah yang tepat.
c. Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki, meliputi :
1) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
2) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
3) Sanggup melakukan complain
4) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
2. Stategi antisipatif

12
a. Komunikasi strategi
Berkomunikasi dengan pasien yang perilaku agresif : bersikap tenang,
berbicara yang lembut, tidak menghakimi, berbicara tenang,
menunjukkan rasa hormat, hindari intensitas kontak mata secara
langsung, demonstrasikan cara mengontrol siatuasi, faislitasi
perbicaraan klien dengan mendengarkan klien saat berbicara, jangan
terburu-buru, dan jangan membuat janji yang tidak bisa di tepati.
b. perubahan lingkungan
Ruang unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas,
seperti membaca, program yang dapat mengurangi perilaku klien yang
tidak sesuai dan serta dapat meningkatkan adaptasi social.
c. tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang akan
didapatkan apabila di langgar.
3. Stategi pengurungan
a. Managemen krisis
b. Seclusion
Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak bisa
keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien yang
lain.
c. Restrains
Restrains adalah pengekangan secara fisik dengan menggunakan alat
yang manual untuk dapat membatasi gerakan fisik pasien dengan
menggunakan manset ataupun pengekang seperti kain.

6. Mekanisme Koping Resiko Perilaku Kekerasan


Menurut Siregar (2022), perawat perlu mengidentifikasi
mekanisme koping pada pasien, sehingga pasien dapat
mengembangkan koping yang konstruktif dalam

13
mengembangkan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
sublimasi, proyeksi, displacement, represif, denial, dan juga
reaksi formasi. Perilaku yang berkaitan dengan resiko perilaku
kekerasan antara lain, sebagai berikut :
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan seperti ini respon fisiologis dapat timbul karena
adanya dukungan dari system syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epinefrin yang dapat menyebabkan tekanan darah naik
atau meningkat, wajah memerah atau marah, pupil membesar,
mual, kewaspadaan meningkat, kedua tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai dengan adanya reflek yang sangat
cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku seperti yang sering ditampilkan oleh individu dalam
mengekspresikan kemarahannya dengan perilaku yang pasif
dan agresif. Perilaku asertif merupakan sebuah cara yang
terbaik, yaitu seseorang dapat mengekspresikan rasa amarahnya
namun tanpa menyakiti baik secara fisik, ataupun psikologis,
serta dengan perilaku asertif seperti ini seseorang dapat
mengembangkan diri.
3. Memberontak
Perilaku seperti ini biasanya muncul disertai dengan kekerasan
akibat dari konflik perilaku untuk menarik perhatian dari orang
lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau mengamuk yang diungkapkan akibat
dari konflik perilaku kekerasan untuk menarik perhatian orang
lain.

14
2.1.2 Konsep Terapi Musik Klasik
1. Definisi Terapi Musik Klasik
Terapi music klasik yaitu sebuah intervensi non
farmakologis yang sangat efektif serta dapat dilakukan
dengan mudah untuk mengontrol emosi pada pasien resiko
perilaku kekerasan (Agustina, 2020).
Terapi music klasik merupakan salah satu terapi
dengan menggunakan metode music yang klasik untuk
memperbaiki fisik serta emosinya. Metode ini lebih aman
digunakan karena prosesnya tidak menimbulkan efek
samping, serta mampu menurunkan tanda dan gejala pada
pasien resiko kekerasan (Pradana dan Riyana, 2022).
Terapi music klasik adalah terapi relaksasi bagi
gangguan psikologis dengan menggunakan music yang
mempunyai tujuan untuk memberikan ketenangan,
mengendalikan emosi, dan sebagai pengembangan spiritual
(Agnecia dan Dewi, 2021). Sebagian besar dari psikolog
maupun psikiater juga menggunakan terapi music dalam
mengatasi berbagai macam gangguan psikologis maupun
kejiwaan (Agustina, dkk 2022).
Terapi music klasik merupakan suatu intervensi dari
non farmakologis yang dapat membuat rileks, senang, dan
nyaman pada pasien RPK serta dapat merubah suasana hati
atau mood (Aryani dan Saryomo, 2022).
Terapi music klasik adalah terapi non farmakologis
yang dilakukan dengan cara mendengarkan alunan music,
dan mempunyai tujuan untuk memperbaiki emosi serta
memberi efek positif (Yababa dan Hasyim, 2022).
Menurut (Hasanah dan Artika, 2021), terapi music
klasik yang digunakan untuk pasien dengan resiko perilaku
kekerasan yaitu music klasik yang mempunyai irama yang

15
lembut dan nada yang teratur, seperti contohnya music
instrumentalia dan klasik Mozart.
2. Jenis-jenis terapi music
Terapi music ini juga mempunyai dua macam jenis terapi
music diantaranya, yaitu terapi music klasik dan terapi
music instrumental. Terapi music instrumental mempunyai
beberapa manfaat diantaranya dapat membuat badan,
perasaan, pikiran serta mental menjadi lebih seimbang.
Sedangkan terapi music klasik juga bermanfaat untuk
menjadikan tubuh menjadi rileks, membuat rasa nyaman,
dapat menurunkan perasaan cemas, serta menghilangkan
rasa stress (Agnecia, 2021).
3. Pengaruh Terapi Musik klasik terhadap penurunan resiko
perilaku kekerasan
Terapi music klasik dapat memberikan efek diantaranya
yaitu, : membuat rasa nyaman, dapat menurunkan tingkat
kecemasan, menurunkan emosional, serta dapat
meningkatkan fungsi interpersonal (Apriliani dan Kusyani,
2021).
Terapi music juga terbukti dapat menurunkan tingkat
kemarahan, dapat memberikan ketenangan, dan
meningkatkan klien untuk berfikir secara positif (Sasongko
dan Hidayati, 2020).
Menurut (Yababa dan Kurniawan, 2022) terapi music
klasik dapat menurunkan beberapa tanda dan gejala dari
perilaku kekerasan, yang tujuannya untuk memperbaiki
tingkat emosional, fisik, kognitif, dan social.
Musik juga dapat memberikan efek yang positif,
diantaranya untuk mengurangi nyeri, membuat aman
nyaman dan lebih rileks dan dapat memperingan stress.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Agustina, 2022)

16
dengan judul penelitian “Penerapan Terapi Musik Klasik
Dalam Mengontrol Marah pada Pasien Resiko Perilaku
Kekerasan” dengan menggunakan desain penelitian studi
literature dan berdasarkan hari hasil penelitian, didapatkan
bahwa terapi music klasik dapat mengontrol marah pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan dan dari ketiga
jurnal hasilnya bahwa dengan terapi music klasik dapat
mengontrol rasa marah. Penelitian (Agnecia, 2021) dengan
judul penelitiannya “Penerapan Terapi Musik Klasik
Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala Pasien Resiko
Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung”. Penelitian ini dilakukan dalam dua sesi, yaitu
pada waktu pagi dan siang hari dalam waktu tiga hari dan
didapatkan hasil, terapi music klasik memberikan pengaruh
terhadap pasien RPK.
5. Manfaat Terapi Musik
A. Relaksasi
Terapi music ini dapat merelaksasikan tubuh dan pikiran
sehingga setelah mendengarkan terapi music ini perasaan
akan menjadi rileks, tubuh lebih bertenaga, dan pikiran
akan lebih fresh. Saat kondisi tubuh rileks (istirahat), maka
seluruh sel dalam tubuh akan mengalami re-produksi,
penyembuhan alami akan berlangusng.
B. Meningkatkan motivasi
Motivasi merupakan suatu hal yang hanya bisa di lahirkan
dengan perasaan atau mood yang tertentu. Apabila
mendapat motivasi maka semangat akan muncul dan semua
kegiatan akan bisa dilakukan. Dari hasil penelitian, ternyata
jenis music tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat,
dan dapat meningkatkan level energy dari seseorang.

17
C. Meningkatkan Kemampan Mengingat
Terapi music klasik ini dapat meningkatkan daya ingat dan
dapat mencegah kepikunan. Hal ini terjadi karena bagian
otak yang memproses music terletak berdekatan dengan
memori. Sehingga, ketika seseorang melatih otak dengan
terapi music, maka akan secara otomatis memorinya juga
ikut terlatih. Di pusat rehabilitasi, terapi music banyak
digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan
kegilangan ingatan.
D. Kesehatan Jiwa
Seorang ilmuwan dari Arab, Abu Nasr Al-Farabi dalam
bukunya yang berjudul “Great Book About Music”,
mengatakan bahwa music dapat membuat seseorang
menjadi tenang, sebagai pendidikan moral, mengendalikan
emosi, menyembuhkan gangguan psikologis. Pernyataan itu
tentu saja berdasarkan dengan pengalamannya dalam
menggunakan music sebagai salah satu terapi. Pada
sekarang ini terapi music banyak digunakan oleh psikolog
maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam
gangguan kejiwaan, gangguan mental ataupun psikologis.

6. SOP Terapi Musik Klasik


Tabel 2.1 SOP Terapi music klasik
Topic Penerapan terapi music klasik
pada pasien resiko perilaku
kekerasan (RPK)
Pengertian Pemanfaatan kemampuan
music dan elemn music oleh
terapis kepada pasien
Tujuan Memperbaiki kondisi fisik,

18
mengontrol emosi, dan
memperbaiki kesehatan jiwa
pasien
Waktu Ketika pasien tenang dan tidak
sedang marah, maka bisa
melakukan terapi music klasik
Pelaksanaan Dilakukan oleh peneliti serta
pasien dengan masalah
perilaku kekerasan
Prosedur penatalaksanaan a) Persiapan lingkungan
terapi music klasik atau ruangan yang
tenang dan nyaman
b) Persiapan alat dan
bahan : Handphone/tape
music , headset
c) Lagu yang digunakan :
Judul :
Volume :
d) Terapi music dilakukan
selama 10 menit
Langkah-langkah a) Duduk dengan santai
pelaksanaan terapi music b) Pejamkan mata
c) Bernapas secara teratur
dan mulai mendengarkan
music klasik yang sudah
disiapkan, selama 10
menit
d) Apabila terdapat pikiran
yang menganggu, tenang
lah dan kembali fokuskan

19
pikiran.
e) Apabila sudah selesai,
buka mata dan terakhir
buang napas secara
perlahan melalui mulut.

2.1.3 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas ditulis secara lengkap meliputi nama, usia dalam tahun,
alamat, pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis
kelamin, nomor rekam medis dan diagnosa medisnya.
b. Alasan masuk
Menanyakan kepada klien ataupun keluarga, apa yang
menyebabkan klien datang kerumah sakit, apakah dirumah pasien
susah tidur, melamun, sering marah-marah, bicara kacau, bingung,
berbicara sendiri, marah tanpa alasan, mengatakan sesuatu yang
tidak nyata atau tidak benar. Apa yang sudah dilakukan pasien dan
keluarga sebelum masuk ke rumah sakit untuk mengatasi masalah
ini, dan bagaimana hasilnya. Klien dengan masalah resiko perilaku
kekerasan biasanya mengancam, mengumpat dengan kata yang
kasar, suara keras dan bicara ketus.
Mk : Resiko Perilaku Kekerasan
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien mengalami perubahan perilaku seperti menyerang
orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan sekitar, perilaku agresif, mata melotot, pandangan
tajam, tangan mengepal, postur tubuh kaku.
Mk : Resiko perilaku kekerasan

20
d. Faktor predisposisi
Biasanya pasien yang mengalami gangguan jiwa yang mempunyai
riwayat gangguan jiwa di masa lalu, disebabkan oleh pengobatan
yang terputus atau tidak selesai. Biasanya pasien pernah ditolak
dari lingkungan, tidak dihargai di lingkungan, pernah mengalami
kekerasan, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya
trauma masa lalu, factor genetic dan silsilah orang tua, dan
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, Hal seperti ini
disebabkan oleh stigma, rasa malu, dan penyelahan dari lingkungan
social yang di alami keluarga atau pasien.
Mk : harga diri rendah
Genetik biasanya di keluarga pasien sudah ada yang mengalami
gangguan jiwa, merasa malu, stigma masyarakat yang menganggap
keluarga tersebut adalah keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Mk : isolasi sosial
e. Pemeriksaan fisik
Biasanya orang dengan skizofrenia mengalami masalah kebersihan
diri, seperti rambut yang kotor, mulut bau, gigi kuning kecoklatan.
Tubuh pasien dengan skizofrenia koor dan bau badan yang khas,
kuku pasien biasanya kotor dan panjang, warna gigi kuning dan
kecoklatan karena seringnya merokok, kaki yang kotor
dikarenakan tidak pernah memakai alas kaki.
Mk : deficit perawatan diri
f. Psikososial
1) Genogram
Genogram adalah peta atau riwayat keluarga yang
menggunakan symbol-simbol khusus untuk mnejelaskan
hubungan keluarga, peristiwa penting, dan dinamika keluarga
dalam beberapa generasi.

21
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya pasien kurang percaya diri terhadap dirinya
karena bagian dari tubuhnya ada yang berubah seperti
hilangnya jari tangan, mengakibatkan pasien malu dan
enggan untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Biasanya
dengan keadaan seperti ini pasien tidak ingin bertemu dan
berinteraksi dengan keluarga maupun orang lain yang
mengakibatkan pasien mengisolasi diri.
Mk : harga diri rendah, isolasi sosial
b) Identitas diri
Biasanya pasien mengalami disorientasi diri, seperti pasien
berjenis kelmain laki-laki tapi bertingkah seperti layaknya
perempuan, seperti itu sebaliknya.
Mk : gangguan identitas diri
c) Peran
Biasanya pasien terganggu fungsi peran, yang tadinya
sebagai kepala rumah tangga menjadi anggota keluarga
biasa dikarenakan mengalami gangguan jiwa, yang
mengakibatkan peran sebagai kepala keluarga teralihkan
oleh istri atau anaknya.
Mk : harga diri rendah
d) Ideal diri
Biasanya pasien beranggapan bahwa dirinya adalah
seseorang yang sebenarnya bukan dirinya, seperti merasa
dirinya adalah seorang pemimpin.
Mk : waham
e) Harga diri
Biasanya pasien mengisolasi diri dikarenakan lingkungan
yang tidak menerimanya, dan mendapatkan pengucilan dari
lingkungan.

22
Mk : harga diri rendah, isolasi social

g. Hubungan social
Mengkaji siapa yang berarti atau sering berinteraksi dengan pasien,
bagaimana peran serta dalam kegiatan dalam kelompok maupun
masyarakat dan ada hambatan atau tidak dan berhubungan dengan
orang lain. Pasien biasanya tampak melamun, konsentrasi buruk,
menghindari berinteraksi dengan orang lain.
h. Status mental
1) Penampilan
Biasanya pasien berpenampilan tidak rapi, terkadang
menggunakan pakaian terbalik. Biasanya kebersihan tubuh
buruk, seperti bau badan dan mulut kotor. Sikap tubuh tidak
bersemangat atau lesu, ekspresi wajah yang bermusuhan,
melotot, dan kontak mata tidak pernah focus melainkan saat
diajak biacra menunduk.
Mk : deficit perawatan diri, harga diri rendah, perilaku
kekerasan
2) Pembicaraan
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan pola bicaranya
tidak teratur, seperti saat ditanya pasien gugup dan bingung,
serta lambat merespon pertanyaan yang diberikan.
3) Aktivitas motoric
Biasanya memiliki gangguan dalam aktivitas motoric, seperti
saat diminta untuk melakukan sesuatu pasien enggan untuk
melakukannya. Saat diajak bicara pasien menunjukkan isyarat
tubuh yang tidak wajar seperti melakukan pergerakan tangan
yang tidak semestinya.
4) Afek dan emosi
Biasanya afek dari pasien menunjukkan bahwa pasien tidak
nyaman saat diajak berbicara. Pasien dalam emosi yang

23
menunjukkan beragam, seperti saat berinteraksi pasien malas
menjawab pertanyaan, terkadang pasien menunjukkan ekspresi
gembira yang berlebihan.
5) Interaksi selama wawancara
Saat wawancara biasanya pasien tidak kooperatif, serta kontak
mata tidak teratur, terkadang menunduk hingga menatap
dengan pandangan kosong.
6) Persepsi sensori
Biasanya pasien saat marah dengan seseorang ingin menyerang
dan merusak lingkungan.
Mk : perilaku kekerasan
7) Proses fikir
Respon pasien tidak sesuai dengan kenyataannya, seperti
pasien menganggap seseorang yang menghampirinya sselalu
akan menyerangnya.
8) Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien menurun atau meninggi, seperti
terkadang pasien tidak sadar dengan identitas dirinya, hingga
pasien sadra identitas dirinya da nasal nya.
9) Orientasi
Biasanya pasien mengalami disorientasi waktu, tempat, orang,
dan situasi.
10) Memori
Biasanya pasien mengalami gangguan memori, seperti
menyebutkan nama tidak sesuai dengan identitasnya.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi seseorang buruk, apabila ditanya jumlah
benda yang ditunjukkan pasien menjawab tidak sesuai dengan
pertanyaan.
12) Kemampuan penilaian
a) Daya tilik diri

24
Apakah pasien mengingkari penyakit yang di derita, apakah
pasien menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
b) Kebutuhan persiapan pulang
Biasanya pasien melakukan kebutuhan sehari-hari seperti
makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian dengan mandiri.
Namun, saat mengkonsumsi obat pasien harus di damping,
karena pasien biasanya enggan meninumnya.
c) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan hubungan dengan respon
neurobiologik.
d) Masalah psikososial dan lingkungan
Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang
bersifat psikologis atau social yang memberikan pengaruh
timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai
factor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan
kesehatan secara nyata atau sebaliknya, masalah kesehatan
jiwa yang berdampak pada lingkungan social. Biasanya
pasien memiliki perasaan curiga yang berlebihan.
13) Pengaruh kurang pengetahuan
Suatu keadaan dimana seseorang atau kelompok mengalami
defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor
berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klien mengenai
respon terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya, baik berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon dari individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2016).

25
Diagnosis keperawatan memiliki dua jenis, yaitu negative dan positif.
Diagnosis negative meruapakan kondisi sakit atau berisiko mengalami
sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarah ke pemberian
intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pencegahan,
maupun pemulihan. Diagnosis resiko perilaku kekerasan termasuk ke
dalam diagnosis negative yang tidak memiliki tanda dan gejala akan
tetapi memiliki factor risiko mengalami masalah kesehatan (PPNI,
2016).
3. Perencanaan Keperawatan
Proses keperawatan yang penuh dengan pertimbangan dan sistematis
yang mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah.
Rencana asuhan keperawatan akan disusun dan harus mempunyai
komponen yang meliputi prioritas masalah, kriteria hasil, rencana, dan
pendokumentasian (Uliyah dan Hidayat, 2021). Intervensi keperawatan
adalah segala hal dari tindakan keperawatan yang dikerjakan oleh
perawat yang di dasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran yang diharapkan (PPNI, 2018)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah semua kegiatan perawat yang
dilakukan untuk kesembuhan pasien dan membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai dari setelah rencana tindakan dibuat dan
ditunjukkan untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan
(Siregar, 2020).
5. Evaluasi keperawatan
Proses asuhan keperawatan yang terakhir adalah evaluasi. Evaluasi
keperawatan merupakan proses berkelanjutan untuk menilai hasil dari
implementasi yang sudah diberikan kepada pasien (Simanulang, 2020).
Evaluasi keperawatan dapat dilakukan dengan pedoman SOAP,
meliputi subjektif (S) suatu respon dari pasien terhadap implemnetasi

26
yang telah diberikan, objektif (O) data dari hasil observasi yang
dilakukan oleh perawat, analisa ulang (A) kumpulan data subjektif dan
objektif yang menggambarkan masalah teratasi atau belum, dan
perencanaan (P) tindakan selanjutnya yang akan dilaksanakan
berdasarkan analisis sebelumnya (PPNI, 2018).
2.2 Kerangka Teori
Effect : Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, maupun Lingkungan

Core Problem : Resiko Perilaku Kekerasan

Causa : Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Sindrome Pasca Trauma

Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan


2.3 Kerangka Konsep

Tanda dan gejala RPK Kemampuan mengontrol emosi


Sebelum diberi terapi music sesudah diberikan terapi music
klasik : klasik
- Mata Tanda dan gejala :
melotot/pandangan - Mampu mengenal dan
tajam Terapi Musik Klasik mengontrol RPK
- Kedua tangan mengepal - Tampak lebih tenang,
- Bicara kasar/nada suara tidak mudah marah
keras Kemampuan :
- Postur tubuh kaku - Mampu membina
- Mudah marah
hubungan saling percaya
Kemampuan :
- Belum mampu - Mampu mengenal masalah
mengontrol emosinya RPK
- Belum mampu - Mampu melakukan latihan
mengenal masalah RPK fisik tarik napas dalam dan
pukul bantal atau kasur

27
BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus


Studi kasus ini untuk mengeksplorasikan masalah mengenai efektifitas
terapi music klasik pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan untuk
mengontrol emosi.
3.2 Subjek Studi Kasus
Subjek yang digunakan adalah pasien pada responden resiko perilaku
kekerasan yang berjumlah 2 orang dengan kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai berikut :
3.2.1 Kriteria Inklusi
6. Pasien dengan diagnosis resiko perilaku kekerasan
7. Pasien bersedia menjadi responden
8. Pasien dengan pemberian terapi medis dan juga
dilakukan pemberian terapi music klasik
3.2.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Pasien yang tidak berbahasa Indonesia
3. Pasien yang sedang kambuh atau emosi
4. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
3.3 Fokus Studi Kasus
Fokus studi dalam studi kasus ini adalah terapi music klasik pada pasien
resiko perilaku kekerasan untuk mengontrol emosi.
3.4 Definisi Operasional
3.4.1 Terapi music klasik
Terapi music klasik merupakan salah satu bentuk dari beberapa
jenis relaksasi yang mempunyai tujuan untuk mengurangi agresif
atau mengontrol marah dan emosi. Diberikan 2 kali sehari pada
waktu pagi dan sore selama 3 hari dengan volume music klasik
50hz.

28
3.4.2 Pasien dengan perilaku kekerasan
Pasien dengan perilaku kekerasan merupakan pasien dengan tandan
dan gejala seperti kasar, emosi, mata melotot, dan merasa dirinya
yang berkuasa, yang berada di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino
Gondhohutomo khusunya di ruangan Srikandi.
3.5 Tempat dan Waktu pengambilan studi kasus
Pengambilan studi kasus ini telah dilaksanakan di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah tepatnya diruang Srikandi, pada
bulan Maret 2023.
3.6 Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada saat pengumpulan data, yaitu :
3.6.1 Data primer, yaitu sebuah data yang diperoleh dari sumber
aslinya ataupun pertama dengan melalui :
1. Wawancara
Wawancara yaitu suatu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan
ataupun informasi melalui lisan dari seseorang sasaran peneliti
ataupun responden, atau juga bisa dengan bercakap-cakap
berhadapan langdung dengan orang tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Pada studi kasus ini wawancara dilakukan pada klien, keluarga,
dokter ataupun petugas kesehatan lainnya. Pada saat pengkajian,
wawancara yang dilakukan untuk mneggali informasi pasien
mengenai identitas pasien, alasan masuk, keluhan yang dialami
saat ini, riwayat penyakit sebelumnya, dan aktivitas dalam sehari-
harinya.
2. Observasi
Metode observasi merupakan suatu teknik dalam pengumpulan
data yang berencana, yaitu meliputi : melihat dan mencatat jumlah
dari aktivitas tertentu yang ada kaitannya dengan masalah yang
sakan diteliti. Di dalam observasi direncanakan setiap hari dan
pada waktu telah ditentukan, sejak klien dating. Sedangkan yang

29
diobservasikan yaitu tanda-tanda dari vital sign dan dari perilaku
klien secara rasional untuk mengetahui status dari kesehatan klien.
3. Studi Dokumentasi
Metode studi dokumentasi merupakan setiap bahan yang sudah
ditulis untuk dipersiapkan,, karena adanya permintaan dari seorang
penyidik (Nursalam, 2013). Di dalam kasus ini studi dokumentasi
akan dilakukan dengan mengumpulkan data yang diambil dari
catatan rekam medic dari klien.
3.7 Penyajian Data
Teknik di dalam penyajian data merupakan suatu cara yang digunakan
untuk menyajikan data yang sudah terkumpul agar lebih mudah di pahami
dan di mengerti oleh para pembaca. Di dalam penelitian studi ini, peneliti
menggunakan data dalam bentuk narasi atau tekstular. Penyajian data
secara narasi atau tekstular adalah penyajiam data dari hasil penelitian
dalam bentuk uraian kalimat atau tulisan (Notoadmodjo, 2010). Dari hasil
data yang sudah diperoleh, sehingga dapat disimpulkan secara umum dan
disajikan dalam bentuk dekskriptif naratif.
Penyajian data merupakan cara bagaimana untuk menyajikan data sebaik-
baiknya agar mudah dipahami pembaca. Penyajian data hasil penelitian
harus dapat disajikan dalam tiga cara, yaitu penyajian verbal, visual, serta
matematis. Penyajian verbal merupakan cara untuk mengkomunikasikan
hasil dari penelitian dalam bentuk uraian kalimat yang mudah dipahami
oleh para pembaca. Penyajian dalam bentuk visual merupakan penyajian
dari hasil penelitian dengan menggunakan grafik. Penyajian secara visual
merupakan kombinasi dari perlengkapan sajian matematis ataupun sajian
verbal (Hidayat, 2014).

30
3.8 Etika Studi Kasus
Dalam menyelesaikan studi kasus peneliti menerapkan etika
penelitian dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
3.8.1 Prinsip menghargai hak asasi manusia
Respect Human Dignity atau prinsip menghargai hak asasi manusia
adalah hak untuk menjadi responden berarti hak untuk
mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan dan
pemberian informed consent. Sebelum dilakukan penelitian,
responden akan mendapatkan penjelasan secara lengkap melalui
informed consent yang telah diberikan. Penjelasan yang akan
diberikan berupa prosedur, tujuan dari penelitian, dan
keuntungannya yang akan di dapatkan.
3.8.2 Prinsip manfaat
Prinsip ini berarti bahwa responden akan bebas dari penderitaan,
eksplorasi, serta akan memperlihatkan resiko yang akan terjadi,
serta keuntungan yang akan di dapatkan oleh klien. Partisipasi
responden dalam mengikuti penelitian serta informasi yang telah
diberikan, tidak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak
menguntungkan responden dalam bentuk apapun. Tindakan yang
diberikan merupakan tindakan keperawatan alternative yang tidak
memiliki risiko cidera ataupun dapat merugikan.

31
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus


Studi kasus ini dilakukan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Rumah
Sakit ini berada di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Penulis
mengambil penelitian di Rumah Sakit ini dengan ruangan rawat inap
yaitu ruang Srikandi. Ruang Srikandi ini merupakan ruangan khusus
laki-laki dengan kapasitas lebih dari 30 pasien.
Peneliti di ruangan ini mengambil 2 pasien dengan diagnosis yang
sama yaitu resiko perilaku kekerasan, sehingga peneliti memberikan
terapi music klasik untuk mengontrol atau menurunkan emosi pada
pasien.
4.2 Gambaran Lokasi Pengambilan Data
Lokasi pengambilan data dilakukan di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Dalam studi
kasus ini menggunakan Ruang Srikandi yaitu ruang perawatan bagi
laki-laki, pada ruangan ini terdapat kapasitas total keselurahan
sebanyak 30 lebih tempat tidur
4.3 Pemaparan Fokus Studi
Berdasarkan dengan hasil observasi serta wawancara yang
dilakukan mulai tanggal 27 Februari 2023 hingga 18 Maret 2023 di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo yaitu di ruang Srikandi, terdapat 2
pasien yang dijadikan sebagai subyek penerima asuhan keperawatan,
yaitu Tn. A (Pasien 1) dan Tn K (Pasien 2). Gambaran kasus adalah
sebagai berikut :
1) Pengkajian
A. Identitas Pasien
Pasien 1
Tn. A berusia 44 tahun, beragama Islam, pendidikan SMP, dan
pekerjaan sebelumnya adalah sebagai operator, status

32
perkawinan sudah cerai, alamat Sembungharjo Genuk. Pasien
masuk pada tanggal 8 Maret 2023 dengan diagnosa paranoid
Skizofrenia dan diantar oleh adiknya dengan alasan sering
marah-marah, mengamuk, dan mengatakan akan membunuh
adik iparnya karena tersinggung dengan perkataannya karena
pasien sering menganggur dan tidak pernah bekerja. Tn. A
sebelumnya sudah beberapa kali masuk RSJD Dr. Amino
Gondohutomo dengan kasus yang sama yaitu perilaku
kekerasan. Pasien adalah anak keempat dari delapan
bersaudara, pasien tinggal sendiri dan diketahui kakak pasien
yang ketiga juga memiliki gangguan kejiwaan. Dari
pernikahannya pasien memiliki 1 orang anak, namun tidak
mengalami gangguan kejiwaan.

B. Alasan masuk
Pasien dibawa ke IGD RSJD Dr. Amino Gondohutomo
karena marah-marah, berkata kasar dan telah melukai
adik iparnya dengan menggunakan pisau dapur, namun
setelah kejadian tersebut pasien langsung menyerahkan
diri ke kantor polisi. Pasien mengatakan bahwa harus
membunuh adik iparnya, pasien merasa sakit hati
karena sudah lama menganggur dan tidak bekerja
Keluhan utama : Pada saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 09 Maret 2023 pasien mengatakan sering tidak
bisa mengontrol emosinya dan mudah membanting
barang yang ada di dekatnya, alasan dari kemarahannya
adalah pasien merasa tersinggung dengan pembicaraan
dengan orang lain saat sedang mengobrol.

33
C. Faktor persepsi
1) Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Pasien sudah pernah rawat inap di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo sebanyak 3 kali terakhir pada tahun
2022.
2) Penganiayaan
Pasien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik
maupun seksual dan juga tidak mengalami
penolakan dalam keluarga.
3) Adakah anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa
Menurut informan atau penanggung jawab dari
pasien Tn. A terdapat kakak kandung pasien yang
nomor tiga juga mengalami gangguan kejiwaan
4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien pernah mengalami pengalaman atau masa
lalu yang tidak menyenangkan, pasien pernah di
selingkuhi oleh istrinya dan setelah itu pasien di
ceraikan oleh istrinya serta anak satu-satunya pasien
dibawa oleh mantan istrinya.
D. Fisik
1) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36ºC
2) Pengukuran antropometri
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 65 Kg
IMT : 23 Kg/cm²
BBI : 58,5 Kg
3) Keluhan fisik

34
Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik
E. Psikososial
1) Genogram

Pasien merupakan anak ke empat dari delapan


bersaudara, kakak kandung pasien yang nomor tiga
mempunyai gangguan kejiwaan dan pasien memiliki
satu orang anak dengan mantan istrinya.

2) Konsep diri
a. Gambaran diri
Tn. A mengatakan menyukai seluruh anggota
tubuhnya, pasien sangat bersyukur karena tidak
adanya kelainan mengenai bentuk tubuhnya.
Pasien mengatakan dirinya bersyukur masih bisa
melakukan kegiatan bersih diri.
b. Identitas diri
Pasien mengatakan senang karena dirinya
sebagai seorang laki-laki serta sekarang
menyandang status duda satu anak, pasien
mampu menyebutkan namanya, usia, serta
tanggal lahirnya, dan pendidikan terakhirnya.

35
c. Peran diri
Pasien mengatakan seorang suami yang
ditinggal oleh istrinya namun senang perannya
sebagai seorang ayah.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan
bertemu dengan anak kandungnya dan pasien
mengatakan akan mencari pekerjaan yang mau
menerima dirinya.
e. Harga diri
Pasien mengatakan kurang percaya diri dan
malu karena statusnya menjadi seorang duda
yang telah di ceraikan oleh istrinya.
3) Hubungan social
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang yang berarti dalam
hidupnya yaitu mantan istrinya dan anak
kandungnya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau
masyarakat
Pasien mengatakan tidak pernah berperan aktif
dalam kegiatan kelompok ataupun kegiatan
bermasyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan mau bertemu dan
mengobrol dengan pasien lainnya.

4) Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama
Islam

36
b. Kegiatan beribadah
Pasien mengatakan bahwa dirinya jarang
melakukan sholat lima waktu namun terkadang
pasien sholat saat ada orang lain yang
menyuruhnya.
F. Status mental
a. Penampilan
Penampilan pasien sesuai dengan usianya,
pasien menggunakan seragam dari RSJD Dr.
Amino Gondohutomo terlihat kurang rapi
karena rambutnya yang panjang dan bajunya
yang terbalik.
b. Pembicaraan
Pada saat dikaji mengenai permasalahannya sata
dibawa ke rumah sakit, pasien dapat
menjelaskan penyebabnya yaitu waktu itu pasien
tidak mampu mengontrol emosinya, pasien
marah-marah. Saat diajak berbicara dan
mengobrol pasien sudah kooperatif dan mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan.
c. Aktivitas motoric
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, makan, minum, merapikan alat
makan dan tempat tidurnya tanpa ada hambatan
dan gangguan.
d. Alam perasaan
Pasien terlihat gelisah mondar-mandir dan
mengatakan ingin segera pulang.
e. Afek
Afek pasien labil terkadang berekspresi namun
juga kadang diam tampak murung.

37
f. Interaksi selama wawancara
Pasien sudah mampu menjawab pertanyaan
yang telah diberikan dan masih ingat dengan
jawabannya. Pasien juga terlihat sangat focus.
g. Persepsi
Pada saat dikaji pasien tampak tenang.
h. Isi pikir
Pasien mengalami gangguan pikirnya karena
merasa sedih dirinya tidak bisa membahagiakan
anak dan mantan istrinya.
i. Proses pikir
Pasien tampak terlihat gelisah.
j. Tingkat kesadaran
Pasien tidak mampu berorientasi terhadap waktu
(hari) pasien merasa bingung dan lupa, namun
pasien tahu kalau sekarang berada di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo.
k. Memori
Ingatan pasien kurang baik
l. Tingkat konsentrasi
Pasien dapat berkonsentrasi dengan baik
sehingga paham mengenai perhitungan,
pengurangan, serta penambahan dengan baik
dan benar.
m. Kemampuan penilaian
Pasien mampu membedakan sebelum dan
sesudah mandi, pasien mampu menilai mana
tempat tidur yang rapi ataukah yang berantakan.
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami
gangguan pada kejiwaannya.

38
G. Kebutuhan pasien pulang
a. Makan
Pasien mampu makan dan minum secara
mandiri
b. BAB dan BAK
Pasien mampu BAB dan BAK mandiri tanpa
bantuan
c. Mandi
Pasien mampu mandi secara mandiri
d. Istirahat dan tidur
Sejak di rawat di RSJ pasien mengatakan tidur
siang selama 2-3 jam dan tidur malam kira-kira
jam 21.00 WIB dan pasien bangun jam 06.00
WIB.
e. Berpakaian
Pasien mampu berpakaian secara mandiri namun
terkadang kurang rapi.
f. Penggunaan obat
Pasien memerlukan bantuan minimal waktu
akan meminum obat, pasien mampu minum obat
secara mandiri namun harus dengan pengawasan
perawat.
g. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mampu memelihara kesehatannya dan
pola makannya, pasien juga setiap pagi aktif
mengikuti senam pagi bersama dengan pasien
lainnya.
h. Kegiatan di dalam rumah
Pasien mampu melakukan kegiatan saat berada
dirumah, seperti membersihkan tempat tidur,

39
berberes rumah, serta kegiatan yang positif
lainnya.
i. Kegiatan di luar rumah
Pasien mengatakan tidak pernah mengikuti
kegiatan yang ada di lingkungan sekitarnya.
H. Mekanisme koping
1) Adaptif
Pasien mengatakan apabila ada masalah, pasien
memberanikan diri untuk mengobrol dengan sesame
pasien lainnya dan tidak lupa pasien berdoa dengan
keyakinannya.
2) Maladaptif
Pasien jika memikirkan suatu masalah yang sedang
menganggu pikirannya pasien cenderung
mengambil keputusan dengan merugikan dirinya
sendiri dan orang lain, saat pasien merasa
tersinggung dengan perkataan dari adik iparnya
pasien langsung emosi dan melukai adik iparnya
dengan menggunakan pisau.
I. Masalah psikososial
Pasien mengatakan bahwa dirinya diterima baik di
keluarga dan lingkungannya.
J. Pengetahuan
Pasien mengatakan mengetahui gangguan jiwa yang
sedang dialami oleh dirinya sekarang.
K. Aspek medic
Diagnosa Medik : paranoid schizophrenia
Terapi medic : Risperidone 2x2 mg
Clozapine 2x2 mg
Depakote 2x250 mg

40
2) Analisa Data
Nama : Tn. A Ruangan : SRIKANDI
Tabel 4.1 Analisa Data
Hari/tang Data Masalah TTD
gal
Kamis/ 9 DS : Resiko Perilaku
Maret - pasien Kekerasan
2023 mengatakan
bahwa dirinya
merasa
tersinggung
saat berbicara
dengan orang
lain.
- pasien
mengatakan
jika lawan
bicara bernada
tinggi dia
mudah tersulut
emosinya
DO :
- mata terlihat
melotot dan
kedua tangan
mengepal
- nada bicara
tinggi

41
Jumat/ 10 DS : Ketidakberdayaan
Maret - Pasien
2023 mengatakan
sakit hati
dengan istrinya
karena istrinya
telah
meninggalkan
dan telah
berselingkuh di
belakangnya
- Pasien
mengatakan
telah gagal
menjadi
seorang ayah
yang baik
karena tidak
bisa
mempertahanka
n status
pernikahannya
dengan istrinya
- Pasien
mengatakan
sudah
merelakan dan
mengikhlaskan
istrinya
DO : Terlihat tertekan

42
3) Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan diagnosis keperawatan pada Tn. A, data yang
memperkuat penulis untuk mengangkat diagnosa resiko
perilaku kekerasan yaitu dengan didapatkan data obyektif,
subyektif, dan alasan masuk rumah sakit jiwa seperti pasien
marah-marah karena tersinggung dengan perkataan adik
iparnya dan pasien hampir membunuhnya.

4) Rencana Keperawatan

Berdasarkan dengan diagnosis keperawatan yang telah


ditemukan pada pasien Tn. A focus dengan masalah yang
utama, yaitu resiko perilaku kekerasan yang telah mengacu
pada strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK). Pada
SP 1 yaitu pada hari Kamis 9 Maret 2023 membina hubungan
saling percaya dengan pasien (memberikan salam atau panggil
namnya, jelaskan maksut dan tujuan hubungan interaksi,
jelaskan mengenai kontrak yang akan dibuat, serta lakukan
kontrak dengan singkat namun sering), mengidentifikasi tanda
perilaku kekerasan, penyebab dari perilaku kekerasan,
menyebutkan jenis dari perilaku kekerasan, serta dapat
menyebutkan dari dampak atau akibat dari perilaku kekerasan
dan pada SP 1 ini latih cara mengontrol marah dengan cara
fisik yaitu dengan relaksasi tarik napas dalam, anjurkan pasien
untuk mencatat kegiatan yang positif dalam buku harian,
berikan pujian attas keberhasilan dari pasien dan evaluasi
perasaan pasien sebelum maupun sesudah melakukan kegiatan
tersebut.
Pada SP 2 lakukan evaluasi pada kegiatan sebelumnya, antara
lain pasien mampu atau tidak dalam menyebutkan tanda dan
gejala dari resiko perilaku kekerasan, pasien dapat

43
menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan, dan pasien
mampu untuk mempraktekkan cara fisik yaitu bagaimana
relaksasi tarik napas dalam. Selanjutnya ajarkan latihan fisik
yang ke dua yaitu pukul bantal ataupun kasur, mengungkapkan
perasaan bagaimana cara meminta dan menolak dengan baik
dan benar. Pasien mengevaluasi pelaksanaan latihan serta cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan. Anjurkan
pasien untuk mencatat kagiatan harian dan berikan pujian atau
penghargaan atas keberhasilan pasien, serta evaluasi perasaan
pasien sebelum maupun sesudah kegiatan berlangsung.
SP 3 yaitu latih pasien dengan cara fisik ke tiga, bercakap-
cakap secara verbal, namun sebelum itu lakukan evaluasi
terlebih dahulu mengenai SP 1 dan SP 2 , Pasien mampu
menyebutkan penyebab dari resiko perilaku kekerasan, pasien
mampu menyebutkan tanda dan gejala apa saja dari resiko
perilaku kekerasan, serta akibat dari perilaku kekerasan, dan
pasien mampu mempraktekkan cara fisik seperti relaksasi tarik
napas dalam dan pukul bantal atau kasur. Selanjutnya latihan
fisik yang ketiga yaitu bercakap secara verbal, meminta,
menolak dan dapat mengungkapkan perasaan secara baik.
Pasien mengevaluasi pelaksanaan selama latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan atau
diajarkan, dan berikan pujian atau penghargaan, serta evaluasi
perasaan pasien sebelum dan sesudah kegiatan yang telah
dilakukan tersebut.
Pada SP 4, lakukan evaluasi kegiatan sebelumnya, pasien
mampu mampu menyebutkan penyebab dari kemarahannya,
pasien dapat menyebutkan tanda dan gejala dari resiko perilaku
kekerasan, pasien mampu menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan, serta pasien mampu melakukan latihan fisik 3

44
(bercakap-cakap secara verbal, meminta, menolak, dan
mengungkapkan perasaan dengan baik).
Selanjutnya pada SP ini, latih pasien dengan cara fisik 4 yaitu
kegiatan spiritual sesuai agama yang dianut (ibadah sholat dan
berdoa), pasien dapat mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan, anjurkan
pasien mencatat kegiatan harian, dan berikan pujian atas
keberhasilan pasien serta evaluasi perasaan pasien sebelum
maupun sesudah kegiatan berlangsung.
Sebelum melakukan SP 5, lakukan evaluasi kegiatan
sebelumnya terlebih dahulu dan latihan fisik yang telah
dilakukan sebelumnya. Patuh minum obat dengan prinsip lima
benar (benar nama, obat, dosis, waktu, dan cara minum). Pasien
dapat mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan
perilaku kekerasan yang telah dilakukan. Anjurkan pasien
untuk mencatat hasil kegiatan harian, dan berikan pujian
maupun perhargaan atas keberhasilan pasien dan evaluasi
perasaan pasien sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
tersebut.
5) Pelaksanaan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi
seringkali jauh lebih berbeda dengan rencana tertulis. Hasil dari
penelitian Tn. A dengan resiko perilaku kekerasan terdapat
beberapa tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan,
diantaranya : Pada Hari Kamis 9 Maret 2023 dilakukan
tindakan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya,
“Selamat pagi mbak, nama saya A”. “Baik Pak A.
“Saya mudah marah dan mudah tersulut emosinya, perasaan
saya saat ini jauh lebih lebih baik”.

45
“Saya kan udah enggak kerja to mbak, saya makan minta adik
saya setiap hari, nah suaminya adik saya itu bilang, enak ya
nganggur tapi makannya lancar. Saya langsung emosi mbak,
adik ipar saya enggak sekali duakali bilang kayak gitu.”
“Saya rasanya ingin memukul orang itu mbak”.
“Saya marah-marah mbak, membanting barang, memukul
mau membunuh adik ipar saya”.
Mengajarkan SP 1 setelah membina hubungan saling percaya,
lalu mengajarkan terapi relaksasi napas dalam
Setelah melakukan tarik napas dalam pasien mengatakan
“Saya rasanya lebih lega mbak, lebih enakan.”
Hari kedua mengajarkan latihan fisik yaitu memukul bantal
atau kasur (SP 2)
“Saya bisa memukul bantal seperti saya sedang memukul
orang lain kan mbak dengan posisi tangan saya mengepal”
Selanjutnya SP 3 yaitu meminta dengan baik, menolak dengan
baik, dan mengungkapkan perasaan dengan cara baik.
“Sampai saat ini saya merasa lebih tenang dan marah saya
sudah tidak muncul lagi mbak”
Selanjutnya SP 4 yaitu mengontrol emosi atau marah dengan
melaksanakan sholat 5 waktu.
“Saya terkadang melaksanakan sholat 5 waktu mbak, saya
ingin segera pulang mbak karena perasaan marah saya sudah
tidak muncul lagi”
SP ke 5 yaitu minum obat secara teratur
“Saya selalu minum obat yang diberikan oleh perawat dan ada
3 macam obat yang saya minum, tapi setelah minum obat rasa
rasanya ngantuk mbak”
6) Evaluasi Keperawatan
Pada prinsipnya evaluasi yang ada pada tinjauan pustaka
maupun tinjauan kasus tidak mengalami perbedaan yang

46
berarti, karena disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan pada perencanaan. Evaluasi pada tinjauan
pustaka berdasarkan dengan observasi perubahan tingkah laku
dan respon dari pasien, sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi
dilakukan setiap hari selama dalam masa perawatan di rumah
sakit. Evaluasi tersebut menggunakan SOAP sehingga
terpantau respon dari pasien terhadap intervensi keperawatan
yang telah dilakukan.
Pada saat evaluasi, penulis melaksanakan SP 1 pada tanggal 9
Maret 2023 dan pasien mampu mencapai SP 1 yaitu : membina
hubungan saling percaya, menyebutkan penyebab dari perilaku
kekerasan, mengetahui tanda dan gejala dari resiko perilaku
kekerasan, serta mempraktikkan latihan fisik seperti tarik napas
dalam, S : pasien dapat menyebutkan namanya dengan benar
dan pasien mengatakan masih sering marah, O : pasien
antusias, A : SP1 teratasi, P : Lanjutkan SP 2.
Pada hari berikutnya, yaitu tanggal 10 Maret 2023 pasien
ammpu mencapai SP 2 yaitu : memukul bantal atau kasur, pada
saat diberikan SP 2 pasien mampu melakukan pukul kasur atau
bantal dengan benar. S : pasien mengatakan sudah bisa
melakukan tarik napas dalam, O : pasien mampu mengikuti an
mempraktekkan pukul bantal dan kasur, A : SP 2 teratasi, P :
Lanjutkan SP 3.
Pada saat memasuki SP 3 yaitu pada tanggal 11 Maret 2023,
pasien mampu melakukan latihan mengungkapkan perasaan,
menolak, dan meminta dengan cara yang baik. Pasien mengerti
dan bisa mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam
latihan sebelumnya. S : pasien mengatakan perasaanya lebih
lega dan tenang, O : pasien antusias dan kooperatif, A : SP 3
teratasi, P : lanjutkan SP 4 dan SP 5.

47
A. Identitas Pasien

Pasien 2
Tn. K berusia 29 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SD,
pekerjaan sebelumnya adalah sebagai karyawan warteg namun
satu tahunan ini pasien tidak bekerja, pasien belum menikah,
alamat Brebes. Pasien masuk pada tanggal 12 Maret 2023,
diantarkan oleh keluarganya dengan alasan sering mengamuk,
membanting barang, mengancam orang sekitar dan meresahkan
warga. Pasien sudah pernah masuk RSJ dengan diagnosa yang
sama yaitu skizofrenia. Pasien merupakan anak pertama dari
empat bersaudara, orang tua pasien masih hidup dan pasien
tinggal dengan ketiga adik serta orang tuanya.

B. Alasan masuk
Pasien dibawa ke IGD RSJD Dr. Amino Gondohutomo karena
marah-marah, berkata kasar dan sering mengamuk,
membanting barang, mengancam orang sekitar dan meresahkan
warga, pasien sering mondar-mandir tidak jelas.
Keluhan utama : Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal
09 Maret 2023 pasien mengatakan sering tidak bisa mengontrol
emosinya dan mudah membanting barang yang ada di
dekatnya, membuat onar di lingkungan sekitar alasan dari
kemarahannya adalah pasien merasa gagal tidak jadi
bertunangan dengan kekasihnya .
C. Faktor persepsi
1) Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Pasien sudah pernah rawat inap di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo sebanyak 1 kali terakhir pada tahun 2022.
2) Penganiayaan

48
Pasien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik maupun
seksual dan juga tidak mengalami penolakan dalam keluarga.
3) Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Menurut informan atau penanggung jawab dari pasien Tn. K
tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
kejiawaan.
4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien pernah mengalami pengalaman atau masa lalu yang
tidak menyenangkan, pasien mengatakan sudah mau tunangan
dengan kekasihnya, namun tiba-tiba sebelum hari bahagianya
tersebut kekasihnya menikah dengan temannya sendiri
D. Fisik
1) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36,3ºC
2) Pengukuran antropometri
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 50 Kg
3) Keluhan fisik
Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik
E. Psikososial
1) Genogram

49
Keterangan :

perempuan pasien

laki-laki

Pasien merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasien


tinggal bersama dengan ketiga adiknya dan kedua orang tuanya
.
2) Konsep diri
a. Gambaran diri
Tn. K mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya, pasien
sangat bersyukur karena tidak adanya kelainan mengenai
bentuk tubuhnya. Pasien mengatakan dirinya bersyukur masih
bisa melakukan kegiatan bersih diri.

b. Identitas diri
Pasien mengatakan senang karena dirinya sebagai seorang laki-
laki serta pasien mampu menyebutkan namanya, usia, serta
tanggal lahirnya, dan pendidikan terakhirnya.
c. Peran diri
Pasien mengatakan seorang laki-laki yang ditinggal oleh
kekasihnya
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan bertemu dengan
keluarnya dirumah dan pasien mengatakan akan mencari
pekerjaan yang mau menerima dirinya.
e. Harga diri

50
Pasien mengatakan kurang percaya diri dan malu karena tidak
jadi tunangan dengan kekasihnya, sehingga pasien malu dengan
tetangganya yang mengetahui berita tersebut.
3) Hubungan social
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya yaitu
kedua orang tuanya dan ketiga adiknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Pasien mengatakan berperan aktif dalam kegiatan kelompok
ataupun kegiatan bermasyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan mau bertemu dan mengobrol dengan pasien
lainnya.
4) Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama Islam
b. Kegiatan beribadah
Pasien mengatakan bahwa dirinya jarang melakukan sholat
lima waktu namun terkadang pasien sholat saat ada orang lain
yang menyuruhnya.
F. Status mental
a. Penampilan
Penampilan pasien sesuai dengan usianya, pasien menggunakan
seragam dari RSJD Dr. Amino Gondohutomo terlihat kurang
rapi karena rambutnya yang panjang dan bajunya yang terbalik.
Pasien tampak berbau tidak sedap.
b. Pembicaraan
Pada saat dikaji mengenai permasalahannya sata dibawa ke
rumah sakit, pasien dapat menjelaskan penyebabnya yaitu
waktu itu pasien tidak mampu mengontrol emosinya, pasien
marah-marah. Saat diajak berbicara dan mengobrol pasien

51
sudah kooperatif dan mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan.
c. Aktivitas motoric
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
makan, minum, merapikan alat makan dan tempat tidurnya
tanpa ada hambatan dan gangguan.
d. Alam perasaan
Pasien terlihat gelisah mondar-mandir dan mengatakan ingin
segera pulang.
e. Afek
Afek pasien labil terkadang berekspresi namun juga kadang
diam tampak murung.
f. Interaksi selama wawancara
Pasien sudah mampu menjawab pertanyaan yang telah
diberikan dan masih ingat dengan jawabannya. Pasien juga
terlihat sangat focus.
g. Persepsi
Pada saat dikaji pasien tampak tenang.
h. Isi pikir
Pasien mengalami gangguan pikirnya karena merasa sedih
karena merasa dirinya tidak jadi tunangan dengan kekasihnya.
i. Proses pikir
Pasien tampak terlihat gelisah dan sedih.
j. Tingkat kesadaran
Pasien tidak mampu berorientasi terhadap waktu (hari) pasien
merasa bingung dan lupa, namun pasien tahu kalau sekarang
berada di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.
k. Memori
Ingatan pasien kurang baik
l. Tingkat konsentrasi

52
Pasien dapat berkonsentrasi dengan baik sehingga paham
mengenai perhitungan, pengurangan, serta penambahan dengan
baik dan benar.
m. Kemampuan penilaian
Pasien mampu membedakan sebelum dan sesudah mandi,
pasien mampu menilai mana tempat tidur yang rapi ataukah
yang berantakan.
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami gangguan pada
kejiwaannya.
G. Kebutuhan pasien pulang
a. Makan
Pasien mampu makan dan minum secara mandiri
b. BAB dan BAK
Pasien mampu BAB dan BAK mandiri tanpa bantuan
c. Mandi
Pasien mampu mandi secara mandiri
d. Istirahat dan tidur
Sejak di rawat di RSJ pasien mengatakan tidur siang selama 2-
3 jam dan tidur malam kira-kira jam 21.00 WIB dan pasien
bangun jam 06.00 WIB.
e. Berpakaian
Pasien mampu berpakaian secara mandiri namun terkadang
kurang rapi.
f. Penggunaan obat
Pasien memerlukan bantuan minimal waktu akan meminum
obat, pasien mampu minum obat secara mandiri namun harus
dengan pengawasan perawat.

53
g. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mampu memelihara kesehatannya dan pola makannya,
pasien juga setiap pagi aktif mengikuti senam pagi bersama
dengan pasien lainnya.
h. Kegiatan di dalam rumah
Pasien mampu melakukan kegiatan saat berada dirumah,
seperti membersihkan tempat tidur, berberes rumah, serta
kegiatan yang positif lainnya dan dapat bekerja sehingga
meringankan beban orang tuanya
i. Kegiatan di luar rumah
Pasien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada
di lingkungan sekitarnya.
H. Mekanisme koping
1) Adaptif
Pasien mengatakan apabila ada masalah, pasien memberanikan
diri untuk mengobrol dengan sesame pasien lainnya dan tidak
lupa pasien berdoa dengan keyakinannya.
2) Maladaptif
Pasien jika memikirkan suatu masalah yang sedang menganggu
pikirannya pasien cenderung mengambil keputusan dengan
merugikan dirinya sendiri dan orang lain, saat pasien merasa
tersinggung dengan perkataan dari adik iparnya pasien
langsung emosi dan melukai adik iparnya dengan
menggunakan pisau.
I. Masalah psikososial
Pasien mengatakan bahwa dirinya diterima baik di keluarga
dan lingkungannya.
J. Pengetahuan
Pasien mengatakan mengetahui gangguan jiwa yang sedang
dialami oleh dirinya sekarang.

54
K. Aspek medic
Diagnosa Medik : paranoid schizophrenia
Terapi medic : Risperidone 2x2 mg
Clozapine 2x2 mg
Depakote 2x250 mg

7) Analisa Data
Nama : Tn. K Ruangan : SRIKANDI
Tabel 4.2 Analisa Data
Hari/tanggal Data Masalah TTD
Senin/13 DS : Resiko Perilaku
Maret 2023 - pasien Kekerasan
mengatakan
bahwa dirinya
merasa
tersinggung saat
berbicara dengan
orang lain.
DO :
- Pasien terlihat
gelisah
- Mendominasi
pembicaraan
- Wajah tampak
tegang
- Suara lantang
Selasa/ DS : Ketidakberdayaan
14Maret - Pasien
2023 mengatakan sakit
hati dengan

55
kekasihnya
karena
kekasihnya
membatalkan
pertunangannya
dan telah
berselingkuh di
belakangnya dan
akan menikah
dalam waktu
dekat ini
- Pasien
mengatakan
sudah merelakan
dan
mengikhlaskan
kekasihnya yang
akan menikah
dengan orang
lain.
DO :
- Pasien terlihat
tertekan dan
frustasi karena
ditinggal
menikah oleh
tunangannya

56
3) Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan diagnosis keperawatan pada Tn. K, data yang
memperkuat penulis untuk mengangkat diagnosa resiko
perilaku kekerasan yaitu dengan didapatkan data obyektif,
subyektif, dan alasan masuk rumah sakit jiwa seperti pasien
marah-marah karena tersinggung dengan perkataan adik
iparnya dan pasien hampir membunuhnya. Dari pernyataan dan
respon pasien sesuai dengan teori dari (Keliat, 2019) mengenai
tanda dan gejala Resiko Perilaku Kekerasan.
4) Rencana Keperawatan
Berdasarkan dengan diagnosis keperawatan yang telah
ditemukan pada pasien Tn. K focus dengan masalah yang
utama, yaitu resiko perilaku kekerasan yang telah mengacu
pada strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK). Pada
SP 1 yaitu pada hari Senin 13 Maret 2023 membina hubungan
saling percaya dengan pasien (memberikan salam atau panggil
namnya, jelaskan maksut dan tujuan hubungan interaksi,
jelaskan mengenai kontrak yang akan dibuat, serta lakukan
kontrak dengan singkat namun sering), mengidentifikasi tanda
perilaku kekerasan, penyebab dari perilaku kekerasan,
menyebutkan jenis dari perilaku kekerasan, serta dapat
menyebutkan dari dampak atau akibat dari perilaku kekerasan
dan pada SP 1 ini latih cara mengontrol marah dengan cara
fisik yaitu dengan relaksasi tarik napas dalam, anjurkan pasien
untuk mencatat kegiatan yang positif dalam buku harian,
berikan pujian attas keberhasilan dari pasien dan evaluasi
perasaan pasien sebelum maupun sesudah melakukan kegiatan
tersebut.
Pada SP 2 pada hari Selasa 14 Maret 2023, lakukan evaluasi
pada kegiatan sebelumnya, antara lain pasien mampu atau tidak
dalam menyebutkan tanda dan gejala dari resiko perilaku

57
kekerasan, pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan, dan pasien mampu untuk mempraktekkan cara fisik
yaitu bagaimana relaksasi tarik napas dalam. Selanjutnya
ajarkan latihan fisik yang ke dua yaitu pukul bantal ataupun
kasur, mengungkapkan perasaan bagaimana cara meminta dan
menolak dengan baik dan benar. Pasien mengevaluasi
pelaksanaan latihan serta cara pencegahan perilaku kekerasan
yang telah dilakukan. Anjurkan pasien untuk mencatat kagiatan
harian dan berikan pujian atau penghargaan atas keberhasilan
pasien, serta evaluasi perasaan pasien sebelum maupun sesudah
kegiatan berlangsung.
SP 3 tanggal 15 yaitu latih pasien dengan cara fisik ke tiga,
bercakap-cakap secara verbal, namun sebelum itu lakukan
evaluasi terlebih dahulu mengenai SP 1 dan SP 2 , Pasien
mampu menyebutkan penyebab dari resiko perilaku kekerasan,
pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala apa saja dari
resiko perilaku kekerasan, serta akibat dari perilaku kekerasan,
dan pasien mampu mempraktekkan cara fisik seperti relaksasi
tarik napas dalam dan pukul bantal atau kasur. Selanjutnya
latihan fisik yang ketiga yaitu bercakap secara verbal, meminta,
menolak dan dapat mengungkapkan perasaan secara baik.
Pasien mengevaluasi pelaksanaan selama latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan atau
diajarkan, dan berikan pujian atau penghargaan, serta evaluasi
perasaan pasien sebelum dan sesudah kegiatan yang telah
dilakukan tersebut.
Pada SP 4, lakukan evaluasi kegiatan sebelumnya, pasien
mampu mampu menyebutkan penyebab dari kemarahannya,
pasien dapat menyebutkan tanda dan gejala dari resiko perilaku
kekerasan, pasien mampu menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan, serta pasien mampu melakukan latihan fisik 3

58
(bercakap-cakap secara verbal, meminta, menolak, dan
mengungkapkan perasaan dengan baik).
Selanjutnya pada SP ini, latih pasien dengan cara fisik 4 yaitu
kegiatan spiritual sesuai agama yang dianut (ibadah sholat dan
berdoa), pasien dapat mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan, anjurkan
pasien mencatat kegiatan harian, dan berikan pujian atas
keberhasilan pasien serta evaluasi perasaan pasien sebelum
maupun sesudah kegiatan berlangsung.
Sebelum melakukan SP 5, lakukan evaluasi kegiatan
sebelumnya terlebih dahulu dan latihan fisik yang telah
dilakukan sebelumnya. Patuh minum obat dengan prinsip lima
benar (benar nama, obat, dosis, waktu, dan cara minum). Pasien
dapat mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan
perilaku kekerasan yang telah dilakukan. Anjurkan pasien
untuk mencatat hasil kegiatan harian, dan berikan pujian
maupun perhargaan atas keberhasilan pasien dan evaluasi
perasaan pasien sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
tersebut.
5) Pelaksanaan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi
seringkali jauh lebih berbeda dengan rencana tertulis. Hasil dari
penelitian Tn. K dengan resiko perilaku kekerasan terdapat
beberapa tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan,
diantaranya : Pada Hari Selasa 14 Maret 2023 dilakukan
tindakan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya dan
membantu psien mengenal resiko perilaku kekerasan.
“Nama Saya K mbak, saya tidak tahu mbak rasanya ingin
marah ke semua orang”.

59
“Saya tidak tahu apa itu resiko perilaku kekerasan, saya
rasanya masih jengkel mbak, karena ditinggal menikah dengan
calon istri saya”.
SP 2 kontrol marah dengan cara fisik yaitu pukul bantal
“Saya bisa menerapkan apa yang tadi sudah mbak ajarkan,
saya bisa memukul bantal ketika saya lagi kesal”.
SP 3 mengevaluasi jadwal kegiatan yang telah dilakukan pada
SP 2 kemarin dan melatih control resiko perilaku kekerasan
dengan meminta dengan baik, menolak, dan mengungkapkan
dengan baik.
“Saya sudah mengerti mbak, saya harus berbicara dengan
menggunakan nada yang halus saat ngobrol dengan orang
lain”.
6) Evaluasi Keperawatan
Pada prinsipnya evaluasi yang ada pada tinjauan pustaka
maupun tinjauan kasus tidak mengalami perbedaan yang
berarti, karena disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan pada perencanaan. Evaluasi pada tinjauan
pustaka berdasarkan dengan observasi perubahan tingkah laku
dan respon dari pasien, sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi
dilakukan setiap hari selama dalam masa perawatan di rumah
sakit. Evaluasi tersebut menggunakan SOAP sehingga
terpantau respon dari pasien terhadap intervensi keperawatan
yang telah dilakukan.
Pada saat evaluasi, penulis melaksanakan SP 1 pada tanggal 13
Maret 2023 dan pasien mampu mencapai SP 1 yaitu : membina
hubungan saling percaya, menyebutkan penyebab dari perilaku
kekerasan, mengetahui tanda dan gejala dari resiko perilaku
kekerasan, serta mempraktikkan latihan fisik seperti tarik napas
dalam. S : pasien mengatakan tiba-tiba kesal jika ingat suatu

60
hal yang membuat sakit hati, O : pasien kooperatif, A : SP 1
teratasi, P : Lanjutkan SP 2.
Pada hari berikutnya, yaitu tanggal 14 Maret 2023 pasien
ammpu mencapai SP 2 yaitu : memukul bantal atau kasur, pada
saat diberikan SP 2 pasien mampu melakukan pukul kasur atau
bantal dengan benar. S : pasien mengatakan dapat menerapkan
cara pukul bantal dengan benar, O : pasien maish mengulang-
ulang pembicaraan, A : SP 2 teratasi, P : Lanjutkan SP 3.
Pada saat memasuki SP 3 yaitu pada tanggal 15 Maret 2023,
pasien mampu melakukan latihan mengungkapkan perasaan,
menolak, dan meminta dengan cara yang baik. Pasien mengerti
dan bisa mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam
latihan sebelumnya. S : pasien mengatakan perasaan saya lebih
enteng setelah melakukan pukul bantal, O : pasien kooperatif,
A : SP 3 teratasi, P : Lanjutkan SP 4.

4.4 Pembahasan
1) Pengkajian
Pada tahap pengkajian melalui wawancara yang telah
dilaksanakan dengan pasien, penulis tidak mengalami kesulitan
karena penulis telah melakukan perkenalan dan telah
menjelaskan maksud penulis, yaitu untuk melakukan
pemberian terapi pada pasien sehingga pasien dapat terbuka,
mengerti, dan kooperatif.
Penulis telah mendapatkan data pasien yang bernama Tn. A
berusia 44 tahun dan Tn. K yang berusia 29 tahun. Penulis
menyimpulkan bahwa dengan melakukan pendekatan pada
pasien melalui komunikasi terapeutik yang diterapkan sehingga
akan lebih mudah untuk memecahkan perasaan pasien dan
dapat melakukan observasi pada pasien secara langsung.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pertama kali setelah

61
membina hubungan saling percaya dengan pasien yaitu mampu
mendorong pasien untuk dapat mengidentifikasikan
kemampuan serta kemampuan positif yang di miliki pasien
(Wijayanti et al., 2020). Disini perawat tidak hanya mendorong
pasien untuk mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki,
namun mendorong dan membantu pasien untuk
mengidentifikasikan aspek positif yang dimiliki oleh
lingkungan serta keluarga pasien.
Pada saat dilakukan pengkajian yang di mulai pada tanggal 9
Maret 2023 dan dilaksanakan di ruang Srikandi, saat
pengkajian berlangsung tampak wajah dari pasien terlihat
tegang, pasieen juga berbicara keras, mata melotot, dan
jawaban yang di lontarkan sinis. Penelitian ini sesuai dengan
teori (Keliat, 2019) menjelaskan bahwa pasien dengan
diagnosis resiko perilaku kekerasan sangat rentan dalam
melakukan perilaku yang dapat membahayakan orang lain baik
secara fisik maupun emosional. Terdapat tanda dan gejala
pasien dengan resiko perilaku kekerasan mempunyai hubungan
mengenai teori dengan kasus yang ditemukan selama dalam
penelitian.
Penelitian yang dilakukan didapatkan factor predisposisi yang
menyebabkan pasien mengalami gangguan jiwa dengan resiko
perilaku kekerasan pada orang lain, data yang didapatkan dari
rekam medic. Pasien Tn. A melakukan hal tersebut karena
merasa dirinya sangat frustasi dengan mantan istrinya karena
setelah mempunyai anak istrinya malah berselingkuh di
belakangnya dan menceraikannya, pasien Tn. K juga sangat
merasa kesal bahkan malu bahwa pertunangannya dibatalkan
secara mendadak dengan kekasihnya, karena kekasihnya akan
menikah dalam waktu dekat. Terdapat kesesuaian antara kasus
dengan konsep teori (Makrifatul, Azizah, Amar, 2016).

62
mengatakan bahwa factor predisposisi yang menyebabkan
adalah biologis, psikologis, dan sosiokultural. Pengalaman dari
masa lalu dapat memberikan respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal, maupun lingkungan. Perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi apabila
keinginannya mengalami kegagalan.
Pada pengkajian pada Tn. A dan Tn. K didapatkan riwayat
bahwa pasien
2) Diagnosis Keperawatan
Menurut (Jeklin, 2016) diagnosis keperawatan adalah respon
individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri sendiri
maupun dari luar. Interpretasi data data pengkajian yang
digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Sesuai dengan pohon masalah diagnose keperawatan
utama yaitu resiko perilaku kekerasan. Dibuktikan dengan
pasien berbicara dengan nada keras dan tegas, mata melotot,
dan wajah tampak tegang. Faktor yang di dapatkan pada pohon
masalah resiko perilaku kekerasan yaitu core problem koping
individu tidak efektif akan menimbulkan effect resiko
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan kemudian
causa atau etiologi dari resiko perilaku kekerasan adalah
gangguan konsep diri : harga diri rendah. Resiko perilaku
kekerasan disebabkan keadaan yang mana seseorang pernah
atau mempunyai riwayat melakukan tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
sekitar baik fisik, verbal, dan emosional ataupun seksual.
3) Rencana Keperawatan
Pada perencanaan yang diberikan hanya berfokus pada masalah
utama yaitu resiko perilaku kekerasan yang mengacu pada
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK) strategi ini

63
bertujuan untuk pasien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan, yaitu :

A. SP 1
Melatih pasien dengan cara fisik 1, yaitu dengan teknik
relaksasi napas dalam.
B. SP 2
Melatih pasien dengan cara fisik 2, yaitu dengan pukul
bantal atau kasur.
C. SP 3
Melatih pasien dengan cara fisik 3, yaitu dengan bicara
verbal yang baik, seperti meminta dengan baik, menolak
dengan cara baik, dan mengungkapkan perasaan merah
dengan baik.
D. SP 4
Melatih pasien dengan cara mengontrol yaitu dengan cara
spiritual seperti berdoa dan beribadah.
E. SP 5
Melatih pasien dengan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan teratur minum obat.

4) Tindakan Keperawatan
Pada tinjauan teori implementasi keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan implementasi merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Jeklin, 2016).
Pada implementasi keperawatan peneliti memberikan 5 SP
pada pasien, yaitu SP 1 membina hubungan saling percaya
melakukan latihan fisik 1 yaitu teknik relaksasi napas dalam,
setelah diberikan SP 1 pasien berespon “ Saya lebih enakan

64
setelah melakukan terapi relaksasi napas dalam ini mbak dan
rasanya sedikit lega “ SP 2 melakukan cara fisik 2 yaitu
dengan pukul bantal atau kasur, setelah diajarkan SP 2 ini
pasien berespon “ Alhamdulilah mbak rasanya seperti emosi
saya terlampiaskan dan tangan saya juga tidak merasa sakit
karena yang saya pukul bantal” SP 3 melakukan latihan cara
mengontrol emosi dengan latihan berbicara verbal dengan baik
seperti mengungkapkan perasaan, meminta dengan baik, dan
menolak dengan baik, setelah diberikan SP 3 pasien berespon “
SP 4 melakukan cara mengontrol emosi dengan spiritual seperti
beribadah dan berdoa, yang terakhir SP 5 yaitu mengontrol
dengan minum obat secara teratur.
5) Evaluasi Keperawatan
Tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dapat dilaksanakan dengan
baik dimana kami dapat mengetahui kondisi pasien dan
mengetahui masalahnya secara langsung. Evaluasi pada
tinjauan kasus evaluasi dilakukan selama 3 hari pada pasien Tn.
A dan 3 hari pada pasien Tn. K di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo. Evaluasi tersebut menggunakan SOAP
sehingga terpantau respon pasien terhadap rencana
keperawatan yang telah dilakukan.
Sejak pada tanggal 9 Maret 2023 peneliti melakukan bina
hubungan saling percaya sebelum memberikan tindakan
keperawatan, pada hari pertama penulis mengkaji tanda dan
gejala, mengetahui kemampuan pasien, menjelaskan pengertian
resiko perilaku kekerasan, melatih kegiatan sesuai dengan
kemampuan dan menilai kemampuan yang telah dilakukan.
Pada hari kedua merupakan cara fisik pertama dengan relaksasi
tarik napas dalam. Pada hari ketiga mengevaluasi tindakan
yang telah dilaksanakan pada hari sebelumnya, lalu
mengajarkan cara fisik kedua dengan pukul bantal atau kasur.

65
Pada hari ke empat peneliti mengajarkan cara mengontrol
marah dengan komunikasi verbal dengan baik. Selanjutnya
mengajarkan cara mengontrol dengan spiritual seperti
beribadah dan berdoa dan selanjutnya mengajarkan pasien
mengontrol dengan minum obat secara teratur. Pasien mampu
dan mau melakukan latihan yang telah diberikan hingga
memasukkan ke dalam jadwal hariannya agar dapat mengontrol
amarahnya.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil uraian dan pengamatan mengenai terapi music klasik untuk
mengontrol emosi pada pasien RPK, maka penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Pada pengkajian keperawatan jiwa pada Tn. A masalah utama resiko


perilaku kekerasan dengan diagnosis medis paranoid skizofrenia
didapatkan bahwa sebelum pasien dibawa ke RSJD Dr. Amino
Gondohutomo, pasien telah menjalani perawatan rehabilitasi pada
sebelumnya.
2. Pada saat penegakan diagnosis keperawatan pada efektivitas terapi
music klasik untuk mengontrol emosi pada pasien RPK pada Tn. A dan
Tn. K dengan diagnosis yang muncul adalah skizofrenia, didapatkan
permasalahan actual yang muncul adalah resiko perilaku kekerasan.
3. Keterlibatan pasien dengan perawat saat sedang dirawat di Rumah
Sakit, sehingga sangat berpengaruh pada proses penyembuhan dan
pengendalian pada perilaku kekerasan.
4. Terapi dan pengobatan secara farmakologi sangat penting, namun untuk
mengatasi permasalahan yang utama menjadi penyebab hanya dapat
dilakukan oleh perawat dengan melakukan pendekatan dan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif dan melakukan
strategi pelaksanaan yang bertingkat dan dapat berlanjut.

B. Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan keperawatan,
maka penulis memberikan saran, yaitu :

67
1. Akademik/ Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan agar dapat melakukan
pengkajian keperawatan jiwa sehingga proses keperawatan dari
awal pengkajian hingga evaluasi dapat terarah dengan baik dan
benar.
2. Pelayanan masyarakat
Bagi pelayanan di masyarakat atau perawat diharapkan agar tetap
mempertahankan pemberian asuhan keperawatan jiwa yang
komprehensif, dapat berkolaborasi dengan sesame tim kesehatan
lain serta dapat melibatkan anggota keluarga untuk dapat
memenuhi kebutuhan dari pasien.
3. Bagi klien
Bagi klien diharapkan akan selalu berpartisipasi dan bersungguh-
sungguh dalam menjalankan perawatan maupun terapi, dan tetap
mematuhi protocol kesehatan dan dapat menghindari factor
pencetus sehingga akan meminimalisirkan percobaan melukai diri
sendiri ataupun melukai orang lain.
4. Bagi penulis
Bagi penulis, diharapkan dapat lebih memperbanyak sumber
referensi serta dapat meningkatkan lagi ilmu pengetahuan dalam
memperikan proses asuhan keperawatan jiwa khususnya pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan.

68
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, A. F., Restiana, N., & Saryomo, S. (2022). PENERAPAN


TERAPI MUSIK KLASIK DALAM MENGONTROL MARAH PADA
PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN: LITERATURE
REVIEW. JNPS: Journal of Nursing Practice and Science, 1(1), 73-79.
Anggit Madhani, A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Pasien Dengan Resiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation,
Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Arifin, R. (2020). PENERAPAN KOMBINASI TEKNIK NAFAS
DALAM DAN SPIRITUAL PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
GANGGUAN JIWA DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN (Doctoral dissertation,
UniversitasMuhammadiyahSemarang).
Agustina, A. F. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PEMBERIAN
TERAPI MUSIK KLASIK DALAM MENGONTROL MARAH PADA
PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN
METODE STUDI LITERATURE-(KTI. 1509) (Doctoral dissertation,
universitas Muhammadiyah Tasikmalaya).
Agnecia, D. P., Hasanah, U., & Dewi, N. R. (2021). PENERAPAN
TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TANDA DAN
GEJALA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG. Jurnal Cendikia
Muda, 1(4), 422-427.
Artika, D., Fitri, N. L., & Hasanah, U. (2021). Penerapan Terapi
Musik Klasik Terhadap Tanda Dan Gejala Pasien Risiko Perilaku
Kekerasan. Jurnal Cendikia Muda, 2(1), 139-146.
Apriliani, T. S. D., Fitriyah, E. T., & Kusyani, A. (2021). Pengaruh
Terapi Musik Terhadap Perubahan Perilaku Penderita Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia: Tinjauan Literatur: The Effect of
Music Therapy on Behavioral Changes in Auditory Hallucinations In

69
Schizophrenic Patients: Literature Review. Jurnal Ilmiah Keperawatan
(Scientific Journal of Nursing), 7(1), 60-69.
Adriani, M. Abd. Nasir, Abdul Muhith, Ideputri (2011),
Metodologi Penelitian Kesehatan, Mulia Medika, Yogyakarta. Adriana
Merryana, SKM, M. Kes. dan Wirjadmadi Bambang, MS MCN,. PHD.
2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana. Jakarta Adriani, M. &
Wirjatmadi, B. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana. Jurnal Doppler
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, 3(2), 18-21.
FAIS, B. F. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S
MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA TAK TERINCI DI RUANG GELATIK
RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR (Doctoral
dissertation, STIKES HANG TUAH SURABAYA).
Febrianto, T., Livana, P. H., & Indrayati, N. (2019). Peningkatan
pengetahuan kader tentang deteksi dini kesehatan jiwa melalui pendidikan
kesehatan jiwa. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 33-40.
Hasannah, S. U. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien
Dengan Risiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, STIKes
Kusuma Husada Surakarta).
Ismaya, A., & Asti, A. D. (2019, October). Penerapan Terapi
Musik Klasik Untuk Menurunkan Tanda Dan Gejala Pasien Resiko
Perilaku Kekerasan Di Rumah Singgah Dosaraso Kebumen. In Prosiding
University Research Colloquium (pp. 64-71).
Kurniawan, A., Putra, A. A. P., Hasyim, F., Retnandiyanto, I. R.,
Yababa, M., Utari, M. R., ... & Korina, Z. (2022). Ebn (Efidence Based
Practice) Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda Dan
Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan.
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D., & Amimi, R. (2020).
Analisis tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan pada pasien
skizofrenia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(1), 65-74.

70
Marbun, T. P. K., & Santoso, I. (2021). PENTINGNYA
MOTIVASI KELUARGA DALAM MENANGANI ORANG DENGAN
GANGGUAN JIWA (ODGJ). Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, 9(3), 1131-1141.
Mauila, A., & Aktifah, N. (2021, December). Literature Review:
Gambaran Penerapan Terapi Assertiveness Training Terhadap Penurunan
Resiko Perilaku Kekerasan Klien Skizofrenia. In Prosiding Seminar
Nasional Kesehatan (Vol. 1, pp. 1314-1322).
OKTALIA, L. A. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
Tn. N MASALAH UTAMA RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA UNDIFFERENTIATED DI RUANG
GELATIK RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA
TIMUR (Doctoral dissertation, STIKES HANG TUAH SURABAYA).
Pradana, A., & Riyana, A. (2022). Penerapan Terapi Musik Klasik
Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala Pada Pasien Dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Puskesmas
Cikoneng. Nursing Care and Health Technology Journal (NCHAT), 2(2),
137-147.
Pebrianti, D. K., & Armina, A. (2021). Pentingnya Menjaga
Kesehatan Jiwa saat Pandemi Covid 19. Jurnal Abdimas Kesehatan
(JAK), 3(2), 178-184.
Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Masalah Risiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 2(2), 1-10.
Renhoran, F., Ma’rifatul Azizah, L., & Akbar, A.
(2022). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT STRES MAHASISWA DALAM MENGERJAKAN
SKRIPSI DI STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO (Doctoral
dissertation, STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO).

71
Siregar, S. L. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Tn. D Dengan Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Melalui Strategi
Pelaksanaan (SP 1-4): Studi Kasus.
Safitri, A. P. (2022). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN
KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG
MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BANDARHARJO SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Sultan Agung Semarang).
Sasongko, N. C., & Hidayati, E. (2020). Penerapan Terapi Musik,
Dzikir dan Rational Emotive Cognitive Behavior Therapy pada Pasien
dengan Resiko Perilaku Kekerasan. Ners Muda, 1(2), 93.
Tombokan, M., & Laubo, N. (2023). Pencegahan dan Penanganan Pasien
Gangguan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan di Masyarakat. Penerbit
NEM.
Untari, S. N. (2021). Asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan (Doctoral dissertation, Perpustakaan
Universitas Kusuma Husada Surakarta).
Vahurina, J., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Gejala Perilaku
Kekerasan Dengan Menggunakan Terapi Musik Instrumental Piano Pada
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation,
UniversitasMuhammadiyahSemarang).

72
LAMPIRAN

73
Lampiran 1

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

Nama Mahasiswa : Deva Armetha

NIM : SK.322.005

Judul KTI : Efektivitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengontrol Emosi


Pada Pasien RPK di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah

NO HARI/TGL MATERI SARAN PEMBIMBING NAMA& TTD


PEMBIMBING
1. Senin Pengarahan KTI Pengarahan dan
27 Februari dari dosen pembahasan KTI
2023 pembimbing
2. Selasa Pengarahan KTI Pengambilan judul KTI
28 Februari harus sesuai dengan
2023 fenomena yang ada di
ruangan
3. Rabu Pengajuan untuk
1 Maret judul KTI
2023
4. Kamis Pengajuan judul Langsung pembuatan BAB I
2 Maret
2023
5. Kamis Mulai konsul BAB - Perbanyak referensi
16 Maret I - Perubahan judul
2023 KTI
- Perbanyak
intervensi
- Perbedaan dengan

74
terapi sebelumnya
6. Sabtu - Konsul - Langsung di buat
18 Maret BAB I BAB I – BAB III
2023 - Penjelasan - Perbanyak referensi
BAB I
sampai
BAB III
7. Selasa - Konsul - Buat genogram
11 Juli 2023 KTI BAB pasien
I-III - Perbanyak referensi
- Perubahan - Hasil dan
Judul KTI pembahasan
dinarasikan
- Setiap paragram
harus ada referensi
- Jelaskan bagaimana
setelah diberikan
terapi
8. Selasa Konsul BAB I- - Buat sampai BAB V
18 Juli 2023 BAB III - Setelah diberikan
intervensi
pernyataan pasien
dibuat text italic
atau miring
- Perbaiki kerangka
konsep bedakan
sebelum diberi
terapi dan sesudah
diberikan terapi
9. Jumat Konsul BAB V - Hasil studi kasus
21 Juli 2023 dibuat minimal 2
paragraf dan
dipaparkan secara

75
umum
- Setiap paragraph
diberi referensi
- Hasil, tanda dan
gejala dimasukkan
dalam pembahasan
- Kemampuan pasien
seperti apa
10. Rabu Konsul BAB I – - Perbaiki kerangka
26 Juli 2023 BAB V konsep
- Tambahkan daftar
pustaka
- Buat abstrak dan
lengkapi yang
masih kurang
11. Jumat ACC KTI
28 Juli 2023

Kendal, 27 Juli 2023

Pembimbing

Livana PH.,S.Kep.,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J

76
Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Deva Armetha

Tempat, tanggal lahir : Semarang, 8 Maret 1999

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat rumah : Jl. Masjid Kelurahan Balok RT02/RW01 Kendal


Jawa Tengah

Riwayat pendidikan :

1. TK Wali Joko : 2005-2006


2. SD N Pekauman : 2006-2011
3. SMP N 2 Kendal : 2011-2014
4. SMA N 2 Kendal : 2014-2017
5. Universitas Muhammadiyah Semarang : 2017-2021
6. STIKes Kendal : 2022-2023

Riwayat pekerjaan :-

Riwayat organisasi :-

Publikasi :

77
78

Anda mungkin juga menyukai