Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN STUDI KASUS PERSALINAN

“ RETENSIO PLASENTA”

Disusun sebagai salah satu kelengkapan tugas mata kuliah Berpikir Kritis
Dosen : Ibu Wafi Nur Muslihatun, S.SiT.,M.Kes(Epid)

1. Ribka Maluangan (P07124523171) 8. Nora Centika (P07124523183)


2. Alfriana Megawati Lomba (P07124523172) 9. Salsabila Nur Syahbani (P07124523184)
3. Enny Aryati (P07124523173) 10. Hanifah Diana (P07124523185)
4. Naomi P. Wabang (P07124523177) 11. Fina Nanda Fantio (P07124523188)
5. Efi Adelia Snait (P07124523178) 12. Enny Aryati (P07124523173)
6. Welny Try Wahyuni (P07124523181) 13. Yustina Hoar (P07124523191)
7. Miskawati (P07124523182) 14. Dona Gracia Para (P07124523196)

Disusun Oleh :

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2023
i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan laporan studi kasus ini yang berjudul “Persalinan Normal dengan
Retensio Plasenta”.

Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih kepada pihak-pihak yang


telah membantu penyusunan laporan studi kasus ini. Khususnya, kepada dosen
pembimbing mata kuliah Berpikir kritis, Ibu Wafi Nur Muslihatun, S.SiT.,M.Kes
(Epid)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Berpikir Kritis. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
penulisan Laporan Studi Kasus ini di masa mendatang. Semoga Laporan Studi
Kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa kebidanan
pada khususnya.

Yogyakarta, 23 Juli 2023


iii

DAFTAR ISI

COVER ..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................3
C. Manfaat..................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................................5
A. Kajian Kasus..........................................................................................................5
B. Kajian Teori...........................................................................................................7
1. Persalinan..........................................................................................................7
2. Retensio Placenta..............................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................23
A. Kala I....................................................................................................................23
B. Kala II..................................................................................................................25
C. Kala III.................................................................................................................27
D. Kala IV.................................................................................................................30
BAB III PENUTUP.........................................................................................................32
A. KESIMPULAN....................................................................................................32
B. SARAN................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat kesehatan ibu dan bayi yang menjadi fokus utama dalam
pelayanan kebidanan. Data World Health Organization (WHO) tahun
2017 didapatkan angka kematian ibu terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah kebawah sebanyak 94%. Pada tahun yang sama juga
tercatat 810 wanita meninggal akibat kehamilan dan persalinan dengan
kasus kematian yang penyebabnya dapat dicegah dengan deteksi dini
komplikasi yang kemungkinan terjadi (WHO, 2019). Kesehatan ibu dan
anak juga dapat diartikan sebagai tolak ukur indikator terpentimg untuk
menilai kualitas pelayanan obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah, yang
dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
di wilayah tersebut.(WHO, 2015).
Target Sustainable Development Goals (SDGs) dalam meningkatkan
laju penurunan angka kematian ibu pada tahun 2030 menjadi kurang dari
70 per 100.000 kelahiran hidup, dimana kematian akibat kejadian retensio
plasenta memiliki insidensi 0,8-12% untuk setiap kelahiran (WHO, 2019).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 angka kematian ibu sebesar
305 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah AKI di DIY (Daerah Istimewa
Yogyakarata) tahun 2013 berjumlah 46 ibu, pada tahun 2014 mengalami
penurunan jumlah AKI yaitu 40 ibu. Pada tahun 2015 penurunan jumlah
AKI menjadi sebesar 29 kasus, pada tahun 2016 kembali naik menjadi 39
kasus dan kembali sedikit turun menjadi 34 kasus pada tahun 2017
(Dinkes DIY, 2017).
Penyebab kematian ibu di Indonesia terbesar terjadi karena hipertensi
dan pre eklamsi berat (PEB) (27,1%), infeksi (7,3%), partus lama (1,8%),
abortus (0,0%), perdarahan (30,3%) dan penyebab lainnya (40,8%)
(Kemenkes, 2017). Perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan muda,
2

kehamilan lanjut, persalinan maupun pasca persalinan. Perdarahan pada


saat persalinan dapat terjadi karena koagulopati (kegagalan pembekuan
darah) dan ruptur uteri (Shodiqoh & Syahrul F, 2014). Pada pasca
persalinan dapat terjadi karena atonia uteri, robekan serviks, vagina, dan
perineum, sisa plasenta, perdarahan pasca persalinan tertunda (sekunder),
dan juga dapat terjadi karena retensio plasenta (Prawirohardjo, 2009).
Persalinan postterm merupakan salah satu penyebab faktor penyebab
dari angka kematian bayi di Indonesia pada usia 0-6 tahun sebesar 2,80%.
Angka prevalensi kejadian persalinan postterm di negara berkembang
adalah 0,40 -11%. Persalinan postterm ini cukup berisiko karena dapat
menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa persalinan postterm dapat meningkatkan
risiko kejadian endometritis, perdarahan postpartum penurunan nilai
Activity, Pulse, Grimace, Appearance, Respiration (APGAR) pada bayi
baru lahir pada menit pertama dan kelima, serta meningkatkan risiko
kejadian disabilitas pada intelektual bayi (Seiku, 2016).
Salah satu penyebab kematian ibu di Negara berkembang seperti
Indonesia adalah perdarahan postpartum yang mencapai 25% dari
semua kejadian kematian ibu. Proses persalinan dikatakan patologis
apabila jumlah darah yang keluar lebih dari 500 cc dalam 24 jam dan
kasus ini dikatakan perdarahan postpartum menurut. Retensio plasenta
menjadi salah satu penyebab yang paling banyak ditemukan pada kasus
perdarahan postpartum primer, yang terjadi pada 24 jam pertama setelah
persalinan (Prawirohardjo, 2009). Diantara berbagai resiko penyulit
persalinan, retensio plasenta dan perawatan medis yang tidak diberikan
secara cepat dan tepat menjadi salah satu penyebab perdarahan postpartum
yang tidak sedikit mengakibatkan ibu meninggal. Insidensi kejadian
retensio plasenta didapatkan 1,8% terjadi perdarahan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Satryandari & Hariyati, 2017).

.
3

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan persalinan dengan retensio plasenta menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta pendokumentasian menggunakan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian pada kasus Persalinan
dengan retensio plasenta.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah
kebidanan berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa potensial yang
mungkin terjadi pada ibu bersalin dengan retensio plasenta.
d. Mahasiswa dapat menentukan antisipasi tindakan segera pada ibu
bersalin dengan retensio plasena.
e. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan
pada ibu bersalin dengan retensio plasenta.
f. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk menangani kasus
ibu bersalin dengan retensio plasenta
g. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada ibu hamil dengan
retensio plasenta
h. Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian pada ibu bersalin
dengan retensio plasenta.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan
pelayanan kebidanan yang berfokus pada masalah asuhan kebidanan
holistik pada persalinan dengan retensio plasenta.
4

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam
menerapkan asuhan kebidanan pada persalinan dengan retensio
plasenta.
2. Bagi Mahasiswa Profesi Bidan
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan
penatalaksanaan asuhan kebidanan holistik persalinan dengan retensio
plasenta.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kajian Kasus
Pada tanggal 10 Juli 2023 pukul 10.30 WIB Ny. N datang ke PMB
Bidan Eka mengaku hamil 9 bulan. Usia kehamilan saat ini 37 Minggu 3 hari.
Dilakukan pemeriksaan dengan hasil keadaan umum : baik, kesadaran :
composmentis. Pemeriksaan TTV, TD : 110/70 mmHg, N : 80x/menit, suhu :
36,30C, R : 22 x/menit. Pemeriksaan fisik, wajah : tampak pucat, tidak ada
oedema, mata : konjungtiva merah muda, sklera putih, abdomen : Inspeksi:
Tidak terdapat luka bekas operasi Palpasi: TFU pertengahan pusat dan
Prosesus Xifoideus, Mc. Donald: 30 cm. teraba bagian keras, bulat, tidak
melenting di fundus, teraba bagian-bagian kecil di bagian kiri, teraba punggung
di bagian kanan (puka), bagian terendah janin kepala, sudah tidak dapat
digoyangkan, divergen, perlimaan 2/5. His 4 kali dalam 10 menit lamanya 50
detik. Kandung kemih kosong. Auskultasi: DJJ 140x/menit, teratur dan
kuat.TBJ: (30-11)x155= 2945 gram. Genetalia : Inspeksi: Terdapat
pengeluaran lendir darah, tidak terdapat varises. Palpasi: Tidak terdapat
pembengkakan kelenjar skene dan kelenjar bartholin. VT: Portio tebal lunak,
pembukaan 5 cm, ketuban positif, ubun ubun kecil kanan depan, Hodge-II,
tidak ada moulage. Dilakukan observasi kala I fase aktif. Pukul 12.30 WIB, ibu
mengeluh sudah keluar air-air dari jalan lahirnya. Hasil pemeriksaan TTV,
TD : 110/70 mmHg, N : 82x/menit. Hasil pemeriksaan fisik, abdomen : Papasi:
perlimaan 1/5. His 4 kali dalam 10 detik lamanya 50 detik. Kandung kemih
kosong. Auskultasi: DJJ 136x/menit teratur, kuat. Genetalia : Inspeksi:
Pengeluaran lendir darah semakin banyak, ketuban berwarna jernih. Vagina
Toucher: Portio tipis lunak, pembukaan 8 cm, ketuban negative, Hodge-III,
ubun ubun kecil depan, tidak ada moulage.
Pukul 13.30 WIB, ibu mengatakan bahwa mulasnya semakin kuat dan
sudah ada dorongan untuk meneran. Dilakuka pemeriksaan genetalia
didapatkan hasil. Inspeksi: Pengeluaran lendir darah semakin banyak, perineum
6

menonjol, vulva membuka, ketuban berwarna jernih. Vagina Toucher: Portio


tidak teraba, pembukaan 10 cm, ketuban negative, Hodge-IV, ubun ubun kecil
depan, tidak ada moulage. Dilakukan proses memimpin persalinan dengan
APN. Bayi lahir spontan langsung menangis pukul 14.15 WIB, tonus otot aktif,
warna kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan. Selanjutnya dilakukan
MAK III, Mengecek janin kedua, dengan hasil tidak ada janin kedua.
Memberitahukan kepada ibu bahwa akan disuntik oxytocin untuk membantu
pengeluaran plasenta. Menyuntikan oksitosin 10 IU secara IM pada 1/3 paha
bagian luar. Menjepit tali pusat dengan klem logam DTT 3 cm dari dinding
perut bayi, menjepit umbilical klem 2 cm dari klem pertama dan memotong tali
pusat. Setelah itu melakukan PTT sambal menunggu adanya tanda-tanda
pelepasan tali pusat. Pukul 14.30 plasenta belum lahir, sehingga dilakukan
penyuntikkan oxytocin yang kedua 10 IU secara IM, selanjutnya melakukan
PTT. Mengobservasi tanda-tanda pelepasan plasenta. Belum terdapat tanda-
tanda pelepasan plasenta.
Pukul 14.45 WIB ibu mengeluh merasa tidak mulas, ibu khawatir ari-
arinya belum keluar. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil, abdomen :
TFU sepusat, uterus teraba lembek, kandung kemih kosong. Genealia :
Terdapat pengeluaran darah, tali pusat menjulur Sebagian. Pengeluaran darah
±30cc. Lalu, memberitahukan kepada ibu bahwa ari-arinya belum lahir sudah
30 menit. Melakukan inform concent untuk pemasangan infus dan untuk
dilakukan tindakan. Ibu dan keluarga setuju. Memasangkan infus 500 ml
Ringer Laktat + oksitosin 20 IU secara drip dengan kecepatan 60 tetes/menit.
Melakukan PTT. Belum ada tanda pelepasan plasenta. Inform consent untuk
tindakan yang akan dilakukan kepada ibu. Melakukan manual plasenta.
Membilas vagina ibu dan tangan yang akan masuk kedalam uterus
menggunakan cairan antiseptic lalu memasukkan tangan dalam posisi obstetri
(punggung tangan ke bawah) dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
Tangan kiri menahan fundus uteri dan tangan kanan berada di dalam
menyusuri tali pusat hingga ke kavum uteri hingga mencapai tempat implantasi
plasenta. Membuka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari
7

merapat ke pangkal jari telunjuk. Menggerakkan tangan dalam ke kiri dan


kanan sambil bergeser dengan menggunakan sisi ulna untuk melepaskan
plasenta sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Melakukan eksplorasi tanpa mengeluarkan tangan terlebih dahulu lalu
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
Menyimpan plasenta di segmen bawah rahim dan melahirkan plasenta.
Plasenta lahir pukul 15.05 WIB secara manual. Melakukan masase uterus
selama 15 detik. Kontraksi uterus baik. Mengecek kelengkapan plasenta.
Plasenta lahir lengkap, kotiledon lengkap, selaput plasenta utuh. Menilai
jumlah perdarahan. Perdarahan ± 200 cc.Memeriksa robekan jalan lahir.
Terdapat robekan pada mukosa vagina, otot perineum dan kulit perineum
(laserasi derajat II).
Pukul 15.20 WIB, ibu mengeluh masih merasa mulas. Dilakukan
pemeriksaan umum dengan ahasil keadaan umum baik, kesadaran
composmentis. Pemeriksaan TTV, TD 110/70 mmHg, N : 82 x/menit, R : 20
x/menit. Pemeriksaan abdomen TFU 2 jari dibawah pusat, uterus teraba bulat,
kandung kemih kosong. Genetalia : Terdapat laserasi derajat II. Terdapat
pengeluaran darah dan jumlah perdarahan ±20 cc. Dilakukan penjahitan luka
laserasi. Melakukan anastesi lokal dengan lidokain 2 cc. Melakukan penjahitan
dengan teknik jelujur. Mengajarkan ibu dan keluarga masase uterus agar rahim
tetap berkontraksi dengan baik. Melakukan pemantauan kontraksi, perdarahan,
TTV Kala IV. Pemantauan 1 jam pertama setiap 15 menit sekali dan
pemantauan 1 jam kedua setiap 30 menit sekali. Memberikan ibu obat 1 tablet
Amoxcillin, 1 tablet Paracetamol, dan 1 tablet Fe.

B. Kajian Teori
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus ke dunia luar (Prawirohardjo,2002). Persalinan
adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
8

cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan


dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta
secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks.
2. Tanda-tanda Persalinan
Tanda-Tanda Persalinan (inpartu), yaitu:
a. Terjadinya His Persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba, menimbulkan rasa
nyeri diperut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks. His persalinan
memiliki sifat sebagai berikut:
1) Pinggang terasa sakit dan mulai menjalar ke depan.
2) Sifat his teratur dengan interval semakin pendek dan kekuatannya
semakin besar.
3) Jika ibu melakukan aktifitas seperti berjalan, maka kekuatan his akan
meningkat.
b. Keluarnya lendir bercampur darah (show)
Lendir ini berasal dari pembukaan kanalis servikalis. Sedangkan
pengeluaran darahnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah waktu
serviks membuka.
c. Terkadang disertai ketuban pecah
Sebagian ibu hamil mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya
selaput ketuban menjelang persalinan. Jika ketuban sudah pecah, maka
ditargetkan persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun, apabila
persalinan tidak tercapai, maka persalinan harus diakhiri dengan tindakan
tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesarea.
d. Dilatasi
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara berangsur-
angsur akibat pengaruh his. Effacement adalah pendataran atau
pemendekan kanalis servikalis yang semula panjang 1-2 cm menjadi
9

hilang sama sekali, sehingga tinggal hanya ostium yang tipis seperti
kertas.

3. Penyebab Mulainya Persalinan

a. Penurunan kadar progesteron


Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar
prostaglandin dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan
1-2 minggu sebelum partus terjadi penurunan kadar progesteron sehingga
timbul kontraksi yang menuju kepada his.
b. Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah, oleh karena itu
menimbulkan kontraksi pada otot-otot rahim.
c. Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu 15 sampai
aterm terus meningkat. Prostaglandinbekerja pada rahim untuk
merangsang kontraksi.
d. Teori Keregangan Otot Rahim
Bagaikan kandung kemih, bila dindingnya teregang oleh karena
isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, semakin bertambahnya usia kehamilan
maka makin teregang otot-otot perut, otot-otot rahim, dan ada keinginan
untuk mengeluarkan isinya dengan adanya kontraksi.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan

a. Kekuatan Mendorong Janin (Power)


Power adalah kekuatan untuk melahirkan yang terdiri dari his atau
kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga
primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan
10

retraksi otot-otot rahim. Adapun kekuatan yang mendorong janin keluar,


yaitu:
1. His (kontraksi)
2. Kontraksi otot-otot dinding perut
3. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
b. Faktor Jalan Lahir (Passage)
Jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir
lunak. Hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir keras adalah ukuran
dan bentuk tulang panggul, sedangkan pada jalan lahir lunak terdiri dari
segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul,
vagina dan introitus (lubang luar vagina).
c. Faktor Janin (Passanger)
Faktor passenger adalah:
1) Janin
a) Sikap (habitus)
Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu
janin, biasanya terhadap tulang punggung janin umumnya dalam
sikap fleksi, dimana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam
keadaan fleksi, serta lengan bersilang di dada.
b) Letak Janin
Letak janin adalah bagaimana sumbu panjang janin berada
pada sumbu ibu, misalnya letak lintang, dimana sumbu janin tidak
sejajar dengan sumbu panjang ibu. Contoh lainnya bisa letak
kepala atau letak sungsang.

c) Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang
ada di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau
pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi
bokong, bahu, dan lain-lain.
d) Posisi
11

Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian


terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang
terhadap sumbu ibu.

2) Plasenta
Plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai
penumpang atau passenger yang menyertai janin namun plasenta
jarang menghambat persalinan normal.
3) Air ketuban
Amnion pada kehamilan aterm merupakan suatu membran yang
kuat dan ulet tapi lentur.
d. Faktor Psikis
1) Kondisi psikologis ibu sendiri, emosi, dan persiapan intelektual.
2) Pengalaman melahirkan sebelumnya.
3) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu.
e. Faktor Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses
tergantung dari kemampuan, keterampilan, dan kesiapan penolong dalam
menghadapi proses persalinan.

5. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin yang menyesuaikan
diri terhadap panggul ibu. Adapun serangkaian gerakan janin dalam
melewati panggul, terdiri dari:
a. Engagement (penempatan)

Engagement adalah peristiwa yang terjadi ketika diameter terbesar


bagian janin (kepala) telah memasuki rongga panggul. Pada primipara,
12

masuknya kepala terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Sedangkan pada


multipara, masuknya kepala terjadi pada permulaan persalinan.
Kepala janin masuk PAP dengan sumbu kepala janin dapat tegak
lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring dengan pintu
atas panggul (asinklitismus anterior/posterior). 
1) Sinklitismus
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, terdapat diantara
simpisis dan promontorium.
2) Asinklitismus anterior
Sutura sagitalis mendekati promontorium dan os parietal belakang
lebih rendah dari os parietal depan.
3) Asinklitismus posterior
Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih
tinggi dari os parietal depan.
b. Descent

Pada primigravida, majunya kepala terjadi setelah masuk kedalam


rongga panggul dan biasanya mulai pada kala II. Sedangkan pada
multigravida, majunya kepala dan masuknya kepala kedalam rongga
panggul terjadi secara bersamaan.
Kepala turun ke rongga panggul akibat adanya tekanan langsung
dan his dari daerah fundus ke arah bokong, adanya tekanan dari cairan
amnion, kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan) dan
terjadi ekstensi pada badan janin dan menegang.
c. Fleksi

Pada umunya, terjadi fleksi penuh/sempurna sehingga sumbu


panjang kepala sejajar dengan sumbu panggul guna untuk membantu
penurunan kepala selanjutnya. Saat kepala janin fleksi, dagu menempel
ke toraks, lalu posisi kepala akan berubah dari diameter oksipito-frontalis
(puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang
kepala).
13

d. Putaran Faksi dalam

Putaran paksi dalam selalu disertai dengan turunnya kepala,


sehingga bagian terendah dari kepala yaitu ubun-ubun kecil berputar ke
arah depan bagian bawah simfisis. Dimana kepala melewati distansia
spinarum dengan diameter biparietalis. Tujuannya untuk menyesuaikan
posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah
panggul dan pintu bawah panggul.
e. Ekstensi

Dengan kontraksi perut yang benar dan adekuat kepala makin


turun dan menyebabkan perineum distensi. Pada saat ini puncak kepala
berada di simfisis dan dalam keadaan ini kontraksi perut ibu yang kuat
mendorong kepala ekstensi dan melewati introitus vagina. Ekstensi terjadi
setelah kepala mencapai vulva dan setelah oksiput melewati bawah
simfisis pubis bagian posterior, lahir berturut-turut : ubun-ubun kecil,
ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut, dan dagu.
f. Putaran Faksi Luar

Setelah kepala lahir, kepala akan memutar kembali ke arah


punggung untuk menghilangkan torsi pada leher (putaran resitusi).
Selanjutnya, putaran akan dilanjutkan sampai belakang kepala sehingga
berhadapan dengan tuberischiadikum sepihak. Dimana putaran paksi luar
ini terjadi karena ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari PAP.

g. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar, maka bahu depan di bawah simfisis


menjadi hipomoklion kelahiran bahu belakang. Lalu, bahu depan
menyusul lahir yang diikuti oleh seluruh tubuh bayi mulai dari badan
(toraks, abdomen) dan lengan, pinggul/trokanter depan dan belakang,
tungkai dan kaki.
14

Gambar 1. Mekanisme Persalinan

6. Tahapan Persalinan, 23,25

a. Kala I
Kala I atau kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0
sampai pembukaan lengkap (10cm) yang disebabkan oleh proses
pembukaan serviks akibat adanya his. kala I persalinan terdiri dari dua
fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1) Fase Laten
Fase laten ini berlangsung selama 8 jam. Pembukaan ini terjadi
sangat lambat sampai dengan pembukaan mencapai ukuran diameter
3 cm.
2) Fase Aktif
Fase aktif dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Fase Akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi
4 cm.
b) Fase Dilatasi Maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
15

c) Fase Deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam


waktu 2 jam pembukaan berubah menjadi pembukaan lengkap
(10 cm).
b. Kala II
Kala II disebut juga kala pengeluaran. Kala ini dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Tanda dan gejala
kala II adalah sebagai berikut:25

1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.


2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan
vaginanya.
3) Perineum menonjol
4) Vulva dan spingter ani membuka
c. Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Biasanya plasenta lepas
dalam 6-15 menit setelah bayi lahir. Adapun tanda-tanda-tanda pelepasan
plasenta, yaitu:23

1) Uterus berbentuk bundar


2) Tali pusat bertambah Panjang
3) Adanya semburan darah mendadak dan singkat
d. Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan, artinya melakukan observasi
karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Adapun observasi yang dilakukan berupa:
1) Memeriksa tingkat kesadaran
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Kontraksi uterus
4) Perdarahan
16

7. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin


a. Kebutuhan dasar ibu bersalin
1) Kebutuhan makan dan minum
2) Kebutuhan seksual
3) Menganjurkan ibu istirahat di luar his
4) Menjaga kebersihan badan terutama daerah genetalia
5) Menganjurkan ibu untuk buang air kecil atau buang air besar
6) Menolong persalinan sesuai standar.
b. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
1) Memberikan informasi tentang proses persalinan atas tindakan

yang akan dilakukan

2) Menghargai pilihan posisi tidur


3) Menentukan pendamping persalinan
4) Melakukan pemantauan selama persalinan
5) Melakukan tindakan sesuai kebutuhan.
c. Kebutuhan dicintai dan mencintai
1) Menghormati pilihan pendamping selama persalinan
2) Melakukan kontak fisik atau memberi sentuhan ringan
3) Melakukan masase untuk mengurangi rasa sakit
4) Melakukan pembicaraan dengan suara lemah lembut dan sopan
d. Kebutuhan harga diri

1) Mendengarkan keluhan ibu dengan penuh perhatian atau


menjadi pendengar yang baik
2) Memberi asuhan dengan memperhatikan privasi ibu
3) Memberikan pelayanan dengan empati
4) Memberitahu pada ibu setiap tindakan yang akan dilakukan
5) Memberi pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang
telah dilakukan.
a. Kebutuhan aktualisasi
1) Memilih tempat dan penolong persalinan sesuai dengan
17

keinginan ibu
2) Melakukan bounding attachment
3) Memberikan ucapan selamat setelah persalinan selesai.

2. Retensio Plasenta
a. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
sampai atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,
2014). Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi
retensio plasenta berulang (habitual retensio plasenta). Plasenta harus
segera dikeluarkan karena dapat menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta
inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio
karsinoma (Manuaba,2010).
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir hingga
melewati waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini dapat disebabkan oleh
plasenta yang belum lepas dari dinding rahim atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan. Gagalnya plasenta lahir setelah bayi lahir dapat
disebabkan oleh abnormalitas uterus atau perlekatan plasenta yang
abnormal. Selama kehamilan, permukaan uteroplasenta menyatu dan
menjaga keseimbangan permukaan disekitarnya. Ketika bayi lahir, Rahim
akan berkontraksi dan ukuran dari plasenta akan berkurang (Ramadhani
dan Sakurya, 2011).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau
seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya
perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat
timbul perdarahan. Melalui pemeriksaan dalam atau tarikan pada tali pusat
dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari
30 menit maka dapat melakukan plasenta manual.
18

Dari pengertian retensio plasenta diatas maka dapat disimpulkan


bahwa retensio plasenta adalah tidak lahirnya plasenta setelah 30 menit
bayi lahir. Hal ini dapat disebabkan oleh plasenta yang belum lepas dari
dinding rahim atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.

b. Jenis Retensio Plasenta


Menurut Prawirohardjo (2014), retensio plasenta dibagi menjadi :
1) Plasenta adhesive Merupakan implantasi yang kuat plasenta dari jonjot
korion hingga dapat menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
2) Plasenta akreta Merupakan implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki bagian lapisan myometrium.
3) Plasenta inkreta Merupakan implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki myometrium.
4) Plasenta perkreta Merupakan implantasi jonjot korion plasenta yang
sudah menembus bagian lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding rahim.
5) Plasenta inkarserata Merupakan tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, yang dapat disebabkan oleh kontraksi ostium uteri.

c. Etiologi Retensio Plasenta


Adapun sebab plasenta belum lahir adalah:
1) Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
2) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena kesalahan
manajemen aktif kala III).
3) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus yang disebabkan oleh
vili korealis menembus desidua sampai myometrium sampai
dibawah peritoneum (Marmi dkk, 2015)
19

d. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta


Berikut ini merupakan tanda gejala dari retensio plasenta diantaranya
adalah
sebagai berikut :
1) Plasenta tidak lahir setelah 30 menit.
2) Perdarahan segera.
3) Kontraksi rahim lemah.
Tanda gejala yang kadang-kadang timbul diantaranya : tali pusat
putus akibat traksi yang berlebihan, inversi uteri akibat tarikan dan
perdarahan lanjut (Rukiyah, A. Y. 2014 ).
Tabel 2.1 Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Gejala Separasi/akreta Plasenta Plasenta akreta


parsial inkarserata

Konsistensi Kenyal Keras Cukup


Uterus

Tinggi Fundus Sepusat 2 Jari dibawah Sepusat


pusat

Bentuk Fundus Discoid Agak globuler Discoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali Pusat Terjulur Sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka

Separasi Plasenta Lepas Sebagian Sudah lepas Melekat


seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali,


kecuali akibat
inversion oleh
tarikan kuat pada
tali pusat
20

e. Mekanisme Pelepasan Plasenta


Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rata
lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara.
Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus hal ini menyebabkan volume
rongga uterus berkurang dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi
plasenta juga terjadi penurunan luas area. Ukuran plasenta tidak berubah,
sehingga menyebabkan plasenta terlipat, menebal dan akhirnya terlepas
dari dinding uterus. Plasenta terlepas sedikit demi sedikit. Setelah plasenta
terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah uterus atau vagina
(Sumarah, 2009).
Berikut merupakan macam-macam pelepasan plasenta:
1) Mekanisme Schultz Pelepasan plasenta yang yang dimulai dari
sentral/bagian tengah sehingga terjadi bekuan retroplasenta. Cara
pelepasan ini paling sering terjadi. Cara pelepasan ini paling sering
terjadi. Tanda pelepasan dari tengah ini mengakibatkan perdarahan
tidak terjadi sebelum plasenta lahir. Perdarahan banyak terjadi segera
setelah lahir. (Sumarah, 2009).
2) Mekanisme Duncan Terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau
bersamaan dari pinggir ke tengah plasenta. Hal ini mengakibatkan
terjadi semburan darah sebelum plasenta lahir (Sumarah, 2009).
3) Terjadi serempak atau kombinasi keduanya Berikut ini merupakan
teknik pengecekan pelepasan plasenta menurut Sulistyawati dan
Nugraheni (2010), dibagi menjadi 3 perasat diantaranya:
a) Perasat kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, sementara tangan kiri menekan atas simfisis bila tali pusat
masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas,
sedangkan apabila plasenta tetap atau tidak masuk kembali
kedalam vagina berarti plasenta sudah lepas.
b) Perasat starssman
21

Perasat ini dapat dilakukan dengan cara megetuk-ngetuk


fundus uteri dengan tangan kiri dan tangan kanan meregangkan
tali pusat sambil dirasakan apakah ada getaran yang dihasilkan
dari gerakan tangan kiri. Jika terasa getaran artinya plasenta
belum lepas dari dinding rahim, sedangkan jika tidak terasa
getaran artinya sudah lepas dari dinding rahim.
c) Perasat keiln
Untuk melakukan teknik ini, mintalah pasien untuk
meneran, apabila tali pusat terlihat turun atau bertambah panjang
artinya plasenta sudah lepas begitupun sebaliknya.

f. Komplikasi Retensio Plasenta


Menurut Manuaba (2010), plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya diantaranya:
1) Perdarahan
Apabila retensio plasenta hanya mengalami sedikit perlepasan
sehingga kontraksi akan terus memompa darah tetapi bagian yang
melekat tidak membuat luka tertutup sehingga perdarahan dapat
terjadi.
2) Infeksi
Benda mati (plasenta) yang tertinggal didalam Rahim dapat
meningkatkan laju pertumbuhan bakteri.
1. Dapat terjadi plasenta inkarserata
Keadaan ini dapat diakibatkan karena plasenta masih melekat dalam
uterus sedangkan kontraksi pada ostium dalam keadaan baik sehingga
plasenta tertahan didalam uterus.
2. Terjadi polip plasenta
Sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
kematian jaringan (nekrosis)
3. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
22

Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat


berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif.
Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan
berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para
ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan
kanker.Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan
prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

g. Penatalaksanaan Retensio Plasenta


Menurut Marmi (2015), penatalaksanaan retensio plasenta diantaranya
sebagai berikut :
1) Apabila plasenta sudah terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengejan. Apabila anda bisa merasakan adanya plasenta dalam vagina,
keluarkan plasenta tersebut.
2) Pastikan kandung kemih kosong, apabila diperlukan lakukan
kateterisasi.
3) Apabila plasenta belum lahir, berikan oksitosin 10 IU secara IM, jika
belum dilakukan dalam penanganan aktif kala III.
4) Apabila plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan rahim mengalami konraksi, lakukan penarikan tali pusat
terkendali.
5) Apabila penarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, maka lakukan
manual plasenta. Apabila terjadi perdarahan, lakukan uji pembekuan
darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pevah dengan dengan
mudah menunjukkan koagulapati.
6) Apabila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang
berbau), berikan antibiotic untuk metritis.
23
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kala I
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah diperoleh dari Ny. N
pada tanggal 10 Juli 2023, ibu mengaku hamil 9 bulan, HPHT: 11-10-
2022. TP: 03-08-2023. Dihitung dari pengakuan HPHT, usia kehamilan
ibu sekarang 37 minggu 3 hari. Ibu mengatakan mulas sejak pukul
07.00 WIB, mulas dirasakan semakin kuat dan teratur, sudah ada
pengeluaran lendir darah tetapi belum keluar air-air dari kemaluannya.
Menurut teori bahwa usia kehamilan semakin besar dan mengalami
penurunan kadar progesterone yang menimbulkan relaksasi otot-otot
rahim.
Berdasarkan teori oxytocin bahwa pada akhir kehamilan kadar
oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
Mulas juga dapat terjadi karena pengaruh janin, dan juga teori
prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, hal ini juga disokong
dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban
maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil (Varney, 2017). Menurut
teori, data subjektif yang didapatkan yaitu akan timbul rasa sakit atau
atau nyeri abdomen oleh adanya his yang bersifat intermiten datang
lebihkuat, sering, dan teratur, keluar lender bercampur darah (bloody
slow). Pada pengkajian yang diperoleh, ibu sudah ada tanda-tana
persalinan yang sesuai dengan teori. Pada saat trimester I ibu
mengatakan kadar Hb nya rendah yaitu 10,5 gr%. Teori yang ada
bahwa pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan sahli. Dari hasil pemeriksaan sahli, kondisi Hb dapat
digolongkan sebagai berikut: Hb 11 gr% = tidak anemia, Hb 9-10 gr%
= anemia ringan, Hb 7-8 gr% = anemia sedang, Hb <7 gr% = anemia
24

berat. Pengaruh anemia pada saat persalinan salah satunya yaitu kala
tiga dapat diikuti retensio plasenta (Manuaba, 2008).
Data perkembangan selanjutnya pukul 12.30 WIB ibu mengeluh
sudah keluar air-air dari kemaluannya. Menurut teori, kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang normal
terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih
dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam
(Varney, 2017).
Pada pemeriksaan abdomen didaptkan hasil TFU 30 cm, eraba
bagian keras, bulat, tidak melenting di fundus, teraba bagian-bagian
kecil di bagian kiri, teraba punggung di bagian kanan (puka), bagian
terendah janin kepala, sudah tidak dapat digoyangkan, divergen,
perlimaan 2/5. His 4 kali dalam 10 menit lamanya 50 detik. Kandung
kemih kosong. Auskultasi: DJJ 140x/menit, teratur dan kuat. TBJ: (30-
11)x155= 2945 gram. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan genetalia didapatkan data yaitu terdapat pengeluaran lendir
darah, tidak terdapat varises, tidak terdapat pembengkakan kelenjar
skene dan kelenjar bartholin, portio tebal lunak, pembukaan 5 cm,
ketuban positif, ubun ubun kecil kanan depan, Hodge-II, tidak ada
moulage. Menurut teori pada pemeriksaan dalam ditemukan serviks
mendatar dan pembukaan telah ada. Kontraksi uterus mengakibatkan
perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
(Prawirohardjo, 2014). Pukul 12.30 WIB bahwa ketuban sudah pecah,
saat dilakukan pemeriksaan dalam portio tipis lunak, pembukaan 8 cm,
ketuban negatif, Hodge-III, ubun ubun kecil depan, tidak ada moulage.
Keadaan ibu dalam batas normal. Dari teori dan data yang didapatkan
bahwa ibu sudah memasuki tanda-tanda persalinan dan juga ada
kemajuan persalinan.
2. Analisis
Diagnosa : G3P2A0 gravida 37 Minggu 3 hari inpartu kala I fase aktif dengan
anemia ringan, janin tunggal hidup, presentasi kepala.
25

Masalah : Anemia ringan


Diagnosa Potensial : Retensio plasenta, perdarah postpartum

3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pertama yaitu memberitahukan
hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu sudah memasuki proses
persalinan. Mengajarkan ibu teknik rileksasi dan menganjurkan ibu
untuk mengatur napas diantara his dan tidak memperbolehkan ibu untuk
meneran. Memberikan ibu dukungan untuk tetap semangat menghadapi
proses persalinan, menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi dan
hidrasinya, dan untuk tidak menahan BAK maupun BAB. Membantu
ibu memilih posisi yang nyaman, memantau kesejahteraan ibu dan janin
setiap 30 menit. Data perkembangan terlampir pada partograf. Menurut
teori Bantulah ibu dalam persalinan jika ibu tampak gelisah, ketakutan
dan kesakitan seperti memberi dukungan dan yakinkan dirinya, berikan
informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan, dengarkan
keluhannya dan cobalah untuk lebih sesitif terhadap perasaannya. Jika
ibu tampak kesakitan, dukungan/asuhan yang dapat diberikan seperti
bantu ibu memilih posisi yang diinginkan, tetapi jika ibu ingin ditempat
tidur sebaiknya dianjurkan tidur miring kiri, selain itu ajarkan
kepadanya teknik bernapas seperti ibu diminta untuk menarik napas
panjang, menahan napasnya sebentar kemudian lepaskan dengan cara
meniup udara ke luar sewaktu terasa kontraksi. Penolong menjaga hak
privasi ibu dalam persalinan, antara lain menggunakan penutup atau
tirai, tidak menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin
ibu. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi,
berikan cukup minum. Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
Penatalaksaan yang dilakukan sudah sesuai dengan kebutuhan dan
diagnosa klien.
26

B. Kala II
1. Pengkajian
Pada pukul 13.30 ibu memasuki kala II, ibu mengeluh mulasnya
semakin kuat dan sudah ada dorongan untuk meneran. Menurut teori, data
subjektif yang didapatkan dari tanda gejala kala II yaitu his, menjadi lebih
kuat, pasien mulai mengejan. teori bahwa ibu sudah memasuki kala II dan
segera dipimpin persalinan. Selanjutnya, bayi lahir spontan pukul 14.15
WIB menangis kuat, tonus otot aktif, warna kulit kemerahan. Kala II tidak
ada penyulit, normal.
Pukul 13.30 WIB dilakukan pemeriksaan kembali karena ibu
mengatakan mulasnya semakin kuat dan sudah ada dorongan untuk
meneran. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan pengeluaran lendir darah
semakin banyak, perineum menonjol, vulva membuka, ketuban berwarna
jernih, portio tidak teraba, pembukaan 10 cm, ketuban negatif, Hodge-IV,
ubun ubun kecil depan, tidak ada moulage, terdapat tekanan anus/anus
terbuka. Sesuai teori yang ada bahwa tanda gejala kala II yaitu memastikan
pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan
diameter 5-6 cm (Varney, 2017). His menjadi lebih kuat, kontraksinya
selama 50-100 detik, datangnya tiap 2-3 menit, pasien mulai mengejan, pada
akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul
perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka. Ibu sudh ada
tanda gejala yang ada. Selanjutnya ibu dipimpin bersalin. Selanjutnya, bayi
lahir spontan pukul 14.15 WIB menangis kuat, tonus otot aktif, warna kulit
kemerahan. Kala II tidak ada penyulit, normal.
2. Analisis
Diagnosa : G2P1A0 parturient aterm kala II
Masalah : Anemia
Masalah Potensial : Perdarahan pasca salin, retensio plasenta
3. Penatalaksanaan
Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu sudah
pembukaan lengkap dan akan dipimpin bersalin. Ibu sudah diperbolehkan
27

untuk meneran. Memeriksa DJJ untuk mengetahui keadaan janin baik atau
tidak, memberitahukan keadaan janin kepada ibu dan suami bahwa keadaan
janin saat ini dalam batas normal. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk
membantu proses meneran serta memberikan support emosional.
Meletakkan handuk bersih di atas perut ibu, meletakkan kain segitiga di
bawah bokong ibu, dan mendekatkan partus set. Mengajarkan ibu cara
meneran yang baik dan benar diantara kontraksi. Ibu dapat mengikuti dan
meneran dengan baik dan benar. Memimpin persalinan, bayi lahir spontan
pukul 14.15 WIB, menangis kuat, tonus otot aktif, warna kulit kemerahan,
jenis kelamin perempuan. Mengeringkan bayi dan mengganti handuk yang
basah dengan yang kering. Memberi selamat kepada ibu dan bapak atas
kelahiran putrinya. Selanjutnya mengecek janin kedua dan tidak ada janin
kedua.

C. Kala III
1. Pengkajian
Ibu merasa tidak mulas dan merasa takut karena ari-arinya belum
lahir 30 menit. Menurut teori, retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir. Salah satu gejalanya yang dirasakan oleh ibu yaitu uterus tidak
berkontraksi (Prawirphardjo, 2010). Ibu merasa tidak mulas sama dengan
uterus yang tidak berkontraksi. Data yang didaatkan tidak ada kesenjangan
antara teori yang ada.
Pukul 14.30 WIB, 15 menit oxytocin pertama sudah berikan 2 menit
setelah bayi lahir. Pukul 14.45 WIB, 30 menit plasenta belum juga lahir.
Menurut teori, retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Manuaba,
2007). Pada pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan umum ibu tampak
cemas, kesadaran composmentis, dan pada pemeriksaan fisik yaitu pada
abdomen TFU sepusat, uterus teraba kenyal, kandung kemih kosong.
Terdapat pengeluaran darah, tali pusat menjulur sebagian di depan vulva.
28

Pengeluaran darah ±50cc. Menurut teori, TFU sepusat dan perdarahan


sedang-banyak merupakan gejala dari retensio plasenta akreta parsial
(Varney, 2017).
2. Analisis
Diagnosa : P3A0 dengan retensio plasenta
Masalah : Retensio plasenta
Diagnosa Potensial : Perdarahan postpartum, prolaps uteri
3. Penatalaksanaan
Berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif serta analisa
yang telah dibuat, maka disusunlah penatalaksanaan asuhan yang sesuai
dengan kebutuhan klien. Penatalaksanaan pertama yang dilakukan adalah
menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami bahwa plasenta belum
lahir. Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin kedua karena
plasenta belum juga lahir. Menurut teori, Menurut Claire Banister, oksitosin
digunakan untuk menstimulasi kontraksi uterus, mengaugmentasi
persalinan, mempercepat pelahiran janin, mempercepat pelahiran plasenta
dan menghentikan hemoragi pascapartum. Oksitosin memiliki efek
stimulasi pada otot polos uterus, pada dosis rendah dapat menyebabkan
kontraksi berirama tetapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan kontraksi
hipertonik yang kontinu.
Selanjutnya, memberitahukan ibu bahwa plasenta belum lahir sudah
30 menit dan inform consent untuk pemasangan infus. Memasangkan infus
500 ml Ringer Laktat + 20 IU secara drip dengan kecepatan 60 tetes/menit.
Selanjutnya memberikan analgetik kaltrofen supp 100 mg. Memeriksa
kandung kemih. Mengganti sarung tangan panjang dan selanjutnya
melakukan PTT, plasenta masih belum lahir. Melakukan inform consent
untuk dilakukan tindakan. Selanjutnya melakukan manual plasenta dengan
Memasukkan tangan dalam posisi obstetri (punggung tangan ke bawah)
dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
Tangan kiri menahan fundus uteri dan tangan kanan berada di dalam
menyusuri tali pusat hingga ke kavum uteri hingga mencapai tempat
29

implantasi plasenta. Membuka tangan obstetric menjadi seperti memberi


salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk. Menggerakkan tangan
dalam ke kiri dan kanan sambil bergeser dengan menggunakan sisi ulna
untuk melepaskan plasenta sehingga semua permukaan maternal plasenta
dapat dilepaskan. Melakukan eksplorasi dan memastikan tidak ada bagian
plasenta yang masih melekat pada dinding uterus. Menyimpan plasenta di
segmen bawah rahim dan melahirkan plasenta. Plasenta lahir pukul 15.05
WIB secara manual.
Menurut teori, melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada
semua ibu yang melahirkan melalui vagina. Bila plasenta tidak lahir dalam
waktu 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung
kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptic untuk memasukan
cateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan
kandung kemih. Ulangi kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-
kranial. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan
plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya,
jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Jika plasenta belum lahir
kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan
plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Melakukan
prosedur manual plasenta sesuai dengan standar.
Memasang infus set dan cairan infuse NaCl 0,9% atau RL dengan
tetesan cepat, jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti cairan
yang hilang. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
Melakukan anastesia verbal atau algesia per rectal. Menyiapkan dan
menjalankan prosedur pencegahan infeksi. Memastikan kandung kemih
dalam keadaan kosong. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm
dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai. Secara obstetrik,
masukan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam
vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. Setelah mencapai bukaan
30

servik, minta seorang asisten/penolong lain untuk menegangkan klem tali


pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam hingga ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan
obstetrik menjadi datar seperti member salam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain saling merapat). Tentukan implantasi plasenta,
temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplantasi di korpus
belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan
diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap
ke bawah (posterior ibu). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke
sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterio
ibu). Setelah ujung- ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus
maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan
dan kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga semua perlekatan
plasenta terlepas dari dinding uterus, sementara satu tangan masih di dalam
kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang
tertinggal, memindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari
terjadinya percikan darah), melakukan penekanan (dengan tangan yang
menahan supra simfisis) uterus kearah dorso-kranial setelah plasenta
dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan,
mendekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain
yang digunakan, melepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan
lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, mencuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir.

D. Kala IV
1. Pengkajian
31

Pada 2 jam pasca persalinan ibu masih merasa mulas pada bagian
perutnya. Hal ini sesuai dengan teori menurut Kenneth bahwa ibu akan
mengalami kontraksi setelah proses persalinan karena merupakan proses
pengecilan rahim ke bentuk semula dan salah satu untuk mencegah
perdarahan setelah persalinan. Dua jam pertama setelah persalinan
merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja
mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Petugas atau bidan harus tinggal
bersama ibu dan bayi dan memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang
stabil dan mengambil tindakan yang tepat utnuk melakukan stabilisasi. Data
yang didapatkan dari pemeriksaan fisik yaitu keadaan umum ibu baik,
kesadaran composmentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 82x/menit,
pernapasan 20x/menit. Wajah ibu tampak pucat tetapi tidak ada tanda-tanda
syok. TFU 2 jari dibawah pusat, uterus teraba bulat, kandung kemih kosong.
Pada pemeriksaan genetalia terdapat laserasi derajat II yaitu rupture pada
bagian kulit perineum dan mukosa vagina. Jumlah perdarahan 20 cc.
perdarahan dalam batas normal.
2. Analisi
Diagnosa : P3A0 kala IV
Masalah : Tidak ada
Diagnosa Potensial : Tidak ada
3. Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan kepada ibu pada kala IV yaitu melakukan
penjahitan luka laserasi. Melakukan anastesi lokal dengan lidokain 2cc.
Melakukan penjahitan dengan teknik jelujur. Mengajarkan ibu dan keluarga
masase uterus agar rahim tetap berkontraksi dengan baik. Menurut teori,
periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada
jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras.
Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah
untuk mengehentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan
darah dan mencegah perdarahan pascapersalinan. Ajari ibu atau anggota
keluarga tentang bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi,
32

tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi (Varney, 2017). Membersihkan dan
merapikan ibu. Membantu ibu memakai pembalut. Membersihkan dan
mendekontaminasi alat. Melakukan pemantauan kontraksi, perdarahan, TTV
Kala IV. Pemantauan 1 jam pertama setiap 15 menit sekali dan pemantauan
1 jam kedua setiap 30 menit sekali.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan teori oxytocin bahwa pada akhir kehamilan kadar oxytocin
bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim. Mulas
juga dapat terjadi karena pengaruh janin, dan juga teori prostaglandin
yang dihasilkan oleh decidua, hal ini juga disokong dengan adanya
kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah
perifer pada ibu-ibu hamil (Varney, 2017).
2. Data subjektif yang didapatkan yaitu akan timbul rasa sakit atau atau
nyeri abdomen oleh adanya his yang bersifat intermiten datang
lebihkuat, sering, dan teratur, keluar lender bercampur darah (bloody
slow). Pada pengkajian yang diperoleh, ibu sudah ada tanda-tanda
persalinan yang sesuai dengan teori.
3. Menurut teori, retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Salah
satu gejalanya yang dirasakan oleh ibu yaitu uterus tidak berkontraksi
(Prawirphardjo, 2010). Ibu merasa tidak mulas sama dengan uterus
yang tidak berkontraksi. Data yang didapatkan tidak ada kesenjangan
antara teori yang ada.
4. Menurut teori, melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua
ibu yang melahirkan melalui vagina. Bila plasenta tidak lahir dalam
waktu 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua. Ulangi
kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-kranial. Pada menit ke
30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali
pusat untuk terakhir kalinya, jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera.
Jika plasenta belum lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka
segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan
kavum uteri. Melakukan prosedur manual plasenta sesuai dengan
standar.
33

5. Mengajarkan ibu dan keluarga masase uterus agar rahim tetap


berkontraksi dengan baik. Menurut teori, periksa fundus setiap 15 menit
pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Jika kontraksi
tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus
berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk
mengehentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah
dan mencegah perdarahan pascapersalinan.
6. Melakukan pemantauan kontraksi, perdarahan, TTV Kala IV.
Pemantauan 1 jam pertama setiap 15 menit sekali dan pemantauan 1
jam kedua setiap 30 menit sekali.

B. Saran
Saran yang diberikan ditujukan untuk:
a. Bagi PMB
PMB (Praktik Bidan Mandiri) diharapkan PMB dapat meningkatkan
pelayanan dan asuhan pada kasus Retensio Plasenta dengan tepat dan
cepat
b. Bagi Klien dan keluarga
Kepada keluarga agar dapat menjalankan asuhan pada ibu dengan
menajag kesehatan ibu dan pola kegiatan sehari hari, dan mengenal
tanda bahaya pasca persalinan pada ibu, memberikan konsultasi tentang
KB untuk perencanaan kehamilan selanjutnya dan segera datang
kerumah sakit atau ketenaga kesehatan jika terjadi tanda bahaya
tersebut.
c. Bagi profesi bidan
Profesi Bidan diharapkan bidan mampu dapat melaksanakan dan
menerapkan penanganan Retensio Plasenta sesuai standar yang telah
ditetapkan sesuai dengan kegawat daruratan sebagai bidan.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes DIY. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


Kemenkes. (2017). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Prawirohardjo, S. (2009). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. PT Bina Pustaka.
Satryandari, Y., & Hariyati, N. R. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Perdarahan Postpartum. Journal of Health Studies, 1(1), 49–64.
Seiku. (2016). Asuhan Kebidanan Patologi (1st ed.). Pustaka Pelajar.
Shodiqoh, E. R. , & Syahrul F. (2014). Perbedaan tingkat kecemasan dalam
menghadapi persalinan antara primigravida dan multigravida. J Berk Epidemiol.
WHO. (2015). Maternal Mortality Ratio.
WHO. (2019). World Health Organization.
World  Health  Organization  (WHO). (2019). Maternal  mortality.
H. Winknjosastro, Gulardi. Dkk. 2014. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.

Sari, Eka Puspita dan Rimandini, Kurnia Dwi. 2014. Asuhan Kebidanan
Persalinan (Intranatal Care). Jakarta: CV. Trans Info Media.

Sukarni, Icesmi, dan Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mutmainnah, Annisa Ul, dkk. 2107. Asuhan Persalinan Normal dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Marmi, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Saifuddin.2009.Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonalat.Jakarta:EGC.

Prawirohardjo, Sarwono.2012. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai