Anda di halaman 1dari 13

INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI ST (STEMI)

A. KonsepDasar Penyakit
1. Definisi infark miokard dengan elevasi st (Stemi)
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran
darah ke otot jantung (Manjoer, 2001). IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12
lead dalam dua kategori, yaitu ST elevation infark miocard (stemi) dan non
STelevation infark miocard (stemi).
ST Elevasi Miokard Infark (stemi) merupakan rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan tanda nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. Gambaran
EKG pada Stemi menggambarkan tersumbatnya aliran darah, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati /nekrosis (Smeltzer & Bare,
2002).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (stemi) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intevensi koroner perkutan primer (PERKI, 2014;
dalam Ongko & Indrianti, 2014).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stemi merupakan infark pada jantung
yang diakibatkan tersumbatnya arteri coronaria yang memperdarahi jantung
karena ateresklerosis. Infark ini ditandai dengan perubahan segmen ST pada EKG,
yaitu elevasi.

2. Etiologi STEMI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya ruptur ,
penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus. Terdapat faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA, (Kumat, et al, 2007) diantaranya;
a. Faktor yang dapat dirubah;
1) Hiperlipidemia
Peningkatan kolestrerol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal.
Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl beresiko penyakit arteri koronaria, dan
lebih cepat terjadi jika kadarnya melebihi 240 mg/dl.
2) Hipertensi
Hipertensi dapat beresiko IMA sekitar 60 %.
3) Merokok
Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian
karena IHD sekitar 200 %. Berhenti merokok dapat menurunkan resiko
secara substansial.
4) Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang
menderita diabetes daripada tidak.
5) Stress psikologik. Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yan g
bersifat aterogenik.
b. Faktor yang tidak dapat dirubah;
1) Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinis tidak
akan muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulai
menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Pada usia 40-60 tahun , insidens IMA meningkat lima kali lipat.
2) Jenis kelamin
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika diabetes,
hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden plak
meningkat lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
3) RAS
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
4) Riwayat Keluarga
c. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor;
1) Pembuluh darah
Berkaitan dnegan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darha mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang mempengaruhi kepatenan pembuluh
darah yaitu; athelerosclerosis, spasme, arteritis.
2) Spasme pembuluh darah
Dipengaruhi pengkonsumsian obat-obatan tertentu, stress emosional atau
nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok.
3) Sirkulasi
Berkaitan dengan faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan,
stenosis atau insufisiensi yang terjadi pada beberapa bagian katup jantung
menyebabkan suplasi oksigen tidak adekuat.
4) Darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka suplai oksigen tetap tidak cukup
walaupun pembuluh darah dan pemompaan jantung bagus.
d. Meningkatnya kebutuhan oksigen
Pada orang yang mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
(meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP saat meningkatnya
kebutuhan oksigen) dapat memicu terjadinya infark, karena kebutuhan oksigen
meningkat sedangkan suplay oksigen tidak bertambah. Hipertrofi miokard
dapat memicu terjadinya infark, karen apemompaan jantung tidak efektif.

3. Patofisiologi infark miokard dengan elevasi st (stemi).


STEMI terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang
secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vaskuler.
Faktor penyebab kerusakan ini, seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami
ruptur dan terbentuklah trombus, sehingga terjadi oklusi pada arteri koroner arteri
koroner sering kali mengalami thrombus yang terdiri dari agregat platelet, dan
benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasusnya, penyebab lain dari STEMI
yaitukarena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme coroner, dan
berbagai penyakit sistemik, terutama inflasmasi (Zainal, 2008)

4. Manifestasi Klinik STEMI


TRIAS INFARK MIOKARD (Wagyu, 2010)
a. Nyeri dalam dan visceral seperti diremas, ditusuk, atau terbakar dan terjadi
pada saat istirahat, lebih berat dan berlangsung lebih lama. Nyeri pada
bagian tengah dada dan/atau epigastrium dan menyebar ke daerah lengan.
Nyeri disertai kelemahan, berkeringat, mual, muntah, sesak nafas, pucat,
dingin, dan ansietas. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat.
b. Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung
- Peningkatan troponin.
- CPK-MB/CPK. Isoenzim ditemukan pada otot jantung meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
- LDH meningkat dalam 12-24 jam
- AST/SGOT meningkat dalam 6-12 jam
c. EKG
Kelainan pada lead.
Lead II, III, aVF : infark inferior
Lead V1-V3 : infark anteroseptal
Lead V2-V4 : infark anterior
Lead I, aVL, V5-V6 : infark anterolateral
Lead I, aVL : infark high lateral
Lead I, aVL, V1-V6 : infark anterolateral luas
Lead II,III,aVF, V5-V6: infark inferolateral
Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

5. Diagnosa Medis
Menurut Yamin (2010) diagnosa medis dapat ditegakkan , jika ;
 Pada EKG terdapat elevasi segmen T diikuti perubahan sampai inversi
gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal 2
sadapan.
 Peningkatan kadar enzim atau isoenzim : CPK/CK, SGOT, Laktat
Dehidrogenase (LDH), troponin T, CPK MP, CKMB.
 Nyeri dada / terjadi serangan jantung pada saat istirahat

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa STEMI (Kumat, 2007) yaitu ;
a. ECG
Adanya elevasi segmen ST
b. Serum cardiac biomarker
Biomarker cardiac dapat dideteksi pada darah perifer. Ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari infark
berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
c. Cardiac imaging
Endocardiography
Ditemukan abnormalitas pergerakan dinding two-
dimential endocardiogrphy High resolution MRI
Angiography
Visualisasi langsung arteri koroner dengan diagnostik invasif berupa
kateterisasi jantung
d. Indeks non spesifik

7. Komplikasi
Jika tidak diatasi dengan segera, maka stemi dapat menimbulkan kerusakan yang
lebih parah lagi pada jantung (Kumat, 2007), diantaranya; a. Disfungis ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubaban bentuk, ukuran,
ketebalan, baik pada segmen yang infark maupun non infark.
b. Pump Failure
Tanda klinis yang sering dijumpai yaitu ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop.
c. Aritmia
Infark meliputi ketidakseimbangan sistem syaraf otonom, ketidakseimbangan
elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti vena
pulmonalis, sedangka disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menimbulkan kongesti vena sistemik.
e. Syok kardiogenik
Akibat disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif.
f. Edema paru akut
Timbunan cairan abnormal di dalam rongga interstisial dan alveoli. Akibatnya
paru menjadi kaku, tidak dapat mengembang, dan udara tidak dapat masuk,
sehingga terjadi hipoksia berat
g. Disfungsi otot papilaris
Diafungsi iskemik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis,
sehingga terjadi eversi daun katup selama sistolik.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis sistem intraventrikuler dapat menyebabkan ruptur dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
i. Ruptur jantung
Ruptur jantung terjadi saat pembuangan nekrotik sebelum pembentukan
jaringan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehigga terjadi perdarahan
masif. Kantong pericardium penuh terisi darah, dan menekan jantung,
sehingga menimbulkan tamponade jantung.
j. Aneurisma ventrikel.
Terjadi pada anterior atau apeks jantung. Aneurisme ventrikel mengembang
saat sistolik, dan teregang pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar,
dan akan menjadi thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat
terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
l. perikarditis
Efek infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga terjadi reaksi peradangan di
permukaan pericardium .

8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk penyakit jantung dapat ditinjau dari aktivitas,
diet, dan bowel pasien (Yamin, 2010).
- Aktivitas.
Pasien dengan STEMI harus istirahat di tempat tidur 12 jam pertama, jika tidak
terjadi komplikasi, maka pasien harus didukung untuk melanjutkan postur
tegak dengan menggantungkan salah satu kaki di sisi tempat tidur dan duduk di
kursi dalam 24 jam pertama.
- Diet.
Hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam pertama.
Asupan nutrisi harus mengandung kolesterol lebih kurang 300 mg/dl.
- Bowel.
Bedrest dan pemberian terapi obat narkotik dapat membuat pasien konstipasi.
Laksatif dapat diberikan jika konstipasi.

9. Penatalaksanaan Medis
Farmakoterapi untuk infark miokard dengan st elevasi (Kumat, 2007) yaitu ; a.
Nitrogliserin.
b. Morfin
c. Aspirin
d. Beta adrenoreceptor blocker
e. Terapi reperfusi

10. Prognosis
Tiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis yaitu potensi terjadinya
aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan
gangguan hemodinamik lebih jauh (Mansjoer, et al, 2001)

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
- Airways: sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau crackel.
- Breathing: sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat, RR, irama, suara nafas
tambahan, ekspansi.
- Circulation: HR, edema, CRT, akral dingin, output urine menurun
b. Pengkajian sekunder
- Aktivitas
- Sirkulasi
- Integritas ego
- Eliminasi
- Makanan atau cairan
- Hygiene
- Neurosensori
- Nyeri atau ketidaknyamanan
- Pernafasan
- Interaksi sosial
c. Pengkajian fisik
- Tingkat kesadaran
- Nyeri dada
- Frekuensi dan irama jantung :Disritmia dapat menunjukkan tidak
adekuatnya suplai oksigen ke dalam
miokard.
- Bunyi jantung :S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
- Tekanan darah
Untuk menentukan respon nyeri dan pengobatan, tekanan nadi, yang akan
menyempit setelah serangan miokard infark
- Nadi perifer :Kaji frekuensi, irama, dan volume
- Warna dan suhu kulit
- Paru-Paru :Auskultasi bidang paru
- Fungsi gastrointestinal
- Kebutuhan volume cairan
Haluaran urin, periksa adanya edema, adanya tanda dini syok kardiogenik
merupakan hipotensi dengan oliguria.

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Klien mengeluh Vaskularisasi terganggu Nyeri akut
nyeri pada bagian
anterior, diperberat Aliran darah ke arteri
oleh inspirasi, koronari terganggu
gerakan menelan.
DO: Gelisah, pucat Iskemia

As Laktat meningkat

Nyeri akut
DS: Disritmia Kontraktilitas jantung Penurunan Cardiac Output
DO: Riwayat penyakit menurun
jantung konginetal
Gagal jantung

Penurunan CO
DS: Pasien mengeluh Rupture dalam pembuluh Perubahan perfusi jaringan
lemah karena darah
hipoksia
DO: Pasien terlihat Obstruksi pembuluh darah
lemah dan pucat
karena O2 jaringan Aliran darah ke jaringan
menurun. terganggu

Perubahan perfusi jaringan


DS:  Klien mengeluh Perubahan perfusi jaringan Pola nafas tidak efektif
sesak, nafas O2 dalam darah menurun
pendek.
DO:  dispnea, inspirasi Kongesti pulmonalis
mengi,  takipnea,
pernapasan Sesak nafas
dangkal.
Ketidakefektifan pola nafas
DS: Pasien mengeluh Perubahan perfusi jarigan Intoleransi aktivitas
lemah
DO:Pasien terlihat O2 dalam darah menurun
lemah karena
hipoksia Hipoksia

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

3. Masalah keperawatan
1) Nyeri akut
2) Ketidakefektifan pola nafas
3) Penurunan curah jantung
4) Perubahan perfusi jaringan
5) Intoleransi aktivitas

4. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan dalam alveoli
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi, penurunan pre load, infark pada otot jantung, dan kerusakan
struktural.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
jaringan
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia, efek obat depresan
jantung.
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan - Kaji nyeri pasien - Data tersebut membantu
berhubungan tindakan secara menentukan penyebab,
dengan iskemia keperawatan 1 x 24 komprehensif ; durasi, dan lokasi nyeri
jaringan jam, diharapkan PQRST - Untuk mengurangi rasa
terhadap oklusi nyeri pasien - Berikan istirahat fisik tidak nyaman dan
arteri koroner berkurang, dengan dengan punggung dispnea, istirahat fisik
kriteria hasil; ditinggikan juga dapat mengurangi
- Pasien melaporkan (semifowler) konsumsi oksigen
nyeri dada jantung
berkurang - Teknik relaksasi dapat
- Skala nyeri - Ajarkan dan bantu membantu mengurangi
berkurang atau pasien untuk nyeri
hilang relaksasi nafas dalam - Hipotensi/depresi
- Mendemonstrasikan - Periksa tanda-tanda pernafasan dapat terjadi
penggunaan teknik vital pasien sebelum sebagai akibat pemberian
relaksasi dan sesudah narkotik, hal ini dapat
- Klien tampak rileks pemberian obat meningkatkan kerusakan
narkotik miokard.
- Farmakologi untuk
- Kolaborasi dengan mengurangi dan
tim medis dalam mengontrol nyeri melalui
pemberian efek vasodilatasi
antiangina, stenolol, koroner, efek hambatan
prefarat analgesik rangsang simpatik, dan
memberikan sedasi
- Pemberian terapi oksigen
- Kolaborasi untuk memulihkan otot
pemberian terapi jantung, melalui
oksigen pemenuhan suplai
oksigen dalam sirkulasi
darah ke jantung
dan/atau dari jantung.
2 Penurunan Setelah dilakukan - Pantau frekuensi - Untuk mengetahui
curah jantung tindakan jantung, TD adanya perubahan TTV,
berhubungan keperawatan 1x24 untuk menentukan
dengan infark jam, diharapkan intervensi selanjutnya.
pada jantung, curah jantung - Catat adanya - Indikasi untuk
penurunan adekuat, tanda dan menilai cardiac
gejala
load/peningkata n dengan kriteria hasil; penurunan cardiac Output
- TD, HR, RR, output
vaskuler sistemik
tah
cardiac output - Monitor balance - Untuk mengetahui
ana dalam batas cairan haluaran urin
normal - Evaluasi adanya - Untuk mengetahui
n
- Haluaran urin bunyi jantung S3,S4 adanya komplikasi pada
adekuat GJK untuk S3, dan
- Tidak ada disritmia iskemia miokard lada S4.
- Penurunan dispnea - Auskultasi bunyi - Untuk mengetahui
- Peningkatan nafas adanya kongesti paru
toleransi aktivitas akibat penurunan fungsi
- Tidak terdapat miokard
edema - Berikan makanan
- Tidak ada porsi kecil dan - Untuk menghindari kerja
penurunan mudah dikunyah miokardia, bradikardia,
kesadaran dan pengingkatan
- Kolaborasi frekuensi jantung.
pemberian terapi - Untuk memenuhi
oksigen kebutuhan miokard,
menurunkan iskemia
- Pertahankan cairan
IV - Jalur yang paten untuk
pemberian obat darurat
- Kaji ulang EKG pada disritmia
- Menunjukkan
perbaikan/kemajuan
infark, fungsi ventrikel,
- Pantau laboratorium dan efek terapi obat
- Mengetahui perbaikan
- Tingkatkan istirahat infark
pasien - Meminimalkan fungsi
metabolisme tubuh

3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Observasi adanya - Untuk mengetahui


perfusi jaringan tindakan perubahan tingkat adanya penurunan curah
berhubungan keperawatan 3x24 kesadaran jantung
dengan jam, diharapkan - Observasi adanya
penurunan aliran perfusi jaringan pucat, sianosis. - Mengkaji tanda-tanda
darah kembali efektif, penurunan suplay
dengan kriteria hasil; - Monitor TD, HR, oksigen ke jaringan
- Tekanan darah dan CRT perifer
dalam batas - Observasi adanya - Mengkaji status sirkuasi
normal (120/70 edema
mmHg) - Edema menunjukkan
- Kesadaran: - Anjurkan klien untuk adanya tormbosis vena
composmentis latihan kaki dalam
- Tidak edema aktif/pasif - Menurunkan stassi vena,
dan nyeri meningkatkan alirna
- Konjungtivas - Kolaborasi balik vena dan
merah muda pemberian terapi menurunkan resiko
- Tidak terdapat oksigen tormbosis.
sianosis - Memenuhi suplay
oksigen ke jaringan
4 Intoleransi Setelah dilakukan - Pantau frekuensi, - Untuk menentukan
aktivitas tindakan irama, dan perubahan tingkat aktivitas pasien
berhubungan keperawatan 3x24 TD selama
dengan jam, diharapkan beraktivitas
ketidakseimbanga pasien dapat - Tingkatkan istirahat, - Menurunkan kerja
n antara suplai menunjukkan batasi aktivitas pada miokard, sehingga
oksigen miokard peningkatan toleransi dasar nyeri menurunkan resiko
dengan aktivitas, dengan komplikasi
kebutuhan, kriteria hasil; - Anjurkan pasien - Mengejan dapat
adanya - TD, RR, dan HR untuk tidak mengejan mengakibatkan manuver
iskemia/nekrotik dalam batas normal saat defekasi atau saat valsava sehingga terjadi
jaringan miokard, - Pasien dapat ingin muntah bradikardi, menurunnya
efek obat beraktivitas mandiri curah jantung, takikardi,
depresan jantung - Status dan peningkatan tekanan
kardiopulmonar darah
adekuat - Anjurkan dan bantu - Miring kiri miring kanan
pasien untuk miring dapat membantu pasien
kanan dan miring kiri bergerak minimal, dan
dapat mencegah dekubitus
pada daerah yang tertekan
karena bedrest.
- Anjurkan kaluarga - Bantuan keluarga dapat
untuk mendampingi/ mengurangi aktivitas
membantu pasien pasien yang dapat
dalam beraktivitas meningkatkan HR, TD,
dan RR pasien
5 Ketidakefektifan Setelah diberikan - Anjurkan dan - Meningkatkan ekspansi
pola nafas asuhan keperawatan ajarkan posisi semi paru-paru dan
berhubungan selama 2x 24 jam fowler memaksimalkan ventilasi
dengan efusi diharapkan pola - Monitor RR, suara - Mengidentifikasi
pleura dan nafas pasien kembali paru dan status O2 kepatenan jalan nafas
terdesaknya efektif, dengan dan keperluan tambahan
diafragma akibat kriteria hasil; oksigen
hepatomegali - Pasien tidak sesak - Berikan terapi - Penambahan suplai
- Penggunaan O2 oksigen oksigen
(+) - Ajarkan teknik - Melatih nafas pasien
- TD, HR, RR relaksasi nafas
dalam batas dalam
normal.
- Menunjukkan
jalan nafas yang
paten
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2008. Faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien rawat inap di
cardiovascular care unit (CVCU) Cardiac Centre RSUPDr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode Januari – Juli 2008. Jurnal. Universitas Hasanudin Makasa

Wagyu, Edward Augus.2010.Gambaran Pasien Infark Miokard Dengan Elevasi St (Stemi)


Yang Dirawat Di Blu Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado Periode Januari …2010
Sampai Desember 2010. Jurnal E-Clinic. Vol 1. No 3 (2013)

Yamin, Muhammad. 2010. Tatalaksana Terkini Sindroma Koroner Akut Fokus Pada Infark
Miokard dengan Elevasi Segmen ST. Jurnal. Divisi Kardiologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSP Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Jakarta:EGC

Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kumat, Abbas dkk (2007). Robin’s Basic Pathology. Elsevier. Inc

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid . jogjakarta : Mediaction.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai