LP Stemi
LP Stemi
A. KonsepDasar Penyakit
1. Definisi infark miokard dengan elevasi st (Stemi)
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran
darah ke otot jantung (Manjoer, 2001). IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12
lead dalam dua kategori, yaitu ST elevation infark miocard (stemi) dan non
STelevation infark miocard (stemi).
ST Elevasi Miokard Infark (stemi) merupakan rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan tanda nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. Gambaran
EKG pada Stemi menggambarkan tersumbatnya aliran darah, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati /nekrosis (Smeltzer & Bare,
2002).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (stemi) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intevensi koroner perkutan primer (PERKI, 2014;
dalam Ongko & Indrianti, 2014).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stemi merupakan infark pada jantung
yang diakibatkan tersumbatnya arteri coronaria yang memperdarahi jantung
karena ateresklerosis. Infark ini ditandai dengan perubahan segmen ST pada EKG,
yaitu elevasi.
2. Etiologi STEMI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya ruptur ,
penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus. Terdapat faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA, (Kumat, et al, 2007) diantaranya;
a. Faktor yang dapat dirubah;
1) Hiperlipidemia
Peningkatan kolestrerol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal.
Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl beresiko penyakit arteri koronaria, dan
lebih cepat terjadi jika kadarnya melebihi 240 mg/dl.
2) Hipertensi
Hipertensi dapat beresiko IMA sekitar 60 %.
3) Merokok
Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian
karena IHD sekitar 200 %. Berhenti merokok dapat menurunkan resiko
secara substansial.
4) Diabetes melitus
Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang
menderita diabetes daripada tidak.
5) Stress psikologik. Stress menyebabkan peningkatan katekolamin yan g
bersifat aterogenik.
b. Faktor yang tidak dapat dirubah;
1) Usia
Akumulasi plak merupakan proses yang progressif, manifestasi klinis tidak
akan muncul sampai lesi mencapai ambang kritis, dan mulai
menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Pada usia 40-60 tahun , insidens IMA meningkat lima kali lipat.
2) Jenis kelamin
IMA jarang ditemukan pada wanita premenopause, kecuali jika diabetes,
hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause insiden plak
meningkat lebih besar, karena pengaruh hormon estrogen.
3) RAS
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
4) Riwayat Keluarga
c. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard, disebabkan tiga faktor;
1) Pembuluh darah
Berkaitan dnegan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darha mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang mempengaruhi kepatenan pembuluh
darah yaitu; athelerosclerosis, spasme, arteritis.
2) Spasme pembuluh darah
Dipengaruhi pengkonsumsian obat-obatan tertentu, stress emosional atau
nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok.
3) Sirkulasi
Berkaitan dengan faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan,
stenosis atau insufisiensi yang terjadi pada beberapa bagian katup jantung
menyebabkan suplasi oksigen tidak adekuat.
4) Darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka suplai oksigen tetap tidak cukup
walaupun pembuluh darah dan pemompaan jantung bagus.
d. Meningkatnya kebutuhan oksigen
Pada orang yang mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
(meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP saat meningkatnya
kebutuhan oksigen) dapat memicu terjadinya infark, karena kebutuhan oksigen
meningkat sedangkan suplay oksigen tidak bertambah. Hipertrofi miokard
dapat memicu terjadinya infark, karen apemompaan jantung tidak efektif.
5. Diagnosa Medis
Menurut Yamin (2010) diagnosa medis dapat ditegakkan , jika ;
Pada EKG terdapat elevasi segmen T diikuti perubahan sampai inversi
gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal 2
sadapan.
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim : CPK/CK, SGOT, Laktat
Dehidrogenase (LDH), troponin T, CPK MP, CKMB.
Nyeri dada / terjadi serangan jantung pada saat istirahat
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa STEMI (Kumat, 2007) yaitu ;
a. ECG
Adanya elevasi segmen ST
b. Serum cardiac biomarker
Biomarker cardiac dapat dideteksi pada darah perifer. Ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari infark
berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
c. Cardiac imaging
Endocardiography
Ditemukan abnormalitas pergerakan dinding two-
dimential endocardiogrphy High resolution MRI
Angiography
Visualisasi langsung arteri koroner dengan diagnostik invasif berupa
kateterisasi jantung
d. Indeks non spesifik
7. Komplikasi
Jika tidak diatasi dengan segera, maka stemi dapat menimbulkan kerusakan yang
lebih parah lagi pada jantung (Kumat, 2007), diantaranya; a. Disfungis ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubaban bentuk, ukuran,
ketebalan, baik pada segmen yang infark maupun non infark.
b. Pump Failure
Tanda klinis yang sering dijumpai yaitu ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop.
c. Aritmia
Infark meliputi ketidakseimbangan sistem syaraf otonom, ketidakseimbangan
elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti vena
pulmonalis, sedangka disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menimbulkan kongesti vena sistemik.
e. Syok kardiogenik
Akibat disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif.
f. Edema paru akut
Timbunan cairan abnormal di dalam rongga interstisial dan alveoli. Akibatnya
paru menjadi kaku, tidak dapat mengembang, dan udara tidak dapat masuk,
sehingga terjadi hipoksia berat
g. Disfungsi otot papilaris
Diafungsi iskemik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis,
sehingga terjadi eversi daun katup selama sistolik.
h. Defek septum ventrikel
Nekrosis sistem intraventrikuler dapat menyebabkan ruptur dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
i. Ruptur jantung
Ruptur jantung terjadi saat pembuangan nekrotik sebelum pembentukan
jaringan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehigga terjadi perdarahan
masif. Kantong pericardium penuh terisi darah, dan menekan jantung,
sehingga menimbulkan tamponade jantung.
j. Aneurisma ventrikel.
Terjadi pada anterior atau apeks jantung. Aneurisme ventrikel mengembang
saat sistolik, dan teregang pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar,
dan akan menjadi thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat
terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
l. perikarditis
Efek infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga terjadi reaksi peradangan di
permukaan pericardium .
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk penyakit jantung dapat ditinjau dari aktivitas,
diet, dan bowel pasien (Yamin, 2010).
- Aktivitas.
Pasien dengan STEMI harus istirahat di tempat tidur 12 jam pertama, jika tidak
terjadi komplikasi, maka pasien harus didukung untuk melanjutkan postur
tegak dengan menggantungkan salah satu kaki di sisi tempat tidur dan duduk di
kursi dalam 24 jam pertama.
- Diet.
Hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun 4-12 jam pertama.
Asupan nutrisi harus mengandung kolesterol lebih kurang 300 mg/dl.
- Bowel.
Bedrest dan pemberian terapi obat narkotik dapat membuat pasien konstipasi.
Laksatif dapat diberikan jika konstipasi.
9. Penatalaksanaan Medis
Farmakoterapi untuk infark miokard dengan st elevasi (Kumat, 2007) yaitu ; a.
Nitrogliserin.
b. Morfin
c. Aspirin
d. Beta adrenoreceptor blocker
e. Terapi reperfusi
10. Prognosis
Tiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis yaitu potensi terjadinya
aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan
gangguan hemodinamik lebih jauh (Mansjoer, et al, 2001)
2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Klien mengeluh Vaskularisasi terganggu Nyeri akut
nyeri pada bagian
anterior, diperberat Aliran darah ke arteri
oleh inspirasi, koronari terganggu
gerakan menelan.
DO: Gelisah, pucat Iskemia
As Laktat meningkat
Nyeri akut
DS: Disritmia Kontraktilitas jantung Penurunan Cardiac Output
DO: Riwayat penyakit menurun
jantung konginetal
Gagal jantung
Penurunan CO
DS: Pasien mengeluh Rupture dalam pembuluh Perubahan perfusi jaringan
lemah karena darah
hipoksia
DO: Pasien terlihat Obstruksi pembuluh darah
lemah dan pucat
karena O2 jaringan Aliran darah ke jaringan
menurun. terganggu
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
3. Masalah keperawatan
1) Nyeri akut
2) Ketidakefektifan pola nafas
3) Penurunan curah jantung
4) Perubahan perfusi jaringan
5) Intoleransi aktivitas
4. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan dalam alveoli
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi, penurunan pre load, infark pada otot jantung, dan kerusakan
struktural.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
jaringan
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia, efek obat depresan
jantung.
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan - Kaji nyeri pasien - Data tersebut membantu
berhubungan tindakan secara menentukan penyebab,
dengan iskemia keperawatan 1 x 24 komprehensif ; durasi, dan lokasi nyeri
jaringan jam, diharapkan PQRST - Untuk mengurangi rasa
terhadap oklusi nyeri pasien - Berikan istirahat fisik tidak nyaman dan
arteri koroner berkurang, dengan dengan punggung dispnea, istirahat fisik
kriteria hasil; ditinggikan juga dapat mengurangi
- Pasien melaporkan (semifowler) konsumsi oksigen
nyeri dada jantung
berkurang - Teknik relaksasi dapat
- Skala nyeri - Ajarkan dan bantu membantu mengurangi
berkurang atau pasien untuk nyeri
hilang relaksasi nafas dalam - Hipotensi/depresi
- Mendemonstrasikan - Periksa tanda-tanda pernafasan dapat terjadi
penggunaan teknik vital pasien sebelum sebagai akibat pemberian
relaksasi dan sesudah narkotik, hal ini dapat
- Klien tampak rileks pemberian obat meningkatkan kerusakan
narkotik miokard.
- Farmakologi untuk
- Kolaborasi dengan mengurangi dan
tim medis dalam mengontrol nyeri melalui
pemberian efek vasodilatasi
antiangina, stenolol, koroner, efek hambatan
prefarat analgesik rangsang simpatik, dan
memberikan sedasi
- Pemberian terapi oksigen
- Kolaborasi untuk memulihkan otot
pemberian terapi jantung, melalui
oksigen pemenuhan suplai
oksigen dalam sirkulasi
darah ke jantung
dan/atau dari jantung.
2 Penurunan Setelah dilakukan - Pantau frekuensi - Untuk mengetahui
curah jantung tindakan jantung, TD adanya perubahan TTV,
berhubungan keperawatan 1x24 untuk menentukan
dengan infark jam, diharapkan intervensi selanjutnya.
pada jantung, curah jantung - Catat adanya - Indikasi untuk
penurunan adekuat, tanda dan menilai cardiac
gejala
load/peningkata n dengan kriteria hasil; penurunan cardiac Output
- TD, HR, RR, output
vaskuler sistemik
tah
cardiac output - Monitor balance - Untuk mengetahui
ana dalam batas cairan haluaran urin
normal - Evaluasi adanya - Untuk mengetahui
n
- Haluaran urin bunyi jantung S3,S4 adanya komplikasi pada
adekuat GJK untuk S3, dan
- Tidak ada disritmia iskemia miokard lada S4.
- Penurunan dispnea - Auskultasi bunyi - Untuk mengetahui
- Peningkatan nafas adanya kongesti paru
toleransi aktivitas akibat penurunan fungsi
- Tidak terdapat miokard
edema - Berikan makanan
- Tidak ada porsi kecil dan - Untuk menghindari kerja
penurunan mudah dikunyah miokardia, bradikardia,
kesadaran dan pengingkatan
- Kolaborasi frekuensi jantung.
pemberian terapi - Untuk memenuhi
oksigen kebutuhan miokard,
menurunkan iskemia
- Pertahankan cairan
IV - Jalur yang paten untuk
pemberian obat darurat
- Kaji ulang EKG pada disritmia
- Menunjukkan
perbaikan/kemajuan
infark, fungsi ventrikel,
- Pantau laboratorium dan efek terapi obat
- Mengetahui perbaikan
- Tingkatkan istirahat infark
pasien - Meminimalkan fungsi
metabolisme tubuh
Abidin, Zainal. 2008. Faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien rawat inap di
cardiovascular care unit (CVCU) Cardiac Centre RSUPDr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode Januari – Juli 2008. Jurnal. Universitas Hasanudin Makasa
Yamin, Muhammad. 2010. Tatalaksana Terkini Sindroma Koroner Akut Fokus Pada Infark
Miokard dengan Elevasi Segmen ST. Jurnal. Divisi Kardiologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSP Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid . jogjakarta : Mediaction.