Laporan JKN Fix Revisi 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program JKN hadir dalam pelayanan kesehatan karena perintah peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundangan mengatur dengan rinci tujuan, prinsip, para pelaku, dan tata kelola JKN
dalam satu kesatuan sistem penyelenggaraan program jaminan sosial, yaitu Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Penetapan hal-hal tersebut melalui proses penetapan kebijakan publik.

Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan program jaminan/asuransi kesehatan privat/komersial.


Asuransi kesehatan komersial berlangsung berdasarkan kesepakatan jual beli antara perusahaan
asuransi dengan pembeli produk asuransi. Peraturan perundang-undangan hanya mengatur hal-
hal berkaitan dengan perizinan usaha perasuransian dan tata cara perjanjian jual-beli. Manfaat,
besar iuran, dan tata cara pengelolaan diatur oleh masing-masing perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi dan peserta menegosiasikan hal-hal tersebut dan melaksanakannya sesuai
dengan perjanjian dan kesepakatan yang tercantum dalam polis asuransi.

Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dan memberi kewenangan


penyelenggaraan JKN terbentang luas, mulai dari UUD NRI 1945 hingga Peraturan Menteri dan
Lembaga. Pemerintah telah mengundangkan 22 (dua puluh dua) Peraturan Perundang-undangan
yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan program JKN dan tata kelola BPJS Kesehatan.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1 Januari
2014.

BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan
diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian, Dasar Hukum, Prinsip, Tujuan dan mekanisme
penyelenggaraan JKN
2. Untuk mengetahui Kepesertaan JKN
3. Untuk mengetahui Pembiayaan dan pembayaran JKN
4. Untuk mengetahui Manfaat JKN
5. Untuk mengetahui alur dan ketentuan umum system rujukan berjenjang
6. Untuk mengetahui Tata cara pelaksanaan system rujukan berjenjang
7. Untuk menegetahui pelayanan kesehatan tingkat pertama
8. Untuk mengetahui pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama

C. Manfaat
1. Manfaat bagi rsgm
Dengan adanya laporan ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi
RSGM dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan RSGM dengan
bekerja sama dengan pihak penyedia jasa layanan Jaminan kesehatan Nasional. Dengan
demikian layanan kesehatan yang diberikan oleh RSGM bisa lebih menyeluruh kepada
masyarakat luas.

2. Manfaat bagi mahasiswa profesi


Bermanfaat bagi mahasiswa profesi dokter gigi dalam memenuhi salah satu tuntutan
Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, serta mengembangkan wawasan mengenai layanan
Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Manfaat bagi masyarakat


Laporan ini dapat berguna bagi masyarakat untuk memperluas pengetahuan dan
wawasan mengenai JKN, tujuannya, manfaatnya, jenis pelayanan seperti apa yang
diberikan serta penjelasan secara luas mengenai layanan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam naskah akademik UU SJSN tahun 2004 disebutkan bahwa Program Jaminan
Kesehatan Nasional atau disingkat program JKN, adalah suatu program pemerintah dan
masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh
bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera.

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) tidak
menetapkan definisi atau pengertian JKN dalam salah satu ayat atau pasalnya. Dengan
merangkai beberapa pasal dan ayat yang mengatur tentang program jaminan social,
manfaat, tujuan fan tatalaksananya, dapat dirumuskan pengertian Program JKN sebagai
berikut:

“ program jaminan sosial yang menjamin biaya pemeliharaan kesehatan serta


pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang diselenggarakan nasional secara
bergotong-royong wajib oleh seluruh penduduk Indonesia dengan membayar iuran
berkala atau iurannya dibayari oleh pemerintah kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan – BPJS Kesehatan”

Dua peraturan pelaksanaan UU SJSN, yaitu Peraturan pemerintah No. 101 Tahun 2012
tentang penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dan peraturan presiden No. 12 Tahun
2013 tentang jaminan kesehatan menetapkan bahwa yang dimaksud dengan JKN :

“Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta


memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iurna atau iurannya dibayar oleh pemerintah”.

3
Manfaat yang dijamin oleh program JKN berupa pelayanan kesehatan perseorangan yang
komperhensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (prmotif), pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan
bahan medis.

B. Dasar Hukum

Program JKN hadir dalam pelayanan kesehatan karena perintah peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan distur dengan rinci: tujuan, prinsip, para
pelaku, dan tata kelola JKN dalam satu kesatuan sistem penyelenggaraan program
jaminan sosial, yaitu sistem jaminan sosial nasional. Penetapan hal-hal tersebut melalui
proses penetapan kebijakan public.

a. hukum dan kebijakan JKN


Dasar hukum: peraturan perundang- Program dan kebijakan pemerintah :
undangan yang memerintahkan dan program prioritas pemerintah
memberi kewenangan penyelenggara JKN
terbentang luas, mulai dari UUD 1945 Hukum
hingga peraturan Menteri dan Lembaga. dan
kebijakan
JKN
Peraturan terkait: memiliki keterkaitan
Rujukan Internasional: deklarasi,
materi perundang-undangan
dan rekomendasi PBB
penyelenggaraan SJSN dan JKN

4
b. Peraturan Perundang-Undangan Penyelenggara JKN.

UUD NRI

Ps. 34:1,2,3 Ps. 28: 1,2,3

UU SJSN UU BPJS

No. 40/2004 No. 24/2011

Peraturan pemerintah:

No. 101/2012 No.82/2013 No.87/2013

No. 86/2013 No. 85/2013 No.88/2013

Peraturan Presiden: Peraturan perundang-


undangan yang
No. 12/2013 No. 108/2013
memerintahkan dan memberi
No. 107/2013 No. 110/2013 kewenangan
penyelenggaraan JKN

SATU PAYUNG HUKUM


PerMenk PerMen
PerBPJS UNTUK SEMUA
es Keu

No. 71/2013 No. 1/2014 No. 205/2013

No. 19/2014 No. 2/2014 No. 206/2013

No. 27/2014 No. 211/2013

No. 28/2014

No. 59/2014

Tata kelola JKN Tata kelola BPJS

5
C. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Prinsip asuransi sosial meliputi:
1. kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan
muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah;
2.  kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif;
3. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk pekerja yang menerima upah atau
suatu jumlah nominal tertentu untuk pekerja yang tidak menerima upah;
4. dikelola dengan prisip nirlaba, artinya pengelolaan dana digunakan sebesar-besarnya
untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan
untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan.

Prinsip ekuitas, yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan
dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki
penghasilan dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu.

1. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh

manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar


kesehatan.

2. Pelaku Jaminan Kesehatan Nasional

Penyelenggaraan JKN dilaksanakan oleh 4 (empat) pelaku utama, yaitu Peserta, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fasilitas Kesehatan, dan Pemerintah.

 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional


Peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta berhak atas
manfaat JKN. Untuk tetap memperoleh jaminan pelayanan kesehatan, Peserta wajib

6
membayar iuran JKN secara teratur dan terus-menerus hingga akhir hayat. Peserta JKN
terbagi atas dua kelompok utama, yaitu Penerima Bantuan Iuran dan Bukan Penerima
Bantuan Iuran. Penerima Bantuan Iuran mendapatkan subsidi iuran JKN dari Pemerintah.
Bukan Penerima Bantuan Iuran wajib membayar iuran JKN oleh dirinya sendiri atau
bersama-sama dengan majikannya.

 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyeleng- garakan program
jaminan sosial kesehatan.BPJS Kesehatan dibentuk dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

BPJS Kesehatan berbadan hukum publik yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
BPJS Kesehatan berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara RI. BPJS Kesehatan
memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.

Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan


sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan bertugas:

 menerima pendaftaran Peserta JKN;


 mengumpulkan iuran JKN dari Peserta, Pemberi Kerja, dan Pemerintah;
 mengelola dana JKN;
 membiayai pelayanan kesehatan dan membayarkan manfaat JKN;
 mengumpulkan dan mengelola data Peserta JKN;
 memberi informasi mengenai penyelenggaraan JKN.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, BPJS Kesehatan diberi kewenangan untuk:

 menagih pembayaran iuran;


 menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai;
  melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi

7
Kerja dalam memenuhi kewajibannya;
 membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.

 Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan membangun jaringan fasilitas kesehatan dengan cara bekerja sama
dengan Fasilitas Kesehatan milik pemerintah atau swasta untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN dan keluarganya. Jaringan fasilitas kesehatan ini
terbagi atas tiga kelompok utama, yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan, dan fasilitas kesehatan pendukung.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama menyelenggarakan pelayanan kesehatan non


spesialistik, sedangkan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan spesialistik dan subspesialistik. Fasilits kesehatan pendukung melayani
pelayanan obat, optik, dan dukungan medis lainnya.

 Pemerintah

Pemerintah berperan dalam penentuan kebijakan (regulator), pembinaan, dan pengawasan


penyelenggaraan program JKN.

3. Mekanisme Penyelenggaraan

Penyelenggaraan Program JKN mengintegrasikan fungsi pembiayaan pelayanan kesehatan dan


fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi pelayanan kesehatan perorangan. Ilustrasi
mekanisme penyelenggaraan JKN diuraikan di bawah ini.

1. Fungsi Pembiayaan
Fungsi pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan dalam Program JKN dilaksanakan
oleh Peserta, BPJS Kesehatan, dan Pemerintah. Fungsi pembiayaan mencakup
pendaftaran dan pembayaran iuran, pengumpulan iuran, penggabungan seluruh iuran di
BPJS Kesehatan, dan pengelolaan dana yang terkumpul untuk pembelian dan
pembayaran Fasilitas Kesehatan, pencadangan dana, serta pengembangan aset dan

8
investasi.
BPJS Kesehatan secara aktif mengumpulkan iuran dari Peserta (collecting) kemudian
menggabungkan seluruh iuran Peserta (pooling) dan mengelo- lanya (purchasing and
investing) dengan cermat, hati-hati, transparan, efisien dan efektif untuk sebesar-besarnya
kepentingan perlindungan kesehatan Peserta.

2. Fungsi Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

Fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN dilaksanakan oleh


Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan, serta Pemerintah. Fungsi ini mencakup seleksi
fasilitas kesehatan, penyediaan jaringan fasilitas kesehatan, pemberian pelayanan
kesehatan secara terstandarisasi, terstruktur, berjenjang, dan terintegrasi.

D. Kepersertaan Jaminan Kesehatan Nasional


Kepesertaan JKN diatur dalam:
a. UU SJSN Bab V;
b. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Bab II bagian kedua;
c. Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2013 Bab II.

Di dalam Undang SJSN diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib menjadi peserta
jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan. Untuk
menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji,
besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan Pemberi Kerja.
Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal
tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran maka
iurannya dibayari pemerintah.

1. Ketentuan Umum Kepesertaan


a. Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala seumur hidup.
b. Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga menjangkau seluruh penduduk
Indonesia.
c. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mewajibkan warga negara asing
yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta.
9
d. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan
program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi
peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau
mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi
peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah. Kesinambungan kepesertaan bagi
pensiunan dan ahli warisnya akan dapat dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran
jaminan kesehatan oleh manfaat program jaminan pensiun.
e. Setiap Peserta yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas
Peserta yang merupakan identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan
sosial.
f. Pemutahiran data kepesertaan menjadi kewajiban Peserta untuk melaporkannya kepada
BPJS Kesehatan.

2. Masa Berlaku Kepesertaan


Kepesertaan berlaku selama peserta membayar iuran. Bila Peserta tidak membayar atau
meninggal dunia, maka kepesertaan hilang.
Bagi Peserta yang menunggak iuran, pemulihan kepesertaan dilakukan dengan membayar
iuran bulan berjalan disertai seluruh tunggakan iuran beserta seluruh denda.

3. Penahapan Kepesertaan Wajib


Jadwal Implementasi Kepesertaan Wajib JKN:
Penahapan Kepesertaan Wajib
Sasaran
Tenggat awal Tenggat akhir
1 Januari 2014 1 Januari 2014  PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan;
 Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya;
 Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Polri dan anggota keluarganya;
 Peserta asuransi kesehatan ASKES dan anggota

10
keluarganya;
 Peserta Jaminan Pemeliharaan JAMSOSTEK dan
anggota keluarganya.
 Badan Usaha Milik Negara
 Usaha Besar
1 Januari 2014 1 Januari 2015
 Usaha Menengah
 Usaha kecil
1 Januari 2014 1 Januari 2016 Usaha Mikro
 Pekerja Bukan Penerima Upah
1 Januari 2014 1 Januari 2019
 Bukan Pekerja

Bagi perusahaan yang telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan


perjanjian kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan sebelum berlakunya Peraturan
Presiden ini, kewajiban pemberi kerja mendaftarkan dirinya dan pekerjanya mulai berlaku
pada saat berakhirnya perjanjian kerjasama. Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta
Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS
Kesehatan oleh Pemerintah Daerah.

4. Syarat, Lokasi dan Prosedur Pendaftaran


 Syarat pendaftaran peserta akan diatur kemudian dengan peraturan BPJS.
 Lokasi pendaftaran dilakukan di kantor BPJS setempat/terdekat dari domisili peserta.
 Prosedur pendaftaran :
a. Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS
Kesehatan.
b. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai
peserta kepada BPJS kesehatan.
c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai
peserta kepada BPJS kesehatan.

5. Hak dan Kewajiban Peserta

11
a. Peserta berhak memperoleh identitas peserta dan memperoleh manfaat pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
b. Peserta wajib membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS
Kesehatan dengan menunjukan identitas peserta pada saat pindah domisili dan atau
pindah kerja.

E. Pembiayaan dan Pembayaran


BPJS Kesehatan melakukan pembayaran ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui
pola pembayaran kapitasi dengan ketentuan sebagai berikut :

 Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan dibayarkan langsung ke Dokter Gigi


berdasarkan jumlah peserta terdaftar.
 Dokter Gigi di Klinik/Puskesmas tidak dibayarkan langsung ke Dokter Gigi yang
menjadi jejaring melainkan melalui Klinik /Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertamanya.
Iuran JKN adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta,
Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk Program JKN. Ketentuan iuran JKN
diatur dalam:
 UU SJSN Pasal 17, 27, dan 28
 UU BPJS Pasal 19
 Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17, dan 18.

1. Kewajiban membayar iuran JKN diatur sebagai berikut:


 Setiap Peserta wajib membayar iuran.
 Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran
yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara
berkala.
 Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu
dibayar oleh Pemerintah. Pada tahap pertama iuran yang dibayar oleh Pemerintah
adalah untuk program jaminan kesehatan.

2. Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah sebagai berikut:

12
 Besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta
penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang
tidak menerima upah
 Besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja ditetapkan untuk setiap
jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan
kebutuhan dasar hidup yang layak.
 Iuran tambahan dikenakan kepada peserta yang mengikutsertakan anggota keluarga yang
lain, yaitu anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, mertua.
 Iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh Peserta:
 sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah Peserta Pekerja Penerima Upah per orang
per bulan.
 sesuai manfaat yang dipilih Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja.

3. Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran JKN adalah sebagai berikut:
 Iuran jaminan kesehatan bagi Peserta PBI-JKN dibayar oleh Pemerintah.
 Iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.
 Iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
 Pembayaran iuran setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada
BPJS Kesehatan.
 Apabila tanggl 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya.
 Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk
waktu 3 (tiga) bulan, dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
 Bila keterlambatan pembayaran iuran lebih dari tiga bulan, penjaminan dapat dihentikan
sementara.
 Pembayaran iuran jaminan kesehatan dapat dilakukan di awal untuk 3 (tiga) bulan, 6
(enam) bulan dan 1 (satu tahun).
13
 Pengelolaan kelebihan atau kekurangan iuran:
 BPJS Kesehatan menghitung kelebihan/kekurangan iuran jaminan kesehatan
sesuai dengan gaji atau upah Peserta.
 Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan
memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.
 Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran
iuran bulan berikutnya.

4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan:


 BPJS Kesehatan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi.
 Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan BPJS pembayaran cara INA
CBG’s. (sistem paket)
 Jika disuatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi , BPJS
Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang
lebih berhasil guna.

5. Cara pembayaran Fasilitas Kesehatan (2):


 Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak menjalin
kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya, yang ditagihkan
langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan dan dibayar oleh BPJS
Kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. Peserta tidak
diperkenankan dipungut biaya apapun terhadap pelayanan tersebut.
 BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap.

6. Cara pembayaran Fasilitas Kesehatan (3):


 Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan
BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu
pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri

14
 Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri memutuskan besaran
pembayaran atas program JK yang diberikan
 Asosiasi fasilitias kesehatan ditetapkan oleh Menteri
BPJS Kesehatan melakukan pembayaran ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui pola
pembayaran kapitasi dengan ketentuan sebagai berikut :

 Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan dibayarkan langsung ke Dokter Gigi


berdasarkan jumlah peserta terdaftar.
 Dokter Gigi di Klinik/Puskesmas tidak dibayarkan langsung ke Dokter Gigi
yang menjadi jejaring melainkan melalui Klinik /Puskesmas sebagai Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertamanya.

F. Manfaat

 Manfaat JKN diatur dalam:

(1) UU SJSN Pasal 22 dan 23;

(2) Peraturan Presiden Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 20, 21, 24, 25, dan 26;

(3) Peraturan Presiden Tentang Perubahan PerPres Jaminan Kesehatan Pasal 22, 23, 25,
26, 27A, 27B, 28;

(4) Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 13 sampai dengan Pasal 21.

 Ketentuan Umum

Manfaat JKN adalah pelayanan kesehatan perorangan menyeluruh yang mencakup


pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan pencegahan penyakit,
(preventif), pengobatan dan perawatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),
termasuk obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan tersebut terdiri atas manfaat medis dan
manfaat non medis. Klasifikasi pelayanan didasari atas perbedaan hak peserta karena
adanya perbedaan besaran iuran yang dibayarkan.

1. Manfaat Medis

15
Manfaat medis tidak terikat besaran iuran. Seluruh Peserta JKN berhak atas manfaat medis yang
sama sesuai dengan kebutuhan medisnya. Manfaat medis mencakup penyuluhan kesehatan,
konsultasi, pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan medis dan perawatan, transfusi, obat-
obatan, bahan medis habis pakai, rehabilitasi medis, pelayanan kedokteran forensik serta
pelayanan jenasah.

Manfaat medis diberikan secara berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik diberikan
di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan spesialistik dan sub-spesialistik
diberikan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

JKN membagi dua tingkatan fasilitas kesehatan sebagai berikut:

(1) Fasilitas kesehatan tingkat pertama, terdiri dari:

a. Puskesmas atau yang setara


b. Praktik dokter
c. Praktik dokter gigi
d. Klinik Pratama atau yang setara
e. Rumah Sakit Kelas D atau yang setara

(2) Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan spesialistik dan sub
spesialistik, terdiri dari:

a. Klinik Utama atau yang setara

b. Rumah Sakit Umum

c. Rumah Sakit Khusus

Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan didukung oleh fasilitas kesehatan
penunjang, yaitu

a. Laboratorium

b. Instalasi farmasi rumah sakit

c. Apotek

d. Optik

16
e. Unit transfusi darah/Palang Merah Indonesia

f. Pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD)

g. Praktek bidan/perawat yang setara

Di luar kedua kelompok pelayanan kesehatan tersebut di atas, Menteri Kesehatan dapat
menetapkan pelayanan kesehatan lainnya untuk dijamin oleh JKN.

2. Manfaat Non Medis

Sebaliknya, manfaat non medis terikat besaran iuran. Manfaat non medis meliputi
akomodasi layanan rawat inap dan ambulans. Akomodasi layanan rawat inap terbagi atas tiga
kelas ruang perawatan, dari kelas tertinggi ke kelas terendah, yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri
selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan.

Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan memilih kelas yang
lebih tinggi dari haknya. Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak Peserta penuh, Peserta
dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama tiga hari perawatan. BPJS
Kesehatan membayar kelas perawatan Peserta sesuai hak Peserta. Bila ruang rawat inap yang
menjadi haknya telah tersedia, Peserta wajib menempati ruang rawat inap yang menjadi haknya.

Bila setelah tiga hari ruang rawat inap yang menjadi hak Peserta tidak tersedia, maka selisih
biaya menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan. Fasilitas kesehatan dapat merujuk Peserta
tersebut ke fasilitas kesehatan yang setara atas persetujuan Peserta.

3. Manfaat Non Medis-Ambulans

Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditentukan oleh BPJS Kesehatan. Tidak seluruh pelayanan kesehatan dijamin oleh JKN. Peserta
perlu mengenal pelayanan yang dijamin dan pelayanan yang tidak dijamin, serta syarat dan
ketentuan yang berlaku pada penyelenggaraan JKN.

G. Pengertian, Alur dan Ketentuan Umum Sistem Rujukan Berjenjang

17
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertical maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Alur Pelayanan Sistem Rujukan

Peserta Faskes Primer


Rujuk/
Rujuk Balik

Gawat Darurat
BPJS Kesehatan Rumah Sakit
Klaim
Kantor Cabang

Ketentuan Umum Sistem Rujukan Berjenjang

1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:


a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan
dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.

18
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundangundangan yang berlaku
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak
dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan
melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak
pada kelanjutan kerjasama
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang
lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang
lebih rendah dilakukan apabila:
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

19
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

H. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang


1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

20
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
i. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
ii. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

I. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


a. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah:
1. Rawat jalan tingkat pertama
a) Puskesmas atau yang setara;
b) praktik dokter;
c) praktik dokter gigi;
d) klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik
TNI/POLRI;dan
e) Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
2. Rawat Inap Tingkat Pertama
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap.

b. Cakupan pelayanan
1. Rawat jalan tingkat pertama

21
a) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan
untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b) pelayanan promotif preventif, meliputi:
1) kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan;
Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
2) imunisasi dasar;
Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri
Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan Campak.
3) keluarga berencana;
 Pelayanan keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi
keluarga berencana.
 Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
 BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan
alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk
jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifer
4) Skrining kesehatan
 Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan selektif.
 Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit
dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu, meliputi:
- diabetes mellitus tipe 2;
- hipertensi;
- kanker leher rahim;
- kanker payudara; dan
- penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.

22
 Pelayanan skrining kesehatan penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan
hipertensi dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
 Jika Peserta teridentifikasi mempunyai risiko penyakit diabetes mellitus
tipe 2 dan hipertensi berdasarkan riwayat kesehatan, akan dilakukan
penegakan diagnosa melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu
dan kemudian akan diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi medis.
 Pelayanan skrining kesehatan untuk penyakit kanker leher rahim dan
kanker payudara dilakukan sesuai dengan indikasi medis.
c) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d) tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
e) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f) pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama;
g) pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi ;
h) upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi termasuk penanganan
komplikasi KB paska persalinan;
i) rehabilitasi medik dasar.
2. Pelayanan gigi
a) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan
untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama
b) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
c) premedikasi
d) kegawatdaruratan oro-dental
e) pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
f) pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
g) obat pasca ekstraksi
h) tumpatan komposit/GIC
i) skeling gigi (1x dalam setahun)
3. Rawat inap tingkat pertama

23
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan cakupan pelayanan
rawat jalan tingkat pertama dengan tambahan akomodasi bagi pasien sesuai indikasi
medis.
4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis
Pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan pada
kasus:
a) Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan
b) Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien
c) Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat rekomendasi
dari dokter Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

c. Prosedur
1. Ketentuan umum
a) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama tempat Peserta terdaftar
b) Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi:
1) berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta
terdaftar; atau
2) dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
c) Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila peserta melakukan kunjungan ke
luar domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan kegiatan yang rutin. Untuk
mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat tujuan,
maka peserta wajib membawa surat pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan
tujuan.
d) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang- undangan
e) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak
dapat langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama

24
yang baru sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak mendapatkan
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang baru di bulan berikutnya.
f) Peserta dapat memilih untuk mutasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama selain
Fasilitas Kesehatan tempat Peserta terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan
atau lebih.
g) Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah
membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat langsung
mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta
terdaftar

2. Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Pelayanan Gigi


a) Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi).
b) Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
c) Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan
d) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.
e) Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh obat.
f) Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca
melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum.
g) Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun
tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka fasilitas
kesehatan tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem
rujukan yang berlaku.
h) Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan, dan selanjutnya selama masih dalam perawatan dan belum di
rujuk balik ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama tidak dibutuhkan lagi surat
rujukan. Dokter yang menangani memberi surat keterangan masih dalam
perawatan.

25
i) Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah
disediakan BPJS Kesehatan
j) Ketentuan Khusus Pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan
pasca melahirkan (PNC)
1) Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama atau jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama
2) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)
diharapkan dilakukan pada satu tempat yang sama, misalnya pemeriksaan
kehamilan (ANC) dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses
persalinan dan pemeriksaan pasca melahirkan (PNC) juga dilakukan pada
bidan jejaring tersebut.
3) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)
pada tempat yang sama dimaksudkan untuk :
 Monitoring terhadap perkembangan kehamilan
 Keteraturan pencatatan partograph
 Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan

3. Rawat Inap Tingkat Pertama


a) Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas rawat
inap
b) Fasilitas kesehatan dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang
dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama lain
c) Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan
d) Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
e) Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat
dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.

26
g) Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah
disediakan BPJS Kesehatan
h) Peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan bila secara indikasi
medis diperlukan

4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis


a) Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
b) Penggunaan darah sesuai indikasi medis berdasarkan surat permintaan darah yang
ditandatangani oleh dokter yang merawat.
d. Alur pelayanan

27
J. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
a. Fasilitas kesehatan
Pelayanan rawat jalan dan rawat inap dapat dilakukan di:
1. klinik utama atau yang setara;
2. rumah sakit umum; dan
3. rumah sakit khusus.
Baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

b. Cakupan pelayanan
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a) administrasi pelayanan; meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penerbitan surat eligilibitas peserta, termasuk pembuatan kartu pasien.
b) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis;
c) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
d) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e) pelayanan alat kesehatan;
f) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
g) rehabilitasi medis;
h) pelayanan darah;

28
i) pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et repertum atau
surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan
pemeriksaan psikiatri forensik; dan
j) pelayanan jenazah terbatas hanya bagi peserta meninggal dunia pasca rawat inap
di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS tempat pasien dirawat
berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat lanjutan adalah sesuai dengan seluruh cakupan
pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu perawatan inap non intensif
dan perawatan inap intensif dengan hak kelas perawatan sebagaimana berikut:
a) ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b) ruang perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
2) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
3) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
4) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali penghasilan
tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota
keluarganya; dan
5) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
c) ruang perawatan kelas I bagi:
1) Pejabat Negara dan anggota keluarganya;

29
2) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
3) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
4) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
5) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;
6) janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
7) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
dengan gaji atau upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
8) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
3. Alat Kesehatan di Luar Paket INA CBG’s
a) Tarif di luar paket INA CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas alat kesehatan yang
digunakan secara tidak permanen di luar tubuh pasien
b) Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s ditagihkan langsung oleh fasilitas
kesehatan ke BPJS Kesehatan
c) Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s adalah pelayanan yang dibatasi, yaitu:
1) Pelayanan diberikan atas indikasi medis,
2) Adanya plafon maksimal harga alat kesehatan
3) Adanya batasan waktu pengambilan alat kesehatan
d) Jenis alat kesehatan di luar paket INA CBG’s adalah sebagai berikut:
1) Kacamata
2) Alat bantu dengar
3) Protesa alat gerak
4) Protesa gigi
5) Korset tulang belakang

30
6) Collar neck
7) Kruk
e) Tarif alat kesehatan di luar paket INA CBG’s sebagaimana peraturan yang
berlaku

c. Prosedur
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a) Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan
c) Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan
kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat
Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e) Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat
dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan
g) Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang tercantum dalam
surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
h) Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan lanjutan lain
dengan surat rujukan/konsul ekstern.
i) Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat lanjutan karena
kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk dirujuk balik ke Faskes tingkat
pertama, maka Dokter Spesialis/Sub Spesialis membuat surat keterangan yang
menyatakan bahwa pasien masih dalam perawatan.
j) Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk balik ke Faskes
tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub Spesialis akan memberikan surat
keterangan rujuk balik.

31
k) Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialis tidak memberikan surat keterangan yang
dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan berikutnya pasien harus
membawa surat rujukan yang baru dari Faskes tingkat pertama
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS
Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat
b) Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit.
c) Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan
serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan
melakukan pencetakan SEP
d) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e) Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat
dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan
g) Dalam hal peserta menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada
haknya, maka Peserta dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan.
h) Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi daripada haknya atas keinginan sendiri
dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan
i) Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak
memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:
1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.
2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.
3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka peserta
ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta.
4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.

32
5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih biaya
yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang bersangkutan
atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang
setara
j) Penjaminan peserta baru dalam kondisi sakit dan sedang dalam perawatan
1) Penjaminan diberikan mulai dari pasien terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan yang dibuktikan dengan tanggal bukti bayar (bukan tanggal yang
tercantum dalam kartu peserta BPJS Kesehatan);
2) Peserta diminta untuk mengurus SEP dalam waktu maksimal 3 x 24 jam hari
kerja sejak pasien terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan;
3) Apabila peserta mengurus SEP lebih dari 3 x 24 jam hari kerja sejak terdaftar
sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka penjaminan diberikan untuk 3 hari
mundur ke belakang sejak pasien mengurus SEP;
4) Biaya pelayanan yang terjadi sebelum peserta terdaftar dan dijamin oleh BPJS
Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Fasilitas kesehatan tersebut.
5) Untuk pasien baru yang sudah mendapatkan pelayanan rawat inap, maka tidak
diperlukan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat satu atau keterangan
gawat darurat. Untuk penjaminan selanjutnya, peserta wajib mengikuti
prosedur pelayanan BPJS Kesehatan yang berlaku.
6) Perhitungan penjaminan berdasarkan proporsional hari rawat sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan.
7) Besar biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai dengan tanggal pulang dibagi total hari
rawat kali tarif INA CBG’s.
3. Rujukan Parsial
a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Fasilitas kesehatan tersebut.
b) Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

33
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka pada SEP pasien
diberi keterangan “Rujukan Parsial”, dan rumah sakit penerima rujukan tidak
menerbitkan SEP baru untuk pasien tersebut.
d) Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk dan
pasien tidak boleh dibebani urun biaya.
e) BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA CBG’s ke
Fasilitas Kesehatan perujuk
4. Pelayanan Alat Kesehatan di luar paket INA CBG’s
a) Dokter Spesialis menuliskan resep alat kesehatan sesuai indikasi medis
b) Peserta mengurus legalisasi alat kesehatan ke petugas BPJS Center atau Kantor
BPJS Kesehatan.
c) Peserta dapat mengambil alat kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau di
jejaring fasilitas kesehatan penyedia alat kesehatan di luar paket INA CBG’s yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Peserta wajib membawa :
1) Surat Elijibilitas Peserta (SEP) atau salinannya
2) Resep alat kesehatan yang telah dilegalisir petugas BPJS Kesehatan
d) Fasilitas kesehatan melakukan verifikasi resep dan berkas lainnya kemudian
menyerahkan alat kesehatan tersebut. Peserta wajib menandatangani bukti
penerimaan alat kesehatan.

d. Alur pelayanan

34
K. Pola Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
a. Pelayanan Darurat (Basic Emergency Care)
Pelayanan pada lapis pertama adalah pelayanan pertolongan pertama untuk mengurangi
rasa sakit. Seyogyanya pelayanan darurat ini dapat diterapkan pada berbagai jenjang
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

35
b. Pelayanan pencegahan (preventive care)
1. Pelayanan pencegahan
 Fluoridasi air minum
 Pemasaran pasta gigi berfluor
 Pemasyarakatan kesehatan gigi melalui media massa untuk memperbaiki
kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
2. Pelayanan pencegahan Kelompok melalui :
 Promosi program Pendidikan
 Program pemberian tablet fluor, kumur-kumr dengan fluor, dan gerakan sikat gigi
massal.
 Pemberian fluorida secara topical, fissure sealant, pembuangan karang gigi.
3. Pelayanan pencegahan Perorangan melalui :
 Pemeriksaan mulut dan gigi
 Nasihat dan petunjuk dan pemeriksaan diri sendiri dan mencari pengobatan yang
tepat sedini mungkin.
 Menghindari kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
 Aplikasi fluorida topikal, fissure sealants, dan pembuangan karang gigi, serta
deteksi dini dan penumpatan dengan ART.
c. Pelayanan medik gigi dasar (simple care)
1. Pembuangan karang gigi.
2. Ekstraksi tanpa komplikasi.
3. Penumpatan gigi.
4. Tindakan orthodontik dan Interseptik.
5. Rujukan untuk pelayanan selain dari yang tersebut diatas.
d. Pelayanan medik gigi khusus (moderate care)
Adalah suatu pelayanan profesional yang lebih advance atau pelayanan medik gigi dasar
khusus, seperti tindakan spesialistik kedokteran gigi, meliputi :
1. Terapi penyakit periodontal yang moderat.
2. Ekstraksi.
3. Pengobatan endodontik untuk gigi yang berakar satu.
4. Restorasi lebih dari satu permukaan (multi surface restorations).
36
5. Protesa cekat
6. Protesa lepasan
7. Tindakan Orthodontik
8. Fraktur gigi
9. Lesi selaput lendir mulut
10. Rujukan kepada spesialis jika diperlukan
e. Pelayanan medik gigi spesialistik (complex care)
Adalah suatu pelayanan profesional oleh tenaga spesialis baik sendiri maupun tim,
pelayanan ini meliputi :
1. Terapi penyakit periodontal yang kompleks
2. Ekstraksi dengan komplikasi.
3. Tindakan Endodontik gigi berakar lebih dari satu.
4. Pelayanan prostetik yang kompleks
5. Tindakan orthodontik korektif.
6. Perawatan trauma muka dan rahang
7. Pengobatan lesi selaput lendir mulut
8. Terapi disfungsi sendi temporo-mandibula
9. Tindakan pada pasien-pasien yang mempunyai penyakit lain tertentu (medically
compromised patients)

37
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. BPJS Kesehatan sebagai Badan Penyelengara yang ditunjuk untuk menjalankan program
jamkesnas bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan diberlakukannya program Jaminan
Kesehatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
Pemerintah.
2. Penyelenggaraan JKN adalah menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
3. Dasar hukum: peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dan memberi
kewenangan penyelenggara JKN terbentang luas, mulai dari UUD 1945 hingga peraturan
Menteri dan Lembaga.
4. JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial yaitu,
kegotongroyongan antara peserta; kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif; iuran
berdasarkan persentase upah/penghasilan ;pengelolaan dana digunakan sebesar-besarnya
untuk kepentingan peserta
5. BPJS Kesehatan membangun jaringan fasilitas kesehatan dengan cara bekerja sama
dengan Fasilitas Kesehatan milik pemerintah atau swasta untuk menyelenggarakan

38
pelayanan kesehatan bagi Peserta JKN dan keluarganya
6. Penyelenggaraan Program JKN mengintegrasikan fungsi pembiayaan pelayanan
kesehatan dan fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi pelayanan kesehatan
perorangan
7. Di dalam Undang SJSN diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib menjadi peserta
jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan.
Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai
upah/gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan
Pemberi Kerja

B. SARAN
1. Kekurangan pertama dari BPJS Kesehatan adalah adanya metode berjenjang saat
melakukan klaim. Di BPJS, di luar keadaan darurat, peserta memang diharuskan
memeriksakan penyakitnya ke faskes 1 terlebih dahulu. Faskes 1 ini sendiri
berupa puskesmas atau klinik. Setelah dari di faskes 1 dan pasien memang dirasa
harus ke rumah sakit, maka pasien atau peserta BPJS baru bisa ke rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS. Namun di asuransi lain, Anda bisa langsung
memeriksakan sakit ke rumah sakit yang sudah bekerja sama
2. Terkait JKN merupakan suatu program sangat diperlukan adanya alat pengawasan
dan pengendalian data kapitasi, karena sering terjadi di daerah yaitu tidak
dianggarkannya pengawasan dana kapitasi yang diterima FKTP.
3. Pembiayaan secara prospective cukup baik karena mengajak fasilitas kesehatan
agar bekerja secara efektif dan efisien sesuai besaran klaim paket yang tersedia.
Namun penghitungan besaran klaim ini tentunya tetap harus dijaga apakah sudah
sesuai dengan nilai aktuaria? Jika dibawah nilai keekonomian atau aktuaria,
tentunya akan menyebabkan faskes melakukan efisiensi berlebihan yang mungkin
dapat mengganggu optimalisasi pelayanan, meskipun di sisi lainnya BPJS
sebagai payer akan lebih sedikit mengeluarkan dananya. Hal inilah yang
seharusnya menjadi kajian bagi BPJS dalam tata kerjanya.

39
4. Perlu dilakukan pengawasan secara ketat terhadap fasilitas kesehatan dalam
mengklaim BPJS agar klaim yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan.
5. Pendisiplinan serta pengawasan yang perlu ditingkatkan terhadap pelaku dan
peserta JKN agar tidak terjadi kecurangan dalam pelaksanaannya.
6. Perlu pertimbangan dan penataan kembali pembayaran untuk tenaga medis dokter
gigi berhubung jasa medik untuk dokter gigi terlalu kecil dan tidak sebanding
dengan pengeluaran yang dilakukan saat perawatan.
7. Perlu diberikan sanksi bagi peserta BPJS yang tidak rutin membayar iuran dan
baru membayar kembali jika diperlukan. Sanksi misalnya diberikan tenggang
waktu (misalnya beberapa bulan) untuk bisa digunakan lagi BPJS nya terhitung
dari tanggal pembayaran tunggakannya.
8. Untuk peserta BPJS yang pembayaran iurannya dengan sistem pemotongan
otomatis dari gaji (PNS) dengan BPJS Mandiri dibuat kelompok pelayanan
kesehatan yang berbeda. Dimana kedua kelompok peserta BPJS ini dibuatkan
pengelompokan masing-masing pelayanan kesehatan apa yang dapat diterima. Ini
dilakukan karena yang terjadi saat ini kebanyakan peserta BPJS mandiri sering
menunggak pembayaran iuran. Hal ini dilakukan guna menghindari adanya
penghapusan layanan kesehatan secara merata karena ini tidak adil bagi peserta
BPJS yang rutin membayar iuran setiap bulan. Apabila dilakukan pengelompokan
antara peserta BPJS mandiri dan peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada
lembaga pemerintah (PNS) dimana proses pembayarannya dilakukan secara
otomatis melalui pemotongan gaji, perlu dilakukan sosialisasi kepada kedua
kelompok peserta BPJS ini untuk menghindari keluhan dari masyarakat mengenai
perawatan yang diterima.
9. Pelayanan gigi dasar yang masih bisa ditangani di faskes primer jika ada kendala
dengan fasilitas, sarana dan tenaga dapat dilakukan rujukan horizontal yaitu
kepada faskes primer yang fasilitas, sarana dan tenaganya memadai sehingga
tidak perlu langsung dirujuk ke faskes sekunder.

40
41

Anda mungkin juga menyukai