Pengaruh Kecerdasan Emosi Terhadap Forgivenees Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling Angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Pengaruh Kecerdasan Emosi Terhadap Forgivenees Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling Angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Bimbingan dan Konseling
untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh
gelar sarjana pendidikan
Oleh
Elizabeth Winda Kurniastuti
132016035
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling Untuk Memenuhi
Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Elizabeth Winda Kurniastuti
132016035
Disetujui oleh :
(Simon de Beauvoir)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus karena berikan berkat dan anugrah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik. Penyelesaian
tugas akhir dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosi Terhadap Forgiveness
Pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
Wacana” merupakan suatu kebanggan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Terselesaikannya penulisan ini, penulis sunggguh mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Herry Sanoto,S.Si,M.Pd, selaku dekan FKIP yang memberikan
kemudahan sampai terselesaikan tugas akhir ini.
2. Setyorini, M.Pd, selaku Kaprogdi Bimbingan Konseling dan sekaligus
sebagai pembimbing II yang selalu memberikan masukan dan saran
dalam tugas akhir ini.
3. Drs. Trijtjahjo Danny Soesilo, M.Si. selaku pembimbing I yang telah
banyak mengarahkan dan membantu dalam penulisan tugas akhir ini.
4. Dr. Umbu Tagela, M.Si, selaku wali studi yang selalu memberikan
motivasi dari awal perkuliahan sampai akhir.
5. Dosen – dosen Program studi Bimbingan dan Konseling yang telah
membimbing dan penulis selama menempuh pendidikan di Progdi
Bimbingan dan Konseling.
6. Segenap staff administrasi FKIP, yang memberikan kemudahan dalam
masa kuliah sampai terselesaikannya tugas akhir ini.
7. Teman – teman Program studi bimbingan dan konseling angkatan 2018,
selaku subyek dalam penelitian ini yang sudah bersedia memberikan
waktu dan kesempatan demi kelancaran tugas akhir ini.
8. Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan dan doa untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Loddy Sahputra, S.Pd, yang telah membantu dan memberi masukan
dalam tugas akhir ini.
i
10. Amirul Muchlisin, yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Teman – teman Program studi bimbingan dan konseling angkatan 2016,
yang selalu memberikan semangat dan dukungan sampai tugas akhir ini
selesai.
12. Teman – teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, penulis
mengucapkan terimakasih. Dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis
ii
ABSTRAK
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
ABSTRAK........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................... 6
2.1 Forgiveness............................................................................... 6
2.2 Kecerdasan Emosi..................................................................... 11
2.3 Forgiveness dan Kecerdasan Emosi.......................................... 17
2.4 Hasil Penelitian yang Relevan.................................................. 18
2.5 Desain Penelitan........................................................................ 20
2.6 Hipotesis.................................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.......................................................................... 21
3.2 Variabel Penelitian.................................................................... 21
3.3 Definisi Operasional.................................................................. 21
3.4 Sampe dan Populasi.................................................................. 22
3.5 Teknik Pengumpulan Data........................................................ 22
3.6 Uji Validitas Instrument............................................................ 25
3.7 Uji Reliabilitas Instrumen......................................................... 27
3.8 Teknik Analisis Data................................................................. 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 30
4.1 Deskripsi Subyek Penelitian..................................................... 30
4.2 Analisis Deskripsi..................................................................... 30
iv
4.3 Uji Prasyrat................................................................................ 31
4.4 Uji Regresi Linier Sederhana.................................................... 32
4.5 Uji Hipotesis.............................................................................. 34
4.6 Pembahasan............................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN................................................................................ 37
5.1 Kesimpulan............................................................................... 37
5.2 Saran.......................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 38
LAMPIRAN..................................................................................................... 40
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
luka hati, dan tidak ada balas dendam. Ada unsur melepaskan diri kemarahan
danterciptanya kembali hubungan, sembuhnya luka, dan kehilangan motivasi
untuk balas dendam. Forgiveness tidak hanya terjadi ditahap afeksi, tetapi juga
ditahap dimana korban berani membangun kembali hubungan dengan situasi yang
positif.
Oranthinkal & Vansteenwegen (2006), salah satu nilai penting agar hubungan
tetap positif adalah memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.
Forgiveness adalah satu kualitas pribadi yang dimiliki setiap orang digunakan
untuk membangun hubungan yang sukses. Dalam situasi, memaafkan merupakan
cara yang efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, dikarenakan permintaan
maaf merupakan sebuah pernyataan tanggung jawab yang tidak bersyarat atas
kesalan dan sebuah komitmen untuk memperbaiki sebuah hubungan. Hal tersebut
dapat dicapai dengan mengelola emosi positif seperti berprilaku yang baik, yang
dapat memunculkan rasa empati atau cinta.
Konflik mahasiswa sering terjadi di lingkungan pembelajaran, pertemanan,
maupun dengan masyarakat sekitar. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel
mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
Wacana dimana dapat memudahkan peneliti karena berada di lingkungan tersebut.
Dikarenakan banyak konflik seperti di dalam kehidupan mahasiswa dari mulai
percintaan, pertemanan, dan di dalam komunitas. Pada lingkungan kampus,
mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
cenderung membentuk kelompok menurut apa yang disukainya dan apa yang
sejalan dengan pemikiran mahasiswa tersebut. Dan biasanya antara kelompok satu
dengan lainnya yang berbeda pemikiran akan saling menjatuhkan sehingga antar
kelompok bahkan individu yang di dalamnya menyimpan dendam.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di lingkungan
mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
Wacana di dapatkan hasil bahwa ada beberapa mahasiswa yang tetap berbuat baik
meskipun orang lain telah menyakiti hatinya, dan membalasnya dengan kebaikan.
Tapi tidak sedikit juga dari beberapa mahasiswa yang mengatakan tidak
memaafkan perbuatan orang lain yang tingkat kesalahannya berlebihan, yang
2
menjadi luka terlalu dalam, dan beralasan butuh waktu untuk memaafkannya. Dari
kejadian diatas, dapat menunjukan bahwa masih banyak mahasiwa yang kurang
mampu menahan amarah ataupun dendam dan memaafkan orang lain.
Untuk lebih meyakinkan, peneliti melakukan wawancara terhadap calon
subyek mahasiswa angkatan 2018 via media sosial. Wawancara dilakukan oleh
peneliti bersama Rizal pada tanggal 05 Juli 2020. Dapat di tarik kesimpulan
bahwa ada kelompok-kelompok pada mahasiswa Bimningan dan Konseling
angkatan 2018 yang berbeda dan dari situ timbul beberapa masalah antar
kelompok-kelompok tersebut dan berdampak pada individu seperti di antaranya
saling menjatuhkan satu lain, ada juga yang bisa langsung memaafkan tetapi tidak
banyak juga yang menyimpan dendam dikarenakan kesalahan yang dilakukan
terlalu sakit untuk dimaafkan. Ada juga masalah kecil yang menimbulkan dampak
serius seperti saat seseorang teman tidak memberikan hasil dari tugasnya dan ada
juga seseorang yang selalu bergantung terhadap orang lain tentang tugasnya, yang
semakin lama menimbulkan masalah pada masing-masing individu. Oleh karena
itu dari wawancara ini peneliti ingin seberapa pentingnya kecerdasan emosi
terhadap forgiveness pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018
Univeristas Kristen Satya Wacana.
Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi
yang meliputi kemampuan mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika
menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri,
mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dengan orang lain.
Menurut Bar-On (2002) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
rangkaian emosi, pengetahuan emosi, dan kemampuan-keampuan yang
mempengaruhi kemampuan seluruh individu untuk mengatasi masalah tuntutan
lingkungan secara efektif. Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah Intrapribadi,
Antarpribadi, Penyesuaian diri, Pengendalian stress, Suasana hati.
Purba (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara
Kecerdasan Emosi dengan Forgiveness pada Remaja yang Putus Cinta Akibat
Perselingkuhan”, Menyatakan terdapat hubungan yang signifikan di karenakan
diperoleh hasil dari analisis koefisien kolerasi r = 0,305 dengan signifikansi 0,000
3
(p≤0,05) yang berarti terdapat hubungan kecerdasan emosi dengan remaja yang
putus cinta akibat perselingkuhan.
Dari penelitian yang telah ada sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
penelitian memperoleh hasil adanya hubungan kecerdasan emosi dengan
forgiveness. Apabila purba (2019) melihat hubungan kecerdasan emosi dengan
forgiveness hanya dari remaja yang putus cinta akibat perselingkuhan. Sedangkan
penelitian ini akan mencari pengaruhnya dengan mengambil subyek mahasiswa
bimbingan konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Berdasarkan pembahasan diatas yang terjadi di lapangan dan dengan
menggunakan teori-teori yang ada maka akan menarik minat peneliti untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh antara Kecedasan emosi dan
forgiveness pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 Universitas
Kristen Satya Wacana”.
4
mendukung penelitian dari Purba (2019) dalam penelitiannya yang
berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Forgiveness pada
Remaja yang Putus Cinta Akibat Perselingkuhan
b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang
mengunakan variabel kecerdasan emosi dan forgiveness.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018UKSW
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi pengetahuan umum bagi
mahasiswa angkatan Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 untuk
mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadapforgiveness.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat umum
tentang pengaruh kecerdasan emosi terhadapforgiveness.
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Forgiveness
2.1.1 Pengertian Forgiveness
Secara termanologis, forgiveness memiliki dua arti, yaitu meminta
maaf dan memaafkan. Menurut Leonardo Howwitz (1999) untuk melakukan
dua hali ini ada elemen yang dilibatkan termasuk korban, pelaku, dan juga
beerbagai tingkat trauma, luka, dan ketidak adilan. Memaafkan adalah pusat
untuk membangun manusia yang sehat dan mungkin salah satu proses yang
paling penting dalam penulisan pemuligan hubungan interpersonal setelah
konflik (Ttoussaint dan Web, 2005).
G.W Allport (2002) mengemukakakn bahwa sikap adalah keadaan
mental dan syaraf dari kesipan yang diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh dinamik terhadap respon individu pada suatu obyek
dan situasi yang berkaitam. Sikap yang berkaitan dengan perasaan
seseorang yang dipengaruhi kepercaytaan seseorang tentang konsekuesi
prilaku dan evaluasi tiap hasilnya.
Hargave dan Seels (1997) mendefinisikan forgiveness sebagai upaya
memulihkan cinta dan kepercayaan hubungan korban dan pelaku dapat
mengakhiri hak destruktif. McCullough (2001) prilaku memaafkan dapat
didefinisikan sebagai suatu transformas atau perbuhan motivasu pada diri
seorang. Perubahan yang dialami oleh individu tersebut adalah adanya
pengurangan motovasi pada diri seseorang untuk melakukan perlawanan,
adanya pengurangan motivasi untuk mempertahankan permusuhan dengan
orang lain, upaya untuk meningkatkan motivasi dalam meingkatkan
konsiliasi dan beriat baik untuk memperbaiki hubujgan walaupun ada
tindakan dari partnernya yang dianggap meberikan kerugian bagi dirinya.
McCullough (2001), mengemukakan bahwa pemaafan mencerminkan
perubahan prososial dalam motivasi interpersonal yang seseorang alami : (a)
penurunan motivasi untuk menghindari kontak pribadi dan psikologis
6
dengan pelaku (b) penurunan motivasi untuk membalas dendam atau
melihat-lihat bahaya datang kepada pelanggar (c) peningkatan motivasi
terhadap kebajikan
Tangney (1999), telah mengemukakan definisi forgiveness adalah
sebagai berikut: (1) transformasi afektif-kognitif yang mengikuti
pelanggaran; (2) Korban membuat penilaian realistis dari kesalahan yang
dilakukan dan mengakui tanggung jawab pelaku; (3) bebas memilih
membebaskan tanggungan, menyerahkan kebutuhan untuk membalas
dendam atau hukuman yang layak untuk setiap ganti rugi; (4) Pembatalan
emosi negatif langsung berkaitan dengan pelanggaran hukum. Secara
khusus, dalam forgiveness korban mengatasi perasaan kebencian dan
kemarahannya untuk bertindak. Singkatnya dengan memaafkan, individu
yang dirugikan pada dasarnya menghapus dirinya sendiri dari peran korban.
Nashori (2014) mendefinisikan forgiveness adalah kesediaan untuk
meninggalkan hal-hal yang tidak menyenangkan berseumber dari hubungan
interpesonal dengan orang lain yang positif dan menumbuhkan pikiran,
perasaanm dan hubungan unterpersonal yang positif dengan orang lain yang
melakukan pelanggaran secara tidak adil.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpukan bahwa
forgiveness usaha untuk tidak melakukan pengindaran serta tidak lagi
memiliki keinginan untuk membalas dendam, adanya perubahan emosi
dengan munculnya motivasi untuk berdamai dengan orang yang pernah
melakukan tindakan yang menyakitkan.
7
(pelaku). Jadi, korban tidak menghindar ataupun menjauhi si
pelaku, dia akan tetap berusaha menjaga hubungan yang dekat
tersebut.
b. Revenge Motivations
Penurunan motivasi untuk membalas dendam atau melihat-
lihat bahaya datang kepada pelanggar. Artinya, korban akan
membuang keinginannya untuk membalas perbuatan yang telah
dilakukan oleh pelaku. Korban akan berusaha meminimalisir rasa
marah unutk membalas dendam kepada pelaku yang telah
menyakitinya.
c. Beneviolence Motivations
Peningkatan motivasi untuk berbuat kebajikan dengan
pelaku. Walaupun subjek merasa menjadi korban, akan tetapi
subjek tetap ingin berbuat kebajikan kepada pelaku. Jadi, subjek
dalam situasi ini akan tetap menjaga hubungan agar tetap baik
dengan pelaku.
8
perselingkuhan yang dilakukan suaminya dibandingkan
memaafkan perilaku orang lain yang menyelip antrian. Girard &
Mullet, Ohbuchi, Dkk (2000) menyebutkan semakin penting dan
bermakna satu kejadian, maka akan semakin sulit seseorang untuk
memaafkan.
c. Kualitas Hubungan Interpersonal
Faktor yang mempengaruhi perilaku forgiveness adalah
kedekatan atau hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku.
Penelitiabn membuktikan bahwa pasangan cenderung akan
memaafkan perilaku pasangannya apabila teriptanya kepuasan
dalam perkawinan, kedekatan antara satu sama lainnya dan adanya
komitmen yang kuat. Selain itu McCullough (2000) menambahkan
adanya tiga bentuk hubungan yang berkaitan dengan diberikannya
forgivenes, pertama, selama menjalani masa perkawinan, adanya
pengalaman dilalui bersama dimana pasangan satu sama lainnya
saling berbagi perasaan dan pikiran, sehingga ketika salah satu
pasangan melakukan kesalahan, maka pasangannya akan dapat
memaafkan dengan berempati terhadap kesalahan yang dilakukan
pasangannya. Kedua, kemampuan pasangan untuk memkanai
bahwa peristiwa menyakitkan terjadi untuk kebaikan dirinya.
Ketiga pasangan yang melakukan kesalahan akan meminta maaf
dengan memperlihatkan rasa penyesalan yang mendalam, sehingga
pasangannya akan berusaha untuk memaafkan.
d. Faktor kepribadian
Mauger, Saxon, dkk (2000) menjelaskan bahwa perilaku
forgveness termasuk dalam faktor Agreebleness dalam the big five.
McCullough (2000) menambahkan bahwa empati merupakan salah
satu faktor yang memfasilitasi terjadinya perilaku memaafkan pada
orang yang telah disakiti.
Menurut Worthington dan Wade (2013) faktor-faktor yang memperngaruhi
forgiveness adalah:
9
a. Kecerdasan Emosi
Kemampuian untuk memahami keadaan emosi diri sendiri
dan orang lain. Mampu mengontrol emosi, memaafkan emosi
dalam membuat keputusan, perencanaan, memberikan motivasi.
b. Respon perilaku
Respon pelaku minta maaf dengan tulus atau menunjukkan
penyesalan yang dalam. Permintaan maaf yang tulus berkolerasi
positif dengan forgiveness.
c. Munculnya empati
Empati adalah kemampuan untuk mengerti dan merasakan
orang lain tanpa mengalami situasinya. Empati menengahi
hubungan anatra permintaan maaf dengan forgiveness. Munculnya
empati ketika si pelaku meminta maaf mendorong korban untuk
memafkannya.
d. Kualitas hubungan
Forgiveness paing mungkin terjadi pada hubungan yang
dicirikan oleh kedekatan, komitmen, dan kepuasan, forgiveness
juga berhubungan positif dengan seberapa penting hubungan
tersebut antara pelaku dan korban.
e. Merenung dan Mengina
Individu semakin sering merenung dan mengingat peristiwa
dan emosi yang disarankan akan semakin sulit forgiveness terjadi.
Usaha menekan dihubungkan dengan motivasi penghindaran dan
membalas dendam.
f.Komitmen Agama
Pemeluk agama yang komitmen dengan ajaran agamanya
akan memiliki nilai tinggi pada forgiveness dan niai rendah pada
inforgiveness.
g. Faktor Personal
Sifat pemarah, pencemas, introvert, dan kecendurungan
merasa malu merupakan faktor penghambay munculnya
10
forgiveness. Sebaiknya sifat pemaaf, extrovert merupakan faktor
pemicu terjadinya forgiveness.
11
untuk mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan
kesenenagna semata ; seperti mengatur suasana hati dan menjaga agar
stress tidak membuat individu tersebut menjadi drop dan tidak
melumpuhkan kemapuan berpikir berempati.
Salovey dan Mayer (1997) mendefinisikan kecerdasan emosi lebih
kemampuan mental daripada kompetensi sosial dalam arti luas.
Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti
emosi, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran,
mengenal emosi dan maknanya, dan untuk mengarahkan emosi secara
reflektif sehingga menuju pada perkembangan emosi dan intelektual.
Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi merupakan kemampuan
emosi yang meliputi kemampuan mengendalikan diri, memiliki daya tahan
ketika menghadapi suatu masalah, mampu mendalikan impuls, memotivasi
diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dengan orang
lain.
Menurut Bar-On (2006) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah
suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi, dan kemampuan-kemampuan
yang mempengaruhi kemampuan seluruh individu untuk mengatasi
masalah tuntutan lingkungan secara efektif.
Terlihat, konsep kecerdasan emosi mengalami perkembangan makna
yang berbeda satu dengan satu yang lainnya (Mayer & Salovey dalam
Didik, 2009). Definisi Salovey mengalami perkembangan dengan
mengarah kepada bagaimana kecerdasan emosi mempresentasikan kognitif
(ability models). Sedangkan Bar-On mengarah kepada bagaimana
kecerdasan emosi berhubungan dengan fungsi emosi dan sosial dari
prilaku (Symington, 2006). Sedangkan Goleman (2000), setelah
peluncuran buku pertamanya yang berjudul ”Emotional Intellegence: Why
it can matter more than IQ” dan kemudian disusul buku keduanya yang
berjudul “Working Emotional Intellegence” konsep kecerdasan emosi
Goleman semakin jelas mengarah kepada ranah perusahaan. Bar-On
menyatakan bahwa model kecerdasan emosinya dengan Salovey & Mayer
12
memiliki kemiripan dalam hal asumsi skema kognitif yang membuktikan
bahwa kecerdasan emosi buikanlah suatu konstruk kepribadian melainkan
suatu kecerdasan. Model Salovey & Mayer berbeda dalam hal
mengidentifikasi seperangkat kemampuan emosi yang berhubungan
dengan potensi prilaku, sedangkan Model Bar-On lebih berfokus pada
fungsi emosi dan sosial perilaku.
Perkembangan mengenai pendefinisian kecerdasan emosi dapat
menyebabkan kerancuan dalam hal perkembangan konstruk kecerdasan
emosi itu sendiri. Oleh karenanya, untuk mengurangi kerancuan definisi
terhadap konsep kecerdasan emosi, dilakukan pembendaan antara ability
models dan mixed models dalam membicarakan mengenai konsep
kecerdasan emosi (Mayer dalam Didik, 2009). Ability models, konsep
kecerdasan emosi dipandang selaras dengan prespektif konsep kecerdasan
yang telah berkembang sebelumnya, yaitu melihat bagaimana kemampuan
individu dalam mengelola informasi emosi untuk menunjang proses
mental. Kecerdasan emosi sebagai intelegensi, ada suatu proses mental dan
tidak sekedar suatu trait atau ciri saja,. Sedangkan mixed models
merupakan kecerdasan emosi tidak dipandang secara teoritis sebagaimana
konsep intelegensi tetapi lebih berhubungan dengan kepribadian individu.,
seperti karakteristik watak dan juga ciri atau sifat pembawaan yang
sifatnya lebih aplikatif. Model Salovey & Mayer merupakan bentuk ability
models sedangkan model Goleman dan Model Bar-On merupakan Mixed
Models (Stenberg, 2006).
Model Bar-On dikategorikan sebagai mixed models karena secara
teoritis mengkombinasikan kualifikasi kemampuan mental (seperti
kesadaran diri emosi) dengan karakteritik lain yang terpisah dari
kemampuan mental (seperti harga diri, kemandirian, dan suasana hati)
(Stenberg, 2006). Dalam penelitian ini peneliti merujuk kepada teori
kecerdasan emosi model Bar-On.
Teori kecerdasan emosi model Bar-On adalah model kecerdasan
emosi yang terus digunakan dan berkembang selama dua dekade ini (Bar-
13
On, 2006). Bekerja sama dengan Mully Health System, perusahaan asal
Kanada yang intens mlakukan perkembangan instrumen dan melakukan
pengukuran kecerdasan emosi secara komersil. Karenanya, kecerdasan
emosi Model Bar-On berkembang ke berbagai negara, antar benua, dan
lintas etnis serta umur yang turut berpartisispasi dan menambahkan kajian
data mengenai kecerdasan emosi Model Bar-On itu sendiri. Alih bahasa
sudah dilakukan ke lebih dari 30 bahasa, dengan kajian validitas dan
reabilitas yang intens dilakukan para akamdemisi. Plake & Impara dan
Van Rooy & Viswesvaran (dalam Bharwaney, dkk. 2011) menyatakan,
model Bar-On merupakan satu model yang paling valid, dengan konsep
yang komprehensif dan aplikatif, dan model psikometri yang tersedia saat
ini.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan atau
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri maupun ketika berhadapan
dengan orang lain, dan menggunakannya secara efektif untuk memotivasi
diri.
14
memperngaruhi perorangan. Hal ini lebih memicu pada lingkungan
individu.
15
c) Tanggungjawab sosial, yaitu kemampuan menunjukkan diri
sendiri dengan bekerjasama, serta berpartisipasi dalam
kelompok sosialnya.
c. Penyeusaian diri, meliputi:
a) Pemecahan masalah, yaitu kemampuan mengenali masalah serta
menghasilkan dan melaksanakan solusi yang paling efektif.
Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk
melakukan yang terbaik dan tidak menghindari masalah.
b) Uji realitas, yaitu kemampuan antara apa yang dialami dan
dirasakan dan kenyataan yang ada secara obyektif dan
sebagaimana adanya.
c) Fleksibilitas, yaitu kemampuan mengatur emosi, pikiran dan
tingkah laku. Untuk mengubah situasi dan kondisi sikap
fleksibilitasjuga mencakup seluruh kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak terduga
dinamis.
d. Pengendalian stress
a) Ketahanan menahan stress, yaitu kemampuan menahasn
peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi stress dan
dengan aktif serta sungguh-sungguh mengatasi stres tersebut.
b) Pengendalian impuls, yaitu kemampuan menahan dan menunda
gerak hati, dorongan, dan godaan untuk bertindak.
e. Suasana hati
a) Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk merasa puas dengan
kehidupan, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan
bersenang-senang.
b) Optimisme, yaitu untuk melihat sisi terang dalam hidup dan
membangun sikap positif sekallipun dihadapkan dengan
kesulitan. Optimisme mengasumsikan adanya harapan dalam
menghadapi kesulitan.
16
2.2.4 Ciri-ciri Kecerdasan Emosi
Goleman (2000) menyebutkan beberapa karakteristik orang yang
memiliki kecerdasan emosi tinggi dan rendah, yaitu:
a. Orang-orang dengan kecerdasan emosi tinggi memiliki
karakteristik sebgai berikut:
a) Mampu melanelkan perasaannya sendiri
b) Mampiu membedakan antara pikiran dan perasaan
c) Bertanggung jawab terhadap perasaan
d) Menggunakan perasaan untuk membuat keputusan
e) Peduli terhadap apa yang dirasakan orang lain
f) Bersemangat dan tidak mudah marah
g) Mengakui perasaan orang lain
h) Berusaha untuk memperoleh nilai-nilai postif dari emosi yang
negatif
i) Tidak bertinfak otoriter, menggurui, dan memerintah
b. Orang-orang dengan kecerdasan emosi yang rendah memiliki
karakteristik sebagai berikkut:
a) Tidak bertanggung jawab terhadap perasaan yang dimiliki
tetapi lebih menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada
dirinya.
b) Menekan perasaannya sendiri
c) Menyalahkan orang lain
d) Kurang memiliki rasa empati
e) Kaku, kurang flekibel, dan cenderung mambutuhkan aturan
yang sistematis agar merasa nyaman.
f) Tidak nyaman bila disekitar orang lain.
g) Menghindari tanggung jawab.
h) Menganggap dunia tidak adil.
17
2.3 Kecerdasan Emosi dan Forgiveness
Masa pada saat mahasiswa dikenal sebagai fase remaja yang mencari jati
diri, seperti mulai mencipyakan relasi-relasi dengan teman sebaya secara
berkelompok, pada masa ini seseorang akan mengalami ketidak stabilan emosi,
seperti terkadang tertawa, mudah menangis, mudah tersinggung dan marah (Ali &
Astori, 2006). Dari ketidakstabilan emosi pada remaja tersebut sering terjadi
kesalah pahaman antara satu indivisu dengn yang lainnya. Sehingga bisa
menimbulkan kerenggangan dan hubungan yang tidak bisa membaik seperti
seblumnya, kecuali jika dari kesalahpahaman tersebut bisa saling menerima dan
memaafkan.
Forgiveness bisa dikatakan sebagai motivasi perubahan pada seseorang
menjadi semakin menurun dalam melakukan pembalasan dendam orang telah
menyakitinya, semakin menurunnya motivasi dalam menghindari pelaku atau
berusaha untuk mengembalikan hubungan baik kembali, semakin termotivasi
dalam niat baik, dan keinginan untuk berdamai dengan pelaku, meskipun pelaku
tersebut sudah melakukan tindakan yang menyakitkan (McCullough 1997).
Memperbaiki hubungan dengan orang lain bisa masuk pada seni membina
hubungan dengan orang lain yang berarti mampu berinteraksi dengan baik,
mampu memahami emosi orang lain dengan baikm dan mengelola emosi dal
tersebut merupakan aspek dalam kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi bisa disebut sebagai kemampuan individu dalam
memotivasi diri sendiri, kemampuan individu untuk bertahan dan menghadapi
frustasi, kemampuan individu untuk bertahan dan menghadapi frustasi,
kemampuan individu dalam mengendalikan doroongan hati dan tidak melebih-
lebihkan kesenangan (Goleman, 1999).
Menurut Bar-On (2006) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
rangkaian emosi, pengetahuan emosi, dan kemampuan-kemampuan yang
mempengaruhi kemampuan seluruh individu untuk mengatasi masalah tuntutan
lingkungan secara efektif. Kemudian kecerdasan emosi yang rendah
mengakibatkan emosi negatif yang berlebihan, misalnya permusuhan, ketakutan,
18
kecemasan, dll. Hal tersebut juga akan berakibat pada individu dalam proses
memaafkan.
19
2.5 Desain Penelitian
2.6 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teoritik diatas, maka yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Hipotesis nol H0
“Tidak ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi
terhadapforgivenesspadamahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan
2018 Universitas Kristen Satya Wacana”
2. Hipotesis alternatif Ha
“Ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap forgiveness
pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018 Universitas
Kristen Satya Wacana”
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah intrapribadi, antarpribadi,
penyesuaian diri, pengendalian stress, suasana hati.
22
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuisoner
kecerdasan emosi model Bar-On (Goleman, 2010). Teknik pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan metode survei dengan media angket
kuisiner berisi pernyataan yang diajukan secara tertulis pada responden
untuk memperoleh jawaban dan informasi yang diperlukan dalam
penelitian. Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat penilaian
responden menggunakan metode scoring Likert dengan skala ordinal:
1. Sangat sesuai =5
2. Sesuai =4
3. Netral / Tidak di isi =3
4. Tidak sesuai =2
5. Sangat tidak sesuai =1
Skala yang digunakan penelitian ini merupakan modifikasi dari skala
yang disusun oleh Sahputra (2019). Instrumen penelitian ini disusun
berdasarkan aspek-aspek yang ada dalam kecedasan emosi Bar-On (2004),
yaitu:
a. Intrapersonal, kesadaran diri, aservitas, harga diri, aktualisasi diri,
dan kemandirian.
b. Interpersonal, empati, hubungan interpersonal, dan tanggung
jawab,
c. Penyesuain diri, pemecahan masalah, uji realitas, dan fleksibilitas.
d. Penanangan stress, ketahanan, menanggung stres, dan flesibilitas.
e. Suasana hati, kebahagiaan, dan optimisme.
Tabel 3.2 Distribusi Item Kecerdasan Emosi
Aitem Jumla
No Komponen Sub Komponen (+) (-) h
1. Kemampuan a. Kesadaran diri 12, 22, 12
Intrapersonal emosional 27
b. Asertivitas 5 28
c. Harga diri 29
d. Aktualiasasi Diri 30 19
23
e. Kemandirian 1, 8 13, 31
a. Empati 2, 32 14
Kemampuan b. Hubungan
2. 4, 11 20 10
Interpersonal interpersonal
a. Pemecahan Masalah 34 18
a. Ketahanan
37, 38
4. Penangan Stress Menanggung Stress 4
b. Pengendalian Impuls 39 15
a. Kebahagiaan 7 21
5. Suasana Hati 4
b. Optimisme 6 26
Jumlah 19 20 39
24
Skala yang digunakan penelitian ini merupakan modifikasi dari skala
yang disusun oleh Fitriyanah (2017). Instrumen penelitian ini disusun
berdasarkan aspek-aspek yang ada dalam forgiveness (2006), yaitu:
a. Avoidance Motivations,
b. Revenge Motivations,
c. Benevolence Motivations.
25
menghasilkan butir yang valid dan tidak valid. Subyek dalam penelitian ini adalah
mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2018Universitas Kristen Satya
Wacana.
Hasil uji validitas instrument kecerdasan emosi dapat diketahui bahwa dari
39 item yang diujicobakan terdapat item 11 yang gugur, yaitu nomer item 4, 7, 9,
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39. Dikarenakan r hitung< rtabel dengan taraf signifikansi
5% dan N = 30 (Nilai rtabel = 0,36). Lampiran perhitungan terlampir.
Tabel 3.4 Kisi kisi Kecerdasan Emosi setelah Uji Validitas.
Aitem
No Komponen Sub Komponen Jumlah
(+) (-)
a. Kesadaran diri
9, 19, 24
emosional
Kemampuan b. Asertivitas 4 25
1. c. Harga diri 26 12
Intrapersonal
d. Aktualiasasi Diri 27 16
e. Kemandirian 1, 6 10, 28
a. Empati 2 11
Kemampuan b. Hubungan
2. 8 17 6
Interpersonal interpersonal
c. Tanggung Jawab Sosial 3 20
a. Pemecahan Masalah 15
3. Penyesuaian Diri b. Uji Realitas 13, 21 5
c. Fleksibilitas 7 22
a. Ketahanan
14
4. Penangan Stress Menanggung Stress 2
b. Pengendalian Impuls 12
a. Kebahagiaan 28
5. Suasana Hati 3
b. Optimisme 5 23
Jumlah 10 18 28
Hasil uji validitas instrumen kecerdasan emosi dapat diketahui bahwa dari
18 item yang diujicobakan tidak ada item yang gugur. Dikarenakan r hitung< rtabel
dengan taraf signifikansi 5% dan N = 30 (Nilai rtabel = 0,36). Lampiran perhitungan
terlampir.
Tabel 3.5 Kisi kisi Forgiveness setelah Uji Validitas.
Aitem
No Aspek Indikator (+) (-) Jumlah
26
untuk balas dendam
10, 11,
Motivations terhdap orang yang
15.
disakitinya
Membuang keinginan
untuk menjaga
Revenge 4, 9.
2 kerenggangan dengan 1 6
Motyivations 13, 17
orang yang telah
menyakitinya
Kinginan untuk berdamai 3, 6,
Behevioence
3 atau melihat well being 12, 14, 6
Motivations
orang yang menyakitinya. 16.
Jumlah 18
27
Tabel 3.7 Reliability Statistics
Forgiveness
Cronbach's Alpha N of Items
,850 18
28
H0 =Tidak ada pengaruh yang signifikankecerdasan emosi terhadap
forgiveness pada mahasiswa Bimbingan dan Konselingangkatan
2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Ha =Ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap
forgiveness pada mahasiswa Bimbingan dan Konselingangkatan
2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Dalam uji regresi linier untuk memastikan apakah koefisien regresi
tersebut signifikan atau tidak dapat dilakukan uji hipotesis denagn cara
membandingkan nilai signifikansi (Sig.) dengan probabilitas 0,05 atau
dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel. Perhitungan uji
regresi linier ini menggunakan bantuan dari SPSS 20 for Windows.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari tampilan tabel outpuit di atas menunjukkan jumlah responden (N) ada
74 orang, dari variabel bebas (X) Kecerdasan Emosi responden yang memiliki
hasil nilai terendah (Minimum) adalah 101, dan nilai terbesar (Maximum) adalah
30
140. Rata-rata nilai sebesar 115,58 dengan standar deviasi sebesar 7,943.
Sedangkan untuk variabel forgiveness responden yang memiliki hasil nilai
terendah (Minimum) adalah 65, dan nilai terbesar (Maximum) adalah 90. Rata-
rata nilai sebesar 73,35 dengan setandar deviasi sebesar 5,079.
4.2.1 Analisis Deskriptif variabelForgiveness
Skor forgiveness dengan responden yang berjumlah 74 orang, skor
terendah18 dan skor tertinggi adalah 90. Pengukuran variabel interval dalam
penelitian ini menggunakan rumus:
Skor tertinggi-Skor terendah
Banyak pilihan
90−18
=14,4
5
*Dibulatkan menjadi 14
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi VariabelForgiveness
Kategori Rentang skor Frekuensi Presentase (%)
Sangat tinggi >74 44 59,50%
Tinggi 60-73 30 40,50%
Sedang 46-59 0 0
Rendah 32-45 0 0
Sangat Rendah 18-31 0 0
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa variabel forgiveness pada mahasiswa
Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana
dengan jumlah reponden 74 orang diperoleh hasil bahwa frekuensi variabel
forgiveness tersebar pada kategori sangat tinggi dengan presentase59,50%,
tinggi dengan presentase 40,50%, sedangkan kategori lainnya tidak ada.
4.2.2 Analisis Deskriptif variabel Kecerdasan Emosi
Skor kecerdasan emosi dengan responden yang berjumlah 74 orang,
skor terendah adalah 101 dan skor tertinggi adalah 140. Pengukuran variabel
interval dalam penelitian ini menggunakan rumus:
Skortertinggi - Skorterendah
Banyakpilihan
140−28
=22,4
5
*Dibulatkan menjadi 22
31
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Kecerdasan Emosi
Kategori Rentang skor Frekuensi Presentase (%)
Sangat tinggi >116 39 52,70%
Tinggi 94-115 35 47,30%
Sedang 72-93 0 0
Rendah 50-71 0 0
Sangat Rendah 28-49 0 0
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa variabel kecerdasan emosi pada
mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
Wacana dengan jumlah reponden 74 orang diperoleh hasil bahwa frekuensi
variabel forgiveness tersebar pada kategori sangat tinggi dengan presentase
52,70%, tinggi dengan presentase 47,50%, sedangkan kategori lainnya tidak
ada.
4.3 Uji Prasyarat
4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji One Sample Kolmogrov-smirnov dengan
menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data yang dinyatakan berdistribusi
normal jika signifikansi lebih besar < dari 5% atau 0,05.
Tabel 4.2 Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 74
Mean 0E-7
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 3,99686896
Absolute ,063
Most Extreme Differences Positive ,058
Negative -,063
Kolmogorov-Smirnov Z ,538
Asymp. Sig. (2-tailed) ,935
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
32
Dari tabel One Sample Kolmogrov-smirnov diperoleh angka
probabilitas 0,538. Nilai ini dibandingkan dengan 0,05 atau menggunakan
taraf signifikansi 5%. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas,
menggunakan pedoman sebagai berikut: Apabila nilai p > 0,05 maka data
tersebut normal. Sebaliknya bila p < 0,05 maka data tersebut tidak normal.
Berdasarkan hasil output tabel di atas dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal dikarenakan 0,538 lebih besar > dari 0,05.
33
Setelah itu untuk lebih meyakinkan dilakukan pengujian hipotesis yang
sering disebut juga dengan uji t, dimana dasar pengambilan keputusan dalam uji t
adalah:
Ha = Jika nilai thitung lebih besar > dari ttabel maka ada pengaruh Kecerdasan
Emosi terhadap Forgiveness pada Mahasiswaangkatan 2018 Bimbingan
Konseling Universitas Kristen Satya Wacana.
H0 = Sebaliknya, jika nilai thitung lebih kecil < dari ttabel maka tidak ada
pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness pada Mahasiswa
Bimbingan Konselingangkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Tabel 4.4 Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 27,759 6,870 4,041 ,000
1
Kecerdasan Emosi ,394 ,059 ,617 6,652 ,000
a. Dependent Variable: Forgiveness
Berdasarkan ouput di atas diketahui nilai thitung sebesar 6,652. Selanjutnya
akan mencari nilai ttabel. Adapun rumus dalam mencari ttabel adalah:
Nilai a / 2 = 0,05 / 2 = 0,025
Derajad kebebasan (df) = n – 2 = 74 – 2 = 72
Nilai 0,025 ; 72, maka di dapat nilai ttabel sebesar 1,993
Karena nilai thitung sebesar 6,652 lebih besar > dari t tabel 1,993, sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa “ada Pengaruh
Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling
angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kecerdasan Emosi (X) terhadap
Forgiveness (Y) dalam analisis regresi linier sederhana, dapat berpedoman pada
nilai Rsquare yang terdapat pada ouput SPSS bagian model summary.
Tabel 4.5 Model Summary
34
1 ,617a ,381 ,372 4,025
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi
Dari ouput diatas diketahui nilai Rsquare sebesar 0,381 nilai ini dapat
disimpulkan bahwa pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness adalah
sebesar 38,1 % sedangkan 61,9 % Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan
Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti.
4.5 Uji Hipotesis
Uji regresi linier sederhana adalah metode statistik yang berfungsi menguji
sejauh mana hubungan atau pengaruh sebab akibat antara variabel (X) terhadap
variabel (Y). Berdasarkan perhitungan regresi dapat dirangkum hasil hipotesis
yang diajukan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
kecerdasan emosi terhadap forgiveness pada mahasiswa bimbingan dan konseling
angkatang 2018 Universitas Kristen Satya Wacana? Berdasarkan Tabel 4.3
ANOVAadiketahui nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,000 lebih kecil dari < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa h0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti “Ada
Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan
Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Hipotesis selanjutnya dilakukan untuk meyakinkan peneliti terhadap hasil
hipotesis pertama maka dilakukan lah uji t dapat dilihat dari Tabel 4.4
Coefficientsa diperoleh thitung nilai 6,652 sedangkan ttabel 1,993 sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa “ada Pengaruh
Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling
angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana.
Kemudian peneliti ingin mengetahui besarnya pengaruh kecerdasamn emosi
terhadap forgiveness pada mahasiswa bimbingan dan konseling angkatang 2018
Universitas Kristen Satya Wacana. Berdasarkan tabel 4.5. Model summary
menunjukkan Rsquare sebesar 0,381 nilai ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh
Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness adalah sebesar 38,1 % sedangkan 61,9 %
35
Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas
Kristen Satya Wacana dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
4.6 Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Ada Pengaruh Kecerdasan Emosi
terhdap Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018
Universitas Kristen Satya Wacana hal ini ditunjukkan oleh hasil dari r square 0,381
yang berarti pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Forgiveness adalah sebesar
38,1% sedangkan 61,9% Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling
angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana angkatan dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti melihat mahasiswa Bimbingan Konseling
memiliki sikap forgiveness yang tinggi terhadap masalah yang ada dalam lingkup
kehidupannya, yang berarti ada variabel kecerdasan emosi yang mempengaruhi
mahasiswa Bimbingan Konseling. Dikarenakan menurut Menurut Bar-On (2006)
berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan
emosi, dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan seluruh
individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Kemudian
kecerdasan emosi yang rendah mengakibatkan emosi negatif yang berlebihan,
misalnya permusuhan, ketakutan, kecemasan, dll. Hal tersebut juga akan berakibat
pada individu dalam proses memaafkan. Ketika mahasiswa Bimbingan Konseling
mendapatkan konflik antara teman, keluarga, ataupun lingkungan mereka akan
selalu melihat efek dari emosi itu terhadap dirinya dan orang lain disekitarnya
seperti dari aspek kecerdasan emosi (Bar-On, 2000) yaitu:
intrapersonal,kemampuan seseorang mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk
memahami dirinya sendiri dan mengenali emosinya serta efek dari emosi bagi
dirinya dan orang lain disekitar; Interpersonal, dimana mahasiswa Bimbingan dan
Konseling mampu melakukan komunikasi yang baik terhadap orang lain
sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik terhadap orang lain; Penyesuaian
diri, seseorang mahasiswa Bimbingan Konseling dapat menenmpatkan diri
dimana dirinya berada dan sikap ayang ditunjukkannya pada situasi tersebut;
36
Penanganan stress, di saat mahasiswa terlalu stress terhadap tugas ataupun
masalah pribadi biasanya seseorang akan menjadikan orang lain sebagai
pelampiasan terhadap masalahnya, namun dalam hal ini mahasiswa dapat
mengolah perasaan tersebut sehingga hal-hal yang bisa menjadikan orang lain
sebagai subyek kesalahan dapat di hindari; Suasana hati, pada umunya suasana
hati seseorang remaja yang selalu berubah-ubah setiap saat dapat memberikan
respon yang negatif ataupun positif terhadap orang lain, maka dari itu mahasiswa
pengelolaan suasana hati sangat penting dimana hal ini bisa saja memberikan
kesan yang tidak dapat diterima oleh orang lain saat meresponnya dengan salah.
Saat mahasiswa Bimbingan dan Konseling mempunyai sikap kecerdasan emosi
yang baik, mahasiswa tersebut dapat mengelola sikap forgiveness dari
(McCollough, 2006) yang mempunyai 3 aspek yaitu: Avoidance Motivations;
mahasiswa Bimbingan Konseling dapat membuang keinginan untuk balas dendam
terhadap orang yang disakitinya, Revenge Motivations; Seseorang Mahasiswa
Bimbingan Konseling bisa membuang keinginan untuk menjaga kerenggangan
denagn orang lain, Benevolence Motivations; mahasiswa Bimbingan Konseling
memiliki keinginan berdamai dan melihat well being orang yang menyakitinya.
Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purba
(2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi
dengan Forgiveness pada Remaja yang Putus Cinta Akibat Perselingkuhan”,
menyatakan terdapat hubungan kecerdasan emosi dengan remaja yang putus cinta
akibat perselingkuhan. Dalam penelitian ini merujuk pada pembahasan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa “Kecerdasan Emosi berpengaruh terhadap
Forgiveness pada Mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas
Kristen Satya Wacana dengan total pengaruh 38,1 %.
BAB V
37
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian, pengujian hipotesis, dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut:
“Ada Pengaruh Kecerdasan Emosi terhdap Forgiveness pada Mahasiswa
Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya Wacana” hal ini
ditunjukkan oleh hasil dari rsquare 0,381 yang berarti pengaruh Kecerdasan Emosi
terhadap Forgiveness adalah sebesar 38,1 % sedangkan 61,9 % Forgiveness pada
Mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018 Universitas Kristen Satya
Wacana angkatan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagi Mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2018 UKSW
Bagi mahasiswa Bimbingan Konseling diharapkan mempertahankan aspek –
aspek yang ada dalam kecerdasan emosi dan forgiveness dikarenakan dal itu
dapat membantu di lingkungan kerja nantinya.
b. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah refrensi bagi peneliti
selanjutnya. Saran bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mempertimbangkan
beberapa hal contohnya membuat instrumen sendiri, membagi dalam kelompok
gender, atau mencari subyek dengan random di komunitas masyarakat.
c. Bagi Program Studi
Program studi diharapkan dapat membimbing atau memberikan refrensi
variabel-variabel penelitian yang lebih unik dan jarang diteliti untuk
mahasiswanya kedepannya.
38
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Goleman, D. (2001). working with Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.
Kurniati, N. M. (2009). Memaafkan: Kaitannya dengan Empati dan Emosi.
Jurnal.
McCullough. (2002). Forgiveness asa Human Strenght: Theory, Measurement,
and Link to Well-Being. Journal of Personality and Clinical Psycology.
McCullough, W. R. (1997). Interpersonal Forgiving in Close Relationship.
Journal of Personality and Psychology. Journal.
Noor, &. J. (2010). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Fesertasi, dan karya
ilmiah. Jakarta: Orenadamedia Group.
Purba, A. T. (2019). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Forgiveness pada
Remaja yang Putus Cinta Akibat Perselingkuhan. Skripsi. Diterbitkan.
Fakultas Psikologi. Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga.
Rumapea, M. T. (2018). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Forgiveness pada
Siswa SMA BUDI MURNI 2 MEDAN. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas
Psikologi. Universitas Medan Area: Medan.
Sahputra, L. (2019). Perbedaan Kecerdasan Emosi Komunitas Musik Poppunk
dan Komunitas Musik Metal. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga.
Soesilo, T. D. (2018). Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana Press.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukardi. (2003). Metodologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
39
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Kuisoner Sikap Forgiveness
42
berharap kami tetap memiliki hubungan
yang baik
Saya ingin seseorang yang menyakiti
9 saya mendapat balasan dari apa yang
telah dilakukan
Saya merasa sulit untuk beramah tamah
10 dengan seseorang yang pernah
menyakiti saya.
Saya menghindari orang yang pernah
11
menyakiti saya.
Meskipun dia menyakiti saya, saya akan
12 melupakannya sehingga hubungan kami
tetap terjaga.
Saya membalas dendam pada seseorang
13
yang pernah menyakiti saya.
Saya melupakan sakit hati dan
14 kemarahan pada seseorang yang telah
menyakiti saya
Saya memutuskan hubungan dengan
15
seseorang yang pernah menyakiti saya.
Saya telah melepaskan kemarahan
dengan baik pada seseorang yang pernah
16
menyakiti saya, sehingga hubungan kami
tetap baik.
Saya ingin membuat seseorang yang
17
menyakiti saya terluka dan menderita
Saya menjauh dari seseorang yang telah
18
menyakiti saya.
43
Lampiran 2. Kuisoner Kecerdasan Emosi
44
masalah.
Sulit bagi saya untuk memulai sesuatu
12
yang baru.
Saya mengalami masalah dalam
13
mengontrol amarah.
14 Sulit bagi saya untuk menikmati hidup.
Saya selalu mengerjakan sesuatu dengan
15
sendiri.
Tidak ada dari teman saya yang curhat
16
kepada saya.
Saya tidak puas dengan keadaan saya
17
yang sekarang.
Saya selalu berharap yang terbaik untuk
18
masa depan saya.
19 Saya seorang yang tidak sabaran.
Saya memandang masalah sebagai
20
sesuatu yang biasa.
Sulit bagi saya merubah pendapat saya
21
mengenai sesuatu.
22 Saya takut dengan apa yang terjadi.
Saya seorang yang tidak menyesali
23
sebuah kegagalan.
Saya seorang yang selalu menghindari
24
konflik.
Saya menghargai hak dan kewawiban
25
orang lain.
Saya seorang yang tidak bergantung pada
26
opini orang lain.
Saya tidak bisa untuk memanajemen
27
waktu.
28 Saya peduli dengan kondisi orang lain.
45
Lampiran 3. Validitas Forgiveness
Item-Total Statistics
46
Lampiran 4. Validitas Kecerdasan Emosional
Item-Total Statistics
47
VAR00035 154,67 116,161 ,172 ,879
VAR00036 154,80 116,993 ,047 ,882
VAR00037 155,57 119,220 -,099 ,884
VAR00038 155,10 122,231 -,271 ,889
VAR00039 154,93 117,237 ,043 ,881
48
Lampiran 5. Hasil Ouput Uji SPSS
Model Summary
1 ,617 a
,381 ,372 4,025
ANOVAa
Total 1882,865 73
Coefficientsa
Unstandardized
Residual
N 74
Mean 0E-7
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 3,99686896
Absolute ,063
Most Extreme Differences Positive ,058
Negative -,063
Kolmogorov-Smirnov Z ,538
Asymp. Sig. (2-tailed) ,935
49
Descriptive Statistics
50