Anda di halaman 1dari 35

KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI KECEMASAN

KARIR MASA DEPAN REMAJA DI DESA JETIS KLARI


KECAMATAN KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI MELALUI
TERAPI DZIKIR

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Bimbingan dan Konseling

Dosen pengampu, Dr. Wahidin, M.Pd.

Disusun Oleh :

Putri Ayu Pratiwi

NIM. 23080190053

PROGRAM STUDI

BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2022


DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................


B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................
D. Manfaat Penelitian...................................................................................................
E. Penegasan Istilah.....................................................................................................
F. Kerangka Teori/Landasan Teori..............................................................................
G. Kajian Pustaka.........................................................................................................
H. Daftar Pustaka..........................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi, tidak
terkecuali permasalahan yang berpengaruh pada kesehatan psikologisnya. Respon
manusia untuk bereaksi ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan
bermacam-macam, salah satu yang sering di alami manusia yaitu kecemasan
mengenai karir masa depan. Respon ini yang paling banyak di alami dan menganggu
kehidupan sehari-hari dan akan mengganggu kesehatannya.
Kecemasan adalah gangguan emosional yang mempengaruhi anak-anak dan
remaja. Teorikus belajar menyatakan bahwa munculnya kecemasan menyeluruh dapat
menyentuh tema-tema yang luas, seperti ketakutan akan penolakan atau kegagalan
yang dibawa pada berbagai situasi. Ketakutan terhadap penolakan atau kegagalan
yang tidak kuat dapat digenelerasikan pada hampir seluruh area interaksi sosial dan
prestasi. Faktor genetis dapat pula memegang peranan dalam kecemasan akan
perpisahan dan gangguan kecemasan lain (Navid, 2003:168).
Berpikir mengenai karir masa depan dapat membuat remaja mengalami
perasaan cemas. Mereka merasakan kekhawatiran, ketakuan, dan selalu berfikir
bahwa sesuatu hal yang buruk akan terjadi menimpa dirinya di masa yang akan
datang. Kecemasan merupakan sebuah kondisi dimana seseorang merasakan
kekhawatiran yang berlebih terhadap suatu hal yang bersifat tidak pasti dan
kekhawatiran tersebut sulit dihilangkan. Gangguan gejala kecemasan ini bisa dilihat
dalam bentuk gejala fisik, emosi, dan juga pikiran (dalam Pratama dan Fitri: 2020:9).
Tanda-tanda yang muncul biasanya berupa jantung berdebar, anggota tubuh
menjadi dingin, lemas, khawatir, takut, gelisah, tidak percaya diri, atau merasa tidak
mampu dengan kemampuannya. Adapun kecemasan menghadapi karir merupakan
keadaan seseorang yang merasa khawatir, takut, tidak percaya diri dengan kemamuan
yang dimiliki untuk menghadapi karir masa depan, dengan berfikir sesuatu yang
buruk akan menimpanya.
Kecemasan menghadapi karir masa depan yang terjadi pada siswa sekolah
menengah atas adalah problematika yang wajar terjadi. Namun jika kecemasan itu
berlebihan akan mengganggu aktivitas keseharian mereka termasuk mengganggu
konsentrasi belajar. Dan dampaknya akan menurunkan prestasi sekolah, kurang
semangat, tidak percaya diri akan kemampuan yang dimiliki, dan lain sebagainya.
Selain kecemasan memberikan dampak yang negatif, kecemasan juga dapat
memberikan dampak positif. Sisi positifnya adalah karena kecemasan dapat
memunculkan motivasi belajar dan kreativitas. Individu akan melakukan suatu hal
yang terbaik bagi dirinya, yang semaksimal mungkin agar dapat terhindar dari hal
yang ditakutkan tersebut. Kekhawatiran akan sesuatu yang ditakutkan yang
sebenarnya belum terjadi dapat menjadi upaya preventif sehingga memotivasi untuk
semakin giat dalam belajar.
Setiap orang tentunya memiliki cara tersendiri yang berbeda di dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk masalah kecemasan. Kecemasan karir
merupakan perasaan khawatir, bingung, dan ragu dalam melanjutkan karir yang tepat
untuk individu tersebut (Mariah dan Pohan, 2020:60-69). Begitu pula kecemasan
dalam menghadapi karir masa depan pada remaja yang menganggap karir di masa
depan merupakan suatu hal yang menentukan bagi keberlangsungan hidupnya di
masa depan. Perasaan cemas, khawatir atau takut akan kegagalan ini muncul di
dalam diri siswa yang sudah berpikir tentang masa depannya.
Kecemasan yang tibul pada diri remaja tidaklah sebatas yang bisa diatasi.
Namun, juga kecemasan bisa diatasi bahkan bisa menghilangkan rasa cemas tersebut
dengan pengobatan medis maupun psikog, psikiater dan konselor/guru BK sesuai
dengan gejala yang dialami remaja. Hal ini menjadi perhatian bagi konselor/guru BK
dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien. Bimbingan
dan konseling adalah suatu upaya bantuan yang diberikan oleh seorang konselor/guru
BK kepada peserta didik/klien baik masalah pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Konselor/guru BK dapat dijadikan wadah untuk menyampaikan keluhan yang sedang
dirasakan klien. Adapun cara penanganannya bisa melalui konseling individu maupun
konseling kelompok, Dalam permasalahan ini peneliti menggunakan konseling
kelompok dalam menangani kecemasan karir masa depan remaja.
Konseling Kelompok yang dimaksud oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah suatu proses antar pribadi yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang
didasari. Proses itu mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran diri
mengenai perasaan-perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling
perhatian, saling pengertian, dan saling mendukung (Prayitno, 2005:98).
Dalam rumusan sederhananya, adalah suatu jenis aktivitas kelompok, berciri
pada 4-12 peserta didik normal menggelola masalah-masalah penyesuain dan
keprihatinan perkembangan, pemecahan masalah bersama berbagai bidang masalah
sosiopsikologi individu dalam kelompok (Mappiare, 2011:164-165). Masing-masing
individu tentu mengatasi suatu permasalahan dengan cara yang berbeda-beda,
termasuk mengatasi rasa cemas dalam diri individu. Ada sebagian individu bisa
mengatasi kecemasannya ada pula yang tidak bisa mengatasinya bahkan berakibat
pada gangguan mental, sulit berinteraksi dengan orang lain dan bahkan mengalami
stress berat berujung pada kematian.
Masalah kecemasan rumit dan kompleks meskipun di anggap tidak penting
namun jika dibiarkan maka akan berakibat pada kualitas hidup seseorang, karena
banyak hal yang mempengaruhi klien merasa cemas di dalam berbagai situasi
tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang berada dalam lingkup
masalah pada diri sendiri adalah cemas berlebihan. Dengan cemas ini individu
menjadi gugup, berkeringat, muka pucat dan jantung berdebar. Hal ini, sangat
menganggu sekali kenyamanan diri individu saat mengalami kecemasan yang sangat
berlebihan. Berbagai faktor yang menimbulkan kecemasan klien, baik yang dirasakan
pada kelompok kecil maupun pada kelompok besar. Maka, disini tidak membahas
penyebab terjadinya kecemasan remaja maupun bagaimana solusi dari setiap masalah
yang dialami remaja karena sudah berbagai hasil riset yang ditulis dalam jurnal dan
sudah dibukukan mengenai cara mengatasi kecemasan. Namun, disini peneliti
membahas apa sebenarnya peranan terapi zikir dalam mengatasi kecemasan karir
masa depan remaja menggunakan layanan konseling kelompok.
Konselor memberikan terapi bernuansa islami sebagai terapi untuk membantu
menurunkan kecemasan yaitu Terapi Dzikir. Peran konselor disini adalah membantu
konseli untuk mengelola kecemasan nya yang dirasakan selama ini agar kecemasan
tersebut dapat menurun Berdzikir menjadi salah satu ibadah yang dapat membuat
hamba nya dekat dengan Allah SWT. Karena dalam lafadz dzikir terdapat sifat
keagungan Allah SWT yang membuat hambanya saat mengucapkannya semakin
merasakan kehadiran Allah SWT serta mengingat keagungan dan kuasanya. Dengan
berdzikir, Allah SWT juga akan mengingat hambaNya yang selalu mengingat Allah
SWT.
Banyak sekali orang menyepelekan zikir dalam pengobatan baik fisik maupun
psikis, padahal sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Jadi,
kesimpulanya adalah khasiat apa saja yang ditimbulkan saat dilakukan terapi zikir
dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan sufi Zikir merupakan salah satu rukun
perjalanan menuju Allah, dasar pokok pendidikan spiritual, kunci meraih hakikat, dan
senjata bagi para salik (murid tarekat sufi), zikir juga merupakan dasar dan pondasi
yang di atasnya dibangun setiap maqam spiritual (Khoiru dan Reza, 2008:9).
Menurut pernyataan Nabawi Siraj ini mendapat pengukuhan dari pernyataan
Sa‟id ibn Jubair dan „Atha. Sa‟id ibn Jubair, sebagian dikutip oleh an-Nawawi dalam
buku Khoiru Amru Harahap dan Reza Pahlevi Delimunthe mengatakan ketahuilah
bahwa fadhilah zikir tidak hanya terbatas pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan
lainnya. Akan tetapi setiap orang yang melakukan amalan ketaatan kepada Allah
berarti ia adalah orang yang berzikir kepada Allah (Khoiru dan Reza, 2008:51).
Didukung oleh pernyataan Hasby secara umum dzikrullah adalah perbuatan
mengingat Allah dengan keagungan-Nya, yang meliputi hampir semua bentuk ibadah
dan perbuatan baik seperti tasbih, tahmid, sholat, membaca Al Qur‟an, berdo‟a,
melakukan kebaikan dan menghindar dari kejahatan Rohman (2013: 299).
Peranan zikir dalam mengatasi kecemasan remaja tentu memiliki
keterbatasan/kekurangan dalam menerapkan zikir pada remaja. Adapun kekurangan
zikir yaitu dibutuhkan waktu dan pemandu khusus untuk melaksanakan terapi. Untuk
mengatasi kelemahan dari zikir ini perlu adanya konsentrasi dan tingkat kefokusan,
khusyuk, ikhlas dan ikhtiar dalam melakukan zikir. Zikir digunakan dalam mengatasi
kecemasan remaja yang bertujuan agar remaja memiliki ketenangan jiwa dalam
dirinya dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhanti (2021:65-66) dalam hasil
penelitian dapat dilihat bahwa pemberian terapi dzikir dalam menurunkan kecemasan
pada konseli sangat berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan, konseli
terlihat lebih tenang dalam mengambil keputusan dan lebih percaya diri, dan dapat
mengendalikan kecemasan nya karena sudah mengetahui sumber permasalahan nya
sehingga konseli lebih tenang dan sikap panik nya menurun.
Berdasarkan observasi lapangan di Desa Jetis Klari RT 01/RW 01 Kecamatan
Karanggede Kabupaten Boyolali terdapat beberapa remaja yang kebingungan perihal
karir masa depannya, adapun penyebab dari kecemasan tersebut antara lain dari segi
perekonomian orang tuanya yang bisa dibilang kurang padahal anak tersebut ingin
melanjukan pendidikan dengan alasan agar masa depannya terjamin jika melanjutkan
sekolah sampai jenjang S1, penyebab selanjutnya yakni dari segi pekerjaan orang tua
yang tidak selalu ada sehingga penghasilannya kurang untuk melanjutkan pendidikan
anak tersebut.
Jika hal itu kami biarkan maka akan menjadi dampak yang negative bagi
remaja tersebut. Salah satu dampak negative bisa membuat fikirannya tidak normal,
sedangkan sumber kecemasan yang dihadapi seorang remaja tersebut berawal pada
dirinya sendiri. Salah satu dimensi yang dapat digunakan oleh individu untuk
mengatasi gejala kecemasan karir masa depan adalah aspek spiritual. Spiritual adalah
kondisi keutuhan yang terpusat dalam artian orang tersebut sehat jasad dan rohani,
kebutuhan dasar spiritual adalah pemenuhan hati yang kemudian menimbulkan
ketentraman dalam jiwa. Seringkali orang yang meninggalkan dunia spiritualnya
menjadi resah mudah terombang-ambing dan merasakan kehampaan hidup, oleh
sebab itu remaja didesa jetis mengalami kecemasan dan membutuhkan pemenuhan
spiritual dengan menerapkan dzikir yang istiqomah. Karena dzikir adalah salah satu
cara mendekatkan diri kepada Allah, dzikir itu mengingat Allah dengan lisan melalui
kalimat-kalimat toyyibah, dengan mengingat Allah maka hidup akan menjadi tentram.
Begitu juga halnya remaja didesa jetis klari kecamatan karanggede kabupaten boyolali
yang hati dan fikirannya terhantui oleh kecemasan perihal karir masa depan maka
dengan berdzikir mengingat Allah hati menjadi tentream.
Dari paparan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang kecemasan karir seorang remaja didesa jetis dengan judul “Konseling
Kelompok Dalam Mengurangi Kecemasan Karir Masa Depan Remaja Di Desa Jetis
Klari Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali Melalui Terapi Dzikir”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kecemasan karir masa depan remaja didesa jetis klari kecamatan
karanggede kabupaten boyolali ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan konseling kelompok dengan menggunakan
terapi dzikir yang dapat mengurangi kecemasan karir masa depan remaja
didesa jeis klari kecamatan karanggede kabupaten boyolali ?
3. Apakah konseling kelompok melalui terapi dzikir efektif dalam mengurangi
kecemasan karir masa depan remaja didesa jetis klari kecamatan karanggede
kabupaten boyolali ?
C. Tujuan Penelitian
1. Dapat mendeskripsikan kecemasan karir masa depan remaja didesa jetis klari
kecamatan karanggede kabupaten boyolali
2. Dapat mengetahui pelaksanaan konseling kelompok dengan menggunakan
terapi dzikir yang dapat mengurangi kecemasan karir masa depan remaja
didesa jeis klari kecamatan karanggede kabupaten boyolali
3. Dapat mengetahui keefektifan konseling kelompok dengan menggunakan
terapi dzikir yang dapat mengurangi kecemasan karir masa depan remaja
didesa jeis klari kecamatan karanggede kabupaten boyolali
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan tentang Terapi Dzikir
sebagai salah satu teknik alternatif untuk mereduksi kecemasan karir masa
depan remaja yang di alami oleh seseorang
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Membantu mencegah terjadinya akibat lanjut dari kecemasan yang
berkepanjangan serta menambah wawasan pengetahuan dan mampu
mengaplikasikannya secara langsung
b. Bagi Konselor
Dalam pelaksanaan Terapi Dzikir dalam mereduksi kecemasan dapat
dijadikan sebagai bahan kritikan dan saran konselor dalam penelitian
ini.
c. Bagi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
Memberikan rekomentasi pilihan terapi disamping terapi lain yang
telah dipake, dan untuk meningkatkan pemberian pelayanan,
memberikan alternatif terapi yang mengintegrasikan keislaman
d. Penelitian ini memberikan jawaban permasalahan yang diteliti serta
kritikan, masukan, informasi,referensi dan melengkapi bahan
kepustakaan tentang Terapi Dzikir dalam mereduksi kecemasan karir
masa depan remaja.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami judul skripsi ini
penulis menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul. Dengan penjelasan
ini diharapkan adanya kesamaan makna dan pemahaman antara penulis dan pembaca
dalam memahami topik-topik selanjutnya.
1. Konseling kelompok
Konseling Kelompok yang dimaksud oleh penulis dalam penulisan skripsi
ini adalah suatu proses antar pribadi yang terpusat pada pemikiran dan perilaku
yang didasari. Proses itu mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan
pikiran diri mengenai perasaan-perasaan mendalam yang dialami, saling percaya,
saling perhatian, saling pengertian, dan saling mendukung (Prayitno, 2005:98).
Menurut Farit Mashudi konseling kelompok adalah layanan yang membantu
peserva didik dalam pembahasan dan pengetasan masalah pribadi yang melalui
dinamika kelompok (Mashudi, 2012:248). Dalam rumusan sederhananya, adalah
suatu jenis aktivitas kelompok, berciri pada 4-12 peserta didik normal menggelola
masalah-masalah penyesuain dan keprihatinan perkembangan, pemecahan
masalah bersama berbagai bidang masalah sosiopsikologi individu dalam
kelompok (Mappiare, 2011:164-165)
2. Kecemasan Karir Masa Depan Remaja
Kecemasan Karir Masa Depan Remaja yang dimaksud oleh penulis
dalam penulisan skripsi ini adalah menurut Davison, Nale dan Kring (dalam
Pratama dan Fitri: 2020:9) kecemasan merupakan sebuah kondisi dimana
seseorang merasakan kekhawatiran yang berlebih terhadap suatu hal yang
bersifat tidak pasti dan kekhawatiran tersebut sulit dihilangkan. Gangguan
gejala kecemasan ini bisa dilihat dalam bentuk gejala fisik, emosi, dan juga
pikiran.
Menurut Gibson (1997) karir adalah perilaku serta sikap yang
berhubungan dengan aktivitas maupun pengalaman kerja dalam rentang hidup
individu serta rangkaian kegiatan kerja yang berkelanjutan. Karir adalah
rangkaian pekerjaan, jabatan, serta kedudukan yang mengarah pada kehidupan
dunia kerja Sukaradi (1989). Vignoli (2015) mendefinisikan kecemasan
terhadap karir masa depan sebagai perasaan tidak nyaman mengenai
kegagalan akademis dan atau pengangguran yang berkaitan dengan proses
perkembangan karir.
Menurut Mariah et al. (2020) kecemasan karir merupakan perasaan
khawatir, bingung, dan ragu dalam melanjutkan karir yang tepat untuk
individu tersebut. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kecemasan terhadap karir masa depan adalah
perasaan khawatir yang ditandai dengan perasaan takut maupun gelisah
mengenai kegagalan akademis dan atau pengangguran yang berkaitan dengan
proses perkembangan karir yang dapat berdampak pada terhambatnya
pengambilan keputusan karir.
3. Terapi Dzikir
Terapi Dzikir yang dimaksud oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah dapat menjadi sarana untuk membantu pengelolaan kecemasan diri
remaja dalam menghadapi kecemasannya secara spiritual. Dzikir sebagai obat
penyakit hati menjadi terapi konseli untuk mereduksi kecemasan yang ia
rasakan. Dengan melakukan dzikir berlandaskan beribadah hanya kepada
Allah SWT, mohon ampunan atas segala dosa dan memohon ketenangan dan
ketentraman jiwa dengan mendekakan diri kepada Allah SWT.
F. Kerangka Teori/Landasan Teori
A. Konseling Kelompok
1. Definisi Konseling Kelompok
Konseling adalah sebuah profesi yang sifatnya membantu (helping
Professsion). Sebagai sebuah helping professsion, konseling dilakukan dengan
berbagai prosedur, salah satunya adalah melalui prosedur konseling kelompok.
Menurut Ward prosedur kelompok dalam konseling telah lama
dipertimbangkan dan digunakan oleh konselor sebagai metode yang dipandang
lebih bijaksana dalam membantu konseli. Penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan kelompok untuk berbagai fungsi pendidikan dan konseling
memberitakan keuntungan yang bermanfaat. Program konseling kelompok
dapat memberikan individu berbagai macam pengalaman kelompok yang
membantu mereka belajar berfungsi secara efektif, mengembangkan toleransi
terhadap stress dan kecemasan, dan menemukan kepuasaan dalam bekerja dan
hidup bersama orang lain (Kurnanto, 2014:2).
Konseling kelompok menurut Pauline Harrison adalah konseling yang
terdiri dari 4-8 konseli yang bertemu dengan 1-2 konselor. Dalam prosesnya,
konseling kelompok dapat membicarakan beberapa masalah, seperti
kemampuan dalam membangun hubungan komunikasi, pengembangan harga
diri, dan keterampilan-keterampilan dalam mengatasi masalah. Layanan
konseling kelompok yaitu layanan bimbingan konseling yang memungkinan
peserta Didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan
pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok
(Tarmizi, 2018:93). Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan
dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling
kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk
membuat perubahan-perubahan dengan memanfaatkan potensi secara
maksimal sehingga dapat mewujudkan diri (Ibid, hal 7-8).
Layanan konseling kelompok mengikutkan sejumlah peserta dalam
bentuk kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok.
Layanan konseling kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk
membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan
pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan. Dalam
konseling kelompok dibahas masalah pribadi yang dialami oleh masing-
masing anggota kelompok. Masalah pribadi dibahas melalui suasana dinamika
kelompok yang intens dan konstruktif, diikuti oleh semua dinamika kelompok
dibawah bimbingan pemimpin kelompok (pembimbing atau konselor).
Dinamika dalam konseling kelompok harus dapat dikembangkan secara baik
sehingga mendukung pencapaian tujuan layanan secara efektif. Secara khusus
oleh karena fokus layanan konseling kelompok adalah masalah pribadi
individu peserta layanan maka layanan konseling kelompok yang intensif
(Tohirin, 2013:171-172).
Konseling kelompok merupakan yang diselenggarakan dalam
kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam
kelompok itu. masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan
yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam
segenap bidang bimbingan (yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar,
dan karir). Seperti dalavm konseling perorangan, setiap anggota kelompok
dapat menampilkan masalah yang dirasakannya. Masalah-masalah tersebut
dilayani melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok,
masalah demi masalah satu persatu tanpa kecuali sehingga semua masalah
terbicarakan (Dewa ketut Sukardi & Desak P.E. Nila Kusmawati, 2008:79).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konseling
kelompok ialah layanan BK yang diberikan secara kelompok untuk membantu
individu menyelesaikan masalah pribadi mereka secara kelompok.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konseling Kelompok

Untuk mencapai tujuan dalam konseling kelompok, maka konselor


perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
proses konseling. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Membina Harapan
kapan akan menimbulkan perasaan optimis pada diri klien untuk dapat
menyelesaikan masalahnya. Melalui harapan, klien akan belajar
memahami dan mengembangkan kemampuan atau potensi yang
dimilikinya. Adanya keterlibatan dalam kelompok juga akan
menguatkan semangat klien untuk saling membantu mewujudkan
tujuan bersama yang ingin dicapai.
b. Universalitas
Universalitas akan mengurangi tingkat kecemasan klien karena
mengetahui bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki masalah titik
teman-teman satu kelompoknya juga memiliki masalah walaupun
dalam dimensi yang berbeda. untuk itulah memberikan pemahaman
pada klien bahwa permasalahan adalah hal yang wajar dalam
kehidupan sangat diperlukan agar klien tertantang untuk mengatasi
masalahnya.
c. Pemberian Informasi
Informasi dapat diperoleh melalui pimpinan kelompok atau konselor
maupun dari anggota kelompok lain. Informasi ini meliputi
pengalaman dari anggota kelompok, pemecahan masalah yang
ditawarkan oleh konselor atau anggota kelompok dan hal yang
bermakna bagi kehidupan klien.
d. Altruisme
Altruisme mengacu kepada proses memberi dan menerima. Klien yang
merasa bahwa kelompoknya telah memberikan banyak masukan dan
kebaikan pada dirinya selama menjalani proses konseling, akan
melakukan hal yang sama terhadap anggota kelompoknya. Hal ini akan
mendorong terjadinya umpan balik antar anggota (Lubis, 2011:207-
208).
Dengan mengetahui faktor kuratif yang telah dijelaskan di atas
maka konselor dapat menyelaraskan dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam konseling kelompok. Karena keduanya adalah aspek yang
berkesinambungan dan saling mendukung keberhasilan proses
konseling (Lubis & Hasnida, 2016:58-59). Berdasarkan faktor-faktor
diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses konseling kelompok
bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
jalannya konseling kelompok.
3. Fungsi Layanan Konseling Kelompok
Konseling kelompok mempunyai dua fungsi yaitu, fungsi lain kuratif
yaitu layanan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami
individu serta fungsi layanan preventif, yaitu layanan konseling yang
diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu. Juntika
nurihsan mengatakan bahwa konseling kelompok bersifat pencegahan dan
penyembuhan titik konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa
individu yang dibantu mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara
wajar di masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam
kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang
lain.
Sedangkan, konseling kelompok bersifat penyembuhan dalam
pengertian membantu individu untuk dapat keluar dari persoalan yang
dialaminya dengan cara memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan
kepada individu untuk mengubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan
lingkungannya. ini artinya, bahwa penyembuhan yang dimaksud disini adalah
penyembuhan bukan persepsi pada individu yang sakit, karena pada
prinsipnya objek konseling adalah individu yang normal bukan individu yang
sakit secara psikologis (Kurnanto, hal. 9).
Layanan konseling kelompok memungkinkan peserta Didik
memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang
dialami melalui dinamika kelompok (Lubis, 2011:59). Jadi, dapat disimpulkan
konseling kelompok mempunyai 2 fungsi yaitu fungsi kuratif, sebagai layanan
yang diberikan dan diarahkan kepada individu untuk mengatasi permasalahan
individu. Fungsi preventif, yaitu layanan konseling yang diarahkan untuk
mencegah permasalahan individu.
4. Tujuan dan Manfaat Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok dimaksudkan agar para anggota
kelompok atau siswa memperoleh kesempatan dalam pembahasan dan
pengentasan masalah yang dialaminya dengan melalui dinamika kelompok.
Anggota kelompok secara bersama-sama memperoleh informasi atau bahan
dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik secara
individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan anggota masyarakat
(Luddin, 2012:80).
Tujuan konseling kelompok meliputi :
a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman
sebayanya.
c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota
kelompok.
d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok (Sukardi,
2008:68).
Sedangkan manfaat konseling kelompok dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Praktis, sesama anggota dapat saling belajar
b. Anggota akan saling belajar tentang perilaku baru
c. Anggota saling belajar untuk mengekspresikan perasaan dan
meningkatkan rasa percaya diri
d. Anggota akan saling menerima, menolong dan berempati sehingga
akan menumbuhkan perasaan untuk diterima dan dimengerti
e. Efisiensi waktu dan tenaga dimana konselor dapat menangani lebih
banyak konseling dalam satu sesi konseling dibandingkan pada
konseling individual.
f. Anggota dapat melakukan brain storming bersama-sama yang
menghasilkan kuantitas dan kualitas ide yang lebih dibandingkan
apabila dilakukan seorang diri (Nurul Hartini & Atika Dian Ariana,
2016:73-74).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok memiliki
banyak tujuan dan Manfaat yang secara umum memiliki tujuan dan
Manfaat bagi peserta didik untuk bisa memperoleh kesempatan untuk
mengungkapkan permasalahan dialami dan mendapatkan solusi.
5. Struktur Konseling Kelompok
Untuk melaksanakan konseling kelompok, konselor harus
memperhatikan struktur yang tepat dan sesuai dengan klien.
a. Anggota Kelompok
Jumlah keanggotaan pada konseling kelompok terdiri dari 4 sampai 12
orang klien karena hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila jumlah
anggota kelompok kurang dari 4 orang dinamika kelompok menjadi
kurang hidup, sebaliknya bila anggota kelompok lebih dari 12 orang
maka konselor akan kewalahan mengelola kelompok karena jumlah
anggota kelompok terlalu besar.
b. Homogenitas Kelompok
Beberapa konseling kelompok memandang bahwa homogenitas
kelompok dilihat berdasarkan jenis klien yang sama, jenis masalah
yang sama, kelompok usia yang sama dan lain-lain. Tetapi pada saat
yang berbeda seorang konselor dalam konseling kelompok dapat saja
menetapkan bahwa homogenitas klien hanya dilihat dari masalah atau
gangguan yang dihadapi. Artinya klien yang memiliki masalah yang
sama dimasukkan dalam kelompok yang sama meskipun dari segi usia
yang jauh berbeda (Latipun, 2001:60-61).
c. Sifat Kelompok
Ada dua macam sifat kelompok dalam konseling kelompok yaitu:
1) Sifat terbuka
dikatakan sebagai sifat terbuka karena pada kelompok ini dapat
menerima kehadiran anggota baru setiap saat sampai batas yang
telah ditetapkan.
2) Sifat tertutup
Bersifat tertutup maksudnya adalah konselor tidak
memungkinkan masuknya klien baru untuk tergabung dalam
kelompok yang telah terbentuk.
d. Pelaksanaan
Penentuan pertemuan waktu yang tepat ditentukan oleh kebijaksanaan
yang telah dibuat oleh konselor. Tetapi secara umum, pada konseling
kelompok yang bersifat jangka pendek (shortterm group counseling)
waktu pertemuan berkisar antara 8 sampai 20. pertemuan titik
frekuensi pertemuan 1 sampai 3 kali dalam seminggu dengan durasi
antara 60 sampai 90 menit per sesi dan batasan waktu yang biasanya
ditetapkan pada konseling kelompok pada umumnya dilakukan satu
sampai dua kali dalam seminggu (Ibid, hal. 62).
6. Tahap-tahap Pelaksanaan konseling Kelompok
Beragam kegiatan hendaknya disandarkan pada perencanaan yang
terintegrasi antara yang satu dengan yang lainnya. Perencanaan yang terarah
dan terukur merupakan titik tolak dan prasyarat keberhasilan suatu kegiatan
tidak terkecuali layanan konseling kelompok. Oleh karena itu, prosedur
standar operasional layanan konseling pada settingkonseling kelompok
penting diketahui dan dioperasikan. Adapun tahap-tahap yang dimaksud
diantaranya sebagai berikut :
a. Tahap satu : Pembentukan (the formationstage)
Pada tahapan pembentukan diawali dengan pembuatan rencana yang
dituangkan dalam bentuk rancangan kerja tertulis, yang memuat tujuan
dasar dari kelompok, populasi yang akan dilayani koma alasan yang
jelas untuk kelompok yaitu kejelasan apa struktur, cara untuk
mewartakan kelompok dan merekrut anggota, penyaringan dan seleksi
anggota, ukuran dan durasi kelompok, struktur dan format kelompok
apakah tertutup atau terbuka, apakah bertolak pada keinginan atau
keterpaksaan, tindak lanjut dan prosedur evaluasi (Rasimin &
Muhammad Hamdi, 2018:171-172).
b. Tahap dua : Orientasi dan Eksplorasi
Menemukan sebuah identitas dalam kelompok dan menentukan sejauh
mana anggota menjadi anggota kelompok yang aktif merupakan tugas
utama pada tahap ini.
c. Tahap tiga : Transisi
Tahap Transisi merupakan tahap ketika terjadinya konflik dalam
kelompok. Konflik yang terjadi dalam kelompok tersebut dikarenakan
adanya kekhawatiran anggota kelompok dalam memasuki proses
konseling (Ibid, hal. 181-184).
d. Tahap Empat : Tahap Kerja
Pada tahap ini, mereka telah menjadi satu kesatuan dalam sebuah
kelompok, mereka kurang bergantung pada pemimpin, cenderung
mempunyai kebersamaan dan peningkatan Eksplorasi diri,
memfokuskan hasil kerja.
e. Tahap lima : tahap akhir
Salah satu keterampilan pemimpin kelompok yang sangat penting,
dalam menciptakan sebuah kelompok yang berkembang dan bergerak
menuju tahap akhir adalah kemampuan untuk membantu para anggota
mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok dan
membawanya ke lingkungan luar Meraka. Setelah itu, anggota
menerapkan pelajaran yang didapat dari masing-masing tahapan ke
dalam kehidupan sehari-hari.
f. Tahap enam : evaluasi dan tindak lanjut
Evaluasi merupakan aspek dasar dari setiap pengalaman kelompok dan
dapat membuat keuntungan tersendiri baik bagi para anggota maupun
pemimpin. Tahap tindak lanjut pada konseling kelompok penting
dilakukan, sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada para
anggota dalam menangani isu-isu yang belum selesai dan dapat
menerima dukungan dan dorongan dari kelompok (Ibid , hal. 187-196).
7. Teknik Layanan Konseling Kelompok
Menurut Farid Mashudi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
teknik konseling kelompok, berikut urutan pelaksanaan:
a. Memperkenalkan diri, kemudian mempersilahkan masing-masing anggota
kelompok untuk memperkenalkan diri mereka
b. Menjelaskan aturan main dalam konseling kelompok.
c. Menyuruh setiap anggota kelompok mengemukakan persoalan tang saat
ini dihadapi.
d. Setelah semua anggota menyampaikan permasalahnya, maka konselor
bersepakat dengan semua anggota kelompok untuk membahas satu
permasalahan yang dianggap paling mendesak untuk dipecahkan.
e. Mempersilahkan setiap anggota kelompok untuk menanggapi persoalan
yang dibahas.
f. Setelah menemukan solusi terhadap persoalan, konselor menanyakan
kesanggupan anggota kelompok untuk melaksanakan kesepakatan
bersama.
g. Menutup pertemuan dengan doa (Opcid, Farid Mashudi, hlm 251-252).
Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam
penyelenggaraan layanan konseling mengacu kepada
perkembangannya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh
anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan. Adapun teknik-
teknik tersebut secara garis besar meliputi:
a. Komunikasi multiarah secara efektif dinamika dan terbuka
b. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam
pembahasan, diskusi, dan pengembangan argumentasi
c. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anggota
kelompok
d. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh untuk lebih
memantapkan analisis, aegumentasi dan pembahasan
e. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku yang dikehendakinya
8. Asas Konseling Kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-
asas yang harus diperhatikan oleh para anggota, asas-asas tersebut yaitu:
a. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasian ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan
konseling.Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara
atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak.
b. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar
kesukarelaan, baik dari pihak siterbimbing atau klien, maupun dari
pihak konselor, peserta didik diharapkan suka rela tanpa ragu-ragu
ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya,
serta menggungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan
dengan masalahnya itu kepada konselor, dan juga konselor hendaknya
dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata
lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
c. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana
keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari
klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-
saran dari luar, malahan dari pada itu, diharapkan masing-masing
pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan
pemecahanmasalah. Individu membutuhkan bimbingan diharapkan
dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya
sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengajian
berbagai ketakutan dan kelemahan si terbimbing dapat dilaksanakan.
d. Asas Kekinian
Asas kekinian mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
nundanunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau
jelas-jelas terlihat misalnya adanya peserta didik yang mengalami
masalah, maka konselor hendaknya segera memberikan bantuan
dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan kepentingan klien dari
pada yang lain-lain, jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat
untuk tidak memberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat
bertanggung jawabkan bhwa penundaan yang dilakukan itu justru
untuk kepentingan klien.
e. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan
siterbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain
atau tergantung pada konselor.
f. Asas Kegiatan
Hasil usahan bimbingan konseling tidak akan cercapai dengan
sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien snediri.
Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia
mampu dan mau melaksanaan kegiatan yang diperlukan dalam
penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam
konseling.
g. Asas Kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan
pada klien , yaitu perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik.
Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat
menoton, melainkan perubahan ang selalu menuju kearah
pengembangan klien yang dikehendaki.
h. Asas Keterpaduan
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, koselor perlu memiliki
wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek
lingkunga klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan
saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling.
i. Asas Kenormatifan
Dilihat dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi
bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma
misalnya klien mengalami maslah melanggar norma-norma tertentu,
namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah
laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih
bersesuain dengan norma.
j. Asas Keahlian
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor misalnya
pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling, juga kepada
pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu
dipadukan. Oleh karna itu, seseorag konselor ahli harus benar-benar
menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
k. Asas Alih Tangan
Jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuanya untuk
membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat
terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim
individu tersebut kepada petugas ata badan yang lebih ahli. Disamping
itu asa ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan
kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap maslah yang
ditangani oleh ahli yang berwenang.
l. Asas Tutwuri Handayani
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling hanya
dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepad
konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan
konselingpun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan
bimbingan dan konseling (Prayitno, 2009:115-120).
B. Kecemasan Karir Masa Depan Remaja
1. Definisi Kecemasan Karir Masa Depan Remaja

Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,


yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan ketidakberayaan,
keadaan emosi yang dialami tidak memiliki objek secara spesifik, kecemasan
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara impersonal dan berada
dalam suatu rentang (Sari, 2017:6). Davison, Nale dan Kring (dalam Pratama
dan Fitri: 2020:9) kecemasan merupakan sebuah kondisi dimana seseorang
merasakan kekhawatiran yang berlebih terhadap suatu hal yang bersifat tidak
pasti dan kekhawatiran tersebut sulit dihilangkan. Gangguan gejala
kecemasan ini bisa dilihat dalam bentuk gejala fisik, emosi, dan juga pikiran.

Berdasarkan KBBI karir merupakan kemajuan serta perkembangan baik


mengenai pekerjaan atau jabatan serta kehidupan individu. Karir adalah
perilaku serta sikap yang berhubungan dengan aktivitas maupun pengalaman
kerja dalam rentang hidup individu serta rangkaian kegiatan kerja yang
berkelanjutan. Karir adalah rangkaian pekerjaan, jabatan, serta kedudukan
yang mengarah pada kehidupan dunia kerja.

Vignoli (2015) mendefinisikan kecemasan terhadap karir masa depan


sebagai perasaan tidak nyaman mengenai kegagalan akademis dan atau
pengangguran yang berkaitan dengan proses perkembangan karir. Menurut
Mirah & Indianti (2018) kecemasan karir merupakan kecemasan sebagai state
atau kondisi yang bersifat sementara. Menurut Mariah et al. (2020)
kecemasan karir merupakan perasaan khawatir, bingung, dan ragu dalam
melanjutkan karir yang tepat untuk individu tersebut. Berdasarkan definisi
dari beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan
terhadap karir masa depan adalah perasaan khawatir yang ditandai dengan
perasaan takut maupun gelisah mengenai kegagalan akademis dan atau
pengangguran yang berkaitan dengan proses perkembangan karir yang dapat
berdampak pada terhambatnya pengambilan keputusan karir.

2. Aspek-aspek Kecemasan Terhadap Karir Masa Depan

Tsai et al. (2017) mengungkapkan dimensi kecemasan terhadap karir masa


depan meliputi:

a. Kemampuan Pribadi
Kemampuan pribadi merupakan kapasitas individu dalam mendapatkan
keterampilan tertentu yang digunakan untuk melakukan kegiatan khusus.
Kemampuan pribadi mencakup kemampuan dasar yang harus dimiliki
seorang calon karyawan seperti keterampilan bahasa asing, keterampilan
operasional komputer, keterampilan kepemimpinan, serta kemampuan
bekerja dengan orang lain.
b. Keyakinan Irasional Tentang Pekerjaan
Keyakinan irasional tentang pekerjaan merupakan pikiran-pikiran tidak
logis yang diyakini seseorang dan terjadi secara terus menerus mengenai
pekerjaan yang akan dihadapi. Keyakinan irasional pada pekerjaan
mengacu pada kesulitan yang mungkin akan dihadapi seorang lulusan
universitas saat mereka masuk ke dunia kerja.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja mengacu pada informasi mengenai pekerjaan seperti
kekhawatiran terhadap pekerjaan di masa depan, persaingan pekerjaan,
kekhawatiran mengenai lingkungan kerja yang tidak sesuai ekspektasi, gaji
tidak sesuai harapan, serta kekhawatiran mengenai peningkatan
pengangguran.
d. Pelatihan Pendidikan Profesional
Pengetahuan bersifat praktis mengenai keterampilan profesional serta
memahami harapan karir secara realistis. Aspek ini meliputi kekhawatiran
mengenai keahlian yang dimiliki, pekerjaan yang sesuai minat dan bakat,
penerapan dari yang telah dipelajari, serta keterampilan profesional yang
dimiliki.
Haber & Runyon (1984) mengungkapkan aspek kecemasan karir meliputi:
a. Aspek Kognitif
Perasaan tidak menyenangkan yang memicu kecemasan serta
kekhawatiran
b. Aspek Motorik
Perasaan tidak mengenakkan yang memunculkan perilaku menggigit bibir,
gugup, bingung, meremas jari, serta bingung.
c. Aspek Somatik
Perasaan tidak menyenangkan yang dapat memunculkan reaksi fisik
seperti sulit bernafas, mulut kering, jantung berdebar, pusing, berkeringat,
kaki dan tangan dingin, sulit mencerna makanan, serta naiknya tekanan
darah.
d. Aspek Afektif
Perasaan tidak menyenangkan yang menimbulkan perasaan tegang akibat
ledakan emosi seperti menghadapi terror serta pandangan mengenai karir
masa depan yang suram.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Terhadap Karir Masa Depan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Yonne & Irma (2009)
meliputi:
a. Faktor internal
Meliputi pikiran subjek serta harapan yang dimilikinya
b. Faktor Eksternal
Meliputi keluarga seperti suami, orang tua, dan kerabat dekat.
c. Lingkungan sekitar
Meliputi teman, tempat kerja, tetangga, budaya, tradisi, dan adat istiadat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Nevid, Rathus,
& Greene (2005) meliputi:
a. Faktor sosial lingkungan yaitu faktor yang meliputi kurangnya dukungan
sosial, peristiwa yang membuat traumatis atau mengancam, serta
pengamatan mengenai respon takut pada orang lain.
b. Faktor perilaku yaitu faktor yang meliputi kurangnya kesempatan dalam
pemunahan karena menghindari situasi yang ditakuti objek, pemasangan
stimuli aversi serta stimuli yang sebelumnya netral, dan kelegaan dari
kecemasan karena mengindari stimulus fobia atau melakukan tindakan
memaksa.
c. Faktor biologis yaitu faktor yang meliputi fungsi neurotransmitter, genetis,
dan ketidak normalan pada jaringan otak yang mampu menghampat
tingkah laku yang berulang.
d. Faktor emosional dan kognitif yaitu faktor yang meliputi permasalahan
atau konflik psikologis yang belum terselesaikan, keyakinin diri yang
irasional, adanya sensitifitas berlebih terhadap ancaman, kecemasan, serta
efikasi diri yang rendah.
4. Jenis-jenis Kecemasan
Menurut Pedak (dalam Aiman, 2016:14) membagi tiga jenis kecemasan yaitu
kecemasan rasional, kecemasan irasional dan kecemasan fundamental:
a. Kecemasan Rasional
Kecemasan rasional merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek
yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.
Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari
mekanisme pertahanan dasar kita.
b. Kecemasan Irrasional
Kecemasan irrasional, yang berarti bahwa mereka mengalami emosi
ini di bawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
c. Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatku pertanyaan tentang siapa
dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan ke manakah kelak hidupnya
berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang
mempunyai peran fundamental bagi kehidupan.
Sedangkan menurut Freud (dalam Aiman, 2016:15) juga
mengemukakan tiga jenis kecemasan, yaitu :
a. Realistic anxienty
Kecemasan realistik adalah takut kepada bahaya yang nyata dari luar.
Kecemasan realistik ini menjadi asal-muasal timbulnya kecemasan
neurotik dan kecemasan moral
b. Neurotic anxienty
Kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal
diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya kalau seseorang
memuaskan insting dengan cara sendiri, yang diyakini bakal menuai
hukuman.
c. Moral anxienty
Kecemasan ini bersumber dari ancaman terhadap sistem super ego
yang berkembang baik sehingga individu akan merasa bersalah bila
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ego idealnya yang
selama ini telah di masukkan oleh lingkungan dalam lingkungannya.
5. Tingkat Kecemasan
Menurut Purwanto (dalam Shanti, 2019) Tingkat kecemasan dapat di
klasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu antisipasi, ringan, sedang, berat,
dan panik.
a. Antisipasi
Antisipasi terhadap kecemasan atau tidak ada kecemasan merupakan
suatu kondisi diama klien tidak mengalami tanda-tanda kecemasan
secara fisiologis maupun psikologis, mempunyai sumber dan
mekanisme kopling yang efektif untuk menyelesaikan konflik dalam
diri yang menimbulkan kecemasan.
b. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan merupakan kecemasan yang berhubungan dengan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang
menjadi waspada dan meningkatkan presensinya, tetapi dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
pada manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan,
percaya diri, persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk
belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku yang sesua dengan
situasi.
c. Kecemasan sedang
Pada situasi ini kemungkinan seseorang memusatkan pada masalah
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang terarah pada manifestasi yang terjadi pada tingkat ini, yaitu
kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung, pernafasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,
persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah cemas, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
d. Kecemasan berat
Situasi ini mengurangi persepsi seseorang atau individu ende ruang
untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk
mengurangi ketegangan, individu tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan perhatiannya pada manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, vertigo, nausea,
insomnia, polyuria, dari palupi tadi, persepsi menyempit, tidak bisa
belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri, dan keinginan
untuk menghilangkan kecemasannya tinggi, perasaan tidak berdaya,
bingung dan disorientasi
e. Kcemasan panik
Kecemasan panik yaitu kondisi panik yang berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan
kendali. Individu yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Panik merupakan disorganisai
kepribadian dan menjadi peningkatan aktivis motorik, menurutnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupannya, jika berlangsung
terus menerus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan bahkan
kematian.
6. Gejala-gejala Kecemasan
Nevid Jeffrey (dalam Risnawati, 2017) mengklasifikasikan gejala-gejala
kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu :
a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu :kegelisahan, anggota tubuh bergetar,
banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa
lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
b. Gejala behaviouralisme dari kecemasan yaitu :berperilaku menghindar,
terguncang, melekat dan dependen.
c. Gejala kognitif darah kecemasan yaitu: khawatir tentang sesuatu,
perasaan terganggunya akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi
dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera
terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,
pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (dalam Sari,2017:14) menyatakan
bahwa kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif.
a. Respon fisiologis berhubungan dengan kecemasan terutama dimediasi
oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatisan dan parasimpatik.
Berbagai respon fisiologis yang dapat diobservasi yaitu:
1) Kardiovaskular: palpitasi, jantung berdetak kencang,
kehilangan kesadaran, tekanan darah meningkat, tekanan darah
menurun, denyut nadi menurun.
2) Pernafasan: nafas cepat dan dangkal, tekanan pada dada,
terengah-engah.
3) Neuromuskular: refleks meningkat, terkejut, kelopak mata
berkedut, insomnia, tremor, mondar-mandir, kaku, gelisah,
wajah tegang, kaki goyah, gerakan lambat, kelemahan.
4) Gastrointestinal: nafsu makan menurun, jijik terhadap
makanan, tidak nyaman pada perut, mual, mulas, dan diare.
5) Traktus urinarius: sering berkemih.
6) Kulit: wajah kemerahan, keringat terlokalisasi (telapak tangan),
gatal, wajah pucat, keringat dingin.
b. Respon perilaku: kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, terkejut, bicara
cepat, kurang koordinasi, menarik dan menahan diri, menghindar,
hiperventilasi.
c. Respon kognitif: perhatian terganggu, kesulitan berkonsentrasi, pelupa,
kesalahan dalam penilaian, hambatan berpikir, rendahnya kreativitas,
menurunnya lapangan persepsi, bingung, takut saat kehilangan kontrol,
ketakutan akan cedera atau kematian, produktivitas berkurang.
d. Respon afektif; mudah terganggu, tidak sabar, gelisah tegang, gugup,
ketakutan dan khawatir.
C. Terapi Dzikir
1. Definisi Terapi Dzikir
Dzikir secara etimologi berasal dari bahasa arab dzakara, artinya
mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau
mengerti. Sedangkan dalam pengertian terminology, dzikir merupakan suatu
amal ucapan atau amal qauliyah melalui bacaan-bacaan tertentu untuk
mengingat Allah (Chodjim dan Fatiha, 2003:181). Sedangkan menurut
Michon, dzikir merupakan bentuk kesadaran hamba Allah SWT terkait
hubungannya dengan Allah SWT.
Menurut ahli sufi, dzikir secara istilah adalah mengingat asma atau
nama Allah SWT. Mengingat nama Allah SWT dapat dilakukan secara dhohir
maupun batin. Semakin sering dan senantiasa melakukan dzikir, maka hatinya
akan selalu diliputi ketenangan dan ketentraman jiwa (Nida, 2014:144).
Selain itu, dzikir juga dapat memelihara diri dari segala kejahatan, hal-hal
yang buruk, marabahaya dan dapat memiliki pengaruh baik bagi kesehatan
jasmani dan rohani.
2. Keutamaan Dzikir
Dzikir memiliki banyak sekali keutamaan dan manfaat, karena dalam
dzikir seseorang akan senantiasa mengingat Allah SWT dan dzikir menjadi
sebaik-baiknya ibadah. Sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S. Ar-Ra’d ayat 28
۟ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ُ ُ‫وا َوتَ ْط َمِئنُّ قُلُوبُ ُهم بِ ِذ ْك ِر ٱل ََِّّل َأ َل بِ ِذ ْك ِر ٱل ََِّّل تَ ْط َمِئنُّ ٱ ْلقُل‬
:‫وب‬
Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-
lah hati menjadi tenteram (Al’Qur’an Terjemahan dan Tajwid, (Surakarta:
Ziyad Qur’an), hal.253). Tanpa mengingat Allah SWT sebaliknya manusia
hanya akan dihantui rasa tidak tenang dan diselimuti rasa kecemasan dan tidak
nyaman.
Berdzikir memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari dan
dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara jasmani dan rohani. Berikut
adalah keutamaan berdzikir yaitu :
a. Melindungi manusia dari godaan syaitan dan iblis, Allah SWT akan
selalu mengingat dan melindungi hambanya yang senantiasa
mengingatnya.
b. Dzikir dapat menjadi sebuah pengobatan bagi penyakit rohani dan
jasmani. Karena dalam lafaldz dzikir terdapat kalimat tauhid yang juga
terdapat dalam Al-Qur’an sebagai Adz-Dzikru yaitu Syifa yang
memiliki arti pengobatan.
c. Memberikan ketentraman dan ketenangan jiwa dengan selalu
mengingat Allah SWT.
d. Membuat hati menjadi gembira, bahagia dan tenang.
e. Dzikir merupakan tanaman surga (Sadian, 2004:03).
3. Bacaan-bacaan Dzikir dan Teknik Pembacaannya
Menurut Quraisy Shihab, terdapat syarat dan adab saat berdzikir yaitu
harus dengan khusyu’ dan ikhlas memohon kepada Allah SWT dengan
volume suara yang tidak keras, sehingga tidak mengganggu pendengaran,
serta tidak bertele-tele yang dapat membuat bosan dan dibuat-buat. Berikut
beberapa lafal dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an maupun Hadist Nabi,
diantaranya sebagai berikut :
a. Tasbih, yaitu mengucapkan Subhanallah (Maha suci Allah). Kata
Subhana diambil dari kata Sabaha yang awalnya memiliki makna
menjauh, orang yang berenang menjauh tergambar dengan kata
subhana. Saat mengucapkan Subhanallah , seseorang yang
mengucapkan menyadari bahwa segala ketetapan adalah ketetapan
yang adil. Baik ketetapan untuk orang lain, makhluknya dan orang
yang mengucapkan. “Dia Maha Suci” bermakna dia maha suci dari
segala sifat kesempurnaan yang terduga. Melafaldzkan “Subhanallah”
dengan kesadaran penuh, akan membantu menyadari dan membuang
pikiran perspektif diri tentang isi duniawi. Perspektif mengenai isi
duniawi akan berubah dan dunia yang membingungkan ini bisa
menjadi sesuatu yang sangat kotor kecuali Allah SWT (Iksan dan dkk,
2017:276).
b. Hamdalah, yaitu mengucapkan Al-hamdulillah (Segala puji bagi
Allah). Kata Alhamdulillah disebut juga dengan Hamdalah, yang
berasal dari kata Hamd atau pujian yang memiliki arti ucapan yang
diperuntukkan kepada yang dipuji atas sikap, perbuatan yang baik.
Kata Al diawal sebelum kata Hamd menurut ulama diartikan ‘segala’.
Sedangkan huruf Lam yang menyertai kata Allah yang diucapkan Li
Allah memiliki makna pengkhususan bagi-nya. Dapat disimpulkan,
kata Alhamdulillah memiliki arti “Segala Puji hanya pada Allah”.
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, orang yang mengucapkannya
meyakini bahwa semua yang bersumber dari Allah SWT adalah
terpuji, meskipun tidak sesuai dengan kepentingan yang diharapkan
dan dapat merugikan. Hal yang merugikan ini juga membuktikan
bahwa sudut pandang manusia mempunyai keterbatasan.
Jika seseorang yang sering mengucapkan lafaldz Alhamdulillah , ia
tidak akan memiliki sudut pandang negative atas apa yang terjadi
karena selalu berada dalam nikmat dan kasih sayang Allah SWT.
c. Tahlil, yaitu mengucapkan Laa ilaha illa Allah (Tiada tuhan selain
Allah). Kata Ilah adalah semua yang disembah baik yang diajarkan
oleh agama islam maupun tidak seperti penyembahan berhala,
matahari, pohon dan lain sebagainya maupun yang diajarkan dalam
agama islam yaitu Allah SWT yang maha esa dan satu-satu nya
pencipta alam semesta seisinya yang patut disembah. Saat seseorang
mengucapkan Laailaha Illa Allah, maka dia tidak mengakui
keberadaan tuhan lain kecuali Allah SWT. Dan kata Allah adalah
Allah SWT satu-satunya tuhan yang harus disembah. Saat
melafaldzkan bacaan Laailaaha illa Allah, orang yang mengucapkan
nya akan merasa tentram karena menyadari bahwa Allah SWT adalah
satu-satunya penguasa yang menciptakan alam semesta beserta isinya,
dan semuanya ada digenggaman Allah SWT. Takbir, yaitu
mengucapkan Allahu akbar (Allah Maha besar). Kalimat Allahu Akbar
disebut sebagai kalimat takbir yang memilki makna Allah Maha Besar.
Saat seseorang mengucapkan kalimat takbir ini, perilakunya harus
sesuai dengan apa yang telah diucapkannya. Dengan mengucapkan
kalimat takbir, orang yang mengucapkannya akan merasa mampu kuat
untuk menghadapi segala cobaan. Kekuatan ini didapatkan karena
orang yang mengucapkannya sudah menggantungkan jiwaraganya
hanya kepada Allah SWT dan tidak akan menggantungkannya kepada
yang lain. Sehingga sikap ini membuat orang yang mengucapkannya
selalu taat akan perintah Allah SWT, mempunyai rasa takut bahkan
rasakagum atas kebesaran Allah SWT.
d. Istighfar yaitu mengucapkan astghfirullahaladzim (Aku memohon
ampun kepada Allah yang Maha Agung). Kalimat Astagfirullah
memiliki makna mohon kepada Allah SWT untuk menutupi aib
hambanya ini yang memohon ampunan. Dan juga bisa diartikan
semoga Allah memberikan anugerahnya kepada hambanya yang
memohon karena menyesal atas segala dosanya, sehingga rasa
menyesal ini dapat menyembuhkan jiwa dengan terhapusnya dosa-
dosa. Kalimat Allahummaghfir memiliki arti “Ya Allah perbaikilah
keadaanku”. Orang yang mengucapkan kalimat dzikir ini akan sadar
bahwa maghfirah Allah tidak cukup untuk menutupi hal yang menjadi
rahasia manusia. Namun juga menutupi semua keadaan dimasa silam
seseorang yang menyedihkan dan keinginannya. Orang yang memohon
ampunan kepada Allah SWT, harus dilakukan dengan tulus, berjanji
tidak mengulangi, dan memohon keikhlasan hati orang lain yang
mungkin jika pernah tersakiti.
e. Hauqalah, yaitu mengucapkan La hawla wala quwwata illa billah
(Tiada daya dan tiada kekuatan, kecuali daya dan kekuatan dari Allah)
(Sholihin, 2004:89). Bacaan La hawla wala quwwata illa billah disebut
sebagai Hauqalah, yang memiliki arti “Tiada kemampuan untuk
menghalangi dan menampik sesuatu bencana (hal-hal yang terasa tidak
nyaman di hati), dan tidak ada kekuatan untuk mendatangkan
kemaslahatan (dan halhal positif) kecuali semua yang bersumber dari
Allah SWT. Lafaldz ini diucapkan saat terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi. Kalimat dzikir ini memiliki makna untuk
menanamkan dalam hati hambanya, bahwa semua yang terjadi atas
kuasa Allah SWT. Agar manusia mengingat, jangan bersedih saat
kecewa dan jangan terlalu bergembira saat mencapai keberhasilan
karena semua berasal dari kuasa Allah SWT (Shihab, 2018:76).
4. Adab Berdzikir
Dalam pelaksanaan berdzikir terdapat tata cara ataupun adab secara umum
yang harus dilaksanakan, yaitu :
a. Suci dari Hadast
Saat berdzikir seseorang harus dalam kondisi suci dari hadats kecil
maupun besar dengan cara berwudhu. Sebab dzikir yang dilakukan saat
kondisi suci jiwa akan lebih khusyu’.
b. Menghadap Kiblat
Hal ini dilakukan jika tempat pelaksanaan dzikir memungkinkan
seperti saat berdo’a , membaca Al Qur’an dan berada pada majlis.
c. Bersuara Lirih
Cara melafadzkan dzikir dengan suara yang lirih untuk menjaga
ketentraman hati, mendapatkan kekhusyu’an dan mempermudah untuk
mencapai keberhasilan dalam melakukan dzikir.
d. Menghadirkan Hati dan Fikiran
Dalam pelaksanaannya, saat berdzikir seseorang harus menghadirkan
hati dan fikiran tentang apa yang dibaca dengan cara memaknai setiap
apa yang diucapkannnya (Ilma, 2018:28).
5. Hubungan Konseling dengan Terapi Dzikir
Dzikir sebagai suatu terapi memiliki unsur psikoterapeutik yang
terdapat dalam kesehatan jiwa. Saat melakukan dzikir maupun berdo’a, akan
tumbuh sugesti yang tumbuh dalam dirinya dan membuat seseorang akan
melakukan perbuatannya sesuai dengan apa yang diyakini, dipercayai dan
diharapkannya dalam do’a. Dalam terapi dzikir terdapat kekuatan spiritual
kerohanian yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri, optimisme, dan
mempengaruhi kesehatan psikis maupun fisik.
Menurut King Rebecca Gould, terapi dapat bekerja lebih baik daripada
obat karena terapi berfokus kepada penyebab masalahnya seperti penyebab
kecemasan. Terapi dzikir merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang sama
dengan meditasi. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Ancok dan Suroso,
bahwa dalam terapi dzikir terdapat aspek terapeutik yang berwujud
autosugesti. Autosugesti sendiri adalah pengaruh rangsangan kepercayaan
yang muncul dalam diri hingga dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan.
Dalam pelaksanaan terapi dzikir, terdapat lafaldz dzikir yang mengucapkan
nya dengan cara berulang-ulang. Cara pengucapan berulang-ulang ini
memberikan pengaruh sugesti pada orang yang mengucapkannya sehingga
seseorang yang melakukan dzikir akan memaknai setiap lafaldz dzikir yang
diucapkan, dan menimbulkan kepercayaan dalam dirinya bahwa Allah SWT
selalu bersama hambanya yang mengingatnya dalam kondisi apapun.
Disisi lain dalam diri orang yang berdzikir dengan khusyuk juga akan
muncul keinginan untuk mewujudkan apa yang diucapkannya dalam bentuk
perbuatan yang positif dan sikap optimis dalam menjalani kehidupan.
Sehingga terapi dzikir ini juga memiliki pengaruh baik pada kesehatan fisik
maupun psikis seperti ketenangan, kebahagiaan, ketentraman dan dapat
terhindar dari penyakit psikis sepertikecemasan, stress, depresi dan lain
sebagainya.
G. Kajian Pustaka
Peneliti yang relevan memberikan pemaparan tentang penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, maka dari itu untuk mengetahui keaslian peneliti
perlu adanya tinjuan pustaka. Berikut adalah penelitian sebelumnya yang sudah
dilakukan :
1. Penelitian dari Anggi Riska Ramadhanti mahasiswa dari Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel dengan judul “Terapi Dzikir dalam Mereduksi
Kecemasan Seorang Remaja di Desa Kalirejo Kabupaten Bojonegoro” dalam
hasil penelitian dapat dilihat bahwa pemberian terapi dzikir dalam
menurunkan kecemasan pada remaja sangat berpengaruh dalam menurunkan
tingkat kecemasan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pemberian
terapinya, sedangkan perbedaannya pada penelitian ini menggunakan layanan
konseling kelompok.
2. Penelitian dari Muhibbatul Ilma dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
dengan judul “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Penerapan Dzikir
Nurur Rohmah Untuk Menangani Kecemasan Seorang Santri Baru Di Pondok
Pesantren Nururrohmah Mbelud Sarirejo Kecamatan Mantup Kabupaten
Lamongan” Persamaan kedua penelitian ini sama menggunakan terapi dzikir
dalam menangani kecemasan, sedangkan perbedaannya terdapat pada
penelitian terdahulu menerapkan terapi dzikir berupa dzikir khusus yaitu
Dzikir Nurur Rohmah untuk menangani kecemasan seorang santri baru
sedangkan penelitian sekarang menerapkan terapi dzikir pada kecemasan
seorang remaja didesa jetis klari kecamatan karanggede kabupaten boyolali.
3. Penelitian dari Amellia Rozza Destyani dengan judul “Pengaruh Terapi Dzikir
Pada Tingkat Kecemasan Pada Pasien Stroke” Persamaan kedua penelitian ini
sama menggunakan terapi dzikir dalam mengatasi kecemasan yang dialami
seseorang, sedangkan perbedaannya adalah pada subjeknya, untuk penelitian
terdahulu subjeknya adalah seorang pasien tetapi untuk penelitian saya ini
subjeknya adalah seorang remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Al’Qur’an Terjemahan dan Tajwid. Surakarta: Ziyad Qur’an. Hal 253.


Abu Bakar M. Luddin. 2012. Konseling Individual Dan Kelompok (Aplikasi dalam
Praktek Konseling). Bandung : Citapustaka Media Perintis. Hal 80.
Ahmad Chodjim, Al Fatihah. 2003. Membuka Mata Batin Dengan Surat Pembuka.
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Hal 181.
Aiman,Ummu. 2016. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Pada
Mahasiswa Psikolosgi Semester VI (enam) Yang Akan Mengadapi Skripsi.
Malang: UIN Malang.
Davison Neole dan Kring. 2006. Abnormal Psychology (Psikologi Abnormal).
Jakarta: PT Raya Grasindo Persada.
Daimul Iksan, dkk. 2017. Model Psikoterapi Zikir dalam Meningkatkan Kesehatan
Mental. Jurnal Of Multidisciplinary Studies. No. 2 Vo. 1. Hal 276.
Dewa ketut Sukardi & Desak P.E. Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan Dan
Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 79.
Dewa Ketut Sukardi. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 68.
Fatma Laili Khoirun Nida. 2014. Zikir sebagai Psikoterapi dalam Gangguan
Kecemasan bagi Lansia. Kudus: Vol. 5, No. 1. Hal 144.
Jeffrey s Navid, dkk. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga. Hal 168.
Khairu, Amru Harahap and Pahlevi Dalimunthe. 2008. Dasyatnya Doa & Zikir.
Jakarta: Qultum Media
Kurnanto Edi. 2014. Konseling kelompok. Bandung: Alfabeta. Hal 2.
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang. Hal 60-61.
Lubis Lahmuddin. 2011. Landasan Formal Bimbingan Konseling Indonesia.
Bandung: Citapustaka Media Perintis. Hal 59.
Mappiare Adi. Pengantar Konseling dan Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 164-
165.
Mariah, W., Yusmami, Y., & Pohan, R. A. 2020. Analisis Tingkat Kecemasan Karir
Siswa. Consilium : Berkala Kajian Konseling Dan Ilmu Keagamaan. Hal 60–
69.
Mashudi Farid. 2012. Psikologi Konseling. Jogjakarta: Hal 248.
M. Sholihin. 2004. Terapi Sufistik. Bandung : Pustaka Setia. Hal 89.
Muhibbatul Ilma. 2018. Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Penerapan Dzikir
Nurur Rohmah Untuk Menangani Kecemasan Seorang Santri Baru Di Pondok
Pesantren Nururrohmah Mbelud Sarirejo Kecamatan Mantup Kabupaten
Lamongan. Hal 28.
Mirah, F. F. E., & Indianti, W. 2018. Pengaruh kecemasan karir terhadap
commitment to career choice dengan kelekatan orang tua sebagai mediator.
Jurnal Psikologi Insight. Hal 74–89.
Namira Lumongga Lubis. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori
Dan Praktik. Jakarta: Kencana. Hal 207-208.
Namora Lumongga Lubis & Hasnida. 2016. Konseling Kelompok. Jakarta : Kencana.
Hal 58-59.
Nevid, Jeffery S.dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid I. Jakarta: Perebit Erlangga.
Nurul Hartini & Atika Dian Ariana. 2016. Psikologi Konseling (perkembangan dan
penerapan konseling dalam psikologi). Surabaya: Airlangga University Press.
73-74.
Prayitno. 2005. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Graha
Indonesia. Hal 98.
Prayitno. 2009. Dasar- dasaVr Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Hal
115-120.
Rohman, Noer. 2013. Pengantar Psikologi Agama. Yogyakarta: Terass.
Rasimin & Muhammad Hamdi. 2018. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta :
PT Bumi Aksara. Hal 171-172.
Shaleh din Ghanim al-Sadian. 2004. Doa Dzikir (Qouli dan Fi’li). Yogyakarta : Mitra
Pustaka. Hal 03.
Sari, Rania Dwi Tirta. 2017. Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Mahasiswa
Keperawatam dan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dalam Menyelesaikan
Ujian Akhir (Skripsi) di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Vignoli, E. 2015. Career indecision and career exploration among older
French adolescents: The specific role of general trait anxiety and future
school and career anxiety. Journal of Vocational Behavior. Hal 182–191.
Tarmizi. 2018. Bimbingan Konseling Islami. Medan: Perdana Publishing. Hal 93.
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah(Berbasis
Integrasi). Jakarta: Raja Grafindo. Hal 171-172.
Vignoli, E. 2015. Career inVdecision and career exploration among older French
adolescents: The specific role of general trait anxiety and future school and
Quraisy Shihab. 2018. Wacana Al-Qur’an tentant Do’a Dan Zikir. Tangerang :
Lentera Hati. Hal 76.

Anda mungkin juga menyukai