Makalah Ulumul Hadits
Makalah Ulumul Hadits
Disusun Oleh :
Kelompok V
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
Kesimpulan ........................................................................................... 13
ii
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian
tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan
dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan
dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.
Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan
beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat
pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi
pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya hadits ditinjau dari segi
kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas
2. Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kualitas
C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas
2. Memahami Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kualitas
1
A. PEMBAGIAN HADITS DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA
(JUMLAH PEROWI).
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi
kuantitasnya atau jumlah rawi yang menjadi sumber berkaitan.Di antara mereka ada
yang mengelompokkan menjadi tiga bagian , yakni hadis mutawatir, masyhur, dan
ahad, dan ada juga yang membaginya menjadi dua , yakni hadits mutawatir dan
hadits ahad.
Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri ,
tidak termasuk bagian dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul,
diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jasashah (305-370 H).Adapun ulama golongan
kedua , diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulam kalam.menurut mereka ,
hadis masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sensdiri , tetapi merupakan
bagian dari ahad.itulah sebabnya mereka membagi hadis menjadi dua bagian yaitu,
mutawatir dan ahad.
(sohari sahrani.halaman 83)
Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian,
yang beriringan atau yang berurut-urut, maksudnya beriring-iringan antara yang
satu dengan yang lain.
Sedang menurut istilah ialah :
ُ ْطؤت ََوادَة ُ ْالعَات َِح ْيلُ َم ْبلَغَاةِ ْالكَثْ َرفِ ْيبَلّغُ ْوا َج َما َعةُبِ ِها َ ْخبَ َر َمح
َس ْو ٍس َع ْن َما َكان ُ بِ ْال َك ِذ َعلً ْي ُه ْم
“ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah
orang , yang jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka
bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam pembicaraannya).
ِ ط ُؤ ُه ْم َعلَى ْال َك ِذ ْي
ب ع ْْن ِمثْ ِل ِه ْم ِم ْن ا َ ﱠو ِل ال ﱠ
ُسنَ ِد اِلَى ُم ْنتَ َهاه ُ َما َر َواهُ َج ْم ٌع ت ُ ِح ْي ُل ْال َعا دَةَ ت ََوا
2
“Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang
menurut adat, mustahil mereka lenih dahulu bersepakat untuk berdusta, mulai awal
sampai akhir matarantai sanad, pada setiap thabaqat atau generasi”.
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya
dapat memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah mereka
beritakan, dan mustahil mereka bersepakat untuk bersepakat untuk berdusta, mulai
dari awal matarantai sanad sampai pada akhir sanad.
Adapun kriteria yang harus ada dalam hadits mutawatir adalah sebagai berikut :
a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Maksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan
suatu keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk
berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar perawinya.
Dalam menghadapi nominalisasi jumlah besar perawi dalam hadits mutawatir, para
ahli berbeda-beda pandangan, diantaranya:
1) Al-Qadliy al-Baqilaniy berpendapat bahwa jumlah nominal perawi hadits
mutawatir adalah 5 orang. Hal ini dianalogikan dengan jumlah Nabi yang
masuk dalam kelompok ‘Ulil ‘Azmiy.
2) Al-Isthakhariy berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan
awal dari bilangan banyak.
3) Seagian ‘ulama berpendapat minimal 12orang, dan ada juga yang mengatakan
minimal 20 orang.
4) Sebagian lagi mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan
sabda Rasul-Nya, bahkan ada yang berpendapat minimal 70 orang.
b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan
generasi berikutnya.
3
Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang,
artinya jika pada generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi
berikutnya harus 20 orang atau lebih.
c. Berdasarkan tanggapan pancaindra.
Maksudnya hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari
pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.(Nasir, Ridwan.Ulumul hadits dan
Musthalahul hadits.(jombang.darul-hikmah.2007) halaman 171-173
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat
dibedakan menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya
menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz , maknawi, dan amali.
1. Hadits mutawatir lafdz
Hadits yang mutawatir yang periwayatannya dengan suatu redaksi yang sama atau
hadits yang mutawatir lafal dan maknanya.
Contoh :
ْ س ْبعَ ِة َعلَيا ُ ْن ِز َﻻَن َْال
قرهَذاَ ﱠ
إن َ ٍأَحْ ُرف
Artinya :
“ sungguh al-Qur’anKu diturunkan dengan 7 bacaan (Qiraat) “.
2. Hadits mutawatir maknawi
Hadits yang maknanya mutawatir tetapi lafalnya tidak.Atau juga hadits
yang lafal serta maknanya berlain-lain, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu
makna yang umum. Maksudnya adalah hadits yang para perawinya berbeda-beda
dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.
Contoh :
ش ْي ٍئ ِم ْن د ُ َعا ئِ ِه اِﻻﱠ فِى ا ِﻻ ْستِ ْسقَا ِء ) متفق َ ض اِ ْب
َ ط ْي ِه فِي َ سلﱠ َم يَدَ ْي ِه َحتﱠى ُر ِؤ
ُ ي بَيَا َ صلَى ّ َعلَ ْي ِه َو
َ َما َرفَ َع
(عليه
“konon Nabi tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam do’a beliau selain do’a
sholat istisqa’.Dan beliau mengangkat tangannya, sehingga Nampak utih-putih
kedua ketiaknya.( H.R Bukhari Muslim)
كَا نَ يَ ْر فَ ُع يَدَ ْي ِه َحذْ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه
“ ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau “
4
3. Hadits mutawatir amali
Sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah bahwa hal itu adalah dari agama, dan
telah mutawatir diantara umat islam bahwa nabi s.a.w mengerjakannya atau
menyuruhnya atau selain dari hal itu.
Jenis hadits mutawati amali ini banyak jumlahnya, misalnyahadits yang
menerangkan waktu shalat, raka’at shalat, shalat jenazah, tata cara shalat, cara
pelaksanaan haji dan lain-lain.
صﻼَ ة َ اِﻻﱠ بِأ ُ ِ ّم ْالقُ ْر أ َ ِن
َ َﻻ
2. Hadits ahad
1. Pengertian hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau
khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah
perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu,
dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah
perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
2. Pembagian hadits ahad
Para ulama membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghoiru
masyhur, sedangkan ghoiru masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.
a. Hadits masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ ( sesuatu yang sudah
tersebar dan popular).Adapun menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
tiga orang lebih, tetapi bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir.
5
2. Masyhur khusus dikalangan para ilmuan
Maksudnya hadits ini hanya dikenal oleh orang-orang tertentu dan yang lain tidak
mengenalnya, seperti hadits :
6
َ ةال ِع ْل ِم
طلَبُمص ْ ض َ ُم ْس ِل َم ِة َو ُم ْس ِل ِم ُك ِلّ َع َليفَ ِر ْي:ال ّن ِبيّلَقَا:ض َياَنَسِ َع ْن
ِ قَا َل َع ْن ُهاللﱣ ُه َر
( ) َجه َماا ْبنُ َر َواه
“ Menuntut ilmu itu wajib bagi setia muslim baik laki-laki maupun peremuan“.
Adapun yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if adalah hadits masyhur
yang telah memenuhi syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik pada sanad maupun
pada matannya, seperti hadits:
َ بّ ُه َرفَ َع َرنَ ْف
س ُه َف َع َر َم ْن
“ barang siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia telah mengenal tuhannya
“
7
a. Gharib Muthlaq
Ialah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal
sanad.
Contoh hadits gharib muthlaq antara lain :
ش ْع َبةٌ ِمنَ ا ِﻻ ْي َما ِن
ُ ش ْع َبةٌ َو ْال َح َيا ُء
ُ َس ْبعُ ْو ن ْ ي ص م ا َ ِﻻ ْي َما نُ ِب
َ ض ٌع َو ّ قَا َل النّ ِب
b. Gharib Nisbi
Ialah hadits yang terjadi gharib dipertengahan sanadnya.hadits nisbi ini adalah hadis
yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad ( perawi pada
tingkat sahabat), tetai dipertengahan sanadnya terdaat tingakatan yang perawinya
hanya sendiri ( satu orang).
Contoh hadits gharib nisbi yang berkenaan dengan membaca al-qur’an untuk shalat,
antara lain:
()داودابورواَه
َ ِم ْن ُهت َ َيس َﱠر َم َاو ِب ْال ِكت َا ِب َفاتِ َح ِةتَ ْق َرأَاَ ْن:س ْولُنَاا َ َم َر َ مصاللﱣ
ُ هر
“ Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada kami agar kita membaca Al-fatihah dan
surat yang mudah dari alqur’an.( H.R Abu Dawud).
( sohari sahrani.ulumul hadits hal:101)
8
Syarat-syarat hadits shahih :
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tidak putus
4. Hadits itu tidak berillat
5.
Tidak syadz atau janggal.
Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih
dan shahih li ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan
atau ingatan perawinya kurang sempurna.
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh nafsu.
Sedangkan hadits Hasan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya..
9
Menurut At-Turmudzy Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada
terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan
Hadits itu di riwayatkan tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang
sepadan ma’nanya.
Sedangkan menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang
dinukilkan oleh seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-
sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
Sebenarnya perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat
kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah ( tidak
begitu baik ingatannya ), jika di bandingkan dengan Hadit Shahih. Sedang syarat-
syarat Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan. 14 Drs. fatchur
Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
Sanadnya bersambung..
Perawinya adil.
Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan
perawi hadits shahih.
Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
Tidak ada illat ( cacat )
Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :
a) Hadits hasan lidzatihi
Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang
kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai
derajat para perawi hadits shahih.
b). Hadits hasan lighairihi
hadits hasan lighairihi ialah :
الرا ِوى اَ ْو َكذْ ِب ِه
ْق ﱠُ ض ْع ِف ِه فِس
ُ ُسبَب ُ ت
َ ط ُرقُهُ َولَ ْم يَ ُك ْن ْ َْف اِذَا تَعَدﱠد
ُ ض ِعي َ ْال َح
ّ سنُ ِلغَي ِْر ِه ه َُو الﱠ
“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if dimana jumlah perawi yang
meriwayatkannya banyak sekali dan sebab kedha’ifannya tidak disebabkan
kefasikan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku bohong”.
10
Maksudnya adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai
syarat keshahihan, banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai
orang yang tidak banyak berbuat kesalahan atau berlaku dosa dan para
perawi banyak meriwayatkannya, baik menggunakan redaksi yang sama maupun
yang ada kemiripan.
3. Hadits Dla’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu =
kuat. Sedangkan hadits dha’if menurut istilah , para ulama’berbeda-beda dalam
susunsn redaksiny, tetapi substansi dari definisi tersebut adalah sama, diantaranya:
a). al-Nawawiy
َ ش ُر ْو ِط ْال َح
س ِن ٌ ش ُر ْو
ُ ط ِم ْن ُ ْف ه َُو َمالَ ْم ي ُْو َجدْ فِ ْي ِه ْال َح ِديْث ال ﱠ
ُ ض ِعي
“Hadits yang didalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib ada
dalam hadits shahih dan hasan”
b) Thahhan
ش ُر ْو ِط ِه َ صفَةَ ْال َح
ُ س ِن ِبفَ ْق ِد ش َْرطٍ ِم ْن ِ ه َُو َما لَ ْم َيجْ َم ْع
“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib ada dalam
hadits hasan disebabkan tidak adanya satu syarat yang menjadi syarat-syarat hadits
hasan”
c). Nur Din ‘Itr
ث ْال َم ْقب ُْو ِل
ِ ش ُر ْو ِط ْال َح ِد ْي َ ْف ه َُو َما َفقُدَ ش َْر
ُ طا ِْن ُ ض ِعي ُ ْال َح ِدي
ْث ال ﱠ
hadits yang didalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat-syarat hadits yang
diterima (maqbul).
d). Ajjaj al-khathibi
صفَةُ ْالقَب ُْو ِل ٍ ْف ه َُو ُك ﱡل َح ِد ْي
ِ ث ﻻَ تَجْ ت َِم ُع فِ ْي ِه ُ ض ِعي ُ ْال َح ِدي
ْث ال ﱠ
11
hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat maqbul.
Dari beberapa definisi id atas, dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah
hilang satu syarat dari sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan,
maka status hadits tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat
yang hilang sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak memiliki
daya ingatan kuat dan ada kejanggalan atau cacat.
Contoh hadits dho’ig yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur Syu’bah,
dari ‘Asyim bin Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari ayahnya,
tentang maskawin seorang wanita yang berupa sepasang sandal, lalu Rasulullah saw
bersabda:
ُت"نَعَ ْم" فَأ َ َجا زَ ه
ْ َقَا ل.ت ِم ْن نَ ْفسِكَ َو َما ِل ِك ِب َن ْعلَي ِْن ؟ ِ " ا َ َر: س ْو ُل ّ ص م
ِ ض ْي ُ قَا َل َر
“berkata Rasulullah SAW : apakah kamu ridha (senang) menerima maskawin
berupa sandal ?. lalu wanita itu menjawab, iya, kemudia beliau meloloskan (
menikahkan ) nya.
12
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Pembagian hadits dari segi kuantitas
Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir
Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian,
yang beriringan atau yang berurut-urut. Menurut istilah ialah : “ khabar yang
didasarkan kepada pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang
jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih
dahulu) atau dusta (dalam pemberitaannya itu).
Jadi untuk dapat dikatakan berita itu mutawatir, harus memenuhi tiga syarat yakni:
a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan
generasi berikutnya.
c. Berdasarkan tanggapan pancaindra
Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat
dibedakan menjadi 2 macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya menjadi
tiga, yakni, hadits mutawatir lafdz, maknawi, dan amali.
2. Hadits Ahad
Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau
khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah
perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu,
dua, tiga, empat, lima dan seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah
perowi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
3. Pembagian hadits ahad
1) Hadits masyhur
2) Hadits ghoiru masyhur
13
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan
Gharib.
3) Hadits ‘Aziz
4) Hadits gharib
Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
B. Pembagian hadits dari segi kualitasnya
1. Hadits Sahihhadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang
diriwayatkan oleh perawi yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi
yang sama (kualitasnya) dengannya sampai kepada akhir sanad, tidak syadz
dan tidak pula berillat.
Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih
dan shahih li ghoirih.
Syarat-syarat hadits shahih :
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatannya
3. Sanadnya tidak putus
4. Hadits itu tidak berillat
5. Tidak syadz atau janggal
2. Hadits hasan
Menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh
seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya
dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”
syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
Sanadnya bersambung..
Perawinya adil.
Perawinya dhabit, tetapi ke dhabi-annya ke bawah ke dhabitan perawi hadits
hasan.
Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )
Tidak ada illat ( cacat )
14
Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :
Hadits hasan lidzatihi dan
Hadits hasan lighairihi
3. Hadits Dha’if
Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu =
kuat. Sedangkan menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak
terkumpul sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan
15
DAFTAR PUSTAKA
16