Laporan Kasus Okupasi CTS Pada Pekerja Pembuat Kue Industri Rumahan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN IKM-IKK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA PEMBUAT KUE


INDUSTRI RUMAHAN

Oleh :
Muhamad Faklun Badrun (K1A1 14 026)
Haidar Humair (K1A1 14 019)
Stevie Dwi Haryani (K1A1 14 073)
Nining Milasari (K1A1 15 031)
Putu Ayu Wardani (K1A1 15 137)

PEMBIMBING:
dr. Ika Rahma Mustika Hati, M.KK

KEPANITRAAN KLINIK KEDOKTERAN OKUPASI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Muhamad Faklun Badrun (K1A1 14 026)


Haidar Humair (K1A1 14 019)
Stevie Dwi Haryani (K1A1 14 073)
Nining Milasari (K1A1 15 031)
Putu Ayu Wardani (K1A1 15 137)
Judul Laporan : Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Pembuat Kue
Industri Rumahan
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus Kedokteran Okupasi dalam rangka


kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ika Rahma Mustika Hati, M.K.K


NIP. 19800311 201012 2 003

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan
kasus ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan kasus ini
sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan stase ilmu kesehatan masyarakat dan
ilmu kedokteran komunitas dengan judul “Carpal Tunnel Syndrome Pada
Pekerja Pembuat Kue Industri Rumahan”.
Penulis tentu menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan
kasus ini, supaya nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing kami yang telah membimbing dalam penulisan laporan
kasus ini. Demikian, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, September 2019

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan..................................................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................................. 2
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................
A. Identitas Pasien ....................................................................................... 4
B. Anannesis Pasien .................................................................................... 4
C. Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 5
D. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 6
E. Body Discomfort Map ............................................................................. 7
F. BRIEF SURVEY ...................................................................................... 8
G. Resume .................................................................................................... 9
H. Diagnosa Klinis ....................................................................................... 9
I. Anamnesis Okupasi ................................................................................ 9
J. Diagnosis Okupasi................................................................................... 12
K. Penatalaksanaan ...................................................................................... 15
L. Prognosis ................................................................................................. 16
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................
A. Definisi ................................................................................................... 17
B. Epidemiologi ........................................................................................... 17
C. Anatomi ................................................................................................... 18
D. Etiologi ................................................................................................... 20
E. Faktor Risiko .......................................................................................... 21

iv
F. Patofisiologi ............................................................................................ 22
G. Diagnosis ................................................................................................ 22
H. Penatalaksanaan ..................................................................................... 25
I. Prognosis ................................................................................................. 26
BAB VI PENUTUP ...........................................................................................
A. Simpulan.................................................................................................. 28
B. Saran ........................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pekerja mempunyai risiko terhadap masalah kesehatan yang
disebabkan oleh proses kerja, lingkungan kerja serta perilaku kesehatan
pekerja. Pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit menular dan tidak
menular tetapi pekerja juga dapat menderita penyakit akibat kerja dan/atau
penyakit terkait kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk penyakit akibat hubungan
kerja.1
Menurut perkiraan terbaru yang dikeluarkan oleh Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO), 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun
karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3
persen) dari kematian ini dikarenakan penyakit akibat kerja, sementara lebih
dari 380.000 (13,7 persen) dikarenakan kecelakaan kerja.2
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukan bahwa
terdapat 128,3 juta angkatan kerja di Indonesia yang tersebar di berbagai
lapangan pekerjaan. Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja di Indonesia tahun
2011-2014 yang paling tinggi pada 2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja
(Tahun 2011 = 9891; Tahun 2012 = 21.735; Tahun 2014 = 24.910). Untuk
jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014 terjadi penurunan (tahun
2011= 57.929; tahun 2012 = 60.332; tahun 2013 = 97.144; tahun 2014 =
40.694).3
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) timbul akibat nervus medianus
tertekan di dalam carpal tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan,
sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan.
CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan statistik
perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di kalangan
pekerja industri.4

1
CTS yang terjadi oleh karena penggunaan tangan karena hobi atau
pekerjaan adalah sebagai akibat inflamasi/pembengkakan tenosinovial di
dalam terowongan karpal. Penggunaan tangan yang berhubungan dengan
hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah tangga (menjahit, merajut, menusuk,
memasak), kesenian dan olah raga. CTS yang berhubungan dengan pekerjaan
meliputi kegiatan yang membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau
lama pada tangan dan pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko
potensial tersebut muncul secara bersamaan.4
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
melaporkan kasus tentang “Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Pembuat
Kue Industri Rumahan”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana melakukan pendekatan diagnosis kedokteran okupasi carpal
tunnel syndrome pada pekerja pembuat kue industri rumahan?
2. Apa saja bahaya potensial yang timbul pada pekerja pembuat kue industri
rumahan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan pendekatan diagnosis kedokteran okupasi
penyakit akibat hubungan kerja pada pekerja pembuat kue industri
rumahan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahuai pendekatan diagnosis kedokteran okupasi carpal tunnel
syndrome pada pekerja pembuat kue industri rumahan.
b. Mengetahui potensi bahaya yang timbul pada pekerja pembuat kue
industri rumahan.
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi

2
b. Mampu melakukan penilaian bahaya potensial dan mampu melakukan
pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK).
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar memberikan
penanganan kepada pasien CTS secara holistik, terpadu, paripurna dan
berkesinambungan serta mempertimbangkan diagnosis penyakit akibat
kerja dan tata laksana medis dan okupasi.
3. Bagi Pasien
a. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang dialami
b. Mengetahui bahaya potensial yang dapat terjadi di lingkungan kerja.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 40 Tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Pembuat Kue Industri Rumahan
Pendidikan : Sekolah Menegah Atas
Agama : Islam
Suku : Bugis
Tanggal pemerikssan : 8 Agustus 2019
B. Anamnesis Pasien
1. Keluhan Utama : Kesemutan pada kedua telapak tangan
2. Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Abeli dengan keluhan
kesemutan pada kedua telapak tangan sampai ke ujung-ujung jari yaitu
ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan
yang lalu namun dirasakan makin memberat 2 minggu terakhir. Pasien
juga merasakan nyeri dan terkadang mengalami kelemahan dalam
menggunakan tangannya. Kesemutan dan rasa nyeri dirasakan
bertambah saat malam hari dan setelah selesai membuat kue. Rasa
kesemutan akan berkurang saat pasien mengibas-ngibaskan tangannya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
4. Riwayat Penyakit Dalam keluarga : Hipertensi (ayah dan ibu pasien)
5. Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-)
6. Riwayat Kebiasaan : berolahraga rutin (-), riwayat merokok (-). Pasien
mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri yang terkadang dibantu
oleh anaknya. Pasien mencuci pakaian secara manual.
7. Riwayat Pengobatan : Amlodipine 5 mg 1x1

4
8. Riwayat Sosial Ekonomi :
Aspek ekonomi keluarga Ny. N masuk dalam kategori menengah ke
bawah. Saat ini Ny N. memiliki penghasilan tetap dari gaji suami yang
bekerja sebagai PNS dan penghasilan tidak tetap dari usaha membuat
kue dengan skala industri rumahan. Pembiayaan kesehatan Ny N
menggunakan JKN (Askes).
9. Riwayat Gizi
Ny. N makan sebanyak 3 kali dalam sehari dengan komposisi nasi,sayur
dan lauk pauk yang beragam.
10. Riwayat pekerjaan
Ny N bekerja sebagai pembuat kue (panada dan donat) sejak 2009.
Usaha ini dirintis sendiri dan merupakan industri rumahan. Ny N hanya
dibantu oleh anaknya. Jumlah kue yang dibuat tidak menentu tiap
harinya. Ny. N menjual kuenya di depan rumah dan ada yang dititip di
warung. Selain itu Ny N terkadang menerima pesanan kue.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Tampak baik, sakit ringan, kesadaran komposmentis
(GCS E4V5M6)
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekwensi nadi : 78 x/menit
Frekwensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,4oC
Berat badan : 60 Kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 25 (Overweight)
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut dalam batas normal
Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).
Mata : Pupil isokor
Telinga : Otore (-)

5
Hidung : Rinore (-)
Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
Tonsil : T1/T1
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-),
Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas kiri pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Bising usus kesan normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Edema : Tidak ada udema
Akral dingin : Tidak
CRT : Normal
Phalen tes : Positif
Tinel Sign : Positif
Flick sign : Positif
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak Ada

6
E. Body Discomfort Map

Gambar 1. Body Discomfort Map

Keterangan : : Nyeri

7
F. Brief Survey

3 3 1 1 2 1

Gambar 2. BRIEF Survey

8
Keterangan :
Tangan kanan dan kiri : skor 3, risiko tinggi
Bahu kanan dan kiri : skor 1, risiko rendah
Leher : skor 2, risiko sedang
Punggung : skor 1, risiko rendah
G. Resume
Ny N. mengeluh kesemutan, nyeri dan terkadang kelemahan pada kedua
tangannya sejak 6 bulan yang lalu dan memberat 2 minggu terakhir. Keluhan
dirasakan terutama pada malam hari dan setelah selesai membuat kue.
Keluhan membaik dengan mengibas-ngibaskan tangannya. Pasien juga
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan teratur minum obat amlodipine.
Pasien adalah pekerja pembuat kue industri rumahan yang telah bekerja
selama 10 tahun dengan durasi kerja tiap harinya sekitar 12 jam. Selain
bekerja membuat kue, pasien juga mengerjakan semua pekerjaan rumah
tangga sendiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, IMT
overweight. pemeriksaan thoraks, jantung dan abdomen dalam batas normal.
Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan tes phalen, tinel sign, dan flick sign
positif.
H. Diagnosa Klinis
Pasien Ny N dapat disimpulkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
mengalami Carpal Tunnel Syndrome.
I. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pekerja pembuat kue industri rumahan. Pasien
membuat kue di rumah sendiri dan menjualnya di depan rumah selain ada
kue yang dititipkan di warung. Pasien telah bekerja sejak tahun 2009.
Tabel 1. Jenis pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat kerja Masa Kerja
Pekerja pembuat Rumah 2009– 2019 (10 Tahun)
kue

9
2. Uraian Tugas
Pasien bekerja sebagai pembuat kue sejak 10 tahun yang lalu
dengan waktu kerja 12 jam/hari. Pasien membuat kue sendiri dari tahap
berbelanja bahan kue, proses membuat kue meliputi mengaduk adonan,
mencetak adonan dan menggoreng kue serta mengantar pesanan kue. Pada
saat membuat kue posisi pasien sambil duduk di kursi kayu kecil. Gerakan
dalam membuat kue mengharuskan pasien melakukan esktensi, fleksi,
deviasi ulna dan deviasi radial pergelangan tangan kiri dan kanan selama
>10 detik dengan frekuensi >30/min namun beban yang ditahan oleh
tangan pasien tidak melebihi 4,5 kg. Selama proses mempersiapkan kue
pasien juga mengangkat lengan kanan maupun kiri >45ᵒ dengan beban
<4,5 kg, durasi<10 detik dan frekuensi <2/min. Selain itu saat membuat
kue terkadang posisi leher pasien fleksi >30ᵒ dengan durasi lebih dari 30
detik namun beban tidak lebih dari 0,9 kg dan frekuensi <2/min. Posisi
punggung pasien yang fleksi dengan sudut >20ᵒ saat mengangkat barang
namun beban yang diangkat <11,3 kg durasi <10 detik dan frekuensi
<2/min. Gerakan ini dilakukan berulang setiap hari dengan waktu kerja
selama 12 jam/hari. Saat menggoreng kue di minyak panas posisi pasien
sambil berdiri Pasien membeli bahan kue di pasar dekat rumah pasien
dengan menggunakan sepeda motor. Pasien mengantar pesanan kue ke
warung dengan menggunakan sepeda motor. Jalanan di sekitar rumah
pasien sedang diperbaiki sehingga banyak debu tanah. Gerakan berulang
pada tangan dan pergelangan tangan merupakan aktivitas kerja berulang
yang melibatkan gerakan tangan atau pergelangan tangan atau jari-jari
seperti tangan mencengkram atau pergelangan tangan fleksi, ekstensi,
deviasi ulnar dan deviasi radial, hal tersebut merupakan suatu faktor risiko
penyebab gangguan muskuloskeletal.

10
3. Bahaya Potensial
Tabel 2. Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Pasien
Bahaya Potensial
Risiko
Daftar
Kegiatan Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikologi
Gangguan Kecelak
Kesehatan aan
Posisi
mengaduk
Gangguan
adonan yang
Mengaduk Kerja yang Muskulo-
- - - berulang, -
adonan monoton skeletal,
Posisi duduk
Stress
yang salah
dan lama
Posisi
mencetak
Gangguan
adonan yang
Mencetak Kerja yang Muskulo-
- - - berulang, -
adonan monoton skeletal,
Posisi duduk
Stress
yang salah
dan lama
Luka bakar
Gangguan
Minyak Posisi duduk akibat
Menggoreng Kerja yang Muskulo-
- panas - yang salah terkena
kue monoton skeletal,
dan lama minyak
Stress
panas

Mengantar Debu
- - - - ISPA KLL
pesanan kue Tanah

Gangguan
Posisi duduk
Berjualan Kerja yang Muskulo-
- - yang salah -
kue monoton skeletal,
dan lama
Stress

4. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami


Pasien mengeluh kesemutan pada kedua telapak tangan sampai ke
ujung-ujung jari yaitu ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Keluhan ini
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu namun dirasakan makin memberat 2
minggu terakhir. Pasien juga merasakan nyeri dan terkadang mengalami
kelemahan dalam menggunakan tangannya. Kesemutan dan rasa nyeri
dirasakan bertambah saat malam hari dan setelah selesai membuat kue. Rasa
kesemutan akan berkurang saat pasien mengibas-ngibaskan tangannya.
Pasien didiagnosis oleh dokter dengan Carpal Tunnel Syndrome. CTS yang

11
berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan yang membutuhkan
kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada tangan dan pergelangan
tangan seperti pada pembuatan kue industri rumahan. Ny N telah 10 tahun
bekerja sebagai pembuat kue dengan durasi kerja tiap harinya sekitar 12 jam
mulai dari pembelian bahan, pembuatan kue, dan penjualan kue.
J. Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita CTS (Carpal Tunnel Syndrome)
2. Bahaya Potensial Dasar
Tabel 3. Bahaya Potensial Dasar di tempat kerja
Biologi Tidak ada
Kimia Debu Tanah, minyak panas
Fisika Tidak ada
Ergonomi Penggunaan tangan yang berulang dan lama
pada saat membuat kue, posisi duduk yang salah
dan lama
Psikososial Kerja yang monoton

3. Hubungan Pajanan dengan Diagnosis Klinis


CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan
statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai
di kalangan pekerja industri. CTS yang terjadi oleh karena penggunaan
tangan karena hobi atau pekerjaan adalah sebagai akibat
inflamasi/pembengkakan tenosinovial di dalam terowongan karpal.
Penggunaan tangan yang berhubungan dengan hobi, contohnya adalah
pekerjaan rumah tangga (menjahit, merajut, menusuk, memasak), kesenian
dan olah raga. CTS yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan
yang membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada tangan
dan pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko potensial tersebut
muncul secara bersamaan.4

12
Pergerakan fleksi, ekstensi, kearah radial dan ulnar tangan
dianggap sebagai suatu postur atau gerakan pergelangan tangan yang dapat
menyebabkan CTS yang memicu peregangan serta mengiritasi saraf
medianus. Ketika tangan diposisikan di luar posisi netral, menyebabkan
tendon bergesekan pada dinding terowongan karpal dan menyebabkan
gesekan berulang. Tendon pergelangan tangan yang dikelilingi oleh
sinovial membran yang mengeluarkan sinovium atau biasa disebut cairan
pelumas. Ketika terjadi gesekan, cairan dihasilkan untuk membatasi
gesekan. Namun, karena pergelangan tangan hanya memiliki jumlah ruang
tertentu, pembengkakan pada tendon mengurangi ruang pada terowongan
karpal, sehingga menekan saraf median. Postur yang salah juga
mengurangi aliran darah ke jaringan. Gerakan berulang seperti bekerja
dengan pergerakan sendi terus menerus, pembebanan yang tidak merata
pada telapak tangan dan aktivitas otot statis adalah semua faktor risiko
terjadinya CTS. Gerakan-gerakan tersebut meningkatkan tekanan
biomekanik pada otot dan jaringan sendi di sekitarnya. Pada posisi
persendian yang ekstrem, seperti pergelangan tangan tertekuk atau
teregang, otot-otot tidak bekerja secara optimal sehingga tidak mampu
memberikan gerakan seefisien dan lebih cenderung kelelahan. Aktivitas
otot statis juga dapat meningkatkan risiko terjadinya CTS karena kontraksi
otot statis dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah dan peningkatan
kompresi pada saraf median. Gerakan yang berulang dan terus menerus
membutuhkan kontraksi otot yang cepat oleh karena itu, otot yang
berkontraksi lebih cepat harus bekerja lebih keras untuk menghasilkan
jumlah kekuatan yang sama dan akan membutuhkan waktu pemulihan
yang lebih lama bila dibandingkan dengan otot yang berkontraksi lebih
lambat. Jika kelompok otot tidak diberikan cukup waktu untuk pulih di
antara pengulangan, nyeri otot dan sendi akan meningkat dan dapat
menyebabkan cedera trauma kumulatif.5
Kompresi pada saraf median akan bermanifestasi dengan mati rasa,
nyeri dan paresthesia pada distribusi saraf median dan keluhan dirasakan

13
terutama pada malam hari, serta kadang-kadang dikaitkan dengan
kelemahan otot tenar. Rasa terbakar, mati rasa, dan kesemutan bisa
menjalar ke lengan atau leher. Jari-jari mungkin terasa bengkak dan
seluruh lengan mungkin terasa berat.6
Pada kasus ini pasien melakukan gerakan pada pergelangan tangan
yang terus menerus dan berulang selama proses membuat kue dari
mengaduk adonan kue, mencetak kue dan menggoreng kue yang dilakukan
selama 12 jam setiap hari selama 10 tahun. Keluhan yang dirasakan pasien
terutama setelah selesai membuat kue. Gerakan berulang pada tangan dan
pergelangan tangan merupakan aktivitas kerja berulang yang melibatkan
gerakan tangan atau pergelangan tangan atau jari-jari yang dapat
menyebabkan cedera trauma kumulatif. Hal tersebut merupakan suatu
faktor risiko penyebab gangguan muskuloskeletal.
4. Jumlah Pajanan yang Dialami
Berdasarkan suatu penelitian, risiko CTS meningkat 5-8 kali lipat
ketika gerakan pergelangan tangan yang dilakukan pada saat bekerja ≥20
jam/minggu. Bukti paling kuat tentang kekuatan dan pengulangan gerakan
pada pergelangan yang dilakukan oleh Silverstein et al, yang meneliti para
pekerja dari 7 industri yang berbeda. Pekerjaan berulang (fleksi dan
ekstensi tangan-pergelangan tangan) didefinisikan oleh waktu siklus <30
detik atau > 50% dari waktu siklus kerja melibatkan kegiatan yang sama
meningkatkan resiko 2,7 kali menderita CTS. 8
Kejadian CTS meningkat setelah masa kerja 30 tahun dan kejadian
CTS tertinggi terjadi pada masa kerja 30-39 tahun (31,8%).5 Pada
penelitian gambaran faktor pekerjaan dengan kejadian CTS pada pengrajin
batu tatakan di Desa Lemang Kec. Tante Riaja Kab. Barru tahun 2015
menunjukkan responden dengan CTS sebanyak 20 dari total 57 responden
dalam keadaan bekerja dengan gerakan berulang berisiko, sementara
terdapat 22 responden yang mengalami Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
dan berisiko melakukan pekerjaan menggenggam atau menjepit. Gerakan
berulang dengan frekuensi ≥ 30 kali dalam satu menit yang dilakukan

14
setiap hari dapat meninggkatkan tendinitis yang menjadi penyebab
kompresi saraf dan menimbulkan CTS.7
Pasien telah bekerja selama 10 tahun dengan jumlah jam pajanan
12 jam/hari dan saat bekerja banyak gerakan berulang yang dapat
menyebabkan cedera trauma kumulatif. Penilaian dengan BRIEF Survey
didapatkan hasil posisi tangan kanan dan kiri risiko tinggi, bahu kanan dan
kiri risiko rendah, leher risiko sedang dan punggung risiko rendah.
Kesimpulan : pajanan cukup menimbulkan keluhan pasien.
5. Faktor Individu
Penelitian mengenai hubungan masa kerja dengan kejadian CTS
pada pekerja pemetik daun teh menunjukkan angka kejadian CTS pada
pekerja pemetik daun teh adalah 56 ( 65,9%), kejadian CTS meningkat
setelah umur 40 tahun dan kejadian CTS tertinggi pada umur 50-59 tahun
(30,6%).5 National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS
lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64
tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara
40-60 tahun.11
Ny N. perempuan 40 tahun, status gizi overwight saat bekerja
tidak memperhatikan aspek ergonomi dan pasien merasakan gejalanya
sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat penyakit lain yang berhubungan dengan
gejala pasien (-). Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-).
6. Faktor Lain di Luar Tempat Kerja
Ny N juga mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Pasien mencuci
pakaian dengan cara manual. Pasien biasa dibantu oleh anaknya untuk
mengurus pekerjaan rumah tangga.
7. Diagnosis Okupasi
Penyakit Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang Diperberat atau Dipersulit
Akibat Kerja
K. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Natrium diclofenak 50 mg 2x1

15
b. Vitamin B kompleks 2x1

2. Non Medikamentosa
a. Istirahatkan pergelangan tangan
b. Makan makanan yang bergizi
c. Olahraga teratur
d. Fisioterapi

I. Prognosis
Prognosis kondisi Ny. N tergantung dari banyak aspek diantaranya upaya
pencegahan terhadap gerakan pencetus CTS dan pengobatan penyakit
sehingga prognosisnya adalah:
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

16
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi
Compressive neuropathy adalah sekelompok injuri pada nervus perifer
yang sering merupakan faktor patofisiologi dan pada tempat normal anatomi
yang mendesak saraf. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan
compressive neuropathy yang paling tersering.7
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah gejala neuropati kompresi dari
N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti
peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di
tingkat itu.6 Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia ,
median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. Carpal Tunnel Syndrome
pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada
kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome
spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo
1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada
tabun 1938.8
B. Epidemiologi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan salah satu penyakit yang
dilaporkan oleh badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit
yang sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri. Laporan
International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa CTS hampir
selalu ditemukan dalam setiap kasus penyakit akibat kerja di beberapa negara.
Bahkan di negara Cina pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah kasus
CTS akibat kerja sebesar kurang lebih 30% dibandingkan tahun 2001.
Tingginya angka prevalensi yang diikuti dengan tingginya biaya yang harus
dikeluarkan (pengobatan medis, rehabilitasi, kompensasi hilangnya jam kerja,
biaya pensiun awal, juga pelatihan pekerja baru, dan lain-lain) membuat
permasalahan ini menjadi masalah besar dalam dunia okupasi.5

17
National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih
sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun,
prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60
tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk
wanita dan 0,6% untuk laki-laki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang
paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29%
kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.8
Perkembangan CTS berhubungan dengan usia. Phalen melaporkan
jumlah kasus meningkat untuk setiap dekade usia 59 tahun, setelah itu,
jumlah kasus di setiap dekade menurun. Atroshi et al. mengamati serupa
distribusi usia dengan prevalensi tertinggi CTS pada pria dari 45-54 tahun dan
wanita usia 55-64. Lunak dan Rudolfer menemukan bahwa kasus CTS
memiliki distribusi usia dengan puncak pada usia 50-54.8
C. Anatomi
Canalis carpi dibentuk di anterior dari carpus oleh sulcus profundus
yang dibentuk oleh tulang-tulang carpale dan retinaculum flexorum. Di
sebelah medial dasar sulcus carpi dibentuk oleh tulang pisiforme dan hamulus
ossis hamati dan di lateral oleh tuberculi ossis scaphoidel dan trapezii.
Retinaculum flexorum adalah ligamentum berupa jaringan ikat tebal yang
menghubungkan jarak antara sisi medial dan lateral sulcus dan mengubah
sulcus carpi menjadi canalis carpi. Empat tendon flexor digitorum profundus,
empat tendon flexor digitorum superficialis, dan tendon flexor pollicis longus
melalui canalis carpi, sebagaimana juga nervus medianus.9
Nervus medianus adalah nervus sensorius paling penting di manus karena
nervus ini mempersarafi kulit pada pollex, index, dan digitus medius, dan sisi
lateral digitus annularis. Systema nervosum ini, dengan menggunakan
sentuhan, mengumpulkan informasi tentang lingkungan dari daerah ini.
terutama dari kulit pada pollex dan index. Selain itu, informasi sensorium dari
3 1/2 digiti paling lateral memungkinkan digiti diposisikan dengan jumlah
kekuatan yang sesuai ketika digunakan untuk menggenggam dengan tepat,

18
Juga nervus medianus mempersarafi musculi thenar yang bertanggung jawab
untuk oposisi pollex ke digiti lainnya.9
Nervus medianus memasuki manus dengan melalui canalis carpi dan
bercabang menjadi ramus recurrens dan nervi digitales palmares communes.
Ramus recurrens nervi mediani mempersarafi tiga musculus thenar. Berasal
dari sisi lateral nervus medianus di dekat tepi distal retinaculum fiexorum,
nervus ini membelok mengelilingi tepi retinaculum dan lewat ke proximal di
atas musculus flexor pollicis brevis. Kemudian ramus recurrens lewat di
antara flexor pollicis brevis dan abductor pollicis brevis untuk berakhir di
opponens policis. Nervi digitales palmares communes melintasi palmar di
sebelah dalam dari aponeurosis palmaris dan arcus palmaris superficialis
dan memasuki digiti. Nervi ini mempersarafi kulit pada facies paimaris 3 1/2
digiti yang lateral dan regio cutaneus di atas aspectus dorsalis phalanx
distalis (palung kuku/ nail bed) pada digiti yang sama. Selain kulit, nervi
digitales menyuplai dua musculus lumbricalis paling lateral.9

Gambar 1. Struktur Canalis Carpi9

19
D. Etiologi
Cedera nervus berasal dari berbagai faktor termasuk : mekanik, termal,
iskemik, dan kimia. Faktor mekanik seperti kompresi, severance dan stretch.
Kerusakan yang disebabkan oleh lokal kompresi pada intraneural sirkulasi
dan mengganggu metabolisme conduction block. Beberapa faktor yang
berperan pada kompresi nervus :7
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,
misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung
terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja
kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama
pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya
juga merupakan etiologi dari Carpal Tunnel Syndrome .
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid-Neuropati fokal tekan, khususnya
sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon
dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroid, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stress

20
12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon
menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan Carpal
Tunnel Syndrome .
E. Faktor risiko
Mekanisme patofisiologis terjebaknya saraf medianus adalah berbeda
antara pekerja dan bukan pekerja. Penyebab CTS menjadi 3 faktor, yaitu: (1)
faktor intrinsik, (2) faktor penggunaan tangan (penggunaan tangan yang
berhubungan dengan hobi, dan penggunaan tangan yang berhubungan dengan
pekerjaan), (3) faktor trauma.4
Faktor intrinsik terjadinya CTS adalah sekunder, karena beberapa
penyakit atau kelainan yang sudah ada. Beberapa penyakit atau kelainan yang
merupakan faktor intrinsik yang dapat menimbulkan CTS adalah:4
1. Perubahan hormonal seperti kehamilan, pemakaian hormon estrogen pada
menopause, dapat berakibat retensi cairan dan menyebabkan
pembengkakan pada jaringan di sekeliling terowongan karpal
2. Penyakit/keadaan tertentu seperti hemodialisis yang berlangsung lama,
penyakit multiple myeloma, Walderstroom’s macroglobulinemia,
limphoma non Hodgkin, acromegali, virus (human parvovirus),
pengobatan yang berefek pada sistem imun (interleukin 2) dan obat anti
pembekuan darah (warfarin)
3. Kegemukan (obesitas)
4. Keadaan lain seperti merokok, gizi buruk dan stress
5. Adanya riwayat keluarga dengan CTS
6. Jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita mempunyai
risiko mendapat CTS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan laki-
laki.
CTS yang terjadi oleh karena penggunaan tangan karena hobi atau
pekerjaan adalah sebagai akibat inflamasi/pembengkakan tenosinovial di
dalam terowongan karpal. Penggunaan tangan yang berhubungan dengan
hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah tangga (menjahit, merajut, menusuk,
memasak), kesenian dan olahraga. CTS yang berhubungan dengan pekerjaan

21
meliputi kegiatan yang membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau
lama pada tangan dan pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko
potensial tersebut muncul secara bersamaan misalnya:4
1. Penggunaan tangan yang kuat terutama jika ada pengulangan
2. Penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan beberapa unsur
kekuatan terutama untuk waktu yang lama
3. Konstan dalam mencegkeram benda
4. Memindahkan atau menggunakan tangan dan pergelangan tangan
terhadap perlawanan atau dengan kekuatan,
5. Menggunakan tangan dan pergelangan tangan untuk getaran teratur yang
kuat
6. Tekanan biasa atau intermiten pada pergelangan tangan.
F. Patofisiologi
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer
adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran.
Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus
medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa
ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan
etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi
oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction,
ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang.8
Nerve compression mengganggu aliran darah epineural dan konduksi
axonal, menimbulkan gejala seperti numbness, paraethesia, dan muscle
weakness ; adanya ischemia terlihat adanya perbaikan setelah decompresi.
Kompresi yang lama atau berat menyebabkan segmental demyelinasi, muscle
atrophy, dan nervus fibrosis ; gejala ringan kemungkinan akan membaik
setelah dekompresi.7
G. Diagnosis
1. Anamnesis

22
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) sering idiopatik. Differential
diagnosis termasuk compression median nerve atau cervical root pada
lokasi anatomi yang lain. Diabetic neuropathy dapat menyebabkan gejala
yang sama dengan CTS, dan pasien dengan diabetic neuropathy dapat
berkembang bersamaan dengan CTS.
Anamnesa sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Nyeri
dan paraesthesia terjadi dalam distribusi nervus medianus. Setiap malam
pasien terbangun dengan nyeri terbakar, tingling, dan numbness. Tangan
di atas tempat tidur, atau menggoyangkan tangan dapat mengurangi
nyeri. Pada kasus lanjut terdapat clumsiness dan weakness, biasanya jika
melakukan pekerjaan yang memerlukan ketepatan.
Discomfort atau numbness atau keduanya dapat terjadi oleh
aktivitas pergelangan tangan pada posisi fleksi untuk periode tertentu
seperti memegang steering wheel, menerima telepon, buku, atau koran.
Discomfort dan nyeri menjalar dari tangan ke lengan atas atau leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada
penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan
otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat
membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:8
a. Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara
maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes
ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan
tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan
tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi

23
d. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dynamometer
g. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan
secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-
gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
h. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal
dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120
detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan
penderita idak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnose
j. Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan
dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di
daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong
diagnose
k. Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah
ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas
pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung
diagnose CTS.
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah
test yang patognomonis untuk CTS.8
3. Pemeriksanan Penunjang
a. Elektrodiagnostik

24
Elektrodiagnostik meliputi nerve conduction studies (NCS) dan
elektromiografi (EMG). Adapun indikasi pemeriksaan
elektrodiagnostik adalah sebagai berikut: Pasien yang tidak ada
perbaikan dengan penanganan konservatif pertimbangan
pembedahan ntuk menyingkirkan kelainan radikulopati ataupun saraf
terjepit lainnya. EMG diindikasikan jika ada dugaan perubahan
neurogenik akut/kronis. Tes ini untuk membedakan CTS dengan
jebakan saraf proksimal, radikulopati, atau miopati. Sebagian besar
pasien dengan CTS didokumentasikan oleh pengujian
elektrodiagnostik tidak membutuhkan tes NCS/EMG ulang secara
rutin atau berkala.4
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit yang mendasari. Pasien diskrining pada
pemeriksaan awal untuk tanda-tanda atau gejala diabetes,
hipotiroidisme, kehamilan, artritis, dan penyakit inflamasi terkait.
Pemeriksaan ini jarang diindikasikan kecuali pasien dengan
gejala/tanda menjamin laboratorium khusus.4
c. Pencitraan: X-ray, CT, MRI, USG
Umumnya pemeriksaan ini tidak diindikasikan kecuali pada trauma
akut, deformitas tulang. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan
tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti
fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.4
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Kompresi pergelangan tangan pada posisi fleksi ketika tidur yang
menimbulkan nyeri, initial terapi dengan memakai splint yang
mempertahankan pergelangan tangan dalam posisi netral ketika tidur.
Modifikasi aktivitas yang menyebabkan nyeri juga membantu dalam

25
mengurangi nyeri. Pemberian NSAID dan injeksi steroid. Injeksi steroid
mengalami transient relief 80% setelah injeksi, 22% gejala hilang setelah
12 bulan dan 40% bebas gejala < 1 tahun.7
Injeksi steroid pada carpal tunnel sering mengurangi keluhan. Dua
puluh lima gauge 1,5 inch jarum disuntikakan pada palmar crease ulnar
pada palmaris longus. Jika palmaris longus tidak ada, garis sepanjang
radial border dari ring finger ditarik ke wrist crease. Sebelum
menyuntikkan jarum, pasien diminta untuk merasakan sensasi tersentrum
listrik pada jari-jari. Jika sensasi terjadi, jarum mungkin berada pada
nervus medianus dan injeksi sebaiknya tidak dilanjutkan. Jarum
dipindahkan kearah ulnar. Ketika menyuntikkan jarum akan terasa bunyi
pop ketika masuk ke carpal tunnel.7
2. Surgical
Pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, indikasi untuk
terapi bedah. Teknik bedah baik open maupun endoscopic.7
Open insicion dibuat pada atas palm transper carpal ligament,
menempatkan ulna sebagai axis palmaris longus, sepanjang longitudinal
axis radial border ring finger. Insisi ini menghindari injuri pada cabang
palmar cutaneus nervus medianus. Setelah insisi palmar longitudinal,
transver carpal ligament diidentifikasi dan dipisah longitudinal.7
Endoscopic, pemisahan tranver carpal ligament menghindari nyeri
pada insisi, endoscopic dapat dilakukan dengan single wrist portal
proximal menuju palm atau dengan kombinasi proximal portal dan short
midpalmar portal sepanjang axis open insisi. Walaupun terapi ini
menjanjikan hasil yang baik tetapi risiko untuk terjadi trauma iatrogenic
cukup tinggi. Tingginya komplikasi berhubungan dengan keahlian
operator dibandingkan teknik operasi. Komplikasi terbanyak adalah
incomplete division transver carpal ligament.7
I. Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan

26
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi
karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita
CTS penyembuhan post operatifnya bertahap. 8
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan
maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:8
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup
baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Berdasarkan pendekatan 7 langkah diagnosis okupasi kasus Ny N sebagai
pembuat kue industri rumahan dapat disimpulkan sebagai Carpal Tunnel
Syndrome yang Diperberat atau Dipersulit Akibat Kerja
2. Bahaya potensial yang terdapat pada pekerja pembuat kue industri
rumahan antara lain :
Biologi : Tidak ada
Kimia : Debu tanah dan minyak panas
Fisika : Tidak ada
Ergonomi : Penggunaan tangan yang berulang dan lama, posisi duduk
yang salah dan lama
B. Saran
1. Bagi penulis agar menambah pengetahuan mengenai kedokteran okupasi
dan penilaian bahaya potensial di lingkungan kerja.
2. Bagi tenaga kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada
pasien CTS terutama yang dipengaruhi oleh pekerjaan.
3. Bagi pasien lebih memperhatikan kesehatannya dengan mengetahui
bahaya potensial di lingkungan kerjamya dan diharapkan dapat
mengurangi kegiatan yang dapat memicu munculnya gejala CTS.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes No 56 Tahun 2016. Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat

Kerja

2. ILO. 2018. Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Muda.

Jakarta.

3. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2015. Infodatin Situasi Kesehatan

Kerja. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

4. Salawati, L., Syahrul. 2014. Carpal Tunel Syndrome. Jurnal Kedokteran

Syiah Kuala 14(1)

5. Occupational Health Clinic for Ontario Workers Inc. 2016. Carpal Tunnel

Syndrome Prevention Through Intervention

6. Connoly, W.B., Mckessar, J.H. 2009. Carpal Tunnel Syndrome Can It Work

Related Disease. Australian Family Physician.

7. Bahrudin M. Putra RL. Sultana. dan Alief HF. 2016. Hubungan Masa Kerja

dengan Kejadian CTS pada Pekerja Pemetik Daun Teh. Universitas

Muhammadiyah Malang 12(1).

8. Palmer, K.T. 2011. Carpal tunnel syndrome: The role of occupational

factors. United Kingdom. Best Pract Res Clin Rheumatol 25(1).

9. Mallapiamg F. Wahyudi AA. 2014. Gambaran Faktor Pekerjaan dengan

Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pengrajin Batu Tatakan di

Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Kab. Baru. Al-Sihah Public Health Science

Journal 6 (2)

29
10. Bagian Neurologi FK Unhas. 2016. Carpal Tunnel Syndrome. Makassar.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

11. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Banjarmasin. Fakuktas Kedokteran

Universitas Lambung Mangkurat.

12. Drake R.L., Vogl A.W., Mitchell AWM. 2012. Gray’s Basic Anatomy

International Edition. Philadelpia. Elsevier.

30

Anda mungkin juga menyukai