BA Pembahasan Hasil Monev Obat BMHP Kab Ngawi
BA Pembahasan Hasil Monev Obat BMHP Kab Ngawi
Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Dua Puluh Tiga di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai, kami:
1. Nama : Warseno
NIP : 19700124 199703 1 001
Jabatan : Auditor Madya
2. Nama : Hesti Rahayu Pramitaningrum
NIP : 19910317 201402 2 001
Jabatan : Auditor Muda
3. Nama : Uka Pipip Sukwan Setiyana
NIP : 19760229 201001 1 006
Jabatan : Auditor Muda
Berdasarkan Surat Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI Nomor: PS.01.01/G/1329/2023 tanggal 8 Maret 2023 tentang Combine Assurance dan Joint
Audit untuk 3 tematik pengawasan yaitu Insentif UKM, Monev Obat dan BMHP serta Pengadaan Alat Antropometri dan USG, kami telah mengadakan pembahasan
bersama mengenai hasil Monitoring dan Evaluasi Obat dan BMHP Tahun 2023 pada Kabupaten Ngawi, sebagaimana tertuang dalam Lampiran.
Tindak lanjut temuan tersebut di atas merupakan wewenang pimpinan obyek pemeriksaan.
b. Hesti Rahayu P
A. PERMASALAHAN
1. Terdapat Kurang Salur atas Penerimaan DAK Fisik Kesehatan Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit Tahun 2022 senilai
Rp828.941.547,00
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi diperoleh informasi terkait dengan alokasi dan realisasi atas penggunaan anggaran bersumber DAK Fisik
sampai dengan 31 Desember 2022 Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit sebagai berikut:
DAK Fisik
Subbidang Kefarmasian
Dari tabel di atas, diketahui bahwa total alokasi anggaran DAK 2022 sebesar Rp8.729.723.320,00 dengan total realisasi sebesar Rp7.900.781.773,00
(90,50%).
Capaian atas alokasi DAK Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit tidak mencapai 100% disebabkan atas pengadaan cartridge TCM
hanya tercapai 49% dari alokasi anggaran, karena dari 4 TCM yang ada di Kabupaten Ngawi modul pada alat TCM tersebut tidak berfungsi secara
optimal. Sehingga realisasi pengadaan cartridge TCM disesuaikan dengan modul alat TCM yang berfungsi. Pada saat melakukan usulan kebutuhan
atas BMHP khususnya cartridge TCM pengelola program tidak mempertimbangkan kondisi alat TCM yang tidak dapat difungsikan.
Hal ini disebabkan dalam penyusunan rencana kebutuhan oleh pengelola program atas BMHP khususnya cartridge TCM kurang akurat yaitu belum
Akibatnya tidak terpenuhinya capaian salur DAK Fisik Subbidang Kefarmasian dan Subbidang Pengendalian Penyakit sesuai dengan target (100%)
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan kepada pengelola
program untuk menyusun daftar perencanaan pemakaian obat program dan BMHP dengan mempertimbangkan kondisi stok dan alat sebagai
Sepakat atas kondisi di atas, pengelola program akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi pada saat melakukan perhitungan rencana
kebutuhan kedepan.
2. Terdapat selisih realisasi antara rencana kebutuhan dengan pengadaan Obat dan BMHP
Berdasarkan perbandingan antara dokumen RKO yang telah disetujui dengan realisasi pengadaan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,
diperoleh informasi bahwa terdapat realisasi pengadaan obat dan BMHP diluar dokumen RKO yang telah disetujui yaitu 93 jenis item obat dan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi
Khusus Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2022 Pasal 9 butir (1) menyatakan Pemerintah Daerah melaksanakan DAK Fisik Bidang Kesehatan
sesuai dengan penetapan rincian, lokasi, dan target keluaran kegiatan DAK Fisik Bidang Kesehatan berdasarkan rencana kegiatan yang telah
disetujui.
Hal ini disebabkan dalam penyusunan rencana kebutuhan obat (RKO) yang kurang akurat oleh Bagian Farmasi (pengelola obat dan BMHP) baik di
Akibatnya
a. Tidak terpenuhinya capaian salur DAK Fisik Subbidang Kefarmasian dan Subbidang Pengendalian Penyakit sesuai dengan target (100%)
b. Adanya potensi kekurangan atau kelebihan obat pada Puskesmas maupun Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi
a. Melakukan verifikasi dan desk atas dokumen rencana kebutuhan obat (RKO) yang diusulkan oleh puskesmas (terkait dengan tata cara
b. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling
Dokumen Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang disampaikan kepada Tim Monev senilai Rp5.1…. merupakan rencana pengadaan obat dan BMHP
yang berasal dari beberapa sumber dana yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau
Setelah dibandingkan antara realisasi pengadaan dengan RKO yang telah disampaikan, terdapat pengadaan atas item obat dan BMHP diluar RKO
yang sudah disetujui. Hal ini disebabkan adanya pengadaan obat dan BMHP yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan obat dan BMHP pada 2
rumah sakit yaitu RSUD Geneng dan RSUD Mantingan dimana keduanya merupakan RS yang baru beroperasional di tahun 2022.
Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat
3. Terdapat Pengadaan Obat dan BMHP Tidak Melalui E-Catalogue tanpa didukung Dokumen Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat diluar E-
Catalogue
Berdasarkan hasil monitoring, diperoleh kondisi bahwa terdapat kontrak pengadaan obat dan BMHP yang dilakukan diluar e-catalogue yaitu untuk
kontrak Nomor 027/14/OBAT/404.302/2022 tanggal 18 Juli 2022 senilai Rp1.412.319.600,00 dengan penyedia PT. Kartika Global Medika. Dari hasil
konfirmasi dengan PPK pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, hal ini karena obat dan BMHP yang dilakukan pengadaan tidak masuk ke dalam e-
catalogue, namun kondisi ini tidak didukung dengan dokumen rencana pelaksanaan pengadaan obat diluar e-catalogue yang ditandatangani oleh
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik
(E-Catalogue) Butir II.A.3 poin b. yang menyatakan bahwa PPK menetapkan daftar pengadaan obat di luar Katalog Elektronik ( E-Catalogue) obat
yaitu daftar kebutuhan obat yang tidak terdapat dalam Katalog Elektronik (E-Catalogue) yang ditandatangani oleh PPK. Daftar pengadaan obat di luar
Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat tersebut selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan
untuk diadakan sesuai Perpres No 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Hal ini disebabkan kurangcermatnya PPK dalam melakukan pengadaan obat di luar Katalog Elektronik (E-Catalogue)
Akibatnya akuntabilitas atas pengadaan obat di luar Katalog Elektronik (E-Catalogue) kurang memadai.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan PPK untuk dapat
melengkapi dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan obat diluar Katalog Elektronik (E-Catalogue) sesuai dengan ketentuan.
Sepakat atas kondisi di atas, PPK akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi untuk melengkapi dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan
4. Ketersediaan Obat dan BMHP di Dinkes Kabupaten Ngawi dan Puskesmas yang menjadi Sampel Kurang dari Kebutuhan
Berdasarkan analisis pada dokumen laporan persediaan obat dan BMHP (Stock Opname) per 31 Desember 2022 pada Instalasi Farmasi Dinkes
Kabupaten Ngawi, terdapat 25 jenis item dari 40 jenis item obat esensial dengan perbandingan antara rata-rata pemakaian per bulan dan jumlah stok
per 31 Desember 2022 kurang dari 6 bulan. Sedangkan pada 3 puskesmas yang menjadi sampel, dengan rincian sebagai berikut:
1. Puskesmas Paron 18 40
2. Puskesmas Teguhan 20 40
3. Puskesmas Ngrambe 24 40
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi
(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dan Puskesmas untuk:
a. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling
b. Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat
dan BMHP;
c. Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi telah membuat dan menyampaikan Laporan Ketersediaan Obat Esensial. Pada laporan tersebut
hanya menginformasikan ada atau tidaknya obat esensial yang ada di puskesmas maupun indtalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,
tidak menginformasikan apakah ketersediaan obat esensial tersebut dapat mencukupi atau tidak untuk kebutuhan 6 bulan kedepan (sesuai dengan
ketentuan bufferstock).
Terkait dengan SOP pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat dan BMHP
sudah ada. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan oleh Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten
Ngawi, namun belum dilakukan secara mendalam untuk ketersediaan obat yang ada di puskesmas.
Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat
5. Terdapat Ketersediaan Obat dan BMHP di Dinkes Kabupaten Ngawi dan Puskesmas Lebih dari Kebutuhan (Adanya Potensi Kadaluwarsa)
Berdasarkan analisis pada dokumen laporan persediaan obat dan BMHP (Stock Opname) per 31 Desember 2022 pada Instalasi Farmasi Dinkes
Kabupaten Ngawi,, terdapat 5 jenis item obat esensial dengan perbandingan antara rata-rata pemakaian per bulan dan jumlah stok per 31 Desember
2022 lebih dari 18 bulan (ketentuan untuk bufferstock). Sedangkan pada 2 puskesmas yang menjadi sampel, dengan rincian sebagai berikut:
1. Puskesmas Teguhan 4 40
2. Puskesmas Ngrambe 2 40
Kondisi tersebut akan berpotensi adanya obat esensial yang tidak termanfaatkan karena kadaluwarsa.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi
(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dan Puskesmas untuk:
a. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling
b. Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat
dan BMHP;
c. Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi telah membuat dan menyampaikan Laporan Ketersediaan Obat Esensial. Pada laporan tersebut
hanya menginformasikan ada atau tidaknya obat esensial yang ada di puskesmas maupun indtalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,
tidak menginformasikan apakah ketersediaan obat esensial tersebut dapat mencukupi atau tidak untuk kebutuhan 6 bulan kedepan (sesuai dengan
ketentuan bufferstock).
Terkait dengan SOP pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat dan BMHP
sudah ada. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan oleh Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten
Ngawi, namun belum dilakukan secara mendalam untuk ketersediaan obat yang ada di puskesmas.
Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat
6. Terdapat Obat dan BMHP yang Tidak Termanfaatkan karena Kadaluarsa di Puskesmas dan Instalasi Farmasi
Berdasarkan dokumen laporan persediaan obat dan BMHP pada 2 puskesmas yang menjadi sampel dan Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Ngawi per 31 Desember 2022, terdapat item obat yang tidak termanfaatkan karena kadaluwarsa senilai Rp4.378.943,00 pada puskesmas
Paron dan Teguhan dimana obat yang paling banyak kadaluarsa adalah obat program KIA yaitu Tablet Tambah Darah (TTD) dimana pelaksanaan
pengadaan dari Dinas kesehatan Provinsi dan senilai Rp214.107.396,00 pada Instalasi Farmasi. Untuk obat yang tidak termanfaatkan karena
kadaluwarsa pada Instalasi Farmasi sebanyak 24 item obat dengan rincian sebagai berikut:
214.107.396
Atas 24 jenis obat yang kadaluarsa pada table di atas diperoleh informasi bahwa:
a. 20 di antaranya merupakan obat program yaitu Obat Program TB dan HIV/AIDS (pengadaan oleh Kemenkes) dan KIA (pengadaan oleh
Dinkes Provinsi), dimana perencanaan kebutuhannya terpisah dari dokumen Rencana Kebutuhan Obat (RKO) obat lainnya. Usulan kebutuhan
atas obat program dilakukan oleh pengelola program Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi ditujukan ke pengelola program Dinas Kesehatan
b. 4 obat lainnya merupakan obat yang pengadaannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dengan sumber dana DAK Fisik.
Adanya obat kadaluarsa tersebut disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Pendistribusian obat program dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi mendekati masa kadaluwarsa;
b. Distribusi obat program dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi melebihi kebutuhan yang diusulkan;
c. Penurunan kedatangan pasien disebabkan kondisi pandemic dimana pasien lebih enggan datang ke puskesmas karena takut dinyatakan
covid-19
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar:
1) melakukan koordinasi dengan pengelola program pada Dinas Kesehatan Provinsi pada saat mengusulkan rencana kebutuhan dan
apabila terdapat obat program yang mendekati masa kadaluarsa untuk dapat dilakukan realokasi ke wilayah yang membutuhkan;
2) melakukan perhitungan kebutuhan baik obat maupun BMHP untuk mempertimbangkan kondisi yang ada di lapangan.
b. mengintruksikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk:
1) Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang
2) Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala
1. Perencanaan Kebutuhan Obat dan BMHP Belum Memperhitungkan Kondisi Riil di Lapangan
Berdasarkan hasil sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, perhitungan kebutuhan obat dan BMHP dilakukan melalui aplikasi e-monev
dimana formulasi pehitungannya sudah ditetapkan didalamnya. Data yang digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan pada aplikasi e-monev
d) Prediksi sisa stock 31 Desember (n-1) (a) + (b) - (12 x Nilai prediksi
(c))
g) Rencana pengadaan tahun n Pembulatan dari nilai rencana kebutuhan untuk obat dengan
mempertimbangkan obat yang fastmoving (tidak ada
perhitungan pasti untuk tiap jenis obat dan BMHP)
Nilai rencana pengadaan (poin g) kompilasi seluruh puskesmas akan digunakan sebagai dasar perhitungan untuk rencana kebutuhan. Berdasarkan
hasil konfirmasi, perhitungan nilai rencana pengadaan tidak memiliki perhitungan yang jelas hanya menggunakan nilai perkiraan dari pengelola obat
Akibatnya atas perhitungan kebutuhan puskesmas yang menjadi dasar perencanaan pengadaan obat dan BMHP di Dinas Kesehatan Kabupaten
Ngawi menjadi kurang memadai yang akan berpotensi pada kelebihan/kekurangan obat di tahun berjalan.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Kepala Sub Bagian
Farmasi untuk memberikan pelatihan tata cara perhitungan rencana kebutuhan yang sesuai dengan ketentuan kepada pengelola obat dan BMHP di
Puskesmas.
2. Pelaporan Sisa Persediaan Obat pada Kabupaten Ngawi tidak mencakup Sisa Persediaan Obat di Puskesmas
Berdasarkan hasil analisis dokumen laporan sisa persediaan sampai dengan triwulan IV tahun 2022, Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi tidak
melakukan pencatatan sisa persediaan secara keseluruhan baik di Instalasi Farmasi maupun di Puskesmas. Pencatatan sisa persediaan hanya
dilakukan untuk obat dan BMHP yang ada di Instalasi Farmasi. Sedangkan sisa persediaan obat dan BMHP di puskesmas hanya dilaporkan secara
akumulasi nilai rupiah, tidak memperhitungkan berapa jumlah obat dan BMHP nya.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi
(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk menghitung dan melaporkan sisa persediaan obat secara menyeluruh baik di
3. Pencatatan Penerimaan dan Pemakaian Obat dan BMHP pada Kartu Stok di Puskesmas tidak dilakukan secara riiltime
Berdasarkan sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, terdapat kondisi pencatatan penerimaan dan pemakaian Obat dan BMHP pada kartu
stok di Puskesmas Paron tidak dilakukan secara riiltime. Hal ini akan berpotensi pada perbedaan antara jumlah obat secara pencatatan dan fisiknya.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi melalui Bagian Farmasi agar menegur Bagian
Farmasi pada Puskesmas Paron untuk lebih tertib dalam melakukan pencatatan penerimaan dan pemakaian obat dan BMHP.
4. Kurangnya Koordinasi dalam Pengelolaan Obat Program di Puskesmas oleh Bagian Program dan Bagian Farmasi
Berdasarkan sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, seluruhnya tidak ada koordinasi antara bagian program dan bagian farmasi dalam
pengelolaan obat program mulai dari usulan kebutuhan sampai dengan pemanfaatannya. Usulan obat program ditujukan langsung kepada pengelola
program di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi tanpa melalui usulan permintaan di bagian farmasi (dengan dokumen LPLPO), namun untuk
penerimaan atas obat program tersebut menggunakan mekanisme pada umumnya yaitu penerimaan dan pencatatan oleh bagian farmasi. Hal ini
akan menjadi anomaly tidak adanya permintaan pada dokumen LPLPO, namun langsung ada penerimaan atas obat program tersebut.
Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabipaten Ngawi agar mengintruksikan Bagian Program dan
Bagian Farmasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk dapat berkoordinasi dalam melakukan pengelolaan Obat Program hingga tingkat
puskesmas.
e. Hesti Rahayu P