Anda di halaman 1dari 8

BERITA ACARA PEMBAHASAN

HASIL MONITORING DAN EVALUASI OBAT DAN BMHP TAHUN 2022


PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN NGAWI

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Dua Puluh Tiga di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai, kami:

1. Nama : Warseno
NIP : 19700124 199703 1 001
Jabatan : Auditor Madya
2. Nama : Hesti Rahayu Pramitaningrum
NIP : 19910317 201402 2 001
Jabatan : Auditor Muda
3. Nama : Uka Pipip Sukwan Setiyana
NIP : 19760229 201001 1 006
Jabatan : Auditor Muda

Sebagai “ PIHAK KESATU ”

1. Nama : dr. Yudono, M.M.Kes


NIP : 19650828 199910 1 001
Jabatan : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi
2. Nama : Rina Diyah Hapsari S. Farm, Apt
NIP : 19860212 201001 2 038

Jabatan : Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda

Sebagai “ PIHAK KEDUA ”

Berdasarkan Surat Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI Nomor: PS.01.01/G/1329/2023 tanggal 8 Maret 2023 tentang Combine Assurance dan Joint

Audit untuk 3 tematik pengawasan yaitu Insentif UKM, Monev Obat dan BMHP serta Pengadaan Alat Antropometri dan USG, kami telah mengadakan pembahasan

bersama mengenai hasil Monitoring dan Evaluasi Obat dan BMHP Tahun 2023 pada Kabupaten Ngawi, sebagaimana tertuang dalam Lampiran.

Tindak lanjut temuan tersebut di atas merupakan wewenang pimpinan obyek pemeriksaan.

PIHAK KESATU PIHAK KEDUA


a. dr. Yudono, M.M.Kes a. Warseno

NIP 19650828 199910 1 001 NIP 19700124 199703 1 001

b. Hesti Rahayu P

b. Rina Diyah Hapsari S. Farm, Apt NIP 19910317 201402 2 001

NIP 19860212 201001 2 038

c. Uka Pipip Sukwan Setiyana

NIP 19760229 201001 1 006


NOTISI SEMENTARA

HASIL MONITORING DAN EVALUASI OBAT DAN BMHP TAHUN 2022


PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN NGAWI

A. PERMASALAHAN

1. Terdapat Kurang Salur atas Penerimaan DAK Fisik Kesehatan Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit Tahun 2022 senilai

Rp828.941.547,00

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi diperoleh informasi terkait dengan alokasi dan realisasi atas penggunaan anggaran bersumber DAK Fisik

sampai dengan 31 Desember 2022 Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit sebagai berikut:

Tahun Anggaran 2022

Kegiatan Transfer DAK


Alokasi
Jml Transfer DAK Realisasi Kontrak

DAK Fisik

Subbidang Kefarmasian

1. Penyediaan obat esensial untuk pelayanan 2.500.000.000 2.396.409.647 2.396.409.647


kesehatan primer

2. Penyediaan BMHP untuk pelayanan 1.267.680.000 1.237.771.846 1.237.771.846


kesehatan primer

Sub Total 3.767.680.000 3.634.181.493 3.634.181.493

Subbidang Pengendalian Penyakit

1. R0 dan BHP skrining HIV dengan Reagen 208.000.000 203.820.480 203.820.480


Sifilis

2. Cartridge TCM 1.287.500.000 631.000.000 631.000.000

3. BMHP gula darah 3.466.543.320 3.431.779.800 3.431.779.800

Sub Total 4.962.043.320 4.266.600.280 4.266.600.280

TOTAL 8.729.723.320 7.900.781.773 7.900.781.773

Dari tabel di atas, diketahui bahwa total alokasi anggaran DAK 2022 sebesar Rp8.729.723.320,00 dengan total realisasi sebesar Rp7.900.781.773,00

(90,50%).

Capaian atas alokasi DAK Subbidang Kefarmasian dan Pengendalian Penyakit tidak mencapai 100% disebabkan atas pengadaan cartridge TCM

hanya tercapai 49% dari alokasi anggaran, karena dari 4 TCM yang ada di Kabupaten Ngawi modul pada alat TCM tersebut tidak berfungsi secara

optimal. Sehingga realisasi pengadaan cartridge TCM disesuaikan dengan modul alat TCM yang berfungsi. Pada saat melakukan usulan kebutuhan

atas BMHP khususnya cartridge TCM pengelola program tidak mempertimbangkan kondisi alat TCM yang tidak dapat difungsikan.

Hal ini disebabkan dalam penyusunan rencana kebutuhan oleh pengelola program atas BMHP khususnya cartridge TCM kurang akurat yaitu belum

mempertimbangkan kondisi alat TCM yang tidak dapat difungsikan

Akibatnya tidak terpenuhinya capaian salur DAK Fisik Subbidang Kefarmasian dan Subbidang Pengendalian Penyakit sesuai dengan target (100%)

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan kepada pengelola

program untuk menyusun daftar perencanaan pemakaian obat program dan BMHP dengan mempertimbangkan kondisi stok dan alat sebagai

pendukung dalam penyusunan rencana kebutuhan obat program dan BMHP

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:

Sepakat atas kondisi di atas, pengelola program akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi pada saat melakukan perhitungan rencana

kebutuhan kedepan.

2. Terdapat selisih realisasi antara rencana kebutuhan dengan pengadaan Obat dan BMHP
Berdasarkan perbandingan antara dokumen RKO yang telah disetujui dengan realisasi pengadaan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,

diperoleh informasi bahwa terdapat realisasi pengadaan obat dan BMHP diluar dokumen RKO yang telah disetujui yaitu 93 jenis item obat dan

BMHP senilai Rp5.633.056.686,00 (Rincian terlampir)

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi

Khusus Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2022 Pasal 9 butir (1) menyatakan Pemerintah Daerah melaksanakan DAK Fisik Bidang Kesehatan

sesuai dengan penetapan rincian, lokasi, dan target keluaran kegiatan DAK Fisik Bidang Kesehatan berdasarkan rencana kegiatan yang telah

disetujui.

Hal ini disebabkan dalam penyusunan rencana kebutuhan obat (RKO) yang kurang akurat oleh Bagian Farmasi (pengelola obat dan BMHP) baik di

tingkat puskesmas maupun tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi

Akibatnya

a. Tidak terpenuhinya capaian salur DAK Fisik Subbidang Kefarmasian dan Subbidang Pengendalian Penyakit sesuai dengan target (100%)

b. Adanya potensi kekurangan atau kelebihan obat pada Puskesmas maupun Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi

(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk

a. Melakukan verifikasi dan desk atas dokumen rencana kebutuhan obat (RKO) yang diusulkan oleh puskesmas (terkait dengan tata cara

perhitungan dan sumber data yang digunakan)

b. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling

lambat habis (slow moving) sebagai pertimbangan usulan rencana pengadaan

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:

Dokumen Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang disampaikan kepada Tim Monev senilai Rp5.1…. merupakan rencana pengadaan obat dan BMHP

yang berasal dari beberapa sumber dana yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau

(DBHCT), sehingga nilainya berbeda dengan PAGU anggaran DAK.

Setelah dibandingkan antara realisasi pengadaan dengan RKO yang telah disampaikan, terdapat pengadaan atas item obat dan BMHP diluar RKO

yang sudah disetujui. Hal ini disebabkan adanya pengadaan obat dan BMHP yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan obat dan BMHP pada 2

rumah sakit yaitu RSUD Geneng dan RSUD Mantingan dimana keduanya merupakan RS yang baru beroperasional di tahun 2022.

Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat

akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi tersebut.

3. Terdapat Pengadaan Obat dan BMHP Tidak Melalui E-Catalogue tanpa didukung Dokumen Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat diluar E-

Catalogue

Berdasarkan hasil monitoring, diperoleh kondisi bahwa terdapat kontrak pengadaan obat dan BMHP yang dilakukan diluar e-catalogue yaitu untuk

kontrak Nomor 027/14/OBAT/404.302/2022 tanggal 18 Juli 2022 senilai Rp1.412.319.600,00 dengan penyedia PT. Kartika Global Medika. Dari hasil

konfirmasi dengan PPK pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, hal ini karena obat dan BMHP yang dilakukan pengadaan tidak masuk ke dalam e-

catalogue, namun kondisi ini tidak didukung dengan dokumen rencana pelaksanaan pengadaan obat diluar e-catalogue yang ditandatangani oleh

PPK dan Apoteker sebagai penanggung jawab.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik

(E-Catalogue) Butir II.A.3 poin b. yang menyatakan bahwa PPK menetapkan daftar pengadaan obat di luar Katalog Elektronik ( E-Catalogue) obat

yaitu daftar kebutuhan obat yang tidak terdapat dalam Katalog Elektronik (E-Catalogue) yang ditandatangani oleh PPK. Daftar pengadaan obat di luar
Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat tersebut selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan

untuk diadakan sesuai Perpres No 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

Hal ini disebabkan kurangcermatnya PPK dalam melakukan pengadaan obat di luar Katalog Elektronik (E-Catalogue)

Akibatnya akuntabilitas atas pengadaan obat di luar Katalog Elektronik (E-Catalogue) kurang memadai.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan PPK untuk dapat

melengkapi dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan obat diluar Katalog Elektronik (E-Catalogue) sesuai dengan ketentuan.

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:

Sepakat atas kondisi di atas, PPK akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi untuk melengkapi dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan

pengadaan obat diluar Katalog Elektronik (E-Catalogue) sesuai dengan ketentuan

4. Ketersediaan Obat dan BMHP di Dinkes Kabupaten Ngawi dan Puskesmas yang menjadi Sampel Kurang dari Kebutuhan

Berdasarkan analisis pada dokumen laporan persediaan obat dan BMHP (Stock Opname) per 31 Desember 2022 pada Instalasi Farmasi Dinkes

Kabupaten Ngawi, terdapat 25 jenis item dari 40 jenis item obat esensial dengan perbandingan antara rata-rata pemakaian per bulan dan jumlah stok

per 31 Desember 2022 kurang dari 6 bulan. Sedangkan pada 3 puskesmas yang menjadi sampel, dengan rincian sebagai berikut:

No Puskesmas Jml Item Obat Kurang Jml Obat Esensial

1. Puskesmas Paron 18 40

2. Puskesmas Teguhan 20 40

3. Puskesmas Ngrambe 24 40

Kondisi tersebut akan berpotensi adanya kekurangan ketersediaan obat esensial.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi

(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dan Puskesmas untuk:

a. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling

lambat habis (slow moving);

b. Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat

dan BMHP;

c. Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi telah membuat dan menyampaikan Laporan Ketersediaan Obat Esensial. Pada laporan tersebut

hanya menginformasikan ada atau tidaknya obat esensial yang ada di puskesmas maupun indtalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,

tidak menginformasikan apakah ketersediaan obat esensial tersebut dapat mencukupi atau tidak untuk kebutuhan 6 bulan kedepan (sesuai dengan

ketentuan bufferstock).

Terkait dengan SOP pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat dan BMHP

sudah ada. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan oleh Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten

Ngawi, namun belum dilakukan secara mendalam untuk ketersediaan obat yang ada di puskesmas.

Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat

akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi poin a dan c.

5. Terdapat Ketersediaan Obat dan BMHP di Dinkes Kabupaten Ngawi dan Puskesmas Lebih dari Kebutuhan (Adanya Potensi Kadaluwarsa)
Berdasarkan analisis pada dokumen laporan persediaan obat dan BMHP (Stock Opname) per 31 Desember 2022 pada Instalasi Farmasi Dinkes

Kabupaten Ngawi,, terdapat 5 jenis item obat esensial dengan perbandingan antara rata-rata pemakaian per bulan dan jumlah stok per 31 Desember

2022 lebih dari 18 bulan (ketentuan untuk bufferstock). Sedangkan pada 2 puskesmas yang menjadi sampel, dengan rincian sebagai berikut:

No Puskesmas Jml Item Obat Lebih Jml Obat Esensial

1. Puskesmas Teguhan 4 40

2. Puskesmas Ngrambe 2 40

Kondisi tersebut akan berpotensi adanya obat esensial yang tidak termanfaatkan karena kadaluwarsa.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi

(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dan Puskesmas untuk:

a. Membuat daftar penggunaan obat dan BMHP dengan mengidentifikasi obat dan BMHP yang paling cepat habis (fast moving) dan paling

lambat habis (slow moving);

b. Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat

dan BMHP;

c. Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi telah membuat dan menyampaikan Laporan Ketersediaan Obat Esensial. Pada laporan tersebut

hanya menginformasikan ada atau tidaknya obat esensial yang ada di puskesmas maupun indtalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,

tidak menginformasikan apakah ketersediaan obat esensial tersebut dapat mencukupi atau tidak untuk kebutuhan 6 bulan kedepan (sesuai dengan

ketentuan bufferstock).

Terkait dengan SOP pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang kekurangan Obat dan BMHP

sudah ada. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan oleh Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten

Ngawi, namun belum dilakukan secara mendalam untuk ketersediaan obat yang ada di puskesmas.

Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi sepakat

akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi poin a dan c.

6. Terdapat Obat dan BMHP yang Tidak Termanfaatkan karena Kadaluarsa di Puskesmas dan Instalasi Farmasi

Berdasarkan dokumen laporan persediaan obat dan BMHP pada 2 puskesmas yang menjadi sampel dan Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Ngawi per 31 Desember 2022, terdapat item obat yang tidak termanfaatkan karena kadaluwarsa senilai Rp4.378.943,00 pada puskesmas

Paron dan Teguhan dimana obat yang paling banyak kadaluarsa adalah obat program KIA yaitu Tablet Tambah Darah (TTD) dimana pelaksanaan

pengadaan dari Dinas kesehatan Provinsi dan senilai Rp214.107.396,00 pada Instalasi Farmasi. Untuk obat yang tidak termanfaatkan karena

kadaluwarsa pada Instalasi Farmasi sebanyak 24 item obat dengan rincian sebagai berikut:

No Nama Obat Satuan Sumber Dana Jumlah Nilai

1 Asiklovir Tablet 400 mg Tablet DAK 2020 12.000 4.860.000

2 Kloramfenikol Kapsul 500 mg Kapsul DAK 2020 16.500 19.189.500

3 Amoksisillin Kaplet 500 mg Kaplet DAU 2020 53.000 13.197.000

4 Klorfeniramina Maleat (CTM) 4 mg Tablet DAU 2020 45.000 1.035.000

5 Tenofovir + Emtricitabine Tablet GAB 2020 810 1.924.911

6 Tuberkulin Tes Botol GAB 2020 5 3.129.500

7 Obat Antituberkulosis Kategori 2 Paket GAB 2020 17 23.544.711

8 Zinc Tablet 20 mg Tablet GAB 2020 22.500 11.790.000


9 Efavirenz 600 mg Tablet GAB 2021 870 5.768.100

10 Tenofovir 300 mg Tablet GAB 2021 120 1.010.880

11 Tenofovir + Emtricitabine Tablet GAB 2021 2.400 5.703.440

12 Dolutegravir 50 mg Tablet GAB 2021 240 425.344

13 Isoniazid (INH) Tablet 300 mg Tablet GAB 2021 7.800 1.170.000

14 Lamivudine 150 mg Tablet GAB 2021 20.100 31.356.000

15 Tablet Tambah Darah Tablet GAB 2021 66.200 14.961.200

16 Tenofovir + Emtricitabine Tablet GAB 2021 900 4.167.000

17 Obat Antituberkulosis Kombipak Kategori 1 Paket GAB 2021 28 8.876.504

18 Dolutegravir 50 mg Tablet GAB 2022 60 81.032

19 Kalsium Glukonat Injeksi Ampul GAB 2022 528 5.465.328

20 Efavirenz 600 mg Tablet GAB 2022 8.400 55.692.000

21 Benzatin Benzil Penisilin Inj Vial GAB 2022 7 101.500

22 Isoniazid (INH) Tablet 100 mg Tablet GAB 2022 1.000 231.000

23 Tenofovir + Emtricitabine Tablet GAB 2022 180 427.446

24 Vaccine Measles Rubella (MR) 10 Dosis Vial GAB 2022 29 -

214.107.396

Atas 24 jenis obat yang kadaluarsa pada table di atas diperoleh informasi bahwa:

a. 20 di antaranya merupakan obat program yaitu Obat Program TB dan HIV/AIDS (pengadaan oleh Kemenkes) dan KIA (pengadaan oleh

Dinkes Provinsi), dimana perencanaan kebutuhannya terpisah dari dokumen Rencana Kebutuhan Obat (RKO) obat lainnya. Usulan kebutuhan

atas obat program dilakukan oleh pengelola program Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi ditujukan ke pengelola program Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur berdasarkan data jumlah sasaran di Kabupaten.

b. 4 obat lainnya merupakan obat yang pengadaannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi dengan sumber dana DAK Fisik.

Adanya obat kadaluarsa tersebut disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Pendistribusian obat program dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi mendekati masa kadaluwarsa;

b. Distribusi obat program dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi melebihi kebutuhan yang diusulkan;

c. Penurunan kedatangan pasien disebabkan kondisi pandemic dimana pasien lebih enggan datang ke puskesmas karena takut dinyatakan

covid-19

Akibatnya terdapat inefisiensi obat senilai Rp214.107.396,00

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar:

a. menginstruksikan pengelola program pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk:

1) melakukan koordinasi dengan pengelola program pada Dinas Kesehatan Provinsi pada saat mengusulkan rencana kebutuhan dan

apabila terdapat obat program yang mendekati masa kadaluarsa untuk dapat dilakukan realokasi ke wilayah yang membutuhkan;

2) melakukan perhitungan kebutuhan baik obat maupun BMHP untuk mempertimbangkan kondisi yang ada di lapangan.

b. mengintruksikan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk:

1) Membuat SOP terkait dengan pelaksanaan realokasi obat dan BMHP pada puskesmas yang kelebihan ke puskesmas yang

kekurangan Obat dan BMHP

2) Melakukan monitoring dan evaluasi ketersediaan stock obat dan BMHP yang ada di puskesmas secara rutin/berkala

Tanggapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi:


Atas permasalahan dan rekomendasi yang disampaikan Pengelola Program dan Bagian Farmasi (Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan

Kabupaten Ngawi sepakat akan menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi tersebut.

B. HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Perencanaan Kebutuhan Obat dan BMHP Belum Memperhitungkan Kondisi Riil di Lapangan

Berdasarkan hasil sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, perhitungan kebutuhan obat dan BMHP dilakukan melalui aplikasi e-monev

dimana formulasi pehitungannya sudah ditetapkan didalamnya. Data yang digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan pada aplikasi e-monev

adalah sebagai berikut:

a) Sisa Stock per 31 Desember (n-2) Nilai riil

b) Prediksi pengadaan tahun (n-1) Nilai prediksi

c) Pemakaian rata-rata per bulan selama tahun (n-2) Nilai riil

d) Prediksi sisa stock 31 Desember (n-1) (a) + (b) - (12 x Nilai prediksi
(c))

e) Jumlah kebutuhan tahun n (c) x 18

f) Rencana kebutuhan tahun n (e) x (d)

g) Rencana pengadaan tahun n Pembulatan dari nilai rencana kebutuhan untuk obat dengan
mempertimbangkan obat yang fastmoving (tidak ada
perhitungan pasti untuk tiap jenis obat dan BMHP)

h) Rencana pengadaan tahun (n-1)

i) Realisasi pengadaan tahun (n-2) Nilai riil

Nilai rencana pengadaan (poin g) kompilasi seluruh puskesmas akan digunakan sebagai dasar perhitungan untuk rencana kebutuhan. Berdasarkan

hasil konfirmasi, perhitungan nilai rencana pengadaan tidak memiliki perhitungan yang jelas hanya menggunakan nilai perkiraan dari pengelola obat

di puskesmas dengan dilakukan pembulatan dari nilai kebutuhan.

Akibatnya atas perhitungan kebutuhan puskesmas yang menjadi dasar perencanaan pengadaan obat dan BMHP di Dinas Kesehatan Kabupaten

Ngawi menjadi kurang memadai yang akan berpotensi pada kelebihan/kekurangan obat di tahun berjalan.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Kepala Sub Bagian

Farmasi untuk memberikan pelatihan tata cara perhitungan rencana kebutuhan yang sesuai dengan ketentuan kepada pengelola obat dan BMHP di

Puskesmas.

2. Pelaporan Sisa Persediaan Obat pada Kabupaten Ngawi tidak mencakup Sisa Persediaan Obat di Puskesmas

Berdasarkan hasil analisis dokumen laporan sisa persediaan sampai dengan triwulan IV tahun 2022, Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi tidak

melakukan pencatatan sisa persediaan secara keseluruhan baik di Instalasi Farmasi maupun di Puskesmas. Pencatatan sisa persediaan hanya

dilakukan untuk obat dan BMHP yang ada di Instalasi Farmasi. Sedangkan sisa persediaan obat dan BMHP di puskesmas hanya dilaporkan secara

akumulasi nilai rupiah, tidak memperhitungkan berapa jumlah obat dan BMHP nya.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi agar menginstruksikan Bagian Farmasi

(Pengelola Obat dan BMHP) Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk menghitung dan melaporkan sisa persediaan obat secara menyeluruh baik di

instalasi farmasi maupun di puskesmas (termasuk di depo/instalasi)

3. Pencatatan Penerimaan dan Pemakaian Obat dan BMHP pada Kartu Stok di Puskesmas tidak dilakukan secara riiltime

Berdasarkan sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, terdapat kondisi pencatatan penerimaan dan pemakaian Obat dan BMHP pada kartu

stok di Puskesmas Paron tidak dilakukan secara riiltime. Hal ini akan berpotensi pada perbedaan antara jumlah obat secara pencatatan dan fisiknya.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi melalui Bagian Farmasi agar menegur Bagian

Farmasi pada Puskesmas Paron untuk lebih tertib dalam melakukan pencatatan penerimaan dan pemakaian obat dan BMHP.
4. Kurangnya Koordinasi dalam Pengelolaan Obat Program di Puskesmas oleh Bagian Program dan Bagian Farmasi

Berdasarkan sampling pada 3 puskesmas di Kabupaten Ngawi, seluruhnya tidak ada koordinasi antara bagian program dan bagian farmasi dalam

pengelolaan obat program mulai dari usulan kebutuhan sampai dengan pemanfaatannya. Usulan obat program ditujukan langsung kepada pengelola

program di Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi tanpa melalui usulan permintaan di bagian farmasi (dengan dokumen LPLPO), namun untuk

penerimaan atas obat program tersebut menggunakan mekanisme pada umumnya yaitu penerimaan dan pencatatan oleh bagian farmasi. Hal ini

akan menjadi anomaly tidak adanya permintaan pada dokumen LPLPO, namun langsung ada penerimaan atas obat program tersebut.

Atas permasalahan tersebut kami rekomendasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabipaten Ngawi agar mengintruksikan Bagian Program dan

Bagian Farmasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk dapat berkoordinasi dalam melakukan pengelolaan Obat Program hingga tingkat

puskesmas.

PIHAK KESATU PIHAK KEDUA


c. dr. Yudono, M.M.Kes d. Warseno

NIP 19650828 199910 1 001 NIP 19700124 199703 1 001

e. Hesti Rahayu P

d. Rina Diyah Hapsari S. Farm, Apt NIP 19910317 201402 2 001

NIP 19860212 201001 2 038

f. Uka Pipip Sukwan Setiyana

NIP 19760229 201001 1 006

Anda mungkin juga menyukai