Anda di halaman 1dari 15

HUKUM KODAM IV/DIPONEGORO

SEKSI BANTUAN HUKUM


Jl. Perintis Kemerdekaan Watugong, Semarang No Tlp. (024) 7473696

EKSEPSI
ATAS SURAT DAKWAAN JAKSAAN PENUNTUT UMUM
NOMOR REG. PERKARA : PDM- 01/MGL/EP.2/01/2017
TANGGAL 16 JANUARI 2017
DALAM PERKARA PIDANA NOMOR : 8 /PID.B/2017/PN. MGG

DIDAKWA
Kesatu : Melanggar Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP
Dan
Kedua : Melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP.

MAGELANG, 1 FEBRUARI 2017


2

HUKUM KODAM IV/DIPONEGORO


SEKSI BANTUAN HUKUM
Jl. Perintis Kemerdekaan Watugong, Semarang No Tlp. (024) 7473696

A. PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Terhormat,


Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormat,
Sidang yang kami muliakan

Terlebih dahulu perkenankan kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa


berdasarkan Surat Perintah Kakumdam IV/Diponegoro Nomor : Sprin/13
/I/2017 tanggal 20 Januari 2017 dan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Januari
2017 bertindak untuk dan atas nama terdakwa Nunuk Setiawati als Giam Giok
Ing memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan kesempatan kepada kita untuk dipertemukan dalam sidang yang
sangat mulia ini. Selanjutnya kami sampaikan ucapan terimaksih terima kasih
kepada yang mulia Majelis Hakim yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menggunakan waktu, guna mempelajari surat dakwaan dari
Jaksa Penuntut Umum dan kesempatan tersebut kami manfaatkan untuk
mengajukan eksepsi atas nama Nunuk Setiawati terhadap surat dakwaan
saudara Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara : PDM-
01/Mgl/Ep.2/01/2017 tanggal 16 Januari 2017. Ucapan yang sama juga kami
sampaikan kepada Sdr. Jaksa Penuntut Umum.
Pengajuan eksepsi ini bukan bermaksud secara apriori menyanggah
materi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, tetapi ada hal yang sangat
fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Jaksa Penuntut
Umum demi tegaknya hukum, kebenaran dan memperoleh keadilan bagi diri
terdakwa. Eksepsi ini disampaikan tidak mengurangi rasa hormat kami kepada
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan tugas, pokok dan
fungsinya, tetapi eksepsi ini diajukan dengan pertimbangan hak terdakwa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Eksepsi ini tiada lain
bermaksud memberikan hak sekaligus kewajiban kepada Tedakwa untuk
mengajukan eksepsi apabila memang dalam surat dakwaan terdapat
kekurangan-kekurangan kekeliruan yang bersifat yuridis.
Jaksa Penuntut Umum mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP, bahwa setiap perbuatan kejahatan
yang dilakukan oleh siapapun tidak boleh dibiarkan dan haruslah dilakukan
penyidikan serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh ditawar-tawar, dalam arti
siapapun yang bersalah harus dituntut dan dihukum setimpal dengan
perbuatannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Menghukum orang
yang bersalah merupakan tuntutan dari hukum, keadilan dan kebenaran itu
sendiri. Sebab jika tidak dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan
sendi-sendi dalam penegakan supremasi hukum. Disisi lain, tidak seorangpun
boleh memperkosa kaedah-kaedah hukum, keadilan dan kebenaran untuk
maksud-maksud tertentu dan dengan tujuan tertentu. Begitu pula dalam perkara
3

ini, kita semua sepakat untuk menegakkan sendi-sendi hukum dalam upaya kita
mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam kaedah-kaedah hukum
di dalam KUHAP.

Sebagaimana tertuang pada Pasal 156 ayat (1) memberikan kesempatan


kepada Terdakwa atau Penasehat Hukumnya untuk mengajukan keberatan
yang meliputi : Eksepsi Pengadilan Tidak Berwenang Mengadili Perkara,
Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima, Eksepsi surat dakwaan harus dibatalkan.
Selanjutnya selain apa yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) dalam praktek atau
dalam peraturan perundang-undangn terdapat pula keberatan lain yang dapat
diajukan Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, meliputi : Eksepsi kewenangan
menuntut gugur

B. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM.

Majelis Hakim Yang Terhormat,


Sdr Jaksa Penuntut Umum yang kami hormat,
Sidang yang kami muliakan

Sebelum kami menanggapi surat dakwaan dari Sdr. Jaksa Penuntut


Umum, kami ingin terlebih dahulu memohon perhatian Bapak Ketua Sidang Yth,
tentang beberapa segi perlakuan Hukum Acara Pidana sebagai “The rule of the
games” sebelum sidang dimulai.

I. TENTANG LOCUS DELICTI SEBAGAIMANA DINYATAKAN OLEH


PASAL 84 KUHAP.

Proses persidangan perkara, merupakan suatu rangkaian proses


dari mulai laporan adanya dugaan suatu tindak pidana yang kemudian
berlanjut dengan penyelidikan dan penyidikan dari Kepolisian untuk
kemudian diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum guna melakukan
penuntutan, dengan menyerahkan kepada pengadilan untuk diperiksa
dan diputuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dari
rangkaian proses ini, tidak satupun yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan
suatu rangkaian proses yang saling terkait guna melahirkan penegakan
hukum yang bermartabat. Namun demikian setelah memperhatikan apa
yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Kepolisian,
maka kami merasa perlu untuk menyampaikan adanya kejanggalan.

Bahwa berdasarkan teori-teori dan yurisprudensi-yurisprudensi


yang dihubungkan dengan pasal 84 KUHAP, maka locus delicti atau
tempat terjadinya tindak pidana dalam perkara terdakwa tersebut adalah
di wilayah hukum Pengadilan Negeri Magelang, dengan pertimbangan
hukum terdakwa, dan saksi-saksi berdomisili di Kota Magelang, kecuali
objek sengketa tentang hak kepemilikan tanah berada di Kab. Mungkit
Magelang. Dengan pertimbangan tersebut, seyogyanya proses
penyidikan atas tersangka Nunuk Setiawati als Giam Giok Ing juga di
Polres Magelang, akan tetapi sebagaimana terurai dalam Berita Acara
Pemeriksaan Penyidik Polda Jawa Tengah di Semarang yang digunakan
sebagai dasar surat dakwaan dalam perkara ini, nyata-nyata proses
4

penyidikan dilakukan oleh Polda Jawa Tengah di Semarang, sehingga


Terdakwa merasa mendapat perlakuan yang tidak adil dan merasa
tertekan secara physikis, apalagi pelapor/Swanly Hartono yang notabe
adalah istri seorang Kapolda Papua yang dapat menitipkan pesan-pesan
yang menyudutkan dan mengkriminalisasi Terdakwa. Sehingga
penyidikan yang dilakukan oleh Polda Jateng di Semarang tidak sah dan
bertentangan dengan Pasal 84 KUHAP dan Pasal 19 huruf b Peraturan
Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 yang menyatakan tingkat Polres
menangani perkara mudah, dan sedang, tetapi perkara ini ditangani oleh
Polda Jateng, padahal perkara ini adalah perkara mudah atau setidak-
tidaknya sedang, jadi jelas sejak awal perkara ini sudah cacat hukum.

Bahwa karena tata cara pemeriksaan yang dilakukan kepolisian


terhadap Terdakwa bertentangan dengan Pasal 84 KUHAP dan Pasal 19
huruf b Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012, maka BAP oleh Polda
Jateng terhadap Terdakwa adalah cacat hukum. Demikian pula karena
surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dibuat berdasarkan BAP yang
cacat hukum, maka surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg :
PDM- 01/Mgl/Ep.2/01/2017 tanggal 16 Januari 2017 juga cacat hukum,
berakibat surat dakwaan tidak dapat diterima.

II. KEWENANGAN PENUNTUT UMUM UNTUK MENUNTUT HAPUS,


KARENA PENGADUAN DALUARSA

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan mengada-
ada, hal ini terlihat dan terbukti dalam menerapkan pasal 378 KUHP dan
pasal 372 KUHP, yang sesungguhnya saudara Jaksa Penuntut Umum
sebagai aparat penegak hukum yang menjunjung tinggi keadilan tentu
paham betul tentang hukum.

Bahwa dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum mengajukan Terdakwa


dengan dakwaan Kesatu melanggar Pasal 378 KUHP atau Pasal 372
KUHP. Dari uraian surat dakwaan tersebut, dapat dikatakan antara
Terdakwa dengan pelapor dan saksi korban atau pihak yang merasa
dirugikan ada hubungan keluarga :

---------Pelapor/Swanly Hartono atau ahli waris pihak yang merasa


dirugikan atas nama almarhum Marjani Setiwati adalah keponakan
Terdakwa.
---------Saksi Joko Singgih Sugiharto als Giam Sien Hwie atau pihak yang
merasa dirugikan adalah kakak Terdakwa.
---------Saksi Sinung als Giam Tjien Liong dan Elsiana als Tjong Ay Siang
atau pihak yang merasa dirugikan adalah keponakan Terdakwa.

Dengan adanya hubungan keluarga antara Terdakwa dengan pelapor


dan para saksi, maka tindak pidana penipuan atau penggelapan yang
dilakukan Terdakwa bukan delik biasa, tetapi menjadi delik aduan (Klacht
Delict), yaitu delik yang terjadi dilingkungan keluarga, sebagaimana
diatur Pasal 378 KUHP, Pasal 394 KUHP, dan Pasal 367 KUHP (untuk
5

penipuan dalam keluarga) dan Pasal 372 KUHP, Pasal 376 KUHP, dan
Pasal 367 KUHP (untuk penggelapan dalam keluarga). Seharusnya
Jaksa Penuntut Umum menerapkan pasal 394 KUHP jo pasal 367 KUHP
dan pasal 376 KUHP jo pasal 367 KUHP (penipuan dalam keluarga dan
penggelapan dalam keluarga).

Dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 378 KUHP, Pasal 394


KUHP, Pasal 372 KUHP, Pasal 376 KUHP dan Pasal 367 KUHP, maka
untuk tindak pidana penipuan dan penggelapan dalam lingkup keluarga,
pemeriksaan di kepolisian hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan
dari pihak yang dirugikan.

Untuk jangka waktu mengajukan pengaduan telah ditentukan dalam


Pasal 74 ayat (1) KUHP :

“ Pengaduan hanya boleh dimasukkan dalam tempo enam bulan


sesudah orang yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang
dilakukan itu, kalau ia berdiam di Negara Indonesia, dalam tempo
sembilan bulan sesudah ia mengetahui itu, kalau ia berdiam diluar
Negara Indonesia “.

Bahwa adanya perkara ini diawali dari laporan Pelapor/Swanly Hartono


kepada kepolisian pada tanggal 26 Mei 2015, dengan Terlapor Nunuk
Setiawati als Giam Giok Ing dan Lilies Sugiarti atau anak Terdakwa,
dengan laporan dugaan melakukan penipuan atau penggelapan atas 3
(tiga) bidang tanah SHM No.1723, SHM No.1984 dan SHM No.196
semuanya terletak di Kabupaten Magelang, dengan Terlapor, Terdakwa
dan Lilies Sugiarti, yang peristiwanya terjadi pada tahun 2005. Dengan
memperhitungkan jarak waktu laporan tanggal 26 Mei 2015, dengan
waktu terjadinya tindak pidana pada tahun 2005, maka berdasarkan
ketentuan Pasal 72 KUHP jo pasal 74 ayat 1 KUHP, laporan yang
dilakukan Pelapor/Swanly Hartono kepada kepolisian sudah daluarsa,
karena sudah lebih dari waktu 6 bulan. Oleh karena perkara ini sudah
daluarsa berdasarkan pasal 72 KUHP jo pasal 74 KUHP, sehingga jelas
Tidak adanya pengaduan (daluarsa) dari orang yang berwenang
mengadu menurut undang-undang mengenai terjadi suatu delik aduan
seperti yang antara lain telah diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas,
Tidak sahnya pengaduan (daluarsa) yang telah dipakai sebagai dasar
oleh penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap terdakwa,
karena bertentangan dengan ketentuan-ketentuan seperti yang diatur
dalam pasal-pasal: 72, 73 dan 74 KUHP , maka hapuslah kewenangan
Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di Pengadilan Negeri
Magelang.

III.  PERKARA TERDAKWA ADALAH MURNI PERKARA PERDATA

Bahwa dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa adalah


sangat diada-ada, dan tidak berdasarkan kejernihan pikiran dan keadilan.
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya tidak
6

cermat, kabur dan mengada-ada yang ujung-ujungnya memaksakan


kehendak untuk mengkriminalisasi Terdakwa.
Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terhadap perkara
yang bukan kewenangan pengadilan untuk mengadili dapat diajukan
sebagai bentuk keberatan/perlawanan (verweer). Dalam perkara a quo
surat dakwaan terhadap Terdakwa tidak memperhatikan tentang
kewenangan relatif dari pengadilan. Terhadap apa yang telah dilakukan
Terdakwa adalah murni merupakan ranah hukum perdata, karena
menyangkut hak kepemilikan tanah SHM No.1723, SHM No.1984 dan
SHM No.196 atas nama saksi Lilies Sugiarti yang dipermasalahkan
Pelapor Swanly Hartono atau saudara sepupu Lilis Sugiarti. Hak
Kepemilikan atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU Nomor 5
Tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria dan Pasal 19  Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan “setiap perjanjian yang
dimaksud memindahkan hak atas tanah, haruslah dibuktikan dengan
akta” ;

Demikian juga dalam KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa


kepemilikan tanah atau suatu benda tak bergerak haruslah dibuktikan
dengan surat sertifikat atau akta. Dan sebaliknya apabila ada pihak-pihak
yang menyatakan sebagai pemilik hak atas tanah, sesuai Pasal 163 HIR
dan Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata dalam hal membuktikan
adanya hak atas tanah adalah dengan memperlihatkan sertifikat (actorie
incumbit probation).

Bahwa perkara ini muncul berawal dari adanya laporan Swanly


Hartono atau ahli waris almarhum Marjani Setiwati yang mempersoalkan
kepemilikan 3 (tiga) bidang tanah, yaitu SHM No.1723 dan SHM No.1984
atas nama Suko Handoyo menjadi atas nama Lilies Sugiarti anak
Terdakwa dan SHM No.196 atas nama Kris Budiyono Sudirman menjadi
atas nama Lilies Sugiarti.

Sesungguhnya perkara ini adalah perkara Perdata murni, apakah


ada hak Swanly Hartono atas kepemilikan atas 3 (tiga) bidang tanah
tersebut, oleh Swanly Hartono sudah diajukan gugatan rekonpensi,
sebagaimana terdaftar di dalam perkara perdata Nomor :
19/Pdt.G/2016/PN.Mgg di Pengadilan Negeri Magelang, dengan tuntutan
hak kepemilikan 3 (tiga) bidang tanah SHM No.1723, SHM No.1984 dan
SHM 196, yang sidangnya sedah berjalan dan sekarang dalam agenda
pemeriksaan saksi dari pihak Swanly Hartono.

Bila tanah sudah bersertipikat (atas nama Lilies Sugiarti) dan


kemudian tidak diakui kepemilikannnya, timbul perkara, maka sengketa
kepemilikan menjadi ruang lingkup perkara perdata yang tidak dapat
diselesaikan secara pidana. Dengan demikian persoalan antara Swanly
Hartono dengan Terdakwa sebenarnya adalah sengketa perdata yang
harus dibuktikan lebih dahulu melalui gugat perdata tentang kepemilikan
tanah. Oleh karena itu berdasarkan Putusan Yurisprudensi Mahkamah
7

Agung No. 628 K/Pid/1984, yang kaidah hukumnya menyatakan


Mahkamah Agug memerintahkan Pengadilan Tinggi Bandung untuk
menunggu adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
yang memutuskan mengenai status kepemilikan tanah. Disamping itu
menurut apa yang tertuang dalam BAP penyidik Polda Jateng di
Semarang cukup banyak “ kata kongsi” muncul kepermukaan, sehigga
jelas-jelas perkara ini murni perdata.

Apapun bentuk perselisihan kepemilikan tanah haruslah diselesaikan


dalam hukum perdata, oleh karena itu dakwaan Jaksa Penuntut Umum
dalam perkara ini haruslah tidak diterima.

IV. SURAT DAKWAAN TIDAK MEMENUHI SYARAT MATERIIL

Memperhatikan bunyi pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua)


unsur yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu :

Syarat Formil (Pasal  143 ayat (2) huruf a.


Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat tanggal,
ditandatagani oleh Penuntut Umum serta memuat nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan Terdakwa.

Syarat MateriIl (Pasal 143 ayat (2) huruf b.


Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Selanjutnya Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas


memyebutkan bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat materil ; surat
dakwaan menjadi batal demi hukum atau “ null and void” yang berarti
sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat
dakwaan itu.

Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas dan
lengkap” dari Pedoman pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh
Kejaksaan Agung RI halaman 12, menyebutkan :

Yang dimaksudkan dengan cermat adalah ;

Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang


didasarkan kepada undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan
dan atau kekeliruan yang dapat mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak
dapat dibuktikan, antara lain misalnya :

-       Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;


-      Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat ;
-       Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan
tindak pidana tersebut ;
8

-       Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;


-       Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem ;

Yang dimaksud dengan jelas adalah :


Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari
delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian
perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam surat
dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali
mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik
yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian
dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya
(seperti misalnya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan
unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur atau tidak jelas
(obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan.

Yang dimaksud dengan lengkap adalah :


Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang
ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi
adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak
diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam  dakwaan, sehingga
berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut
undang-undang.

1. JAKSA PENUNTUT UMUM TIDAK CERMAT DALAM


MENERAPKAN KETENTUAN PIDANA

Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg : PDM-


01/Mgl/Ep.2/01/2017 tanggal 16 Januari 2017, pada dakwaan
Kesatu Terdakwa dijerat dengan Pasal 378 KUHP atau Pasal 372
KUHP.

Bahwa dalam surat dakwaan tersebut diuraikan antara Terdakwa


dengan pelapor dan saksi korban atau pihak yang merasa
dirugikan ada hubungan keluarga :

---------Pelapor/Swanly Hartono atau ahli waris pihak yang merasa


dirugikan atas nama almarhum Marjani Setiwati adalah
keponakan Terdakwa.
---------Saksi Joko Singgih Sugiharto als Giam Sien Hwie sebagai
pihak yang merasa dirugikan adalah kakak Terdakwa.
---------Saksi Sinung als Giam Tjien Liong dan Elsiana als Tjong Ay
Siang atau pihak yang merasa dirugikan adalah keponakan
Terdakwa.

Sehingga dalam dakwaan tersebut dapat dipahami pada tahun


2005 telah terjadi suatu peristiwa pidana penipuan atau
penggelapan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga. Oleh
karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa masuk dalam
lingkup keluarga, maka dakwaan Kesatu hanya penerapkan
9

ketentuan pidana Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP adalah
dakwaan yang kabur, tidak cermat. Tindak pidana penipuan
dalam keluarga diatur dalam Pasal 378, Pasal 394 dan Pasal 367
KUHP. Sedang tindak pidana penggelapan dalam keluarga diatur
dalam Pasal 372, Pasal 376. dan Pasal 367 KUHP.

Dengan demikian dalam perkara ini, untuk dakwaan Kesatu


seharusnya Jaksa Penuntut Umum menerapkan ketentuan pidana
Pasal 378 KUHP jo Pasal 394 jo Pasal 367 KUHP (penipuan
dalam keluarga) atau Pasal 372 KUHP jo Pasal 376 jo Pasal 367
KUHP (penggelapan dalam keluarga).

Dengan alasan hukum ini, Penasihat Hukum Terdakwa


menganggap Surat Dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum
kabur, kurang cermat, kurang jelas. Dikaitkan dengan ketentuan
Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP, maka Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum Nomor Reg Perkara : PDM- 01/Mgl/Ep.2/01/2017
tanggal 16 Januari 2017, Batal Demi Hukum. Vide Putusan MARI
No. 808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni 1995, Putusan MARI No.
33K/Mil/1985 tanggal 15 Pebruari 1986 dan Putusan MARI No.
492K/Kr/1986 tanggal 8 Januari 1983

2. SURAT DAKWAAN TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP DALAM


MENGURAIKAN PERBUATAN PIDANA DAN PENYERTAAN
PASAL 55 AYAT 1 KE 1 KUHP.

2.1 Bahwa perkara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum


ini, semula yang dituduhkan kepada Terdakwa oleh
Penyidik adalah pasal 378 dan 372 KUHP (Penipuan dan
Penggelapan), namun setelah beberapa kali berkas ini
bolak-balik antara Penyidik Polri dan Jaksa, tiba-tiba
muncul dakwaan pasal 266 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1
ke 1 KUHP (menyuruh menempatkan keterangan palsu ke
dalam suatu akta otentik secara bersama-sama).

Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg : PDM-


01/Mgl/Ep.2/01/2017 tanggal 16 Januari 2017, pada
dakwaan Kedua Terdakwa dijerat dengan pasal 266 ayat 1
KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dalam dakwaannya
diuraikan “ Bahwa terdakwa Nunuk Setiawati als Giam Giok
Ing anak dari Giam Tee Ing baik bertindak sendiri-sendiri
atau secara bersama-sama dengan Lilies Sugiarti (dalam
berkas terpisah) ……………dstnya “.

Dengan adanya “Unsur Penyertaan” (kata bersama-sama)


yang dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
dakwaan Kedua jika ditelaah lebih lanjut secara factual
terdapat 2 (dua) orang yang menjadi Terdakwa dalam
perkara pidana ini, yakni : (1) Terdakwa sendiri Nunuk
Setiawati als Giam Giok Ing dan (2) Lilies Sugiarti.
10

Kenyataannya dalam perkara ini hanya ada satu berkas


atas nama Terdakwa Nunuk Setiawati als Giam Giok Ing
sebagai Terdakwa, tidak ada berkas terdakwa atas nama
Lilies Sugiarti, yang ada dalam perkara ini Lilies Sugiarti
sebagai saksi. Pencantuman Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,
jelas keliru, karena terdakwanya tunggal atas nama Nunuk
Setiawati als Giam Giok Ing. Tidak jelas atas dasar apa
Jaksa Penuntut Umum mencantumkan unsur penyertaan
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bahwa sebagai konsekuensi yuridis dari penetapan 2 (dua)


Terdakwa tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum dan
dicantumkannya tentang Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,
maka dalam surat dakwaan harus diuraikan perbuatan
materiil dari masing-masing Terdakwa, karena Pasal 55
KUHP terkandung ajaran umum tentang “ turut serta “
sehingga masing-masing Terdakwa menyandang kapasitas
pelaku dan kualitas perbuatan yang berbeda, hal ini
menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana dan soal
pemidanaannya.

Dalam surat dakwaan diuraikan Terdakwa memasukkan


keterangan palsu kedalam suatu akta. Dengan uraian
kalimat seperti ini maka Terdakwa sama dengan orang “
yang melakukan”, hal ini tidak mungkin karena Terdakwa
bukan Pejabat PPAT, dakwaan kabur. Selanjutnya jika
Terdakwa adalah orang “ yang melakukan”, siapa orang
“yang menyuruh melakukan”. Tidak dapat dijelaskan dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum !!

Dakwaan juga tidak dapat menjelaskan kapasitas pelaku


Lilies Sugiarti dan kualitas perbuatan Lilies Sugiarti,
padahal Lilies Sugiarti statusnya saksi. Apakah Lilies
Sugiarti sebagai saksi adalah orang “yang melakukan”
(pleger), orang “yang menyuruh lakukan” (doen pleger),
orang “yang turut melakukan” (medepleger) atau sebagai
orang yang membujuk (uitlokker). Jadi sangat jelas ini
dakwaan yang kabur.

2.2. Bahwa ketika pertama kali Penyidik Polda Jateng


melakukan pemeriksaan kepada Terdakwa dan ditanyakan
oleh Terdakwa kepada Penyidk mengenai dasar laporan
Pelapor (legal standing Pelapor/Sdri. Swanly Hartono),
Penyidik tidak bisa memperlihatkan legal standing Pelapor,
setelah beberapa lama kemudian Penyidik bisa
memperlihatkannya yang tentunya sudah ada rekayasa
dengan Pelapor (maklum isteri dari Brigjen Polisi). Legal
standing ini berupa surat kuasa utuk Pelapor dari ayah,
kakak, dan adik-adiknya Pelapor, namun tragisnya surat
kuasa itu tampaknya dibuat mundur dari waktu yang
11

seharusnya, namun demikian perbuatan licik dan jahat itu


tidak bisa sempurna yaitu bahwa tiga orang adik-adiknya
sudah lama tinggal di Singapura dan Australia, sehingga
surat kuasa itut idak sah dan cacat hukum karena harus
dibuat dan diketahui oleh Kedutaan Besar Indonesia di
Singapura dan Australia.

Bahwa menunjuk pada laporan Polisi No.


Lp/225/V/2015/Jateng/Reskrimum, tgl 25 Mei 2015 atas
nama pelapor Swanly Hartono, dalam hal ini pelapor
melaporkan Nunuk Setiawati dan Lilies Sugiarti yg diduga
melakukan penipuan dan penggelapan, pelapor tidak
melaporkan adanya memasukkan keterangan palsu dalam
akta otentik, termasuk belum pernah Terdakwa diperiksa
oleh Penyidik baik sebagai Tersangka maupun Saksi
sebagaimana dakwaan Jaksa Penunutut Umum dengan
memasukkan dalam Dakwaannya pasal 266 ayat 1 KUHP
jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa dengan memasukkan pasal 266 ayat 1 KUHP jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan Jaksa
Penuntut Umum membuktikan bahwa Jaksa Penuntut
Umum dalam menyusun dakwaannya tidak cermat, tidak
jelas, tidak lengkap dan kabur terbukti Jaksa Penuntut
Umum tidak menyebutkan siapa yang membuatnya, siapa
yang turut serta membuatnya dalam hal ini seperti Notaris,
Pegawai Notaris, Penjual atau yang lainnya dan mengapa
mereka tidak dijadikan Tersangka (ada permainan apa
ini ?). Hal mana dipertegas oleh ahli yg bernama Prof. Dr.
Edward Omar Syarif Hiariej, S.H, M.Hum, Guru Besar
Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gajah
Mada yang diajukan oleh Penyidik sebagai ahli dalam
perkara ini, yang dalam keterangannya sebagai ahli ( lihat
BAP yang bersangkutan halaman 7, penjelasan/jawaban
No.9 ) menyatakan bahwa : “ Sebagaimana jawaban ahli di
atas, bahwa subjek hokum yang dapat
dipetanggungjawabkan dalam kasus a quo adalah Nunuk
Setiawati alias Giam Giok Ing dan dr. Lilies Sugiarti alias
Liem Siok Lie, dengan dugaan perbuatan pidana penipuan
dan penggelapan, serta pemalsuan dalam akta otentik
sebagaimana dimaksud pasal 378 jo pasal 372 KUHP jo
pasal 266 ayat (1) KUHP, sedangkan untuk dr Lilies Sugiarti
alias Liem Siok Lie tersebut cukup memenuhi unsur delik
penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372
KUHP”.

Dengan demikian jelas sekali bahwa ahli yang didatangkan


oleh Penyidik dan sekaliber Guru Besar Hukum Pidana saja
tidak mempunyai pemikiran sedikitpun bahwa kasus ini
merupakan tindak pidana secara bersama-sama, artinya
12

disini Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun dakwaannya


tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap dan kabur.

Bahwa demikian pula pendapat ahli dari Universitas 17


Agustus 1945 Semarang yang diajukan oleh Penyidik yaitu
dalam memberikan keterangannya sebagai ahli kepada
Penyidik didalam BAP nya tidak ada satu kata ataupun
kalimat yang menerangkan bahwasanya Terdakwa masuk
delik atau tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum yaitu pasal 266 ayat (1) KUHP jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sehingga jelas disini Jaksa
Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaannya tidak
profesinal, tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap dan
kabur.

Dari analisa hukum di atas membuktikan dakwaan Jaksa


Penuntut Umum yang mencantumkan pasal 55 ayat (1) ke-
1 KUHP, merupakan dakwaan yang kabur (obscuur libel)
dan tidak memenuhi kriteria Pasal 143 ayat (2) huruf b dan
dakwaan yang demikian adalah “batal demi hukum”

C.      KESIMPULAN.

Bahwa kami sangat mengharapkan agar Majelis Hakim benar-benar


mempertimbangkan alasan hukum yang dikemukan dalam eksepsi ini
berdasarkan asas yang sesuai dengan hukum acara  (due process) dan sesuai
dengan hukum (due to the law) sehingga dapat membenarkan dan
mengabulkan kesimpulan yang kami kemukankan dibawah ini :

1.   Bahwa perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum adalah


sengketa perdata yang harus dibuktikan lebih dahulu mengenai hak
kepemilikan tanah melalui gugat perdata.
2.   Bahwa kewenangan Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut Terdakwa
telah hapus karena pengaduan sudah daluarsa.
3.   Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas, tidak cermat,
tidak lengkap sehingga batal demi hukum.
Sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukan dan telah disimpulkan diatas,
kami Penasehat Hukum Terdakwa memohon kehadapan Majelis hakim yang
Mulia dalam memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan putusan
sela dengan amarnya sebagai berikut :

1.        Menyatakan Eksepsi Terdakwa diterima ;


2.       Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara
: PDM- 01/Mgl/Ep.2/01/2017 tanggal 16 Januari 2017 adalah kabur dan
batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat
diterima;
13

3.      Menyatakan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan atau setidak-


tidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum;
4.      Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya ;
5.      Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara.

Atas perhatian serta terkabulnya eksepsi yang kami ajukan ini kami
ucapkan terimakasih dan apabila ada kekurangan atau kesalahan didalam
eksepsi ini kami mohon maaf, atas keterbatasan selaku manusia .

Demikian, terima kasih.

Magelang, 1 Pebruari 2017


a.n Penasihat Hukum Terdakwa

1. Alex Bhirawa, S.H.


Kapten Chk NRP 11090007760884

2. Henlius Waruwu, S.H.


Kapten Chk NRP 11090011960786

3. Kuncoro, S.H.
PNS III/D NIP 196104161985031008
14

DAFTAR PERTANYAAN

1. Bahwa antara Terdakwa dengan saksi korban atau pihak yang merasa dirugikan
(alm. Marjani Setiwati, Joko Singgih Sugiharto dan Elsiana) ada hubungan
keluarga :

Dalam persidangan terbukti :

- Alm. Marjani Setiwati adalah kakak kandungTerdakwa.


- Joko Singgih Sugiharto adalah kakak kandungTerdakwa.
- Elsiana adalah keponakan Terdakwa.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan pasal 378 KUHP atau
pasal 372 KUHP

Penasehat hukum terdakwa berpendapat :


Dengan adanya hubungan keluarga antara Terdakwa dengan saksi korban,
maka tindak pidana penipuan atau penggelapan yang dilakukan Terdakwa
bukan delik biasa, tetapi menjadi delik aduan (Klacht Delict), yaitu delik yang
terjadi dilingkungan keluarga, sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP jo Pasal 394
KUHP jo Pasal 367 KUHP (untuk penipuan dalam keluarga) dan Pasal 372
KUHP jo Pasal 376 KUHP jo Pasal 367 KUHP (untuk penggelapan dalam
keluarga).

Pertanyaanya

Jika dalam kasus ini terbukti antara Terdakwa dengan saksi korban ada
hubungan keluarga.
Apakah tindak pidana yang didakwakan JPU seharusnya masuk dalam
klasifikasi tindak pidana dalam keluarga, yaitu penipuan dalam keluarga atau
penggelapan dalam keluarga.

2. Dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 378 KUHP, Pasal 394 KUHP


(penipuan dalam keluarga) dan Pasal 372 KUHP, Pasal 376 KUHP
(penggelapan dalam keluarga).
Apakah pemeriksaan di kepolisian, mensyaratkan adanya pengaduan dari pihak
yang dirugikan ?

3. Apa perbedaan laporan dengan pengaduan ?

4. Jika perjalanan perkara ini diawali karena adanya laporan dari Swanly Hartono
(anak Alm. Marjani Setiwati), bukan karena adanya pengaduan.
Apa akibat hukumnya terhadap BAP penyidik dan surat dakwaan JPU ?

5. Siapa yang berhak mengadu ke kepolisian, jika ada tindak pidana penipuan
dalam keluarga atau penggelapan dalam keluarga?

6. Untuk mengadu ke kepolisian, apakah dapat diwakilkan/dikuasakan kepada


orang lain ?
15

7. Jika dalam penipuan dalam keluarga atau penggelapan dalam keluarga, pihak
yang menjadi korban ada 3 (tiga) orang.
Apakah untuk mengadu ke kepolisian, masing-masing harus mengadukan untuk
dirinya sendiri atau cukup yang mengadu 1 (satu) orang saja, sekaligus
mewakili kepentingan 2 (dua) orang lainnya.

8. Apakah untuk jangka waktu mengajukan pengaduan berlaku ketentuan dalam


Pasal 74 ayat (1) KUHP :

“ Pengaduan hanya boleh dimasukkan dalam tempo enam bulan sesudah orang
yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, kalau ia
berdiam di Negara Indonesia, dalam tempo sembilan bulan sesudah ia
mengetahui itu, kalau ia berdiam diluar Negara Indonesia “.

9. Dakwaan di jontokan Pasal 55 ayat 1ke-1 KUHP maknanya bagaimana

Anda mungkin juga menyukai