Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Jarak Kelahiran

Jarak kelahiran merupakan interval antara dua kelahiran yang berurutan dari seorang wanita.

Jarak kelahiran yang cenderung singkat dapat menimbulkan beberapa efek negatif baik pada kesehatan

wanita tersebut maupun kesehatan bayi yang dikandungnya.Setelah melahirkan, wanita memerlukan

waktu yang cukup untuk memulihkan dan mempersiapkan diri untuk kehamilan serta persalinan

selanjutnya (Sawitri dkk,dalam Rifdiani, 2017).

2.1.1 Jarak Kelahiran Ideal

Indonesia memiliki median jarak antar kelahiran selama 60,2 bulan dan hal ini dikatakan

meningkat dibanding survei demografi pada tahun 2007.Jarak kelahiran yang dikatakan aman adalah 36-

59 bulan. didapatkan data sebesar 75% ibu melahirkan dengan rentang ini. Sedangkan 10% pada rentang

kurang dari 24 bulan (SDKI,2012). Pengaturan jarak kelahiran ini dinilai penting untuk setiap pasangan

agar dapat lebih siap untuk memiliki anak lagi dan menghindari terjadinya keadaan darurat pada ibu dan

bayi (Fajarningtiyas, 2012).

Rutstein (2011, dalam Fajarningtyas 2012) menyebutkan bahwa besarnya resiko kehamilan dan

kelahiran adalah karena jarak kelahiran yang tidak ideal. Dalam hal ini adalah kelahiran yang kurang dari

24 bulan atau lebih dari 59 bulan. Selain itu Woolfson (2004, dalam Triwijayanti & Sari) yang mengatakan

bahwa adanya perubahan perilaku pada anak yang terjadi akibat dekatnya jarak kelahiran antara

kelahiran pertama dan kelahiran selanjutnya. Hal ini disebabkan orang tua menjadi terlalu fokus pada

anak kedua sehingga proses tumbuh kembang pada anak pertama

8
9

sedikit terabaikan. Dampak yang terjadi adalah adanya kemunduran perilaku pada anak

dikarenkan oleh keinginan anak untuk merebut perhatian orang tua dari adiknya.

Terdapat beberapa alasan perlunya jarak kelahiran menurut Ummah (2015),

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Belum pulihnya kondisi rahim ibu setelah kehamilan sebelumnya.

2. Dapat timbulnya beberapa resiko dalam kehamilan, salah satunya adalah anemia.

3. Resiko terjadinya pendarahan pasca persalinan.

4.Waktu yang disediakan ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang karena harus

terbagi.

2.1.2 Dampak Jarak Kelahiran yang Terlalu Dekat

Ruswandiani dan Mainase (2015, dalam Monita, et.al, 2016) mengatakan bahwa jarak kelahiran

yang ideal adalah lebih dari dua tahun, karena tubuh memerlukan kesempatan untuk memperbaiki

persediaan, selain itu pertumbuhan dan perkembangan janin jugaakan terhambat jika organ-organ

reproduksi terganggu. Dari permasalahan tersebut juga akan muncul beberapa resiko, misalnya kematian

janin saat dilahirkan, BBLR, dan Kematian di usia bayi

Selain itu, resiko lain juga dapat terjadi seperti ketuban pecah dini dan prematur karena

kesehatan fisik dan rahim ibu masih memerlukan waktu untuk beristirahat. Dalam waktu atau

jarak kehamilan yang cukup dekat juga memungkingkan ibu untuk masih menyusui, hal
9
tersebut yang menyebabkan terlepasnya hormon oktisosin yang memicu terjadinya kontraksi

(Ummah, 2015).

Resiko yang ditimbulkan oleh jarak kehamilan yang terlalu dekat bukan hanya terjadi pada ibu

saja, hal ini juga bisa terjadi pada anak. Alasannya adalah ketika ibu

8
10

seharusnya masih menyusui dan memberikan perhatian kepada anaknya harus tergantikan dengan

perhatiaanya terhadap kehamilan barunya. Dengan situasi tersebut,bisa saja terjadi pegabaian pada anak

pertamanya baik secara fisik maupun psikis. Hal tersebut menjadi alasan mengapa anak menjadi iri atau

cemburu kepada saudara kandungnya, dibuktikan dengan tidak gembiranya kakak terhadap kehadiran

adiknya atau bahkan menganggapnya musuh (Ummah, 2015).

2.1.3 Tahap Perkembangan dan Penerimaan Saudara Kandung

1. Masa usia bayi dan usia dini

Tumbuh kembang anak dimulai ketika anak terlahir, yaitu dimulai ketika anak berusia 0 hari.

Selanjutnya tumbuh kembang anak berlanjut pada masa usia bayi atau usia 0-12/15 bulan. Pada masa ini

terdiri dari masa neonatal (0-28 hari) dan masa pascaneonatal (29 hari-12/15 bulan). Ketika anak berada

pada masa ini, anak masih sangat bergantung kepada orang tua dan pengasuh, selain itu mereka juga

akan senang terhadap orang-orang yang sudah dikenal. Rasa malu dan cemas terhadap orang yang tidak 10

dikenal juga mulai timbul pada usia ini (Soetjiningsih & Ranuh, 2016).

Santrock (2011) juga menyebutkan bahwa pada usia bayi anak sudah mulai mengalami emosi

yang sederhana, emosi ini merupakan emosi primer seperti perasaan marah, sedih, takut, terkejut, dan

perasaan jijik. Selanjutnya, ketika anak berada pada usia dini (1-2 tahun) mulai timbul emosi yang

disadari,emosi ini meliputi perasaan bingung, empati, cemburu, rasa bersalah,malu,dan bangga. Pada

usia ini, anak juga akan cenderung merasakan kecemasan berpisah dengan pengasuh (ibu). Maka dari

itu, pada usia ini anak masih belum bisa menerima kehadiran saudara kandung atau anggota keluarga

baru. Hal ini dikarenkan anak masih membutuhkan dampingan dari orang tua atau pengasuh. Selain itu,

anak juga baru saja dapat

8
11

merasakan perasaan cemburu yang membuat meningkatnya rasa tidak nyaman jika adanya kehadiran

anggota keluarga baru karena akan terjadinya pengabaian fisik ataupun psikis pada anak atas kehadiran

anggota keluarga baru tersebut (Conde-Agudelo, et.al, 2012). Jika perasaan cemburu terhadap kehadiran

anggota keluarga baru atau yang biasa disebut sibling rivalry terjadi pada usia ini namun tidak diatasi

dengan baik, maka kejadian sibling rivalry tersebut akan berlangsung secara terus-menerus dan berulang

hingga dewasa (Bank & Michael,1999 dalam Chaulagain,et.al, 2016).

2. Masa kanak-kanak awal

Menurut Santrock (2011) mengatakan bahwa masa kanak-kanak awal dimulai ketika anak usia 2-

7 tahun dimana sebagian besar anak-anak pada usiaini akan mengalami konflik yang cukup sering

dengan saudara kandung. Rata-rata terjadi ketika anak berusia 2-4 tahun dan mulai menurun ketika usia

5-7 tahun.Reaksi yang biasa diberikan orang tua adalah sama sekali tidak melakukan apa-apa. Orang tua

akan berfikir bahwa hal ini merupakan peristiwa yang umum dan wajar terjadi pada anak-anak mereka

(Santrock, 2011). Soetjiningsih & Ranuh (2016) menyebutkan bahwa masa yang termasuk dalam usia

prasekolah (3-6) tahun ini merupakan masa dimana anak sudah memulai hidup mandirinya, dimana anak

sudah mulai terbuka dengan orang lain dan mulai tidak bergantung kepada orang tua atau pengasuh.

Namun anak juga akan memulai sifat agresifnya secara verbal dan fisik untuk mengungkapkan

kepemilikan dan keinginannya.

11

3. Masa kanak-kanak mengengah-akhir

Pada masa kanak-kanak menengah-akhir atau biasa disebut sebagai masa usia praremaja ini

anak akan mulai disibukkan dengan perkenalan dan kedekatan mereka terhadap teman sebaya. Teman

sebaya akan menjadi sangat penting dalam maasa ini.

8
12

Waktu kedekatan mereka dengan orang tua dan anggota keluarga akan menjadi semakin berkurang jika

dibandingkan ketika mereka berada pada masa kanak-kanak awal.Hal ini menyebabkan minimnya

interaksi yang terjadi antara anak dan anggota keluarga pada masa ini (Santrock,2011).

4. Masa remaja

Masa remaja merupakan masa dimana terjadinya konflik emosional yang sangat memanas,

dimana anak akan mengancam, menghina,atau bahkan melakukan hal lain yang diperlukan agar

mendapatkan kontrol. Pada masa ini mereka akan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan teman

sebaya jika dibanding ketika mereka menginjak masa kanak-kanak menengah-akhir. Kedekatan mereka

dengan teman sebaya membuat mereka semakin menjauhi peraturan yang dibuat oleh orang tua

mereka.Hal inilah yang membuat tingkat konflik antara orang tua dan remaja semakin meningkat. Selain

itu jika orang tua mulai frustasi dikarenakan perubahan sikap yang terjadi pada anak, mereka akan mulai

membandingkan dan hanya memihak pada salah satu anak saja (Santrock, 2011).

Sikap orang tua yang hanya memihak satu anak saja ini disebut dominasi dan favoritisme. Hal ini

terjadi pada salah satu anak saja yang dianggap sebagai anak yang mudah diatur. Secara tidak langsung,

sikap ini akan menimbulkan dampak negatif pada kedua anak sekaligus. Anak yang menerima sikap

dominasi dan faroritisme akan merasa bahwa dirinya menerima perlindungan dan kasih sayang lebih dari

orang tua, selain itu anak juga akan menunjukkan sikap baik kepada orang tua namun akan menunjukkan

sikap yang sebaliknya kepada saudaranya. Sedangkan dampak negatif anak yang tidak mendapatkan

sikap ini dari orang tuaakan merasa semakin terabaikan. Selain itu anak akan merasa semakin tidak

mendapatkan pengawasan dari orang tua. Sehingga membuat anak melakukan hal negatif baik di dalam12

maupun

8
13

diluar lingkungan rumah, dimana hal negative yang terjadidi dalam rumah akan

menyebabkan terjadinya pertengkaran antar saudara (Hurlock, 2014).

2.1.4 Hubungan Tumbuh Kembang Remaja dengan Jarak Kelahiran

Jarak kelahiran yang terlalu dekat akan menimbulkan terjadinya konflik antar saudara.Hal ini

timbul karena jarak yang dekat menyebabkan perkembangan antara saudara menjadi sama, termasuk

perkembangan emosional. Dalam perkembangan yang sama ini menyebabkan kakak atau adik menjadi

sulit mengalah (Niken, 2016). Konflik yang terjadi diantara saudara ini akan sangat berbahaya jika timbul

diusia remaja. Perkembangan emosional remaja yang masih belum matang akan menimbulkan konflik

yang lebih besar. Hal ini dikarenakan konflik dialami oleh sesama remaja dimana perkembangan

emosional mereka sama-sama belum stabil. Selain it, pertumbuhan fisik yang lebih kuat juga akan

menyebabkan terjadinya dampak konflik yang lebih besar pula (Santrock, 2011).

Teori lain yang juga disebutkan oleh Santrock (2011) bahwa remaja memiliki pertumbuhan otak

(bagian korteks prefrontal) yang lambat,sehingga membuat remaja belum mampu mengendalikan

emosinya dengan baik. Selain itu pertumbuhan otak bagian amigdala yang berfungsi sebagai pusat emosi

atau amarah justru berkembang lebih cepat. Hal inilah yang membuat konflik sangat mudah dialami ketika 13

masa remaja.

Konflik yang dialami remaja dengan saudara kandung adalah konflik yang terjadi sejak kecil.

Konflik yang lebih sering dialami oleh anak pertama atau anak yang lebih besar dikarenakan oleh beban

tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua terutama jika jarak usia anak terlalu kecil

(Woolfson,2004,dalam Triwijayanti & Sari, 2014). Hal ini akan mempengaruhi pembentukan karakter, pola

pikir, dan kepribadian pada anak dimana anak tidak senang dengan kehadiran saudaranya yang

8
14

menjadi beban untuk dirinya. Pola yang seperti inilah yang akan berlangsung hingga anak memasuki usia

remaja dan membuat remaja memiliki konflik dengan saudara secara terus menerus (McHale,et.al, 2012).

2.2 Konsep Sibling Rivalry

2.2.1 Pengertian Sibling Rivalry

Sibling atau yang sering disebut dengan saudara kandung adalah anak-anak dengan orang tua

yang sama, baik saudara laki-laki maupun saudara perempuan. Sedangkan rivalry adalah kompetisi

antara saudara kandung untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka,

sibling rivalry dapat diartikan sebagai rasa kecemburuan, persaingan dan pertengkaran yang terjadi

antara saudara yang menimbulkan kompetisi untuk mendapatkan perhatian dari orang tua. Persaingan di

antara saudara kandung ini terjadi ketika keluarga memiliki lebih dari satu anak. Pada kejadian sibling

rivalry ini anak memiliki kecenderungan sikap yang lebih nakal dikarenakan perasaan cemburu dan

tersaingi atas kehadiran adik barunya (Iswarati & Rahmadewi, 2003,dalam Thiaraciwi, et.al,2015)

Sibling Rivalry cenderung dialami oleh anak pertama yang merasakan hilangnya perhatian orang

tua yang sebelumnya hanya diberikan kepada dirinya (Wong,et.al, 2009). Hal ini banyak terjadi ketika

anak menginjak usia 1-5 tahun dan bisa saja kembali ketika anak usia 8-12 tahun. (Millman & Schaifer,

2007, dalam Maghfroh,2012). Namun, pendapat lain juga mengatakan bahwa anak-anak dapat

mengalami gejala tersebut hingga usia dewasa. Kemungkinan tersebut dapat terjadi antara 20-30% dari 14

30-60% kejadian sibling rivalry di dunia (Bank & Michael,1999, dalam Chaulagain, et.al, 2016).

8
15

2.2.2 Penyebab Sibling Rivalry

Hanum dan Hidayat (2015) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor dominan yang dapat

menyebabkan terjadinya Sibling Rivalry, diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi perbedaan jenis kelamin, perbedaan usia/ jarak kelahiran, urutan kelahiran, dan jumlah saudara

kandung. Sedangkan faktor eksternal adalah jenis pola asuh/sikap orang tua.

1. Faktor Internal

a. Perbedaan jenis kelamin

Hal ini terjadi karena perbedaan reaksi yang timbul antara saudara laki-laki dan perempuan.

Kombinasi antara perempuan dan perempuan akan memiliki lebih banyak rasa kecemburuan jika

dibanding kombinasi laki-laki dengan laki-laki atau laki-laki dengan perempuan. Kakak perempuan akan

lebih banyak bicara dan mengatur kepada adik perempuannya jika dibandingkan kepada adik laki-lakinya.

Sedangkan kakak laki-laki akanlebih banyak bertengkar dengan adik laki-laki daripada adik perempuannya

(Bee & Boy, 2004,dalam Hanum & Hidayat,2015).

b. Perbedaan usia/jarak kelahiran

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat mempengaruhi timbulnya kejadian sibling rivalry karena

jika jarak semakin dekat maka anak akan merasa bahwa saudaranya akan merebut perhatian dan kasih

sayang dari orang tuanya,namun jika perbedaan usia cukup besar maka anak-anak akan lebih siap untuk

berbagi dan saling menyayangi satu sama lainnya (Chomaria, 2013, dalam Nugraheny,et.al, 2014).

Pendapat yang sam diungkapkan oleh Woolfson (2004, dalam Triwijayanti & Sari, 2014) menyebutkan

bahwa jika jarak kelahiran atau perbedaan usia anak jauh, akan terjadi tahap perkembangan yang jauh

sehingga rasa persaingan dan kecemburuan sangat minim terjadi. Kerugiannya adalah jarak yang begitu 15

jauh membuat anak sulit

8
16

menjalin persahabatan. Jika perbedaan usia kecil, mungkin mereka akan menjadi sahabat yang sangat

dekat, namun karena mereka ada pada proses tumbuh kembang yang hampir sama, maka akan timbul

rasa bersaing, membenci dan perasaan tidak nyaman oleh anak pertama karena merasa selalu

diharuskan untuk bertanggung jawab terhadap adikknya.

Jarak kelahiran atau perbedaan usia yang dapat memicu timbulnya sibling rivalry adalah usia 0-5

tahun (Egbert & Jacob,200,dalam Chaulagain, et.al, 2016). Triwijayanti & Sari (2014) juga menyebutkan

bahwa usia dibawah 5 tahun merupakan usia yang paling banyak terjadi rekasi terhadap sibling atau

saudara. Hal ini dikarenakan kepribadian anak akan terbentuk ketika 5 tahun pertama. Pada usia 2-4

tahun, anak akan merasa bahwa dirinya merupakan pusat perhatian, anak akan merasa marah ketika

dirinya telah tidak menjadi pusat perhatian, konsep diri juga belum terbentuk secara matang. Oleh sebab

itu, perbedaan usia 2-4 tahun merupakan suatu ancaman bagi anak untuk menerima kehadirn saudara

atau anggota keluarga baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Santrock (2011) bahwa usia sebelum 5

tahun merupakan usia terjadinya puncak konflik dengan saudara kandung dan akan berkurang ketika

anak berusia 5-7 tahun. 16

c. Urutan kelahiran

Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang sama belum tentu mendapatkan pengalaman yang

sama dalam keluarganya. Hal inilah yang mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku mereka. Selain itu,

urutan kelahiran juga menentukan bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan saudara, orang tua,

atau bahkan lingkungan sekitarnya (Hartanto, 2008, dalam Hanum & Hidayat, 2015).

8
17

d. Jumlah saudara kandung

Jumlah saudara kandung yang kecil justru akan menimbulkan terjadinya perselisihan antara

mereka. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah jika dalam satu keluarga hanya terdapat dua anak,

kedua anak tersebut akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama, maka perselisihan juga akan

semakin sering terjadi. Orang tua juga akan cenderung membela sang adik dan mengharapkan anak

pertamanya untuk mengalah (Hurlock,2002,dalam Hanum & Hidayat., 2015).

2. Faktor eksternal

a. Jenis pola asuh/ sikap orang tua

Salah satu hal yang mendasari terjadinya sibling rivalry adalah tidak adilnya orang tua dalam

memperlakukan anak-anaknya. Anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang akan merasa

tersisihkan dengan perbedaan perlakuan tersebut (Maghfuroh, 2012). Terdapat beberapa sikap yang khas

dimiliki orang tua menurut Hurlock (2003, dalam Tawainella, 2015), diantaranya melindungi secara

berlebihan, permisivitas (membiarkan anak bersikap sesuka hati), memanjakan,penolakan,

penerimaan,dominasi, tunduk pada anak, favoritisme, dan ambisius. Sikap orang tua yang cenderung

negatif ini akan saling berpengaruh dengan penyebab internal (perbedaan jenis kelamin, perbedaan usia,

urutan kelahiran, dan jumlah saudara kandung).Hal ini dikarenakan sikap orang tua akan mempengaruhi

pembentukan karakteristik pada anak.


17

2.2.3 Reaksi Sibling Rivalry

Reaksi atau juga biasa disebut sebagai tanda tanda terjadinya sibling rivalry terbagi menjadi dua

reaksi,yakni reaksi secara langsung dan tidak langsung. Reaksi langsung adalah reaksi yang sudah

dilakukan menggunakan kekerasan fisik, misalnya saja memukul, mencubit, atau menendang. Hal ini

didasari oleh rasa persaingan

8
18

terhadap saudaranya. Sedangkan reaksi secara tidak langsung adalah reaksi yang muncul akibat rasa

kecemburuan terhadap saudaranya, dalam hal ini meliputi membuat kenakalan, berpura-pura sakit,

menangis tanpa sebab,dan melakukan hal yang sudah lama atau tidak pernah dilakukan sebelumnya. Hal

ini dilakukan semata-mata untuk mencari perhatian orang tua yang dirasa telah direbut oleh saudaranya

(Sulistyawati, 2009, dalam Nugraheny, et.al,2014)

2.2.4 Reaksi Sibling Rivalry pada Remaja

Reaksi sibling rivalry yang terjadi pada remaja terbagi menjadi psikis dan juga fisik. Reaksi psikis

pada remaja merupakan reaksi tidak langsung yang meliputi perasaan cemburu,sebal,dan marah. Reaksi

psikis ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah merasa diperlakukan tidak adil oleh orang

tua,merasa bahwa saudaranya memiliki kemampuan yang lebih dan merasa tidak suka ketika saudara

mencapai keberhasilan (Anchroni,2012). Sedangkan reaksi fisik merupakan reaksi langsung berupa

memukul, mencubit, menjambak, meninju tembok, dan mendorong. Reaksi ini akan muncul secara

berbeda pada masing-masing individu karena dipengaruhi oleh karakter dan kepribadian remaja (Herdian

& Wulandari, 2014). Apple,et.al (2016) menyebutkan hal yang sejalan dengan reaksi sibling rivalry dimana

memiliki dampak yang terjadi baik pada psikis dan fisik remaja. Dampak ini bukan hanya menyebabkan

cidera pada anak, namun juga bahkan kematian pada anak. Hal ini sejalan dengan Straus, et,al. (2006,

dalam Apple, 2016) yang mengatakan 74% saudara kandung mengekspresikan kekerasan fisik dengan18

memukul dan mendorong sedangkan 84% mengekspresikan dengan kekerasan verbal.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (2018) memiliki klasifikasi atau tingkatan terhadap tindak

kekerasan fisik dimana kekerasan fisik digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat.

Kekerasan ringan merupakan kekerasan

8
18

yang tidak menimbulkan penyakit atau tidak menimbulkan halangan untuk menjalankan suatu pekerjaan.

Kekerasan sedang adalah kekerasan yang yang menimbulkan rasa sakit dan perawatan namun tidak

mengakibatkan kecacatan. Sedangkan kekerasan berat merupakan kekerasan yang dapat menimbulkan

kecacatan fisik.

Berikut merupakan bentuk reaksi fisik yang disesuaikan dengan penggolongan KUHP (Kitab

Undang-undang Hukum Pidana):

1. Ringan :mendorong (tidak sampai terjatuh) / mencubit/ menjambak


19
2. Sedang :memukul (tangan/kaki)/menendang (tangan/kaki)

3. Berat :melemparkan benda tajam/menonjok (kepala/dada/perut)/

mendorong hingga terjatuh

2.2.5 Segi positif Sibling Rivalry

Sibling ritalry tidak sepenuhnya menjadi hal yang negatif saja, namun juga bisa menjadi hal yang

positif karena secara tidak langsung sibling rivalry dapat mendorong anak untuk mengatasi perbedaan

karena mereka akan lebih terampil untuk menghargai nilai dan pandangan orang lain. Selain itu dengan

sibling rivalry anak juga akan belajar untuk berkompromi dan bernegosiasi serta mengontrol sifat agresif.

Segi positif ini akan terbentuk jika orang tua menangani sibling rivalry dengan baik (Wulandari &

Handayani,2011).

2.2.6 Segi Negatif Sibling Rivalry

Dampak sibling rivalryakan dirasakan secara berbeda oleh masing-masing anak, tergantung pada

karater dan polah asuh yang diberikan orang tua kepada anak. Lingkungan juga sangat mempengaruhi

pada dampak yang terjadi terhadap anak (Putri, 2013).Sedangkan menurut Noviani (2007,dalam

Magfuroh, 2012), dampak

8
20

negatif sibling rivalry adalah anak menjadi egois, minder, dan merasa tidak dihargai. Hanuka

(2008, dalam Magfuroh, 2012) juga menyebutkan bahwa selain kenakalan anak dirumah yang

dilakukan terhadap adiknya,sibling rivalry juga dapat berpengaruh pada hubungan anak

tersebut dengan teman-temannya di sekolah, bila terjadi ketidakadilan di rumah yang membuat

anak menjadi stress,bisa membuat anak menjadi lebih tempramen dan agresif dalam

kelakuannya di lingkungan luar dan sekolah.

Sulistyawati (2009, dalam Nugraheny, et.al, 2014) juga menyebutkan bahwa jika reaksi sibling

rivalry terjadi secara terus-menerus dan tidak diantisipasi sejak dini, maka anak akan bertingkah laku

regresi (tingkah laku pada proses tumbuh kembangnya yang terdahulu), memiliki self efficacy yang

rendah, bertindak untuk membahayakan saudaranya, dan bersifat dendam atau dengki terhadap

saudaranya.

2.2.7 Cara Mengatasi

Sibling rivalry bukanlah sesuatu yang sangatlah berbahaya, namun jika cara mengatasi anak-

anak yang mengalami sibling ritalry tidak tepat maka hal ini bisa jadi sangat berbahaya karena tindakan

fisik yang berlebihan dapat menyakiti atau bahkan menghilangkan nyawa anggota keluarga. Selain itu

sibling rivalry yang terjadi hingga usia dewasa juga akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Berikut
20
ini adalah cara mengatasi sibling rivalry:

1. Pengetahuan ibu adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam terjadinya sibling

rivalry. Ibu harus mengatahui bagaimana memperlakukan anak-anak mereka secara adil. Salah

satu caranya adalah dengan tidak memihak salah satu anak atau memberikan kebebasan pada

semua anak mereka secara sama. Ibu atau orang tua juga bisa mengajarkan cara-cara yang

positif untuk

8
21

mendapatkan perhatian orang tua. Hal lain yang juga bisa dilakukan orang tua adalah

dengan membuat kegiatan bersama keluarga untuk mengajarkan anak-anaknya

bekerja sama satu sama lain (Chaulagain, et.al, 2016).

2. Ketika terjadi perseteruan atau pertengkaran orang tua tidak memihak atau

menyalahkan salah satu diantara mereka.Hanya saja orang tua tetap harus mengarahkan

bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang tidak baik dan tidak semestinya dilakukan

sehingga anak tidak akan mengulanginya kembali. (Wulandari & Handayani, 2011).

3. Memberikan anak kesempatan untuk mengatakan atau mengungkapkan perasaan

mereka tentang apa yang dirasakan tentang saudara kandungnya (Wulandari & Handayani,

2011).

2.3 Konsep Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Remaja adalah masa peralihan dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan antara

usia kanak-kanak dengan usia dewasa. Masa remaja juga merupakan masa dimana cara berfikir menjadi

lebih abstrak dan idealistic (Santrock, 2011). Pendapat lain mengatakan bahwa remaja berarti tumbuh

dewasa. Klasifikasi remaja menurut Santrock (2011) adalah remaja awal dengan rentang usia 10-12

tahun, remaja menengah dengan rentang usia 13-17 tahun, dan remaja akhir dengan rentang usia 18-22

tahun.
21

2.3.2 Perkembangan Kognitif Remaja


Poltekes Depkes Jakarta 1 (2010) menyebutkan bahwa terdapat beberapa perbedaan

perkembangan kognitif yang terjadi pada tahapan remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:

8
22

1. Remaja tahap awal

Remaja pada tahapan ini telah berfokus terhadap pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah

keputusan yang ada di dalam rumah ataupun sekolah. Cara berpikir yang logis juga mulai ditunjukkan

oleh remaja pada tahap ini, sehingga seringkali timbulnya pertanyaan mengenai kewenangan dan standar

yang ada di masyarakat atau di sekolah.

2. Remaja tahap menengah

Remaja mulai mengalami peningkatan pada interaksi dengan kelompok pada tahap ini. Remaja

juga mulai mengajukan pertanyaan, menganalisis dengan lebih menyeluruh, dan mulai berfikir mengenai

siapa diri mereka atau mulai mencari identias diri. Dalam proses pencarian jati diri, remaja akan

cenderung melakukan kesalahan sehingga masa remaja tahap menengah ini membutuhkan

pendampingan yang cukup intens.

3. Remaja tahap akhir

Pada tahap remaja akhir, mulai timbul cara berfikir yang kompleks, hal ini digunakan untuk

memfokuskan diri dari masalah-masalah idealism, toleransi, dan keputusan untuk pekerjaan, serta peran

orang dewasa yang terdapat di masyarakat. Pada tahap ini remaja sudah cukup mahir untuk

menempatkan diri di lingkungan sekitar. Cara berfikir yang lebih realistis membuat remaja pada tahap ini

cenderung tidak bermasalah meskipun ada beberapa remaja yang belum cukup baik ketika memasuki

masa ini.
22

2.3.3 Perkembangan Emosional dan Kepribadian Remaja

Dalam Santrock (2011) dikataakan bahwa ada tiga hal penting dalam perkembangan emosional

dan kepribadian yang terjadi pada remaja, diantaranya adalaah harga diri, identitas, dan perkembangan

emosional.

8
23

1. Harga diri

Harga diri adalah cara seseorang untuk mengevaluasi diri secara keseluruhan. Harga diri ini

cenderung tinggi pada masa anak-anak tetapi secara signifikan menurun ketika masa remaja. Perbedaan

gender juga turut mewarnai turunnya harga diri pada masa remaja, hal ini dibuktikan dengan lebih

banyaknya penurunan harga diri yang terjadi pada remaja perempuan dibanding dengan remaja laki-laki.

Penurunan harga diri yang terjadi pada remaja awal tersebut lebih difokuskan pada citra tubuh negatif

ketika datangnya masa pubertas yang lebih banyak terjadi pada remaja perempuan jika dibanding dengan

remaja laki-laki.

2. Identitas

Identitas merupakan gambaran diri seseorang yang terdiri atas banyak bagian, diantaranya

adalah identitas karier, identitas politik, identitas agama, identitas hubungan, identitas pretasi atau

intelektual, identitas seksual, identitas etnis, identitas minat,kepribadian dan fisik. Moratorium psikososial

telah membantu remaja untuk menentukan identitas diri mereka.Maka dari itu, pada masa ini masyarakat

memberikan kebebasan untuk mencoba identias yang berbeda. Remaja yang mencoba beberapa peran

dari suatu identitas adalah untuk mencari tahu kecocokan mereka dan pada akhirnya mereka akan

meninggalkan peran yang tidak mereka sukai. Remaja yang berhasil menyelesaikan konflik identitas diri

mereka,maka mereka akan muncul dengan kesadaran diri mereka yang baru. Sedangkan remaja yang

tidak dapat menyelesaikan konflik identitas diri mereka, maka mereka akan mengalami hal yang telah

disebut Erikson dengan kebingungan identitas.


23

3. Perkembangan emosional

Pada masa remaja awal akan terjadi fluktuatif atau naik turunnya emosi. Remaja yang usianya

lebih muda mungkin saja lebih mudah untuk merajuk, hal ini

8
24

disebabkan oleh belum tahunya remaja mengekspresikan perasaan yang dimilikinya dengan

baik.Pada masa ini seseorang juga memiliki sifat yang moody dan berubah-ubah. Maka dari itu

orang dewasa sangat perlu memahami bahwa hal tersebut adalah hal yang normal dan umum

terjadi pada usia remaja. Perubahan emosional pada remaja disebabkan oleh variabilitas dalam

hormon yang terjadi pada saat terjadinya perubahan hormone yang sangat signifikan ketika

remaja mengalami perkembangan fisik.Beberapa peneliti juga menyebutkan bahwa perubahan

fisik pada remaja dapat menyebabkan meningkat peningkatan emosi yang negatif.

2.3.4 Pertumbuhan fisik pada remaja

1. Perubahan bentuk tubuh

Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan pada beberapa

bagian tubuhnya. Remaja laki-laki akan mengalami perubahan bentuk dada yang

membesar dan membidang, serta jakun akan lebih menonjol. Sedangkan pada remaja

perempuan akan mengalami perubahan pada pinggul dan payudara yang semakin

membesar serta putting susu yang lebih menonjol (Depkes,2010)

2.

Sejalan dengan bagian tubuh yang lain, otak juga mengalami perubahan selama masa remaja,

hanya saja perkembangan otak pada masa remaja masih pada tahap awal saja. Otak belum sepenuhnya

berkembang sehingga menjadikan remja belum bisa mengontol emosinya dengan stabil (Depkes,2010).

Namun, penemuan terbaru oleh para ilmuan yang terdapat pada Santrock (2011) adalah terdapat

perubahan yang signifikan pada struktural otak remaja,diantaranya:


24

a. Korpus kalosum
Korpus kalosum adalah serat saraf yang menghubungan dua belahaan otak. Bagian ini

menjadi lebih tebal pada usia remaja sehingga terjadi peningkatan

8
25

kemampuan untuk memproses informasi. Pada bagian ini yang menyebabkan remaja menjadi sangat

ingin tahu dan mudah menyerap informasi baik informasi baik ataupun buruk.

b. Korteks prefrontal

Bagian ini adalah bagian untuk mengurangi emosi yang intens. Namun, pada masa remaja

bagian ini belum cukup berkembang seolah olah otak remaja belum mampu mengendalikan emosi yang

sangat kuat. Hal ini tidak seimbang dengan beban emosi yang diterima oleh remaja yang sudah cukup

berat, meliputi emosi yang datang dari lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan

sekolah.

c. Amigdala
Amigdala adalah pusat emosi (marah). Area ini berkembang lebih cepat jika

dibanding dengan korteks prefrontal. Pada bagian inilah yang menyebabkan remaja

lebih mudah marah ketika menghadapi tekanan atau emosi yang cukup kuat.

(Santrock,2011)

2.3.5 Karakteristik Masa Remaja


Masa remaja memiliki karakteristik atau ciri-ciri.Hal inilah yang membedakan masa remaja

dengan masa sebelum atau sesudahnya (Hurlock, 1999, dalam Unayah & Sabarisman, 2015)

mengatakan bahwa karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:


25

1. Masa remaja sebagai masa peralihan.

Masa remaja sebagai masa peralihan adalah pada masa ini terdapat perubahan sifat dan

perilaku. Perubahan tersebut terjadi karena anak sedang menyesuaikan dan mempersiapkan diri untuk

menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan pada masa remaja anakakan melewati dua masa, yaitu masa anak-

anak akhir dan juga masa dewasa awal. Pada masa ini anak masih sulit untuk meninggalkan sifat kanak-

kanak namun juga merasa selalu ingin tahu mengenai kebiasaan yang dilakukan oleh orang dewasa.

8
26

2. Masa remaja sebagai masa perubahan.

Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, hal ini dikarenakan adanya lima

perubahan yang bersifat universal, yaitu perubahan emosi,pola perilaku, minat,tubuh, dan perubahan nilai.

Pada masa remaja ini, seseorang akan cenderung teruis mencari apa yang mereka inginkan dan apa

yang membuat diri remaja tersebut nyaman. Namun terkadang remaja belum siap dan belum dapat

mengontrol perubahan ini secara baik. Maka dari itu, dibutuhkan orang tua atau orang terdekat yang

cukup banyak pada masa remaja untuk mengontrol perubahan yang terjadi pada remaja.

3. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

Alasan mengapa remaja dianggap sebagai usia yang bermasalah adalah karena

pada saat usia anak-anak mereka terbiasa didampingi oleh orang tua mereka, sehingga

masalah yang timbul juga akan diselesaikan oleh orang tua. Namun, pada saat remaja

orang tua akan menganggap bahwa remaja sudah dapat menyelesaikan masalah

mereka sendiri, sedangkan remaja masih menganggap bahwa orang tua akan tetap

menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

4. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Masa remaja adalah masa yang menimbulkan ketakutan. Hal ini dikarenakan adanya anggapan

bahwa remja adalah seseorang yang tidak rapih, masyarakat juga menganggap bahwa remaja tidak dapat

dipercaya bahkan cenderung merusak. Selain itu masa remaja dianggap sebagai masa yang sulit

mengikuti peraturan baik di dalam rumah atau di lingkungan masyarakat.


26

5. Masa remaja sebagai masa pencarian identitas.


Pada masa remaja seseorang akan memiliki keinginan untuk menunjukkan siapa dirinya kepada

masyarakat. Hal ini dapat berdampak baik dan sekaligus buruk

8
27

bagi remaja. Dampak baik akan timbul jika dalam pencarian identitas atau jati diri remaja mengarah pada

hal positif dan didampingi serta diarahkan oleh orang terdekat remaja. Sedangkan dampak buruk akan

timbul jika dalam proses pencarian jat diri remaja luput dari perhatian orang tua dan orang terdekat

remaja.

6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

Pada masa ini seseorang akan melihat dirinya bukan sebagaimana adanya, tetapi mereka

melihat diri mereka atau bahkan melihat orang lain sesuai dengan apa yang mereka inginkan saja. Hal ini

akan membuat remaja akan terlalu berambisi dengan keinginannya namun mengabaikan kenyataan yang

ada.

7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Hal ini dikarenakan pada masa remaja seseorang

tidah memusatkan diri pada perilaku anak-anak lagi,namun mereka akan memusatkan diri pada apa yang

dilakukan oleh orang dewasa. Namun, terkadang pada masa ini remaja akan salah menempatkan diri

dimana remaja melakukan sesuatu yang seharusnya belum dilakukan pada usia tersebut. 27

2.3.6 Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja adalah kejahatan yang dilakukan oleh anak muda,kejahatan ini adalah salah

satu bentuk penyakit sosial yang menyebakan adanya pengabaian sosial sehingga remaja tersebut

mengembangkan tingkah laku yang menyimpang. Mayoritas terjadinya kenakalan remaja adalah usia 15 -

19 tahun, meingkat pada usia 21 tahun dan mulai menurun setelah usia 22 tahun. Sosial dan kultural

memiliki peran besar terhadap pembentukan tingkah laku kriminal atau kenakalan pada remaja. Selain

itu,terdapat beberapa faktor penyebab terjadi kenakalan remaja, diantaranya sebagai berikut:

8
28

1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri remaja itu sendiri,hal ini meliputi krisis

identitas, dan kontrol diri yang lemah.

2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja itu sendiri, diantaranya

adalah permasalahan remaja termasuk perceraian orang tua, adanya teman sebaya yang

kurang baik, dan komunitas atau lingkungan yang juga kurang baik (Unayah & Sabarisman, 28

2015).

Studi terbaru juga mengatakan bahwa saudara kandung memiliki andil yang cukup kuat atas

terjadinya kenakalan remaja.Tingginya tingkat hubungan permusuhan antara saudara kandung dan

kenakalan saudara kandung yang lebih tua dikaitkan dengan kenakalan saudara kandung yang lebih

muda, baik saudara laki-laki maupun perempuan (Santrock, 2011).

Anda mungkin juga menyukai