Modul 9 (Konsep Operasional Asuransi Jiwa Syariah)
Modul 9 (Konsep Operasional Asuransi Jiwa Syariah)
DAFTAR ISI i
BAB I (PENDAHULUAN) 1
BAB II (PEMBAHASAN) 3
2. 4 UNDERWRITING 10
i
2.7 KONSEP TEKNIK DAN AKTUARIS KE DESAIN PRODUK 18
3.1 KESIMPULAN 24
DAFTAR PUSTAKA 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islamic Insurance (Asuransi Islam) atau yang lebih dikenal dengan Asuransi
Syariah (Syariah Insurance) adalah salah satu instrumen keuangan nonbank yang
dijadikan sebagai media bagi masyarakat dalam mengantisipasi resiko-resiko yang
mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Asuransi Syariah merupakan
alternatif bagi masyarakat, khususnya masyarakat muslim, yang mengharamkan
asuransi konvensional.
Asuransi syariah terdiri atas asuransi jiwa dan asuransi umum. Perbedaan
antara keduanya terletak pada obyek pertanggungan. Asuransi jiwa syariah,
pertanggungannya adalah manusia sedangkan asuransi umum syariah, objek
pertanggungannya adalah harta benda, misalnya; rumah, mobil, kapal, dan harta benda
lainnya. Selain perbedaan objeknya, mekanisme kerja asuransi jiwa syariah dan
asuransi umum syariah juga berbeda. Meskipun demikian, kedua jenis asuransi syariah
tersebut memiliki prinsip yang sama, yaitu tolong menolong (ta’awun).
Pada umumnya masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya memiliki
perencanaan keuangan berupa asuransi. Mereka lebih memilih investasi-investasi yang
berwujud benda, misalnya; tanah, emas, dan properti. Asuransi belum menjadi pilihan
atau prioritas dalam mempersiapkan warisan.
Terlepas dari masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki program
asuransi jiwa syariah, dalam tulisan ini akan dikemukakan konsep operasional asuransi
jiwa syariah. Ini penting dikemukakan karena hal ini menjadi titik awal dalam
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap asuransi jiwa syariah. Tulisan ini
diharapkan dapat memberi pemahaman yang utuh mengenai asuransi jiwa syariah,
termasuk memahami perbedaan-perbedaannya dengan asuransi konvensional.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), h. 174
2
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 164
3
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 175
3
Penjelasan lebih kompleks yang berkaitan dengan hal ini oleh Syafi’i Antonio.
Menurut Syafi’i Antonio, masalah gharar dalam asuransi syariah dapat dieliminir
karena akad yang dipakai adalah akad takafuli atau akad tolong-menolong dan saling
menjamin. “Dalam konsep asuransi syariah, semua peserta asuransi menjadi penolong
dan menjamin satu sama lain. Jika peserta (A)meninggal, peserta (B), (C) hingga (Z)
turut membantunya.”4
Sebagai ilustrasi, seorang peserta asuransi membayar kontribusi Rp. 1 juta
/bulan untuk jangka waktu 10 tahun. Setelah dihitung oleh pihak under writing, maka
peserta tersebut ditetapkan akan mendapatkan Uang Pertanggungan sebesar Rp. 150
juta jika meninggal dunia. Namun, peserta tersebut meninggal saat kepesertaannya
baru berjalan 4 tahun. Dengan demikian, peserta tersebut baru menyetorkan dana
sebesar Rp. 48 jt. Saat dia meninggal, ahli warisnya akan memperoleh santunan
sebesar Rp. 150 juta. Dana Rp. 150 juta tersebut diambil dari kas dana tabarru’ atau
dana yang terkumpul dari peserta seluruhnya, karena dana tabarru’ merupakan hibah
atau derma dari seluruh peserta yang memang diniatkan untuk membantu jika ada
diantara peserta yang mengalami resiko sakit, kecelakaan atau meninggal. Dana
tersebut bukan milik perusahaan melainkan milik bersama peserta. Perusahaan
asuransi hanya menerima amanah untuk mengelola dana tersebut.5
Masalah kedua adalah maisir (judi/gambling). Maisir artinya adanya salah satu
pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Misalnya, seorang
peserta dengan alasan tertentu ingin membatalkan kontraknya sebelum reversing
period, biasanya tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali
uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Di sini terjadi maisir, dimana
ada pihak yang untung dan ada pihak yang dirugikan.
Dalam asuransi syariah (misalnya di Takaful), Reversing Period, bermula dari
awal akad dimana setiap peserta mempunyai hak untuk mendapatkan cash value6,
kapan saja, dan mendapatkan semua uang yang telah dibayarkannya kecuali sebagian
4
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 164
5
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No. 1(2019): 165
6
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 175
4
kecil saja. Yaitu, yang telah diniatkan untuk dana tabarru’ yang sudah dimasukkan ke
dalam rekening khusus peserta dalam bentuk tabarru’ atau dana kebajikan.
Dengan demikian adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh
pengalaman underwriting/mortalita pada asuransi konvensional, dimana untung rugi
suatu perusahaan terjadi sebagi hasil dari ketepatan (chance). Dato’ Fadzli Yusof
mengatakan bahwa terjadinya unsur maisir sebagai lanjutan daripada terdapatnya
unsur gharar pada asuransi konvensional. Keuntungan dari asuransi juga terlihat
sebagai hasil yang mengandung unsur perjudian karena keuntungan sangat tergantung
dari pengalaman penanggung (underwriting experience). Sehingga, untung dan rugi
dari suatu perusahaan tergantung pada nasib. Hal ini mengandung gharar, karena
termasuk judi.7
Unsur maisir (judi/untung-untungan/gambling) terjadi karena terdapat faktor
ketidakpastian dalam pelaksanaan transaksi asuransi, Selain itu, maisir (judi) dalam
asuransi konvensional dapat diindikasikan oleh tiga hal: Pertama: Ketika seorang
pemegang polis mendadak terkena musibah sehingga memperoleh dana klaim,
padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi, dalam
hal ini nasabah yang diuntungkan. Kedua: Sebaliknya, jika hingga akhir masa
perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara pemegang polis sudah membayar premi
secara penuh atau tunai, maka klien tidak akan mendapatkan apa-apa, dalam hal ini
perusahaan yang diuntungkan. Ketiga: Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab
tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, biasanya tahun
ketiga (untuk produk tertentu) yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang
yang telah dibayarkan (cash value), kecuali hanya sebagian kecil, bahkan uangnya
dianggap hangus.8
Masalah yang ketiga adalah Riba (Bunga).9 Pada asuransi syariah, masalah riba
dieliminir dengan konsep mudharabah (bagi hasil). Seluruh bagian dari proses
operasional asuransi yang didalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan
akad mudharabah atau akad lainnya yang dibenarkan secara syar’i. Baik dalam
7
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
8
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi
Konvensional, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), h. 50
9Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
5
penentuan bunga teknik, investasi maupun penempatan dana ke pihak ketiga semua
menggunakan instrumen akad syar’i yang bebas dari riba. 10
Riba diharamkan dalam Islam adalah karena alasan berikut:
Pertama, mengambil bunga berarti mengambil untuk diri sendiri milik orang
lain tanpa memberikan sesuatu sebagai gantinya, seseorang menerima lebih dari yang
dipinjamkan tanpa perlu mengganti kelebihan tersebut dengan sesuatu.11
Kedua, bergantung kepada bunga mengurangi semangat orang untuk bekerja
mendapatkan uang, karena orang tersebut dengan satu dolar dapat menghasilkan lebih
dari satu dolar dari bunga baik yang dibayar di muka maupun yang dibayar kemudian
tanpa bekerja untuk itu. Bila hal ini terjadi pada pemilik modal maka mereka tidak
akan menanamkan modalnya dalam industri, usaha dan perdagangan, bangunan dan
konstruksi, karena mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan tanpa harus
bekerja keras.12
Ketiga, mengizinkan membebankan bunga mengurangi semangat orang untuk
berbuat baik terhadap sesama. Bila bunga uang diharamkan dalam suatu kelompok
masyarakat, orang akan memberi pinjaman bagi orang lain dengan keinginan yang
baik, tanpa mengharapkan lebih dari jumlah yang dipinjamkannya. 13
Keempat, riba diharamkan dalam Islam juga karena cenderung menimbulkan
perilaku tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dengan pihak yang lain, hal ini
juga memungkinkan seseorang memanfaatkan orang lain. Dalam ekonomi ribawi si
kaya cenderung mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari si miskin. Jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin akan semakin besar karena riba juga memiliki
dampak dalam kenaikan barang-barang.14
10
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
11Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 193
12Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
6
2.2 MEKANISME PENGELOLAAN DANA
2.2.1 PERUSAHAAN SEBAGAI PEMEGANG AMANAH
15
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
16
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
17
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177
18
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177
7
dan saling membantu yang dibayarkan bila peserta meninggal dunia dan
perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).
Sistem ini implementasi dari akad takafuli dan akad mudharabah
sehingga asuransi syariah terdapat dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya
kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai syariat islam. Setiap
keuntungan dari hasil investasi setalah dikurangi dengan beban asuransi (klaim
dan premi reasuransi) akan dibagi menurut prinsip mudharabah. Persentase
pembagian mudharabah dibuat dalam suatu perbandingan berdasarkan
perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta misalnya 70:30 atau
60:40 dan seterusnya. Lebih jelas dilihat dari tabel di bawah ini.19
Mekanisme pengelolaan dana yang mengandung unsur tabungan
19
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177
20
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178
21
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178
8
perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan
(takaful) dan peserta. Lebih jelas dijelaskan dalam tabel berikut ini.22
Mekanisme pengelolaan dana/ premi pada produk non saving
a. Bagi hasil surplus underwriting yaitu bagi hasil yang diperoleh dari surplus
underwriting yang dibagi secara proporsional antara peserta dan mengelola
dengan nisbah yang ditetapkan sebelumnya.24
b. Bagi hasil investasi adalah bagi hasil yang diperoleh secara proporsional
berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan, baik dari hasil investasi
dana rekening tabungan peserta maupun dari dana tabarru'.25
c. Dana pemegang saham yaitu dana yang dipersiapkan oleh para pemegang
saham sebagai modal disetor bagi perusahaan26
22
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178
23Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 183
24
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 180
25
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 180
26
Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 184
9
d. Loading (kontribusi biaya) yaitu kontribusi biaya yang dibebankan kepada
peserta, yang pada asuransi konvensional biasanya diambil dari premi tahun
pertama dan kedua.27
2. 4 UNDERWRITING
27
Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 184
28
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 990
29
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 990
10
dan kenaikan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu. Ketika terjadi surplus, dana
dapat disimpan sebagian sebagai dana cadangan tabarru' dan dapat dibagikan sebagian
lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para
peserta.30
30
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 991
31
Asyari Suparmin, Asuransi Syariah (Konsep Hukum dan Operasionalnya), (Ponorogo:
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019) h. 119
32
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 192
11
b. Penaksiran Aktuaria
Perusahaan asuransi syariah diharuskan membuat laporan tahunan
kepada departemen keuangan. Aktuaris melaporkan hasil investigasi
aktuaria, yaitu tentang kondisi keuangan asuransi yang layak. Dengan
demikian, sebagian dana asuransi syariah khususnya asuransi jiwa,
dipisahkan untuk membayar manfaat asuransi (cover). Dana ini dikenal
sebagai dana cadangan, yaitu untuk pemenuhan kewajiban perusahaan
terhadap peserta pada saat terjadi klaim.33
c. Aktuaria yang Ditunjuk
Apabila perusahaan asuransi syariah tersebut tidak memiliki seorang
aktuaris, maka perusahaan harus menunjuk seorang aktuaris atau suatu
lembaga yang diakui departemen keuangan sebagai konsultan aktuaria.
Konsultan inilah yang bertanggung jawab untuk memeriksa laporan
keuangan yang setiap tahun harus dilaporkan ke departemen keuangan
sebagai pihak regulator.34
Tugas aktuaris hanya diterapkan pada bisnis asuransi jiwa, dan bukan
pada bisnis asuransi kerugian atau asuransi umum. Akan tetapi, ini tidak berarti
bahwa aktuaris tidak mempunyai peran dan tugas dalam asuransi kerugian.
Pengetahuan dan keahlian aktuaris pada asuransi jiwa dapat diterapkan dan
bermanfaat pula untuk asuransi kerugian atau asuransi umum.35
33
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
34Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
35
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
36
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
12
Pada asuransi konvensional, peran aktuaris terutama dihadapkan pada
bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:37
a. Kontrak apakah yang paling baik untuk menentukan kepastian
yang terjadi?
b. Berapa tingkat bunga atau investasi, moralitas atau biaya yang
digunakan untuk menghitung premi dari suatu polis dan nilai
tunai, dan bagaimana tarif yang sesuai untuk menghadapi
perubahan keadaan pada masa mendatang?
c. Berapa tingkat surplus, bagaimana surplus itu ada dan
bagaimana seharusnya didistribusikan?
37
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
38
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 194
39
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 194
40
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 195
13
teori ini banyak digunakan dalam evaluasi rancangan penggunaan dari
metode discount cash flose.
Penerapan teori ini dapat dijumpai pada asuransi syariah pada
perhitungan premi sekaligus untuk produk pembiayaan. Premi
sekaligus tersebut sudah dikurangi hasil investasi premi sekaligus yang
diterima pada awal perjanjian. Ketentuan ini ditetapkan dan terlebih
dahulu disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah.
b. Pertimbangan Waktu dalam Transaksi41
Waktu dapat dimasukan kedalam pertimbangan transaksi bisnis.
Hubungannya dengan produk-produk syariah ini memungkinkan
mempunyai tingkat tabarru' bulanan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tahunan.
41
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 196
42
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199
43
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199
14
b. Metode Valuasi
Ada tiga metode umum valuasi, yaitu metode premi netto, metode
premi bruto, dan metode modifikasi. Dalam metode premi netto, nilai
premi adalah murni dihitung berdasarkan asumsi valuasi, yang hanya
dihubungkan dengan moralitas dan tingkat investasi. Sedangkan
metode premi bruto adalah premi sesungguhnya yang ditawarkan
kurang dari perkiraan tertentu biaya-biaya akan datang yang wajar.
Metode Modifikasi adalah seperti metode premi bruto tetapi dengan
suatu penambahan item sebagai kewajiban, bonus akan datang yang
diperkirakan.44
44
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199
45
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 200
46
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 200
15
merupakan inti dari konsep takaful, dimana antar satu peserta dengan peserta lainnya
saling menanggung risiko, yakni melalui mekanisme dana tabarru' dengan akad yang
benar yaitu akad takaful atau akad tabarru'47
Konsep mengenai tertanggung dan penanggung yang terpisah, sebagaimana
dalam asuransi konvensional, tidak berlaku dalam asuransi syariah. Bertolak dari
prinsip ta’awun dan saling menanggung tersebut maka sistem operasional asuransi
jiwa syariah tentu berbeda dengan sistem operasional asuransi jiwa konvensional.
Sistem operasional asuransi jiwa syariah senantiasa menghindari adanya unsur gharar,
maisir, dan riba.
Untuk menghindari adanya unsur gharar, maisir dan riba, maka dalam asuransi
jiwa syariah menggunakan dua akad, yaitu akad tabarru' atau biasa juga disebut akad
takafuli dan akad mudharabah (bagi hasil). Dalam operasionalnya, asuransi syariah
menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong menolong atau rekening
tabarru' yang menampung kontribusi yang disetorkan oleh seluruh peserta yang telah
diniatkan untuk membantu sesama peserta.48
Islam mengajarkan kepada kita agar dalam hidup bermasyarakat senantiasa
terjalin hubungan kesetiakawanan (takaful) antarsesama umat Islam dalam rangka
"alal biri watta’ wa” kebajikan dan takwa. Allah tidak melarang kita untuk menjalin
hubungan kesetiakawanan (takaful), kerja sama, saling menolong dengan saudara-
saudara kita yang beragama lain, sepanjang hal tersebut menyangkut perkara-perkara
muamalah, sosial, dan kemasyarakatan.49
47
Madani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017),
h. 97
48
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
Jurnal Al-Risalah Vol.19 No. 1 (2019): 164
49
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 204
16
atau kita ditakdirkan Allah meninggal, atau usaha satu-satunya sumber nafkah
keluarga mendapat musibah dari Allah.50
Dalam mekanisme asuransi syariah, prinsip ta'awun atau takaful
antarindividu atau takaful antaranggota masyarakat dengan anggota
masyarakat lainnya yang terikat dengan kesepakatan untuk bekerja sama, dapat
terlihat dengan nyata. Dengan demikian, konsep asuransi syariah ini benar-
benar merupakan implementasi dari takaful antara satu individu dengan
individu lainnya.51
Sementara itu, dalam konteks yang lebih besar dapat kita lihat konsep
ta'awun atau takaful (kesetiakawanan) ini dalam mekanisme saling
menanggung antara satu perusahaan pemberi sesi (ceding company) dengan
perusahaan penanggung ulang (reasuransi). Di mana karena pertimbangan
ketidakmampuan menanggung sendiri beban dan tanggung jawab, maka
memberi sebagian dari tanggung jawab (risiko) finansial itu kepada perusahaan
lain yang disebut (reasuransi). Pada saat yang bersamaan perusahaan
reasuransi (penanggung ulang) tadi, melakukan lagi retrosesi “asuransinya
asuransi”, kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan asuransi lainnya.52
50
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 205
51
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 205
52
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 207
17
2.7 KONSEP TEKNIK DAN AKTUARIS KE DESAIN PRODUK
53
Netta Agusti,"Sharing of Risk Pada Asuransi Syariah (Takaful)," Jurnal Manajemen
Dakwah vol 3 No.2 (2017): 184
54
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 207
55
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 208
18
2.7.2 PLAN DASAR ASURANSI JIWA
Secara garis besar plan dasar asuransi jiwa dibagi tiga bagian,
a. Term Insurance, yaitu plan dimana manfaat diberikan bila peserta
meninggal dunia. Jika tertanggung meninggal selama kurun waktu
asuransi berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan dan
diakhir masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi
tidak berlaku lagi.56
b. Endowment Insurance, yaitu serupa dengan asuransi berjangka dalam
hal bahwa polis dwiguna ini berlaku untuk satu kurun waktu tertentu.
Tetapi, asuransi dwiguna menyediakan suatu santunan yang sama
dengan jumlah santunan, tidak peduli apakah tertanggung hidup sampai
akhir kurun waktu yang dipilih atau meninggal selama kurun waktu
tersebut.57
c. Whole life insurance, yaitu menyediakan penutupan asuransi selama
hidupnya tertanggung. Tidak seperti plan berjangka, dimana tidak ada
batas akhir yang pasti tentang jangka waktu penutupan.58
56
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215
57
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215
58
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215
19
2.7.3 MEKANISME DANA DAN MEKANISME KERJA ASURANSI
SYARIAH
a. Mekanisme Dana
Pada asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana peserta
dan dana pemegang saham. Sedangkan, asuransi syariah untuk produk-
produk yang mengandung unsur tabungan, kedua sumber dana ini
dipisahkan secara tegas. Dalam tabel 1 ada 2 alur, yaitu alur Dana
Peserta Takafuli (DPT) dan alur Dana Pemegang Saham (DPS59). dana
tersebut kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dalam suatu
kumpulan dana investasi. Hasil investasi dikembalikan secara
proporsional ke masing-masing alur dana, setelah dilakukan pembagian
keuntungan antara peserta sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan
perusahaan sebagai pengelola (mudharib), sebagaimana skim bagi hasil
yang diperjanjikan sebelumnya.60
59
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 216
60
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 216
61
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 217
20
Mekanisme kerja produk tabungan62
62
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 217
63
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
64
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
21
obligasi, dan pasar modal. sedangkan, pada investasi menggunakan
final manager menggunakan akad wakalah dengan mengeluarkan ujrah
untuk pengelola. 65
Mekanisme Kerja 2 67
65
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
66
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
67
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
22
Mekanisme kerja 368
68
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 219
69
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 220
70
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 220
23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam asuransi syariah masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti
akad tabaduli dengan akad tafakuli “tolong-menolong” atau akad tabarru' dan akad
mudharabah (bagi hasil). Dalam mekanisme pengelolaan dana Asuransi jiwa syariah
Perusahaan asuransi syariah diberikan kepercayaan atau amanah oleh peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan
kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian. Mekanisme pengelolaan
dana terbagi menjadi dua yaitu yang mengandung unsur tabungan dan yang tidak
mengandung unsur tabungan.
Sumber operasional yang diperoleh Asuransi jiwa syariah berasal dari bagi
hasil surplus underwriting, bagi hasil investasi, dana pemegang saham, dan loading
(kontribusi biaya). Dalam proses operasionalnya, perusahaan asuransi syariah tidak
terlepas dari penerapan fungsi underwriting. Underwriting merupakan proses
menyeleksi risiko dan mengklasifikasikannya sesuai dengan tingkat yang dapat
ditanggung oleh perusahaan. Dalam hal ini, risiko yang muncul adalah klaim yang
mungkin akan dihadapi oleh perusahaan asuransi di masa yang akan datang.
Setiap perusahaan asuransi wajib memiliki seorang aktuaris yang bertanggung
jawab untuk membuat laporan-laporan ke departemen keuangan.. Aspek aktuaria
adalah sejauh mana seorang aktuaris dapat dilibatkan dalam rancangan produk
pemenuhan rate premi setiap produk. Tugas aktuaris hanya diterapkan pada bisnis
asuransi jiwa, dan bukan pada bisnis asuransi kerugian atau asuransi umum.
Ta'awun merupakan salah satu prinsip utama dalam interaksi muamalah.
Bahkan ta'awun dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem ekonomi yang
kokoh, yang kaya memperhatikan yang miskin dalam hal kebutuhan finansial, dan
yang miskin membantu orang kaya dalam hal tenaga atau yang lainnya. Ta'awun
merupakan inti dari konsep takaful, dimana antar satu peserta dengan peserta lainnya
saling menanggung risiko, yakni melalui mekanisme dana tabarru' dengan akad yang
benar yaitu akad takaful atau akad tabarru'.
24
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (life and general). Jakarta: Gema Insani
Press, 2004.
JURNAL
25