Anda di halaman 1dari 28

MODUL 9

Konsep Operasional Asuransi Jiwa Syariah


(Islamic Life Insurance)

Mata Kuliah: Asuransi Syariah


Dosen Pengampu: Dr.Dede Abdul Fatah, M,Si

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I (PENDAHULUAN) 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

BAB II (PEMBAHASAN) 3

2.1 AKAD (PERJANJIAN) 3

2.2 MEKANISME PENGELOLAAN DANA 7

2.2.1 PERUSAHAAN SEBAGAI PEMEGANG AMANAH 7

2.2.2 SISTEM PADA PRODUK SAVING (ADA UNSUR


TABUNGAN) 7

2.2.3 SISTEM PADA PRODUK NONSAVING 8

2. 3 SUMBER BIAYA OPERASIONAL 9

2. 4 UNDERWRITING 10

2.5 ASPEK-ASPEK TEKNIK DAN AKTUARIA 11

2.5.1 PERAN AKTUARIA 11

2.5.2 ASPEK AKTUARIA 12

2.5.3 MERANCANG PRODUK 13

2.5.4 TEKNIS AKTUARIA 13

2.5.5 VALUASI AKTUARIA 14

2.5.6 PENYEBARAN SURPLUS 15

2.6 PERWUJUDAN TA’AWUN DAN MEKANISME ASURANSI 15

2.6.1 TAKAFUL ANTAR INDIVIDU 16

2.6.2 TAKAFUL ANTAR PERUSAHAAN 17

i
2.7 KONSEP TEKNIK DAN AKTUARIS KE DESAIN PRODUK 18

2.7.1 PENGERTIAN TRANSFER OF RISK DAN SHARING RISK 18

2.7.2 PLAN DASAR ASURANSI JIWA 19

2.7.3 MEKANISME DANA DAN MEKANISME KERJA ASURANSI


SYARIAH 20

2.7.4 SUMBER INCOME BAGI PERUSAHAAN 23

BAB III (PENUTUP) 24

3.1 KESIMPULAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Islamic Insurance (Asuransi Islam) atau yang lebih dikenal dengan Asuransi
Syariah (Syariah Insurance) adalah salah satu instrumen keuangan nonbank yang
dijadikan sebagai media bagi masyarakat dalam mengantisipasi resiko-resiko yang
mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Asuransi Syariah merupakan
alternatif bagi masyarakat, khususnya masyarakat muslim, yang mengharamkan
asuransi konvensional.
Asuransi syariah terdiri atas asuransi jiwa dan asuransi umum. Perbedaan
antara keduanya terletak pada obyek pertanggungan. Asuransi jiwa syariah,
pertanggungannya adalah manusia sedangkan asuransi umum syariah, objek
pertanggungannya adalah harta benda, misalnya; rumah, mobil, kapal, dan harta benda
lainnya. Selain perbedaan objeknya, mekanisme kerja asuransi jiwa syariah dan
asuransi umum syariah juga berbeda. Meskipun demikian, kedua jenis asuransi syariah
tersebut memiliki prinsip yang sama, yaitu tolong menolong (ta’awun).
Pada umumnya masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya memiliki
perencanaan keuangan berupa asuransi. Mereka lebih memilih investasi-investasi yang
berwujud benda, misalnya; tanah, emas, dan properti. Asuransi belum menjadi pilihan
atau prioritas dalam mempersiapkan warisan.
Terlepas dari masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki program
asuransi jiwa syariah, dalam tulisan ini akan dikemukakan konsep operasional asuransi
jiwa syariah. Ini penting dikemukakan karena hal ini menjadi titik awal dalam
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap asuransi jiwa syariah. Tulisan ini
diharapkan dapat memberi pemahaman yang utuh mengenai asuransi jiwa syariah,
termasuk memahami perbedaan-perbedaannya dengan asuransi konvensional.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa akad yang digunakan pada asuransi jiwa syariah?


b. Bagaimana mekanisme pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah?
c. Bagaimana sumber biaya operasional pada asuransi jiwa syariah?
d. Apa underwriting pada asuransi jiwa syariah?
e. Apa aspek-aspek teknik dan aktuaria pada asuransi jiwa syariah?
f. Bagaimana perwujudan ta’awun dan mekanisme pada asuransi jiwa
syariah?
g. Bagaimana konsep teknik dan aktuaris ke desain produk pada asuransi
jiwa syariah?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

a. Untuk mengetahui akad yang digunakan pada asuransi jiwa syariah?


b. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan dana pada asuransi jiwa
syariah?
c. Untuk mengetahui sumber biaya operasional pada asuransi jiwa syariah?
d. Untuk mengetahui underwriting pada asuransi jiwa syariah?
e. Untuk mengetahui aspek-aspek teknik dan aktuaria pada asuransi jiwa
syariah?
f. Untuk mengetahui perwujudan ta’awun dan mekanisme pada asuransi jiwa
syariah?
g. Untuk mengetahui konsep teknik dan aktuaris ke desain produk pada
asuransi jiwa syariah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 AKAD (PERJANJIAN)


Akad merupakan salah satu persoalan pokok dalam asuransi konvensional
yang menjadikannya diharamkan oleh para ulama. Karena dengan akad yang ada
dalam asuransi konvensional akan berdampak dengan munculnya gharar dan maisir.
Oleh karena itu, para ulama mencari solusi bagaimana agar masalah gharar dan maisir
ini dapat dihindarkan.
Dalam asuransi syariah masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti
akad tabaduli dengan akad tafakuli “tolong-menolong” atau akad tabarru' dan akad
mudharabah (bagi hasil). Dengan akad tabarru', persyaratan dalam akad pertukaran
tidak perlu lagi atau gugur. Sebagai gantinya, maka asuransi syariah menyiapkan
rekening khusus sebagai rekening dana tolong-menolong atau rekening tabarru' yang
telah diniatkan (diakadkan) secara ikhlas setiap peserta masuk asuransi.1
Setiap peserta menyetorkan kontribusi kepada pengelola (perusahaan) dan
selanjutnya pengelola akan mengalokasikan ke dalam dua rekening, yakni rekening
tabarru’ atau derma (rekening bersama) dan rekening pribadi peserta. Jika seorang
peserta terkena resiko sakit, kecelakaan atau meninggal, maka klaimnya akan
dibayarkan atau diambilkan dari rekening tabarru’. Melalui mekanisme ini, tampak
dengan jelas setiap peserta berkontribusi atau berderma kepada peserta yang terkena
resiko tersebut.2
Oleh karena itu, dalam mekanisme dana di asuransi syariah premi yang
dibayarkan peserta dibagi dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening
tabarru'. Pada rekening tabarru' inilah ditampung semua dana tabarru' peserta sebagai
dana tolong-menolong atau dana kebajikan, yang jumlahnya sekitar 5%-10% dari
premi pertama (tergantung usia). Selanjutnya, dari dana ini pula klaim-klaim peserta
dibayarkan apabila ada diantara peserta yang meninggal atau mengambil dana tunai. 3

1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), h. 174
2
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 164
3
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 175

3
Penjelasan lebih kompleks yang berkaitan dengan hal ini oleh Syafi’i Antonio.
Menurut Syafi’i Antonio, masalah gharar dalam asuransi syariah dapat dieliminir
karena akad yang dipakai adalah akad takafuli atau akad tolong-menolong dan saling
menjamin. “Dalam konsep asuransi syariah, semua peserta asuransi menjadi penolong
dan menjamin satu sama lain. Jika peserta (A)meninggal, peserta (B), (C) hingga (Z)
turut membantunya.”4
Sebagai ilustrasi, seorang peserta asuransi membayar kontribusi Rp. 1 juta
/bulan untuk jangka waktu 10 tahun. Setelah dihitung oleh pihak under writing, maka
peserta tersebut ditetapkan akan mendapatkan Uang Pertanggungan sebesar Rp. 150
juta jika meninggal dunia. Namun, peserta tersebut meninggal saat kepesertaannya
baru berjalan 4 tahun. Dengan demikian, peserta tersebut baru menyetorkan dana
sebesar Rp. 48 jt. Saat dia meninggal, ahli warisnya akan memperoleh santunan
sebesar Rp. 150 juta. Dana Rp. 150 juta tersebut diambil dari kas dana tabarru’ atau
dana yang terkumpul dari peserta seluruhnya, karena dana tabarru’ merupakan hibah
atau derma dari seluruh peserta yang memang diniatkan untuk membantu jika ada
diantara peserta yang mengalami resiko sakit, kecelakaan atau meninggal. Dana
tersebut bukan milik perusahaan melainkan milik bersama peserta. Perusahaan
asuransi hanya menerima amanah untuk mengelola dana tersebut.5
Masalah kedua adalah maisir (judi/gambling). Maisir artinya adanya salah satu
pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Misalnya, seorang
peserta dengan alasan tertentu ingin membatalkan kontraknya sebelum reversing
period, biasanya tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali
uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Di sini terjadi maisir, dimana
ada pihak yang untung dan ada pihak yang dirugikan.
Dalam asuransi syariah (misalnya di Takaful), Reversing Period, bermula dari
awal akad dimana setiap peserta mempunyai hak untuk mendapatkan cash value6,
kapan saja, dan mendapatkan semua uang yang telah dibayarkannya kecuali sebagian

4
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 164
5
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya)," Jurnal
Al-Risalah Vol.19 No. 1(2019): 165
6
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 175

4
kecil saja. Yaitu, yang telah diniatkan untuk dana tabarru’ yang sudah dimasukkan ke
dalam rekening khusus peserta dalam bentuk tabarru’ atau dana kebajikan.
Dengan demikian adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh
pengalaman underwriting/mortalita pada asuransi konvensional, dimana untung rugi
suatu perusahaan terjadi sebagi hasil dari ketepatan (chance). Dato’ Fadzli Yusof
mengatakan bahwa terjadinya unsur maisir sebagai lanjutan daripada terdapatnya
unsur gharar pada asuransi konvensional. Keuntungan dari asuransi juga terlihat
sebagai hasil yang mengandung unsur perjudian karena keuntungan sangat tergantung
dari pengalaman penanggung (underwriting experience). Sehingga, untung dan rugi
dari suatu perusahaan tergantung pada nasib. Hal ini mengandung gharar, karena
termasuk judi.7
Unsur maisir (judi/untung-untungan/gambling) terjadi karena terdapat faktor
ketidakpastian dalam pelaksanaan transaksi asuransi, Selain itu, maisir (judi) dalam
asuransi konvensional dapat diindikasikan oleh tiga hal: Pertama: Ketika seorang
pemegang polis mendadak terkena musibah sehingga memperoleh dana klaim,
padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi, dalam
hal ini nasabah yang diuntungkan. Kedua: Sebaliknya, jika hingga akhir masa
perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara pemegang polis sudah membayar premi
secara penuh atau tunai, maka klien tidak akan mendapatkan apa-apa, dalam hal ini
perusahaan yang diuntungkan. Ketiga: Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab
tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, biasanya tahun
ketiga (untuk produk tertentu) yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang
yang telah dibayarkan (cash value), kecuali hanya sebagian kecil, bahkan uangnya
dianggap hangus.8
Masalah yang ketiga adalah Riba (Bunga).9 Pada asuransi syariah, masalah riba
dieliminir dengan konsep mudharabah (bagi hasil). Seluruh bagian dari proses
operasional asuransi yang didalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan
akad mudharabah atau akad lainnya yang dibenarkan secara syar’i. Baik dalam

7
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
8
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi
Konvensional, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), h. 50
9Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176

5
penentuan bunga teknik, investasi maupun penempatan dana ke pihak ketiga semua
menggunakan instrumen akad syar’i yang bebas dari riba. 10
Riba diharamkan dalam Islam adalah karena alasan berikut:
Pertama, mengambil bunga berarti mengambil untuk diri sendiri milik orang
lain tanpa memberikan sesuatu sebagai gantinya, seseorang menerima lebih dari yang
dipinjamkan tanpa perlu mengganti kelebihan tersebut dengan sesuatu.11
Kedua, bergantung kepada bunga mengurangi semangat orang untuk bekerja
mendapatkan uang, karena orang tersebut dengan satu dolar dapat menghasilkan lebih
dari satu dolar dari bunga baik yang dibayar di muka maupun yang dibayar kemudian
tanpa bekerja untuk itu. Bila hal ini terjadi pada pemilik modal maka mereka tidak
akan menanamkan modalnya dalam industri, usaha dan perdagangan, bangunan dan
konstruksi, karena mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan tanpa harus
bekerja keras.12
Ketiga, mengizinkan membebankan bunga mengurangi semangat orang untuk
berbuat baik terhadap sesama. Bila bunga uang diharamkan dalam suatu kelompok
masyarakat, orang akan memberi pinjaman bagi orang lain dengan keinginan yang
baik, tanpa mengharapkan lebih dari jumlah yang dipinjamkannya. 13
Keempat, riba diharamkan dalam Islam juga karena cenderung menimbulkan
perilaku tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dengan pihak yang lain, hal ini
juga memungkinkan seseorang memanfaatkan orang lain. Dalam ekonomi ribawi si
kaya cenderung mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari si miskin. Jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin akan semakin besar karena riba juga memiliki
dampak dalam kenaikan barang-barang.14

10
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
11Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 193
12Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"

Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 193


13Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"

Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019): 193


14
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
Jurnal Al-Risalah Vol.19 No. 1 (2019): 193

6
2.2 MEKANISME PENGELOLAAN DANA
2.2.1 PERUSAHAAN SEBAGAI PEMEGANG AMANAH

Sistem operasional asuransi syariah (Takaful) adalah saling


bertanggung jawab, bantu membantu, dan saling melindungi antara para
pesertanya. Perusahaan asuransi syariah diberikan kepercayaan atau amanah
oleh peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal,
dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta
perjanjian.15
Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana
peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil).
Para peserta Takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan
perusahaan Takaful berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib).
Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi
antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan nisbah yang telah
disepakati.16
2.2.2 SISTEM PADA PRODUK SAVING (ADA UNSUR
TABUNGAN)

Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur


kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan
peserta.17 Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang
akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah
dalam dua rekening yang berbeda.18 Yaitu:
1. Rekening Tabungan Peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta
yang dibayarkan bila perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, dan
peserta meninggal dunia.
2. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebijakan yang telah diniatkan
oleh peserta sebagai iuran dana kebijakan untuk tujuan saling menolong

15
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
16
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 176
17
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177
18
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177

7
dan saling membantu yang dibayarkan bila peserta meninggal dunia dan
perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).
Sistem ini implementasi dari akad takafuli dan akad mudharabah
sehingga asuransi syariah terdapat dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya
kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai syariat islam. Setiap
keuntungan dari hasil investasi setalah dikurangi dengan beban asuransi (klaim
dan premi reasuransi) akan dibagi menurut prinsip mudharabah. Persentase
pembagian mudharabah dibuat dalam suatu perbandingan berdasarkan
perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta misalnya 70:30 atau
60:40 dan seterusnya. Lebih jelas dilihat dari tabel di bawah ini.19
Mekanisme pengelolaan dana yang mengandung unsur tabungan

2.2.3 SISTEM PADA PRODUK NONSAVING

Sistem premi yang dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan dalam


rekening tabarru’ perusahaan.20 Yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh
peserta sebagai iuran dan kebijakan untuk saling tolong-menolong dan saling
membantu, yang dibayarkan bila peserta meninggal dunia dan perjanjian telah
berakhir (jika ada surplus dana).21
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat
islam dan keuntungan hasil investasi setelah dikurangi beban asuransi (klaim
dan premi reasuransi) akan dibagi peserta menurut prinsip mudharabah dalam

19
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 177
20
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178
21
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178

8
perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan
(takaful) dan peserta. Lebih jelas dijelaskan dalam tabel berikut ini.22
Mekanisme pengelolaan dana/ premi pada produk non saving

2. 3 SUMBER BIAYA OPERASIONAL

Dalam operasionalnya pada asuransi Syariah yang membentuk bisnis seperti


perseroan terbatas (PT), sumber biaya menjadi sangat menentukan dalam
perkembangan dan kecepatan pertumbuhan industri.23 Sumber- sumber biaya tersebut
dapat terdiri atas:

a. Bagi hasil surplus underwriting yaitu bagi hasil yang diperoleh dari surplus
underwriting yang dibagi secara proporsional antara peserta dan mengelola
dengan nisbah yang ditetapkan sebelumnya.24
b. Bagi hasil investasi adalah bagi hasil yang diperoleh secara proporsional
berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan, baik dari hasil investasi
dana rekening tabungan peserta maupun dari dana tabarru'.25
c. Dana pemegang saham yaitu dana yang dipersiapkan oleh para pemegang
saham sebagai modal disetor bagi perusahaan26

22
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 178
23Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 183
24
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 180
25
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 180
26
Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 184

9
d. Loading (kontribusi biaya) yaitu kontribusi biaya yang dibebankan kepada
peserta, yang pada asuransi konvensional biasanya diambil dari premi tahun
pertama dan kedua.27

2. 4 UNDERWRITING

Dalam proses operasionalnya, perusahaan asuransi syariah tidak terlepas dari


penerapan fungsi underwriting. Underwriting merupakan proses menyeleksi risiko dan
mengklasifikasikannya sesuai dengan tingkat yang dapat ditanggung oleh perusahaan.
Dalam hal ini, risiko yang muncul adalah klaim yang mungkin akan dihadapi oleh
perusahaan asuransi di masa yang akan datang.28
Klaim merupakan proses pengajuan oleh peserta asuransi untuk mendapatkan
uang pertanggungan setelah peserta melaksanakan seluruh kewajibannya kepada
perusahaan asuransi berupa penyelesaian pembayaran premi sesuai dengan
kesepakatan sebelumnya (Huda dan Mustafa, 2009:349). Pengajuan klaim terjadi
ketika peserta asuransi mendapat musibah seperti meninggal dunia, kebakaran, gempa
bumi, dan musibah- musibah lain yang datangnya tidak terduga. Proses pengajuan
klaim dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan awal pada akad. Ketika peserta
asuransi ingin mengajukan klaim, perusahaan asuransi sebagai pengelola asuransi
wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat, dan efisien sesuai dengan
amanah yang diterimanya. Jika pada akhir periode jumlah kontribusi peserta lebih
besar dari klaim dan beban lainnya, akan terjadi surplus underwriting pada dana
tabarru'.29
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, surplus underwriting adalah selisih
lebih total kontribusi Peserta ke dalam Dana tabarru' ditambah kenaikan Aset
reasuransi setelah dikurangi pembayaran santunan atau klaim, kontribusi reasuransi

27
Baginda Parsaulian, “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah”, Journal of
Economic Studies Vol. 2 (2018): 184
28
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 990
29
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 990

10
dan kenaikan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu. Ketika terjadi surplus, dana
dapat disimpan sebagian sebagai dana cadangan tabarru' dan dapat dibagikan sebagian
lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para
peserta.30

2.5 ASPEK-ASPEK TEKNIK DAN AKTUARIA

Setiap perusahaan asuransi wajib memiliki seorang aktuaris yang bertanggung


jawab untuk membuat laporan-laporan ke departemen keuangan. Dimana untuk
pemberian gambaran tentang berbagai aspek teknis dan aktuaria dalam sistem asuransi
syariah, serta konsep dan pendekatan asuransi syariah yang berbeda dengan asuransi
konvensional.
Aktuaria adalah penilai risiko, penaksir risiko, penerjemah risiko,
pengkalkulasi risiko, ahli dalam ilmu aktuaria disebut aktuaris dimana seseorang yang
telah memiliki gelar profesi aktuaris dan mendapat nilai kelulusan dari asosiasi
aktuaris di setiap negara, seperti di Indonesia ada PAI (Persatuan Aktuaris
Indonesia).31

2.5.1 PERAN AKTUARIA

Peran aktuaria pada perusahaan yang berbasis syariah dibagi menjadi


tiga bagian pokok:
a. Sertifikasi Produk
Perusahaan asuransi syariah beroperasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah. Dimana akutuaris
akan membuat atau meghitung premi-premi dasar dari produk asuransi
syariah, yang didasarkan prinsip-prinsip aktuaria.32

30
Febrinda Eka Damayanti, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus
Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Vol.3 (2016): 991
31
Asyari Suparmin, Asuransi Syariah (Konsep Hukum dan Operasionalnya), (Ponorogo:
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019) h. 119
32
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 192

11
b. Penaksiran Aktuaria
Perusahaan asuransi syariah diharuskan membuat laporan tahunan
kepada departemen keuangan. Aktuaris melaporkan hasil investigasi
aktuaria, yaitu tentang kondisi keuangan asuransi yang layak. Dengan
demikian, sebagian dana asuransi syariah khususnya asuransi jiwa,
dipisahkan untuk membayar manfaat asuransi (cover). Dana ini dikenal
sebagai dana cadangan, yaitu untuk pemenuhan kewajiban perusahaan
terhadap peserta pada saat terjadi klaim.33
c. Aktuaria yang Ditunjuk
Apabila perusahaan asuransi syariah tersebut tidak memiliki seorang
aktuaris, maka perusahaan harus menunjuk seorang aktuaris atau suatu
lembaga yang diakui departemen keuangan sebagai konsultan aktuaria.
Konsultan inilah yang bertanggung jawab untuk memeriksa laporan
keuangan yang setiap tahun harus dilaporkan ke departemen keuangan
sebagai pihak regulator.34
Tugas aktuaris hanya diterapkan pada bisnis asuransi jiwa, dan bukan
pada bisnis asuransi kerugian atau asuransi umum. Akan tetapi, ini tidak berarti
bahwa aktuaris tidak mempunyai peran dan tugas dalam asuransi kerugian.
Pengetahuan dan keahlian aktuaris pada asuransi jiwa dapat diterapkan dan
bermanfaat pula untuk asuransi kerugian atau asuransi umum.35

2.5.2 ASPEK AKTUARIA

Aspek aktuaria adalah sejauh mana seorang aktuaris dapat dilibatkan


dalam rancangan produk pemenuhan rate premi setiap produk. Distribusi
surplus, valuasi dan tes solvensi, membuat retakaful atau perjanjian reas. Juga
aspek-aspek lain dimana keahlian dan kemampuan aktuaris dalam teori
probabilita, statistik bunga majemuk, dan tingkat investasi banyak
digunakan.36

33
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
34Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
35
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
36
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193

12
Pada asuransi konvensional, peran aktuaris terutama dihadapkan pada
bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:37
a. Kontrak apakah yang paling baik untuk menentukan kepastian
yang terjadi?
b. Berapa tingkat bunga atau investasi, moralitas atau biaya yang
digunakan untuk menghitung premi dari suatu polis dan nilai
tunai, dan bagaimana tarif yang sesuai untuk menghadapi
perubahan keadaan pada masa mendatang?
c. Berapa tingkat surplus, bagaimana surplus itu ada dan
bagaimana seharusnya didistribusikan?

2.5.3 MERANCANG PRODUK


Dalam merancang dan mengembangkan produk, tujuan utama adalah
bahwa produk tersebut harus memenuhi kebutuhan yang umum dari nasabah.
Anti Seleksi adalah aspek penting yang harus dimasukan dalam perhitungan.
Sebagai contoh nasabah yang mengakhiri polisnya yang masih aktif dan
menggantinya dengan produk yang baru. 38

2.5.4 TEKNIS AKTUARIA


Para aktuaris menggunakan probabilitas atau lebih khusus lagi teori life
contingency, statistik, bunga majemuk dan tingkat investasi. Hal yang terakhir
meliputi dampak keuangan dari serangkaian ketidakpastian pembayaran yang
dikaitkan dengan usia seseorang. Berikut teknik-teknik yang sudah diterapkan
pada bisnis asuransi syariah,39
a. Teori Bunga Majemuk40
Teori bunga majemuk ukan teori tentang riba, melainkan pelajaran
tentang pertumbuhan. Teori bunga majemuk dapat diadopsi dan
diterapkan ke dalam bisnis asuransi syariah, dengan catatan harus
mengganti bunga dengan hasil operasional dari keuntungan investasi,

37
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 193
38
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 194
39
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 194
40
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 195

13
teori ini banyak digunakan dalam evaluasi rancangan penggunaan dari
metode discount cash flose.
Penerapan teori ini dapat dijumpai pada asuransi syariah pada
perhitungan premi sekaligus untuk produk pembiayaan. Premi
sekaligus tersebut sudah dikurangi hasil investasi premi sekaligus yang
diterima pada awal perjanjian. Ketentuan ini ditetapkan dan terlebih
dahulu disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah.
b. Pertimbangan Waktu dalam Transaksi41
Waktu dapat dimasukan kedalam pertimbangan transaksi bisnis.
Hubungannya dengan produk-produk syariah ini memungkinkan
mempunyai tingkat tabarru' bulanan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tahunan.

2.5.5 VALUASI AKTUARIA


Pemeriksaan Aktuaria meliputi kondisi keuangan perusahaan asuransi
jiwa atau perusahaan asuransi syariah. Ini penting untuk menaksir apakah
perusahaan mengalami solvabilitas yang wajar. Sebuah Perusahaan yang tidak
solvent, pada saat tertentu tidak akan dapat memenuhi kewajiban terhadap
klaim yang akan datang. 42
a. Dasar Valuasi
Valuasi aktuaria menyangkut kewajiban yang akan datang dalam
perjanjian polis. Valuasi ini memerlukan beberapa asumsi seperti risiko
kematian akan datang, tingkat investasi dan biaya. Yang minimal
ditetapkan peraturan asuransi dan peraturan asuransi syariah yang
diawasi oleh departemen keuangan. Dasar minimum valuasi yang wajar
adalah metode valuasi premi netto dengan tabel moralitas dan dengan
asumsi tingkat investasi yang sesuai.43

41
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 196
42
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199
43
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199

14
b. Metode Valuasi
Ada tiga metode umum valuasi, yaitu metode premi netto, metode
premi bruto, dan metode modifikasi. Dalam metode premi netto, nilai
premi adalah murni dihitung berdasarkan asumsi valuasi, yang hanya
dihubungkan dengan moralitas dan tingkat investasi. Sedangkan
metode premi bruto adalah premi sesungguhnya yang ditawarkan
kurang dari perkiraan tertentu biaya-biaya akan datang yang wajar.
Metode Modifikasi adalah seperti metode premi bruto tetapi dengan
suatu penambahan item sebagai kewajiban, bonus akan datang yang
diperkirakan.44

2.5.6 PENYEBARAN SURPLUS


Surplus diartikan sebagai antisipasi atau perkiraan keuntungan karena
jumlah keuntungan ataupun kerugian tidak akan diketahui sampai masa
perjanjian selesai. Perbedaan metode valuasi dan dasar valuasi akan berakibat
pada insidensi aliran surplus. Hal ini akan menaikan jumlah equity.
Bagaimanapun juga seorang aktuaris harus memelihara suatu keseimbangan
antara solvency dan equity.45
Metode Valuasi dapat digunakan dalam kegiatan asuransi syariah,
kecuali kemungkinan ada pengurusan biaya-biaya. Bentuk fundamental lain
dalam asuransi jiwa syariah adalah pemisahan pembukuan, yaitu rekening
investasi atau tabungan rekening tabarru' yang disediakan untuk
menanggulangi risiko dipisahkan dari rekening total dana peserta.46

2.6 PERWUJUDAN TA’AWUN DAN MEKANISME ASURANSI

Ta'awun merupakan salah satu prinsip utama dalam interaksi muamalah.


Bahkan ta'awun dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem ekonomi yang
kokoh, yang kaya memperhatikan yang miskin dalam hal kebutuhan finansial, dan
yang miskin membantu orang kaya dalam hal tenaga atau yang lainnya. Ta'awun

44
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 199
45
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 200
46
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 200

15
merupakan inti dari konsep takaful, dimana antar satu peserta dengan peserta lainnya
saling menanggung risiko, yakni melalui mekanisme dana tabarru' dengan akad yang
benar yaitu akad takaful atau akad tabarru'47
Konsep mengenai tertanggung dan penanggung yang terpisah, sebagaimana
dalam asuransi konvensional, tidak berlaku dalam asuransi syariah. Bertolak dari
prinsip ta’awun dan saling menanggung tersebut maka sistem operasional asuransi
jiwa syariah tentu berbeda dengan sistem operasional asuransi jiwa konvensional.
Sistem operasional asuransi jiwa syariah senantiasa menghindari adanya unsur gharar,
maisir, dan riba.
Untuk menghindari adanya unsur gharar, maisir dan riba, maka dalam asuransi
jiwa syariah menggunakan dua akad, yaitu akad tabarru' atau biasa juga disebut akad
takafuli dan akad mudharabah (bagi hasil). Dalam operasionalnya, asuransi syariah
menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong menolong atau rekening
tabarru' yang menampung kontribusi yang disetorkan oleh seluruh peserta yang telah
diniatkan untuk membantu sesama peserta.48
Islam mengajarkan kepada kita agar dalam hidup bermasyarakat senantiasa
terjalin hubungan kesetiakawanan (takaful) antarsesama umat Islam dalam rangka
"alal biri watta’ wa” kebajikan dan takwa. Allah tidak melarang kita untuk menjalin
hubungan kesetiakawanan (takaful), kerja sama, saling menolong dengan saudara-
saudara kita yang beragama lain, sepanjang hal tersebut menyangkut perkara-perkara
muamalah, sosial, dan kemasyarakatan.49

2.6.1 TAKAFUL ANTAR INDIVIDU

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak meninggalkan


keluarga dalam keadaan sengsara, miskin, dan menjadi beban orang lain,
karena tidak adanya persiapan finansial yang dirancang. Atau, tidak ada
kesiapan finansial yang disiapkan kalau-kalau kita tidak produktif lagi, atau
Allah memberi ujian kepada kita dan keluarga kita dengan memberinya sakit

47
Madani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017),
h. 97
48
Hadi Daeng Mapuna, “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem Operasionalnya),"
Jurnal Al-Risalah Vol.19 No. 1 (2019): 164
49
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 204

16
atau kita ditakdirkan Allah meninggal, atau usaha satu-satunya sumber nafkah
keluarga mendapat musibah dari Allah.50
Dalam mekanisme asuransi syariah, prinsip ta'awun atau takaful
antarindividu atau takaful antaranggota masyarakat dengan anggota
masyarakat lainnya yang terikat dengan kesepakatan untuk bekerja sama, dapat
terlihat dengan nyata. Dengan demikian, konsep asuransi syariah ini benar-
benar merupakan implementasi dari takaful antara satu individu dengan
individu lainnya.51

2.6.2 TAKAFUL ANTAR PERUSAHAAN

Sementara itu, dalam konteks yang lebih besar dapat kita lihat konsep
ta'awun atau takaful (kesetiakawanan) ini dalam mekanisme saling
menanggung antara satu perusahaan pemberi sesi (ceding company) dengan
perusahaan penanggung ulang (reasuransi). Di mana karena pertimbangan
ketidakmampuan menanggung sendiri beban dan tanggung jawab, maka
memberi sebagian dari tanggung jawab (risiko) finansial itu kepada perusahaan
lain yang disebut (reasuransi). Pada saat yang bersamaan perusahaan
reasuransi (penanggung ulang) tadi, melakukan lagi retrosesi “asuransinya
asuransi”, kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan asuransi lainnya.52

50
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 205
51
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 205
52
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 207

17
2.7 KONSEP TEKNIK DAN AKTUARIS KE DESAIN PRODUK

2.7.1 PENGERTIAN TRANSFER OF RISK DAN SHARING RISK

Asuransi syariah menerapkan sharing of risk sedangkan pada asuransi


konvensional transfer of risk53
a. Transfer of Risk
Pengertian Transfer of Risk adalah terjadinya perpindahan risiko dari
peserta (tertanggung) kepada perusahaan asuransi (penanggung), yang
ditandai dengan pembayaran premi oleh peserta. Dengan kata lain,
dalam asuransi konvensional terjadi pengalihan risiko finansial dari
suatu pihak ke pihak lainnya.54

b. Sharing of risk Pengertian sharing of risk adalah terjadinya proses


saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya, yang
ditandai adanya kontribusi masing-masing peserta melalui dana
tabarru'. Dengan demikian, dalam asuransi syariah terjadi
pembagian risiko finansial antar peserta.55

53
Netta Agusti,"Sharing of Risk Pada Asuransi Syariah (Takaful)," Jurnal Manajemen
Dakwah vol 3 No.2 (2017): 184
54
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 207
55
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 208

18
2.7.2 PLAN DASAR ASURANSI JIWA

Secara garis besar plan dasar asuransi jiwa dibagi tiga bagian,
a. Term Insurance, yaitu plan dimana manfaat diberikan bila peserta
meninggal dunia. Jika tertanggung meninggal selama kurun waktu
asuransi berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan dan
diakhir masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi
tidak berlaku lagi.56
b. Endowment Insurance, yaitu serupa dengan asuransi berjangka dalam
hal bahwa polis dwiguna ini berlaku untuk satu kurun waktu tertentu.
Tetapi, asuransi dwiguna menyediakan suatu santunan yang sama
dengan jumlah santunan, tidak peduli apakah tertanggung hidup sampai
akhir kurun waktu yang dipilih atau meninggal selama kurun waktu
tersebut.57
c. Whole life insurance, yaitu menyediakan penutupan asuransi selama
hidupnya tertanggung. Tidak seperti plan berjangka, dimana tidak ada
batas akhir yang pasti tentang jangka waktu penutupan.58

56
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215
57
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215
58
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 215

19
2.7.3 MEKANISME DANA DAN MEKANISME KERJA ASURANSI
SYARIAH

a. Mekanisme Dana
Pada asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana peserta
dan dana pemegang saham. Sedangkan, asuransi syariah untuk produk-
produk yang mengandung unsur tabungan, kedua sumber dana ini
dipisahkan secara tegas. Dalam tabel 1 ada 2 alur, yaitu alur Dana
Peserta Takafuli (DPT) dan alur Dana Pemegang Saham (DPS59). dana
tersebut kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dalam suatu
kumpulan dana investasi. Hasil investasi dikembalikan secara
proporsional ke masing-masing alur dana, setelah dilakukan pembagian
keuntungan antara peserta sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan
perusahaan sebagai pengelola (mudharib), sebagaimana skim bagi hasil
yang diperjanjikan sebelumnya.60

Sedangkan pada tabel 2, yaitu mekanisme dana non savings


(tidak ada tabungan), dana kontribusi atau iuran peserta merupakan
dana tabarru' atau tolong menolong terkumpul dalam Total Dana
Peserta (TDP), kemudian diinvestasikan oleh perusahaan. Total dana
peserta plus investasi yang dihasilkan kemudian dikurangi dengan
beban asuransi. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara peserta dan
pengelola dengan skim bagi hasil sebagaimana yang diperjanjikan
sebelumnya.61

59
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 216
60
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 216
61
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 217

20
Mekanisme kerja produk tabungan62

Mekanisme kerja produk non tabungan63

a. Mekanisme Kerja dalam Investasi

Ada dua akad yang digunakan dalam investasi produk-produk asuransi


jiwa64 yang mengandung unsur tabungan, yaitu akad mudharabah,
untuk transaksi investasi modal perusahaan, dana peserta, dan dana
tabarru', yang diinvestasikan secara langsung ke bank-bank syariah,

62
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 217
63
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
64
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218

21
obligasi, dan pasar modal. sedangkan, pada investasi menggunakan
final manager menggunakan akad wakalah dengan mengeluarkan ujrah
untuk pengelola. 65

Mekanisme kerja 166

Mekanisme Kerja 2 67

65
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
66
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218
67
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 218

22
Mekanisme kerja 368

2.7.4 SUMBER INCOME BAGI PERUSAHAAN


Ada tiga sumber income pada asuransi syariah, yaitu pertama, return
on investment dari shareholders fund. Kedua, share profit/surplus dari
participant’s fund untuk produk-produk non saving. Ketiga, share return on
investment dari participant’s fund untuk produk-produk saving. Return on
investment dari shareholders fund dapat diperoleh sebesar 100% dari hasil
investasi.69 Sedangkan, dari share surplus dana participant’s fund (nonsaving)
dan share return on investment dari dana saving sebesar yang diperjanjikan
dalam skim bagi hasil. Skim ini ditetapkan oleh manajemen atas persetujuan
Dewan Pengawas Syariah dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan
perkembangan perusahaan.
Sumber income bagi perusahaan 70

68
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 219
69
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 220
70
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), h. 220

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam asuransi syariah masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti
akad tabaduli dengan akad tafakuli “tolong-menolong” atau akad tabarru' dan akad
mudharabah (bagi hasil). Dalam mekanisme pengelolaan dana Asuransi jiwa syariah
Perusahaan asuransi syariah diberikan kepercayaan atau amanah oleh peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan
kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian. Mekanisme pengelolaan
dana terbagi menjadi dua yaitu yang mengandung unsur tabungan dan yang tidak
mengandung unsur tabungan.
Sumber operasional yang diperoleh Asuransi jiwa syariah berasal dari bagi
hasil surplus underwriting, bagi hasil investasi, dana pemegang saham, dan loading
(kontribusi biaya). Dalam proses operasionalnya, perusahaan asuransi syariah tidak
terlepas dari penerapan fungsi underwriting. Underwriting merupakan proses
menyeleksi risiko dan mengklasifikasikannya sesuai dengan tingkat yang dapat
ditanggung oleh perusahaan. Dalam hal ini, risiko yang muncul adalah klaim yang
mungkin akan dihadapi oleh perusahaan asuransi di masa yang akan datang.
Setiap perusahaan asuransi wajib memiliki seorang aktuaris yang bertanggung
jawab untuk membuat laporan-laporan ke departemen keuangan.. Aspek aktuaria
adalah sejauh mana seorang aktuaris dapat dilibatkan dalam rancangan produk
pemenuhan rate premi setiap produk. Tugas aktuaris hanya diterapkan pada bisnis
asuransi jiwa, dan bukan pada bisnis asuransi kerugian atau asuransi umum.
Ta'awun merupakan salah satu prinsip utama dalam interaksi muamalah.
Bahkan ta'awun dapat menjadi fondasi dalam membangun sistem ekonomi yang
kokoh, yang kaya memperhatikan yang miskin dalam hal kebutuhan finansial, dan
yang miskin membantu orang kaya dalam hal tenaga atau yang lainnya. Ta'awun
merupakan inti dari konsep takaful, dimana antar satu peserta dengan peserta lainnya
saling menanggung risiko, yakni melalui mekanisme dana tabarru' dengan akad yang
benar yaitu akad takaful atau akad tabarru'.

24
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Amrin, Abdullah. Asuransi Syariah, Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah


Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.

Madani. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana,


2017.

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (life and general). Jakarta: Gema Insani
Press, 2004.

Suparmin, Asyari. Asuransi Syariah (Konsep Hukum dan Operasionalnya).


Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

JURNAL

Agusti, Netta."Sharing of Risk Pada Asuransi Syariah (Takaful)." Jurnal Manajemen


Dakwah vol 3 No.2, (2017), 184

Damayanti, Febrinda Eka. “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Surplus


Underwriting Asuransi Umum Syariah di Indonesia.” Jurnal Ekonomi
Syariah Teori dan Terapan Vol.3 (2016), 990

Mapuna, Hadi Daeng. “Asuransi Jiwa Syariah (Konsep dan Sistem


Operasionalnya)." Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1 (2019), 164-165

Parsaulian, Baginda. “Prinsip dan Sistem Operasional Asuransi Syariah.” Journal of


Economic Studies Vol. 2 (2018), 183-184

25

Anda mungkin juga menyukai