Anda di halaman 1dari 57

DASAR HUKUM

PRODUK HALAL
SUMBER HUKUM DALAM ISLAM
I. Al-Qur’an
II. Sunnah
III. Ijma
IV. Qiyas
I. Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an
B. Materi Hukum yang Ada dalam Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an

‫كالم اهلل املنزل على حمم د ص لى اهلل علي ه وس لم باللف ظ الع ريب املنق ول إلين ا‬
‫ب التواتر املكت وب باملص احف املتعب د بتالوت ه املب دوء بالفاحتة واملخت وم بس ورة‬
‫الناس‬
Kalam Allah SWT yang mengandung mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa arab yang
dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat annas
B. Materi Hukum yang Ada dalam Al-Qur’an

1. Hukum I’tiqadi
Hukum-hukum yang berkaitan dengan apa yang wajib diimani oleh mukallaf. Hukum
i’tiqadiah tercermin dalam rukun iman dalam agama islam. dari mulai iman kepada
Allah, kepada malaikat, kepada kitab suci, kepada para rasul, kepada hari akhirat,
dan kepada takdir.

2. Hukum Khuluqiyah (Akhlak)


Hukum ini berkaitan dengan perilaku manusia di kehidupan sehari hari. Hukum
khuluqiyah tercermin dalam ilmu akhlak atau juga tasawuf.

3. Hukum Amaliah (Praktis)


Hukum ini mengatur antara hubungan manusia dengan sang pencipta secara lahiriah.
Selain itu, hukum ini juga mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya.
Hukum ini tercermin dalam rukun Islam yang disebut hukum syariat. Hukum syariat
atau sya’ra terbagi menjadi dua yakni hukum muamalat dan ibadah.
AL-QUR’AN

AQIDAH SYARIAH AKHLAK

Muamalat ‘Aam

MU’AMALAH IBADAH

Muamalat Khash
Shalat Zakat Puasa Haji

MALIYAH GHAIRU MALIYAH

Buyu’
Ijarah
Syirkah Ahwal al-Syakhsiyyah Jinayah Siyasah
Qardh
Rahn Munakahat Hudud Dusturiyah
Kafalah Mawarits Qishash
Ta’zir Dauliyah
Hiwalah
Wakalah
Ariyah Waqf
Muzara’ah Wasiat
Muhkabarah Hibah
Musaqat dll 6
II. As-Sunnah
A. Pengertian Sunnah
B. Macam-Macam Sunnah
C. Kedudukan As-Sunna terhadap Al-Qur’an
A. Pengertian Sunnah
• Menurut Disiplin ilmu Hadis Sunnah sama dengan hadits yaitu
“Seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atau sifatnya
sebagai manusia biasa, akhlaknya, apakah itu sebelum
maupun setelah diangkat menjadi rasul”
• Menurut disiplin ilmu ushul fiqh “Segala yang diriwayatkan
dari Nabi saw berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan
yang berkaitan dengan hukum”
B. Macam-Macam Sunnah
1. Sunnah Fi’liyah
2. Sunnah Qauliyah
3. Sunnah Taqririyah
C. Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur’an

1. Merinci hukum global yang ada dalam al-


Qur’an (seperti perintah shalat)
2. Menjelaskan maksud hukum mutlak yang ada
dalam al-Qur’an (seperti hukum potong
tangan)
3. Mengkhususkan hukum-hukum yang bersifat
umum (seperti dalam hukum warits)
III. Ijma
A. Pengertian Ijma
B. Macam-macam Ijma
C. Kehujjahan Ijma’
A. Pengertian Ijma
‫اتفاق أمة محمد صلى هللا في عصر من العصور وفي أمر من‬
.‫األمور بعد وفاة النبي‬

Kesepakatan umat Muhammad SAW pada


masa tertentu dalam suatu permasalahan
setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.
B. Macam-macam Ijma
1. Ijma Sharih
Kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat
maupun melalui perbuatan terhadap hukum
masalah tertentu.
2. Ijma Sukuti
Pendapat sebagian mujtahid pada satu masa tentang
hukum suatu masalah dan tersebar luas, sedangkan
mujtahid yang lain hanya diam saja setelah meneliti
pendapat mujtahid yang dikemukakan di atas tanpa
ada yang menolak pendapat tersebut.
C. Kehujjahan Ijma
Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma bisa
dijadikan dalil hukum (hujjah) selagi
memenuhi rukun ijma.
Dalilnya surat an-nisa: 59
)‫أمتي ال تجتمع على خطأ (رواه الترمذي‬
IV. Qiyas
A. Pengertian Qiyas
B. Rukun Qiyas
C. Macam-macam Qiyas
D. Kehujjahan Qiyas
A. Pengertian Qiyas
‫إحلاق أم ر غ ري منص وص على حكم ه الش رعي ب أمر منص وص على حكم ه‬
‫الشرتاكهما يف علة احلكم‬
Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan
hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang
disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan
kesatuan ‘illat hukum (motivasi hukum) antara
keduanya.
B. Rukun Qiyas
1. Ashl (hukum yang ditetapkan melalui nash
atau ijma)
2. Far’u (Kasus yang akan ditentukan
hukumnya)
3. ‘Illat (motivasi hukum)
4. Hukum ashl
C. Macam-macam Qiyas
1. Dilihat dari segi kekuatan ‘illat
2. Dilihat dari segi kejelasan ‘illat
3. Dilihat dari keserasian ‘illat
1. Dilihat dari segi kekuatan ‘illat

a. Qiyas aulawi (yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih


kuat dari hukum ashl) misalnya mengqiyaskan memukul
kepada ucapan “ah”
b. Qiyas al-Musawi (yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’
sama kualitasnya dengan hukum yang ada pada ashl) seperti
mengqiyaskan membakar harta anak yatim kepada
“memakan dengan cara yang bathil”
c. Qiyas al-Adna (yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih
lemah dari hukum ashl) Seperti mengqiyaskan apel pada
“gandum” dalam hal berlakunya riba fadhl
2. Dilihat dari segi kejelasan ‘illat

a. Qiyas al-Jaliy (yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan oleh nash


bersamaan dengan hukum ashl; atau nash tidak menetapkan
‘illatnya tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh
perbedaan antara ashl dan furu’) seperti mengqiyaskan
budak perempuan kepada budak laki-laki dalam masalah
memerdekakan mereka.
b. Qiyas al-Khafi (yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan
dalam nash) seperti mengqiyaskan pembunuhan dengan
benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam.
Termasuk contoh yang ada dalam qiyas al-adna
3. Dilihat dari keserasian ‘illat
a. Qiyas al-Muatstsir (yaitu qiyas yang menjadi penghubung antara ashl
dengan furu’ ditetapkan melalui nash sharih atau ijma; atau qiyas ‘ain
sifat (sifat itu sendiri) yang menghubungkan ashl dengan berpengaruh
pada hukum itu sendiri) seperti mengqiyaskan hak perwalian dalam
menikahkan anak di bawah umur kepada hak perwalian atas hartanya
dengan ‘illat “belum dewasa” ‘illat ini ditetapkan berdasarkan ijma’ .
Contoh lain mengqiyaskan minuman keras yang dibuat dari selain
anggur kepada kharm (yang dibuat dari anggur) dengan ‘illat
“memabukkan”
b. Qiyas al-Mula’im (yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashlnya mempunyai
hubungan yang serasi) seperti mengqiyaskan pembunuhan dengan
benda keras kepada benda tajam.
D. Kehujjahan Qiyas

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah qiyas dapat


dijadikan dasar hukum:
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa qiyas bisa dijadikan
sumber hukum Islam.
2. Ulama mu’tazilah, ulama zhahiriyah dan syi’ah berpendapat
bahwa qiyas tidak bisa dijadikan sumber hukum Islam.
)1 :‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذ يَن آَمُنوا اَل ُتَق ِّد ُموا َبْيَن َيَد ِي الَّلِه َوَرُس وِلِه َو اَّتُقوا الَّلَه ِإَّن الَّلَه َس ِم يٌع َعِليٌم (الحجرات‬
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui“.
E. Metode Penetapan illat dalam masalah muamalah

1. Takhrijul Manath: yaitu menentukan alasan dari sebuah


hukum, seperti menentukan alasan diharamkannya khomr,
menentukan alasan larangan membentak orang tua, dan lain-
lainnya.
2. Tanqihul Manath:yaitu, penyaringan suatu alasan hukum
dengan cara meniadakan perbedaan satu dengan yang lainnya,
seperti meniadakan perbedaan antara budak laki-laki dan
perempuan
3. Tahqiqul Manath: yaitu menerapkan alasan tersebut pada
masalah-masalah yang belum disebut hukumnya dalam Al
Qur’an atau Al Hadist
DALIL AL-QUR’AN
Al-Baqarah 168

‫َأْلْر ِض َح َٰل اًل َط ِّي ًبا َو اَل َتَّتِب ُع و۟ا ُخ ُط َٰو ِت‬‫ٱ‬ ‫ٱ‬
‫َٰٓيَأَهُّيا لَّناُس ُلُكو۟ا ِم َّم ا ىِف‬
‫َل‬ ‫ٱ‬
‫ُّم ِب ٌني‬ ‫لَّش ْيَٰط ِن ۚ ِإ َّنُه ۥ ْمُك َعُد ٌّو‬
• Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal
dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah: 168)
• Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa seruan kehalalan
makanan pada ayat ini ditujukan kepada seluruh manusia,
apakah beriman kepada Allah SWT atau tidak. Namun
demikian, tidak semua makanan dan minuman yang halal
otomatis thayyib, dan tidak semua yang halal sesuai dengan
kondisi masing-masing. Ada yang halal dan baik untuk
seseorang yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan
ada juga yang kurang baik untuknya, walaupun baik untuk
yang lain. Ada makanan yang baik tetapi tidak bergizi, dan
ketika itu menjadi kurang baik. 12 Karena itu, makanan yang
sangat dianjurkan adalah makanan yang halal dan thayyib.
• Sayyid Qutub dalam kitab Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an,
menjelaskan ayat tersebut bahwa Allah SWT
menciptakan apa yang ada di bumi adalah untuk
manusia. Oleh sebab itu, Allah SWT menghalalkan apa
yang ada di bumi tanpa ada pembatasan tentang halal
ini, kecuali sejumlah makanan dan minuman tertentu
yang berbahaya. 13 Jadi keterangan tentang
penghalalan dari Allah SWT ini, manusia bisa menikmati
dari apa-apa yang baik dan sesuai dengan fitrah
manusia, tanpa harus menerima dengan kesulitan dan
desakan.
• Syaik Ahmad Syakir mengutip pendapat Ibnu Katsir,
menegaskan bahwa ayat di atas menjelaskan
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah SWT, dan sesungguhnya hanya Dialah
yang Esa dalam penciptaan. Dia adalah dzat yang
memberi rezeki kepada seluruh mahkluk-Nya.
Serta Dia juga telah memudahkan bagi mereka
makanan yang halal dan baik, 14 yaitu baik pada
dzatnya dan tidak membahayakan kesehatan tubuh
dan akal
Al-Maidah 88
‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬
• ‫َو ُلُكو۟ا ِم َّم ا َر َز َقُمُك ُهَّلل َح َٰل َط ِّي ًباۚ َو َّتُقو۟ا َهَّلل ِذَّل ٓى َأنمُت ِب ۦ ُم ْؤ ُنوَن‬
‫ِم‬ ‫ِه‬ ‫اًل‬

• Dan makanlah dari apa yang telah diberikan


Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan
baik, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya. (QS.Al-Maidah:
88)
• “Dan takutlah hanya kepada Allah SWT, dan
kepadaNyalah engkau beriman”. Pada Ayat
tersebut mengisyaratkan bahwa memilih
makanan halal dan thayyib selain ditentukan oleh
Allah SWT di dalam Al-Qur’an, juga memerlukan
ijtihad individu untuk memilih makanan halal dan
thayyib untuk dikonsumsikan. Makanan yang
halal dan thayyib merupakan makanan pilihan
untuk kesehatan jasmani maupun rohani.
Al Anfal 69

‫َفُلُكوا ِم َّم ا َغِنْمْمُت َح اَل اًل َط ِّي ًباۚ َو اَّتُقوا اَهَّلل ۚ َّن اَهَّلل َغُفوٌر َر ِح ٌمي‬

‫ِإ‬
Maka makanlah dari sebagian rampasan
perang yang kamu peroleh itu, sebagian
makanan yang halal lagi baik, dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS-
Anfal: 69)
• Berdasarkan ayat di atas, menurut tafsir Al-Misbah, kata
“makanlah” diartikan sebagai gunakan dan manfaatkanlah.
Dikarenakan makanan merupakan keperluan yang sangat
penting bagi kesehatan tubuh, dan mengkonsumsi makanan
yang sehat bisa mengerjakan aneka aktivitas. Sedangkan kata
“ghanimtum” diartikan bukan dalam aspek hukum syara’
tetapi dari segi perolehannya. Dengan demikian, ayat di atas
menyeru kepada manusia untuk memanfaatkan dan di
samping itu untuk menggunakan apa yang telah diperolehnya
dalam keadaan yang halal,16 yang berakibat baik untuk
kesehatan jasmani dan rohaninya, serta tidak mendapat siksa
dan ancaman dari Allah SWT.
Al Baqarah 172

‫اَي َأَهُّيا اِذَّل يَن آَمُنوا ُلُكوا ِم ْن َط ِّي َباِت َم ا َر َز ْقَناْمُك َو اْش ُكُر وا ِهَّلِل ْن‬
‫ِإ‬ ‫ُك‬
‫و‬ ‫ُد‬ ‫ْع‬‫َت‬ ‫ُه‬
‫ْمُت اَّي ُب َن‬ ‫ْن‬
• Wahai orang-orang yang beriman, makanlah
‫ِإ‬
dari rezeki yang baik yang kami berikan
kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah
Swt, jika kamu hanya menyembah-Nya.
(QS.Al-Baqarah: 172)
• Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dijelaskan bahwa ada
seruan kepada manusia agar mengkonsumsi maknanan yang
halal dan thayyib, niscaya kepada kaum yang beriman,
perintah ini lebih ditekankan lagi. Karena makanan sangat
berpengaruh kepada jiwa dan sikap hidup. Makanan
menentukan kepada kehalusan dan kekerasan budi pekerti
seseorang. Maka turunlah ayat yang di atas terkait makanan
yang baik-baik yang disediakan oleh Allah SWT. Yaitu buah-
buahan, tumbuh-tumbuhan, dan binatang ternak.17
Demikian itu merupakan makanan yang kamu cari dan
pilihlah mana yang baik-baik, pastilah kamu tidak akan
kekurangan untuk mengkonsumsinya
• Menurut Sayyid Qutub menyatakan bahwa Allah SWT
telah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar
menerima hukum syara’ dari Allah SWT, juga agar
mengambil apa yang halal dan meninggalkan yang
haram. Allah SWT juga mengingatkan kepada mereka
untuk memanfaatkan makanan-makanan yang baik dari
apa yang telah direzekikan. Karena Allah SWT
menginginkan kepada hambanya untuk bisa mensyukuri
apa saja yang berasal dari Allah SWT. Agar mereka bisa
betul-betul beribadah semata-mata kepada Allah SWT
tanpa penyekutuan.
• Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas bahwasanya
kesadaran iman yang bersemi di hati orang-orang
beriman, menjadikan ajakan Allah SWT kepada mereka
sedikit berbeda dengan ajakan-Nya kepada seluruh
manusia. Bagi orangorang yang beriman, tidak lagi
disebutkan kata halal, sebagaimana yang disebut pada
ayat 168 yang lalu, karena keimanan yang bersemi di
dalam hati, merupakan jaminan kejauhan mereka dari
yang tidak halal. Dan diperintahkan orang-orang
beriman untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang telah
Allah SWT limpahkan kepada hamba-hamba-Nya.
• Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat di atas
berbicara tentang perintah Allah SWT kepada hamba-
hambanya agar memakan dari rezeki yang baik-baik
yang telah diberikan kepada mereka, serta agar mereka
selalu bersyukur atas rezeki tersebut. Karena memakan
dari rezeki yang halal merupakan sebab untuk
dikabulkannya do’a dan ibadah, dan makan dari barang
yang haram dapat menghalangi dikabulkannya do’a dan
ibadah. Makanan merupakan hal yang sangat penting
yang harus diperhatikan, karena menyangkut dengan
ketaatan hamba kepada pencipta-Nya.
Al A’raf 157

... ‫َو ِحُي ُّل َلُهُم الَّط ِّي َباِت َو َحُيِّرُم َعَلِهْي ُم اْلَخ َباِئَث‬...
• Dan (Allah) yang menghalalkan segala yang
baik bagi mereka dan mengharamkan segala
yang buruk bagi mereka. (QS-Al-A’raf: 157)
• Ayat di atas menyebutkan bahwa Allah SWT
menghalalkan bagi manusia yang baik dari
makanan, minuman dan pernikahan. Dan
mengharamkan atas mereka hal-hal yang keji
seperti daging babi, dan semua yang mereka
halalkan dari berbagai jenis makanan dan
minuman yang diharamkan oleh Allah SWT.
‫َيْس َأُلوَنَك َم اَذ ا ُأِح َّل َلُهْم ۖ ُقْل ُأِح َّل َلُمُك الَّط ِّي َباُت ۙ َو َم ا َعَّلْمْمُت ِم َن اْلَج َو اِرِح ُم ِّلَك ِب َني‬
ۖ ‫ُتَع ِّلُم وُهَنَّن ِم َّم ا َعَّلَم ُمُك اُهَّلل ۖ َفُلُكوا ِم َّم ا َأْم َس ْكَن َعَلْي ْمُك َو اْذ ُكُر وا اَمْس اِهَّلل َعَلْي ِه‬
‫َو اَّتُقوا اَهَّلل ۚ َّن اَهَّلل ِرَسيُع اْلِح َس اِب‬
• Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), Apakah yang ‫ِإ‬dihalalkan
bagi mereka? Katakanlah, yang dihalakan bagimu (adalah makanan)
yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu
yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang
ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisap-Nya. (QS. Al-Maidah: 4)
• Berdasarkan ayat di atas diungkapkan bahwa, menurut tafsir Al-
Maraghi, kata at-Thayyibat adalah makanan yang berdasarkan tabiat
sesuai dengan perasaan baik dan fitrah manusia, sehingga baik untuk
dikonsumsi.
• Dihalalkan bagimu hasil buruan binatang pemburu, dengan syarat
harus mengetahui tata caranya. Jumhur ulama berpendapat bahwa
binatang yang menjadi buruan yang berhasil diterkam oleh binatang
pemburu, yaitu buruan karena perintah, lalu hasil buruannya itu
diserahkan kepada pemburunya, sedang dia sendiri tidak
mengkonsumsinya. Kalaupun binatang pemburu tersebut
memakannya, dan terdapat sisa-sisa dari makanan tersebut, maka
sisanya dilarang untuk dikonsumsi. Maka berhati-hatilah dalam
memilih makanan untuk dikonsumsi, karena itu semua akan berakibat
bagi kesehatan.
Al Maidah 5
‫اْلَيْو َم ُأِح َّل َلُمُك الَّط ِّي َباُت ۖ َو َط َع اُم اِذَّل يَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب ِح ٌّل َلْمُك‬
‫ۖ َو َط َع اُم ْمُك ِح ٌّل َل ْمُه‬
• Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang
baik-baik. Dan makanan (sembelih) ahli kitab
itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi
mereka. (QS. Al-Maidah: 5)
• Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT menyebutkan
perkara-perkara yang tidak baik yang Dia haramkan kepada
hambahamba-nya yang beriman dan perkara-perkara baik
yang Dia halalkan untuk mereka, Allah SWT juga
menyebutkan hukum binatang sembelihan Ahli Kitab dari
karangan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Menurut para ulama binatang-binatang sembelihan ahli
kitab itu halal bagi kaum muslimin, karena sesungguhnya
mereka menyakini haram menyembelih untuk selain Allah
SWT, dan mereka tidak menyebutkan atas binatang-
binatang sembelihan mereka kecuali nama Allah SWT.
• Kata ṭha’am atau makanan yang dimaksud Quraish
Shihab dalam tafsirnya adalah sembelihan. Karena
pada ayat sebelumnya telah ditegaskan hal-hal yang
diharamkan sehingga selainnya otomatis halal, baik
sebelum maupun setelah dimiliki ahli kitab.Sebelum
dijelaskan ayat ini juga sudah terdapat uraian
tentang penyembelihan dan pemburuan sehingga
kedua hal inilah yang menjadi pokok masalah dalam
ayat ini. Ada juga yang memahami kata makanan
dalam artibuah-buahan, biji-bijian, dan semacamnya.
• Tafsir At-Thabari dijelaskan“Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu”. Dan
sembelihan ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani
yaitu untuk kaum yang diberikan dan diturunkan kitab
Taurat dan Injil, sehingga mereka menganut keduanya atau
salah satu dari keduanya. Bertitik tolak pada ayat tersebut,
diuraikan bahwa ”halal bagimu”, maksudnya halal bagi
kalian memakanya, selain sembelihan semua orang-orang
musrik, yang tidak memiliki kitab dari kalangan musrik Arab
dan penyembah berhala atau patung. Adapun orang-orang
yang tidak mengakui kebesarans Allah SWT, maka
sembelihanya haram dikonsumsi.
Al-An’am 118
‫ِمِن‬ ‫ْؤ‬ ‫ِه‬ ‫ِت‬ ‫آ‬ ‫ِب‬ ‫ُك‬
‫ْي ْن ْنْمُت اَي ُم َني‬ ‫ِه‬ ‫َل‬‫َع‬ ‫ِهَّلل‬‫ا‬ ‫ا‬ ‫ِك‬ ‫ُذ‬
‫َفُلُكوا ِم َّم ا َر ُمْس‬

‫ِإ‬
Maka makanlah dari apa (daging hewan) yang
(ketika disembelih) disebut nama Allah, jika
kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. (QS. Al-
An’am: 118)
• Ayat di atas menjelaskan bahwasanya Allah
SWT mewajibkan kepada manusia agar
memakan hewan sembelihan dengan
menyebut nama Allah SWT. Karena zikir atau
menyebut nama Allah SWT menentukan arah
perbuatan manusia yang ada kaitannya
dengan ketaatan dan keteguhan hati kepada
Allah SWT.
Al-Maidah 96

‫ُأِح َّل َلْمُك َص ْي ُد اْلَبْح ِر َو َط َع اُم ُه َم َتاًعا َلْمُك َو ِللَّس َّياَر ِة ۖ َو ُح ِّرَم َعَلْي ْمُك َص ْي ُد‬
‫اْلِّرَب َم ا ُد ْم ْمُت ُح ُر ًم اۗ َو اَّتُقوا اَهَّلل اِذَّل ي َلْي ِه ْحُت ُرَش وَن‬
• Dihalalkan bagimu binatang ‫ِإ‬ buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan
yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap)
binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.
Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah
kamu akan dikumpulkan. (QS. Al-Maidah: 96)
• Buya Hamka menafsirkan ayat ini menjelaskan
tentang makanan (buruan) dari laut ialah
segala jenis yang hidupnya bergantung kepada
laut, walaupun kadang-kadang juga keluar
sebentar ke darat, halal untuk dimakan.
Sebaliknya diharamkan bagi kamu memakan
buruan darat selama kamu dalam keadaan
ihram. Dan bertakwalah kepada Allah SWT
yang semua manusia akan kembali kepada-Nya.
DALIL AS-SUNNAH
Hadist 1
‫َع ْن اْلِم ْق َد اِم ْبِن َم ْع ِد ي َك ِرَب َع ْن َر ُس وِل اِهَّلل َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل َق اَل َأاَل اَل‬
‫ِحَي ُّل ُذ و اَن ٍب ِم ْن الِّس َباِع َو اَل اْلِح َم اُر اَأْلْه ُّيِل َو اَل الُّلَقَط ُة ِم ْن َم اِل ُم َع اَه ٍد اَّل‬
‫ِق ِم ِإ‬
‫َأْن َيْس َتْغَيِن َع َهْنا َو َأُّيَم ا َر ُج ٍل َض اَف َقْو ًم ا َفْمَل َيْق ُر وُه َف َّن ُهَل َأْن ُيْع ُهَبْم ِب ْث ِل‬
‫ِإ‬
‫َر اُه‬ ‫ِق‬
Dari al-Miqdam bin Ma’di karib dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Ketahuilah,
tidak halal hewan buas yang memiliki taring, keledai jinak, barang temuan dari
harta orang kafir Mu’ahad (yang menjalin perjanjian dengan negara Islam) kecuali
ia tidak membutuhkannya. Dan siapapun laki-laki yang bertamu kepada suatu
kaum dan mereka tidak menjamunya, maka baginya untuk menuntut ganti yang
seperti jamuan untuknya.” (HR. Abu Dawud)
• Hadits tersebut menjelaskan mengenai salah satu ciri atau
karakteristik hewan yang tidak halal untuk dikonsumsi yakni
hewan buas yang bertaring. Selain itu Rasulullah Saw juga
menyebutkan secara spesifik yang diharamkan Allah Swt yakni
keledai jinak, barang temuan dari orang kafir mu‘ahad.
• Imam Ibnu ‘abdil Barr dalam at-Tamhid dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in kemudian merinci
ketentuan tersebut. Menurut kedua ulama tersebut, binatang
haram yang dimaksudkan Rasulullah Saw termasuk dalam
istilah zinab. Ini adalah binatang yang memiliki taring atau
kuku tajam untuk melawan manusia. Termasuk di dalamnya
serigala, singa, macan tutul, harimau, beruang, kera dan
sejenisnya. ‘’Semua itu haram dimakan,’’ papar kedua ulama.
• Imam Ibnu ‘Abdil Barr menambahkan beberapa jenis hewan yang
termasuk pada kriteria ini, yakni gajah dan anjing. Ulama ini bahkan tidak
sekadar melarang untuk mengonsumsi, melainkan juga menganjurkan
agar tidak memperjualbelikan daging hewan itu sebab tidak ada
manfaatnya.
• Siba’ adalah istilah lain untuk binatang yang menangkap binatang lain
untuk dimakan dengan bengis. Cendekiawan Muslim Syekh Dr. Yusuf al-
Qardawi menggolongkannya dalam khabais, yakni semua yang dianggap
kotor, menjijikkan dan berbahaya oleh perasaan manusia secara umum,
kendati beberapa prinsip mungkin berpendapat lain.
• Dengan demikian, apapun yang berkaitan dengan binatang ini hukumnya
haram, tidak terkecuali hewan yang diterkam binatang buas dan telah
dimakan sebagian dagingnya. Menurut Syekh Dr. Yusuf al-Qardawi, tidak
boleh dikonsumsi meski darahnya mengalir dan bagian lehernya yang
terkena.
‫‪Hadist 2‬‬
‫َع ْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َر َيِض ُهللا َع ْنُه َقاَل ‪َ :‬قاَل َر ُس ْو ُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه‬
‫َو َس َمَّل ‪َّ :‬ن َهللا َتَع اىَل َط ِّي ٌب َال َيْقَبُل َّال َط ِّي بًا‪َ ،‬و َّن َهللا َأ َرَم‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫اْلُم ْؤ ِمِنَنْي ِبَم ا َأَم َر ِبِه اْلُمْر َس ِلَنْي َفَقاَل َتَع اىَل ‪, :‬اَي َأَهُّيا الُّر ُس ُل ُلُكوا ِم َن‬
‫الَّط ِّي َباِت َو اَمْع ُلوا َص اِلحًا – َو قَاَل َتَع اىَل ‪ , :‬اَي َأَهُّيا اِذَّل ْيَن آَمُنوا ُلُكوا‬
‫ِم ْن َط ِّي َباِت َم ا َر َز ْقَناْمُك – َّمُث َذ َكَر الَّر ُج َل ُيِط ْي ُل الَّس َفَر َأْش َع َث َأْغَرَب‬
‫َيُم ُّد َيَد ْيِه ىَل الَّس َم اِء َاي َر ِّب اَي َر ِّب َو َم ْط َع ُم ُه َح َر اٌم َو َم َرْش ُبُه َح َر اٌم‬
‫ِإ‬
‫َو َم ْلَبُس ُه َح َر اٌم َو ُغِّذ َي اِب ْلَح َر اِم َفَأىَّن ُيْس َتَج اُب ُهَل ‪[.‬رواه مسمل]‬
• Dari Abu Hurairah ra dia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak
menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan
orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya
dengan firmannya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan
beramal shalihlah. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang
beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada
kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan
perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan
kedua tangannya ke langit seraya berkata: Yaa Robbku, Ya Robbku,
padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram
dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika
begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (HR.
Muslim).
• Hadits tersebut menjelaskan bahwa salah satu
kriteria sesuatu dikategorikan halal adalah
sesuatu tersebut baik. Mengkonsumsi dan
menggunakan barang-barang yang baik dan halal
adalah penyebab dikabulkannya keinginan-
keinginan kita dan diangkatnya amalan-amalan
kita, sebab Allah Swt selamanya tidak akan
menyatukan yang baik dan yang jelek, walaupun
kebanyakan manusia lebih cenderung kepada
yang jelek-jelek.
REFRENSI
• M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan,
Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)
• Sayyid Qutub, Tafsir fi Zhilalil al-Qur’an, jilid I
(Jakarta: Gema Insani, 2000)
• Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar,

Anda mungkin juga menyukai