Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT-OBAT TRADISIONAL DAN OBAT-MAKANAN

Disusun oleh :

Nama : Fevi wahyuni

NIM : 1904117

Kelas : C

Dosen : Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PRODI S1 FARMASI

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-NyA kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini sudah disusun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya saya dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca.

Padang,  5 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3

1.1 Latar Belakang.........................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5

2.1 Interaksi Obat..................................................................................................5

2.2 Interaksi Obat Dengan Obat Tradisional.........................................................9

2.3 Interaksi Obat Dengan Makanan ..................................................................12

BAB III PENUTUP ............................................................................................16

3.1 Kesimpulan....................................................................................................16

3.2 Saran..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Interaksi obat adalah situasi dimana suatu zat memengaruhi aktivitas obat,
yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya atau menghasilkan efek baru yang
tidak diinginkan atau direncanakan. Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat
(index drug) berubah akibat adanya obat lain (precipitant drug), makanan, atau
minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki
(Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki
(Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang lazimnya menyebabkan
efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam
plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan
hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang dilepas di
pasaran setiap tahunnya menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat akan
semakin sering terjadi.

Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain
(antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan
9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-
kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoretik
selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi.Di
Amerika Serikat, insidens interaksi obat yang mengakibatkan reaksi efek samping
sebanyak 7,3% terjadi di rumah sakit, lebih dari 88% terjadi pada pasien geriatrik
di rumah sakit, lebih dari 77% terjadi pada pasien HIV yang diobati dengan obat-
obat penghambat protease. Sedangkan di Indonesia, data yang pasti mengenai
insidens interaksi obat masih belum terdokumentasi antara lain juga karena belum
banyak studi epidemiologi dilakukan di Indonesia untuk hal tersebut.

Sebagian besar informasi diperoleh dari laporan-laporan kasus terpisah, uji-uji


klinik, dan/atau studi-studi farmakokinetik pada subyek sehat dan usia muda yang
tidak sedang menggunakan obat-obat lainnya, sehingga untuk menetapkan risiko
efek samping akibat suatu interaksi obat pada seorang pasien tertentu seringkali
tidak dapat secara langsung. Profil keamanan suatu obat seringkali baru
didapatkan setelah obat tersebut sudah digunakan cukup lama dan secara luas di
masyarakat, termasuk oleh populasi pasien yang sebelumnya tidak terwakili
dalam uji klinik obat tersebut. Konsekuensinya, diperlukan beberapa bulan atau
bahkan tahun sebelum diperoleh data yang memadai tentang masalah efek
samping akibat interaksi obat. Namun, studi pharmacovigilance dan post
marketing surveilance yang antara lain di kelola oleh industri farmasi diharapkan
berperan cukup besar guna mendapatkan data interaksi dan efek samping obat,
terutama nntuk obat-obat baru yang semakin banyak muncul dan beredar di
pasaran. Informasi mengenai seberapa sering seseorang mengalami risiko efek
samping karena interaksi obat, dan seberapa jauh risiko efek samping dapat
dikurangi diperlukan jika akan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat
alternatif. Dengan mengetahui bagaimana mekanisme interaksi antar obat, dapat
diperkirakan kemungkinan efek samping yang akan terjadi dan melakukan
antisipasi. Makalah ini bermaksud menguraikan beberapa mekanisme interaksi
antar obat dengan obat tradisional dan obat dengan makanan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Bagaimana hubungan interaksi obat dengan obat tradisional?
3. Bagaimana hubungan interaksi obat dengan makanan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi interaksi obat
2. Untuk mengetahui hubungan interaksi obat dengan obat tradisional
3. Untuk mengetahui hubungan interaksi obat dengan makanan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi obat


Interaksi obat adalah situasi dimana suatu zat memengaruhi aktivitas obat,
yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya atau menghasilkan efek baru yang
tidak diinginkan atau direncanakan.
Mekanisme terjadinya interaksi-obat
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni
1) interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas);
2) interaksi secara farmakokinetik dan
3) interaksi secara farmakodinamik.

2.1.1 Interaksi farmasetik

Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat


langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,
perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat
menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi
inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B
dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.

2.1.2 Interaksi farmakokinetik

Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi,


metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan
kadar plasma obat.6 Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu
obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun
masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat
fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya,
interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya;
interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif
lainnya
Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal

Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi


melalui beberapa cara:

(1) secara langsung, sebelum absorpsi;

(2) terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal;

(3) penghambatan transport aktif gastrointestinal

(4) adanya perubahan flora usus dan

(5) efek makanan.

Interaksi yang terjadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi contohnya


adalah interaksi antibiotika (tetrasiklin, fluorokuinolon) dengan besi (Fe) dan
antasida yang mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa chelate yang tidak
larut sehingga obat antibiotika tidak diabsorpsi. Obat-obat seperti digoksin,
siklosporin, asam valproat menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben
(kaolin, charcoal) atau anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol).

Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal, misalnya peningkatan pH


karena adanya antasida, penghambat-H2, ataupun penghambat pompa-proton akan
menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan
meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid,
tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan absorpsi
antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim
proksetil.

Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal,


misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di
saluran cerna, akan menurunkan bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa
antihistamin (misalnya, fexofenadin) jika diberikan bersama-sama. Pemberian
digoksin bersama inhibitor transporter efflux pump P-glikoprotein (a.l.
ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma digoksin
sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blokade jantung derajat-3),
menurunkan ekskresinya lewat empedu, dan menurunkan sekresinya oleh sel-sel
tubulus ginjal proksimal.

Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika


berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya
konversi obat menjadi komponen aktif. Efek makanan terhadap absorpsi terlihat
misalnya pada penurunan absorpsi penisilin, rifampisin, INH, atau peningkatan
absorpsi HCT, fenitoin, nitrofurantoin, halofantrin, albendazol, mebendazol
karena pengaruh adanya makanan. Makanan juga dapat menurunkan metabolisme
lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan hidralazine sehingga
bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat, dan makanan berlemak
meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin
dan danazo.

Interaksi yang terjadipada proses distribusi.

Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena


pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi
akan bermakna klinik jika: (1) obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%,
volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan memiliki batas keamanan sempit; (2)
obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (finding site) yang
sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk menempati dan
menjenuhkan binding-site nya [9]. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser
warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%,
Vd = 0,12 I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat.
Selain itu, fenilbutazon juga menghambat metabolisme warfarin dan tolbutamid.

Interaksi yang terjadi pada proses metabolisme obat.

Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi)


metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah hepatik.

Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama


berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom
hati sitokrom P450 (CYP).10 Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam
metabolisme obat, antara lain: CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin
hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang diketahui, aktivitasnya
dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine; CYP3A yang
memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang banyak digunakan dan terdapat
selain di hati juga di usus halus dan ginjal, antara lain dihambat oleh ketokonazol,
itrakonazol, eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon; CYP1A2 merupakan
ezim pemetabolis penting di hati untuk teofilin, kofein, klozapin dan R-warfarin,
dihambat oleh obat-obat seperti siprofloksasin, fluvoksamin. Interaksi inhibitor
CYP dengan substratnya akan menyebabkan peningkatan kadar plasma atau
peningkatan bioavailabilitas sehingga memungkinkan aktivitas substrat meningkat
sampai terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki.

Interaksi yang terjadi pada proses ekskresi obat.

Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui


empedu dan pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena
terjadinya perubahan pH urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi
akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama,
contohnya kuinidin menurunkan ekskresi empedu digoksin, probenesid
menurunkan ekskresi empedu rifampisin. Obat-obat tersebut memiliki sistem
transporter protein yang sama, yaitu Pglikoprotein. Obat-obat yang mengham-bat
Pglikoprotein di intestin akan meningkatkan bioavailabilitas substrat P-
glikoprotein, sedangkan hambatan P-glikoprotein di ginjal dapat menurunkan
ekskresi ginjal substrat. Contoh, itrakonazol, suatu inhibitor P-glikoprotein di
ginjal, akan menurunkan klirens ginjal digoksin (substrat P-glikoprotein) jika
diberikan bersamasama, sehingga kadar plasma digoksin akan meningkat.

2.1.3 Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada


sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi
efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma
ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi,
karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu,
umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat
dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs)

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis


jika: (1) obat indeks memiliki batas keamanan sempit; (2) mula kerja (onset of
action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam; (3) dampak ADIs bersifat serius
atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan; (4) indeks dan obat presipitan
lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan dalam kombinas

Interaksi obat yang dikehendaki

Adakalanya penambahan obat lain justru diperlukan untuk meningkatkan atau


mempertahankan kadar plasma obat-obat tertentu sehingga diperoleh efek
terapetik yang diharapkan. Selain itu, penambahan obat lain diharapkan dapat
mengantisipasi atau mengantagonis efek obat yang berlebihan. Penambahan obat
lain dalam bentuk kombinasi (tetap ataupun tidak tetap) kadang-kadang disebut
pharmacoenhancement, juga sengaja dilakukan untuk mencegah perkembangan
resistensi, meningkatkan kepatuhan, dan menurunkan biaya terapi karena
mengurangi regimen dosis obat yang harus diberikan.

2.2 Interaksi Obat Dengan Obat Tradisional


Kekhawatiran keamanan utama adalah potensi interaksi produk herbal dengan
obat yang diresepkan. Masalah ini sangat penting sehubungan dengan obat dengan
indeks terapeutik yang sempit (misalnya warfarin dan digoxin). Hal ini dapat
menyebabkan efek samping yang kadang-kadang mengancam jiwa atau
mematikan. Identifikasi obat yang berinteraksi dengan herbal memiliki implikasi
penting dalam pengembangan obat. Identifikasi awal obat yang berinteraksi
dengan herbal dan mekanisme yang terlibat adalah penting. Identifikasi obat yang
berinteraksi dengan herbal dapat dimasukkan ke dalam tahap awal pengembangan
obat.
Interaksi antara obat herbal dan obat kimia terjadi ketika efek dari satu obat
diubah oleh kehadiran zat dalam obat herbal. Hasilnya dapat berbahaya jika
interaksi dapat menyebabkan peningkatan toksisitas obat. Misalnya peningkatan
toksisitas terlihat ketika amikasin diberikan dengan ginkgo. Selain itu,
pengurangan dalam keberhasilan terapi karena interaksi kadang-kadang bisa sama
berbahaya seperti pada peningkatan toksisitas. Misalnya, pengurangan kadar
siklosporin disebabkan oleh St John’s Wort telah menyebabkan penolakan
transplantasi dalam beberapa kasus.
Melihat kenyataan di atas, maka perlu dipahami tentang interaksi yang dapat
terjadi antara obat kimia dengan obat herbal. Berikut akan dibahas tentang
interaksi potensiasi antara obat kimia dengan obat herbal via aktivitas sejenis.
Mekanisme interaksi obat-herbal umumnya secara farmakokinetik dan
mengakibatkan perubahan dalam penyerapan dan metabolisme agen terapeutik.
Selain sifat kimia fisik dari obat yang efek penyerapan setelah pemberian oral
(misalnya, kelarutan lipid/air, ukuran molekul, derajat ionisasi, dan lain-lain),
penghambatan atau induksi transporter obat dapat memiliki efek besar pada
jumlah obat yang diserap. Mungkin dicirikan transporter obat P-glikoprotein (P-
gp) yang telah ditemukan di membran apikal sel di berbagai organ termasuk
saluran pencernaan, hati, paru-paru, dan ginjal. Senyawa aktif dalam produk
herbal telah terbukti berfungsi sebagai substrat transporter sehingga baik
penghambatan atau induksi P-gp menyebabkan konsentrasi obat meningkat atau
berkurang. Perubahan ini pada konsentrasi obat tertentu dapat mengakibatkan
kerentanan baik di tingkat sub-terapi atau berpotensi menghasilkan efek samping
toksik.
Produk herbal juga memiliki komponen-komponen yang berfungsi sebagai
substrat sitokrom P450 (CYP450) yang juga dapat mengakibatkan penghambatan
atau induksi enzim metabolisme. Untuk menghambat enzim CYP450, produk
herbal melakukannya secara kompetitif/cara nonkompetitif tergantung pada
isozim tertentu dan senyawa aktif dalam produk tersebut. Inhibisi kompetitif
adalah reversibel dan persaingan biasanya sederhana antara obat dan komponen
aktif herbal untuk situs reaktif pada enzim. Inhibisi nonkompetitif biasanya
ditandai dengan reversibel pengikatan inhibitor pada situs alosterik pada enzim
yang mengakibatkan perubahan konformasi di mana substrat obat masih dapat
mengikat tetapi enzim tidak dapat mengkatalisis biotransformasi obat. Selain itu,
komponen aktif dari herbal dapat mengikat ireversibel melalui interaksi kovalen
dengan enzim sehingga mengurangi konsentrasi enzim. Atau, metabolit dari
herbal juga dapat mengikat ireversibel pada enzim (mekanisme inhibisi dasar)
mengurangi genangan enzim yang tersedia untuk mengkatalisis
biotransformations obat. Dalam hal ini, pemulihan selanjutnya dari aktivitas
enzim P450 adalah benar-benar bergantung pada sintesis de novo protein baru dan
dengan demikian menghasilkan penundaan yang signifikan antara penarikan
produk herbal dan pemulihan aktivitas metabolik. Penghambatan reversibel
dibandingkan dengan penghambatan mekanisme berbasis ditandai tergantung
dengan waktu, konsentrasi dan NADPH.
Induksi enzim CYP450 oleh produk herbal juga dapat memiliki efek serius
terhadap farmakokinetika obat yang dapat mengakibatkan peningkatan klirens
obat, bioaktivasi dari prodrugs dan konsentrasi metabolit toksik. Peningkatan
clearance obat akibat aktivitas metabolisme yang lebih tinggi yang berasal dari
induksi enzim CYP450 dari produk herbal akan mengurangi efek terapi obat.
2.2.1 Potensi Interaksi Obat dengan Obat-obatan Herbal
Sebuah prediksi kualitatif sederhana dari potensi interaksi obat dengan
obat-obatan herbal dapat dibuat berdasarkan sifat farmakologi dari obat. Jika obat
adalah substrat untuk CYP3A4 dan P-gp, potensi untuk interaksi dengan obat-
obatan herbal akan tinggi, khususnya ketika dikombinasikan obat-obatan herbal
mengandung komponen penghambat ampuh dan / atau untuk merangsang CYPs
dan P-gp. Secara umum, dapat diantisipasi bahwa obat herbal seperti St John Wort
mengandung CYP3A4 induser kuat dan P-gp akan meningkatkan clearance dan
mengurangi bioavailabilitas obat dipakai bersamaan yang terutama dimetabolisme
oleh CYP3A4 dan diangkut oleh P-gp.
Meskipun sulit untuk memprediksi secara tepat potensi obat untuk
berinteraksi dengan obat-obatan herbal, informasi yang berguna dapat diperoleh
dari dalam model in vitro seperti mikrosom hati dan hepatosit. Secara umum,
prediksi adalah mungkin bila memenuhi kriteria sebagai berikut: a) ekskresi obat
terutama melalui metabolisme hati (> 80%); b) obat ini tidak mengalami fase
reaksi substansial II (misalnya konjugasi) atau metabolisme non-CYP lainnya; c)
hati adalah organ utama clearance metabolik dan d) obat tidak memiliki sifat
physiochemical yang berkaitan dengan masalah penyerapan (yaitu kelarutan air
yang terbatas dan permeabilitas usus rendah).
2.3 Interaksi Obat Dengan Makanan
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap
pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan
makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain. Biasanya,
pengaruh ini terlihat sebagai suatu efek samping, tetapi terkadang pula terjadi
perubahan yang menguntungkan. Obat yang mempengaruhi disebut dengan
precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug.

Sedangkan object drug, biasanya merupakan obat yang mempunyai kurva


dose response yang curam. Obat-obat ini menimbulkan perubahan reaksi
terapeutik yang besar dengan perubahan dosis kecil. Kelainan yang ditimbulkan
bisa memperbesar efek terapinya. Juga bila dosis toksik suatu object drug, dekat
dengan dosis terapinya, maka mudah keracunan obat bila terjadi suatu interaksi.

Hubungan dan interaksi antara makanan, zat gizi yang terkandung dalam
makanan, dan obat sangat menarik perhatian masyarakat. Makanan dan zat gizi
yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara bersamaan dengan obat-
obat tertentu dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetika,
farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara keseluruhan. Nutrien tertentu
di dalam saluran pencernaan dan/ atau di dalam sistem fisiologi tubuh seperti di
dalam darah dapat meningkatkan atau mengganggu kecepatan absorpsi dan
metabolisme obat. Interaksi obat dengn makanan bisa terjadi karena obat resep
atau obat bebas dan obat bebas terbatas seperti antasida, vitamin dan zat besi.
Makanan yang mengandung zat-zat aktif yang berinteraksi dengan obat-obat
tertentu dapat menimbulkan efek buruk yang tidak diharapkan. Zat-zat gizi
termasuk makanan, minuman dan suplemen makanan bisa mengubah efek obat
yang digunakan pasien.

Seperti halnya makanan obat-obatan yang diminum harus diserap melalui


mukosa lambung atau usus kecil. Akibatnya adanya makanan di dalam sistem
pencernaan dapat menurunkan absorpsi suatu obat. Biasanya interaksi semacam
ini dapat dihindari dengan meminum obat satu jam atau dua jam setelah makan.
Serat makanan juga mempengaruhi absorpsi obat.

Karakteristik fisik dan kimia suatu obat adalah faktor yang sangat
menentukan potensi interaksinya dengan makanan. Obat yang berbeda di dalam
kelompok obat yang sama atau formulasi obat-obatan identik yang berbeda bisa
menunjukkan karakteristik kimia yang berbeda sehingga menghasilkan interaksi
obat dengan makanan yang benar-benar berbeda.

Terjadinya interaksi makanan dengan obat tergantung pada ukuran dan


komposisi makanan serta waktu pemberian obat dalam kaitannya dengan makan.
Misalnya bioavailabilitas obat-obatan lipofilik biasanya meningkat dengan
kandungan lemak yang tinggi atau karena peningkatan daya larut obat (misalnya
albendazol dan isotretinoin) atau perangsangan sekresi asam lambung (misalnya
griseofulvin dan halofantrin). Atau kandungan serat yang tinggi dapat
menurunkan bioavailabilitas obat-obatan tertentu (misalnya digoksin dan
lovastatin) karena pengikatan terhadap serat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat interaksi antara makanan dan


obat dimana dampak interaksi makanan dengan obat tergantung pada sejumlah
faktor seperti dosis obat, usia subjek, ukuran dan kondisi kesehatan. Terlepas dari
faktor-faktor ini, waktu konsumsi makanan dan obat juga memperlihatkan peran
penting. Pencegahan interaksi obat bukan berarti menghindari obat atau mekanan.
Dalam kasus tetrasiklin dan produk susu, keduanya mesti dikonsumsi pada waktu
yang berbeda tidak harus menghilangkan salah satunya. Informasi yang memadai
tentang obat-obatan dan waktu minum obat bisa membantu mencegah masalah
interaksi obat.

Tidak semua obat dipengaruhi makanan, namun banyak obat yang dapat
dipengaruhi oleh makanan dan waktu makan. Misalnya, minum obat bersamaan
dengan waktu makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat. Makanan dapat
memperlambat dan menurunkan absorpsi obat. Itulah sebabnya obat-obatan ini
mesti diminum saat perut dalam keadaan kosong. Disisi lain, beberapa obat lebih
mudah ditoleransi ketika diminum pada waktu makan.sebaiknya ditanyakan ke
dokter atau apoteker apakah obat bisa digunakan bersamaan dengan snack atau
makanan utama, atau apakah obat mesti digunakan ketika perut dalam keadaan
kosong. Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat didalam traktus
gastrointestinalis dengan mengubah pH lambung, sekresi, dan motilitas saluran
pencernaan, serta waktu transit. Hal ini menyebabkan perubahan kecepatan
absorpsi atau tingkat absorpsi obat.

Beberapa jenis makanan dan minuman berpotensi menyebabkan interaksi


dengan obat yang dikonsumsi.Sebaiknya obat diminum dengan air putih, kecuali
untuk obat-obatan tertentu. Meskipun beberapa interaksi obat mungkin berbahaya
bahkan fatal, interaksi yang lain bisa bermanfaat untuk kesehatan tubuh.Terdapat
pula obat-obatan yang lebih mudah ditoleransi oleh tubuh bila dikonsumsi
bersamaan dengan makanan.Salah satucara yang paling umum makanan
mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut
diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jika makanan mempercepat enzim
pencernaan, maka obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan menjadi
kurang efektif. Jika makanan memperlambatenzim, obat akan berada lebih lama
dalam tubuh dan menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.

ontoh Interaksi Obat Dengan Makanan

1. Antibiotik(Siprofloksasin, Tetrasiklin, Azitromisin) tidak boleh diminum


bersama susu maupun produk susu karena menyebabkan terbentuknya
senyawa khealat yang membuat Antibiotik sulit diserap dalam tubuh
sehingga dapat terjadi gagal terapi.
2. Reaksi antara zat besi (misalnya dalam daging / bayam) dengan Antibiotik
golongan Fluorokuinolon akan menurunkan kinerja Antibiotik.
3. Meminum kopi bersamaan dengan obat pemacu Susunan Syaraf Pusat
misalnya Metilfenidat akan meningkatkan denyut jantung, menimbulkan
rasa cemas dan gangguan tidur.
4. Konsumsi obat lambung Antasida bersamaan dengan makanan yang
mengandung vitamin A dan B akan menurunkan penyerapan vitamin.
5. Kandungan zat tanin dalam teh akan menghambat penyerapan obat yang
mengandung zat besi maupun senyawa aktif lainnya.
6. Jangan minum Alkohol bila sedang mengonsumsi obat penurun panas
seperti Paracetamol karena dapat mengakibatkan kerusakan hati dan
perdarahan saluran cerna.
7. Obat asma (Teofilin, Albuterol, Ephinephrine) bila berinteraksi dengan
makanan berlemak tinggi dapat meningkatkan kadarobat dalam darah
sehingga efek samping yang timbul semakin besar.
8. Konsumsi bawang dan makanan bervitamin E bersamaan dengan obat
Warfarin dapat menimbulkan efek pengenceran darah yang berlebihan.
9. Makanan atau minuman yang mengandung tiramin seperti alkohol, keju
dan daging olahan tidak boleh dikonsumsi bersama-sama dengan obat
antidepresan, karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Apoteker memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya interaksi

obat konvensional-herbal dengan memperhatikan peresepan obat pada pasien dan

melihat riwayat pengobatan pasien. Pastikan bahwa apoteker dan dokter

mengetahui obat-obat yang digunakan pasien saat menjalani terapi pengobatan,

termasuk didalamnya obat-obat yang diresepkan atau tidak, pemakaian herbal dan

penggunaan produk suplemen berupa vitamin dan mineral, sehingga terapi obat

yang diberikan pada pasien terjamin keamanan dan efektivitasnya.

3.2 Saran

Perlu lebih banyak penelitian menyangkut interaksi obat. Masih banyak


kemungkinan lain yang bisa terjadi antara obat dengan obat, obat dengan obat
tradisional, dan obat dengan makanan. Monitoring perlu dilakukan agar tidak
terjadi efek samping dan interaksi obat yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Gitawati, R. 2008. Interaksi Obat Dan Beberapa Implikasinya. Artikel. Media


Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 4.

Andayani Dahlia dan Hafizah Aulia Ul.2018. Pengaruh Pemberian Beberapa


Minuman TradisionalHerbal Terhadap Daya Sedatif Hipnotik Phenobarbital Pada
Mencit Jantan. JIKF, 6 (1). Diakses 5 Desember 2021, dari Universitas Nahdlatul
Wathan.

Suardi Hijra Novia,dkk. Interaksi obat potensial pada pasien usia lanjut. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 21(1), 101-105. ). Diakses 5 Desember 2021, dari
Universitas Syiah Kuala.

BPOM. Pusat Informasi Obat Nasional [Internet]. 2015 [Accessed 5 desember 2021].
Available at: http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-obat-0

Hamzah DF. Analisis Penggunaan Obat Herbal Pasien DMT2 di Kota Langsa.
Jurnal JUMANTIK. 2019;4:168-177.

Syamsul ES., Nugroho AE. & Pramono S. Aktivitas Antidiabetes Kombinasi


Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto dan Metformin Pada Tikus DM Tipe 2
Resisten Insulin. Majalah Obat Tradisional. 2011;16:124-132.

Izzah Al Mukminah1dan Raden Bayu Indradi.2021. Review: Interaksi Antara


Obat Konvensional Dan Herbal Untuk Diabetes Melitus.BIMFI.8(1), 56-70.
Diakses 5 Desember 2021, dari Universitas Padjadjaran.

Archana MP. & Gurupadayya BM. Potential Herb Drug Interactions in


Antidiabetic Drugs and Herbal Drugs. International Journal of Phytopharmacy.
2018;8:65-72.
Corrie, K. & Hardman JG. Mechanisms of Drug Interaction: Pharmacodynamics
and Pharmacokinetics. Anaesthesia & Intensive Care Medicine. 2017;18: 331-
334.

Kemenkes. Formularium Obat Herbal. 1st ed. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2016.

Anda mungkin juga menyukai