Anda di halaman 1dari 42

UNIVERSITAS INDONESIA

PERILAKU SEDENTARI SISWA SEKOLAH LANJUTAN


TINGKAT ATAS (SLTA) DI KECAMATAN TAJURHALANG
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2023 DAN DETERMINANNYA

TESIS

NISWATUN NAFI’AH
NPM. 2106677035

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
JULI 2023
HASIL PENELITIAN

1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kecamatan Tajurhalang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Tajurhalang terdiri dari 7 (tujuh) desa yaitu antara lain
Desa Tajurhalang, Tonjong, Kalisuren, Sasakpanjang, Sukmajaya, Citayam dan Desa
Nanggerang. Jumlah penduduk Kecamatan Tajurhalang adalah 107.519 Jiwa. Batas-
batas wilayah Kecamatan Tajurhalang antara lain:
sebelah Timur : Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor,
sebelah Selatan : Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor,
sebelah Barat : Kecamatan Parung Kabupaten Bogor,
sebelah Utara : Kecamatan Sawangan Kota Depok.
Kegiatan kesehatan terkait remaja di wilayah Kecamatan Tajurhalang menjadi
tanggung jawab Puskesmas Tajurhalang karena merupakan satu-satunya puskesmas di
wilayah kecamatan tersebut. Kegiatan pembinaan kesehatan remaja dilakukan melalui
pembinaan ke sekolah-sekolah dan posyandu remaja di desa. Kecamatan Tajurhalang
mempunyai 16 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yaitu antara lain: SMAN 1 Tajurhalang,
SMK Attajir, SMK Saradan, SMK Syadam, SMK Tonjong, SMK Arrahmaniyah, SMK
Gunadarma Jaya, SMK Izzatul Islam, SMK Satria Bangsa, SMK Cyber Media Utama,
SMK Mutiara Bangsa, SMK Laboratorium Indonesia, SMAIT Baitussalam, MA
Assa'adah, SMK Garuda Bangsa, dan SMAIT Al Wafi. Jumlah siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yaitu 4654 siswa. Pada penelitian ini hanya siswa kelas X dan
XI sejumlah 3116 orang yang dijadikan populasi penelitian. Penelitian tentang perilaku
sedentari pada siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang belum pernah dilakukan
sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.

1.2 Gambaran Karakteristik Responden


Kuesioner penelitian perilaku sedentari pada siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang diisi oleh sebanyak 240 orang yang telah dipilih secara Proportional
Random Sampling. Gambaran karakteristik responden secara umum tersaji pada tabel
5.1 berikut ini:
Tabel 5. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Asal Sekolah dan
Kelas di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)
Karakteristik N %
Asal Sekolah
SMAN 1 Tajurhalang 55 23
SMK Attajir 7 2,8
SMK Saradan 28 11,9
SMK Syadam 9 3,7
SMK Tonjong 12 5,1
SMK Arrahmaniyah 14 5,9
SMK Gunadarma Jaya 4 1,5
SMK Izzatul Islam 2 1,0
SMK Satria Bangsa 7 3,0
SMK Cyber Media Utama 2 1,0
SMK Mutiara Bangsa 10 4,1
SMK Laboratorium Indonesia 54 22,6
SMAIT Baitussalam 8 3,5
MA Assa'adah 13 5,5
SMK Garuda Bangsa 8 3,3
SMAIT Al Wafi 6 2,4
Kelas
Kelas X 127 52,9
Kelas XI 113 47,1

Distribusi responden tersebar secara proportional pada 16 sekolah di wilayah


Kecamatan Tajurhalang. Pada tabel 5.1 menunjukkan jumlah responden terbanyak
berasal dari SMAN 1 Tajurhalang sejumlah 55 siswa (23%) dan SMK Laboratorium
Indonesia sejumlah 54 siswa (22,6%). Jumlah responden paling sedikit adalah SMK
Izzatul Islam dan SMK Cyber Media Utama yang Sebesar 1%. Berdasarkan kelas,
sebagian besar responden berasal dari Kelas X yaitu sebanyak 127 siswa (52,9%).

Tabel 5. 2 Deskripsi Umur Responden Di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun


2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Tahun)
Mean 16,34
Standar Deviasi 0,72
Minimal 15
Maksimal 18
95% CI 16,25 – 16,43
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 16,34
tahun. Umur responden termuda sebesar 15 tahun dan tertua sebesar 18 tahun. Hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata umur responden diantara 16,25 tahun
s.d 16,43 tahun.

1.3 Gambaran Perilaku Sedentari Siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang


Informasi mengenai aktivitas-aktivitas sedentari yang dilakukan oleh siswa
SLTA di luar jam sekolah tersaji pada tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5. 3 Deskripsi Jenis Aktivitas Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang


Tahun 2023 (n=240)

Jenis Aktivitas Sedentari Rata-rata Persentase rata-


menit per rata lama perilaku
hari sedentari (%)
Menonton TV 32 8,51
Menonton video/ DVD 15 3,99
Menggunakan komputer atau gadget untuk
kesenangan seperti: main games, browsing,
chatting, e-sport, berselancar di social media dll 161 42,61
Menggunakan komputer untuk mengerjakan PR
(pekerjaan rumah) 10 2,63
Mengerjakan PR (pekerjaan rumah) tanpa
menggunakan komputer 24 6,39
Membaca untuk hobi/ kesenangan 25 6,55
Les pelajaran di luar jam sekolah 1 0,37
Perjalanan dengan duduk menggunakan
transportasi (sepeda motor, mobil, bus, kereta) 24 6,21
Duduk mengerjakan hal yang berkaitan dengan
hobi atau kesukaan misalnya mengerjakan
kerajinan tangan, melukis, bermain kartu atau
yang lainnya. 23 6,06
Duduk santai sambil mengobrol dengan teman/
bercanda/melalui telepon 60 15,99
Duduk memainkan alat musik seperti: piano,
gitar, dll 3 0,69

Pada tabel 5.3 terlihat bahwa aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar
jam sekolah yaitu menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main
games, browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata
waktu yang digunakan adalah 161 menit per hari (42,61%). Aktivitas sedentari di luar
jam sekolah yang paling sedikit dilakukan adalah les pelajaran di luar jam sekolah
(0,37%). Informasi lain yang telah didapatkan dari hasil penelitian yaitu rata-rata waktu
perilaku sedentari yang dilakukan pada hari masuk sekolah dan pada akhir pekan
sebagai berikut:

Tabel 5. 4 Deskripsi Rata-rata Waktu Responden Melakukan Perilaku Sedentari


di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Perilaku Rata-rata per Minimal - Standar 95% CI


Sedentari hari Maksimal Deviasi
Hari masuk sekolah 358 menit 103-747 menit 106,88 menit 344,13-
(Senin–Jumat) (5 jam 58 menit) 371,32
Weekend 427 menit 103-900 menit 140,92 menit 409,14-
(Sabtu–Minggu) (7 jam 7 menit) 444,98
Seminggu 378 menit 148-762 menit 103,7 menit 364,34-
(Senin–Minggu) (6 jam 18 menit) 390,71

Pada tabel 5.4 diketahui bahwa perilaku sedentari siswa lebih banyak dilakukan
pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dengan rata-rata 427 menit (7 jam 7 menit). Rata-rata
waktu sedentari yang dihabiskan siswa pada hari sekolah (Senin-Jumat) lebih sedikit
dibandingkan pada akhir pekan yaitu 358 menit (5 jam 58 menit). Hasil perhitungan
skor total aktivitas sedentari kemudian dikategorikan menurut kategori yang ditetapkan
Kemenkes. Berikutnya didapatkan distribusi perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yang telah dikategorikan tersaji pada tabel 5.5 berikut ini:

Tabel 5. 5 Distribusi Responden Menurut Perilaku Sedentari Siswa di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Perilaku Sedentari N %
Rendah (<6 jam per hari) 99 41,3%
Tinggi (≥ 6 jam per hari) 141 58,8%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 didapatkan bahwa perilaku sedentari
siswa SLTA Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 pada kategori tinggi (≥ 6 jam per hari)
sebanyak 141 siswa (58,8%).
1.4 Gambaran Determinan Perilaku Sedentari Siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang
Gambaran responden berdasarkan determinan perilaku sedentari (faktor
individu, faktor interpersonal, dan faktor komunitas) dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. 6 Distribusi Responden Berdasarkan Determinan Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Determinan N Persentase (%)


Faktor Individu
Jenis Kelamin
Perempuan 152 63,3
Laki-laki 88 36,7
Status ekonomi keluarga siswa
Rendah (penghasilan < UMR) 157 65,4
Tinggi (penghasilan ≥ UMR) 83 34,6
Pengetahuan siswa
Rendah 159 66,3
Tinggi 81 33,8
Sikap siswa
Negatif 159 66,3
Positif 81 33,8
Faktor Interpersonal
Pola asuh orang tua
Tidak baik 212 88,3
Baik 28 11,7
Dukungan teman sebaya
Tidak ada 202 84,2
Ada 38 15,8
Faktor Komunitas
Fasilitas sekolah
Tidak cukup 162 67,5
Cukup 78 32,5
Peraturan sekolah
Tidak cukup 114 47,5
Cukup 126 52,5

1.4.1 Gambaran Faktor Individu

Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 152 orang (63,3%). Status ekonomi keluarga pada Siswa
SMA di Kecamatan Tajurhalang sebagian besar mempunyai orang tua dengan
penghasilan < UMR yaitu sebanyak 157 siswa (65,4%). Penghasilan orang tua siswa
terdistribusi tidak normal. Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa penghasilan orang
tua siswa terendah Rp500.000,00 dan tertinggi Rp41.000.000,00. Nilai tengah
penghasilan orang tua siswa adalah Rp3.200.00,00. Gambaran penghasilan orang tua
siswa dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 5. 7 Deskripsi Penghasilan Orang Tua Siswa di SLTA Kecamatan


Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (rupiah)


Mean 4.728.812,50
Median 3.200.000,00
Standar Deviasi 5.013.533,98
Minimal 500.000
Maksimal 41.000.000
95% CI 4.091.296,32-5.366.328,68

Variabel pengetahuan siswa mengenai perilaku sedentari yang diukur pada


penelitian ini antara lain tentang contoh aktivitas-aktivitas yang termasuk perilaku
sedentari, risiko perilaku sedentari, batasan waktu perilaku sedentari, dan cara
pencegahan perilaku sedentari. Tingkat pengetahuan dilihat dari masing-masing item
pertanyaan disajikan pada tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5. 8 Distribusi Responden Menurut Jawaban Item Pengetahuan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Pengetahuan Jawaban


Benar (%)
Mengobrol dan chatting berjam-jam di handphone sambil
duduk dan tiduran termasuk perilaku banyak duduk dan tidak
banyak gerak 93,3
Lama maksimal anak dan remaja boleh duduk terus menerus
dan tidak banyak gerak adalah < 2 jam 25,4
Risiko penyakit dan masalah kesehatan yang timbul akibat
banyak duduk dan tidak banyak gerak adalah gangguan
pertumbuhan tulang 80
Contoh bukan perilaku sedentari bermain di luar rumah
bersama teman seperti jalan-jalan berjam-jam 67,9
Contoh perilaku sedentari adalah menonton televisi berjam-
jam: contoh perilaku sedentari 73,8
Bermain video game online berjam-jam adalah contoh perilaku
sedentari adalah 80,8
Mengobrol dan chatting berjam-jam di handphone sambil 90,0
duduk dan tiduran berjam-jam merupakan contoh perilaku
Tabel 5.8 (Lanjutan)

Item Pengetahuan Jawaban


Benar (%)
sedentari
Semua anak dan remaja diharuskan be rperilaku aktif dan
mengurangi banyak duduk terus menerus 76,7
Waktu maksimal anak dan remaja harus berhenti sejenak
selama 10 menit setelah duduk di depan komputer untuk
mengerjakan tugas sekolah adalah < 2 jam 21,3
Jika anak dan remaja aktif bergerak dan mengurangi sedentari
selama masa pertumbuhan manfaatnya adalah diperolehnya
berat badan normal 55,8
Waktu maksimal yang digunakan anak dan remaja untuk duduk
menonton televisi, video youtube atau duduk bermain game
setiap hari adalah < 2 jam 30,0
Cara agar tidak banyak duduk ketika berada di rumah adalah
dengan membersihkan rumah, menyapu, dan mengepel 91,7
Selain faktor makanan, penyebab kegemukan pada anak dan
remaja adalah karena kurang aktif bergerak. 59,6

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil
responden yang mengetahui batasan waktu perilaku sedentari yaitu sebesar 25,4%. Hal
ini juga berlaku untuk batasan maksimal seorang anak dan remaja harus berhenti
sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-menerus di depan komputer mengerjakan
tugas sekolah yang hanya diketahui oleh sebagian kecil responden (21,3%). Skor akhir
variabel pengetahuan didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan
dan dikonversikan ke dalam persentase dengan nilai ukuran seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 9 Deskripsi Nilai Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 65,10
Median 69,23
Standar Deviasi 15,763
Minimal 15
Maksimal 100
95% CI 63,09-67,10

Tabel 5.9 menunjukkan rata-rata jumlah skor pengetahuan adalah 65,10 dengan
skor minimal 15 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor
pengetahuan adalah mengkategorikan variabel menjadi kategori rendah jika skor ≤ 75%
dan dikategorikan tinggi jika skor > 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).

Variabel sikap siswa terhadap perilaku sedentari dilihat dari masing-masing


pernyataan disajikan pada tabel 5.10:

Tabel 5. 10 Distribusi Responden Menurut Item Sikap terhadap Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Sikap SS S TS STS


(%) (%) (%) (%)
Semua remaja seharusnya aktif bergerak dan tidak
banyak menghabiskan waktu dengan duduk saja
selama berjam-jam. 53,3 45,8 8 0
Remaja yang badannya gemuk harus lebih aktif
bergerak daripada remaja yang badannya kurus. 25,4 50,8 23,8 0
Remaja berisiko menderita penyakit jantung dan darah
tinggi saat dewasa akibat kurang gerak dan banyak
duduk. 20,4 60,0 18,3 1,3
Saya lebih suka berangkat ke sekolah dengan diantar
orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum
daripada berjalan kaki atau mengayuh sepeda. 15,4 43,3 35,4 5,8
Saya harus cukup tidur dan tidak perlu banyak
bergerak karena masih dalam masa pertumbuhan. 9,2 24,6 54,2 12,1
Saya lebih suka naik lift/ eskalator daripada naik
tangga ketika berada di mall. 15,8 53,8 27,9 2,5
Duduk selama berjam-jam dengan bermain game
online tidak membahayakan kesehatan anak dan
remaja. 3,8 4,6 52,5 39,2
Jika banyak duduk dan kurang gerak, seorang anak dan
remaja yang badannya sehat dan tidak gemuk akan
berisiko terkena penyakit. 10,0 66,7 17,1 6,3
Saya lebih suka bermain game di handphone daripada
membersihkan rumah/sekolah. 3,8 25,4 58,3 12,5
Saya lebih suka bermain game di handphone/
komputer daripada bermain sepeda atau berolahraga
bersama teman pada hari libur. 5,0 22,5 58,3 14,2

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki


sikap negatif yang menyetujui perilaku sedentari seperti lebih suka berangkat ke sekolah
dengan diantar orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum daripada berjalan
kaki atau mengayuh sepeda (15,4% sangat setuju dan 43,3% setuju), lebih suka naik lift/
eskalator daripada naik tangga ketika berada di mall (15,8 % sangat setuju dan 53,8 %
setuju). Skor akhir variabel sikap diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pernyataan sikap dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan nilai ukuran
seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 11 Deskripsi Nilai Sikap Responden Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 71,01
Median 70,00
Standar Deviasi 7,368
Minimal 53
Maksimal 100
95% CI 70,07-71,95

Tabel 5.11 menunjukkan rata-rata jumlah skor sikap adalah 71,10 dengan skor
minimal 53 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor sikap
siswa adalah mengkategorikan variabel sikap siswa ke dalam kategori negatif jika skor
< 75% dan dikategorikan positif jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).

1.4.2 Gambaran Faktor Interpersonal


Pola asuh orang tua merupakan cara atau metode pengasuhan orangtua terkait
perilaku sedentari siswa dan aturan orang tua tentang batasan waktu bagi anak untuk
menonton televisi, bermain games, menghabiskan waktu luang, bagaimana orangtua
menghabiskan waktu senggang bersama anak-anaknya, dan bagaimana aktivitas
sedentari orangtua. Variabel pola asuh orang tua diukur dengan memberikan 12
pertanyaan terkait aturan batasan perilaku sedentari, kegiatan mengisi waktu senggang
bersama anak, dan perhatian orang tua terhadap aktivitas anak di rumah. Pola asuh
orang tua siswa terhadap perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pernyataan
disajikan pada tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Item Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang
Tahun 2023 (n=240)

Item Pola Asuh Ya (%)


Orang tua hanya memperbolehkan menonton televisi setiap harinya
yaitu kurang dari 2 jam 37,5
Ada aturan yang ditetapkan orang tua untuk bermain video game atau
bermain handphone 34,2
Orang tua memperhatikan kegiatan yang anak lakukan setelah pulang
sekolah 45,8
Orang tua sering mengajak olahraga jika waktu senggang 12,5
Orang tua sering mengajak kegiatan fisik bersama (membersihkan
rumah, berkebun, atau rekreasi naik gunung) 45,4
Waktu yang dihabiskan berolahraga bersama orang tua/ anggota
keluarga lainnya yaitu lebih dari 2 jam per minggu 16,3
Orang tua selalu menanyakan tugas sekolah 35,0
Orang tua selalu membantu dalam mengerjakan tugas sekolah 20
Lama waktu yang digunakan untuk menonton televisi bersama
keluarga kurang dari 2 jam 55,8
Kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur
atau akhir pekan adalah membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke
mall atau rekreasi 60,4
Sepulang sekolah kegiatan yang paling sering dilakukan di rumah
adalah membantu membersihkan rumah 33,8
Jika berbelanja ke toko atau mini market terdekat dilakukan dengan
berjalan kaki atau menggunakan sepeda 26,7

Tabel 5.12 memperlihatkan jawaban responden mengenai pola asuh orang tua
terkait perilaku sedentari yang masih tidak baik. Menurut persentase jawaban
responden, hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu
terakhir (12,5%). Pada sisi lain terdapat pola asuh yang baik menurut responden dalam
hal kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur atau akhir pekan
seperti membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke mall atau rekreasi yaitu sebesar
60,4%. Skor akhir variabel pola asuh diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pertanyaan terkait pola asuh dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dan dengan
nilai ukuran sebagai berikut:
Tabel 5. 13 Deskripsi Nilai Pola Asuh Orang Tua Responden Terhadap Perilaku
Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun
2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Skala 100)
Mean 35,28
Median 33,33
Standar Deviasi 23,919
Minimal 0
Maksimal 100
95% CI 32,24-38,32

Tabel 5.13 menunjukkan rata-rata jumlah skor pola asuh orang tua adalah 35,28
dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor pola asuh orang tua adalah mengkategorikan variabel pola asuh orang
tua ke dalam kategori tidak baik jika skor < 75% dan dikategorikan baik jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai pola asuh orang tua yang tidak baik yaitu sebesar 212 orang (88,3%).
Dukungan teman sebaya diartikan ada tidaknya teman sebaya yang dimiliki
untuk mendukung mengurangi perilaku sedentari. Dukungan teman sebaya terkait
perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel 5.14
berikut ini:

Tabel 5. 14 Distribusi Responden Menurut Item Dukungan Teman Sebaya


Terhadap Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan
Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Dukungan Teman Sebaya Ya (%)


Mempunyai kelompok teman yang sering bermain bersama 95,4
Mempunyai teman lebih dari 3 orang teman 82,9
Setiap waktu senggang selalu bermain bersama teman-teman 42,1
Kegiatan yang paling sering dilakukan bersama teman-teman di akhir
pekan adalah olahraga bersama atau rekreasi 24,6
Melakukan aktivitas olahraga bersama teman-teman pada saat libur
akhir pekan 22,1
Waktu yang dihabiskan duduk mengobrol bersama teman sekitar 1-2
jam 34,2
Hampir setiap hari duduk mengobrol bersama teman 28,8
Bersama teman bermain mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah 23,8
Mempunyai hobi olahraga yang sama dengan teman bermain 2,1
Waktu senggang digunakan untuk jalan kaki atau bersepeda bersama 4,6
Item Dukungan Teman Sebaya Ya (%)
teman-teman.

Tabel 5.14 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai


kelompok pertemanan yang sering bermain bersama (95,4%) dan memiliki lebih dari 3
kelompok teman (82,9%). Walaupun sebagian besar responden mempunyai kelompok
pertemanan, tetapi sebagian kecil yang mempunyai hobi yang sama dengan kelompok
temannya (2,1%). Skor akhir variabel dukungan teman sebaya diperoleh dengan
menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait dukungan teman sebaya dan
dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan nilai ukuran sebagai berikut:

Tabel 5. 15 Deskripsi Nilai Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sedentari


di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 36,21
Median 30,00
Standar Deviasi 22,206
Minimal 0
Maksimal 90
95% CI 33,38-39,03

Tabel 5.15 menunjukkan rata-rata jumlah skor dukungan teman sebaya adalah
36,21 dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 90. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor dukungan teman sebaya adalah mengkategorikan variabel dukungan
teman sebaya ke dalam kategori tidak ada dukungan jika skor < 75% dan
dikategorikan ada dukungan jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden tidak ada dukungan untuk menghindari perilaku
sedentari yaitu sebesar 202 orang (84,2%).

1.4.3 Gambaran Faktor Komunitas


Variabel fasilitas sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
sarana sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti tempat
parkir sepeda, trotoar, tempat bermain, atau lapangan. Variabel fasilitas sekolah dilihat
dari masing-masing item disajikan pada tabel 5.16 berikut:
Tabel 5. 16 Distribusi Responden Menurut Item Fasilitas Sekolah Terhadap
Perilaku Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Fasilitas Sekolah Tidak Kurang Cukup Memadai


Memadai Memadai Memadai (%)
(%) (%) (%)
Kecukupan tempat parkir
di sekolah 13,8 22,9 48,8 14,6
Jalur jalan/ trotoar yang
bisa digunakan untuk
berjalan kaki menuju
sekolah 26,3 20,0 41,7 12,1
Tempat penyebrangan di
depan sekolah beserta
petugasnya 22,5 15,4 49,6 12,5
Fasilitas tempat bermain
saat jam istirahat di
sekolah 25,0 25,8 36,3 12,9
Kecukupan lapangan
sekolah 22,5 22,5 38,8 16,3

Tabel 5.16 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki sekolah


dengan tempat penyebrangan di depan sekolah yang cukup memadai (49,6%) dan
memadai (12,5) serta tempat parkir di sekolah yang cukup memadai (48,8%) dan
memadai (14,6%). Skor akhir variabel fasilitas sekolah diperoleh dengan
menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait fasilitas sekolah dan dikonversikan
ke dalam bentuk persentase dengan ukuran sebagai berikut:

Tabel 5. 17 Deskripsi Nilai Fasilitas Sekolah Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 62,08
Median 65,00
Standar Deviasi 19,179
Minimal 25
Maksimal 100
95% CI 59,64-64,52

Tabel 5.17 menunjukkan rata-rata jumlah skor fasilitas sekolah adalah 62,08
dengan skor minimal 25 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor fasilitas sekolah adalah mengkategorikan variabel fasilitas sekolah ke
dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (67,5%)
menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan
senam bersama, kegiatan ekstra kurikuler, lama waktu untuk istirahat di sekolah.
Variabel peraturan sekolah dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel
5.18 berikut ini:

Tabel 5. 18 Distribusi Responden Menurut Item Peraturan Sekolah Terhadap


Perilaku Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Peraturan Sekolah Ya (%)


Terdapat waktu istirahat di antara jam pelajaran 93,3
Terdapat waktu untuk jam pelajaran olahraga 94,6
Sekolah mewajibkan setiap siswa mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah 56,3
Ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan diikuti oleh siswa 67,1
Sekolah mewajibkan semua siswa untuk senam bersama 51,3

Tabel 5.18 memperlihatkan bahwa sebagian kecil responden mengatakan


sekolah mewajibkan setiap siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (56,3%) dan
sekolah mewajibkan semua siswa untuk senam bersama (51,3%). Skor akhir variabel
peraturan sekolah diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait
peraturan sekolah dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan ukuran
sebagai berikut:

Tabel 5. 19 Deskripsi Nilai Peraturan Sekolah Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 72,50
Median 80,00
Standar Deviasi 22,64
Minimal 20
Maksimal 100
95% CI 69,62-75,38
Tabel 5.19 menunjukkan rata-rata jumlah skor peraturan sekolah adalah 72,50
dengan skor minimal 20 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor peraturan sekolah adalah mengkategorikan variabel peraturan sekolah
ke dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (52,5%)
menyatakan peraturan sekolah cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.

1.5 Gambaran Hubungan Variabel Independen dengan Perilaku Sedentari


Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen dan juga untuk menyeleksi kandidat multivariat.
Analisis bivariat yang digunakan yaitu uji Chi Square, dengan batas kemaknaan ()
0,05 atau 5%. Jika p value ≤  (alpha) menunjukkan hubungan yang
signifikan/bermakna secara statistik antara variabel dependen dengan variabel
independen.

1.5.1 Gambaran Hubungan Faktor Individu dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 20 Hubungan Faktor Individu dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Tota OR (CI=95%) p-value


Independen Tinggi Rendah l
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari)
n % n %
Jenis Kelamin
Perempuan 117 77,0 35 23,0 152 8,914 0,0005
Laki-laki 24 27,3 64 72,7 88 (4,881-16,279)
Status Ekonomi Keluarga Siswa
Rendah 105 66,9 52 33,1 157 2,636 0,001
Tinggi 36 43,4 47 56,6 83 (1,526-4,554)
Pengetahuan Siswa
Kurang 92 57,9 67 42,1 159 0,897 0,800
Tinggi 49 60,5 32 39,5 81 (0,520-1,547)
Sikap Siswa
Negatif 96 60,4 63 39,6 159 1,219 0,563
Positif 45 55,6 36 44,4 81 (0,709-2,095)
Berdasarkan tabel 5.20, hasil uji chi-square untuk variabel jenis kelamin
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang berjenis
kelamin perempuan memiliki peluang hampir 9 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa laki-laki (OR: 8,914; 95% CI 4,881-
16,279).
Hasil uji chi-square untuk variabel status ekonomi keluarga siswa didapatkan p-
value= 0,001 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara
status ekonomi keluarga siswa dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan status
ekonomi rendah memiliki peluang/kemungkinan 2,6 kali untuk melakukan perilaku
sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi (OR: 2,636; 95%
CI 1,526-4,554)
Hasil uji chi-square untuk variabel pengetahuan siswa didapatkan p-value= 0,8
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Hasil uji chi-square untuk variabel sikap siswa didapatkan p-
value= 0,563 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara sikap siswa
dengan perilaku sedentari siswa.

1.5.2 Gambaran Hubungan Faktor Interpersonal dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 21 Hubungan Faktor Interpersonal dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Total OR (CI=95%) p-


Independen Tinggi Rendah value
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari)
n % n %
Pola Asuh Orang Tua
Tidak Baik 137 64,6 75 35,4 212 10,960 0,0005
Baik 4 14,3 24 85,7 28 (3,665-32,771)
Dukungan Teman Sebaya
Tidak Ada 134 66,3 68 33,7 202 8,727 0,0005
Ada 7 18,4 31 81,6% 38 (3,654-20.842)

Berdasarkan tabel 5.21, hasil uji chi-square untuk variabel pola asuh orang tua
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
pola asuh orang tua tidak baik memiliki peluang/kemungkinan hampir 11 kali untuk
melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan pola asuh
orang tua baik (OR: 10,960; 95% CI 3,665-32,771).
Hasil uji chi-square untuk variabel dukungan teman sebaya didapatkan p-value=
0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang tidak ada dukungan teman
sebaya memiliki peluang/kemungkinan 8,7 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6
jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya (OR: 8,727;
95% CI 3,654-20.842).

1.5.3 Gambaran Hubungan Faktor Komunitas dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 22 Hubungan Faktor Komunitas dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Tota OR p-


Independen Tinggi Rendah l (CI=95%) valu
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari) e
n % n %
Fasilitas Sekolah
Tidak Cukup 105 64,8 57 35,2 162 2,149 0,009
Cukup 36 46,2 42 53,8 78 (1,240-3,724)
Peraturan Sekolah
Tidak Cukup 77 67,5 37 32,5 114 2,016 0,012
Cukup 64 50,8 62 49,2 126 (1,193-3,408)

Berdasarkan tabel 5.22, hasil uji chi-square untuk variabel fasilitas sekolah
didapatkan p-value= 0,009 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
fasilitas sekolah tidak cukup memiliki peluang/kemungkinan 2,1 kali untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
(OR: 2,149; 95% CI 1,240-3,724).
Hasil uji chi-square untuk variabel peraturan sekolah didapatkan p-value= 0,012
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan sekolah
dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup memiliki
peluang/kemungkinan 2 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan peraturan sekolah cukup (OR: 2,016; 95% CI 1,193-3,408).
1.6 Gambaran Hasil Analisis Multivariat
Analisis multivariat dimaksudkan untuk menganalisis dan memprediksi variabel
independen (faktor individu, interpersonal dan faktor komunitas) yang mempunyai
hubungan paling dominan dengan variabel dependen (perilaku sedentari). Uji
multivariat yang digunakan adalah uji regresi logistik ganda dengan model prediksi atau
determinan. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan model dari variabel-variabel
independen yang diperkirakan terbaik dalam memprediksikan variabel dependen.
Analisis multivariat dilakukan melalui seleksi bivariat dan pemodelan multivariat
dengan memasukkan seluruh variabel independen yang lolos seleksi bivariat.

1.6.1 Seleksi Bivariat


Pada tahap seleksi bivariat dilakukan analisis hubungan variabel independen
dengan variabel dependen. Variabel independen yang diikutertakan untuk menjadi
kandidat multivariat yaitu variabel yang mempunyai nilai p-value < 0,25. Berikut ini
disajikan hasil seleksi bivariat:

Tabel 5. 23 Hasil Seleksi Bivariat Perilaku Sedentari Siswa di SLTA Kecamatan


Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value Keterangan


Jenis Kelamin 0,0005 Kandidat multivariat
Status Ekonomi Keluarga 0,001 Kandidat multivariat
Pengetahuan 0,800 Bukan kandidat multivariat
Sikap 0,563 Bukan kandidat multivariat
Pola Asuh Orang Tua 0,0005 Kandidat multivariat
Dukungan Teman Sebaya 0,0005 Kandidat multivariat
Fasilitas Sekolah 0,009 Kandidat multivariat
Peraturan Sekolah 0,012 Kandidat multivariat

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa terdapat 6 (enam) variabel independen yang


mempunyai nilai p < 0,25 yaitu variabel jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pola
asuh orang tua, dukungan teman sebaya, fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
Keenam variabel tersebut akan dilakukan uji multivariat.

1.6.2 Pemodelan Regresi Logistik Multivariat


Tahap selanjutnya adalah pemodelan multivariat dengan memasukkan seluruh
variabel independen yang lolos seleksi bivariat yaitu variabel jenis kelamin, status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya, fasilitas sekolah dan
peraturan sekolah. Pada pemodelan multivariat, variabel yang memiliki p-value >0,05
dikeluarkan dari pemodelan satu per satu dari nilai p yang paling besar dengan tahapan
seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5. 24 Pemodelan Regresi Logistik Multivariat Awal Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value Exp(B) Keterangan


Jenis Kelamin 0,0005 11,358 -
Status Ekonomi Keluarga 0,002 3,112 -
Pola Asuh Orang Tua 0,004 7,347 -
Dukungan Teman Sebaya 0,006 4,579 -
Fasilitas Sekolah 0,070 1,937 Dikeluarkan tahap 2
Peraturan Sekolah 0,168 1,622 Dikeluarkan tahap 1

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang mempunyai nilai p>
0,05 yaitu fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
a. Tahap 1
Pada tahap 1, variabel peraturan sekolah dikeluarkan terlebih dahulu karena
mempunyai nilai p>0,05 dan nilai p paling besar dibandingkan dengan variabel yang
lain. Setelah itu dilakukan perhitungan perubahan nilai OR seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 25 Perubahan OR Pemodelan Multivariat Tahap 1 Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel OR Awal OR Pemodelan Perubahan OR


Tahap 1 (%)
Jenis Kelamin 11,358 11,516 1,39
Status Ekonomi Keluarga 3,112 3,070 1,35
Pola Asuh Orang Tua 7,347 7,117 3,13
Dukungan Teman 4,579 5,342 16,66
Sebaya
Fasilitas Sekolah 1,937 1,941 0,206
Peraturan Sekolah 1,622 Dikeluarkan tahap 1 -

Tabel 5.25 menunjukkan bahwa dikeluarkannya variabel peraturan sekolah


menyebabkan perubahan nilai OR variabel dukungan teman sebaya sebanyak 16,66%.
Perubahan OR ini melebihi 10% sehingga variabel peraturan sekolah dimasukkan
kembali dalam pemodelan tahap kedua, karena peraturan sekolah merupakan
konfonding pada hubungan dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa.

b. Tahap 2
Pada tahap 2, variabel peraturan sekolah dimasukkan kembali dan variabel
fasilitas sekolah dikeluarkan. Pemodelan tahap 2 ini dapat dilihat perubahan nilai OR
seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 26 Perubahan OR Pemodelan Multivariat Tahap 2 Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value OR Awal OR Pemodelan Perubahan


Tahap 2 OR (%)
Jenis Kelamin 0,0005 11,358 11,811 3,99
Status Ekonomi Keluarga 0,003 3,112 3,053 1,896
Pola Asuh Orang Tua 0,002 7,347 8,062 9,73
Dukungan Teman 0,005 4,579 4,522 1,24
Sebaya
Fasilitas Sekolah - 1,937 Dikeluarkan tahap 2 -
Peraturan Sekolah 0,162 1,622 1,624 0,123

Tabel 5.26 menunjukkan bahwa perubahan nilai OR semua variabel tidak


melebihi 10% setelah variabel fasilitas sekolah dikeluarkan dari pemodelan. Hasil
pemodelan tahap kedua ini juga menunjukkan p-value variabel selain variabel
peraturan sekolah tidak ada lagi yang > 0,05 sehingga proses eliminasi variabel pada
pemodelan multivariat sudah selesai.

c. Uji Interaksi
Uji interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi
ada interaksi. Pada penelitian ini dilakukan uji interaksi antara variabel status ekonomi
keluarga dengan variabel pola asuh orang tua. Hasil dari uji interaksi antar dua
variabel tersebut didapatkan p-value= 0,999, p-value lebih dari 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara variabel status ekonomi keluarga dengan variabel
pola asuh orang tua. Pemodelan telah selesai dan model yang valid adalah pemodelan
tanpa interaksi antar variabel independen. Hasil pemodelan akhir didapatkan seperti
pada tabel 5.27.
d. Pemodelan Akhir Multivariat
Tabel 5. 27 Pemodelan Akhir Multivariat Determinan Perilaku Sedentari di SLTA
Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023
Variabel p-value OR 95% CI
Jenis Kelamin 0,0005 11,811 5,829 – 23,934
Status Ekonomi Keluarga 0,003 3,053 1,478 – 6,303
Pola Asuh Orang Tua 0,002 8,062 2,139 – 30,386
Dukungan Teman Sebaya 0,005 4,522 1,562 – 13,095
Peraturan Sekolah 0,162 1,624 0,823 – 3,205

Hasil pemodelan akhir multivariat pada tabel 5.27 menunjukkan bahwa terdapat
4 (empat) variabel yang mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari yaitu jenis
kelamin, status ekonomi keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan teman sebaya,
sedangkan variabel peraturan sekolah merupakan confounding pada hubungan
tersebut. Berdasarkan tabel 5.27, variabel dengan nilai OR terbesar adalah jenis
kelamin dengan nilai OR 11,81 (95% CI 5,829 – 23,934). Dengan demikian, variabel
jenis kelamin adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, setelah dikontrol oleh status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya dan peraturan
sekolah.
PEMBAHASAN

1.7 Keterbatasan Penelitian


Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah kemungkinan recall bias (kesalahan
mengingat kembali). Pada saat responden mengisi kuesioner dapat terjadi recall bias
apabila responden salah mengingat kondisi yang sesungguhnya dialami. Recall bias
mungkin tidak dapat dihindarkan karena pengukuran data dalam penelitian ini
berdasarkan hal yang diingat oleh siswa. Siswa mungkin mengalami kesulitan untuk
mengingat lama waktu/durasi melakukan aktivitas sedentari pada seminggu terakhir.
Solusi untuk menghindari recall bias tersebut adalah peneliti memandu siswa pada saat
pengisian tabel recall aktivitas sedentari selama seminggu terakhir dan memberikan
waktu pengisian kuesioner yang cukup panjang sehingga siswa dapat mengingat hal-hal
yang dialaminya dengan baik tanpa terburu-buru. Selain itu, peneliti juga memantau,
mengoreksi dan mengonfirmasi kembali kepada siswa jika ada kesalahan dalam isian
perhitungan waktu sebelum kuesioner dikumpulkan.
Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah kemungkinan adanya kesalahan
penafsiran siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Hal
tersebut dapat terjadi karena pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan self-
administered questionnaire atau angket yang diisi sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut,
peneliti berusaha memberikan penjelasan secara rinci tentang cara pengisian kuesioner
sebelum siswa mengisi kuesioner. Selama pengisian kuesioner berlangsung peneliti juga
mendampingi siswa sehingga siswa dapat bertanya jika tidak memahami pertanyaan
dalam kuesioner.

1.8 Gambaran Perilaku Sedentari


Pada penelitian ini didapatkan bahwa siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang
yang melakukan perilaku sedentari tinggi (≥ 6 jam per hari) sebanyak 141 siswa
(58,8%). Rata-rata waktu perilaku sedentari siswa selama seminggu (Senin–Minggu)
adalah 6 jam 18 menit per hari. Rincian waktu sedentari pada hari sekolah dalam
seminggu (Senin-Jumat) yaitu 5 jam 58 menit sedangkan perilaku sedentari pada akhir
pekan (Sabtu-Minggu) sebesar 7 jam 7 menit. Hasil yang hampir sama ditemukan dari

23
Universitas Indonesia
hasil penelitian di Kecamatan Cibinong mengenai perilaku sedentari didapatkan bahwa
perilaku sedentari
≥ 6 jam/ hari sebanyak 50,62%. Penelitian tersebut mendapatkan rata-rata perilaku
sedentari siswa yaitu 6 jam 12 menit per hari.
Perilaku sedentari yang dilakukan pada hari aktif di luar jam sekolah mempunyai
rata-rata 5 jam 41 menit per hari. Perilaku sedentari remaja lebih banyak dilakukan
ketika hari libur Sabtu dan Minggu yaitu rata-rata 7 jam 30 menit per hari
(Arihandayani, 2019). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
perilaku sedentari paling sering dilakukan saat hari libur dibandingkan hari sekolah
(Salmon et al., 2011). Peningkatan rata-rata waktu yang digunakan untuk sedentari pada
saat akhir pekan/weekend disebabkan karena peluang waktu untuk melakukan perilaku
sedentari lebih banyak dibandingkan saat hari sekolah/weekday (Setyoadi et al., 2015).
Perilaku sedentari yang tinggi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian di
Australia yang menyatakan bahwa remaja menghabiskan rata-rata 7,8 jam/hari dalam
total perilaku sedentari yang dilaporkan sendiri, 4,4 jam/hari dalam waktu layar, 9,1
jam/hari dalam waktu menetap yang diukur dengan ActiGraph, dan 9,5 jam/hari dalam
aktivitas waktu duduk yang diukur oleh Physical Activity Level (PAL) (Arundell et al.,
2019). Penelitian di Kota Debre Berhan Ethiopia mendapatkan bahwa perilaku sedentari
pada remaja dengan lama sedentari >2 jam per hari adalah 65,5% (Mohammed et al.,
2020). Penelitian di Brazil menunjukkan hal yang serupa bahwa remaja melakukan
perilaku sedentari cukup tinggi pada durasi 4 ± 2,7 jam/hari (Matias et al., 2018).
Demikian juga dengan Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa proporsi
masyarakat yang melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam per hari di Indonesia
adalah 25% dan di Jawa Barat sebesar 33,0%.
Penelitian lain oleh Sari dan Nurhayati (2019) mendapatkan hasil bahwa siswa
melakukan perilaku sedentari dalam kategori tinggi berjumlah 159 siswa (76,44%).
Penelitian pada siswa kelas X MAN Kota Mojokerto menunjukkan bahwa perilaku
sedentari rata-rata 487,3 menit/hari dengan persentase kategori tinggi sebanyak 79,2%
(Pribadi & Nurhayati, 2018). Hasil penelitian di Kota Denpasar, anak usia > 10 tahun
yang melakukan perilaku sedentari selama 6 jam/hari yaitu sebesar 44,0% (Puspita &
Utami, 2020). Pada penelitian lain didapatkan bahwa jumlah remaja di SMA Kota
Bandung yang melakukan perilaku sedentari termasuk kategori tinggi sebanyak 84%
(Maidartati et al., 2022). .
Hasil penelitian ini berdasarkan rincian aktivitas sedentari didapatkan bahwa
aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu menggunakan
komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main games, browsing, chatting, e-
sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata waktu yang digunakan adalah 161
menit per hari (42,61%) dan aktivitas sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran
di luar jam sekolah (0,37%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak
menghabiskan waktu dengan melakukan perilaku sedentari meliputi kebiasaan
menggunakan gadget, mengerjakan tugas dengan menggunakan internet dan tanpa
internet, menonton televisi, mengikuti kursus/les, mengaji dan berkumpul bersama
teman (Asnita et al., 2020). Perilaku menggunakan komputer untuk kesenangan: main
games, browsing, chatting termasuk tiga besar proporsi perilaku sedentari yang
dilakukan oleh remaja sebesar 14,7% (Arihandayani, 2019). Maidartati et al., (2022)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas sedentari terbanyak adalah bermain
handphone (3,72 jam per hari) dan yang termasuk kategori rendah adalah les pelajaran
(0,16 jam/hari). Perilaku sedentari yang paling jarang dilakukan oleh siswa perempuan
adalah les pelajaran di luar jam sekolah (Sari & Nurhayati, 2019).
Komputer dan handphone pada saat ini sudah tidak asing di semua kalangan
terutama remaja. Tempat-tempat yang dilengkapi dengan jaringan internet sangat
mudah ditemukan sehingga remaja sangat leluasa untuk berkomunikasi melalui media
sosial, berselancar di internet, chatting, dan sebagainya (Maidartati et al., 2022).
Fletcher et al., (2014) menyebutkan 56,6% anak remaja memiliki akses ke komputer di
rumah, 37,5% menggunakannya pada hari kerja biasa, 49,4% menggunakan komputer
kelas selama 1 jam/minggu, dan 14,2% bermain game di komputer sekolah selama 5
jam/ minggu. Fajanah et al., (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proporsi
remaja yang melaporkan waktu layar lebih dari 2 jam per hari adalah 82,5%.
Penggunaan gadget pada siswa di jam belajar (weekdays) dengan durasi 2-4 jam
per hari yaitu sebanyak 50,6% dan meningkat menjadi > 4 jam per hari sebanyak 54%
pada waktu weekend (Ratnayani et al., 2022). Remaja tidak dapat lepas dari gadget di
mana saja seperti halnya saat menunggu angkutan umum di halte mereka juga sibuk
berselancar di internet dengan gadget, bahkan suatu penelitian menyebutkan sebanyak
42,5% responden menggunakan gadget pada saat sedang makan (Ratnayani et al.,
2022). Penggunaan gadget yang dilengkapi internet itulah mempengaruhi tingginya
perilaku sedentari karena penggunaan internet dilakukan tanpa menggerakkan anggota
tubuh selain jari (Maidartati et al., 2022).
Beberapa negara seperti Qatar, New Zealand, Kanada, Jerman, Australia, dan
Turki merekomendasikan untuk remaja tidak melakukan aktivitas/perilaku sedentari
seperti menggunakan komputer, menonton televisi, dan duduk santai lebih dari 2 jam
tanpa jeda istirahat dari perilaku tersebut. Jeda istirahat dalam perilaku sedentari
misalnya ketika posisi berdiam diri atau duduk sudah 2 jam, remaja harus menghentikan
perilaku tersebut dengan berdiri, peregangan, jalan kaki, atau aktivitas yang lainnya
(Leitzmann et al., 2018).
Intensitas perilaku sedentari cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia (Saragih & Andayani, 2022). Perilaku sedentari merupakan salah satu faktor risiko
penyakit tidak menular yang dapat mengganggu produktivitas siswa. Penyusunan
strategi komunikasi pencegahan perilaku sedentari siswa dengan pendekatan pada
tingkat individu, interpersonal dan komunitas perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
Pemberian promosi dan edukasi mengenai perilaku sedentari juga perlu ditekankan pada
batasan waktu yang direkomendasikan untuk sedentari sehingga mencegah dampak
buruk dalam jangka panjang bagi kesehatan individu.

1.9 Hubungan Faktor Individu (Jenis Kelamin, Status Ekonomi Keluarga Siswa,
Pengetahuan dan Sikap Siswa) dengan Perilaku Sedentari

1.9.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Sedentari


Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari. Siswa perempuan memiliki peluang 11,8
kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa
laki-laki. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari dan sejalan dengan teori ekologi
sosial yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan
yang bermakna dengan perilaku sedentari seperti pada hasil systematic review terhadap
beberapa penelitian di Eropa, Amerika Serikat dan Australia didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang konsisten antara jenis kelamin dan total perilaku sedendari yang diukur
secara objektif dengan anak laki-laki yang terlibat dalam perilaku sedentari yang lebih
sedikit dibandingkan dengan anak perempuan (Stierlin et al., 2015). Penelitian di Brazil
dengan responden siswa usia 14-18 tahun juga mendapatkan hasil bahwa siswa
perempuan lebih tinggi dalam melakukan aktivitas sedentari dibanding siswa laki-laki
(Nascente et al., 2016). Penelitian di Kuwait mengungkapkan bahwa 93% dari remaja
dalam penelitian ini tidak membatasi waktu layar kurang dari dua jam per hari dan
sebagian besar perilaku sedentari dilakukan oleh remaja perempuan serta meningkat
seiring bertambahnya usia (Hashem, 2018).
Penelitian pada remaja Brazil menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
perempuan (57,33%) mempraktikkan perilaku sedentari dibandingkan dengan remaja
laki-laki (Matias et al., 2018). Penelitian di Jerman menunjukkan perilaku sedentari di
luar jam sekolah pada siswa perempuan cenderung lebih tinggi dibanding pada siswa
laki-laki. Perilaku sedentari yang dilakukan meliputi kegiatan membaca buku, melukis,
mengerjakan kerajinan tangan, dan mendengarkan musik, sedangkan siswa laki-laki
lebih memilih bermain di luar rumah atau berolahraga (Hoffmann et al., 2017). Hasil
penelitian ini sesuai dengan Ndagire et al., (2019) yang menunjukkan bahwa remaja
perempuan lebih banyak melakukan perilaku sedentari dibandingkan remaja laki-laki.
Penelitian di Arab menunjukkan bahwa remaja perempuan cenderung lebih
tinggi melakukan perilaku sedentari dibanding remaja laki-laki dengan proporsi 53,4%.
Aspek budaya yang menekankan perempuan lebih utama di rumah menjadikan remaja
perempuan tidak didorong untuk melakukan aktivitas fisik di luar rumah (Kerkadi et al.,
2019). Hasil penelitian serupa menunjukkan bahwa siswa perempuan menghabiskan
waktu untuk sedentari berbasis layar pada saat weekend dengan intensitas lebih tinggi
dibandingkan siswa laki-laki. Rata-rata aktivitas sedentari siswa perempuan pada saat
weekend adalah 7,72 jam sedangkan pada siswa laki-laki sebesar 1,31 jam. Hal senada
juga terjadi di weekday yang memperlihatkan bahwa perilaku sedentari pada jenis
kelamin perempuan lebih tinggi dibanding siswa laki-laki (Subagyo & Fithroni, 2022).
Peningkatan perilaku sedentari pada anak dan remaja berhubungan dengan adanya
peraturan dari orang tua tentang pembatasan bermain di luar bagi anak perempuan
membuat perilaku sedentari lebih tinggi (Atkin et al., 2013).
Upaya pencegahan perilaku sedentari perlu mempertimbangkan perencanaan
kegiatan berbasis gender. Remaja perempuan perlu didorong untuk lebih banyak
melakukan kegiatan yang aktif ketika di rumah dibandingkan hanya duduk mengobrol
dengan temannya. Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi terus menerus kepada
masyarakat dan remaja untuk membatasi perilaku sedentari. Tenaga kesehatan perlu
meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada siswa SLTA mengenai bahaya perilaku
sedentari melalui video-video yang menarik seperti melalui youtube, aplikasi tiktok,
instagram, dan media sosial lainnya.

1.9.2 Hubungan Status Ekonomi Keluarga Siswa dengan Perilaku Sedentari


Status ekonomi keluarga siswa diukur menurut tingkat pendapatan/penghasilan
orang tua. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara status ekonomi keluarga dengan perilaku sedentari. Siswa dengan status ekonomi
rendah memiliki peluang/kemungkinan 3,05 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥
6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa status ekonomi keluarga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan perilaku sedentari siswa. Status sosial ekonomi
seperti penghasilan atau pendidikan orang tua berbanding terbalik dengan perilaku
sedentari yaitu perilaku sedentari cenderung lebih tinggi pada kelompok status sosial
eknomi rendah (Salmon et al., 2011). Perilaku sedentari siswa di Jerman lebih banyak
dilakukan oleh siswa dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah. Remaja dengan
kondisi sosial ekonomi tinggi cenderung lebih sedikit melakukan perilaku sedentari
karena berkaitan dengan kemampuan orangtua mendukung anak hidup aktif dengan
menyediakan peralatan olahraga dan membayar biaya klub olahraga yang cenderung
mahal (Hoffmann et al., 2017).
Menurut penelitian Sheldrick et al., (2018) dan Arihandayani (2019) status sosial
ekonomi keluarga berhubungan dengan perilaku sedentari. Senada dengan hal tersebut,
penelitian pada remaja Brazil menunjukkan bahwa sosial ekonomi tinggi berkorelasi
positif dengan aktivitas fisik yang aktif dan berkorelasi negatif dengan perilaku
sedentari. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perilaku sedentari yang rendah berhubungan
dengan sosial ekonomi tinggi, sedangkan perilaku sedentari yang tinggi berhubungan
dengan sosial ekonomi yang rendah (Matias et al., 2018).
Status sosial ekonomi memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil
kesehatan individu. Menurut WHO (2010), pendapatan, kesehatan dan penyakit di
berbagai negara mengikuti gradien sosial: semakin rendah posisi sosial ekonomi,
semakin buruk kesehatannya. Status sosial dan penghasilan yang lebih tinggi
berhubungan dengan kesehatan yang lebih baik. Perilaku sedentari tinggi pada siswa
yang mempunyai orang tua dengan status ekonomi yang rendah dapat menjadi bahan
advokasi untuk penyediaan media edukasi dan fasilitas umum untuk hidup aktif. Tenaga
kesehatan perlu meningkatkan advokasi kepada lintas program dan lintas sektor terkait
serta dunia usaha dalam rangka penyediaan media edukasi dan fasilitas untuk hidup
aktif. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pencegahan perilaku
sedentari.

1.9.3 Hubungan Pengetahuan Siswa dengan Perilaku Sedentari


Hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan pengetahuan tinggi dan
siswa dengan pengetahuan rendah mempunyai peluang yang sama untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi
sosial yang dikembangkan oleh Glanz et al., (2008) dan didukung oleh beberapa
penelitian. Berdasarkan teori ekologi sosial, pengetahuan merupakan salah satu faktor
yang berhubungan dengan perilaku individu.
Hasil yang memperkuat hasil penelitian ini terdapat pada penelitian remaja di
Kota Medan yang mendapatkan p-value=0,113 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan pengetahuan dengan perilaku sedentari (Sinulingga et al., 2021). Penelitian
lain yang sejalan yaitu penelitian Arihandayani (2019) yang menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku sedentari. Penelitian sebelumnya
juga menyebutkan bahwa pengetahuan tentang gaya hidup sedentari tidak berpengaruh
signifikan terhadap praktik gaya hidup sedentari (Aderibigbe et al., 2017). Pengetahuan
responden mengenai perilaku sedentari pada penelitian tersebut tinggi namun pada
praktiknya responden lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas
duduk yang lama dengan dukungan lingkungan yang kondusif untuk duduk dalam
waktu yang terus menerus.
Pengetahuan siswa mengenai perilaku sedentari pada penelitian ini menunjukkan
skor rata-rata 65,10 dan sebanyak 66,3% mempunyai pengetahuan rendah. Pengetahuan
mengenai lama batasan waktu perilaku sedentari hanya sebagian kecil responden yang
sudah mengetahuinya (25,4%). Hal tersebut juga berlaku untuk batasan maksimal
seorang anak dan remaja harus berhenti sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-
menerus di depan komputer mengerjakan tugas sekolah yang hanya diketahui oleh
sebagian kecil responden (21,3%). Demikian juga untuk batasan waktu kurang dari 2
jam yang digunakan oleh anak dan remaja setiap hari untuk duduk menonton televisi,
menonton video youtube atau duduk bermain game hanya diketahui oleh 30%
responden. Hasil yang sama ditemukan dari penelitian Arihandayani (2019)
mendapatkan hanya 17,9% responden mengetahui batasan waktu seorang anak dan
remaja harus jeda sejenak setelah duduk terus menerus di depan komputer selama 10
menit dan 40,4 % responden mengetahui batasan waktu duduk menonton televisi,
menonton video di youtube atau duduk bermain game.
Pengetahuan tentang batasan waktu sedentari masih cukup rendah dapat
disebabkan karena informasi tentang batasan perilaku sedentari masih sangat terbatas.
Media informasi tentang perilaku sedentari yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan
belum menyampaikan batasan waktu maksimal dalam perilaku sedentari. Informasi
yang ada hanya sebatas menginformasikan tentang contoh perilaku sedentari dan
dampak kesehatan yang ditimbulkan (Arihandayani, 2019). Untuk itu, Dinas Kesehatan
perlu menyusun dan memberikan kebijakan terkait strategi komunikasi pencegahan
perilaku sedentari siswa dengan berbagai pendekatan. Dinas Kesehatan juga perlu
menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk
menetapkan adanya aturan terkait pembatasan perilaku sedentari.

1.9.4 Hubungan Sikap Siswa dengan Perilaku Sedentari


Sikap siswa merupakan respon siswa terhadap perilaku sedentari. Variabel sikap
siswa terhadap perilaku sedentari pada penelitian ini menunjukkan skor rata-rata 71,10
dan sebanyak 66,3% responden mempunyai sikap negatif. Hasil analisis data pada
penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Siswa dengan sikap positif dan siswa dengan sikap negatif
mempunyai peluang yang sama untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari.
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi sosial yang dikembangkan oleh Glanz
et al., (2008) dan didukung oleh beberapa penelitian. Berdasarkan teori ekologi sosial,
sikap merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku individu.
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Arihandayani
(2019) yang menyebutkan tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku sedentari.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki sikap negatif yang
menyetujui perilaku sedentari seperti lebih suka berangkat ke sekolah dengan diantar
orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum daripada berjalan kaki atau
mengayuh sepeda, lebih suka naik lift/eskalator daripada naik tangga ketika berada di
mall. Pada sisi lain, sebagian responden juga memiliki sikap positif terkait risiko
menderita penyakit jantung dan darah tinggi saat dewasa akibat kurang gerak dan
banyak duduk.
Variabel sikap tidak berhubungan dengan perilaku sedentari disebabkan oleh
rendahnya tingkat pengetahuan siswa di beberapa aktivitas terkait perilaku sedentari.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk sikap seseorang
(Notoatmodjo, 2014). Suatu perilaku terbentuk melalui proses perubahan: pengetahuan
(knowledge) – sikap (attitude) – praktik (practice). Beberapa penelitian telah
membuktikan hal tersebut, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses
perubahan perilaku tidak selalu seperti itu. Pada praktik sehari–hari dapat terjadi
sebaliknya seperti seseorang telah berperilaku positif walaupun pengetahuan dan sikap
masih negatif (Adventus et al., 2019). Demikian juga suatu perilaku berisiko kesehatan
seperti perilaku sedentari yang tinggi dapat terjadi walaupun pengetahuan tinggi dan
sikap positif. Walaupun demikian, edukasi terus menerus perlu dilakukan kepada
masyarakat dan remaja agar membatasi perilaku sedentari.

1.10 Hubungan Faktor Interpersonal (Pola Asuh Orang Tua dan Dukungan
Teman Sebaya) dengan Perilaku Sedentari

1.10.1 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sedentari


Pola asuh orang tua merupakan segala hal yang dilakukan oleh orang tua untuk
membentuk perilaku anak yang meliputi peringatan, aturan, pengajaran, perencanaan,
contoh perbuatan, kasih sayang, pujian dan hukuman (Rizki et al., 2017). Hasil
penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan perilaku sedentari. Siswa dengan pola asuh orang tua tidak baik
memiliki peluang 8,06 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan pola asuh orang tua baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Menurut penelitian Arihandayani (2019) terdapat hubungan antara pola asuh
orang tua dengan perilaku sedentari. Siswa dengan pola asuh orang tua yang tidak baik
berpeluang 3 kali lebih besar untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam/hari
dibandingkan dengan siswa dengan pola asuh baik. Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu terakhir
(12,5%) dan waktu yang dihabiskan berolahraga bersama orang tua/anggota keluarga
lainnya > 2 jam per minggu juga sangat rendah (16,3%). Peningkatan perilaku sedentari
pada anak dan remaja berhubungan dengan partisipasi keluarga dalam olahraga, waktu
layar akhir pekan ibu yang lebih besar dan adanya peraturan dari orang tua tentang
pembatasan bermain di luar bagi anak perempuan membuat perilaku sedentari lebih
tinggi (Atkin et al., 2013).
Remaja cenderung melakukan perilaku sedentari pada tingkat yang lebih tinggi
jika orang tua atau saudara mereka juga terlibat dalam perilaku sedentari yang tinggi
(Salmon et al., 2011). Aktivitas duduk yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dapat
memicu perilaku sedentari. Remaja melakukan berbagai kegiatan dengan posisi duduk
karena melihat orangtua dan orang disekitarnya melakukan hal tersebut dan dianggap
kebiasaan yang wajar. Keterlibatan langsung orang tua dengan anak melalui role model
atau terlibat dalam aktivitas fisik yang aktif bersama anak secara efektif mengurangi
perilaku sedentari pada anak dan remaja (Albrecht et al., 2019). Anak remaja harus
mendapatkan aktifitas fisik yang sesuai dengan kebutuhannya guna perkembangan fisik
remaja (Subagyo & Fithroni, 2022).
Pada era digital, remaja lebih nyaman dan rela meluangkan lebih banyak waktu
untuk berinteraksi dengan teman-temannya di dunia maya (Zakiyatul Fuadah et al.,
2021). Upaya untuk meminimalkan perilaku sedentari yaitu orang tua selalu waspada
dan terlibat aktif memantau perkembangan remaja. Orang tua juga harus mengikuti
perkembangan zaman karena media elektronik terus berkembang (Owen et al., 2011).
Keluarga yang memiliki televisi dan komputer di dalam rumah serta memiliki televisi di
kamar tidur berhubungan dengan perilaku sedentari (Salmon et al., 2011). Selain itu,
banyak rumah tangga yang menyediakan ponsel atau tablet menjadi alternatif penting
untuk pengganti televisi (Stierlin et al., 2015). Fasilitas elektronik tersebut membuat
remaja banyak menghabiskan waktu layar mereka dan sedentari. Orang tua yang
menetapkan aturan mengenai batasan waktu penggunaan televisi dan komputer
berhubungan dengan tingkat perilaku sedentari remaja yang rendah pada remaja
(Salmon et al., 2011).
Lingkungan rumah merupakan tempat penting di mana remaja menghabiskan
sebagian besar waktu terjaga mereka. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk
memberikan pengawasan dan arahan kepada remaja untuk menghindari aktivitas
sedentari seperti penggunaan gadget dalam waktu terus menerus, bermain video game,
menonton televisi dan duduk-duduk santai terlalu lama. Orang tua juga dapat mengatur
waktu yang dihabiskan anak-anak dan remaja di rumah misalnya dengan menyusun
jadwal, memasukkan berbagai jenis gerakan ke dalam pekerjaan rumah, membatasi
pekerjaan rumah yang tidak banyak bergerak, dan meminimalkan pekerjaan rumah
berbasis layar menjelang waktu tidur.

1.10.2 Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Perilaku Sedentari


Mead, Hilton, dan Curtis (2001) mengartikan dukungan teman sebaya adalah
sebuah sistem memberi dan menerima bantuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
kunci dari rasa hormat, tanggung jawab bersama, dan kesepakatan bersama tentang apa
yang bermanfaat (Solomon, 2004). Kelompok teman sebaya adalah dunia nyata seorang
remaja dan menjadi tempat remaja menguji diri sendiri dengan orang lain. Kelompok
teman sebaya membuat remaja sepakat menetapkan nilai-nilai yang berlaku adalah
nilai-nilai yang ditentukan oleh teman sebayanya. Keberadaan teman sebaya merupakan
hal dasar untuk seorang remaja dan harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk
memperoleh dukungan sosial dari kelompok teman sebayanya (Ristianti, 2016).
Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari. Siswa yang tidak ada
dukungan teman sebaya memiliki peluang 4,5 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa dukungan
teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz
et al., 2008).
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari (Arihandayani,
2019; Lucena et al., 2022). Remaja yang tidak ada dukungan teman sebaya mempunyai
peluang lebih besar untuk melakukan perilaku sedentari (Pradany et al., 2020). Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kelompok
pertemanan yang sering bermain bersama (95,4%) dan memiliki lebih dari 3 kelompok
teman (82,9%). Walaupun sebagian besar responden mempunyai kelompok pertemanan,
tetapi sebagian kecil yang mempunyai hobi yang sama dengan kelompok temannya
(2,1%).
Hubungan pertemanan yang terjalin akrab akan membuat semakin mudah
dipengaruhi oleh teman dekat seperti dalam berolahraga. Teman dekat adalah teman
yang biasanya mempunyai gender yang sama, mendukung satu sama lain dan sering
menghabiskan waktu bersama (Chung et al., 2017). Kehadiran teman sebaya
mempengaruhi aktivitas fisik remaja. Studi longitudinal mengungkapkan bahwa anak
laki-laki cenderung lebih dipengaruhi oleh jaringan pertemanan mereka daripada anak
perempuan dimana tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi di anak laki-laki dipengaruhi
oleh tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi pada temannya (Sawka et al., 2013).
Hubungan dengan teman sebaya/sahabat memberikan manfaat positif terhadap
kehidupan pada anak, remaja, dan dewasa (Estiane, 2015). Ikatan remaja dengan orang
tua pada masa remaja semakin berkurang dan semakin mendekatkan diri pada kelompok
teman sebaya. Dukungan yang diperoleh dari teman sebaya dapat memberikan
informasi dan pengaruh positif untuk meningkatkan aktivitas fisik dan pembatasan
aktivitas sedentari. Teman sebaya yang memberikan dukungan untuk melakukan
olahraga bersama di saat luang seperti jalan kaki atau bersepeda bersama, mempunyai
hobi yang sama, membuat kesepakatan untuk membatasi waktu menonton televisi,
menggunakan komputer/laptop dan bermain HP sesuai dengan rekomendasi batasan
waktu sedentari akan berpengaruh terhadap rendahnya perilaku sedentari. Peer
education menjadi intervensi yang menjanjikan dalam mengurangi perilaku sedentari
pada remaja di Cina (Cui et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, pendekatan dukungan
teman sebaya dapat dijadikan salah satu intervensi dalam upaya pencegahan perilaku
sedentari pada remaja.
1.11 Hubungan Faktor Komunitas (Fasilitas Sekolah dan Peraturan Sekolah)
dengan Perilaku Sedentari

1.11.1 Hubungan Fasilitas Sekolah dengan Perilaku Sedentari


Variabel fasilitas sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
sarana sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti tempat parkir
sepeda, trotoar, tempat bermain, atau lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden (67,5%) menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk
membuat siswa menghindari perilaku sedentari. Hasil analisis multivariat didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa.
Siswa dengan fasilitas sekolah tidak cukup dan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
memiliki peluang yang sama untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan
bahwa fasilitas sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
individu (Glanz et al., 2008). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya
seperti penelitian di Norwegia yang mengungkapkan bahwa penyediaan fasilitas
bermain permanen di sekolah tidak berhubungan dengan perilaku sedentari remaja
(Dalene et al., 2016). Penelitian di Amerika menyatakan bahwa fasilitas olahraga di
sekolah kurang dimanfaatkan dan fasilitas tersebut kosong karena di waktu luang
remaja lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan duduk santai (Bocarro et
al., 2012).
Berdasarkan rincian item pertanyaan didapatkan bahwa persepsi sebagian besar
responden berkaitan dengan tempat penyebrangan di depan sekolah yang cukup
memadai (49,6%) dan memadai (12,5%) serta tempat parkir di sekolah yang cukup
memadai (48,8%) dan memadai (14,6%). Namun demikian, fasilitas yang cukup
memadai ini berpeluang untuk tetap menjadikan siswa melakukan perilaku sedentari.
Hal tersebut dapat disebabkan karena perilaku sedentari berhubungan dengan berbagai
faktor lain seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, status sosial ekonomi, pola
asuh orang tua, dukungan teman sebaya, pemanfaatan media sosial, dan kebijakan
sekolah (Nafi’ah & Hadi, 2022).
1.11.2 Hubungan Peraturan Sekolah dengan Perilaku Sedentari
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan senam
bersama, kegiatan ekstra kurikuler, dan lama waktu untuk istirahat di sekolah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (52,5%) menyatakan
peraturan sekolah cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku sedentari. Hasil
analisis mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan
sekolah dengan perilaku sedentari. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup
memiliki peluang 1,6 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan peraturan sekolah cukup.
Variabel peraturan sekolah merupakan variabel confounding. Variabel
confounding adalah variabel yang mempengaruhi variabel-variabel independen dan
variabel dependen tetapi bukan variabel antara. Keberadaan variabel confounding harus
diidentifikasi agar kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh tidak salah (Masturoh &
Anggita, 2018). Pada penelitian ini diketahui bahwa peraturan sekolah merupakan
variabel confounding pada hubungan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, yang mana peraturan sekolah dapat
mempengaruhi perilaku sedentari siswa SLTA. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
siswa yang mempunyai peraturan sekolah yang cukup terkait perilaku sedentari juga
mempunyai dukungan teman sebaya. Siswa dengan sekolah yang mempunyai aturan
mewajibkan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan senam bersama dapat juga
mempunyai teman sebaya yang mendukung untuk melakukan olahraga atau kegiatan
fisik bersama di saat waktu luang atau di akhir pekan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa
peraturan sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu
(Glanz et al., 2008). Hasil ini didukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa peraturan sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari (Arihandayani, 2019).
Penelitian di Jerman dan Irlandia mengungkapkan bahwa terdapatnya aturan jam
istirahat berhubungan dengan perilaku sedentari (Lubasch et al., 2020).
Sebagian besar responden pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat aturan
waktu jam pelajaran olahraga (94,6%) dan terdapat aturan waktu istirahat di antara jam
pelajaran (93,3%). Persentase yang lebih sedikit yaitu sekolah mewajibkan setiap siswa
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (56,3%) dan sekolah mewajibkan semua siswa untuk
senam bersama (51,3%). Penelitian di Amerika mendapatkan hasil bahwa waktu
istirahat di antara jam pelajaran memberi kesempatan siswa untuk bebas beraktivitas
fisik, bahkan gerakan kecil selama istirahat mengimbangi waktu sedentari di sekolah
dan di rumah dan membantu anak mencapai 60 menit waktu yang disarankan (Murray
& Ramstetter, 2013).
Sekolah merupakan lingkungan terstruktur yang dapat diberikan supervisi oleh
guru dan personel sekolah lainnya dan tempat siswa menghabiskan >50% dari hari
sekolah untuk duduk. Kebijakan sekolah seperti jam pendidikan jasmani, durasi istirahat
pagi lebih dari 15 menit dan istirahat makan siang berhubungan dengan rendahnya
perilaku sedentari siswa (Stierlin et al., 2015). Sekolah diharapkan dapat menghadirkan
lingkungan yang ideal untuk mengintegrasikan intervensi pencegahan perilaku
sedentari. Intervensi yang dapat diberikan yaitu melalui peningkatan aktivitas fisik di
sekolah melalui pendidikan jasmani, pengaturan jam istirahat, dan mewajibkan
mengikuti ekstra kurikuler yang berupa kegiatan fisik. Keberhasilan intervensi tersebut
memerlukan dukungan orangtua, modifikasi lingkungan, dan kebijakan khusus terkait
aktivitas disekolah untuk mendukung pengurangan perilaku sedentari yang dilakukan
siswa (Minges et al., 2016).
Peraturan sekolah mempunyai peran penting untuk mencegah perilaku sedentari
siswa. Instansi kesehatan perlu mengadvokasi Dinas Pendidikan maupun Kementrian
Agama untuk menetapkan adanya aturan sekolah mewajibkan siswa untuk mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler dan senam bersama sebelum pelajaran. Himbauan untuk siswa
keluar dari kelas dan melakukan kegiatan outdoor selama istirahat di antara jam
pelajaran juga penting untuk dilakukan. Instansi kesehatan juga perlu untuk melakukan
penyuluhan mengenai perilaku sedentari, dampak, batasan waktu dan cara mencegahnya
agar siswa lebih memahami dan menghindari perilaku sedentari di luar jam sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN

1.12 Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu perilaku sedentari siswa
adalah 6 jam 18 menit per hari. Proporsi perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
(kategori tinggi) pada siswa SLTA sebanyak 58,8%.
2. Aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu
menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan (42,61%) dan aktivitas
sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran di luar jam sekolah (0,37%).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden jenis kelamin
perempuan (63,3%); status ekonomi keluarga rendah (65,4%); pengetahuan
rendah (66,3%) dengan rata-rata skor pengetahuan 65,10 dari skala 100, sikap
negatif (66,3%) dengan rata-rata skor sikap 71,01 dari skala 100; pola asuh orang
tua tidak baik (88,3%) dengan rata-rata skor pola asuh orang tua 35,12 dari skala
100; tidak ada dukungan teman sebaya (84,2%) dengan rata-rata skor dukungan
teman sebaya 36,21 dari skala 100; fasilitas sekolah tidak cukup (67,5%) dengan
rata-rata skor fasilitas sekolah 62,08 dari skala 100; dan peraturan sekolah cukup
(52,5%) dengan rata-rata skor peraturan sekolah yang cukup 72,50 dari skala 100.
4. Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin dan status ekonomi
keluarga siswa. Pengetahuan dan sikap tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa.
5. Faktor interpersonal yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
6. Faktor komunitas yaitu fasilitas sekolah tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa, sedangkan peraturan sekolah merupakan variabel confounding.
7. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin. Siswa
perempuan berpeluang hampir 12 kali melakukan perilaku sedentari dibanding
siswa laki-laki setelah dikontrol oleh status ekonomi keluarga, pola asuh orang
tua, dukungan teman sebaya dan peraturan sekolah.
1.13 Saran

1.13.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor


1. Menyusun dan memberikan kebijakan terkait strategi komunikasi pencegahan
perilaku sedentari siswa dengan pendekatan pada tingkat individu, interpersonal
dan komunitas.
2. Menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk
menetapkan adanya aturan sekolah mewajibkan siswa untuk mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler dan senam bersama sebelum pelajaran serta adanya himbauan dari
sekolah untuk siswa keluar dari kelas dan melakukan kegiatan outdoor selama
istirahat di antara jam pelajaran.
3. Meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha terkait penyediaan media edukasi
untuk mendukung pencegahan perilaku sedentari.

1.13.2 Bagi Puskesmas Tajurhalang Kabupaten Bogor


1. Meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada siswa SLTA mengenai bahaya
perilaku sedentari melalui video-video yang menarik seperti melalui youtube,
aplikasi tiktok, instagram, dan media sosial lainnya.
2. Meningkatkan advokasi kepada sekolah untuk mendukung program pencegahan
perilaku sedentari.
3. Mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan perilaku
sedentari remaja pada tingkat individu dengan senam bersama remaja di sekolah
terutama remaja perempuan.
4. Mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan perilaku
sedentari remaja di sekolah pada tingkat interpersonal dengan pendekatan teman
sebaya.

1.13.3 Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor


1. Mendorong peraturan dan kebijakan sekolah yang mempromosikan gaya hidup
aktif dan tidak sedentari seperti kewajiban mengikuti senam bersama sebelum jam
pelajaran pertama, mewajibkan mengikuti ekstrakurikuler berupa kegiatan fisik
dan himbauan dari sekolah untuk siswa keluar dari kelas serta melakukan kegiatan
outdoor selama istirahat di antara jam pelajaran.
2. Peningkatan kapasitas guru bimbingan konseling di SLTA mengenai dampak
perilaku sedentari dan pencegahan perilaku sedentari
3. Advokasi penyediaan media edukasi pencegahan perilaku sedentari siswa di
sekolah.
4. Meningkatkan kerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk program pencegahan
perilaku sedentari pada siswa.

1.13.4 Bagi Penelitian Selanjutnya


1. Pengembangan penelitian dengan desain yang lain seperti dengan desain
kualitatif atau mix method untuk mendapatkan penjelasan mengapa terdapat
variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA.
2. Penelitian dengan melakukan record aktivitas sedentari selama seminggu
dengan menuliskan kegiatan sedentari harian pada hari yang sama agar tidak
terjadi recall bias.
3. Pengembangan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dengan variabel
yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai