KLP 2 Relasi Antara Filsafat
KLP 2 Relasi Antara Filsafat
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu & Logika
Oleh :
Kelompok 2
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur segala muara pujian hanya pantas terhatur pada Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayah-Nya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan tugas
kuliah pembangunan masyarakat desa, yang berjudul “RELASI ANTARA
FILSAFAT,SAINS DAN AGAMA”
Tidak lah terlupa sholawat dan salam terpanjatkan kepada baginda alam
kita semua Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita semua termaksud
penulis dari zaman kegelapan menuju zaman cahaya, serta dari zaman kebodohan
menuju zaman penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulisan ini, bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat ilmu
& Logika, yang di susun berdasarkan hasil analisis data dari media internet
tentang judul yang menjadi pembahasan dalam penulisan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………..………………....…i
DAFTAR ISI………………………………………………..…………….……….ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………...…....1
B. Rumusan Masalah……………………………………………...….…..2
C. Tujuan……………………………………...………………………….2
A. Pengertian Filsafat…………………….……,…………………..……..3
B. Pengertian Sains…………….……………….……………….……….6
C. Pengertian Agama…………………………………………….……….6
D. Apa Relasi Antara Filsafat, Sains Dan Agama……………….………7
A. Kesimpulan…..…………………………………………………..…..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………...………………………….....13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk yang lain. Dia
diberikan kemampuan untuk berfikir, bertanya dan menganalisa. Dengan alat
ini manusia mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki
mengantarkannya kepada posisi yang berbeda dengan makhluk lainnya.
Objek yang dicari oleh manusia adalah sebuah kebenaran Tuhan, alam dan
manusia. Dari objek tersebut sangatlah relevan dengan tujuan berfikir filsafat
yaitu mencari kebenaran yang sebenarnya, baik secara radikal, universal dan
rasional
Manusia pada awal ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan
apa-apa yang ada di sekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia
mulai mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia
berpikir, maka ketika itu mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu,
bagaimana sesuatu bisa terjadi, untuk apa sesuatu itu dikerjakan, dan apa manfaat
dari suatu hal.
Sebenarnya ketika manusia telah mulai tahu dari mana asalnya, bagaimana
proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia, maka ketika itu ia telah berfilsafat.
Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha mencari kebenaran tentang
sesuatu, baik yang ilmiah ataupun non ilmiah, yang nantinya menjadi suatu
kesepakatan untuk diketahui secara bersama-sama dan berlaku dilingkungannya.
Kesepakatan berlaku untuk umum dan menjadi kebiasaan pada komunitas secara
turun temurun hal tersebut yang dinamakan tradisi, dan tradisi itulah berkembang
menjadi suatu ilmu.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, penulisan makalah ini dimaksud untuk:
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dapat ditinjau secara etimologi dan terminologi.
Secara etimologi, kata filsafat yang dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah “falsafah” dan dalam bahasa Inggris di kenal dengan
istilah “philosophy” yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia.
Philo = cinta Sophia = kebijaksanaan/kebenaran, sehingga secara
etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan, bisa juga dalam artian
orang yang mencintai kebenaran, sehingga berupaya memperoleh dan
memilikinya. Dengan demikian seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (496-
582 SM).
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya
untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara integral hakikat
yang ada: (a) hakikat Tuhan; (b) hakikat alam semesta; (c) hakikat
manusia, serta sikap manusia termasuk sebagai konsekuensi dari pada
faham tersebut.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat, antara satu ahli
filsafat lainnya selalu berbeda pendapat tentang pengertian filsafat.
1. Sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu
hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam
konstalasi pengetahuan yang lainnya,
2. Sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak sekedar
melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara
fundamental, dan ciri
3. Sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu
spekulasi.
Dari serangkaian spekulasi tersebut kita dapat memilih buah
pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan.
Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di dunia ini, manusia
akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasinya. Alat itu adalah
pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasannya secara filosofis
tentang masalah yang dihadapi. Pikiran yang manakah yang dapat masuk
dalam bidang filsafat ini?, jawabannya adalah pikiran yang senantiasa
bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu adalah yang mempunyai kerangka ilmiah
filsafat. Menurut Prof. Mulder bahwa filsafat itu berpikir ilmiah, tapi tidak
setiap berpikir itu filsafat.
Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana
bentuk dan sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut : kebenaran
filsafat itu dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu
pengetahuan pada umumya, yang meliputi obyek (sasaran studi), metode
(cara atau jalannya studi), sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang
jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (obyektif dan dapat diukur baik
secara rasional maupun empiris).
Ciri-ciri Filsafat :
Berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani radix
yang berarti akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai
keakar-akarnya. Berpikir sampai ke hakikat, esensi atau sampai ke
substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan
akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki,
yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi..
Berpikir secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah
berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum,
dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial
Berpikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generalisasi
dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual.
Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan
melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.
Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren, artinya sesuai
dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten, artinya tidak
mengandung kontradiksi.
Berpikir secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem.
Sistem di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling
berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu
maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam
mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah, para filsuf
memakai berbagai pendapat sebagai wujud dari proses berpikir
yang disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat yang merupakan
uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
Berpikir secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup
secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk
menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
B. Pengertian Sains
Secara bahasa, Ilmu berasal dari Bahasa arab (ملع-ملعي- )املعyang
berarti mengetahui, memahami dan mengerti dengan benar-benar. Dalam
Bahasa Inggris disebut Science, dalam Bahasa Latin berasal dari kata
Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam Bahasa
Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia,
ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.6 Ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip
tentang hal yang sedang dipelajari.
Ciri-ciri Sains :
1. Sistematis
Ciri sistematis ilmu menunjukkan bahwa ilmu merupakan
berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan
pengetahuan, yang mempunyai hubungan-hubungan saling
ketergantungan yang teratur.
2. Empiris
Bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pengamatan serta percobaan-percobaan secara
terstruktur di dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Ilmu mengamati, menganalisis,
menalar, membuktikan dan menyimpulkan hal-hal empiris yang
bersifat faktual dan objek yang bisa kita indra.
3. Obyektif
Bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengetahuan yang bebas dari
prasangka perorangan dan perasaan-perasaan subyektif berupa
kesukaan atau kebencian pribadi. Obyektifitas ilmu mensyaratkan
bahwa kumpulan pengetahuan itu haruslah sesuai dengan
obyeknya.
4. Analitis
Bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami dan membeda-
bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci
untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari
bagian-bagian tersebut.
5. Verifikatif
Bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka
untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah
(valid) dan disampaikan kepada orang lain. Pengetahuan agar
dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji
atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan
akhirnya diakui benar.
Selain, kelima ciri ilmu diatas, masih terdapat beberapa ciri
tambahan lainnya, misalnya : ciri instrumental dan ciri faktual.
Ciri instrumental, dimaksudkan bahwa ilmu merupakan alat atau
saran tindakan untuk melakukan sesuatu hal. Ilmu, dalam hal ini
sukar. Namun, juga amat mudah dalam arti, senantiasa merupakan
sarana tindakan untuk melakukan banyak hal yang mengagumkan
dan membanjiri dunia dengan ide-ide baru. Ilmu berciri factual,
dalam arti, ilmu tidak memberikan penilaian, baik atau buruk
terhadap apa yang ditelaahnya, tetapi hanya menyediakan fakta.
C. Pengertian Agama
2. Titik Perbedaan
Perbedaannya terlihat dari aspek sumber, metode dan hasil yang
ingin dicapai. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari
sumber yang sama, yaitu ra’yu (akal, budi, rasio atau reason)
manusia. Sedangkan agama bersumberkan dari wahyu Allah.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan
(riset), pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen)
sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
mengembarakan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (alami atau mengalam) tidak merasa
terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri
bernama logika, sebagaimana disinggung oleh Anshari, bahwa
filsafat itu ialah rekaman petualangan jiwa dalam kosmos.
Manusia mencari dan menemukan kebenaran dalam agama
dengan jalan mempertanyakan, mencari jawaban tentang berbagai
masalah asasi dari kitab suci. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah
kebenaran positif, kebenran filsafat adalah kebenaran spekulatif
(dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan
eksperimen). Baik kebenaran ilmu maupun kebernaran filsafat,
keduanya relatif. Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak
(absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh dzat
yang Maha Besar , Maha Mutlak, dan Maha Sempurna yaitu
Allah SWT. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai
dengan sikap percaya dan iman.
Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat dan agama, bahwa
filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari
kebijaksanaan, mencari dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan tetapi,
manusia tidak akan sampai pada derajat bijaksana, karena hanya Tuhan sajalah
yang bersifat bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk mencari kebijaksanaan,
mencari kebenaran dengan cara yang ilmiah. Selain itu, segala aktivitas manusia
yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan dengan
jiwa dan pikirannya merupakan bagian dari kajian filsafat. Filsafat sama halnya
dengan agama, sama-sama mengkaji tentang kebijaksanaan, tentang Tuhan, serta
baik dan buruk. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang dekat
dengan agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain. Hubungan yang lebih
dekat lagi, dapat dilihat bahwa hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal pikiran
(filsafat) akan terjawab melalui wahyu atau agama. Begitu juga dengan filsafat,
membahas persoalan-persoalan yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, antara ilmu, filsafat dan agama dapat saling mengisi dan saling
melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebtuhan manusia untuk
memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN