Responsi Grave (Rev)
Responsi Grave (Rev)
GRAVES DISEASE
Pembimbing :
Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2019
Riwayat Psikososial:
Merokok (-) Alkohol (-)
Anamnesa Umum
• CVS : DOE (-), ortopnea (-), PND (-), HT (+), takikardia (+)
• Pulmo : sesak (-), batuk kronis (-), hemoptoe (-), nyeri dada (-)
diare (-)
• Nefrologi : hematuria (-), disuria (-), oliguria (-), nyeri pinggang (-)
• Endokrin metabolik : exophthalmus (-), struma (+)
purpura (-)
•Keadaan Umum
• Berat badan : 45 kg
• Vital sign :
• BP : 140/70 mmHg
• RR : 20 x/mt
• SPO2 : 98 %
Pemeriksaan Fisik
• Kepala
A/I/C/D: -/-/-/-
Kerutan dahi : Simetris
Bentuk kepala : Normocephal
Mata :
Kanan Kiri
Edema palpebral - -
Sklera icterus - -
Konjungtiva anemis - -
Lid lag - -
Exoftalmus - -
Telinga :
Kanan Kiri
Sekret - -
Darah - -
Pendengaran berkurang - -
Hidung:
Bentuk simetris (+), deviasi septum nasi(-),epistaxis(-),pernapasan
cuping hidung (-)
Rongga mulut :
Mukosa bibir pucat (-), sianosis (-)
pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), gusi bengkak (-), gigi
tanggal (-) lidah kotor (-), tepi lidah hiperemi (-), lidah tremor (-)
• Leher
• Thorax
Paru :
o Inspeksi :
Depan Belakang
Anterior Posterior
o Auskultasi:
Anterior Posterior
Wheezing
Anterior Posterior
- - - -
- - - -
- - - -
Anterior Posterior
- - - -
- - - -
- - - -
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : ictus cordis teraba di MCL kiri ICS 4, tidak
kuat angkat, tidak melebar
o Perkusi : Batas kanan : garis parasternal,Batas kiri :
garis midclavicular kiri
o Auskultasi : S1, S2 tunggal, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi:
o Bentuk : Cembung (+), simetris (+)
o Kulit : Mengkilat (-), kolateral (-), sikatriks (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Palpasi:
o Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
o Perkusi :
• Extremitas
+ +
+ +
- -
- -
RESUME
Pemeriksaan Fisik :
Hasil pemeriksaan tanggal 14 November 2019
• BP : 140//70 mmHg
• RR : 20 x/mt
• SPO2 : 98 %
Kepala:
A/I/C/D= -/-/-/-
Exoftalmus= -/-
Leher:
• Pemeriksaan penunjang:
Indeks Wayne
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological Present -5
precipitant
Absent 0
Absent 0
Absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
< 80/min 0
Interpretasi
Pada pasien = 57
ASSESMENT
V. DIAGNOSIS KERJA
Grave’s disease
VII. PLANNING
a. Planning Diagnosa :
b.Planning Terapi
Propanolol 3x10 mg
Thyrozol 2x10mg
Vitamin B complex 3x1
c.Planning Monitoring :
d. Planning Edukasi :
1. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association
of Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai
kondisi Berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan
disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme
merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar
hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek
metabolic yang beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3
atau keduanya. Subklinis hipertiroidisme mengacu pada kombinasi
konsentrasi serum TSH yang tidak terdeteksi dan konsentrasi serum
T3, T4 normal, terlepas dari ada atau tidak adanya tanda-tanda gejala
klinis (Pauline, 2007).
2. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin
perangsang tiroid (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi
hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid.
Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu
penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk
thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang
sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease 80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid
keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM
tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG
3. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari
pasien dengan hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak
pada wanita dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara
usia 40 sampai 60 tahun. Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa.
Adenoma autonom dan racun multi-nodular gondok lebih sering terjadi
di Eropa dan daerah lain di dunia di mana penduduk cenderung
mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka juga lebih tinggi
pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun (Pauline,
2007).
4. Patogenesis dan patofisiologi
1. Patogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative
hipertiroidisme
hipermetabolisme
Kebutuhan metabolisme BB
Nafsu makan
Mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II,
seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T
Kepekaan saraf
Rangsangan berlebih
tremor
5. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran
utama, yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga
tidak tampak. Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia
kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid
yang berlebihan. Gejala hipertiroidisme dapat berupa
hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang meningkat seperti
pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati
dan infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya
(Amory, 2011).
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada
hipertiroid perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga
yang memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang
berhubungan dengan autoimun (Amory, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi
ekstratiroidal yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-
80% pasien yang ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra
melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata
dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Pada
manifestasi tiroidal dapat ditemukan goiter difus, eksoftalmus,
palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor (Amory, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas
atau FT41 (free thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang
meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH
serum, test penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine
uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) (Amory,
2011).
Indeks Wayne
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological Present -5
precipitant
Absent 0
Absent 0
Absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Absent 0
< 80/min +8
Interpretasi
6. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme
kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan
ekstratiroid. Berikut merupakan mekanisme masing-masing efek
(Palacios, 2012).
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis,
mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat
sintesis tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi
biosintesis hormon tiroid T3 dan T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan
mekanisme aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6
minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis
awal belum memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan
bertahap hingga dosis maksimal, sementara jika dosis awal sudah
memberi perbaikan klinis maupun biokimia, dosis diturunkan
hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-
10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan eutiroid
dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan
metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi klinis karena
berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan (Palacios,
2012).
2. Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat
diedukasi untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-
3000 kalori per hari baik dari makanan main dari suplemen,
konsumsi protein tinggi 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan
telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok, alkohol, dan
kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme (Palacios,
2012).
DAFTAR PUSTAKA