Anda di halaman 1dari 36

RESPONSI

GRAVES DISEASE

Pembimbing :

dr. Pandji Moeljono,SpPD-KEMD

Oleh :

Kinanti Hapsari 20190420112


Lani Diana 20190420113

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


karena atas berkah dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan
responsi dengan topik “Graves Disease” dengan lancar. Responsi ini
disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Penyakit Dalam RSAL dr. RAMELAN
Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan responsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
a. dr. Pandji Moeljono,SpPD-KEMD selaku Pembimbing Responsi.
b. Para dokter di bagian Penyakit Dalam RSAL dr. RAMELAN
Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di Penyakit Dalam RSAL dr. RAMELAN
Surabaya.
Penulis menyadari bahwa responsi yang disusun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga responsi ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, 14 November 2019

Penulis
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2019

II. Keluhan Utama dan Keluhan Tambahan

Anamnesis Khusus (Autoanamnesis):


 Keluhan Utama : Gemetar pada kedua tangan
 Keluhan Tambahan
Jantung berdebar, sulit menelan, suara serak, sulit untuk tidur, nafsu
makan meningkat, penurunan berat badan dan mudah berkeringat
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSAL dr Ramelan Surabaya
dengan keluhan gemetar pada kedua tangan sejak 6 bulan yang lalu
yang semakin parah dalam 1 bulan lalu sehingga pasien susah untuk
melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan jantung berdebar yang
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan tersebut tidak
disertai dengan sakit dada, namun pasien mudah berkeringat. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan sulit menelan, suara serak, dan sulit
tidur. Mual dan muntah disangkal. Disamping itu, nafsu makan pasien
meningkat, tetapi berat badannya dirasakan terus menurun. Frekuensi
BAB pasien meningkat hingga 3-4x sehari. Dalam beberapa bulan
terakhir, pasien juga merasakan mudah marah dan cemas.
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Baru pertama kali mengalami gejala seperti ini.
 Asthma (-)
 DM (-)
 Hipertensi (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga :


 Ibu dari pasien pernah mengeluhkan yang sama dan
memiliki riwayat operasi pengangkatan tiroid
 Ibu memiliki riwayat penyakit jantung
 Hipertensi ( - )
 DM (-)

 Riwayat Pengobatan : (-)

 Riwayat Psikososial:
Merokok (-) Alkohol (-)

Anamnesa Umum

• SSP : hilang kesadaran (-), hemiparese (-), hemiplegi (-), kejang(-),


tremor halus (+)

• Mata : penurunan pengelihatan (-), katarak (-), glaukoma (-)

• CVS : DOE (-), ortopnea (-), PND (-), HT (+), takikardia (+)

• Pulmo : sesak (-), batuk kronis (-), hemoptoe (-), nyeri dada (-)

• Gastroenterologi : dispepsia (-), mual (-), muntah (-), obstipasi(-),

diare (-)

• Hepatologi : ikterus (-), hematemesis melena (-), ascites (-)

• Nefrologi : hematuria (-), disuria (-), oliguria (-), nyeri pinggang (-)
• Endokrin metabolik : exophthalmus (-), struma (+)

• Hematologi onkologi : lemah (-), letih (-), lesu (-), epistaxis

purpura (-)

• Rheumatologi : arthralgia (-), kaku sendi (-), bengkak sendi (-)

• Alergi imunologi : alergi obat (-), alergi makan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

• Pemeriksaan Fisik (14 November 2019 di Poli Penyakit Dalam


pukul 12.00)

•Keadaan Umum

• Kesadaran : Compos mentis, GCS = 456

• Berat badan : 45 kg

• Tinggi badan : 158 cm

• Status gizi : kurang

• Vital sign :

Hasil pemeriksaan tanggal 14 November 2019

• BP : 140/70 mmHg

• Nadi : 92 x/mt, reg

• RR : 20 x/mt

• Suhu : 37,8 ºC aksiler

• SPO2 : 98 %
Pemeriksaan Fisik

• Kepala

 A/I/C/D: -/-/-/-
 Kerutan dahi : Simetris
 Bentuk kepala : Normocephal
 Mata :

Kanan Kiri

Edema palpebral - -

Sklera icterus - -

Konjungtiva anemis - -

Pupil bulat isokhor + +

Lid lag - -

Exoftalmus - -

 Telinga :

Kanan Kiri

Daun telinga Simetris Simetris

Membran timpani Intak Intak

Sekret - -

Darah - -

Pendengaran berkurang - -
 Hidung:
Bentuk simetris (+), deviasi septum nasi(-),epistaxis(-),pernapasan
cuping hidung (-)
 Rongga mulut :
Mukosa bibir pucat (-), sianosis (-)
pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), gusi bengkak (-), gigi
tanggal (-) lidah kotor (-), tepi lidah hiperemi (-), lidah tremor (-)

• Leher

KGB : Pembesaran (-)

Trachea : Deviasi (-)

Tiroid : Tiroid tampak benjolan bilateral diffuse, simetris


kanan-kiri, permukaan rata, nyeri tekan (-), konsistensi kenyal,
bising tiroid (+)

• Thorax

Paru :

o Inspeksi :

Depan Belakang

Bentuk Normal Normal

Otot bantu pernafasan (-) (-)

Ruang antar iga Normal Normal

Pergerakan Simetris Simetris


o Palpasi :
Depan : Pergerakan nafas simetris, fremitus raba
simetris,
Belakang : Pergerakan nafas simetris, fremitus raba
simetris
o Perkusi:

Anterior Posterior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

o Auskultasi:

Anterior Posterior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Wheezing

Anterior Posterior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra


- - - -

- - - -

- - - -

- - - -

Ronkhi, Bronchophony, Egofoni

Anterior Posterior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

- - - -

- - - -

- - - -

 Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : ictus cordis teraba di MCL kiri ICS 4, tidak
kuat angkat, tidak melebar
o Perkusi : Batas kanan : garis parasternal,Batas kiri :
garis midclavicular kiri
o Auskultasi : S1, S2 tunggal, murmur (-) gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi:
o Bentuk : Cembung (+), simetris (+)
o Kulit : Mengkilat (-), kolateral (-), sikatriks (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Palpasi:
o Nyeri tekan

- - -

- - -

- - -

o Hepatomegali (-), splenomegali (-)

o Perkusi :

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

• Extremitas

o Refleks patologis: Hoffman,Tromner,Babinski,Chaddock (-/-),


o Refleks fisiologis: BPR,KPR,TPR,APR (+2/+2)
o Akral hangat, kering, merah

+ +

+ +

o Tremor halus (+)


o Edema

- -

- -

- Eritema Palmaris - / - - Clubbing finger - / -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

T3 4,62 ng/ml 0,58-1,62 ng/ml

T4 20,60 ugl/dl 5,0 – 14,5 ugl/dl

TSHs 0,01 uIU/ml 0,35 – 5,1 uIU/ml

RESUME

Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSAL dr Ramelan Surabaya


pada tanggal 14 November 2019 pukul 12.00 WIB dengan keluhan
gemetar pada kedua tangan sejak 6 bulan yang lalu yang semakin
parah dalam 1 bulan lalu sehingga pasien susah untuk melakukan
aktivitas. Pasien juga mengeluhkan jantung berdebar yang dirasakan
terus menerus sepanjang hari. Keluhan tersebut tidak disertai dengan
sakit dada, namun pasien mudah berkeringat. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan sulit menelan, suara serak, dan sulit tidur. Disamping itu,
nafsu makan pasien meningkat, tetapi berat badannya dirasakan terus
menurun. Frekuensi BAB pasien meningkat hingga 3-4x sehari. Dalam
beberapa bulan terakhir, pasien juga merasakan mudah marah dan
cemas.

Pemeriksaan Fisik :
Hasil pemeriksaan tanggal 14 November 2019

• BP : 140//70 mmHg

• Nadi : 92 x/mt, reg

• RR : 20 x/mt

• Suhu : 37,8 ºC aksiler

• SPO2 : 98 %

Kepala:

A/I/C/D= -/-/-/-

Mata: Edema palpebra -/- Lid lag -/-

Exoftalmus= -/-

Leher:

Pembesaran KGB (-) Tiroid tampak benjolan bilateral diffuse,


simetris kanan-kiri, permukaan rata, nyeri tekan (-) , konsistensi
kenyal, bising thyroid (+)

Extremitas: edema -/- AHKM +/+ Tremor halus (+)

• Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

T3 4,62 ng/ml 0,58-1,62 ng/ml

T4 20,60 ugl/dl 5,0 – 14,5 ugl/dl

TSHs 0,01 uIU/ml 0,35 – 5,1 uIU/ml

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi


pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada
kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan
laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis
hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada
pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon
Sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat. Bila tak dapat menentukan TSHs, dapat dengan indeks
WAYNE/NEW CASTLE + BMR dan NTN.

Indeks Wayne

Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau


No Nilai
Bertambah Berat

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +2

4 Suka udara panas -5

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebihan +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

10 Berat badan naik -3

11 Berat badan turun +3


No Tanda Ada Tidak Ada

1 Tyroid teraba +3 -3

2 Bising tyroid +2 -2

3 Exoptalmus +2 -

Kelopak mata tertinggal gerak bola


4 +1 -
mata

5 Hiperkinetik +4 -2

6 Tremor jari +1 -

7 Tangan panas +2 -2

8 Tangan basah +1 -1

9 Fibrilasi atrial +4 -

Nadi teratur - -3

< 80x per menit - -


10
80 – 90x per menit +3 -

> 90x per menit

Hipertiroid jika indeks ≥ 20 ( Pada pasien = 23)

NEW CASTLE INDEX

Item Grade Score

Age of onset (year) 15-24 0

25-34 +4

35-44 +8
45-54 +12

>55 +16

Psychological Present -5
precipitant
Absent 0

Frequent cheking Present -3

Absent 0

Severe anticipatory Present -3


anxiety
Absent 0

Increased appetite Present +5

Absent 0

Goiter Present +3

Absent 0

Thyroid bruit Present +18

Absent 0

Exophthalmos Present +9

Absent 0

Lid retraction Present +2

Absent 0

Hyperkinesis Present +4

Absent 0

Fine finger tremor Present +7


Absent

Pulse rate > 90/min +16

80-90 > min +8

< 80/min 0

Interpretasi

Euthyroid (-11) – (+23)

Prob. Hipertiroid (+24) – (+39)

Hipertiroid (+40) – (+80)

Pada pasien = 57
ASSESMENT

V. DIAGNOSIS KERJA

Grave’s disease

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Struma multinodular toksik
- Penyakit gondok endemik
- Ca tiroid
- Tumor colli anterior

VII. PLANNING
a. Planning Diagnosa :

-Pemeriksaan hormon TSHs, T3, dan T4


- USG Thyroid

b.Planning Terapi

 Propanolol 3x10 mg
 Thyrozol 2x10mg
 Vitamin B complex 3x1

c.Planning Monitoring :

- Pemantauan hormon TSHs, T3, dan T4 setiap 6 bulan

d. Planning Edukasi :

- Mengedukasi pasien agar cukup istirahat dan tidak boleh melakukan


aktivitas yang berat
- Mengedukasi pasien & keluarga mengenai perjalanan penyakit graves
disease
- Menjelaskan ke pasien dan keluarganya mengenai tanda-tanda bahaya
yang perlu diwaspadai dan kapan harus segera ke layanan kesehatan.
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad sanationam: dubia ad bonam
c. Ad fungsionam: dubia ad bonam.
LAMPIRAN
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association
of Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai
kondisi Berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan
disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme
merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar
hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek
metabolic yang beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3
atau keduanya. Subklinis hipertiroidisme mengacu pada kombinasi
konsentrasi serum TSH yang tidak terdeteksi dan konsentrasi serum
T3, T4 normal, terlepas dari ada atau tidak adanya tanda-tanda gejala
klinis (Pauline, 2007).

2. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin
perangsang tiroid (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi
hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid.
Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu
penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk
thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang
sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease  80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid
keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM
tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik

2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG

3. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari
pasien dengan hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak
pada wanita dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara
usia 40 sampai 60 tahun. Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa.
Adenoma autonom dan racun multi-nodular gondok lebih sering terjadi
di Eropa dan daerah lain di dunia di mana penduduk cenderung
mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka juga lebih tinggi
pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun (Pauline,
2007).
4. Patogenesis dan patofisiologi
1. Patogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai
berikut:

Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi


suatu peningkatan kadar hormone tiroid didalam tubuh maka akan
terjadi feedback negative menuju hipotalamus. Ketika feedback
negative diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi
pengeluaran hormone inhibiting yang akan menurunkan
sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid
tidak mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan
pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah sebagai berikut
(Guyton, 2007).
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan
hormone tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH
dan TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus
menerus. Ketika produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh
tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan balik negative
kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting
hormone) yang akan menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam
kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek kepada kelenjar
tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid
akan melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar
hormone tiroid, maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan
hormone T3 dan T4 tanpa adanya peningkatan hormone TSH
(Guyton, 2007). Kejadian ini didapatkan pada kasus penderita
hipertiroidisme, yang akan menyebabkan peningkatan kadar
metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari
penderita tersebut (Robbins, 2007).
2. Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4)
meningkat. Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor,
ketidakstabilan emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan,
kehilangan berat badan. Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut
halus, detak jantung cepat, tekanan nadi yang kecil, pembesaran
hati, kadang kadang terjadi gagal jantung. Peningkatan cardiac
output dan kerja jantung selama ketidakstabilan atrial
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung, terutama pada
pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi kehidupan di
kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh naik
sampai 41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan
diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai
ciri khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang
menyertai penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan
antibodi sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa
seperti TSH reseptor yang ditemukan di orbital fibroblast, otot
orbital, dan jaringan tyroid. Sitokin yang berasal dari limfosit
yang disintesis menyebabkan inflamasi di orbital fibroblast dan
otot ekstraokular, dan hasilnya adalah pembengkakan pada
otot orbital (Gardner, 2007).
Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat
ditambahkan terjadi akibat peningkatan hormone tiroid,
penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia juga terjadi.
Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen
retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit,
akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan
ikat retrobulbar (Silbernagl, et al., 2006).
Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu
metode yang dinamakan NO SPECS:
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara
keseluruhan, dan kadang-kadang kronologi gangguan pada
mata pasien tidak berurutan seperti yang tertera di daftar NO
SPECS untuk menilai derajat keparahan yang diderita pasien
tersebut. Sehingga ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara
visualisasi antara iris bagian bawah dengan palpebra bagian
bawah. Untuk Graves Disease biasanya iris pasien bisa
terlihat di bagian bawah palpebra, padahal normalnya tidak.
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat
exopthalmometer (Harrison, 2005).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit
Parkinson, tremor pada penyakit Graves merupakan tremor
lembut, bukan tremor kasar. Tremor halus terjadi dengan
frekuensi 10-15 x/detik, dan dianggap sebagai efek dari
bertambahnya kepekaan sinaps saraf pengatur tonus otot di
daerah medulla (Guyton, 2007). Gejala lain yang mengiringi
penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh
memerlukan asupan makanan yang lebih banyak untuk
megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya
hormon tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-
senyawa glukagonik yang ada di dalam otot untuk
membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Karena diambil dari otot, maka pemakaian senyawa
glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan
(Guyton, 2007).
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu
hormon tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang
berkaitan dengan hormon-hormon yang dibentuk medulla
suprarenal, yaitu epinephrin dan norepinephrin. Kedua
hormon tersebut dapat meningkatkan frekuensi denyut
jantung dengan cara menstimulasi α dan β reseptor,
terutama β reseptor yang berada di membran plasma otot
jantung (Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi
normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan
sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna,
sehingga hipertiroidisme seringkali menyebabkan diare
(Guyton, 2007).
Sekresi hormon tiroid

hipertiroidisme

hipermetabolisme

Penguraian glikogen - Kontraksi usus masa protein otot rangka


glukosa

Degradasi KH, protein Sering defekasi Sering lelah


dan lemak

Kebutuhan metabolisme BB

Nafsu makan

Bagan patofisiologi berat badan menurun, nafsu makan meningkat, sering


defekasi, sering lelah pada hipertiroidisme.
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan
bereaksi dengan antigen diatas dan
bila terangsang oleh pengaruh sitokin
(seperti interferon gamma

Mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II,
seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T

Sitokin yang terbentuk dari limfosit


akan menyebabkan inflamasi
fibroblast dan miositis orbit

Menyebabkan pembengkakan otot-


otot bola mata, proptosis dan diplopia

Bagan patofisiologi diplopia dan eksoftalmus pada hipertiroidisme


T3&T4 meningkat

Fungsi hormon tiroid


memodulasi system saraf

Kepekaan sinaps saraf pada daerah


medulla (mengatur tonus otot)

Kepekaan saraf

Rangsangan berlebih

tremor

Bagan patofisiologi tremor pada hipertiroidisme

5. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran
utama, yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga
tidak tampak. Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia
kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid
yang berlebihan. Gejala hipertiroidisme dapat berupa
hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang meningkat seperti
pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati
dan infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya
(Amory, 2011).
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada
hipertiroid perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga
yang memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang
berhubungan dengan autoimun (Amory, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi
ekstratiroidal yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-
80% pasien yang ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra
melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata
dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Pada
manifestasi tiroidal dapat ditemukan goiter difus, eksoftalmus,
palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor (Amory, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas
atau FT41 (free thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang
meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH
serum, test penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine
uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) (Amory,
2011).

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi


pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada
kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan
laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis
hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada
pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon
Sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat. Bila tak dapat menentukan TSHs, dapat dengan indeks
WAYNE/NEW CASTLE + BMR dan NTN.

Indeks Wayne

Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau


No Nilai
Bertambah Berat

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +2

4 Suka udara panas -5

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebihan +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

10 Berat badan naik -3

11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada

1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2

3 Exoptalmus +2 -

Kelopak mata tertinggal gerak bola


4 +1 -
mata

5 Hiperkinetik +4 -2

6 Tremor jari +1 -

7 Tangan panas +2 -2

8 Tangan basah +1 -1

9 Fibrilasi atrial +4 -

Nadi teratur - -3

< 80x per menit - -


10
80 – 90x per menit +3 -

> 90x per menit

Hipertiroid jika indeks ≥ 20

NEW CASTLE INDEX

Item Grade Score

Age of onset (year) 15-24 0

25-34 +4

35-44 +8

45-54 +12

>55 +16
Psychological Present -5
precipitant
Absent 0

Frequent cheking Present -3

Absent 0

Severe anticipatory Present -3


anxiety
Absent 0

Increased appetite Present +5

Absent 0

Goiter Present +3

Absent 0

Thyroid bruit Present +18

Absent 0

Exophthalmos Present +9

Absent 0

Lid retraction Present +2

Absent 0

Hyperkinesis Present +4

Absent 0

Fine finger tremor Present +7

Absent 0

Pulse rate > 90/min +16


80-90 > min

< 80/min +8

Interpretasi

Euthyroid (-11) – (+23)

Prob. Hipertiroid (+24) – (+39)

Hipertiroid (+40) – (+80)

4. Gold Standard Diagnosis


Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH
dan FT4 (Amory, 2011).

6. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme
kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan
ekstratiroid. Berikut merupakan mekanisme masing-masing efek
(Palacios, 2012).
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis,
mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat
sintesis tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi
biosintesis hormon tiroid T3 dan T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan
mekanisme aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6
minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis
awal belum memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan
bertahap hingga dosis maksimal, sementara jika dosis awal sudah
memberi perbaikan klinis maupun biokimia, dosis diturunkan
hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-
10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan eutiroid
dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan
metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi klinis karena
berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan (Palacios,
2012).
2. Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat
diedukasi untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-
3000 kalori per hari baik dari makanan main dari suplemen,
konsumsi protein tinggi 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan
telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok, alkohol, dan
kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme (Palacios,
2012).
DAFTAR PUSTAKA

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in


a Man with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report. Journal of
Medical Case Reports 2011, 5:277
Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical
Endocrinology. Jakarta: Sagung Seto.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: EGC

Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th


Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.
Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T.,
2011. Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses
tanggal 3 November 2014)
Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical
Hyperthyroidism. International Journal of Endocrinology and
Metabolism April 2012; 10(2): 490-496
Pauline, M. Chamacho., Hossein, Gharib., Glen, W. Sizemore. 2007.
Evidence-Based Endocrinology.
Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H.,
Natalia S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Hal: 1225-36
Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit
buku kedokteran: EGC
Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai