Anda di halaman 1dari 71

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

ASFIKSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup.

Adapun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000

kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi(AKB) yaitu 27 per

1000 kelahiran hidup.(Standar WHO).

Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi

lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di

Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL

(usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal. Penyebab

kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%, trauma lahir,

Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008;

h.145)

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,

mengestimasikan AKB di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu tahun

2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang

mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya asfiksia sebesar 37%

yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir (Depkes.RI, 2008).

Sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 32 /

1. 000 KH.
Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini

ditemukan baik dilapangan maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di

Amerika diperkirakan 12.000 bayi meninggal atau menderita kelainan akibat

asfiksia perinatal. Retardasi mental dan kelumpuhan syaraf sebanyak 20-40%

merupakan akibat dari kejadian intrapartum (Wiknjosastro, 2010; h.10)

Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010

sekitar 226 orang dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs)

yang ke 5 pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Serta Depkes telah

mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per

1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.

(www.tugaskuliah.info/2010)

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di Provinsi

Lampung pada Tahun 2012 Angka Kematian Neonatal 27/ 1000 Kelahiran Hidup

(KH), Kematian Bayi 43/1000 KH dan Kematian Balita 30/1000 KH (SDKI

2012). Secara umum Angka Kematian Anak menunjukkan penurunan yang

lambat. Angka Kematian Neonatal mengalami stagnasi 10 tahun terakhir yaitu

20/1.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002 menjadi 19/1.000 pada SDKI 2007 dan

SDKI 2012. Padahal kematian neonatal merupakan proporsi yang besar dari

kematian bayi (59%) dan balita (47%).


Sejak tahun 2008-2012, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung

mencatat 5.018 bayi meninggal. Pada tahun 2012, tercatat 1.120 balita meninggal,

atau setiap hari ada tiga balita yang meninggal di Lampung.

Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian

Perinatal, 110 kasus kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus

kematian Balita sebanyak 64 kasus. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

terjadinya  bayi adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan, sesuai

dengan pesan pertama kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu setiap

persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Faktor lainnya

karena kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali

tanda bahaya dan terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit ke fasilitas

kesehatan

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi

penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas,

asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga

professional. Untuk menurunkan angka kematian BBL karena asfiksia, persalinan

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan

keterampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini

digunakan setiap kali menolong persalinan.

(JNPK-KR, 2008; h.145)

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir  yang

mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat

asam arang dari tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat

dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,

kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama

atau sesudah persalinan (Dewi.2010;hal.102).

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah,

asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi

terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang

baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-

kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian. Dua hal

yang banyak menentukan penurunan kematian perinatal ialah tingkat kesehatan

serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh negeri.

(Sarwono, 2011;h.59)

Dari hasil survey di BPS Desi Andriani.Amd.Keb, pada bulan Januari-

Mei tahun 2013 diperoleh 192 ibu bersalin. Dari prasurvey yang dilakukan pada

tanggal 22 Mei 2013 terdapat 28 bayi yang mengalami asfiksia pada bulan

Januari-Mei. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan study kasus yang

berjudul : Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia terhadap Bayi

Ny. M di BPS Desi Andriani.Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

B.     Rumusan Masalah


“Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di BPS

Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?

C.     Tujuan Penelitian

1.      Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan

menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan

asfiksia di BPS Desi Andriani. Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung

pada tahun 2013?

2. Tujuan Khusus

a)      Diketahuinya Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi

Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .

b)      Diketahuinya Identifikasi Masalah pada Bayi Baru Lahir dengan melakukan

diagnosa di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung .

c)      Diketahuinya Antisipasi Masalah Potensial yang terjadi pada Bayi Baru Lahir

dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar

Lampung.

d)     Diketahuinya Kebutuhan Tindakan Segera yang diperlukan pada Bayi Baru Lahir

dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar

Lampung.

e)      Diketahuinya Rencana Asuhan Komprehensif pada Bayi Baru Lahir dengan

asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .

f)       Diketahuinya Pelaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan

asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .
g)      Diketahuinya Evaluasi terhadap Asuhan Kebidanan yang telah dilaksanakan

kepada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk

Betung Utara Bandar Lampung.

 
D.    Ruang Lingkup

1.      Sasaran

Sasaran dalam studi kasus kebidanan ini adalah Bayi Baru Lahir dengan asfiksia

terhadap bayi Ny.M

2.      Tempat

Study kasus ini dilaksanakan di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara

Bandar Lampung.

3.      Waktu

Waktu pelaksanaan studi kasus ini pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40 WIB.

E.     Manfaat Penelitian

1.      Bagi institusi pendidikan

Setelah disusunnya karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan sebagai keefektifan

proses belajar dapat ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam hal penanganan kasus asfiksia.

Serta kedepan dapat menerapkan dan mengaplikasikan hasil dari studi yang telah

didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber ilmu

dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi

yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah

pada semester akhir berikutnya.

2.      Bagi Penulis


Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia

dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di

bangku kuliah dan dilahan praktek.

3.         Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan

keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus

Asfiksia dan di BPS dapat lebih meningkatakan kualitas pelayanan secara

komprehensif khususnya dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia,

sehingga AKB dapat diturunkan.

F. Metodologi Dan Teknik Memperoleh Data

1.    Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian

survey deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif

tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan

atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data,

klasifikasi, analisis data, membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo,

2005;h.138).

2.    Teknik Memperoleh Data

a.    Data Primer

1)   Wawancara

Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti

mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran


penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut (Notoatmodjo,2005; h.138)

Wawancara dilakukan dengan cara yaitu Auto anamnesa wawancara yang

dilakukan secara langsung kepada klien mengenai penyakitnya, dan Allo

anamnesa dilakukan dengan cara wawancara kepada keluarga atau orang lain

mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2009).

2)   Pengkajian Fisik

Pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses

keperawatan atau tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari system pelayanan

terintegrasi,yang prinsipnya menggunakan cara-cara yang sama dengan

pengkajian fisik yaitu inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi

(Prihardjo,2006;h.2)

b.    Data Sekunder

1)   Studi Pustaka

Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien

yang ada (Notoatmodjo,2005;h.63).

2) Studi Dokumentasi

Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak

diterbitkan, yang ada dibawah tanggung jawab instansi resmi, misalnya laporan,

statistic, catatan-catatan didalam kartu klinik (Notoatmodjo,2005;h.63).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.    TINJAUAN TEORI MEDIS

                               I.            Teori Bayi Baru Lahir Normal

a.      Pengertian bayi baru lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala

melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu

sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gram sampai 4000

gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2010; hal. 2)

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang

bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat

melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauteri kehidupan ekstrauteri.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37- 42 minggu

dan berat badannya 2500-4000 gram.

b. Ciri- ciri bayi baru lahir normal

1.      Lahir aterm antara 37-42 minggu

2.      Berat bdan 2500- 4000 gram

3.      Panjang badan 48- 52 cm

4.      Ligkar dada 30- 38 cm

5.      Lingkar kepala 33-35 cm

6.      Lingkar lengan 11- 12 cm

7.      Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit

8.      Pernafasan 40-60 x /menit

9.      Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
10.  Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna

11.  Kuku agak panjang dan lemas

12.  Nilai APGAR>7

13.  Gerak aktif

14.  Bayi lahir langsung menangis kuat

15.  Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan

daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.

16.  Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik

17.  Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik

18.  Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik

19.  Genitalia

a.    Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada sokrotum

dan penis yang berlubang

b.    Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang ,

serta adanya labia minora dan mayora

c.       Tahapan Bayi Baru Lahir :

1.      Tahap I :

Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran.Pada tahap ini

di gunakan system scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi

dan ibu

2.      Tahap II :
Disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama

24 jam pertama terhadap ada nya perubahan perilaku.

3.      Tahap III :

Disebut tahap periodik, pengkajian di lakukan 24 jam pertama yang meliputi

pemeriksaan seluruh tubuh.

(Dewi,2010; h.1- 3)

d.      Penanganan Bayi Baru Lahir Normal

1.      Menilai bayi dengan cepat( dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas

perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali

pusat terlalu pendek, meletakkan bayi ditempat yang memungkinkan ).

2.      Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kotak

kulit ibu- bayi lakukan penyuntikan oksitosin im.

3.      Menjepit tali pusat menggunakan klem kira- kira 3 cm dari pusat bayi, melakukan

urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem 2 cm dari

klem pertama (kearah ibu).

4.      Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan

memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.

5.      Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan

kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan

tali pusat terbuka.

6.      Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu utuk memeluk bayinya dan

memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.(sarwono,2010; h.344)

         II.       Asfiksia Neonatorum


a.      Definisi

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang

mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,

sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat

asam arang dari tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan

dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang

menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan

mengalami asfiksia setelah persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan

dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah

persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).

b.   Etiologi dan Faktor Predisposisi

 Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI,  2009)

1.   Faktor Ibu
a.  Preeklamsia dan eklamsia.
b.  Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
c.  Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2.   Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum,
forsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

3.  Faktor Tali Pusat


a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.

 c.       Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta

berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat

janin.

1)   Gangguan Sirkulasi Menuju Janin

a)    Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada

tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)

b)   Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.

2)   Faktor Ibu

a)    Gangguan his (tetania uteri/hipertonik)

b)   Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan

solusio plasenta)

c)    Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis preeklampsia-

eklampsia)
d)   Gangguan pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2010; h.421)

d.      Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan

melakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1)   Denyut jantung janin

a.       DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan

b.    Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur

c.    Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak

teratur.

d.   Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena

terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani

terbuka.

2)   Mekonium dalam air ketuban

Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena

terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani

terbuka (Manuaba, 2010; h.422)

3)   Pernapasan

Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk

mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan

lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan

diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue primer

( drew.2009;h.9)

4)   Usia Ibu


 Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga

kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan

generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20

tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini

dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak

dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di

usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan

persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ

reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan

bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan yang kuat

terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu

mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri,

solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir

(Purnamaningrum, 2010).

5)      Paritas
 Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan

paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas

lebih dari 4 mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan perdarahan

pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu

dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak

mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan,

persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).


Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun

secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor

resiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia,

sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk

menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi

perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir

dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).

http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html,, tanggal 7 juni

2013 pukul 10.14

6)      Lama persalinan

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran

darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang

yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama

atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144)

Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap

fasenya. Kala 1 selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada

multigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira

7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)

e.       Tanda dan gejala

1.      Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)


Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga memerlukan

perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul

pada asfiksiam berat adalah sebagai berikut:

1)      Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.

2)      Tidak ada usaha napas

3)      Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

4)      Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

2.      Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:

1)      Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit

2)      Usaha nafas lambat

3)      Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

4)      Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

5)      Bayi tampak siannosis

3.      Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:

1)      Bayi tampak sianosis

2)      Adanya retraksi sela iga

3)      Bayi merintih

4)      Adanya pernafasan cuping hidung

5)      Bayi kurang aktifitas

(Dewi.2010; h.102)

 f.       Penilaian Asfikaia Pada Bayi Baru Lahir


1.    Penilaian Awal

Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan

resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada

semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus

menjawab segera dalam waktu singkat.

1)   Apakah bayi lahir cukup bulan ?

2)   Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?

3)   Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?

4)   Apakah tonus otot baik ?

Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan

resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu

atau lebih jawaban “Tidak”, bayi memerlukan tindakan resusitasi. Segera dimulai

dengan langkah awal resusitasi.

2.    Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir

PENILAIAN Sebelum bayi lahir :


         Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir :
         Apakah airketuban jernih, tidak bercampur
mekonium (warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :
         Menilai apakah bayi menangis atau
bernapas/megap-megap ?
         Menilai apakah tonus aot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
         Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-
megap/tidak bernapas dan atau tonus otot bayi
tidak baik
         Air ketuban bercampur mekonium.
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi segera jika :
         Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-
megap/tidak bernapas dan tonus otot bayi tidak
baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
         Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
(JNPK-KR 2008; h.151)

Tabel 1. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh


tiga tanda yang penting, yaitu:
a.  Pernafasan
b. Denyut jantung
c.  Warna

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai


resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.

(Saifuddin, 2009, hal: 349)

3.    Hal penting dalam penilaian asfiksia

Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan

tindakan yang akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan tersebut.

Penilaian selanjutnya adalah dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan

berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien berlangsung melalui

rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan selanjutnya

tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada

saat-saat anda melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan

bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan melakukan langkah berikutnya. Apabila
penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa

pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan kesimpulan

untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan positif

(VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya

adalah menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu tindakan anda

harus menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap

berikutnya.

Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi

lahir, akan tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila

bayi memerlukan intervensi berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna

bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan

jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian APGAR 1 menit.

Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang

mengalami depresi berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam

pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya

penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai

APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai apgar <7 penilaian

tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai 2 kali

penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan

penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal

harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan

menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap langkah

resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus


menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan,

melakukan tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)

Tiga point pengkajian klinis

1). Pernapasan

Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan

auskultasi jika perlu. Kali adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan

dada asimetris, napas tersenggal, atau mendengur.

Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak

adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.

2). Denyut jantung

Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks atau

merasakan denyutan umbilicus.

Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan

titik batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan.

Catatan : bayi dengan frekuensi jantung <60, khususnya bayi tanpa frekuensi

jantung, membutuhkan pendekatan yang lebih darurat. Awalnya, curah jantung

mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner, sampai pada akhirnya

tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.

3). Warna

Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda.

Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam

pertama bahkan hari. Bayi yang pucat mungkin mengalami syok atau anemia

berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah mudah, biru atau pucat.
Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua

komponen lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan.

(David,dkk.2009; h.30-32)

a. Pemantauan Janin

1. Saat Bayi Sudah Lahir

a)    Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir

Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan

bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika

warna kulit adalah kemerahan dan bayi dapat menangis spontan, maka ini sudah

cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam kondisi baik.

b)      Menit pertama kelahiran

Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter

penilaian bayi baru lahir adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan

SIGTUNA (SIGTUNA score), sesuai dengan nama terjadinya konsensus.

Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar

karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun cukup mewakili

indikator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau

2 tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score, yaitu upaya bayi untuk bernafas

dan frekuensi jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan

frekuensi jantung satu menit).

Cara menentukan SIGTUNA score:

1)   Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian seperti

pada tabel.
2)   Jumlahkan score yang didapat.

3)   Kesimpulan dari total SIGTUNA score

4 : Asfiksia riangan atau tidak asfiksia.

2-3 : Asfiksia sedang.

1          : Asfiksia berat.

0          : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.

2.    Menit ke 5 sampai 10

Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan

pada APGAR score dari 5 menit hingga 10 menit (Sulistyawati,2010;h.209).

Tabel 2. Skala pengamatan APGAR score

Aspek Skor
pengamatan
bayi baru
lahir
0 1 2

Appeareance Seluruh tubuh Warna kulit Warna kulit


(Warna kulit) bayi berwarna tubuh normal, seluruh tubuh
kebiruan .atau tetapi tangan normal
pucat dan kaki
berwarna
kebiruan

Pulse Denyut Denyut jantung Denyut jantung


(Nadi) jantung tidak <100 kali >100 kali permenit
ada permenit
Grimace Tidak ada Wajah meringis Meringis,
(Respon respon saat distimulasi menarik, batuk
refleks) terhadap atau bersin saat
stimulasi stimulasi

Activity Lemah, tidak Lengan dan Bergerak aktif dan


(Tonus otot) ada gerakan kaki dalam spontan
posisi fleksi
dengan sedikit
gerakan

Respiratory Tidak Menangis Menangis kuat,


(Pernafasan) bernafas, lemah, pernafasan baik
pernafasan terdengar dan teratur
lambat dan seperti merintih
tidak teratur

(Sulistyawati, 2010; h.209)

b.   Penatalaksanaan Asfiksia

1)   Persiapan resusitasi BBL

a)    Persiapan tempat resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :

1.   Gunakan ruang yang hangat dan terang

2.   Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya

meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan

tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka)

Keterangan:

a.    Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.


b.    Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi

kepala bayi.

c.    Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak.

Nyalakan lampu menjelang persalinan.

b)   Persiapan alat resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga

disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

1.   Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.

2.   Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.

3.   Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.

4.   Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.

5.   Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.

6.   Kotak alat resusitasi.

7.   Sarung tangan.

8.   Jam atau pencatat waktu.

Keterangan:

a.    Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan

misalnya handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau

sarung.

b.    Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang,

handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi

kepala bayi agar sedikit tengadah.

c.    Bagian-bagian balon dan sungkup:

1)   Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2


2)   Pintu masuk O2

3)   Pintu keluar O2

4)   Susunan katup

5)   Reservoir O2

6)   Katup pelepas tekanan (pop-of valve)

7)   Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)

Keterangan:

a)    Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk

BBL.

b)   Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting

dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan

terpasang dan steril.

c)    Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam

keadaan steril, disiapkan dalam kotak alat resusitasi.

c.    Cara menyiapkan:

1)   Kain ke-1:

Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air

ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan

bayi baru lahir diatas perut ibu, sebelum persalinan akan menyediakan sehelai

kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada

bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat diletakkan didekat

perineum ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika perlu

lakukan tindakan resusitasi.


2)   Kain ke-2:

Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat.

Singkirkan kain ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2

ini diletakkan diatas tempat resusitasi, digelar menutupi tempat yang rata.

3)   Kain ke-3:

Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam

pengaturan posisi kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm diletakkan di

bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi untuk mengganjal bahu.

4)   Alat resusitasi:

Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi

tabung atau balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya

agar memudahkan diambil sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan

resusitasi BBL.

5)   Sarung tangan.

6)   Jam atau pencatat waktu

d.      Persiapan Diri

Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:

1.    Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala,

kaca mata dan sepatu tertutup)

2.    Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.

3.    Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan

gliseril.

4.    Keringkan dengan kain atau tisu bersih.

5.    Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.


2)   Tahap I: Langkah Awal

Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:

a)    Jaga bayi tetap hangat

a)   Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu

b)   Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat

c)   Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih,

kering dan hangat.

d)  Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.

b)   Atur posisi bayi

1.   Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong

2.   Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga

kepala sedikit ekstensi.

c)    Isap lendir

Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:

1.   Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung

2.   Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu

memasukan.

3.   Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut

atau lebih dari 3 cm dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung

bayi menjadi lambat atau tiba-tiba berhenti bernafas.

d)   Keringkan dan rangsang bayi


1.   Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit

tekanan

2.   Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau

dengan menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak

tangan.

e)    Atur kembali posisi bayi

1.   Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya

2.   Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar

bisa memantau pernafasan bayi.

3.   Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

  f)    Lakukan penilaian bayi

Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-

megap. Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi

tidak bernafas normal atau megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.

3)      Tahap II: Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume

udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru

bayi agar bisa bernafas spontan dan teratur.

a)    Pasang sungkup

Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.

b)   Ventilasi 2 kali

1.    Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.


Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk

membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan

nafas bayi terbuka.

2.    Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang.

Bila tidak mengembang:

a.       Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.

b.    Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.

c.    Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan

penghisapan.

d.   Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada

mengembang, lakukan tahap berikutnya.

c)    Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

1.    Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan

sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi

mulai menangis dan bernafas spontan

2.    Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30

detik lakukan penilaian ualng nafas.

Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:

a.    Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah

b.   Hitung frekuensi nafas permenit

Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:

a.    Jangan ventilasi lagi


b.   Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan

bayi baru lahir.

c.    Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan

d.   Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik.

3.    Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.

4.      Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan ventilasi.

d)   Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.

1.    Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)

2.    Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak

bernafas atau megap-megap:

a.    Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan

asuhan pasca resusitasi

b.   Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30

detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas tiap 30 detik.

e)    Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi

f)    Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi

5.      Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan

perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan

BBL dan pemantauan sera intensif serta pencatatan.

a)    Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

1.    Tidak dapat menyusu

2.    Kejang
3.    Mengantuk atau tidak sadar

4.    Nafas cepat (>60 kali permenit)

5.    Merintih

6.    Retraksi dinding dada bawah

7.    Sianosis sentral

b)   Pemantauan dan perawatan tali pusat

1.    Memantau perdarahan tali pusat

2.    Menjelaskan perawatan tali pusat

c)    Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

1.    Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya

2.    Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama

3.    Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih sayang

d)   Pencegahan hipotermi

1.    Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya

2.    Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin

3.    Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam

4.    Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut

5.    Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-

sebagian.

Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir

lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan

rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah


untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e)    Pemberian vit-K

Memberikan suntikan vit-K di paha kiri anterolateral 1 mg intramuscular.

f)    Pencegahan infeksi

1.    Memberikan salep mata antibiotika

2.    Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam

setelah pemberian vit K

3.    Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.

g)   Pemeriksaan fisik

1.    Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi

2.    Melihat dan meraba kepala bayi

3.    Melihat mata bayi

4.    Melihat mulut dan bibir bayi

5.    Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari

6.    Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan

7.    Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan

8.    Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil

9.    Melihat dan meraba tulang punggung bayi.

h)   Rencana asuhan 24 jam

1.      Pemberian ASI

2.      Menilai BAB bayi

3.      Menilai BAK

4.      Kebutuhan istirahat/tidur


5.      Menjaga kebersihan kulit bayi

6.      Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

i)     Pencatatan dan pelaporan

j)     Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008 h.148)

B.     TINAJUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

1.      Pengertian

Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan

kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis

dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik

klien maupun pemberi asuhan.

Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan

sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis

untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.

kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen

Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997,

menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh

langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.

Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh

perawat dan bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah

metode pengorganisasian pemikiran dan tindakan dengan urutan yang logis dan

menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses


manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap

langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data

dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ke-tujuh langkah tersebut membentuk suau

kerangka lenkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi

setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih detail dan

ini bias berubah sesuai dengan kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39)

2.      Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney

a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:

Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat

menstruasi, riwayat kesehatan , riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio-

psiko- sioso-spiritual, serta pengetahuan klien.

a.       Identitas

Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang

tua bayi untuk memperoleh informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti

umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis kelamin bayi dan anak keberapa.

b.      Riwayat Antenatal

1)   Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk

memprediksi apakah terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam

kandungan.

2)   Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
3)   Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah

dirasakan oleh orang tua bayi saat hamil

4)   Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui

seberapa sering orang tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil

5)   Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi

6)   Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah

merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil

c.       Riwayat Proses Persalinan

1)   Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk

memprediksi apakah terdapat penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi.

2)   Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan

3)   Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong kelahiran bayi

4)      Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan

5)   Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan

6)      Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi di

7)      lahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan

8)      BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk

mengetahui berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk

menilai apakah bayi sudah dalam keadaan normal atau tidak

9)      Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi

10)  Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat

atau tidak

11)  Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak
12)  Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan

resusitasi atau tidak

a. Pola Kebutuhan Sehari-hari

Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi pasien. Nutrisi yang diberikan pada bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR) juga akan berbeda, sebab kapsitas lambung BBLR sangat

kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap jam. Perhatikan juga apakah

selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut

menjadi besar/ kembung (Prawirohardjo,2009)

b.      Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Pada

bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kita mengkaji pola eliminasi, sebab

pada bayi BBLR kebutuhan nutrisi yang diberikan berbeda dengan bayi yang

berat badannya normal, oleh sebab itu akan berpengaruh juga pada frekuensi BAB

dan BAK nya setiap harinya.

c.    Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah

terpenuhi atau tidak. Bayi yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR)

memiliki pola tidur yang lebih banyak dari bayi normal, sebab nutrisi yang

dikonsumsi sangat cukup dan memiliki frekuensi yang ditetapkan setiap jam,

sehingga bayi lebih sering tertidur nyenyak dengan nutrisi yang cukup.

d.   Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi.

Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) personal hygine juga perlu

dikaji sebab kebersihan pada bayi sangat diutamakan untuk pencegahan infeksi.

C.     Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital,

meliputi
a.       Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).

1)      Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan cacatan terbaru serat cacatan

sebelumnya). Pemeriksaan fisik

a)    Kepala :

bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak, keadaan rambut

bersih atau tidak, adakah caput succedenum dan cephal hematome.

b)   Wajah

terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau tidak dan warna

kemerahan atau tidak

c)    Mata

simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak mata,konjungtiva

merah muda atau pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu mata atau tidak,

adakah kotoran mata atau tidak

d)   Hidung

bentuk, lubang hidung, pernafasan cuping hidung, dan pengeluaran

e)    Mulut

bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting

f)    Telinga

simetris atau tidak, lubang telinga, adakah cairan atau tidak

g)   Leher

bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah

bening, reflek menelan, kepala bebas berputar

h)   Dada
bentuk dada, pengembangan rongga dada, suara jantung, suara paru-paru

i)     Ketiak

kebersihan, pembesaran kelenjar limfe

j)     Perut

bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali pusat,

kembung,adakah benjolan, adakah pembesaran hati

k)   Punggung

fleksibilitas tulang punggung, tonjolan tulang punggung, lipatan bokong

l)     Anus

adakah lubang anus atau tidak

m) Genetalia

adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan orifisium uretra

n)   Ekstermitas

pergerakan dan jari-jari tangan dan kaki

o)   Neuro

reflek moro, rooting, glabela, gland, plantar, tonik leher, menghisap

p)   Eliminasi

BAK dan BAB

a.       Interpretasi data dasar (langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data

dasar tersebut kemudian diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan

masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus
ditangani. Meskipun masalah tidak dapat dartiakn sebagai diagnosis, tetapi tetap

membutuhkan penanganan.

b.      Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya (langkah

III)

Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial

berdasarkan diagnosis/ masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini

membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan

diharapkan dapat waspada dan bersiap- siap mencegah diagnosis masalah

potensial I menjadi kenyataan. Langkah ini penting dituntut untuk mampu

menagntisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial

yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau

diagnosis tersebut tidak terjadi. Langhkah ini bersifat antisipasi yang rasional/

logis.

c.       Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV)

Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultassi atau

penanganan segera bersama anggota tim kaesehatn lain dengan kondisi klien.

Langkah keempat mencerminkan keseimangan proses manajemen kebidanan.

Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung seama asuhan primer periodic atau

kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut dalam dampingan

bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.

d.      Rencana asuhan menyeluruh (langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan

berdasarkan langkah- langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan


manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah diidentikasi atau dantispasi

atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat

dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala hal yang

sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi

juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi

ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah

dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada

sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikososial.

e.       Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkakh VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluuh dilakua denangn efisien dan

aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian

dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya walua bidan tidak

melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul tangung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah

tersebut benar-benar terlaksana)

f.       Evaluasi ( langkah VII)

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang

tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau

menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah

diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan banuan apkah benar-

benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaanya. (Soepardan.2009; h.97)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,

kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

A.     Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor

1464/menkes/per/x/2010 tentang izin dan penyelenggaran praktik bidan,

kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

7.    Kewenangan normal:

a.    Pelayanan kesehatan ibu

b.    Pelayanan kesehatan anak

c.    Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2.    Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah

a.    Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki

dokter

b.    Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan.

Kewenangan ini meliputi:

Pelayanan kesehatan ibu

a.       Ruang lingkup:

1)    Pelayanan konseling pada masa pra hamil

2)    Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

3)    Pelayanan persalinan normal

4)    Pelayanan ibu nifas normal

5)    Pelayanan ibu menyusui

6)    Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan


b.      Kewenangan:

1)    Episiotomi

2)    Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

3)    Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan

4)    Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

5)    Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

c. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu

(ASI) eksklusif

d.   Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum

e.    Penyuluhan dan konseling

f.     Bimbingan pada kelompok ibu hamil

g.    Pemberian surat keterangan kematian

h.    Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pelayanan kesehatan anak

a.       Ruang lingkup:

1)   Pelayanan bayi baru lahir

2)      Pelayanan bayi

3)   Pelayanan anak balita

4)   Pelayanan anak pra sekolah

  b.      Kewenangan:

a)    Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan

hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru

lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat

b)    Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c)     Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan

d)    Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah

e)     Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah

f)     Pemberian konseling dan penyuluhan

g)    Pemberian surat keterangan kelahiran

h)    Pemberian surat keterangan kematian

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan

kewenangan:

a.       Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana

b.      Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal

sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program

Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan

kesehatan yang meliputi:

a)      Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan

memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit

b)      Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu

(dilakukan di bawah supervisi dokter)

c)      Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

d)     Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak,

anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan

e)      Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak

sekolah
f)       Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

g)      Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap

Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit

lainnya

h)      Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA) melalui informasi dan edukasi

Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal

terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,

merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)

dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika

dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah

mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.

Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa) yang belum ada

dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan

kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan

pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak

berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter

(http.www.hukum kewenangan bidan.com)

             BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR TERHADAP BAYI Ny.M

SEGERA SETELAH LAHIR DENGAN ASFIKSIA DI BPS DESI

ANDRIANI Amd.keb

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

1.      PENGKAJIAN

Tanggal : 22 Mei 2013

Jam : 12.40 Wib

Tempat : BPS Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung

Nama : Destiana Anjarsari

Nim : 2010.637

A.    DATA SUBJEKTIF

a)      Biodata bayi

Nama : By. Ny. M

Jenis kelamin : laki-laki

Tanggal lahir/pukul : 22 Mei 2013/12.40 Wib

b)        Biodata orang tua

Istri Suami

Nama : Ny. M Tn. U

Umur : 36 Tahun 40 tahun

Agama : Islam Islam


43
Suku : Jawa Lampung

Pendidikan :SD SMP

Pekerjan : IRT Swasta

Alamat : Jl.KH.Ahmad Dahlan Jl.KH.Ahmad Dahlan

gg.sanjan Bumi Waras gg.sanjan Bumi Waras

Teluk Betung Utara Teluk Betung Utara

Bandar Lampung Bandar Lampung

1)    Riwayat antenatal


G4P2A1 Umur kehamilan 37 minggu 6 hari
Riwayat ANC : 4 kali
Imunisasi TT : Selama hamil ibu
mendapatkan imunisasi
TT 2 kali
Keluhan saat hamil : Tidak ada
2)    Penyakit selama hamil
Diabetes melitus : Tidak ada
Hepatitis : Tidak ada
Tuberculosis : Tidak ada
HIV/AIDS : Tidak ada
3)    Kebiasaan
Minum obat / jamu : Tidak pernah
Merokok : Tidak pernah
4)    Komplikasi
Hyperemesis : Tidak pernah
Perdarahan : Tidak pernah
Preeklamsia : Tidak pernah
Eklamsia : Tidak pernah
Infeksi : Tidak pernah

B.          DATA OBJEKTIF


Tonus otot : Lemah
Warna kulit : Kebiruan
Usaha bernafas : Megap –Megap

C.       DATA PENUNJANG


a)      Komplikasi janin
IUGR : Tidak Ada
Polihidramnion : Tidak Ada
Oligohidramnion : Tidak Ada
Gameli : Tidak Ada
b)      Riwayat intranatal
Lahir tanggal : 22 Mei 2013

ukul :12.40 Wib dengan penilain bayi merintih,warna kulit kebiruan dan tonus otot

lemah

ersalinan : Spontan

Penolong : Bidan

Lama persalinan : 13 jam 20 menit

Kala I : 12 jam 35 menit

Kala II : 45 menit
Kala III : 10 menit
Kala IV : 2 Jam
c)      Komplikasi ibu
Hipertensi : Tidak ada
Partus lama : Ya
Penggunaan obat : Tidak ada
Infeksi : Tidak ada
KPD : Tidak ada
Perdarahan : Tiadak ada
d)     Komplikasi janin
Premature : Tidak ada
Malposisi : Tidak ada
Gawat janin : Ya
Ketuban campur meconium : Ya
Lilitan tali pusat : Tidak ada

Keadaan bayi baru lahir : Tonus otot lemah, warna kulit kebiruan,
bernafas megap – megap

Bayi Ny. M sesuai masa kehamilan post asfiksia normal

A.    DATA OBJEKTIF

1.      Pemeriksaan umum

a.       Pernafasan : 48 x/menit


b.      Suhu : 36,80c

c.       Kulit

Warna :Kemerahan

Turgor : Elastis

d.      Denyut jantung : 128 x/menit

e.       Tonus otot : Positif (+)

f.       Gerakan : Aktif

g.      Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat

h.      Ekstremitas : Normal, tidak ada kelainan

2.      Pemeriksaan fisik

a.       Kepala

Ubun-ubun besar : Datar

Ubun-ubun kecil : Datar

Rambut : Terdapat sisa-sisa darah dan lendir

Caput succedaneum : Ada

Cephal hematoma : Tidak ada

b.      Muka : Simetris antara kanan dan kiri,

tidak ada oedema

c.       Mata

Simetris : Simetris antara kanan dan kiri

Kelopak mata : Tidak oedema

Konjungtiva : Merah muda

Sklera : Putih

d.      Hidung : Simetris antara kanan dan kiri


Lubang : Ada kanan & kiri, bersih tidak ada sekret

e.       Mulut

Bentuk : Simetris kanan dan kiri

Labioskisis : Tidak ada

Palatoskizis : Tidak ada

f.       Telinga

Simetreis : Simetris antara kanan dan kiri

Lubang : Ada lubang telinga kanan dan kiri, bersih

tidak ada serumen

g.      Dada

Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri

Puting susu : Menonjol, simetris antara kanan dan kiri

Auskultasi : Tidak ada wezing maupun ronchi

h.      Abdomen

Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat

Bising usus : Ada

Benjolan : Tida ada

i.      Punggung

Fleksibiltas tulang punggung : Ada

Tonjolan tulang punggung : Tidak ada

j.        Anus : Ada lubang

k.      Genetalia

Laki-laki

Lubang penis : Ada, di sentralis


Skrotum : Ada,sebalah kanan dan kiri

l.        Tungkai dan kaki

Gerakan : Aktif

Jumlah jari : Lengkap, jari kanan dan kiri 5

3.      Antopometri

a.       BB : 3700 gram

b.      PB : 50cm

c.       LK : 35cm

d.      LD : 36 cm

e.       Lila : 11 cm

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi segera setelah lahir

pada

By. Ny. M Dengan Asfiksia Di BPS Desi Andriani Amd.Keb. Ditemukan hasil

sebagai berikut:

A.PENGKAJIAN DATA

1.      Pada pengkajian dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan

pasien. Pada studi kasus ini penulis melakukan pengkajian terhadap bayi baru

lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari Dengan Asfiksia, dengan hasil sebagai berikut:
1.      Umur ibu

a.       Menurut Tinjauan Teori

Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ

reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan

bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan yang

kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik

ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri,

solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir

b.      Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus asfiksia terhadap By. Ny.M, umur Ny.M adalah 36 tahun

c.       Pembahasan

Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan toeri dan tinjauan kasus, karena pada

tinjauan teori factor resiko terjadinya asfiksia adalah ibu dengan usia kurang dari

20 tahun dan lebih dari 35 tahun, sedangkan umur Ny.M adalah 36 tahun

2.      Masa Gestasi

a.    Menurut Tinjauan teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu

kehamilan postmatur atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi premature

atau lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu (JNPK-KR, 2008, hal: 144)

b.    Menurut Tinjauan Kasus

Pada hasil tinjauan kasus usia kehamilan Ny.M pada saat melahirkan adalah 37

minggu 6 hari.
c.    Pembahasan

Terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana usia

kehamilan ibu masih dalam batas normal dan bukan merupakan penyebab bayi

mengalami asfiksia yaitu 37 minggu 6 hari, kemungkinan asfiksia pada bayi

disebabkan oleh factor factor lain.

3.      Riwayat Kesehatan

a.    Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran

darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang,

sehingga dapat menyebabkan asfiksia, yaitu Infeksi berat seperti malaria, sifilis,

TBC dan HIV (JNPK-KR, 2008, hal: 144).

b.    Menurut Tinjauan Kasus

Riwayat kesehatan sekarang, NY.M tidak sedang menderita penyakit menular atau

penyakit keturunan

c.       Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, karena pada tinjauan

kasus Ny.M tidak menderita infeksi yang menjadi salah satu factor pemicu

terjadinya asfiksia pada bayi, kemungkinan asfiksia yang terjadi pada bayi

diakibatkan oleh ketuban bercampur mekonium dan sedikit serta partus lama.

4.      Pengaruh obat

a.    Menurut Tijauan teori

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)

Pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.

b.    Menurut tinjauan kasus


Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan atupun jamu selama kehamilan.

c.    Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny. M

tidak mengkonsumsi obat –obatan yang memicu terjadinya asfiksia.

5.      Keadaan ibu

a.    Menurut tinjauan teori

Menurut tinjauan teori penyebab asfiksia adalah salah satunya keadaan ibu yang

mengalami preeklamsia dan eklamsia yang memicu terjadinya asfiksia.

b.    Menurut tinjauan kasus

Menurut tinjauan kasus pada Ny. M tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia.

c.    Pembahasan

Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny.M

tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabakan asfiksia.

6.      Lama persalinan.

a.    Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran

darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang

yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama

atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, hal : 144)

b.    Menurut Tinjauan Kasus

Lama persalinan : 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II.

c.    Pembahasan
Terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena menurut

asuhan persalinan normal partus lama merupakan salah satu factor penyebab

terjadinya asfiksia pada bayi dan pada kasus Ny.M terjadi partus lama dimana

lama persalinannya yaitu 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II, sehingga terjadi

pengurangan pasokan oksigen kejanin. Karenanya timbulah asfiksia saat bayi

lahir.

7.      Paritas

a.    Menurut Tinjauan Teori

Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang

mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di

atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.

Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta

previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan

terjadinya asfiksia bayi baru lahir

b.    Menurut Tinjauan Kasus

Ny.M mengatakan ini kehamilan keempat, pernah melahirkan dua kali dan pernah

keguguran satu kali.

c.    Pembahasan

Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana pada tinjauan

kasus jumlah paritas ibu bukan merupakan salah satu factor penyebab bahaya

kematian janin yaitu tidak lebih dari 4, kemungkinan asfiksia yang terjadi pada

janin disebabkan oleh ketuban bercampur mekonium dan sedikit serta partus

lama.

8.      Lilitan Tali Pusat


a.    Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu gangguan

aliran pada tali pusat seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat dan tekanan pada

tali pusat (Manuaba, 2010, hal: 421)

b.    Menurut Tinjauan Kasus

By.Ny M tidak terdapat lilitan tali pusat.

c.    Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana By.Ny.M tidak

mengalami lilitan tali pusat, kemungkinan bayi asfiksia diakibatkan karena

ketuban bercampur mekonium dan sedikit serta partus lama

9.      Ketuban

a.       Menurut TinjauanTeori

Menurut tinjauan teori salah satu faktor penyebab asfiksia adalah air ketuban

bercampur mekonium(warna kehijauan) (JNPK KR, 2008).

b.      Menurut Tinjauan Kasus

Pada Ny.M air ketuban bercampur mekonium dan sedikit

c.       pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terjadi kesenjangan karena air

ketuban ibu bercampur mekonium dan sedikit yang merupakan factor penyebab

bayi mengalami asfiksia.

B.     Identifikasi Masalah, Diagnosa danKebutuhan

1.    Diagnosa kebidanan


a)      Menurut Tinjauan Teori Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosis

atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah

dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian dinterpretasi sehingga dapat

dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis

maupun masalah keduanya harus ditangani. (soepardan; h. 99).

Data subjektif : informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam

kelahiran bayi, jenis kelamin bayi dan anak keberapa.

Data objektif : keadaan yang lebih pasti dilihat dari pasien yang dikaji.

 b)        Menurut Tinjauan Kasus.

Pada kasus By.Ny.M didapatkan diagnose kebidanan “Bayi Baru Lahir Cukup

Bulan Sesuai Masa Kehamilan Segera Setelah Lahir Dengan Asfiksia”.

Data subjektif : bayi lahir pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40wib, usia

kehamilan 37 minggu 6 hari,

Data objektif : warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan usaha bernafas megap-

megap.

c)         Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena

pada tinjauan kasus diagnose didapatkan dari data subjektif dan data objektif

sesuai dengan teori yang disampaikan oleh (JNPK KR, 2008)., dimana untuk

menegakkan diagnose didapatkan berdasarkan hasil pengkajian, baik data

subjektif ataupun objektif.

2.      Masalah

a.    Menurut Tinjauan Teori


Pada teori, terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bayi baru

lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

lahir

( Dewi.2010; h.102)

b.      Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus dikatakan masalah pada bayi yaitu bayi bernafas yaitu megap-megap.

c.    Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena

pada kasus salah satu masalah yang ada pada bayi adalah bernafas megap-megap,

sama seperti yang ada pada teori yang disampaikan oleh (Dewi.2010;h.102) yaitu

terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah pernafasan

menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak adekuat.

3.    Kebutuhan

a.    Menurut Tinjauan Teori

Menurut teori pada kasus asfiksia dilakukan tindakan resusitasi yang dimulai

dengan langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP (JNPK-KR, 2008)

b.    Menurut Tinjauan Kasus

Dalam kasus asfiksia pada bayi baru lahir terhadap By.Ny.M diperlukan tindakan

resusitasi yaitu JAIKAP.

c.    Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak ditemukan kesenjangan,

karena kebutuhan yang diperlukan oleh bayi sesuai dengan teori pada yang ada

pada asuhan persalinan normal, yaitu JAIKAP.


C.    Antisipasi Masalah Potensial

a)      Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa

atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila

memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2009; hal. 99)

b)      Menurut Tinjauan Kasus

Pada By.Ny.M dengan asfiksia yang mungkin terjadi jika tidak tertangani adalah

henti nafas.

c)        Pembahasan

Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak didapatkan kesenjangan,

dimana pada kasusnya Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini

dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat

kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,

aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut

apnue primer ( drew.2009;h.9)

D.    Tindakan Segera

a.    Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data

dasar tersebut kemudian diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan

masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus

ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap

membutuhkan penanganan.
b.    Menurut Tinjauan Kasus

Pada kasus tersebut ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera berupa

tindakan resusitasi dengan alasan terdapat potensi terjadinya apnea jika asfiksia

pada bayi tidak tertangani dengan baik

c.    Pembahasan

Jadi tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena

pada kasusnya tindakan segera berupa tindakan resusitasi dilakukan untuk

mengantisipasi masalah potensial yang mungkin terjadi pada bayi berupa henti

nafas.

 E.     Rencana Asuhan

a.    Menurut tinjauan teori

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan

berdasarkan langkah- langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan

manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah diidentikasi atau antispasi

atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat

dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala hal yang

sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi

juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi

ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah

dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada

sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikososial.

1.    Langkah awal resusitasi

a)    Jaga bayi tetap hangat


b)    Atur posisi bayi

c)    Isap lendir

d)   Keringkan bayi dan rangsang bayi

e)    Atur posisi bayi kembali

f)     Lakukan penilaian bayi

2.      Lakukan tindakan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan

perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan

BBL dan pemantauan sera intensif serta pencatatan.

a)    Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

b)    Pemantauan dan perawatan tali pusat

c)    Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

d)   Pencegahan hipotermi

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir

lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan

rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah

untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e)    Pemberian vit-K

f)     Pencegahan infeksi

g)    Pemeriksaan fisik

h)    Pencatatan dan pelaporan

i)      Asuhan pasca lahir

j)      Pemberian ASI


k)    Menilai BAB bayi

l)      Menilai BAK

m)  Kebutuhan istirahat/tidur

n)    Menjaga kebersihan kulit bayi

o)    Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

b.         Menurut tinauan kasus.

1)             Lakukan langkah awal resusitasi

                                                          a)      Jaga kehangtan bayi

                                                           b)      Atur posisi bayi

                                                           c)      Isap lendir

                                                          d)      Keringkan bayi dan rangsang bayi

                                                           e)      Atur pposisi bayi kembali

                                                            f)      Lakukan penilaian bayi

2)   Lakukan tindakan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan

perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan

BBL dan pemantauan sera intensif serta pencatatan.

a.       Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

b.      Pemantauan dan perawatan tali pusat

c.       Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya

d.      Pencegahan hipotermi

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir

lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan

rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah


untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi

setelah mengalami tindakan resusitasi.

e.       Pemberian vit-K

f.       Pencegahan infeksi

g.      Pemeriksaan fisik

h.      Pencatatan dan pelaporan

i.        Asuhan pasca lahir

j.        Pemberian ASI

k.      Menilai BAB bayi

l.        Menilai BAK

m.    Kebutuhan istirahat/tidur

n.      Menjaga kebersihan kulit bayi

o.      Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

c.       Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena

sesuai dengan teori asuhan persalinan normal, rencana yang diberikan dimulai dari

langkah awal resusitasi dan asuhan pasca resusitasi.

F.   Pelaksanaan

1.    Tinjauan Teori

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluruh dilakukan dengan efisien dan

aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian

dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya walau bidan tidak

melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul tangung jawab untuk


mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah

tersebut benar-benar terlaksana).

2.      Menurut Tinjauan Kasus

a)    Menjaga bayi tetap hangat dengan segera meletakkan bayi diatas perut ibu, lalu

menyelimuti dengan kain untuk mencegah terjadi hipotermi sampai menutupi

kepala. Lalu melakukan pemotongan tali pusat dengan klem pertama yang

berjarak 3 cm dari pusat dan klem kedua berjarak 2 cm dari klem pertama,

kemudian memotong dengan gunting tali pusat dan segera mengikat dengan

benang tali pusat. lalu segera meletakkan bayi ke meja resusitasi.

b)   Membaringkan bayi terlentang dengan kepala dekat dengan penolong, lalu

mengganjal bahu dengan kain yang dilipat setebal 2-3 cm, lalu memposisikan

kepala bayi sedikit ekstensi, agar jalan nafas terbuka.

c)    Dengan menggunakan pengisap lendir Slem seher, melakukan pengisapan lendir

yang dimulai dari bagian mulut sedalam 5 cm dan dilanjutkan dengan bagian

hidung sedalam 3 cm, lalu menghisap lendir sambil menarik slem seher kearah

luar.

d)   Mengeringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala lalu bagian tubuh yang

lainnya dengan sedikit tekanan, sambil melakukan rangsangan taktil dengan

menggosok bagian punggung bayi dan menyentil telapak kaki bayi.

e)    Mengganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang telah

disiapkan kemudian menyelimuti bayi dengan kain tersebut dengan menutupi

bagian kepala dan membuka bagian dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat

dilanjutkan. Lalu mengatur kembali posisi bayi dengan sedikit ekstensi, agar jalan

nafas bayi tetap terbuka.


f)    Menilai bayi dengan melihat apakah telah bernafas normal, megap-megap atau

tidak bernafas.

g)   Menilai adanya tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti warna kulit kebiruan, bayi

lemah, adanya retraksi dinding dada, nafas <40 kali permenit atau >60 kali

permenit, nadi <120 kali permenit atau >160 kali permenit, bayi kuning.

h)   Melihat apakah terjadi perdarahan pada tali pusat atau tidak dan merawatan tali

pusat dengan yang baik, yaitu dengan selalu menjaga agar tali pusat tetap bersih,

kering dan tidak lembab serta tidak membubuhi apapun pada tali pusat.

i)     Melakukan pencegahan hipotermi, dengan meletakkan bayi pada suhu >25 0C,

tidak memandikkan bayi <6-24 jam setelah lahir, memakaikan bedong dengan

menutupi seluruh tubuh bayi sampai bagian kepala

j)     Menyuntikan Vit-K1 dengan dosis 1 mg, di 1/3 paha kiri bagian luar bayi secara

IM, untuk mencegah terjadinya perdarahan intrakranial.

k)   Memberikan salep mata gentamycin pada kedua mata bayi, dari arah dalam

keluar untuk mencegah terjadinya infeksi pada mata bayi.

l)     Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur BB, TB, LL, LK, LD

dan pemeriksaan fisik secara head to toe.

m) Melakukan pemantauan kondisi bayi setelah 2 jam pasca tindakan resusitasi,

untuk melihat apakah kondisi bayi telah membaik atau tidak.

n)   Melakukan pemantauan kondisi bayi 24 jam/ 1 hari pasca tindakan resusitasi,

untuk melihat kondisi bayi dan untuk melihat kebiasaan bayi.

3.  Pembahasan
Jadi terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana pada

asuhan persalinan normal dikatakan pelaksanaan resusitasi setelah JAIKAP

namun pada penatalaksanaan kasus tidak dilakukan VTP karena penatalaksanaan

yang dilakukan telah berhasil hanya dengan langkah awal resusitasi yaitu

JAIKAP, sehingga dilanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi pada bayi. 

G.  Evaluasi

1.    Menurut Tinjauan Teori

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang

tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau

menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah

diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apkah benar-

benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam

pelaksanaanya.

2.    Menurut Tinjauan Kasus

a.    Bayi telah diselimuti dengan kain dan tali pusat telah dipotong

b.    Kepala bayi telah diatur dalam posisi sedikit ekstensi dan jalan nafas telah

terbuka

c.    Pengisapan lendir telah dilakukan dengan slem seher dimulai dari mulut dan

dilanjutkan pada hidung.

d.   Bayi telah dikeringkan dari sisa-sisa darah dan lendir serta bayi telah dirangsang

taktil.
e.    Kepala bayi telah diatur kembali dalam posisi sedikit ekstensi.

f.     Bayi telah bernafas normal, Bayi dalam kondisi baik, warna kulit kemerahan,

tonus otot baik, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada perdarahan talipusat

g.    Pencegahan hipotermi telah dilakukan.

h.    Penyuntukan Vit- K1 telah dilakukan.

i.      Pencegahan infeksi telah dilakukan.

j.      Hasil pemeriksaan:

BB: 3700 gram

TB: 50 cm

LD: 36 cm

LK: 35 cm

LL: 11 cm

Kepala berbentuk simetris, UUB datar, UUK datar, rambut terdapat sisa-sisa

darah dan lendir, tidak ada caput succedenum dan cephal hematome

Wajah simetris, dan tidak ada oedema

Kelopak mata tidak oedema, konjungtiva merah muda, sklera putih

Hidung bentuk simetris, terdapat lubang hidung, tidak terdapat pernafasan cuping

hidung ataupun pengeluaran.

Bentuk bibir simetris, tidak ada labioskizis dan palatosizis

Telinga simetris dan terdapat lubang telinga

Dada simetris, terdapat pengembangan rongga dada, bunyi jantung lup-dup dan

bunyi paru-paru normal, tidak ada mengi

Perut simetris, terdapat bising usus, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak terdapat

benjolan
Terdapat fleksibilitas tulang punggung serta tidak ada tonjolan tulang punggung

Terdapat lubang anus

Genetalia terdapat penis, ada lubang uretra, skrotum lengkap.

Pergerakan kaki dan tangan lemah, jari-jari tangan dan kaki lengkap.

  k.    Pemantauan kondisi bayi telah dilakukan:

Keadaan umum bayi baik

RR: 48 kali permenit

N : 128 kali permenit

T : 36,80 C

Terdapat reflek menghisap

3.    Pembahasan

Pada evaluasi kasus asfiksia pada By.Ny.M tidak terdapat kesenjangan antara

tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada teori yang disampaikan oleh

nurhayati langkah evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan dari asuhan

dan pada kasusnya evaluasi dilakukan dengan hasil yang baik.

BAB V

PENUTUP

 A.  KESIMPULAN

Setelah melakukan “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir yaitu By.Ny.M

Umur 0 Hari dengan Asfiksia di BPS Desi Andriani.Amd, Keb Teluk Betung

Utara Bandar Lampung Tahun 2013”. Maka penulis dapat menyimpulkan kasus

tersebut sebagai berikut:


1.    Didapatkan hasil dari pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu bayi baru lahir secara

pervaginam, lahir pada tanggal 22 mei 2013, pukul 12:40 wib, warna kulit

kebiruan, tonus otot lemah, usaha bernafas megap-megap.

2.    Didapatkan diagnosa dari hasil pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu “Bayi baru

lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan segera setelah lahir, dengan asfiksia”,

masalah yang muncul pada kasus ini yaitu bayi baru lahir pervaginam dengan

warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, dan usaha bernafas megap-megap

serta kebutuhan yaitu langkah awal resusitasi

3.    Didapatkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi apabila masalah pada

By.Ny.M tidak teratasi berupa henti nafas

4.    Telah dilaksanakan antisipasi sebagaimana dijelaskan dalam teori yaitu langkah

awal resusitasi berupa JAIKAP untuk mencegah terjadinya diagnosa potensial

yaitu terjadinya henti nafas.

5.    Didapatkan rencana asuhan kebidanan yang diberikan pada By.Ny.M dengan

asfiksia yaitu tindakan langkah awal resusitasi, dan asuhan pasca resusitasi.

6. Tindakan asuhan kebidanan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat yaitu dengan tindakan resusitasi, namun hanya sampai pada langkah awal

resusitasi yaitu JAIKAP dan dilanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi.

7. Hasil evaluasi terhadap By.Ny.M yaitu bayi telah menangis kuat, warna kulit

kemerahan serta tonus otot sudah baik.

B.  SARAN

1.    Bagi insrtitusi pendidikan


Diharapkan dengan disusunnya karya tulis ilmiah ini keefektifan proses belajar

dapat ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan

pengetahuan mahasiswa dalam hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan

dapat menerapkan dan mengaplikasikan hasil dari studi yang telah didapat pada

lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber ilmu dan bacaan

yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi yang dapat

digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah pada semester

akhir berikutnya.

2.    Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan

dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku

kuliah dan dilahan praktek.

  3.    Bagi Lahan Praktik

Diharapkan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih

meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya

pada kasus Asfiksia dan Dengan adanya karya tulis ilmiah ini diharapkan di BPS

dapat lebih meningkatakan kualitas pelayanan secara komprehensif khususnya

dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga AKB dapat

diturunkan.

  

DAFTAR PUSTAKA

Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani. 2008.
editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. – Jakarta : EGC
Dewi, Vivian Nanny lia.2011.AsuhanNeonates
BayidanAnakBalita.Jakarta :SalembaMedika
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM
Soepardan,Suryani.2009.Konsepkebidanan.Jakarta : EGC
Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka
Rukiyah, Ai yeyeh, LiaYulianti. 2010. Asuhan Neonates BayidanBalita.
Jakarta :Salembamedika
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010.ilmu kebidananpenyakitkandungandan KB.Jakarta :
EGC
Sulistyawati,Ari.EstiNugraha .2010.
AsuhanKebidananpadaIbuBersalin.Jakarta :SalembaMedika
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmubedahkebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
http://www.Hukum Kewenangan Bidan.com
http://yulianasept. Blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia,html

Anda mungkin juga menyukai