Anda di halaman 1dari 35

REFERAT ILMU PRNYAKIT DALAM

Disusun oleh
Aldy Bachtiar Hidayat
222011101134

Dokter Pembimbing
dr. Suryono,Sp.JP (K)-FIHA, FAsCC.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


KSM/LAB ILMU PENYAKIT DALAM
RSD. DR. SOEBANDI JEMBER
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………i


HALAMAN JUDUL …………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………...1
BAB 2 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….2
2.1 Definisi …………………………………………………………..3
2.2 Embriologi ginjal ….…………………………………………….4
2.3 Fisiologi ginjal ………………………………………………...…5
2.4 Filtrasi ginjal …………………………………………………..…7
2.5 Gangguan pada ginjal………………………………………….....8
2.6 Pompa Na,K,ATPase……………………………………………21
2.7 Obat Diuretik ………………………………………….………..22
2.8 SGLT2 Inhibitor ………………………….…………………….31
2.9 Produksi Renin …………………………………………………32
BAB 3 KESIMPULAN ……………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………21
BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal merupakan sepasang organ retroperitoneal yang integral


menggunakan homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan,
termasuk keseimbangan fisika serta kimia. Ginjal merupakan sepasang organ
tubuh yang mempunyai peranan penting yaitu sebagai penyaring darah dan hasil
metabolisme tubuh dengan cara membuang cairan yang berlebih, mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit (natrium dan kalium), selain itu ginjal
memiliki fungsi sebagai mengatur tekanan darah serta merangsang pembentukan
sel darah merah (Kusuma et al., 2019).
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. Kadar ureum dan kreatinin yang tinggi dapat menyebabkan komplikasi
tambahan yaitu menyebabkan syock uremikum yang dapat berlanjut menjadi
kematian. Pengukuran ureum serum dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas
penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. Kreatinin adalah hasil pemecahan
kreatin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot.
Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan
kreatinin dan fungsi ginjal. Serum kreatinin digunakan untuk mengukur
kemampuan filtrasi glomerulus dan memantau perjalanan penyakit ginjal.
Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena hasil
metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak
direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal. (Rosner, 2019)
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60
mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Kemenkes RI, 2017). Gagal ginjal
kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung selama beberapa tahun). (Masriadi, 2018)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi ginjal


Ginjal adalah organ didalam tubuh yang berfungsi untuk menyaring
kelebihan cairan dan zat-zat lain dari aliran darah di dalam pembuluh darah
(Nugrahaeni, 2020). Ginjal merupakan salah satu organ penting pada tubuh yang
membantu produksi sel-sel darah merah, melakukan controlling pada tubuh,
membantu tulang tetap kuat sera memproduksi hormon yang berfungsi dalam
proses pengaturan pada sistem metabolisme tubuh. Ginjal mendapat suplai darah
arteri yang dikeluarkan oleh aorta abdominal.

Ginjal adalah organ berbentuk kacang, dengan cekungan medial dan


cembung lateral, dengan berat antara 150 hingga 200g pada pria dan sekitar 120
hingga 135g pada wanita. Dimensinya biasanya panjang 10 sampai 12 cm, lebar 5
sampai 7 cm, dan tebal 3 sampai 5 cm. Setiap ginjal berukuran sebesar kepalan
tangan tertutup. Mereka terletak retroperitoneal pada dinding perut posterior dan
ditemukan antara proses transversal T12 dan L3. Kedua kutub atas biasanya
berorientasi sedikit medial dan posterior relatif terhadap kutub bawah. Jika kutub
ginjal bagian atas berorientasi ke lateral, ini bisa menunjukkan ginjal tapal kuda
atau massa ginjal kutub superior. Selanjutnya, ginjal kanan biasanya posisinya
sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri, kemungkinan karena hati.
Ginjal terdiri dari dua bagian anatomis: korteks dan medula. Korteks
terdiri dari sel-sel ginjal, tubulus berbelit-belit, tubulus lurus, tubulus pengumpul,
saluran pengumpul, dan pembuluh darah. Sinar meduler, terdiri dari tubulus lurus
dan saluran pengumpul, meluas ke korteks dari medula. Medula juga
mengandung vasa recta, jaringan kapiler yang terintegrasi dengan sistem
pertukaran arus balik. Piramida adalah struktur berbentuk kerucut yang dibentuk
oleh kumpulan tubulus di medula, berorientasi dengan dasar menuju korteks dan
apeks menuju hilus. Papila di apeks piramid meluas ke calyces minor dan
mengalir melalui saluran pengumpul di ujungnya, area cribrosa. Sebuah saluran
pengumpul dan kelompok nefron yang mengalir disebut sebagai lobulus.
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Ada sekitar 2 juta nefron per ginjal
orang dewasa. Sebuah arteriol aferen memasok jaringan lengkung kapiler yang
disebut glomerulus, yang dikelilingi oleh epitel lapis ganda, kapsul Bowman,
untuk secara kolektif membentuk sel darah ginjal. Sebuah arteriol eferen
mengeringkan glomerulus dan menjadi vasa recta yang memasok tubulus ginjal.
Distal ke kapsul Bowman secara berurutan: tubulus berbelit-belit proksimal,
tubulus lurus proksimal atau tungkai turun tebal dari lengkung Henle, tungkai
turun tipis dari lengkung Henle, tungkai tipis naik dari lengkung Henle, tubulus
lurus distal atau berpikir tungkai naik lengkung Henle, tubulus kontortus distal,
tubulus pengumpul, duktus pengumpul kortikal, duktus pengumpul meduler,
duktus papiler, kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal, dan ureter. Tubulus
dimulai di korteks, turun ke medula, membuat putaran seperti jepit rambut di
bagian tipis lengkung Henle, dan naik menuju korteks di dekat sel ginjal aslinya.
Sawar filtrasi glomerulus korpuskel ginjal terdiri dari endotelium kapiler
glomerulus berfenestrasi, membran basement glomerulus (GBM), dan lapisan
visceral kapsul Bowman yang mengandung podosit yang memanjang di sekitar
kapiler. Proses kaki yang memanjang dari podosit terhubung, meninggalkan
ruang di antara mereka yang disebut celah filtrasi yang ditutupi oleh celah
diafragma. GBM terdiri dari lamina rara eksterna, lamina rara interna, dan lamina
densa. Lapisan parietal kapsul Bowman terdiri dari epitel skuamosa sederhana.
Itu dipisahkan dari lapisan visceral oleh ruang Bowman. Sel mesangial terletak di
seluruh sel ginjal di luar kapiler. Aparatus juxtaglomerular terdiri dari sel
mesangial khusus di luar korpuskel ginjal, sel juxtaglomerular, dan makula densa.
Tungkai menaik yang tebal kembali ke glomerulus aslinya, membentuk sel-sel
khusus yang berbatasan dengan arteriol aferen yang disebut makula densa.
Ginjal melakukan beberapa fungsi penting termasuk ekskresi produk
limbah seperti amonia dan urea, pengaturan elektrolit, dan keseimbangan asam-
basa. Mereka memainkan peran penting dalam kontrol tekanan darah dan
pemeliharaan volume intravaskular melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Mereka bertanggung jawab atas reabsorpsi asam amino, elektrolit, kalsium,
fosfat, air, dan glukosa, serta sekresi hormon kalsitriol dan eritropoietin.

2.2 Embriologi Ginjal


Ginjal mamalia berkembang dari mesoderm perantara. Perkembangan ginjal
(nephrogenesis) berkembang dalam tiga fase berturut-turut: pronephros,
mesonephros, dan metanefros. Pronephros, yang terletak di daerah serviks, terdiri
dari unit ekskresi vestigial (nephrotom) pada awal minggu keempat
perkembangan yang mengalami kemunduran pada akhir minggu keempat. Saat
pronephros mengalami regresi, mesonefros berasal dari mesoderm perantara dari
toraks atas ke segmen lumbar atas. Ini terdiri dari unit ekskresi yang memanjang,
membentuk lingkaran, dan mengembangkan kapiler untuk membentuk sel ginjal
(glomerulus dikelilingi oleh kapsul Bowman). Tubulus ekskretoris diterima oleh
saluran pengumpul yang disebut saluran mesonefrik atau Wolffian. Dua organ
bilateral hadir kira-kira pada minggu keenam.
Metanephros, primordia ginjal permanen, muncul pada minggu kelima dan
terdiri dari unit ekskretoris yang berasal dari mesoderm metanefrik. Duktus
Wolffian keluar untuk membentuk tunas ureter, yang distimulasi oleh interaksi
antara penghambat tirosin kinase RET dan faktor neurotropik turunan glial
(GDNF) dan antara penghambat tirosin kinase MET dan faktor pertumbuhan
hepatosit (HGF). Produksi GDNF dan HGF diatur oleh WT1, sebuah faktor
transkripsi yang diekspresikan oleh mesenkim metanefrik.Mutasi pada gen WT1
pada 11p13 menyebabkan tumor Wilms dan berhubungan dengan sindrom lain.[1
Kegagalan interaksi antara tunas ureter dan mesenkim, yang dapat disebabkan
oleh mutasi pada gen yang mengatur GDNF, dapat menyebabkan agenesis ginjal
dan sindrom Potter. Dalam kondisi fisiologis normal, interaksi pensinyalan
menyebabkan dilatasi bud ureter menjadi pelvis ginjal dan ureter dan kemudian
terbagi menjadi calyces mayor pada akhir minggu keenam. Pemisahan awal tunas
ureter dapat menyebabkan bifid ureter. Tunas kemudian berasal dari calyces yang
dirangsang untuk membelah menjadi tubulus pada tujuh minggu dan diserap oleh
tubulus yang berkembang di pinggiran, menjadi calyces minor. Tubulus
pengumpul dari generasi ke generasi terus berkembang dan menyatu menjadi
piramida ginjal. Tubulus menginduksi tutup jaringan metanefrik melalui faktor
pertumbuhan fibroblast 2 (FGF2) dan protein morfogenetik tulang 7 (BMP7)
untuk membentuk tubulus berbentuk S dan kapiler yang menjadi
glomerulus.Glomerulus distal terhubung dengan tubulus penghubung dan
glomerulus proksimal berkembang menjadi kapsul Bowman di sekitarnya.
Tubulus memanjang menjadi tubulus berbelit-belit proksimal, lengkung Henle,
dan tubulus berbelit-belit distal. Tubulus dan sel darah ginjal ini semuanya terdiri
dari unit ekskresi fungsional (nefron). Nefron berfungsi dan memproduksi urin
pada minggu ke-12 dan terus terbentuk hingga terdapat sekitar 1 juta per ginjal
saat lahir.

2.3 Fisiologi Ginjal


Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal
kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang
diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan
dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di
kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan
memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan
lewat uretra (Sherwood, 2011)
Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar
membantu mempertahankan stabilitas cairan internal; Mempertahankan
keseimbangan H2O di tubuh; Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang
sesuai, terutama melalui regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk
mencegah fluks-fluks osmotic masuk atau keluar sel, yang masing- masing dapat
menyebabkan pembengkakkan atau penciutan sel yang merugikan; Mengatur
jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk natrium (Na+), klorida
(Cl-), kalium (K+), calcium (Ca2+), ion hydrogen (H+), bikarbonat (HCO3-),
bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian besar elektrolit ini dalam CES dapat
berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ CES dapat
menyebabkan disfungsi jantung yang mematikan; Mempertahankan volume
plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah
arter. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam
keseimbangan garam (Na+ dan cl-) dan H2O; Membantu mempertahankan
keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+
dan HCO3- di urin; Mengeluarkan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa)
metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan
menumpuk maka bahan-bahan sisa ini menjadi racun, terutama bagi otak;
Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida,
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh; Menghasilkan
eritropoietin, suatu hormone yang merangsang produksi sel darah merah;
Menghasilkan rennin, suatu hormone enzim yang memicu suatu reaksi berantai
yang penting dalam pengehmatan garam oleh ginjal; Mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktifnya (Sherwood, 2016).
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui 3 cara, yaitu filtrasi glomerulus,
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Fungsi utama ginjal adalah untuk zat sia
metabolisme serta zat-zat lain yang berbahaya bagi tubuh sambil
mempertahankan konstituen darah yang masih berguna (Sherwood, 2016).

2.4 Filtrasi Glomerulus


Komponen tubulus berawal dari kapsul bowman suatu invaginasi
berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan
dari kapiler glomerulus. Dari kapsul bowman, cairan yang difiltrasi mengalir ke
dalam tubulus proksimal, yang seluruhnya terletak di dalam korteks dan
membentuk gulungan-gulungan rapat sepanjang perjalannya. Segmen berikutnya
adalah ansa henle membentuk lengkung huruf U tajam yang masuk kedalam
medula ginjal.sel-sel tubulus dan vascular membentuk apparatus jukstalomerulus,
suatu struktur yang terletak di samping glomerulus berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal. Setelah apparatus juksta glomerulus, tubulus kembali
membentuk kumpalan erat menjadi tubulus distal, yang berada di dalam korteks.
Tubulus distal mengalirkan isinya ke dalam duktus atau tubulus koligentes. Setiap
duktus koligentes berjalan ke dalam medula untuk mengosongkan cairannya ke
dalam pelvis ginjal (Sherwood, 2016)
Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin yaitu filtrasi
glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus adalah
langkah pertama pembentukan urin. Sekitar 125 ml filtrat glomerulus terbentuk
secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180
liter setiap hari, hal ini berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume
plasma sekitar 65 kali sehari. Bahan- bahan bermanfaat bagi tubuh dikembalikan
ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang
direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk di sirkulasi. Proses
ketiga yaitu sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan- bahan dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme
untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi
sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler
peritubulus dan memindahkan ke bahan yang sudah ada di tubulus sebagai hasil
filtrasi (sherwood, 2016). Eksresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari
tubuh ke dalam urin. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan
tetapi tidak direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk
diekskresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh (sherwood, 2016).

2.5 Gangguan pada ginjal


2.5.1 Gagal ginjal akut
A. Definisi
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom ditandai oleh penurunan yang
cepat pada laju filtrasi glomerulus (LFG) dalam waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu disertai akumulasi zat sisa metabolism nitrogen. Sindrom ini
sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin, ureum serum, disertai
dengan penurunan output urin (Mohsenin, 2017). Cedera ginjal akut didefinisikan
ketika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi : Serum kreatinin naik sebesar ≥
0,3 mg/dL atau ≥ 26,5μmol /L dalam waktu 48 jam atau; Serum kreatinin
meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau dianggap telah
terjadi dalam waktu satu minggu atau; Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam
berturut-turut (Mohsenin, 2017).
Tabel I adalah table klasifikasi gagal ginjal akut yang dibuat oleh Kidney
Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) pada tahun 2012. Klasifikasi
dibuat berdasarkan kenaikan kadar kreatinin (Cr) serum dan penurunan urine
output (UO). Berdasarkan klasifikasi tersebut kenaikan kadar kreatinin serum ≥
0,3 mg/Dl dan penurunan urine output <0,5mL/kg/jam sebagai ambang definisi
dari GGA (GGA tahap I). Penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi
ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam (Mohsenin, 2017)

B. Etiologi
Banyak penyebab gagal ginjal akut, diklasifikasikan kedalam 3 hal, yaitu;
prerenal, renal dan postrenal, sebagai berikut: Apakah sebelumnya terdapat batu,
pernah mengalami trauma; pernah mendapat radiasi didaerah pelvik. Apakah
terdapat hipertropi prostat. GGA Pre renal: Kelainan kelompok ini banyak terjadi
pada kasus bedah akut. sebagai berikut: hal-hal yang dapat menyebabkan
kehilangan cairan misalnya; dari traktus gastrointestinal, drain, kehilangan
incensible, diuretik, prosedur bedah. GGA renal (parenkim): Kelainan ini
sekunder karena perubahan pada glomerulus, pembuluh darah atau peradangan.
GGA post-renal: disebabkan oleh obstruksi intrarenal dan ekstrarenal (Makris K
& Spanou L, 2016). Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh pengunaan obat-
obatan, salah satunya adalah kotrimoksazol. Efek samping dari kotrimoksazol
apabila digunakan dalam dosis berlebih ialah dapat menyebabkan terjadinya
gagal ginjal akut (Phazayattil GS & Shirali AC , 2014).
C. Epidemiologi
Gagal ginjal akut (GGA) menjadi komplikasi medis di Negara
berkembang, terutama pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare,
penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa
bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan
diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih
tinggi dari insiden stroke (Unitate State Renal Data System, 2015). Mortalitas
pasien dengan GGA dan memerlukan hemodialisis masih tinggi. Angka kematian
pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah 30-40% walaupun sudah dikelola
dengan baik. Jika dilakukan tindakan bedah dan anestesia nilai ini meningkat
sampai lebih dari 60%; untuk bedah yang berat seperti laparatomi eksplorasi
dapat mencapai 90% (Makris K & Spanou L, 2016).

D. Patofisiologi
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab gagal ginjal akut yaitu
penurunan perfusi ginjal (pre-renal), penyakit intrinsik ginjal (renal), dan
obstruksi renal akut (post renal) (Awdishu & Wu, 2017). Gagal Ginjal Akut Pre
Renal yaitu pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme
otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan
air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum
terjadi kerusakan struktural dari ginjal (Awdishu & Wu, 2017).
Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal) yaitu
berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut intra
renal, yaitu : pembuluh darah besar ginjal, glomerulus ginjal, tubulus ginjal
(nekrosi tubular akut), dan intersisiel ginjal (Awdishu & Wu, 2017). Gagal ginjal
akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh
keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular
yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi
kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi: Peningkatan Ca2+
sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas
terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi; Terjadi
peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular
ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan
prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-
sintase; Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler
adhesion molecule-1 dan P- selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan
perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-
sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR (Awdishu & Wu, 2017).
Salah satu penyebab tersering GGA intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang
dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih
jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari
kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah
(Awdishu & Wu, 2017).
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) d
protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis
ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal
terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau
obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi (Awdishu
& Wu, 2017)

E. Diagnosis
Pendekatan Diagnosis Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI
sesuai dengan yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan
apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan
akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua
keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun
dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik
dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah
pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuankomplikasi. Pemeriksaan
Klinis Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-renal,
renal dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperiksa:
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penilaian awal dengan teliti untuk mencari penyebabnya seperti misalnya
operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi
tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
b. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis
misalnya anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal
kronis.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal
Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal
yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien rawat selalu
diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan adanya
kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada GGA berat dengan berkurangnya fungsi
ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan
sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang
berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan kompensasi 18
pernapasan Kussmaul. Umumnya manifestasi GGA lebih didominasi oleh factor-
faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
d. Pemeriksaan kreatinin serum
Assessment pasien dengan AKI a. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal
ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum
kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG karena tergantung dari produksi
(otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh ginjal b. Volume urin. Anuria
akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gagal ginjal akut,
yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun
demikian, volume urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya
hampir selalu disertai oliguria

2.5.2 Chronic Kidney Disease (CKD)


A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang
menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang
ditandai adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan (Hanggraini dkk, 2020). Chronic
Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah
satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini
disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal (Ulianingrum, 2017).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CKD merupakan
suatu penyakit perubahan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible
yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala
yang dapat disebabakan oleh berbagai hal dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.

B. Tanda dan gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan Chronic Kidney Disease (CKD) menurut
Guswanti (2019) antara lain :
a. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin –
angiotensin - aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
Sedangkan menurut Ismail (2018) tanda gejala CKD dibagi menjadi 7 yaitu:
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri
usus seperti ammonia dan melil guanidine serta sembabnya mukosa usus.
2)Faktor remik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri dimulut menjadi amoni sehingga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom.
2) Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
3) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
4) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
5) Bekas-bekas garukan karena gatal.

c. Sistem Hematologi
1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: Berkurangnya
produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu
makan yang berkurang, perdarahan, dan fibrosis sumsum tulang akibat
hipertiroidism sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. d. Sistem saraf dan otot
3 ) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu
digerakkan.
4) Burning Feet Syndrome rasa kesemutan dan seperti terbakar terutama ditelapak
kaki.
3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi, tremor,
asteriksis, mioklonus, kejang.
4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal.

e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat
penimbunan cairan hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.

f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wnita tibul gangguan menstruasi,
gangguan ovulasi, sampai amenore.
2) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak.
4) Gangguan metabolisme vitamin D.

g. Gangguan Sistem Lain


1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis fibrosia
dan klasifikasi metastasik.
2) Asidosis metaboli akakibat penimbuna asam organik sebagai hasil
metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Chronic Kidney
Disease (CKD), antara lain (Monika, 2019):
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: Biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
1) AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 )
2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis
d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin) 1) BUN/ Kreatinin :
Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal 0,5-1,5 mg/dL; 45-
132,5 μmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L; urine: 40-220 mEq/L/24
jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/Lm [unit SI]) meningkat
e. Urine rutin
1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna:secara abnormalurine keruh,disebabkan bakteri partikel koloid
dan fosfat.
4) Sedimen:kotor,kecoklatanmenunjukanadanyadarah,Hb,mioglobin,porfirin.
5)Berat jenis kurang dari1.015 (menetap pada1,015)menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
f. EKG
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit
dan
asam basa.
g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan
pelvis
ginjal, pengangkatan tumor selektif.
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02
menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

D. Penatalaksanaan
Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi
tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya
diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat
badan, urine serta pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240
gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari
kalium dan garam.
4)Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada
tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi
(Guswanti, 2019).
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari
pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat
kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat
ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
b. Dialisis
Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan:
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi
yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan
sisa metabolisme yang lain (Guswanti, 2019).
d. Operasi
1)Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
2.6 Pompa Na K ATPase
Pompa Na+ K+ adalah ATPase transmembran elektrogenik yang pertama kali
ditemukan pada tahun 1957 dan terletak di membran plasma luar sel; di sisi
sitosol. Na+ K+ ATPase memompa 3 Na+ keluar dari sel dan 2K+ ke dalam sel,
untuk setiap ATP tunggal yang dikonsumsi. Membran plasma merupakan lipid
bilayer yang tersusun asimetris, mengandung kolesterol, fosfolipid, glikolipid,
sphingolipid, dan protein di dalam membran. Pompa Na+K+-ATPase membantu
mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial membran dalam sel.
Natrium dan kalium bergerak melawan gradien konsentrasi. Pompa Na+ K+-
ATPase mempertahankan gradien konsentrasi natrium yang lebih tinggi secara
ekstraseluler dan tingkat kalium yang lebih tinggi secara intraseluler. Gradien
konsentrasi yang berkelanjutan sangat penting untuk proses fisiologis di banyak
organ dan memiliki peran berkelanjutan dalam menstabilkan potensial membran
istirahat sel, mengatur volume sel, dan transduksi sinyal sel. Ini memainkan peran
penting pada proses fisiologis lainnya, seperti pemeliharaan penyaringan produk
limbah di nefron (ginjal), motilitas sperma, dan produksi potensial aksi saraf.
Selanjutnya, konsekuensi fisiologis menghambat Na + -K + ATPase berguna dan
target dalam banyak aplikasi farmakologis. Na, K-ATPase adalah protein
perancah penting yang dapat berinteraksi dengan protein pensinyalan seperti
protein kinase C (PKC) dan fosfoinositida 3-kinase.
Gradien natrium dan kalium berfungsi dalam berbagai proses fisiologis sistem
organ. Ginjal memiliki tingkat ekspresi Na, K-ATPase yang tinggi, dengan
tubulus distal yang berbelit-belit mengekspresikan hingga 50 juta pompa per sel.
Gradien natrium ini diperlukan ginjal untuk menyaring produk limbah dalam
darah, menyerap kembali asam amino, menyerap kembali glukosa, mengatur
kadar elektrolit dalam darah, dan mempertahankan pH. Sel sperma juga
menggunakan Na, K-ATPase, tetapi mereka menggunakan isoform berbeda yang
diperlukan untuk menjaga kesuburan pada pria. Sperma membutuhkan Na, K
ATPase untuk mengatur potensi membran dan ion, yang diperlukan untuk
motilitas sperma dan fungsi akrosom sperma selama penetrasi ke dalam sel telur.
Otak juga membutuhkan aktivitas NA, K ATPase. Neuron membutuhkan pompa
Na, K ATPase untuk membalikkan fluks natrium postinaptik untuk membangun
kembali gradien kalium dan natrium yang diperlukan untuk memicu potensial
aksi. Astrosit juga membutuhkan Na, pompa K ATPase untuk mempertahankan
gradien natrium karena gradien natrium mempertahankan pengambilan kembali
neurotransmitter. Na, K ATPases dalam materi abu-abu mengkonsumsi sejumlah
besar energi, hingga tiga perempat energi diserap oleh Na, K ATPases dalam
materi abu-abu sementara hanya seperempat dari total energi yang digunakan
untuk sintesis protein dan sintesis molekuler.
Na+-K+ ATPase memainkan peran penting dalam patofisiologi tiroid. Pada
hiperparatiroidisme, terjadi peningkatan intoleransi panas, peningkatan keringat,
dan peningkatan penurunan berat badan akibat peningkatan sintesis Na+-K+
ATPase yang diinduksi oleh hormon tiroid yang berlebihan. Sintesis Na+-K+
ATPase yang meningkat ini kemudian meningkatkan laju metabolisme basal,
yang kemudian meningkatkan konsumsi oksigen, laju pernapasan, suhu tubuh,
dan kalorigenesis

2.7 Obat Diuretik


Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilahdiuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urinyang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan udem yang berarti mengubahkeseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.Proses diuresis
dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)yang
terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja
sebagaisaringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa.
Ultrafiltrat yangdiperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit
ditampung di wadah, yangmengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul
Bowman) dan kemudian disalurkan kepipa kecil. Di sini terjadi penarikan
kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangatpenting bagi tubuh,
seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na + . Zat-zat inidikembalikan
pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak
bergunaseperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk
sebagian besar tidakdiserap kembali.Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung
di suatu saluran pengumpul (ductus coligens),di mana terutama berlangsung
penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandungkemih dan ditimbun
sebagai urin.Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5. Osmotik (manitol, urea)

A. Inhibitor karbonik anhydrase


Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO 2 +H 2 O H 2
CO 3 .Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa
lambung, mata,eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.Inhibitor
karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan
tekananintraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus,
bukan sebagaidiuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus
proksimal (nefron) denganmencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat),
natrium, kalium, dan air semua zat inimeningkatkan produksi urine.Yang
termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan
meatzolamid. Asetazolamid Farmakodinamika Efek farmakodinamika yang
utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonikanhidrase secara
nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahanterbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada.Asetazolamid memperbesar ekskresi K
+ , tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapisaja, sehingga pengaruhnya
terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid. Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran
cerna, kadarmaksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui
ginjal sudah sempurnadalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh
tubuli dan sebagian direabsorpsi/secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada
karbonik anhidrase, sehingga terakumulasidalam sel yang banyak mengandung
enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal.Distribusi penghambat
karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzimkarbonik
anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke
dalamsel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh
melalui urin. Efek Samping dan kontraindikasi Pada dosis tinggi dapat timbul
parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamidmempermudah
pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar
kalsiumdalam urin tidak berubah atau meningkat.Asetazolamid
dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasimental
pada penderita sirosis hepatis.Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam,
reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesirenal mirip reaksi sulfonamid.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selam kehamilan karena pada hewan
percobaan obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik. Indikasi Penggunaan
utama adalah menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit
glaukoma.Asetazolamid juga efektif untuk mengurangi gejala acute mountain
sickness.Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat
untuk alkalinisasiurin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat
asam lemah. Sediaan dan posologi Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125
mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
B. Loop Diuretik
Loop Diuretik Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat,
furosemid dan bumetanid.Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan
secara oral maupun parenteral denganhasil yang memuaskan. Furosemid atau
asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masihtergolong derivat
sulfonamid.Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida,
dan kalium pada segmentebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi
pembawa klorida. Obat ini termasukasam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan
digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema,serta oliguria yang disebabkan
oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kaliumdiperlukan selama
menggunakan obat ini. Mekanisme kerja : Secara umum dapat dikatakan bahwa
diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yanglebih pendek dari
tiazid.Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada
bagian dengan epiteltebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari
membran lumen pada parsascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl-
menurun Farmakokinetik Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna,
dengan derajat yang agak berbeda-beda.Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan
bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikatpada protein plasma secara
ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepatsekali disekresi
melalui system transport asam organic di tubuli proksimal.Kira-kira 2/3 dari asam
etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalambentuk utuh
dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-
asetilsistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid
diekskresi dengan carayang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid.
Kira-kira 50% bumetaniddiekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai
metabolit. Efek samping Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat
dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
sering terjadi
2. Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang
terjadi.Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat
daripada furosemid. Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak
diperlukan. Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun
menetap. Ketulian sementaradapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada
bumetanid. Ketulian ini mungkin sekalidisebabkan oleh perubahan komposisi
eletrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakansuatu efek samping unik
kelompok obat ini.Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan
bersihan litium. Indikasi Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam
etakrinat, karena ganguan saluran cernayang lebih ringan. Diuretik kuat
merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibatgangguan jantung, hati atau
ginjal. Sediaan Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-
200 mg per hari. SediaanIV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1
mg/kgBB. Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan
preparat suntikan.Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis
anak 2mg/kgBB, bila perludapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB. Bumetanid.
Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg sehari.
Dosismaksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi
dengan dosis IVatau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam
maksimum 10mg/kg.
C. Tiazid Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya
klouretik maksimal yangsebanding.Merupakan Obat diuretik yang paling banyak
digunakan. Diuretik tiazid, sepertibendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal
tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkanreabsorpsi natrium dan klorida, yang
meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selainitu, kalium hilang dan
kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi,gagal jantung
ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik.Obat-obat diuretik yang
termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,hidroflumetiazid,
bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid,klortalidon,
kuinetazon, dan indapamid. Farmakodinamika Efek farmakodinamika tiazid yang
utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dansejumlah air. Efek
natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorbsielektrolit
pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan
darahbukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung
terhadap arteriolsehingga terjadi vasodilatasi. Mekanisme kerja : bekerja pada
tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan
menghambatkotransporter Na+/Cl- pada membran lumen. Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak
setelah 1 jam.Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati
sawar uri. Dengan proses aktif,tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke
dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jamsudah diekskresi dari badan. Efek
samping
1. Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai
fotosensitivitas dan kelainandarah.
2. Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita
diabetes yanglaten.Ada 3 faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya
sekresi insulin terhadappeninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya
glikogenolisis dan berkurangnyaglikogenesis.
3. Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan
mekanisme yangtidak diketahui.
4. Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid
langsungmegurangi aliran darah ginjal. Indikasi Tiazid merupakan diuretik
terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringansampai sedang. Ada
baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada penderitayang juga
mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya hipokalemia
yangmemudahkan terjadinya intoksikasi digitalis Merupakan salah satu obat
penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggalatau dalam
kombinasi dengan obat hipertensi lain. Pengobatan diabetes insipidus terutama
yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria padapenderita dengan batu kalsium
pada saluran kemih. Sediaan Sediaan dan dosis golongan tiazid dapat

Efek samping
1. Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas
dan kelainandarah.
2. Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita
diabetes yang laten.
Ada 3 faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya sekresi insulin
terhadappeninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis dan
berkurangnyaglikogenesis. Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan
trigliserid plasma dengan mekanisme yangtidak diketahui.4. Gejala infusiensi
ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsungmegurangi
aliran darah ginjal. Indikasi. Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan
udem akibat payah jantung ringansampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi
dengan diuretik hemat kalium pada penderitayang juga mendapat pengobatan
digitalis unruk mencegah timbulnya hipokalemia yangmemudahkan terjadinya
intoksikasi digitalis.2. Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan
hipertensi, baik sebagai obat tunggalatau dalam kombinasi dengan obat hipertensi
lain.3. Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan
hiperkalsiuria padapenderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.

D. Hemat kalium Diuretik


Diuretik hemat kalium membantu mempertahankan kalium menyebabkan
diuresis tanpa kehilangan kaliumdalam urine.Yang termasuk dalam klompok ini
antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid. Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteronialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta
memperbesar ekskresikalium.Yang merupakan antagonis aldosteron adalah
spironolakton dan bersaing dengan reseptortubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatanekskresi air serta
natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop.
Diuretikyang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja
pada duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi
kalium dengan membloksaluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini
digunakan bersamaan dengandiuretik yang menyebabkan kehilangan kalium
serta untuk pengobatan edema pada sirosishepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat
golongan diuretik kuat. Mekanisme kerja Penghambatan kompetitif terhadap
aldosteron.Bekerja di tubulus renalis rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+,
sekresi K+ dan sekresiH+ Farmakokinetik 70% spironolakton oral diserap di
saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik danmetabolisme lintas
pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalamiinterkonversi
enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif. Efek samping Efek toksik yang
paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bilaobat
ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek
toksikini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan
tiazid pada penderitadengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping
yang lebih ringan dan reversibeldiantranya ginekomastia, dan gejala saluran
cerna Indikasi Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan
hipertensi dan udem yangrefrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik
lain dengan maksud mengurangiekskresi kalium, disamping memperbesar
diuresis. Sediaan dan dosis Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50
dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar antara25-200mg, tetapi dosis efektif sehari
rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.Terdapat pula sediaan
kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid25mg, serta
antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg. Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan
eksresikalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami
perubahan.Triamteren menurunkan ekskresi K + dengan menghambat sekresi
kalium di sel tubuli distal.Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih
mudah larut dalam air sehingga lebihmudah larut dalam air sehingga lebih
banyak diteliti.Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini
hanya diberikan oral. Efekdiuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam.
Amilorid dan triameteren per oral diserapkira-kira 50% dan efek diuresisnya
terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam. Efek samping Efek toksik
yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia. Triamteren
jugadapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki,
dan pusing.Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu
mual, muntah, diare dansakit kepala. Indikasi Bermanfaat untuk pengobatan
beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat biladiberikan bersama
dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid. Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari.
Untuk tiappenderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.Amilorid
terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan
kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat
dalambentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
D. Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit
yang mudah dan cepatdiekskresi oleh ginjal.Contoh dari diuretik osmotik
adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.Suatu zat dapat bertindak sebagai
diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :1. Difiltasi secara bebas oleh
glomerulus2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal3. Secara
farmakologis merupakan zat yang inert4. Umumnya resisten terhadap
perubahan-perubahan metabolik.Diuresis osmotik merupakan zat yang secara
farmakologis lembam, seperti manitol (satugula). Diuresis osmotik diberikan
secara intravena untuk menurunkan edema serebri ataupeningkatan tekanan
intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelahoverdosis obat.
Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam
(yangdifiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut
terjadiDiuretik osmotik mempunyai tempat kerja : • Tubuli proksimalDiuretik
osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambatreabsorpsi
natrium dan air melalui daya osmotiknya. • Ansa enleDiuretik osmotik ini
bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natriumdan air
oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun. • Duktus
KoligentesDiuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan
caramenghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash
out,kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain. Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak
mengalamimetabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi
tubuli bahkan praktisdianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan
secara IV. Indikasi Manitol digunakan misalnya untuk :1. Profilaksis gagal
ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung,
lukatraumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga
menderita ikterus berat2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan
intraokuler atau cairan serebrospinal Efek samping .Manitol dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif. Sediaan dan dosis Untuk sediaan IV
digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1.000ml. dosis
untukmenimbulkan diuresis ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus
selama 24 jamdengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis
sebanyak 30-50ml per jam.Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan
dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yangdiberikan melalui infus selama 3-5
menit.bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masihkurang dari 30 ml
per jam dalam 2-3 jam.Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan
operasi atau mengatasi oliguria, dosis totalmanitol untuk orang dewasa ialah
50-100g. Kontraindikasi Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal
dengan anuria, kongesti atau udem paruyang berat, dehidrasi hebat dan
perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukankraniotomi. Infus manitol
harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsiginjal yang
progresif, payah jantung atau kongesti paru

2.8 Obat SGL2 Inhibitor


Flux-coupling transportasi natrium dan glukosa dalam epitel
diusulkan sekitar 60 tahun yang lalu oleh Robert Crane dan akhirnya
identitas protein SGLT pertama ditentukan oleh kloning ekspresi pada akhir
1980-an. Sejak saat itu 12 anggota SLC5 yang lebih besar ini keluarga gen
(termasuk enam anggota SGLT) telah dikloning dari manusia dan fungsi
fisiologisnya masih ditentukan. Meskipun SGLT2 dikloning lebih dari 25
tahun yang lalu, farmakologi dan fungsi transporter pada tingkat molekuler
baru menjadi jelas. dalam beberapa tahun terakhir. Inhibitor SGLT2 berbeda
dari agen oral antihiperglikemik lainnya dengan menawarkan mekanisme
aksi yang tidak tergantung insulin. Mereka mengurangi glukosa darah
melalui glikosuria dan natriuresis yang diprakarsai oleh penghambatan
reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal ginjal. Studi farmakodinamik telah
mengungkapkan bahwa penghambat SGLT2 disaring dari darah melalui
glomerulus dan menunjukkan efek penghambatannya secara eksklusif pada
sisi ekstraseluler ginjal. membran plasma. Pekerjaan terbaru yang
menentukan perbedaan antara
SGLT2 dan SGLT1 telah mengidentifikasi situs pengikatan Na+ tambahan di
SGLT1 yang tidak ada di SGLT2. Dengan menggunakan pendekatan
pemodelan molekuler, diusulkan bahwa situs pengikatan Na+ kedua di
SGLT1 mencegah obat turunan phlorizin terapeutik saat ini dari pengikatan
ke SGLT1, menjelaskan efek penghambatan yang lebih rendah pada fungsi
transportasi
Uji coba EMPA-REG OUTCOME melaporkan bahwa penggunaan
empagliflozin menghasilkan penurunan risiko rawat inap sebesar 35% untuk
gagal jantung kongestif dan penurunan risiko kematian akibat kardiovaskular
sebesar 38% . Penelitian ini tidak membedakan antara hasil gagal jantung
sistolik dan diastolik. Dihipotesiskan bahwa efek diuretik dan natriuretik
empagliflozin bertanggung jawab atas efek pengurangan risiko kardiovaskular.
Sebuah penelitian pada hewan baru-baru ini menemukan empagliflozin
mengurangi tekanan darah, meningkatkan dilatasi atrium kiri dan
meningkatkan kontraktilitas ventrikel kiri. Ada juga peningkatan signifikan
secara statistik pada fibrosis jantung dan modulasi gen yang terlibat dalam
metabolisme asam lemak. Percobaan RECEDE-CHF (Renal and
Cardiovascular Effects of SGLT2 inhibisi dalam kombinasi dengan loop
Diuretik pada pasien diabetes dengan Gagal Jantung Kronis) saat ini sedang
menyelidiki efek diuretik dan natriuretik dari Empagliflozin 25mg bila
dikombinasikan dengan furosemide.

2.9 Produksi Renin


Sel juxtaglomerular (JG), hadir dalam arteriol aferen ginjal,
mengandung prorenin. Aktivasi sel JG menyebabkan pembelahan prorenin
menjadi renin.
\

Aktivasi prorenin terjadi di ginjal oleh enzim seperti proconvertase 1


dan cathepsin B. Renin matang disimpan dalam butiran sel JG dan dilepaskan
ke sirkulasi oleh empat rangsangan utama:
1. Perubahan perfusi ginjal yang dirasakan oleh mekanisme transduser
tekanan di arteriol aferen (peregangan rasa dari mekanoreseptor dinding
arteriol)
2. Pengiriman natrium dan klorida ke tubulus berbelit-belit distal (DCT) yang
dirasakan oleh makula densa
3. Peningkatan aliran beta-simpatis bekerja melalui reseptor adrenergik beta-1,
terutama pada posisi tegak
4. Umpan balik negatif dari faktor humoral seperti angiotensin I, kalium
(pelepasan renin meningkat akibat hipokalemia dan menurun akibat
hiperkalemia), dan ANP (atrial natriuretic peptide)
Oleh karena itu, kondisi yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal dan
penurunan kandungan natrium tubular menyebabkan pelepasan enzim renin ke
dalam aliran darah. Waktu paruh aktivitas renin dalam sirkulasi adalah 10-15
menit. Renin adalah enzim pembatas laju pada RAAS.
BAB III
KESIMPULAN

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai peran penting
dalam sistem ekskresi dan sekresi pada tubuh manusia. Apabila ginjal gagal
melakukan fungsinya, maka akan terjadi kerusakan pada pembuluh ginjal
sehingga ginjal tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan zat – zat
kimia di dalam tubuh. Zat kimia akan masuk kedalam tubuh dan menimbulkan
penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal yang terjadi secara menahun akan
menyebabkan penyakit gagal ginjal kronis. Gagal ginjal kronis dapat mengancam
jiwa karena dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang sering di temukan
pada pasien Gagal ginjal kronis antara lain: anemia, osteodistofi ginjal, gagal
jantung, dan disfungi ereksi. Pasien yang terdiagnosis gagal ginjal kronis harus
menjalani hemodialisis untuk memberihkan toksik dalam tubuhnya
Daftar Pustaka

Arumgham VB, Shahin MH. Penggunaan Terapeutik Agen Diuretik. [Diperbarui


2023 Mei 29]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
Penerbitan StatPearls; 2023 Jan-. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557838/
Dalal R, Bruss ZS, Sehdev JS. Physiology, Renal Blood Flow and Filtration.
[Updated 2022 Jul 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482248/
Ogobuiro I, Tuma F. Physiology, Renal. [Updated 2022 Jul 25]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-
Sherwood,Lauralee. (2016). Human Physiology : from cells to system, Ninth
Edition (9 th. Ed). USA: Cengange Learning.
Simes, B. C., & MacGregor, G. G. (2019). Sodium-Glucose Cotransporter-2
(SGLT2) Inhibitors: A Clinician's Guide. Diabetes, metabolic syndrome
and obesity : targets and therapy, 12, 2125–2136.
https://doi.org/10.2147/DMSO.S212003
Fountain JH, Kaur J, Lappin SL. Physiology, Renin Angiotensin System.
[Updated 2023 Mar 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470410/
Padda IS, Mahtani AU, Parmar M. Sodium-Glucose Transport Protein 2 (SGLT2)
Inhibitors. [Updated 2023 May 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK576405/
Persson P. B. (2003). Renin: origin, secretion and synthesis. The Journal of
physiology, 552(Pt 3), 667–671.
https://doi.org/10.1113/jphysiol.2003.049890

Anda mungkin juga menyukai