Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN DEWASA: SISTEM ENDOKRIN, PENCERNAAN,

PERKEMIHAN DAN IMUNOLOGI

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS
MEDIS SEROSIS HEPATIS DI PAVILION FLAMBOYAN RSUD UNDATA
PALU

oleh:
Nur Laili Izza Maratu Sholihah
212310101130

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSTAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
APRIL, 2023
KEPERAWATAN DEWASA: SISTEM ENDOKRIN, PENCERNAAN,
PERKEMIHAN DAN IMUNOLOGI

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS
MEDIS SEROSIS HEPATIS DI PAVILION FLAMBOYAN RSUD UNDATA
PALU

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa: Sistem Endokrin,
Pencernaan, Perkemihan, dan Imunologi dengan Dosen Pengampu Ns. Jon Hafan
Sutawardana, M.Kep, Sp.Kep.MB.

oleh:
Nur Laili Izza Maratu Sholihah
212310101130

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSTAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
APRIL, 2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
ridho-Nya dan yang telah memberi pertolongan terhadap hamba-Nya untuk
menyelesaikan tugas berjudul ‘Laporan Pendahuluan: Asuhan Keperawatan Klien
Dewasa dengan Diagnosis Medis Serosis Hepatis di Pavilion Flamboyan RSUD
Undata Palu’ untuk menyelesaikan tugas pendahuluan asuhan keperawatan klien
dewasa dengan Serosis Hepatis pada Mata Kuliah Keperawatan Dewasa: Sistem
Endokrin, Pencernaan, Perkemihan, dan Imunologi.

Laporan ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, maka dengan
ini penuis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep, Sp.Kep.MB. selaku dosen pengampu tugas
‘Laporan Pendahuluan: Asuhan Keperawatan Klien Dewasa Dengan Diagnosis
Medis Serosis Hepatis di Pavilion Flamboyan RSUD Undata Palu’ dalam Mata
Kuliah Keperawatan Dewasa: Sistem Endokrin, Pencernaan, Perkemihan, dan
Imunologi Kelas C Angkatan 2021.
2. Diri sendiri yang telah berusaha dalam pengerjaan laporan ini sehingga laporan
dapat terselesaikan.

Penulis berharap bahwa laporan ini dapat disetujui dan menjadi bernilai di
kemudian hari. Penulis sadar akan ketidaksempurnaan yang penulis miliki. Maka dari
itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan pada laporan ini. Kritik dan
saran yang mendukung sangat diharapkan oleh penulis dari semua pihak agar ke
depannya penulis tidak melakukan kesalahan yang sama.

Jember, 10 September 2022


Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Hati


Hati merupakan salah satu organ terbesar di dalam tubuh manusia yang
terletak pada sebelah kanan atas rongga abdomen dan hati menempati bagian
terbesar region hipokardiak di bawah diafragma. Hati menjadi kelenjar
terbesar manusia dengan beratnya yang ±1500-2000 gram. Berat pada pria
dewasa antara 1,4 – 1,6 kg (1/36 berat badan) dan pada wanita dewasa antara
1,2 – 1,4 kg. Ukuran hati yang normal pada orang dewasa yaitu Panjang
kanan kiri 15 cm, tinggi bagian kanan (ukuran superior-inverior) 15 – 17 cm,
tebal (ukuran anteroposterior) 12 – 15 cm (Widowati H. & Rinata E., 2020).
Pada kondisi normal permukaan hati berwarna coklat kemerahaan karena
kaya akan persediaan darah. Selain itu, hati memiliki konsistensi yang padat
dan kenyal.
Hati terbagi menjadi 4 lobus. 2 lobus utama yang mana pada salah
satunya berukuran paling besar dan terletak di regio hipokandrium kanan
yaitu disebut lobus dekstra, sedangkan lobus sinistra terletak di regio
epigastric dan hipokondrium kiri yang berukuran lebih kecil dari lobus
dekstra. Lobus dekstra dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh
fisura segmentalis dekstra yang tidak terlihat dari luar. Sedangkan lobus
sinistra dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamen falsiformis
yang terlihat dari luar. Sedangkan 2 lobus lainnya yaitu lobus caudatur dan
lobus quadratus.
Dalam hati terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis disebut sebagai
kapsula Glisson, dan bagian terluar hati ditutupi oleh peritoneum. Selain itu,
terdapat dua pembuluh darah yang mengelilingi bagian perifer lobbulus hati
yaitu (Widowati H. & Rinata E., 2020):
a. Arteri hepatica
Yang mana arteri ini keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah pada
hati yang memiliki kejenuhan 95-100% masuk ke hati untuk membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan vena yang pada akhirnya akan
keluar sebagai vena hepatica
b. Vena porta
Vena yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior. Vena ini
menghantarkan 4/5 darah ke hati yang memiliki kejenuhan 70% sebab
beberapa oksigen telah diambil oleh limfe dan usus. Darah ini berfungsi
sebagai pembawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi mukosa dan
usus halus.
Hati memiliki peran yang penting dalam tubuh manusia, adapun yang
menjalankan fungsi hati adalah sel hepatosit. Berikut merupakan berbagai
fungsi hati manusia dalam tubuh, diantaranya yaitu:
a. Memproduksi dan mengekskresikan empedu
b. Sebagai penampung darah
c. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
d. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah
e. Membantu metabolism lemak
f. Membantu metabolism protein
g. Metabolism vitamin dan mineral
h. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh
i. Mempertahankan suhu tubuh
1.2 Definisi
Sirosis hepatis merupakan suatu infeksi hati kronis yang disebabkan
oleh kerusakan sel-sel hati bersama dengan fibrosis dan nodul penghasil
infeksi. Serosis hepatis terjadi akibat mekanisme kerusakan hati yang
menyebabkan peradangan nekro dan fibrosis. Secara histologi, sirosis
hepatis ditandai dengan regenerasi nodular difus yang dikelilingi oleh septa
fibrotic padat dengan kolaps struktur hati berikutnya yang dapat
menyebabkan terjadinya distorsi arsitektur vascular di hati (Singh et al.,
2022).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati yang bersifat laten sehingga sering
dijumpai pada seiring bertambahnya usia dan terjadinya perubahan patologis
yang berkembang lambat hingga akhirnya timbul gejala yang menandakan
terjadinya sirosis hepatis. Penyebab utama yang paling umum pada penyakit
serosis hepatis ini adalah alcohol, hepatitis B dan hepatitis C. Pada pasien
dengan riwayat hepatitis, memerlukan waktu 10 hingga 30 tahun untuk
perubahan dari hepatis kronik menjadi sirosis hepatis. Sedangkan, penderita
sirosis hepatis umumnya tidak memeriksakan sebelum gejala penyakitnya
terlihat (Lovena, Miro & Efrida, 2017). Selain itu, konsumsi alcohol yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya kerusakan hati yang bersifat
irreversible seperti sirosis hepatis beserta komplikasinya (Danastri, 2013).
1.3 Epidemiologi
Kasus terjadinya sirosis hepatis lebih umum dari pada yang
diperkirakan sebelumnya. Secara global pada tahun 2017 lebih dari 160 juta
orang terkonfirmasi menderita sirosis hepatis dan lebih dari 0,8 juta pasien
sirosis hepatis meninggal disetiap tahunnya. Sirosis hepatis telah menjadi
salah satu dari 10 penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia
(Ye et al., 2022). Menurut WHO 2010, tercatat kematian akibat sirosis
hepatis di Eropa mencapai 170.000 kematian per tahun sedangkan di
Amerika Serikat mencapai 33.539 kematian per tahunnya. Selain itu, di
Inggris juga mengalami insiden sirosis hepatis dengan jumlah yang
mencapai 16,99 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Kasus di
Inggris tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2005-2006 hingga 2014-
2015 sebesar 48,6%.
Sedangkan di Indonesia berdasarkan data dari WHO 2018, kasus sirosis
hepatis yang tercatat pada tahun 2000 hingga 2016 sejumlah 26,9 juta kasus
dengan pravelansi 47,4% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit
pemerintah dengan penyakit hati. Berdasarkan data Riskesdas 2018,
prevalensi sirosis hepatis berdasarkan diagnosis di Provinsi Jawa Barat
adalah 0,4%. Sedangkan prevalensi tertinggi kasus ini berada di Provinsi
Papua yang mencapai 0,7%.
1.4 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis ini beraneka ragam, namun kebanyakan
penderita sirosis berawal dari mengidap penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang
berhubungan dengan kebiasaan minum alcohol berlebih atau obesitas.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B menjadi
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50%, diikuti oleh
virus hepatitis C sebesar 30-40% kasus, sedangkan 10-20% disebabkan oleh
factor lainnya (Mishra et al., 2020). Dengan demikian, factor risiko
menderita sirosis hepatis yaitu:
a. Konsumsi alkohol
Konsumsi alcohol yang menahun dapat mengakibatkan kerusakan hati
akut seperti terjadinya nekrosis atau degenerasi lemak yang mana
apabila berkelanjutan dapat mengalami kerusakan kronis berupa sirosis
hati.
b. Hepatitis B dan C
Hepatitis B dan C merupakan virus hepatitis kronis yang dapat
menyebabkan radang pada hati. Sirosis hepatis ini merupakan bentuk
lanjutan atau bisa disebut sebagai komplikasi dari virus hepatitis B dan
hepatitis C.
c. Obesitas atau Diabetes
Pada orang yang mengalami obesitas atau menderita diabetes memiliki
risiko lebih tinggi terkena sirosis hepatis karena kondisinya yang dapat
mengakibatkan terjadinya penumpukkan lemak pada hati (fatty liver).
d. Hepatitis autoimun
Hepatitis autoimun ini merupakan peradangan hati yang terjadi karena
sistem kekebalan tubuh yang menyerang hepatosit atau epitel biller.
Apabila tidak mendapatkan tindakan medis segera maka dapat
menyebabkan sirosis pada hati bahkan gagal hati (mengalami kerusakan
fungsi hati yang berat).
e. Hemakromatis
Hemakromatis merupakan kondisi ketika kadar zat besi dalam tubuh
terlalu banyak dan apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan
adanya penumpukkan zat besi di dalam organ yang dapat menimbulkan
sirosis hati.
f. Penyakit metabolic seperti Wilson’s disease
Penyakit Wilson merupakan terjadinya penumpukkan tembaga dalam
hati karena kegagalan dalam proses metabolism.
g. Antritipsin alfa-1, kondisi dimana terjadinya penumpukkan protein
abnormal pada hati yang apabila berkelanjutan dan tidak segera
ditangani dapat mengalami sirosis hati.
h. Glikogen storage disease
Merupakan salah satu kelainan hati yang menyebabkan hati tidak dapat
menyimpan dan memecah glikogen
i. Genetik
Kelainan genetic ini seperti Alagille syndrome yang terjadi pada bayi
dan anak usia dini dengan kondisi saluran empedu yang menghambat
aliran darah ke hati
1.5 Klasifikasi
Berdasarkan morfologinya, sirosis hepatis dibagi menjadi tiga yaitu
(Sharma B. & John S., 2022):
1) Sirosis mikronodular
Sirosis mikronodular yaitu ditandai dengan ukuran nodul-nodul yang
berdiameter kurang dari 3 mm. Penyebab sirosis ini biasanya karena
alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi biliaaris dan obstruksi aliran
vena hepatic.
2) Sirosis makronodular
Sirosis makronodular yaitu ditandai dengan ukuran nodul-nodul yang
berdiameter lebih dari 3 mm. Penyebab dari sirosis ini biasanya karena
hepatitis C, hepatitis B kronis, defisiensi alfa-1 antitripsin, dan sirosis
biliaris primer.
3) Sirosis campuran
Sirosis campuran merupakan gabungan dari sirosis mikronodular dan
makronodular, dimana akan terjadi evolusi dari sirosis mikronodular
menjadi sirosis makronodular.
Berdasarkan fungsionalnya, sirosis hepatis dibagi menjadi dua yaitu
(Lovena et al., 2017):
1) Sirosis kompensasi
Sirosis kompensasi yaitu terjadinya kerusakan pada hati, namun masih
dapat melakukan berbagai fungsi tubuh yang penting. Pada umumnya,
penderita sirosis kompensasi ini mengalami sedikit gejala atau bahkan
tanpa gejala sekaligus dapat hidup bertahun-tahun tanpa adanya
komplikasi
2) Sirosis dekompensasi
Sirosis dekompensasi yaitu ketika hati mengalami kerusakan yang parah
secara luas dan tidak dapat menjalankan fungsi tubuh yang penting. Pada
umumnya penderita sirosis dekompensasi akan mengalami berbagai
gejala dan komplikasi serius yang dapat mengancam nyawa.
1.6 Patofisiologi
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan
adanya pergantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang menyebar dan
mengganggu fungsi dan struktur hati. Fibrosis terbentuk dengan proses yang
bertahap. Ketika terjadi nekrosis sel hati maka akan mengakibatkan
poliferasi jaringan fibrosa lalu munculnya nodul-nodul yang lama kelamaan
akan mengganggu hepatic lobus dan sirkulasi darah. Setelah itu, organ hati
akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk dan ukuran, pengerasan,
dan sirosis.
Sirosis hepatis dapat terbentuk melalui kelainan jaringan parenkim hati
yang mengakibatkan hipertensi portal maupun hypoalbuminemia sehingga
terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler, perpindahan cairan ke ekstrasel
sehingga dapat menyebabkan kelebihan volume cairan. Kelebihan volume
cairan tersebut ditandai dengan akumulasi dalam rongga perut (asites) dan
edema perifer. Asites dan edema perifer dapat mengakibatkan gangguan
permasalahan ekspansi paru sehingga mengalami ketidakefektifan pola
nafas. Selain itu, sirosis hepatis dapat mengganggu fungsi hati yaitu adanya
gangguan metabolism bilirubin yang dapat menyebabkan feses pucat, urine
gelap, penumpukan garam empedu dibawah kulit, priuritas dan
menimbulkan masalah kerusakan integritas kulit, risiko perdarahan
gastrointestinal seperti hematemesis melena, masalah nyeri akibat inflamasi
akut. Selain itu, fungsi hati dalam metabolism zat besi juga mengalami
gangguan yang menyebabkan penurunan produksi darah merah. Dimana
kondisi tersebut juga berdampak pada gangguan intoleransi aktivitas.
1.7 Manifestasi Klinis
Berdasarkan sumber-sumber yang ada, terdapat beberapa gejala beserta
tanda terjadinya sirosis hepatis. Berikut merupakan gejala awal sirosis
hepatis (Singh et al., 2022):
a. Merasa lelah atau lemah
b. Nafsu makan menurun
c. Berat badan menurun tanpa upaya
d. Mual dan muntah
e. Sakit ringan atau ketidaknyamanan di sisi kanan atas perut
Apabila fungsi hati semakin memburuk maka akan menimbulkan
berbagai gejala lanjutan yaitu:
a. Mudah memar dan berdarah
b. Kebingungan, kesulitan berpikir, kehilangan ingatan, perubahan
kepribadian atau gangguan tidur
c. Bengkak pada ekstermitas bawah
d. Bengkak pada perut akibat penumpukan cairan yang biasa disebut
asites
e. Kulit gatal parah
f. Urine berubah menjadi gelap
g. Muntah darah
h. Sklera dan kulit berwarna kekuning-kuningan
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis sirosis hepatis (Martin & Friedman, 2018),
diantarnya yaitu:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Tes ini akan menunjukkan adanya penurunan kadar Hb
(anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia. Pemeriksaan darah ini menegaskan bahwa
penyakit sirosis hepatis juga dapat mempengaruhi produksi sel
darah.
b. Pemeriksaan Albumin
Tes ini akan menghasilkan kadar albumin yang rendah, hal
tersebut membuktikan bahwa kemampuan sel hati yang
berkurang. Kurangnya kadar albumin karena kemampuan sel
hati yang berkurang beriringan dengan adanya peningkatan
globulin
c. Pemeriksaan CHE (Kolinesterase)
Pemeriksaan CHE dapat menilai kemampuan sel hati, yang
mana apabila terjadi kerusakan hati maka nilai CHE akan turun.
d. Pemeriksaan Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin dapat meningkatkan factor risiko
perdarahan
e. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Peningkatan kadar gula darah pada sirosis hati lanjutan
disebabkan karena sel hati kurang dalam membentuk glikogen
2) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Ultrasonografi Abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi ukuran hati,
mendeteksi pembesaran hati dan asites serta mengidentifikasi
nodul hati. Ultrasonografi digunakan untuk pemeriksaan
doppler yang bertujuan untuk mengevaluasi aliran darah melalui
hati dan limpa
b. Endoscopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan tabung tipis
dimana pada ujungnya terdapat kamera yang menempel
gunanya untuk melihat keadaan organ hati dan mendeteksi
adanya sirosis.
c. Biopsy hati
Pemeriksaan ini tidak harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis sirosis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mensayat
sedikit pada kulit dengan menggunakan jarum tipis Panjang dan
mengarahkannya ke hati untuk mengangkat sampel sel-sel hati.
d. CT-Scan
CT-Scan dilakukan dengan peralatan sinar-X khusus untuk
menampilkan serta menentukan ukuran hepar dan nodus pada
permukaan yang tidak teratur.
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis untuk menangani sirosis hepatis yaitu dengan
mengurangi progresifitas dari penyakit seperti menghindarkan bahan-bahan
yang dapat menambah kerusakan pada hati serta mencegah dan menangani
komplikasi yang dapat terjadi. Penatalaksanaan sirosis hepatis ini pada
umumnya dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi
yang dapat dialami. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara non
farmakologis dan farmakologis.
A. Non Farmakologis
1. Merubah gaya hidup yang lebih sehat
Pada penderita sirosis hepatis, perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan sesuai dengan factor risiko penyakit diantaranya yaitu:
a. Menghindari minum alcohol
b. Berhenti merokok
c. Menurunkan berat badan supaya tetap ideal pada penderita yang
mengalami obesitas
d. Melakukan olahraga teratur untuk mengurangi kehilangan otot
e. Menjaga PHBS untuk menghindarkan diri dari terjadinya infeksi
2. Perubahan pola makan
Pada umumnya, penderita sirosis hepatis mengalami malnutrisi
sehingga makan makanan yang sehat dan seimbang dapat membantu
pemenuhan nutrisi. Pada penderita sirosis dapat melakukan diet
rendah garam dan pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per
hari. Pembatasan garam dilakukan untuk tidak memperburuk gejala
asites (penimbunan cairan dalam rongga perut). Sedangkan, diet
cairan diberikan pada penderita sirosis hepatis untuk mencegah
terjadinya pendarahan saluran cerna. Selain pembatasan garam dan
cairan, penderita sirosis hepatis membutuhkan kalori dan protein
ekstra dari makanan. Ketika hati mengalami kerusakan maka hati
tidak dapat menyimpan glikogen, yang merupakan salah satu jenis
energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Ketika hal tersebut terjadi, maka
jaringan otot akan bekerja ekstra sehingga menyebabkan hilangnya
dan kelemahan otot (NHS, 2020).
B. Farmakologis
Terapi farmakologis menjadi andalan untuk menangani komplikasi yang
dialami penderita sirosis hepatis jangka Panjang. Berikut merupakan
berbagai terapi farmakologis dalam menangani komplikasi yang terjadi,
diantaranya yaitu (Kockerling et al., 2019):
1. Beta-blocker
Satu-satunya golongan yang disetujui dalam pengobatan portal
hipertensi jangka Panjang yaitu non-selective beta-blocker (NSBB).
Sebagaimana yang telah dibuktikan dalam beberapa uji coba, NSBB
ini secara efektif dapat menurunkan risiko perdarahan varises dan
perdarahan ulang. Dalam penelitian (Sari, 2020) mengatakan bahwa
saat ini banyak tersedianya beta-blocker yang memiliki efektivitas
sama. Beta-blocker yang sering diresepkan yaitu metoprolol,
atenolol, carvedilol, nebivolol, dan propranolol.
2. Laktulosa dan Rixafimin
a. Laktulosa merupakan jenis disakarida yang tidak dapat diserap
ini direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena terbukti
efektif dalam penarikan produksi ammonia. Mengingat ammonia
merupakan terlibat dalam pathogenesis enselopati hepatis yang
menyebabkan neurotoksisitas langsung dan pembengkakan
astrositik. Laktulosa dimetabolisme menjadi asam laktat oleh
bakteri kolon, menghasilkan pengasaman usus. Lingkungan
asam mendorong transfer amonia dari jaringan ke dalam lumen
usus dan menghambat pertumbuhan koliform
amoniagenik. Selain itu, efek katarsis bantuan laktulosa dalam
mengurangi beban bakteri usus.
b. Rixafimin merupakan jenis disakarida yang memberikan efek
katartis dan penurunan ammonia yang dapat mengobati
enselopati hepatis akut. Selain itu, rifaximin dapat mencegah
terjadinya infeksi sekunder pada penderita sirosis hepatis.
3. Diuretic
Komplikasi sirosis hepatis paling umum yaitu asites atau
penimbunan cairan dalam rongga perut. Generasi aldosterone yang
berlebihan akibat vasodilatasi splanknik dan hipotensi sistemik
dianggap sebagai factor penyebab utama peningkatan reabsorpsi
natrium pada pasien sirosis dengan asites. Monoterapi spironolakton
dengan furosemide sebagai tambahan membuktikan lebih unggul
dari loop deuretik untuk manajemen asites awal dan mempotensiasi
diuresis pada asites berulang.
4. Proton Pump Inhibitor
Proton pump inhibitor sering diresepkan pada pasien dengan sirosis
yang menerima pengobatan multi-obat untuk perdarahan varises atau
gastropati hipertensi portal yang bertujuan untuk mencegah
komplikasi peptic.
5. Antikoagulan
Mengingat adanya penurunan factor antikoagulan yaitu antithrombin
III, protein S dan C berperan penting dalam menangani prokoagulan
pada penderita sirosis hepatis dengan tromboemboli vena dan
thrombosis vena splanknik yang lebih tinggi. Antikoagulasi berperan
potensial pada sirosis karena terbukti bahwa protein koagulasi dapat
mengaktifkan miofibroblas hati untuk mempercepat fibrogenesis.
Oleh karena itu, antikoagulan berperan lebih lanjut dalam
menghambat perkembangan fibrosis.
1.10 Pathway
Alkoholisme Virus Hepatitis B atau Factor genetik
C
Perlemakan pada hepatosit Inflamasi hepatosit kronis Autoimun sistem

Kerusakan hepatosit Kerusakan hepatosit Kerusakan hepatosit

Pembentukan jaringan parut (fibrosis)

Nyeri Inflamasi akut Sirosis Hepatis Kelainan jaringan


akut parenkim hati
Fungsi hati terganggu
Kronis

Gg. Metabolisme / absorbs / Gg. Metabolisme protein


sintesa Hipertensi portal

Sintesa albumin menurun


Gg. Metabolisme lemak & Asite
karbohidrat s
Tekanan osmotic menurun Ekspansi paru
Sintesa energi berkurang terganggu
Peningkatan cairan peritonium
Penurunan energi
Pola napas
tidak efektif
Keletihan dan Kelemahan asites

Hipervolemia (Kelebihan
Intoleransi Aktivitas Penekanan lambung volume cairan)

Mual muntah (intake cairan berkurang)

Deficit nutrisi
BAB 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan mulai dari
pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data-data yang diperoleh dari pasien
dan keluarga pasien yang bertujuan untuk menegakkan diagnose serta
memberikan rencana yang efektif dalam perawatan pasien.
A. Identitas Klien
Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, alamat, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku bangsal, tanggal masuk rumah sakit.
B. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari:
1. Diagnosis Medik
Sirosis Hepatis
2. Keluhan Utama
Klien sirosis hepatis biasanya dating ke rumah sakit dengan keluhan
lemas, cemas, mual, muntah, asites, edema kaki, sesak napas, nyeri
abdomen, gangguan BAB dan BAK.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sirosis hepatis biasanya muncul gejala-gejala seperti mengeluh
lemah, letih, otot lemah, kembung, mual, muntah, nyeri pada perut,
mengeluh perut semakin membesar, gangguan BAK, konstipasi,
sesak napas dll. Serta upaya yang dilakukan penderita sirosis hepatis
dalam mengatasi keluhan-keluhan tersebut.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Klien dengan sirosis hepatis biasanya memiliki riwayat hepatitis
kronis, riwayat autoimun, diabetes mellitus, obesitas yang pernah
dideritanya.
b. Kebiasaan/pola hidup/life style
Pada klien sirosis hepatis memiliki kebiasaan pola hidup yang
tidak sehat yaitu sebagai pecandu alcohol (alkoholisme),
pengguna obat-obatan yang dapat menyebabkan penurunan pada
fungsi hati.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien sirosis hepatis yang disebabkan oleh hepatitis kronis,
diabetes mellitus, autoimun, perlu dilakukannya pengkajian lebih
lanjut terhadap anggota keluarganya untuk mengetahui riwayat
penyakit tertentu, terutama pada masalah gangguan sistem
pencernaan dan sistem imun.
C. Pengkajian Keperawatan Pola Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien dengan sirosis hepatis biasanya terjadi perubahan persepsi dan
kebiasaan hidup sehat karena kurangnya pengetahuan terhadap
dampak yang dialami karena penyakitnya. Biasanya klien akan
terganggu terhadap dampak yang dialami tersebut. Dan klien sirosis
hepatis cenderung terganggu dengan kondisi diri dan masaalah
kesehatannya sekarang
2. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien dengan sirosis hepatis biasanya akan mengalami
penurunan berat bedan karena mual muntah, penurunan nafsu makan,
Hb lemah, mudah lelah karena sesak dan keseimbangan tubuhnya
terganggu. Hal ini dapat terjadi karena fungsi hati klien mengalami
gangguan sehingga tidak dapat menjalankan fungsi terkait
metabolism tubuh.
3. Pola eliminasi
Klien dengan sirosis hepatis pada pola eliminasi akan mengalami
gangguan karena kekurangan nutrisi. Pasien biasanya akan
mengalami BAB diare atau sembelit dan umumnya pada penderita
sirosis hepatis feses akan berwarna merah tanah liat, melena, dan
urine berwarna keruh pekat. Hal tersebut dapat terjadi pada klien
sirosis hepatis akibat adanya gangguan metabolism bilirubin dalam
hati.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada klien dengan sirosis hepatis akan mudah mengalami kelelahan,
keletihan, penurunan massa otot sehingga diperlukan bedrest total.
Maka dari itu, pola aktivitas dan latihan klien mengalami gangguan
perubahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Pada klien dengan sirosis hepatis biasanya mengalami gangguan
kualitas tidur akibat adanya kembung atau asites yang membuat klien
mudah terbangun dalam tidurnya.
6. Pola kognitif dan perseptual
Pada klien dengan Sirosis Hepatis saat terjadi perubahan status
kesehatan dapat mempengaruhi panca indra akibat efek samping obat
pada tahap proses penyembuhan
7. Pola persepsi diri
Perubahan fungsi tubuh, bentuk tubuh dan lamanya perawatan yang
pastinya terdapat biaya yang tidak sedikit akan mengakibatkan
penderita Sirosis Hepatis mengalami gangguan peran dan ideal diri.
Klien biasanya akan mengalami kelemahan, kecemasan, ketakutan,
perasaan tidak berdaya dan menyangkal kondisinya serta merasa tidak
ada harapan untuk sembuh
8. Pola peran dan hubungan
Pada klien Sirosis Hepatis biasanya akan mengalami perubahan peran
dan hubungan. Kondisi perubahan kesehatan yang dialami klien dapat
mengganggu hubungan interpersonal dan peran karena mengalami
hambatan dalam menjalankannya selama sakit.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Pada klien dengan Sirosis Hepatis biasanya tidak dapat menjalankan
hubungan seksualitas dengan baik dikarenakan klien mengalami
penurunan fungsi seksualitas seperti gangguan menstruasi bahkan
impoten yang ditandai dengan antropia testis, gynecomastria,
kerontokan rambut (dada, ketiak, dan genetalia).
10. Pola toleransi koping stress
Pada klien dengan Sirosis Hepatis biasanya mengalami dampak
psikologis yang disebabkan karena lamanya pengobatan, perawatan,
serta adanya penolakan terhadap kondisi dirinya yang menderita
penyakit berbahaya. Sehingga klien akan mengalami gangguan
seperti kecemasan, gelisah, mudah marah dan selalu memikirkan
penyakit yang dideritanya.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien dengan Sirosis Hepatis pada umumnya datang ke rumah sakit
dengan kondisi kesadaran composmentis. Penilaian GCS tetap perlu
diperhatikan. Klien dengan Sirosis Hepatis biasanya ditandai dengan
gejala nyeri abdomen, mual muntah, sesak napas, kelelahan dan
penurunan berat badan.
2. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital pada klien dengan Sirosis Hepatis menunjukkan
bahwa terdapat perubahan dari nilai normal klien. Biasanya akan
mengalami perubahan pada RR yang meningkat dan tekanan darah.
3. Pemeriksaan Head to Toe (Data fokus)
a. Kepala
Inspeksi: kepala simetris, tidak ada lesi, bentuk dan posisi kepala,
umumnya normal dan tidak menyebabkan gangguan pada kepala
Palpasi: mengkaji ada tidaknya nyeri tekan pada kepala klien,
umumnya tidak ada benjolan patologis ataupun nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi: melihat kesimetrisan mata kanan dan kiri, warna
konjungtiva, warna sklera mata. Biasanya pada klien dengan
Sirosis Hepatis konjungtivanya anemis, sklera ikterik dan mata
lembab.
Palpasi: mengkaji ada tidak ada nyeri tekan disekitar area mata.
Biasanya pada klien sirosis hepatis tidak ada nyeri tekan.
c. Mulut
Inspeksi: ada kelainan kongenital bibir (sumbing) atau tidak,
warna bibir, mukosa bibir, sianosis atau tidak, warna gigi dan
lidah. Biasanya pada penderita Sirosis Hepatis membrane
mukosanya kering dan ikterik serta bibirnya pucat.
Palpasi: mengkaji ada tidaknya nyeri tekan disekitar area bibir.
d. Leher
Inspeksi: melihat leher kanan kiri simetris atau tidak, apakah
terdapat pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya odema.
Palpasi: mengkaji ada tidaknya nyeri tekan
e. Dada
- Paru-paru
Inspeksi: melihat kesimetrisan dada, bentuk dan postur dada,
frekuensi nafas, irama nafas, kedalaman, dan upaya
pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan atau tidak,
RR mengalami peningkatan, lesi atau tidak, edema atau tidak.
Pada pasien dengan Sirosis Hepatis biasanya menggunakan
otot bantu napas.
Palpasi: memberikan getaran vocal fremitus kanan dan kiri
sama atau tidak dan melihat apakah ada fraktur oada costae
atau tidak. Biasanya pada klien Sirosis Hepatis vocal fremitus
kanan dan kiri sama.
Perkusi: pada klien sirosis hepatis akan mengalami resonansi
suara saat di perkusi apabila klien mengalami efusi pleura.
Asukultasi: pada klien sirosis hepatis umumnya terdengar
normal yaitu vesikuler di kedua paru.
- Jantung
Inspeksi: melihat tampak atau tidaknya ictus kordis.
Umumnya pada klien sirosis hepatis pergerakan apeks kordis
tidak terlihat.
Palpasi: menentukan letak ictus cordis apakah mengalami
pergeseran atau tidak. Umumnya pada klien sirosis hepatis
apeks kordis tidak teraba.
Perkusi: umumnya tidak terapat pembesaran jantung
Auskultasi: normal dan tidak terdapat suara bunyi jantung
ketiga
f. Abdomen
Inspeksi: Umumnya pada klien sirosis hepatis umbilicus
menonjol dan terdapat asites
Auskultasi: Umumnya pada klien sirosis hepatis bising usus
terdengar cepat
Palpasi: Umumnya pada klien sirosis hepatis sebagian besar
mudah teraba dan terasa keras. Terdapat nyeri tumpul dan terasa
berat pada epigastrum atas di kuadran kanan atas
Perkusi: Umumnya pada klien sirosis hepatis adanya suara
dullness
g. Ekstermitas
Umumnya pada klien sirosis hepatis ektermitas atas telapak
tangan mengalami hyperemesis (erythema palmare). Selain itu,
ditemukan edema pada ekstermitas bawah dan capillary refill
time > 2 detik
h. Genetalia
Inspeksi: melihat adanya alat bantu seperti kateter atau tidak,
melihat bentuk genetalia apakah normal atau ada benjolan yang
abnormal
Palpasi: apakah ada nyeri tekan di area genetalia
i. Sistem integument
Umumnya pada klien yang mengalami gangguan fungsi hati
dapat mengakibatkan bilirubin tidak terkonjugasi sehingga kulit
tampak ikterik. Selain itu, turgor kulit akan jelek dan terdapat
luka akibat edema
E. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Berikut merupakan table panduan nilai normal laboratorium. Umumnya
pada penderita sirosis hepatis akan memiliki nilai yang abnormal pada
pemeriksaan bilirubin, SGOT, SGPT, Protein total dan Albumin.
1. Bilirubin meningkat > 1.3 mg/dL
2. SGOT meningkat > 3-45 u/L
3. SGPT meningkat > 0-35 u/L
4. Protein total menurun dengan hasil dibawah nilai normal (6.1-8.2 gr%)
5. Albumin menurun dengan hasil dibawah nilai normal (3.5-5.2 mg/L)
2.2.Diagnose Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering didapatkan
berdasarkan teori mengenai penyakit Sirosis Hepatis, maka diagnose
keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien penderita Sirosis Hepatis
meliputi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2016):
1. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis: inflamasi
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
2.3.Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/Jam : 25 Desember 2022 jam: 17.00

NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN INTERVENSI PARAF


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL &
NAMA
1. Hipervolemia b.d gangguan Tujuan: Manajemen Hipervolemia (I.15506)
mekanisme regulasi d.d asites, Setelah dilakukan tindakan A
hipoalbumin, kadar hemoglobin keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi:
menurun (12,4 g/dL) serta kadar diharapkan status cairan
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis: ortopnea, Annisa
hematokrit menurun (36,8 %) membaik dengan kriteria hasil:
dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
Status Cairan (L.03028)
hepatojugular positif, suara napas tambahan)
1. Dispnea menurun (5)
2. Suara napas tambahan 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
menurun (5) 3. Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung,
3. Perasaan lemah menurun tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika
(5) tersedia
4. Kadar Hb membaik (5) 4. Monitor intake dan output cairan
5. Kadar Ht membaik (5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium,
6. Berat badan membaik (5) BUN, hematokrit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
(mis: kadar protein dan albumin meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik,
hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam


dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretic


2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu

2. Nyeri Akut b.d Agen Tujuan: Manajemen Nyeri (I.08238)


Pencendera fisiologis:
inflamasi d.d nyeri tekan pada
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, Edukasi: A
regio epigastrium dan diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun dengan kriteria hasil: Annisa
hipokondrium di abdomen kualitas, intensitas nyeri.
dengan skala nyeri 6, pasien Tingkat Nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
tampak meringis
menuntaskan aktivitas 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
meningkat (5) nyeri
2. Keluhan nyeri menurun
Terapeutik:
(5)
3. Meringis menurun (5) 1. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
4. Kesulitan tidur menurun suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(5) 2. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
5. Muntah menurun (5) strategi meredakan nyeri
6. Mual menurun (5) Edukasi:
7. Pola napas membaik (5)
8. Nafsu makan membaik 1.Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
(5) 2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Pola tidur membaik (5) 3.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Defisit nutrisi b.d Tujuan: Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi:
A
mengabsorbsi nutrient d.d
diharapkan status nutrisi
serum albumin menurun, 1. Identifikasi status nutrisi Annisa
membaik dengan kriteria hasil:
penurunan berat badan drastis
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(50 kg menjadi 40 kg), nyeri
1. Serum albumin 3. Identifikasi makanan yang disukai
abdomen, serta nafsu makan
meningkat (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
menurun. 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
2. Nyeri abdomen
menurun (5) 6. Monitor asupan makanan
3. Berat badan membaik 7. Monitor berat badan
(5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Indeks Massa Tubuh Terapeutik:
(IMT) membaik (5)
5. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
(5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida
6. Bising usus membaik makanan)
(5) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi:

1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis:


Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
4. Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: Manajemen Energi (I.05178)
Setelah dilakukan tindakan
kelemahan fisik d.d dispnea
dan pasien merasa lemas keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi
A
terus-menerus dan tidak diharapkan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
hilang ketika beristirahat meningkat dengan kriteria hasil: Annisa
kelelahan
Toleransi Aktivitas (L.03030) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam 3. Monitor pola dan jam tidur
melakukan aktifitas 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
sehari-hari meningkat aktivitas
(5) Terapeutik
2. Dispnea saat aktivitas
menurun (5) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis:
3. Dispnea setelah aktifitas cahaya, suara, kunjungan)
menurun (5) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
4. Perasaan lemah 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
menurun (5) 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1.Anjurkan tirah baring
2.Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3.Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

5. Pola nafas tidak efektif b.d posisi Tujuan: Pengaturan Posisi (I.01019)
tubuh yang menghambat ekspansi Setelah dilakukan tindakan A
paru d.d dispnea, penggunaan oto keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi
bantu pernapasan dan pernapasan diharapkan pola napas membaik
1. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah Annisa
cuping hidung dengan kriteria hasil:
mengubah posisi
Pola Napas (L.03030)
1. Dispnea menurun (5) 2. Monitor alat traksi agar selalu tepat
2. Penggunaan otot bantu Terapeutik
pernapasan menurun (5) 1. Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang
3. Pernapasan cuping tepat
hidung menurun (5) 2. Tempatkan pada posisi terapeutik
4. Frekuensi napas 3. Tempatkan objek yang sering digunakan dalam
membaik (5) jangkauan
5. Kedalaman napas 4. Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam
membaik (5) jangkauan
5. Sediakan matras yang kokoh/padat
6. Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
7. Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis: semi-
fowler)
8. Atur posisi yang meningkatkan drainage
9. Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
10. Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang cidera
dengan tepat
11. Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
12. Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih diatas level
jantung
13. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
14. Berikan bantal yang tepat pada leher
15. Berikan topangan pada area edema (mis: bantal
dibawah lengan atau skrotum)
16. Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi (mis:
tengkurap/good lung down)
17. Motivasi melakukan ROM aktif atau ROM pasif
18. Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai
kebutuhan
19. Hindari menempatkan pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
20. Hindari menempatkan stump amputasi pada posisi
fleksi
21. Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada
luka
22. Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah
posisi
23. Ubah posisi setiap 2 jam
24. Ubah posisi dengan Teknik log roll
25. Pertahankan posisi dan integritas traksi
Edukasi

1. Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi


2. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan
perubahan posisi
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum


mengubah posisi, jika perlu
2.4.Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan perencanaan keperawatan yang telah dibuat. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah intervensi telah sesuai disusun dengan kebutuhan pasien dan
ditujukan untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang diharapkan.
Implementasi keperawatan dilakukan dengan beberapa tahapan
diantaranya yaitu persiapan pada pasien menjadi tahap awal seorang perawat
sebelum memberikan asuhan keperawatan. Selanjutnya, tahap intervensi yang
mana perawat mulai memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada
pasien. Perawat melakukan tindakan sesuai dengan fungsinya diantaranya
independent, interdependen dan dependen. Selain itu, perawat juga
memastikan bahwa tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan
keperawatan yang telah dibuat.
2.5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan sistematis dan periodic setelah pasien
diberikan intervensi berdasarkan pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan
ini untuk mengetahui perubahan-perubahan pasien, serta pengkajian ulang
kondisi pasien. Evaluasi keperawatan dilaksanakan pada tahap akhir tindakan
keperawatan secara paripurna atau pendekatan SOAP, yaitu:
1. S (Subjektif) merupakan respon pasien setelah diberikan tindakan
keperawatan
2. O (Objektif) merupakan data pasien yang diperoleh dari observasi
langsung perawat setelah diberikan tindakan keperawatan
3. A (Analisis) merupakan menganalisis masalah yang ada dalam pasien
apakah sudah teratasi atau belum, serta menilai efektivitas dari
perencanaan dan pencapaian tujuan.
4. P (Planning) merupakan perencanaan keperawatan selanjutnya yang
disesuaikan dengan kesimpulan yang ditarik oleh perawat pada tahap
penentuan kesimpulan atau analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Danastri, C. N. (2013). Sirosis Hepatis Pada Pasien Dengan Riwayat Mengkonsumsi
Alkohol Kronik. Medula: Jurnal Profesi Kedokteran Universitas Lampung,
1(02), 19–26.
Kockerling, D., Nathwani, R., Forlano, R., Manousou, P., Mullish, B. H., & Dhar, A.
(2019). Current and future pharmacological therapies for managing cirrhosis and
its complications. World Journal of Gastroenterology, 25(8), 888–908.
https://doi.org/10.3748/wjg.v25.i8.888
Lovena, A., Miro, S., & Efrida, E. (2017). Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 5.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i1.636
Martin, P., & Friedman, L. S. (2018). Assessment of Liver Function and Diagnostic
Studies. In Handbook of Liver Disease (pp. 1–17). Elsevier.
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-47874-8.00001-8
Mishra, D., Dash, K. R., Khatua, C., Panigrahi, S., Parida, P. K., Behera, S. K., Barik,
R. K., Pradhan, S., Sahu, S. K., Thakur, B., & Singh, S. P. (2020). A Study on the
Temporal Trends in the Etiology of Cirrhosis of Liver in Coastal Eastern Odisha.
Euroasian Journal of Hepato-Gastroenterology, 10(1), 1–6.
https://doi.org/10.5005/jp-journals-10018-1312
NHS. (2020, June 29). Treatment -Cirrhosis. National Health Service : Great Britain.
https://www.nhs.uk/conditions/cirrhosis/treatment/#:~:text=The%20main%20tre
atments%20are%20cutting,tummy%20area%20with%20a%20tube.
Sari, O. M. (2020). Studi Penggunaan Obat Golongan Beta-Blocker Pada Pasien Rawat
Inap Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal Farmasi Udayana, 123.
https://doi.org/10.24843/JFU.2020.v09.i02.p07
Sharma B., & John S. (2022, October 31). Sirosis hati. Treasure Island (FL) :
Penerbitan StatPearls. https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK482419/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id
&_x_tr_pto=sc
Singh, G., Bala, S., Katoch, S., Kaur, L., Kumar, A., Kumar, A., Bharadwaj, A., &
Kurniullah, A. Z. (2022). Liver cirrhosis. International Journal of Health
Sciences, 5547–5559. https://doi.org/10.53730/ijhs.v6nS1.6109
Widowati Hesti, & Rinata Evi. (2020). BUKU AJAR ANATOMI. In Hanum Sri
Mukhoddim Faridah (Ed.), UMSIDA Press (First, pp. 106–108).
https://press.umsida.ac.id/index.php/umsidapress/article/view/1067/702
Ye, F., Zhai, M., Long, J., Gong, Y., Ren, C., Zhang, D., Lin, X., & Liu, S. (2022). The
burden of liver cirrhosis in mortality: Results from the global burden of disease
study. Frontiers in Public Health, 10. https://doi.org/10.3389/fpubh.2022.909455

Anda mungkin juga menyukai