138 977 1 PB
138 977 1 PB
ABSTRACT
A. PENDAHULUAN
1. Seputar pelaksanaan otonomi kalangan ilmuwan, politisi, dan
daerah di Indonesia pejabat publik.
Salah satu hasil reformasi yang Pada masa kemerdekaan atau
patut mendapatkan penghargaan masa Orde Lama misalnya,
yang besar adalah dikeluarkannya pernyataan tentang otonomi yang
perangkat hukum yang menjamin seluas-luasnya tercantum dalam UU
dilaksanakannya otonomi daerah No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun
secara nyata dan bertanggung 1948, dan disusul kemudian dengan
jawab. Meskipun otonomi daerah itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun
sendiri bukan merupakan hal baru 1957. Setahun sebelumnya juga
karena telah mendapatkan perhatian muncul undang-undang yang
sejak masa pemerintahan Soekarno mengatur perimbangan keuangan
bahkan sejak pemerintahan kolonial, antara pusat dan daerah, yaitu
tetapi bentuk ideal dan Undang-Undang No. 32 Tahun 1956.
implementasinya telah banyak Di era pemerintahan Orde Baru, kita
menimbulkan perdebatan di mengenal Undang-Undang Nomor 5
175
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
176
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
177
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
pengaruh Jakarta atau dalam hal ini menurut prakarsa sendiri berdasar-
Jawa, telah membuat pembangunan kan aspirasi masyarakat sesuai
daerah yang dijalankan selama dengan peraturan perundang-
pemerin-tahan Orde Baru tidak bisa undangan yang berlaku dan titik berat
dilepaskan dari bias pusat. Daerah otonomi diletakkan di daerah tingkat
tidak mempunyai ruang yang cukup II seperti telah ditegaskan dalam
untuk memelihara keunikan yang ada Undang-Undang No. 5 Tahun 1974.
di daerahnya. Secara filosofis landasan yang
Dengan melihat realita di atas, mendasari pelaksanaan desen-
maka munculnya TAP MPR N0. XV/ tralisasi dan otonomi daerah bahwa
MPR/1998 yang mengamanatkan otonomi dimaksudkan untuk
perlu diwujudkannya penyelengga- meningkatkan pelayanan publik dan
raan otonomi daerah, pengaturan, meningkatkan kesejahteraan
pembagian, dan pemanfaatan masyarakat melalui pemberian
sumber daya nasional yang kewenangan yang lebih besar
berkeadilan serta perimbangan kepada daerah. Melalui kewenangan
keuangan antara pemerintah pusat ini diharapkan akan tumbuh prakarsa
dan daerah dalam wadah Negara atau inisiatif dan kreativitas daerah
Kesatuan Republik Indonesia, yang untuk mendaya-gunakan potensi
ditindaklanjuti dengan dikeluarkan- setempat, dan menjadi semakin
nya produk Undang-Undang No. 22 responsif terhadap permasalahan-
Tahun 1999 tentang Pemerintahan permasalahan yang mereka hadapi.
Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 Dengan kata lain, melalui pelaksana-
tentang Perimbangan Keuangan an otonomi daerah ini, pemerintahan
antara Pemerintah Pusat dan daerah diharapkan akan semakin
Daerah, hendaknya dilihat dalam mampu bekerja secara efektif dan
konteks ini. Dengan kata lain, efisien dalam melayani dan meres-
keluarnya ketetapan MPR dan pon segala tuntutan masyarakat, dan
undang-undang otonomi daerah ini dalam menyelesaikan permasalah-
sebenarnya ditujukan untuk an yang ada (Soni Soemarsono,
menjawab kelemahan-kelemahan 2001).
yang muncul akibat pelaksanaan Ada beberapa hal pokok yang
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974. perlu digarisbawahi menyangkut
Hal ini dapat kita lihat dari spirit yang pelaksanaan otonomi. Pertama,
melingkupi pelaksanaan undang- menyangkut desentralisasi itu
undang tersebut. sendiri. Undang-Undang No. 22
Otonomi daerah sebagaimana Tahun 1999 nampaknya berusaha
dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun mendefinisikan desentralisasi
1999, adalah kewenangan daerah dengan merujuk pada pengertian
otonomi untuk mengatur dan desentralisasi sebagaimana sering
mengurus masyarakat setempat dibahas dalam kajian teoritik, yaitu
178
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
179
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
180
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
yang harmonis dan saling membutuh- pertama yang perlu kita lakukan
kan antara pemerintah dengan adalah mencari kerangka kon-
masyarakat; (3) mempertinggi daya septual mengenai apa yang
serap aspirasi masyarakat dalam dimaksud dengan reinventing
program pembangunan; (4) terjadi- government. Untuk itu, tulisan
nya penanganan masalah secara Osborne dan Gaebler, dan Osborne
terpusat dan tepat dari berbagai dan Plastrik akan dijadikan rujukan
permasalahan aktual yang ber- utama untuk menjelaskan konsep ini.
kembang dalam masyarakat. (5) Hal ini tidak berarti bahwa kita harus
mendorong munculnya partisipasi menerima begitu saja konsep
masyarakat dalam pemerintahan dan reinventing government yang
pembangunan di daerah (Ahmad ditawarkan Osborne dan Gaebler ini
Jamli, 1998: 4). dalam konteks Indonesia. Hal ini
Agar otonomi daerah men- karena penerapan suatu konsep
dapatkan manfaat seperti telah tidak bisa dilepaskan dari konteks
dijelaskan di awal, kita mem- sosial, ekonomi, politik, dan budaya
butuhkan wajah birokrasi yang baru, yang melingkupinya. Kedua, setelah
yang mampu bertindak sebagai kita mengetahui dengan jelas konsep
kreator dan inovator dalam reinventing government, pertanyaan
pembangunan daerah. Hal ini karena selanjutnya adalah bagaimana
wajah birokrasi yang lama tidak lagi konsep ini dapat diterapkan di
memadai untuk menopang otonomi Indonesia. Untuk itu perlu kiranya juga
daerah yang penuh dengan dalam konteks ini dicari persoalan-
tantangan, kompetisi, dan tentu saja persoalan yang mungkin dapat
kompleksitas permasalahan. Oleh menjadi penghambat bagi implemen-
karena itu, gagasan mengenai tasi konsep reinventing government
reinventing government nampaknya di era otonomi daerah sekarang ini.
menemukan relevansinya dalam Pembahasan mengenai karak-
konteks ini. Pertanyaan yang muncul teristik birokrasi Indonesia adalah
adalah bagaimana konsep penting karena birokrasi akan
reinventing government ini dapat memegang peran yang signifikan,
diimplementasikan di Indonesia? dan sekaligus menjadi subyek
Kendala-kendala apa saja yang reformasi yang hendak dilakukan.
mungkin timbul jika konsep ini Pengidentifikasian peluang juga
hendak diimplementasikan? Apa sama pentingnya sehingga peluang
yang dapat kita lakukan untuk yang ada tersebut dapat dimaksimal-
melaksanakan konsep tersebut di kan. Tulisan ini akan ditutup dengan
Indonesia, terutama dalam konteks beberapa rekomendasi yang
otonomi daerah? mungkin berguna bagi pelaksanaan
Untuk menjawab pertanyaan- konsep reinventing government di
pertanyaan ini, maka langkah Indonesia.
181
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
182
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
183
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
dapat kita temukan dalam buku yang teknologi komunikasi dan semakin
ditulis oleh David Osborne dan Ted rendahnya biaya transportasi. Kedua
Gaebler dengan judul Reinventing faktor yang disebutkan belakangan
Government: How the Entrepre- ini telah mengubah secara
neurial Spirit is Transforming the fundamental struktur ekonomi dan
Public Sector. Buku ini pada politik global (Susan Strange, 2000).
dasarnya merupakan kritik terhadap Lebih lanjut, Osborne dan Gaebler
birokrasi pemerintahan federal di menyatakan bahwa perubahan-
Amerika Serikat yang tidak lagi perubahan lingkungan yang terjadi
efisien dalam mengelola pelayanan sebagaimana dijelaskan di atas
publik. Seperti diungkapkan oleh menuntut lembaga yang sangat
Osborne dan Gaebler, saat ini kita fleksibel dan mampu beradaptasi
hidup dalam suatu era perubahan secara cepat. Perubahan lingkungan
yang menakjubkan, dalam suatu tersebut menuntut lembaga yang
pasar global yang sangat kompetitif, mampu memberikan barang dan
dalam suatu masyarakat informasi jasa berkualitas tinggi yang
dimana orang bisa memanfaatkan memberikan hasil lebih banyak dari
informasi sama cepatnya dengan setiap dollar yang diberikan oleh
pemimpin mereka, hidup dalam setiap pelanggan. Perubahan
suatu perekonomian yang mendasar- tersebut juga menuntut lembaga yang
kan pada pengetahuan di mana tanggap terhadap pelanggan dengan
pekerja terdidik tidak mau dikekang menawarkan berbagai pilihan
oleh komando serta menuntut (choices) jasa yang tidak dibakukan,
otonomi dalam suatu jaman pasar yang banyak dituntun dengan
reses dimana konsumen telah persuasi dan dorongan ketimbang
terbiasa dengan kualitas tinggi dan dengan perintah, yang memberikan
banyak pilihan (David Osborne and pengertian tentang makna dan
Ted Gaebler, 1992). Singkatnya, kontrol, bahkan kepemilikan kepada
perubahan-perubahan ini menuntut pekerja mereka (Osborne dan
respon yang tepat dari para Gaebler, 1992: 15). Perubahan
penyelenggara birokrasi publik. tersebut menuntut lembaga yang
Dengan demikian, munculnya memberikan wewenang kepada
konsep birokrasi entrepreneurial warga negara dibandingkan sekedar
tidak bisa dilepaskan dari per- melayani mereka.
kembangan global yang menyangkut Akhirnya, konsep birokrasi
dua dimensi pokok, yaitu globalisasi entrepreneurial merupakan kritik
ekonomi, dalam hal ini desakan ke terhadap birokrasi Weberian yang
arah integrasi ekonomi menuju pasar sangat hierarkhis. Meskipun pada
global dan perubahan-perubahan awalnya, birokrasi merupakan sistem
yang mendasar sebagai katalisator kerja institusional yang diharapkan
globalisasi, yaitu revolusi di bidang dapat menjadi alat untuk melayani
184
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
185
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
186
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
187
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
188
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
189
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
190
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
191
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
birokrasi yang berasal dari bawah. seperti telah saya tegaskan di awal
Dengan demikian, program pember- bahwa kesepuluh prinsip birokrasi
dayaan masyarakat adalah penting wirausaha yang dikembangkan oleh
sebagai usaha untuk lebih mendo- Osborne dan Gaebler, berangkat
rong partisipasi masyarakat dalam dari studi yang dilakukan di berbagai
proses pengambilan keputusan di pemerintah negara bagian AS.
tingkat lokal ataupun nasional. Barangkali, dengan melakukan kajian
Berbagai kelompok di luar birokrasi yang sama kita akan menemukan
juga harus didorong untuk terlibat sepuluh prinsip lainnya yang khas
dalam mengawasi kinerja birokrasi Indonesia.
publik. Munculnya lembaga-lembaga Media massa sebagai institusi
swadaya masyarakat yang bertindak penyedia informasi harus berperan
sebagai watchdog perlu didorong lebih besar lagi dalam memberikan
dan difasilitasi. Hal ini karena informasi kepada masyarakat,
keberadaan lembaga-lembaga terutama menyangkut hak warga
seperti itu dapat menjadi sparing- negara dan kinerja sistem birokrasi
partner yang baik bagi birokrasi publik. Di negara-negara demo-
publik agar bekerja lebih efektif dan kratis, keberadaan industri media
efisien, mempunyai akuntabilitas, dan adalah penting karena ia menjadi
mempunyai komitmen yang baik semacam public servant di bidang
untuk memberikan pelayanan informasi. Informasi yang disampai-
kepada masyarakat. Selain itu, kan media kepada masyarakat akan
kalangan akademisi juga dapat menjadi bahan yang sangat berguna
dituntut perannya yang lebih besar bagi masyarakat untuk mengambil
lagi dalam konteks pengawasan tindakan-tindakan politik. Gelom-
dengan jalan memberikan kajian- bang demokratisasi yang mulai
kajian kritis mengenai kinerja menerpa bangsa ini sejak tahun
birokrasi publik, dan yang lebih 1998 membuat kelompok-kelompok
penting adalah mengembangkan yang telah saya sebutkan di atas
riset akademik yang dapat dijadikan mempunyai kesempatan yang besar
acuan untuk memperbaiki kinerja untuk mempengaruhi kebijakan-
birokrasi publik. Barangkali, dengan kebijakan publik. Hal ini karena
melakukan kajian terhadap daerah- demokrasi akan menggerogoti
daerah yang mampu melakukan kekuasaan negara, dan membuat
reformasi birokrasi publik dalam kekuasaaan lebih tersebar ke
konteks reinventing government, masyarakat dan aktor-aktor di luar
maka kita akan lebih mempunyai negara.
banyak rujukan dengan kasus-kasus
khas Indonesia. Oleh karena itu, 4. Kasus
publikasi hasil kajian seperti ini Di bawah ini akan dipaparkan
menjadi penting. Hal ini karena, secara sekilas daerah yang kurang
192
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
193
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
194
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
195
“Dialogue” JIAKP, Vol. 1, No. 2, Mei 2004 : 175-197
Gaffar, Afan. 1995. “Otonomi Daerah Osborne, David and Peter Plastrik.
dalam Negara Kesatuan” Prisma 4. 1992. Banishing Bureaucracy. New
April. York: Addison-Wesley Publishing
Company, Inc.
Girling, John L. S. 1981. The
Bureaucratic Polity in Modernizing Pratikno. 1998. “Urgensi Reformasi
Societies, Differences, and Basis Kekuasaan Birokrasi di
Prospect in The Asean Region. Indonesia”. Jurnal Kebijakan dan
Singapore: Institute of Southeast Admnistrasi Publik (JKAP). Vol. 2.
Asian Studies. No. 1. Februari.
196
Implementasi Konsep Reinventing Government (Budi Winarno)
197