Anda di halaman 1dari 2

BAHAN PEGANGAN DIRJEN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

KAMPANYE PENGENDALIAN ROKOK DI INDONESIA


Jakarta, 22 MEI 2023

 URGENSI PENGENDALIAN PRODUK TEMBAKAU DI INDONESIA


1. Rokok masih menjadi komoditas penyumbang terbesar kedua kemiskinan di Indonesia (BPS
2021)
2. Terdapat peningkatan belanja rokok dari Rp 309.711/bulan (2011) hingga Rp 382.091/bulan
(2021).
3. Terdapat Peningkatan jumlah perokok sebesar 8,8 juta dalam satu dekade (2011 - 2021)
menurut Komnas Pengendalian Tembakau, PKJS UI*, dan CHED ITB AD**.
4. Prevalensi perokok anak usia < 18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018)
menurut Riskesdas, dan pelajar usia 13 - 15 (SMP) sebesar 19, 2% (GYTS 2019)
5. Amanat RPJMN 2020 - 2024 agar dilakukan kendali konsumsi untuk menurunkan prevalensi
perokok anak dari 9,1% menjadi 8,7% di tahun 2024.

 PENYEBAB PENINGKATAN JUMLAH PEROKOK DI INDONESIA


1. Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS), Global Youth Tobacco Survey
(GYTS), Afordabilitas dan Aksesibilitas terhadap Rokok menjadi penyebab utama masih
tingginya jumlah perokok di Indonesia.
2. Orang Indonesia dan terutama anak-anak mulai, tetap, dan kembali merokok disebabkan
oleh beberapa hal:
 Akses Mudah : Rokok mudah didapatkan di mana-mana mulai dari Retail Modern
hingga Pedagang Pinggir Jalan.
 Afordabilitas : Penjualan rokok secara ketengan/batangan dinilai menyebabkan rokok
masih dapat dibeli oleh anak-anak dan masyarakat miskin.
 Iklan, Promosi, dan Sponsor yang masih cukup banyak ditemui.
 Tekanan pertemanan dan teladan lingkungan.
3. Sebagai informasi Pelarangan Penjualan Rokok kepada anak-anak dan ibu hamil telah
dilarang dalam PP Nomor 109 Tahun 2012, namun belum tercantum ketentuan sanksi
yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran hal tersebut.
4. Penjualan rokok secara batangan (ketengan) masih dijumpai pada semua titik
penjualan rokok kecuali Retail Modern. Dengan harga yang lebih terjangkau (sekitar Rp
1.500 per batang), Masyarakat berpenghasilan rendah serta anak-anak masih dapat
membeli rokok secara Batangan.

 DASAR HUKUM PENGENDALIAN PRODUK TEMBAKAU/ROKOK


1. PP Nomor 109 Tahun 2012 sebagai Payung Hukum dalam Pengendalian Produk Tembakau
Saat Ini di Indonesia. Namun terdapat Rencana revisi PP Nomor Tahun 2012 telah tertuang
dalam Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang
Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
2. Hal ini dalam rangka menjalanan Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang menargetkan turunnya
perokok usia 10-18 tahun dari 9,1% menjadi 8,7% di tahun 2024 sehingga revisi ini fokus
untuk mengendalikan perokok pemula dalam upaya perlindungan anak.
3. Revisi PP 109/2012 disebutkan akan memperkuat lima pokok, yaitu:
 Perluasan peringatan kesehatan bergambar;
 Larangan penjualan ketengan;

Page 1 of 2
 Larangan iklan (terutama pada iklan di internet dan media luar ruang), promosi, dan
sponsor;
 Pengaturan rokok elektronik seperti pada rokok konvensional; dan
 Pengawasan dan sanksi.

 PANDANGAN KEMENDAG DALAM UPAYA PENURUNAN PEROKOK ANAK


1. Penguatan Pengaturan terhadap Iklan, Sponsor, Pengawasan, dan Sanksi terkait
penjualan rokok baik kepada anak-anak, ibu hamil, maupun secara batangan dalam PP
Nomor 109 Tahun 2012 atau peraturan yang setingkat/lebih tinggi yang mengatur
secara komprehensif terkait pengendalian tembakau. Kemendag melalui Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha,
Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik pada Pasal 16 sampai 20 terkait ketentuan Iklan Elektronik, dimana
mengatur tentang iklan elektronik tidak bertentangan dengan ketentuan perundangan-
undangan dan bertanggung jawab terhadap substansi atau materi Iklan Elektronik.
Pengawasan iklan, melibatkan masyarakat dan pemerintah.
4. Penguatan tugas dan kewenangan setiap Kementerian/Lembaga terkait Peraturan
Perundangan yang secara komprehensif mengatur tentang pengendalian tembakau sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi utama.
5. Peningkatan Pelaksanaan Sosialisasi dan Edukasi terkait dampak dan bahaya merokok
terutama bagi anak-anak dan lapisan masyarakat yang rentan.
6. Peningkatan Peran dan Koordinasi secara penuh baik dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan upaya pengendalian tembakau di Indonesia, baik
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, pengawasan, maupun pelaksanaan
sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat
7. Kementerian Perdagangan senantiasa memberikan himbauan kepada pelaku usaha
terutama yang bergerak di bidang ritel agar dapat menjual rokok hanya kepada yang
berusia di atas 18 tahun dan bukan merupakan ibu hamil sebagaimana dalam Pasal 25
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.
8. Terkait pelaku usaha yang memperdagangkan rokok
a. Dalam Lampiran I Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Perdagangan
terdapat Bidang Usaha dengan KBLI 47230 untuk Perdagangan Eceran Khusus Rokok
dan Tembakau di Toko, dan KBLI 47827 untuk Perdagangan Eceran Kaki Lima dan Los
Pasar Rokok dan Tembakau. Untuk kedua KBLI tersebut dengan tingkat risiko
RENDAH, izin yang diterbitkan OSS adalah NIB dengan syarat KTP dan NPWP.
b. Semua KBLI untuk Sektor Perdagangan yang memiliki Risiko Rendah sebagaimana
dalam PP No 5 Tahun 2021 tidak membutuhkan verifikasi dalam permohonan
perizinannya. Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Bina Usaha
Perdagangan sebagai unit yang mengampu perdagangan eceran.
9. Kementerian Perdagangan siap dalam melakukan upaya pengendalian tembakau sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait
serta bersama dengan aktivis kesehatan. Upaya pengendalian produk tembakau/rokok
dilakukan dengan memperhatikan baik dari sisi hilir (konsumen) maupun dari sisi hulu
(industry/petani tembakau)

Page 2 of 2

Anda mungkin juga menyukai